landasan teori ii.1. rerangka teori dan literaturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00407-ak...

29
11 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 Definisi Pajak Setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak. Sebab pajak merupakan sumber dana dalam negeri yang sangat berguna untuk membiayai pembangunan nasional bagi kepentingan bersama. Oleh karena itu setiap orang sebagai anggota masyarakat harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak, terutama mengetahui definisi pajak. Beberapa ahli dalam perpajakan memberikan definisi pajak antara lain sebagai berikut : Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip dari buku karangan Mardiasmo (2009:1) yang berjudul ”Perpajakan edisi revisi 2009” memberikan definisi sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (Republik Indonesia, 2007:1.2): “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Upload: buiduong

Post on 08-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Rerangka Teori dan Literatur

II.1.1 Definisi Pajak

Setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak. Sebab

pajak merupakan sumber dana dalam negeri yang sangat berguna untuk membiayai

pembangunan nasional bagi kepentingan bersama. Oleh karena itu setiap orang sebagai

anggota masyarakat harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan

pajak, terutama mengetahui definisi pajak. Beberapa ahli dalam perpajakan memberikan

definisi pajak antara lain sebagai berikut :

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip dari buku karangan Mardiasmo

(2009:1) yang berjudul ”Perpajakan edisi revisi 2009” memberikan definisi sebagai

berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (Republik Indonesia,

2007:1.2): “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

12

Dalam buku karangan Mohammad Zain (ed.3) (2010:11) yang berjudul “Manajemen

Perpajakan” terdapat kutipan dari Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock

Horace R yang mendefinisikan pajak adalah: “Pajak adalah suatu pengalihan sumber

dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib

dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat

imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-

tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak dipungut

oleh negara (baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) berdasarkan

ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Tanpa jasa timbal atau

kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran

tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. Digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat

bagi masyarakat luas.

Bertitik tolak pada definisi pajak yang diberikan oleh para ahli pajak memberi

kesan bahwa pemerintah memungut pajak terutama untuk memperoleh uang atau dana

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu fungsi utama

pajak adalah sebagai sumber keuangan negara (fungsi budgetair). Di samping itu, pajak

mempunyai fungsi yang lebih luas dari sekedar sebagai sumber keuangan negara, yaitu

fungsi mengatur (fungsi regulerend). Fungsi regulerend mempunyai arti bahwa pajak itu

dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara

dalam lapangan ekonomi dan sosial, maupun untuk mencapai tujuan tertentu lainnya di

luar bidang keuangan.

13

II.1.2. Fungsi Pajak

Fungsi Pajak menurut Tony Marsyahrul (2007:2) dalam buku ”Pengantar

Perpajakan (Rev)” terdapat 2 fungsi pajak yaitu :

a. Budgeter

Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam

kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara, yaitu

pengeluaran rutin dan bangunan.

b. Regulerend

Regulerend disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi,

politik, budaya, pertahanan keamanan, seperti :

1. Mengadakan perubahan-perubahan tarif

2. Memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringaan atau

sebaliknya yang ditujukan kepada masalah tertentu.

Namun bila ditelusuri lebih jauh, ada satu lagi fungsi pajak yang masyarakat

harus ketahui. Fungsi tersebut adalah fungsi distribusi kekayaan di mana kelompok yang

lebih mampu akan membayar pajak lebih banyak sementara kelompok yang kurang

mampu akan mendapatkan manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pajak yang dia

bayar. Bahkan untuk kelompok tertentu, seperti penerima BLT (Bantuan Langsung

Tunai), penerima subsidi BBM, dan penerima subsidi pupuk, mungkin mereka tidak

14

membayar pajak tetapi mereka mendapatkan manfaat langsung dari pajak. Hal tersebut

merupakan salah satu alasan dari keberadaan pajak.

II.1.3. Pengelompokkan Pajak

Pengelompokkan pajak menurut Mardiasmo (2009:5) dalam bukunya yang

berjudul ”Perpajakan” dikelompokkan dalam tiga tinjauan, yaitu :

a. Menurut golongannya :

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan

tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

b. Menurut sifatnya :

1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

15

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang

mewah.

c. Menurut lembaga pemungutnya :

1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan,dan Bea Meterai.

