bab ii refisi - perpustakaan uin walisongo...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KONSEP LEADERSHIP
A. KONSEP UMUM TENTANG LEADERSHIP
Dalam segi kehidupan apapun kita selalu memerlukan pemimpin yang
tangguh yang diharapkan mampu memberi ilham, dorongan serta arah kepada
kelompok yang dipimpin, sekaligus sanggup menjadi teladan yang menarik
bawahannya untuk berbuat serupa. Kepemimpinan bukan jatuh dari langit, ia
harus tumbuh dalam pribadi seseorang. Ia menuntut bakat tertentu, pembinaan
baik melalui proses pendidikan/pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu,
mengenai pokok-pokok penting yang merupakan tuntutan mutlak yang
merupakan suatu keharusan bagi seorang pemimpin dan calon pemimpin.
Setiap orang diharapkan dapat memikirkan, menerapkan dan menilai
kembali kontribusi sosial masing-masing dalam kehidupan bersama, dengan
demikian terdapat proses evaluasi diri yang didukung oleh kesadaran yang
dalam, juga diharapkan pengembangan kreatifitas dalam kehidupan bersama.
Semua kegiatan manusia dimunculkan oleh suatu dorongan aktualisasi diri yang
terdapat dalam setiap individu yang harus tersalur dan dilaksanakan dengan
nyata. Maka aktifitas dan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat sedemikian
itu jelas menjadi fundamen pokok bagi kebahagiaan manusia dalam berkarya dan
membangun budaya.
Dalam setiap karya bersama itulah dibutuhkan para pemimpin dan
kepemimpinan untuk mengefisienkan setiap langkah atau kegiatan yang berarti.
Hanya pemimpin yang bersedia mengakui bakat-bakat, kapasitas, inisiatif dan
kemauan baik dari para pengikutnya maupun pribadi untuk berinisiatif dan
bekerja sama, hanya pemimpin sedemikian inilah yang mampu menjamin
kesejahteraan lahir batin masyarakat luas, sekaligus mampu mempertinggi
produktifitas dan efektifitas usaha bersama. Maka dari itu, pemimpin merupakan
faktor kritis yang dapat menentukan hidup matinya suatu kegiatan bersama, baik
12
yang berbentuk organisasi sosial, lembaga pemerintah maupun usaha-usaha
perdagangan.
1. Pengertian
Istilah leadership merupakan bentuk kata dalam bahasa Inggris yang
kata awalnya adalah leader yang berarti pemimpin; pemimpin yang berbakat;
tokoh, kemudian mendapat akhiran menjadi leadership yang berarti
kepemimpinan1. Secara etimologi kepemimpinan (leadership) dapat diartikan
sebagai berikut:
1. Berasal dari kata dasar pimpin, yang berarti bimbing atau tuntun. Dengan
demikian di dalamnya ada dua pihak yaitu yang dipimpin (ummat) dan
yang memimpin (imam)
2. Setelah ditambah awalan pe menjadi pemimpin, yang berarti orang yang
mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi,
sehingga orang lain tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Apabila ditambah akhiran an menjadi pimpinan maka artinya adalah orang
yang mengepalai. Antara pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan,
yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih sentralistis, sedangkan pemimpin
cenderung lebih demokratis
4. Kemudian setelah dilengkapi dengan awala ke menjadi kepemimpinan
(dalam Bahasa Inggris; leadership) yang berarti kemampuan dan
kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain
agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama sehingga dengan
demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses
kelompok2
1 John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta, 1992,
hlm. 351 2 Inu Kencana Syafi’i, Al Qur’an dan Ilmu Administrasi, PT. Rineka Cipta, Jakrta, 2000, hlm.
71-72
13
Elizabeth O’Leary menyebutkan definisi atau keyakinan yang lazim
tentang pemimpin dan kepemimpinan, bahwa pemimpin adalah orang yang
ditunjuk dalam suatu kelompok atau tim atau organisasi. Ia adalah sosok
kharismatik yang mampu membuat keputusan yang terbaik dan mengilhami
orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kepemimpinan adalah
kekuatan untuk berkomunikasi dengan tegas dan mengilhami oranmg lain serta
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain.3
Pendapat lain mengatakan bahwa istilah kepemimpinan berasal dari kata
dasar pimpin yang artinya bimbing/tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja
memimpin yang artinya mebimbing atau menuntun dan dari kata benda
pemimpin seseorang yang berfungsi memimpin, membimbing atau menuntunin4.