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :

1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan

Bakar kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak

Hiburan.

II.1.4. Tata Cara Pemungutan Pajak

a. Stelsel Pajak

Tata cara pemugutan Pajak yang dilakukan menurut Yusdianto Prabowo (2007 :

5) dalam bukunya yang berjudul ”Akuntansi Perpajakan Terapan (Rev)”

berdasarkan stelsel-stelsel sebagai berikut :

16

1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)

Stelsel ini menerangkan bahwa pemungutan pajak baru dapat dilaksanakan

pada akhir tahun setelah mengetahui penghasilan sesungguhnya yang

diperoleh dalam pajak yang bersangkutan.

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Dalam stelsel ini pemungutan pajak dapat dilakukan pada awal tahun pajak

karena berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, hal ini

dimungkinkan untuk dilaksanakan berdasarkan suatu anggapan

penerimaan/pendapatan yang diperoleh oleh Wajib Pajak (WP). Anggapan

ini dapat menggunakan perbandingan data antara penerimaan/pendapatan

WP pada tahun sebelumnya yang dianggap sama dengan pendapatan yang

akan diperoleh pada tahun sekarang.

3. Stelsel Campuran

Telah disimpulkan bahwa dalam stelsel ini berlaku pengenaan pajak pada

awal tahun yang didasarkan pada suatu anggapan dan pada akhir tahun yang

didasarkan pada suatu kenyataan sehingga menurut stelsel ini akan terjadi

perhitungan kembali untuk menentukan masalah lebih atau kekurangan

pajak.

b. Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :

1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)

17

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang

bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam

maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangasaan suatu Negara.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah :

1. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

18

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan ) untuk

menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

II.1.5. Pajak Penghasilan

II.1.5.1. Definisi Penghasilan dan Pajak Penghasilan

Dilihat dari pengelompokkan pada pembahasan sebelumnya, Pajak Penghasilan

merupakan pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat. Undang-undang tentang

pajak penghasilan telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah

dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008. Sebagai pajak langsung, maka beban pajak

tersebut menjadi tanggungan Wajib Pajak yang bersangkutan, dalam arti bahwa beban

pajak tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain. Beban pajak tersebut muncul sebagai

akibat dari sejumlah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan Wajib Pajak. Berikut ini

adalah definisi dari Penghasilan dan Pajak penghasilan, yaitu :

19

Definisi penghasilan yang dikutip dari PSAK 23 dalam buku Prof. Dr. Gunadi

(2009:147) yang berjudul “ Akuntansi Pajak”, menyebutkan bahwa: “Penghasilan

adalah arus masuk bruto sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode

akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan

kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi

penanaman modal.”

Pendapat lain diutarakan dalam buku yang disusun oleh Ikatan Akuntan

Indonesia (2007:14) yang berjudul “ Standar Akuntansi Keuangan per 1 September

2007” , yaitu: “Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue)

maupun keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivis perusahaan

yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa

(fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa.”

Sementara itu, definisi Pajak Penghasilan menurut ketentuan umum yang ada

adalah sebagai berikut:

Menurut Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008: “Pajak Penghasilan adalah pajak

yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam suatu tahun pajak.”

Sedangkan menurut Prinsip Standar Akuntansi No. 46 (Revisi 2010) yang dikutip dari

buku Ikatan Akuntan Indonesia (2010:46,4): “Pajak Penghasilan adalah pajak yang

dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak

entitas.”

20

II.1.6. Subjek Pajak dan Objek Pajak Penghasilan

II.1.6.1. Subjek Pajak

Wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai

subjek pajak. Dalam bukunya yang berjudul “Panduan Lengkap Pajak Penghasilan”

Atep Adya Barata ( 2011 : 9) menjelaskan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah :

a. Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat tinggal atau berada di Indonesia atau

berada di luar Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak

pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.

c. Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik

yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik

daerah (BUMD).

d. Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap ( permanent establishment) merupakan subjek pajak yang

perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Merupakan

bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

21

di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :

1. Tempat kedudukan manajemen

2. Cabang perusahaan

3. Kantor perwakilan

4. Gedung kantor

5. Bengkel

6. Gudang

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar

negeri. Dalam Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (2) dijelaskan

bahwa :

a. Subjek pajak dalam negeri adalah :

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu

tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal

di Indonesia.