Dalam kehidupan sehari-hari muncullah istilah yang serupa dengan sebutan
kepemimpinan dan kadang-kadang digunakan silih berganti seakan-akan tidak
ada bedanya antara satu dengan yang lain, yaitu pimpinan, kepemimpinan dan
kepemimpinan. Hal tersebut mungkin dapat menimbulkan kekacauan dalam
pemikiran yang tentunya berakibat pada kekacauan dalam perkataan dan
perbuatan seseorang dalam masyarakat karena istilah-istilah tersebut masing-
masing mempunyai arti sendiri-sendiri. Oleh karenanya, pemahaman terhadap
istilah tersebut harus betul-betul dimiliki oleh seorang pemimpin supaya dalam
menjalankan fungsi kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik.
Wahjosumidjo, mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah aktifitas para pemegang kekuasaan dan membuat
keputusan
3 Elizabeth O’Leary, Kepemimpinan (Menguasai Keahlian yang anda butuhkan dalam 10
Menit), Ed. I, Cet. I, Andi, Yogyakarta, 2001, hlm. 2
4 S. Pamudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Ed. I, Cet. V, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hlm. 5
14
2. Kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya merupakan pola
interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan problem-
problem yang saling berkaitan
3. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktifitas kelompok dalam
rangka perumusan dan pencapaian tujuan5
Atas dasar batasan kepemimpinan diatas, maka para ahli managemen
berpendapat bahwa kepemimpinan sebagai suatu konsep manajemen dalam
kehidupan organisasi mempunyai kedudukan strategis dan merupakan gejala
sosial yang selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok. Mempunyai
kedudukan strategis karena kepemimpinan merupakan titik sentral dan
dinamisator seluruh proses kegiatan organisasi. Disamping itu ia mutlak
diperlukan dimana terjadi interaksi kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
mencapai tujuan organisasi, itulah sebabnya dikatakan orang kepemimpinan
merupakan gejala sosial dan selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok6.
Kepemimpinan adalah satu sarana dalam menggerakkan roda organisasi
yang pada akhirnya merupakan salah satu fungsi manamejen. Sehingga wajarlah
jika kepemimpinan itu harus dipelajari oleh para pejabat pimpinan (manajer).
Disisi lain ada pendapat menyebutkan bahwa “leadership adalah inti dari
management” dengan alasan bahwa manajemen terutama berhubungan dengan
manusia. Padahal kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan,
mengerahkan dan mengarahkan orang-orang. Jadi jelaslah disini bahwa
kepemimpinan itu adalah inti dari manajemen, yang menjamin terlaksananya
fungsi-fungsi manajemen dengan baik dalam rangka mencapai tujuan organisasi.7
Dalam pemikiran Muchtar Effendy, kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk meyakinkan orang lain agar orang lain itu dengan suka rela mau
5 Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. 21 6 Ibid 7 S. Pamudji, Op. Cit., hlm. 8
15
diajak untuk menjalankan kehendaknya atau gagasannya.8. Definisi ini
menunjukkan bahwa kemampuan seseorang dalam memimpin sangat
diutamakan, kemampuan sebagaimana dimaksud meliputi keunggulan fisik,
mental, intelektual dan lain-lain. Jadi seseorang akan mampu memimpin jika ia
mempunyai keunggulan, maka akan dipatuhi oleh orang-orang yang
dipimpinnya.9.
Kepemimpinan sebagai konsep manajemen seperti dikemukakan oleh
Ralph M. Stogdill, dapat dirumuskan kedalam berbagai macam definisi
tergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Sehingga timbul macam-macam
definisi, maka disebutkan bahwa kepemimpinan adalah :
1. Suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham 2. Suatu bentuk persuasi dan inspirasi 3. Suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh 4. Tindakan dan perilaku 5. Titik sentral proses kegiatan kelompok 6. Hubungan kekuatan atau kekuasaan 7. Sarana pencapaian tujuan 8. Suatu hasil dari interaksi 9. Adalah suatu peranan yang dipolakan 10. Sebagai inisiasi atau permulaan struktur.10
Sedangkan penjelasaanya adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan sebagai suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham. Ini
artinya bahwa setiap pemimpin melalui kerjasama yang sebaik-baiknya harus
mampu membuat para bawahan mencapai hasil yang telah ditetapkan, para
pemimpin memberikan dorongan terhadap bawahan untuk mengerjakan apa
yang dikehendaki pemimpin tersebut.
8 Muchtar Effendy, Manajemen (Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam), Bhatara
Karya Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 207 9 Ibid 10 Wahjosumidjo, Op. Cit. hlm. 12
16
2. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi. Artinya satu
bentuk kemampuan mempengaruhi orang lain yang dilakukan bukan melalui
pemaksaan melainkan himbauan dan persuasi.
3. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh. Artinya
kepribadian dapat diartikan sebagai sifat-sifat dan watak yang dimiliki oleh
pemimpin yang menunjukkan keunggulan sehingga menyebabkan pemimpin
tersebut memiliki pengaruh terhadap bawahan .
4. Kepemimpinan adalah tindakan dan perilaku. Artinya sebuah gambaran
sebagai serangkaian perilaku seseorang yang mengarahkan kegiatan bersama.
Serangkaian perilaku tersebut dapat berupa; menilai anggota kelompok,
menentukan hubungan kerjasama, mampu memperhatikan kepentingan
bawahan dan lain-lain.
5. Kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan kelompok. Artinya
dalam sebuah kehidupan organisasi dari kelompok diharapkan lahir berbagai
gagasan baru yang melahirkan berbagai perubahan, kegiatan, dan seluruh
proses kegiatan kelompok. Oleh karena itu, kepemimpinan tidak dapat
dipisahkan dari pada kehidupan kelompok dan menduduki posisi tinggi
dalam kehidupan kelompok, dalam menentukan struktur kelompok, suasana
kelompok dan aktifitas kelompok.
6. Kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan. Artinya suatu
bentuk hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dan
yang dipimpin dimana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau
sekelompok orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan atau
kekuasaan yang ada pada orang yang memimpin, orang yang memimpin
lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi.
7. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan. Artinya pemimpin
merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku
bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan menggunakan gaya
atau cara tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai
17
kekuatan dinamik yang mendorong, memotifasi dan mengkoordinasikan
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
8. Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi. Artinya suatu proses sosial
yang merupakan hubungan antar pribadi dimana fihak lain mengadakan
penyesuaian, suatu proses saling mendorong dalam mencapai tujuan bersama.
9. Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan. Artinya dalam kehidupan
organisasi masing-masing anggota kelompok mempunyai peranan yang
berbeda, dalam mencapai tujuan anggota kelompok mempunyai sumbangan
yang berbeda-beda. Demikian pula kepemimpinan yang muncul sebagai
akibat interaksi dalam kehidupan organisasi, karena kebaikan-kebaikan dan
sumbangan-sumbangannya dia angkat peranannya sebagai pemimpin.
10. Kepemimpinan sebagai inisiasi struktur. Artinya kepemimpinan jangan
dipandang sebagai jabatan pasif melainkan harus berperan sebagai suatu
jabatan yang terlibat dalam suatu tindakan memenuhi pembentukan struktur
dalam interaksi sosial sebagai bagian suatu proses pemecahan masalah
bersama.11
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut tentang pemimpin dan
kepemimpinan, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu tantangan yang cukup
berat yang harus dihadapi oleh pemimpin adalah bagaimana ia dapat
menggerakkan para bawahannya agar senantiasa mau dan bersedia
menggerakkan kemampuannya yang terbaik untuk kepentingan kelompok atau
organisasinya.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain,
keberhasilan seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya untuk
mempengaruhi para bawahannya. Dengan kata lain kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, melalui
komunikasi, baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud untuk
11 Ibid, hlm. 22-24
18
menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran
dan senang hati bersedia mengikuti serta melaksanakan kehendak seorang
pemimpin.
Bila dikaji secara mendalam, kepemimpinan merupakan bakat dan seni
tersendiri, memiliki bakat kepemimpinan berarti menguasai seni atau teknik
melakukan tindakan-tindakan seperti teknik memberikan perintah, pengertian,
memperoleh saran, memperkuat identitas kelompok yang dipimpin dan lain-lain.