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

22

1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD).

3) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau

pemerintah daerah.

4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

b. Subjek pajak luar negeri adalah :

1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan pulu tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

23

II.1.6.2. Objek Pajak Penghasilan

Dalam buku susunan Atep Adya Barata yang berjudul “Panduan Lengkap Pajak

Penghasilan” ( 2011:22 ) yang menjadi objek pajak penghasilan :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

b. Hadiah dari undian, atau pekerjaan, atau kegiatan, dan penghargaan.

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

e. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang.

f. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi.

g. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

h. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

k. Premi asuransi

24

l. Surplus Bank Indonesia

m. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

II.1.7. Tarif Pajak Penghasilan Badan dan Bentuk Usaha Tetap

Dalam buku Mardiasmo (2009:137) yang berjudul “Perpajakan Edisi Revisi

2009” dijelaskan bahwa untuk menghitung PPh, terlebih dulu harus diketahui dasar

pengenaan pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Dalam UU PPh

Pasal 17 ayat (2) dijelaskan bahwa tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam

negeri dan bentuk usaha tetap mulai tahun 2010 adalah 25% (dua puluh lima persen) dari

penghasilan kena pajak. Jika Penghasilan Kena Pajak besarnya Rp 1.200.000.000, maka

pajak penghasilan yang terutang adalah 25% x Rp 1.200.000.000 = Rp. 300.000.000.

Penambahan materi dari buku karangan Atep Adya Barata (2011:138) yang

berjudul “Pajak Penghasilan” dijelaskan bagi wajib pajak badan dalam negeri dengan

peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat

fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dimaksud dalam Pasal 17

ayat (2) dan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto

sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) , model

perhitungan sebagai berikut: 50% x tarif x PKP-nya

25

II.1.8. Tinjauan Umum Penanaman Modal

II.1.8.1. Pengertian Penanaman Modal

Kegiatan penanaman modal atau yang lebih dikenal sebagai investasi adalah

faktor penentu penting dalam perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi

ditentukan oleh fungsi beberapa komponen, yaitu konsumsi ( pemerintah dan rumah

tangga), investasi (pembentukan barang modal), dan ekspor barang dan jasa (dikurangi

impor barang dan jasa). Namun dibandingkan dengan komponen lain, investasi dianggap

sebagai komponen yang paling penting. Pasalnya, jika pertumbuhan ekonomi tanpa

disertai adanya investasi yang berarti, maka pertumbuhan tersebut dianggap

unsustainable.

Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam

kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam perundang-undangan. Istilah investasi

merupakan istilah yang popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal

lazim digunakan dalam peraturan perundanga-undangan.

Definisi lain tentang investasi dikemukakan Kamaruddin Ahmad (2007) bahwa

investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh

tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Unsur –unsur

terpenting dari kegiatan investasi atau penanaman modal yaitu :

a. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai

modalnya.

26

b. Modal tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat

diraba (tangible) tetapi juga mencakup sesuatu yang tidak bersifat kasat mata dan

tidak dapat diraba (intagible). Intangible mencakup keahlian, pengetahuan,

jaringan dan sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerjasama ( join venture

agreement) biasanya disebut valuable services.

Sedangkan pengertian lain, yaitu dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 mengartikan penanaman modal adalah: “Segala bentuk kegiatan

penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal

asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.”

II.1.8.2 Jenis dan Bentuk Penanaman Modal

Dalam buku karangan Anna Rokmatussah Dyah & Suratman (2009) yang

berjudul “Hukum Investasi dan Pasar modal” dijelaskan bahwa pada dasarnya

penanaman modal (investasi) dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, menurut

sumber pembiayaan, dan cara penanamannya. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Investasi berdasarkan asetnya

Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek

modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua jenis,

yaitu :

1. Real Asset, yaitu investasi yang berwujud seperti gedung, rumah dan

sebagainya.

27

2. Financial Asset, yaitu investasi berupa dokumen (surat-surat) klaim tidak

langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan

sekuritas tersebut. Perbedaan lain terletak pada likuiditas. Pengertian

likuiditas dalam hal ini adalah mudahnya mengkonversi sebagai suatu aset

menjadi yang dan biaya transaksi cukup rendah.

Real Asset secara umum kurang likuid daripada Financial Asset .Hal ini

disebabkan oleh sifat heterogennya dan khusus kegunaannya.

b. Investasi berdasarkan pengaruhnya

Investasi berdasarkan pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada

faktor-faktor yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi kegiatan investasi.

Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Investasi Autonomos (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak

dipengaruhi oleh tingakat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya

pembelian surat-surat berharga.

2. Investasi Induced (mempengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang

dipengaruhi kenaikan permintaan atas barang dan jasa serta tingkat

pendapatan. Misalnya penghasilan transitori, yaitu penghasilan yang didapat

selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya.

c. Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya

Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi yang

didasarkan pada ususl-usul investasi itu diperoleh. Dibagi dalam 2 macam, yaitu:

28

1. Investasi yang bersumber dari modal asing, yaitu penanaman modal asing

(PMA), merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar

negeri.

2. Investasi yang bermodal dari dalam negeri, yaitu penanaman modal

dalam negeri (PMDN), merupakan investasi yang bersumber dari

pembiayaan dalam negeri.

d. Investasi berdasarkan bentuknya

Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara

menanamkan investasinya. Dibagi dalam 2 macam, yaitu :

1. Investasi Portofolio

Investasi ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga,

seperti saham dan obligasi.

2. Investasi Langsung

Investasi langsung adalah investasi aktiva tetap berwujud termasuk tanah

yang digunakan untuk kegiatan usaha dan bentuk investasi dengan jalan

membangun, membeli total, dan mengakuisisi perusahaan.

Menurut Nainggolan dalam kutipan pada Jurnal Ekonomi : Kontradiksi Pajak

karangan Ninawati (2008:114), investasi langsung memiliki sifat yang relatif lebih stabil

jika dibandingkan dengan investasi portofolio. Jika kinerja investasi tidak memuaskan,

maka investasi portofolio cenderung lebih mudah dipindahkan ke tempat lain yang oleh

investor dianggap lebih berkemungkinan meningkatkan kinerja investasinya.

29

II.I.8.3 Hubungan Fungsi Pajak Dengan Kegiatan Penanaman Modal

Komponen pendapatan pajak sebagai bagian dari kebijakan fiskal dipandang

sebagai kebijakan yang memiliki peranan dan pengaruh yang sangat signifikan dalam

pembangunan ekonomi, terutama karena :

a. Adanya pajak merupakan alat penting guna mengekang permintaan yang

semakin meningkat terhadap barang-barang konsumsi.

b. Perpajakan tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan penerimaan yang lebih

besar, namun juga berperan sebagai perangsang untuk menabung dan melakukan

investasi.

c. Untuk mentransfer sumber daya manusia kepada pemerintah agar digunakan

lebih produktif.

d. Perpajakan harus memperbaiki pola investasi di dalam perekonomian.

e. Salah satu tujuan perpajakan adalah untuk mengurangi jurang perbedaan antara

si kaya dan si miskin.

f. Perpajakan harus memobilisasikan surplus ekonomi untuk pembangunan secara

berkesinambungan.

Pelayanan pajak juga ditekankan sebagai upaya perbaikan iklim investasi.

Kebijakan tentang pemberian insentif pajak bagi penanaman modal di Indonesia

diharapkan akan memberi pengaruh positif bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Rasio dari pembebasan tersebut adalah untuk tidak menyulitkan perusahaan modal asing

dalam mencapai fase berproduksi di Indonesia dalam jumlah yang dapat disalurkan ke

pasaran, di mana pada fase ini biasanya diperlukan pengeluaran – pengeluaran yang

30

dilakukan perusahaan. Jadi dasar dikeluarkannya pembebasan pajak bagi perusahaan –

perusahaan modal asing ini, adalah untuk memberi kesempatan dalam waktu yang layak

agar dapat mencapai produksi yang tidak dipasarkan.