2. Teori Kepemimpinan
Adapun pembahasan tetang teori kepemimpinan sangatlah beragam
pendapat yang disajikan dari berbagai segi atau sudut pandang yang masing-
masing berbeda. Diantaranya adalah :
1. Menurut teori latar belakang sejarah
Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban
manusia, yaitu sejak nenek moyang manusia itu berkumpul bersama, bekerja
bersama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya menantang kebuasan
binatang dan alam di sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerjasama antar manusia
dan ada unsur kepemimpinan. Pada saat itu yang ditunjuk sebagai pemimpin
adalah orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling berani.12
2. Menurut teori sebab musabab munculnya pemimpin
Teori ini memunculkan tiga macam teori, yaitu :
a. Teori Genetis yang menyatakan bahwa :
• Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-
bakatnya yang luar biasa sejak dilahirkan
• Dia ditakdirkan lahir sebagai pemimpin, dalam situasi-kondisi yang
bagaimanapun juga
12 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Cet. V, Rajawali, Jakarta, 1990, hlm. 27-28
19
Karena teori ini berpendapat bahwa pemimpin itu tidak dibuat, melainkan
ia terlahir jadi pemimpin oleh bakat-bakatnya yang luar biasa sejak dilahirkan,
maka teori ini juga juga sepaham dengan teori sifat. Dengan pemikirannya
bahwa teori ini sangat bertolak dari dasar pemikiran yang mengatakan bahwa
keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai dan ciri-
ciri yang dimiliki oleh pemimpin tersebut, baik yang berupa fisik ataupun
psikologis. Atas dasar pemikiran tersebut, muncul anggapan bahwa untuk
menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin, misalnya kualitas seseorang, dengan berbagai macam sifat,
perangai atau ciri-ciri yang ada didalamnya. Oleh karena itu timbul usaha
diantara para ahli untuk meneliti dan merinci lebih jauh kualitas seorang
pemimpin yang berhasil dalam melaksanakan tugas kepemimpinanya.13
Teori atau pendekatan sifat ini, menurut Ngalim Purwanto dinyatakan
bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin banyak ditentukan atau
dipengaruhi oleh pribadi si pemimpin. Sifat itu ada pada seseorag karena
pembawaan atau keturunan. Jadi menurut pendekatan ini, seseorang menjadi
pemimpin karena sifat-sifat yang dibawa sejak lahir, bukan karena berbuat
atau dilatih.14
Sebagaimana dikatakan oleh Thierauf “The hereditary approuch states, that leaders are born and not made. That leaders do not acquire the ability to lead, but in herit it“ (pendekatan keturunan menyatakan bahwa pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat, bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya).15
b. Teori sosial (lawan teori Genetis) yang menyatakan bahwa :
• Pemimpin-pemimpin itu harus disiapkan dan dibentuk, tidak
dilahirkan saja
13 Wahjosumidjo, Op.Cit. hlm. 44-45 14 M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Cet.X, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2000, hlm. 31 15 Ibid
20
• Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan
pendidikan
Sejalan dengan teori sosial adalah teori Humanistik. Teori ini
mendasarkan diri pada suatu dalil yang menyatakan bahwa “manusia karena
sifatnya adalah organisma yang dimotivasi, sedangkan organisasi karena
sifatnya tersusun dan terkendali”.16 Sehingga teori ini menempatkan fungsi
kepemimpinan adalah membuat organisasi sedemikian rupa sehingga
memberikan sedikit kelonggaran atau kebebasan kepada individu untuk
mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi
kebutuhannya dan pada saat yang bersamaan akan memberikan sumbangan
bagi pencapaian tujuan organisasi.17.
Senada dengan hal tersebut, Hadari Nawawi menyebutkan bahwa fungsi
kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok atau organisasi. Masing-masing mengisyaratkan bahwa setiap
pemimpin berada didalam dan bukan diluar situasi itu, ia harus berusaha agar
menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.18.