Sesuai dengan uraian di atas, Pajak berpengaruh untuk meningkatkan investasi.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat terlihat dari bagaimana pemerintahannya

memberikan kemudahan atau insentif dalam perpajakan kepada pelaku usaha dengan

memberikan pelayanan terpadu yang mudah, cepat, efisien dan transparan. Sehingga

pelaku usaha mau dan betah menanamkan modalnya di Indonesia, lapangan kerja luas

terbuka, kemiskinan berkurang dan meningkatkan daya saing sektor riil.

Pemenuhan kebutuhan pembangunan Indonesia dapat disediakan melalui sumber

dalam negeri. Namun, akumulasi modal dalam negeri masih belum efektif dan efisien,

tingkat tabungan masyarakat masih rendah, demikian pula keterampilan serta

penguasaan teknologi masih belum memadai untuk menunjang proses pembangunan

yang diharapkan. Modal, berikut skill dan teknologi merupakan prasyarat bagi proses

pembangunan. Oleh karena itu negara memerlukan pemenuhan kebutuhan dari sumber

luar dan dalam negeri melalui kegiatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

Penanaman Modal Asing (PMA) atau dalam istilah asing dikenal sebagai Foreign

Direct Investment (FDI). Tujuan utama kebijakan pemerintah dalam menarik PMDN

dan PMA adalah karena merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan modal

pembangunan dan mempunyai ekternalitas positif, yaitu masuknya stable inflow of

foreign capital, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional,

perbaikan neraca pembayaran, dan transfer teknologi dan managerial skill dari

perusahaan multinasional.

31

Kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya terjadi apabila penanaman

modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan

kerjasama dengan satu badan hukum yang menggunakan modal nasional.

II.1.8.4. Penjelasan Umum Penanaman Modal Dalam Negeri

a. Definisi Penanaman Modal Dalam Negeri

Menurut Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 penanaman modal dalam negeri

adalah: “Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara

Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan

menggunakan modal dalam negeri.”

b. Syarat-syarat Penanaman Modal Dalam Negeri

1. Permodalan: Menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat

Indonesia (Ps 1:1 UU No. 6/1968) baik langsung maupun tidak langsung.

2. Pelaku Investasi : Negara dan swasta. Pihak swasta dapat terdiri dari orang

dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia.

3. Bidang usaha : Semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina,

dipelopori atau dirintis oleh pemerintah.

4. Perizinan dan perpajakan : Memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh

pemerintah daerah. Antara lain : izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan,

eksplorasi, hak-hak khusus, dll.

5. Batas waktu berusaha : Merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-

masing daerah.

6. Tenaga kerja: Wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali

apabila jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa

32

Indonesia. Mematuhi ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari

karyawan).

c. Perusahaan penanaman Modal negeri mendapatkan fasilitas dalam bentuk:

1. Pajak penghasilan melalui netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah

penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin,

atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di

dalam negeri.

3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku dan bahan penolong

untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan

tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang

modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat

diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu

II.1.8.5. Penjelasan Umum Penanaman Modal Asing

a. Definisi Penanaman Modal Asing

Menurut Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 penanaman modal asing adalah:

“Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan

modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal

dalam negeri.”

Jika seorang warga negara Indonesia atau lebih bersama-sama dengan

seorang atau beberapa warga negara asing hendak mendirikan suatu perseroan

33

terbatas di Indonesia, maka perseroan terbatas tersebut harus berbentuk perseroan

terbatas yang berstatus PMA yang tunduk dan diatur berdasarkan Undang –

Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal.

b. Syarat Pendirian Penanaman Modal Asing

Secara umum syarat – syarat yang diperlukan adalah hampir sama dengan

pendirian perseroan terbatas bukan PMA (PT umum). Bedanya hanya terletak

pada status kewarganegaraan salah satu pemegang saham perseroan. Namun

sebelum dibuatkan akta pendirian terlebih dahulu harus mengajukan permohonan

ijin pendirian kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai

maksud dan tujuan dari didirikannya perseroan terbatas tersebut. Permohonan ini

diajukan oleh para calon pemegang saham disertai dengan data-data lengkap,

besarnya modal (dalam US dollar) serta lingkup usaha yang dijalankan.