Menurut teori humanistik ini perlu dilakukan motivasi pada pengikut dengan
memenuhi harapan-harapan mereka dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan
mereka. Oleh karena melakukan motivasi, berarti juga melakukan human
relation (hubungan antar manusia), maka toeri ini juga disebut dengan teori
hubungan antar manusia, yang maksudnya mengusahakan keseimbangan
antara kebutuhan dan kepentingan perseorangan dan kebutuhan atau
kepentingan umum organisasi.19
c. Teori Ekologis atau syntesis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori
tersebut) yang menyatakan bahwa :
16 S. Pamudji, Op. Cit. hlm. 150-151 17 Ibid 18 Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Kepemimpinan Yang Efektif, Cet. II, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1995, hlm. 74 19 S. Pamudji, Op. Cit. hlm. 151
21
Seorang akan sukses menjadi seorang pemimpin bila sejak lahirnya dia
telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan bakat-bakat itu sempat
dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan yang sesuai
dengan tuntutan lungkungan atau ekologisnya.20
Teori ini juga sejalan dengan teori Lingkungan yang menyatakan bahwa
munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari pada waktu, tempat,
keadaan atau situasi dan kondisi, suatu tantangan atau kejadian penting dan
luar biasa akan menampilkan seseorang untuk menjadi pemimpin.21, jadi jelas
bahwa situasi dan kondisi, tertentu melahirkan tantangan-tantangan tertentu
dan dengan sendirinya diperlukan orang-orang yang mempunyai sifat atau
ciri-ciri tertentu yang cocok. Menurut teori ini, seorang pemimpin yang
berhasil pada situasi dan kondisi tertentu tidak menjamin bahwa ia pasti akan
berhasil pada situasi dan kondisi yang lain. Karena memperhitungkan faktor
situasi dan kondisi maka teori ini juga disebut teori serba situasi. Kebangkitan
dan kejatuhan seorang pemimpin dikarenakan oleh situasi dan kondisi, apabila
seseorang mampu menguasai situasi dan kondisi, maka ia akan dapat menjadi
pemimpin.22.
Toeri lingkungan nampaknya juga hampir sejalan dengan teori
Situasional yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Teori
ini sangat menarik untuk didalami karena tiga alasan, pertama;
penggunaannya yang meluas, kedua; daya tariknya yang secara intuitif dan
ketiga; tampaknya didukung oleh pengalaman dan dunia kenyataan.23 Berbeda
dengan yang dikembangkan oleh Fielder yang pada intinya menekankan
bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang tergantung pada dua hal, pertama;
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu
20 Kartini Kartono, Op. Cit., hlm. 28 21 S. Pamudji, Op. Cit., hlm. 146-147 22 Ibid 23 Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Cet.II, Rineka Cipta, Jakarta, 1991,
hlm. 139
22
dan kedua; tingkat kematangan jiwa (kedewasaan) para bawahan yang
dipimpin. Dua dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam tipe
kepemimpinan ini ialah perilaku seorang pemimpin yang berkaitan dengan
tugas kepemimpinan dan hubungan antara atasan-bawahan.24.
Menurut Ngalim Purwanto, pendekatan atau teori situasional biasa
disebut dengan pendekatan kontingensi. Pendekatan didasarkan atas asumsi
bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya
bergantung atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja.
Setiap organisasi mempunyai ciri yang khusus atau unik, bahkan organisasi
yang sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda, karena lingkungan
yang berbeda, semangat dan watak bawahan yang berbeda. Situasi
kepemimpinan yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku
kepemimpinan yang berbeda pula, karena banyaknya kemungkinan yang
dapat dipakai dalam menerapkan perilaku kepemimpinan sesuai dengan
situasi orang, maka pendekatan situasional ini disebut juga pendekatan
kontingensi, yang artinya kemungkinan.25
Dalam perkembangannya Fiedler dan Chemers berdasarkan hasil
penelitiannya dapat disimpulkan seorang menjadi pemimpin bukan saja
karena faktor kepribadian yang dimiliki tetapi juga karena berbagai faktor
situasi dan saling hubungan antara pemimpin dan situasi.26.