Langkah awal pendirian PMA dilakukan dengan :

1. Melakukan Pemesanan nama perseroan terlebih dahulu

2. Mengajukan permohonan kepada BKPM

3. Foto copy Paspor / KTP para pendiri, minimal dua (2) orang

4. Foto copy KK / Direktur bila penanggung jawab WNI

5. Foto copy PBB terakhir tempat usaha / kantor, apabila milik sendiri

6. Foto copy Surat Kontrak, apabila status kantor kontrak

7. Surat Keterangan Domisili dari pengelola Gedung

8. Kantor tidak berada di wilayah pemukiman

9. Pas photo penanggung jawab ukuran 3 x 4 = 2 lembar bewarna

10. Siap di survey

34

Mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :

1. Nama PT

2. Kedudukan dan bidang usaha

3. Jumlah modal dasar dan modal setor (dalam US $.)

4. Komposisi saham

5. Susunan direksi dan komisaris

Dokumen badan usaha PMA :

1. Surat persetujuan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal )

2. Akta Notaris

3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan

4. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

5. SK Kehakiman

6. TDP (Tanda Daftar Perusahaan)

c. Perusahaan Penanaman Modal Asing mendapatkan fasilitas dalam bentuk :

1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat

tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu

tertentu.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin,

atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di

dalam negeri.

3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong

untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan

35

tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang

modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat

diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu.

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat

6. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha

tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

II.1.8.6. Manfaat Penanaman Modal

Besarnya nilai investasi suatu negara ditentukan oleh porsi sumbangan dari

PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)

terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Dalam Jurnal Ekonomi : Kontradiksi Pajak

karangan Ninawati (2008:114), Ikhsan (2007) mengemukakan bahwa PMA menjadi

peranan penting dikarenakan PMA berperan dalam peningkatan produksi dan ekspor

secara nasional. Porsi inevestasi PMA dan produktivitasnya biasanya lebih besar jika

dibandingkan PMDN. PMA lebih banyak mengalokasikan dananya untuk kegiatan

research and development, periklanan, produk-produknya juga lebih berorientasi ekspor

dan value added nya tinggi dan relatif lebih tinggi dalam membayar tenaga kerja. Selain

itu Ikhsan (2007) juga menambahkan, PMA juga dianggap sebagai sebagai bench-mark

Indonesia berkenaan dengan kemampuannya dalam menanggulangi krisis ekonomi.

Akselerasi PMA yang meningkat, juga akan membantu perusahaan – perusahaan

domestik untuk memperoleh akses ke pasar global dan menjadikan iklim usaha di

Indonesia menjadi semakin lebih kompetitif lagi.

36

Kesit Bambang Prakosa (2007) dalam artikelnya mengungkapkan, masuknya

perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap

untuk mengisi sektor – sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan

sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasan teknologi, manajemen

maupun alasan permodalan. Modal asing juga diharapkan secara langsung atau tidak

langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim/kehidupan dunia usaha,

serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran internasional

melalui jaringan yang mereka miliki. Keberadaan investasi yang ditanamkan oleh

investor terutama modal asing tentunya juga memberikan dampak positif di dalam

pembangunan. Adi Harsono mengemukakan dalam buku “Hukum Investasi di

Indonesia” karangan Salim H.S & Budi Sutrisno (2008:84-85) dampak dari adanya

investasi asing atau perusahaan asing di berbagai negara. Dampak yang dikemukakan

oleh Adi Harsono didasarkan pada bukti-bukti dari keberadaan investasi asing atau

perusahaan asing. Bukti-bukti tersebut disajikan sebagai berikut :

a. Masalah gaji

Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji rata-

rata nasional.

b. Perusahaan asing menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan

perusahaan nasional sejenis.

c. Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya di bidang pendidikan.

d. Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan

domestik.

37

II.1.9. Tax Holiday

II.1.9.1. Pengertian Tax Holiday

Tax holiday atau kebebasan pajak merupakan suatu kebijakan dan fasilitas

perpajakan yang diberikan pemerintah kepada penanam modal di Indonesia. Di

Indonesia, kebijakan ini belum diatur dalam Undang – Undang Perpajakan. Kebijakan

dan fasilitas ini merupakan upaya pemerintah dalam menarik perhatian para investor

asing dan dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia demi

keberlangsungan ekonomi negara menuju yang lebih baik.