Masih menurut Fiedler bahwa tak ada gaya kepemimpinan yang cocok
untuk segala situasi dan ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu;
hubungan antara pemimpin dan bawahan, struktur tugas dan kekuasaan yang
berasal dari organisasi. Ketiga faktor tersebut maksudnya adalah;
24 Ibid 25 Ngalim Purwanto, Op. Cit. hlm. 38 26 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Cet. X, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2003, hlm. 112
23
• Hubungan antara pemimpin dengan bawahan, hubungan ini sangat penting
bagi pemimpin, karena hal ini menentukan bagaimana pemimpin diterima
oleh anak buah
• Struktur tugas, dimensi ini berhubungan dengan seberapa jauh bahwa tugas
merupakan pekerjaan rutin atau tidak, apabila struktur tugas sangat jelas
maka prestasi setiap orang lebih mudah diawasi serta tanggung jawab
setiap orang lebih pasti
• Kekuasaan yang berasal dari organisisi, dimensi ini menunjukkan sampai
seberapa jauh pemimpin mendapat kepatuhan anak buahnya dengan
menggunakan kekuasaan yang bersumber dari oraganisasi. Pemimpin yang
menerima kekuasaan yang jelas dari organisasi maka akan mendapat
kepatuhan yang lebih dari bawahan.27
3. Menurut teori Siklus-Kehidupan
Teori ini juga dikembangkan oleh Hersey dan Hanclard dengan konsep
dasarnya adalah bahwa strategi dan perilaku pemimpin harus (situasional,
aslinya) mampu beradaptasi dan terutama didasarkan pada kedewasaan atau
ketidak-dewasaan para pengikut.28, beberapa definisi berikut yang diharapkan
mampu memberikan pemahaman terhadap teori tersebut :
• Kedewasaan (maturity) adalah kapasitas atau kemampuan individu atau
kelompok. Untuk menetapkan tujuan tinggi tetapi dapat dicapai dan
keinginan serta kemampuan mereka untuk mengambil tanggung jawab
• Perilaku Tugas adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk
mengorganisasikan dan menentukan peranan-peranan para pengikut
menjelasakan setiap kegiatan yang dilaksanakan, kapan, dimana, dan
bagaimana, ini tergantung pada pola perencanaan organisasi, saluran
komunikasi dan cara-cara penyelesaian pekerjaan
27 Ibid, hlm. 112-123
28 T. Hani Handoko, Manajemen, Ed. II, Cet. XV, BPFE, Yogyakarta, 1999, hlm. 313
24
• Perilaku hubungan adalah berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin
dengan individu atau anggota kelompoknya. Hal ini mencakup besarnya
dorongan yang disediakan oleh pemimpin dan tingkat dimana pemimpin
menggunakan komunikasi antar pribadi dan individu pelayanan.29.
3. Tipe-tipe kepemimpinan
Sebelum membahas beberapa tipe atau gaya kepemimpinan, perlu
disampaikan bahwa dalam melaksanakan tugas kepemimpinanya, seorang
pemimpin tidak bisa memastikan suatu tipe atau gaya tertentu karena efektifitas
kepemimpinan sangat dipengeruhi oleh faktor situasi yang ada pada diri
pemimpin, bawahan dan faktor situasi lainnya.
Faktor situasi yang berkaitan dengan diri pemimpin meliputi nilai-nilai
kepribadian, kebiasaan, rasa aman terhadap konsekuensi suatu gaya
kepemimpinan yang diterapkan dan beberapa karakteristik seorang pemimpin
seperti yang telah dikemukakan oleh teori kepemimpinan menurut teori sifat.
Sedangkan faktor situasi yang ada pada bawahan yang perlu dipertimabangkan
meliputi hubungan antara kebutuhan bawahan dengan tugas yang dihadapi,
kematangan psikologis yang berkaitan dengan tuntutan ketrampilan dan
kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas.
Sedangkan faktor situasi yang perlu dipertimbangkan dan akan
mempengaruhi gaya kepemimpinan meliputi nilai-nilai suatu organisasi, misi
atau tujuan yang diinginkan oleh organisasi, besar-kecilnya anggota dalam
organisasi, kemampuan suatu kelompok untuk bekerja bersama-sama serta
efektivitas komunikasi antar pemimpin dengan bawahan, arus umpan balik dan
keterbukaan yang terjadi.30
29 Ibid 30 Abi Sujak, Kepemimpinan Manajer (Eksistensinya Dalam Perilaku Organisasi), Cet. I,
Rajawali, Jakarta, 1990, hlm. 28-30
25
Diantara tipe atau gaya kepemimpinan yang akan dibahas adalah sebagai
berikut :
1. Tipe Otokratik
Tipe ini oleh para ilmuwan dikatakan bahwa berdasarkan tipe ini
seorang pemimpin mempunyai serangkaian karakteristik yang dapat
dipandang sebagai karakteristik yang negatif yang nampaknya secara rasional
dapat dibenarkan. Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang
otokratik adalah seorang yang sangat egois, egoisnya yang besar akan
mendorongnya memutar balikkan kenyataan yang sebenarnya, sehingga
sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai
kenyataan31. Contoh dari tipe ini adalah dalam menginterpretasikan disiplin
para bawahan dalam organisasi, seorang pemimpin akan menerjemahkan
disiplin kerja yang tinggi yang