Terdapat literatur dalam jurnal ekonomi Damianus Herman Renjaan, Analisis

Makro Atas Dampak Penerapan Kebijakan Tax Holiday (kebebasan pajak) di Indonesia

(2010:5) yang mendefinisikan Tax Holiday adalah :

A tax holiday is a temporary reduction or elimination of a tax. Governments usually create tax holidays as incentives for business investment. The taxes that are most commonly reduced by national and local governments are sales taxes. In developing countries, governments sometimes reduce or eliminate corporate taxes for the purpose of attracting Foreign Direct Investment or stimulating growth in selected industries. Tax holiday is given in respect of particular activities, and sometimes also only in particular areas with a view to develop that area of business.

Dari pengertian tersebut diketahui bahwa Tax Holiday merupakan kebijakan dan

fasilitas/insentif berupa pengurangan atau penghapusan pajak untuk sementara waktu

bagi seorang wajib pajak. Adapun pengertian yang sama terdapat dalam The

Conteporary English-Indonesia Dictonary yakni bahwa tax holiday merupakan masa

bebas pajak.

38

II.1.9.2. Latar Belakang Pemberian Fasilitas Tax Holiday

Pentingnya Tax Holiday di Indonesia dapat dilihat dari batalnya dua investasi

asing di Batam karena pemerintah Indonesia tidak memberikan insentif. Investasi lensa

kontak di Batam kemudian investasi karpet asal Belgia yang urung menaruh dananya di

Indonesia karena tidak adanya kebijakan tax holiday. Kebijakan yang biasa-biasa saja

tidak bisa menghasilkan ekspansi investasi yang agresif.

Konsep Tax Holiday ini kerap diusung oleh BKPM (Badan Koordinasi Pasar

Modal), pengusaha, dan kalangan akademisi. Namun selalu mentah ketika sampai pada

kementerian Keuangan, terutama Ditjen Pajak. Konsep ini akhirnya mulai dikerjakan

oleh Kementerian Keuangan setelah pemerintah (BKPM) memiliki target untuk

mendapatkan investasi sebesar Rp10.000 triliun dalam jangka waktu 5 tahun. Dimana

setiap tahun target investasi adalah sebesar Rp.2.000 triliun.

Ketika menilik pada masa lalu, rezim Tax Holiday dulu pernah ada dalam sejarah

perpajakan Indonesia dengan diterbitkannya UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal

Asing. Pada pasal 15 dan 16 UU No.1/1967 mengatur tentang pembebasan pajak

perseroan dan keringanan pajak perseroan. Namun, dalam kurun waktu lima belas tahun

pemberlakuan Tax Holiday, jumlah foreign direct investment (Penanaman Modal Asing)

yang disetujui hanya sekitar 473 proyek atau rata-rata 28 proyek per tahun. Realisasi

proyek yang disetujui hanya mencapai 75 persen, alias 355 proyek terealisasi atau 21

proyek per tahun. Mungkin dengan alasan kurang efektif, melalui Undang – Undang

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984,

ketentuan Tax Holiday dicabut. Sebagai gantinya, pemerintah menerapkan ketentuan

39

umum perpajakan yang memberikan sejumlah kemudahan, yang kemudian dilanjutkan

dengan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan yang

tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011. Pemberian

insentif pajak tersebut mulai diberlakukan pada 15 Agustus 2011.

II.1.9.3. Manfaat Tax Holiday

Pajak berpengaruh untuk meningkatkan investasi. Pertumbuhan ekonomi suatu

negara dapat terlihat dari bagaimana pemerintahannya memberikan kemudahan atau

insentif dalam perpajakan kepada pelaku usaha dengan memberikan pelayanan terpadu

yang mudah, cepat, efisien dan transparan. Disaat para investor asing maupun nasional

tergerak untuk berinvestasi di Indonesia dengan cara menanamkan modal, maka saat

itulah dapat dikatakan bahwa pajak dapat meningkatkan investasi. Manfaat paling

mendasar pemberian Tax Holiday di Indonesia adalah sebagai upaya untuk

menanggulangi inflasi, mendorong investasi yang optimal secara sosial, meningkatkan

kesempatan kerja, meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidakstabilan

internasional dan meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional.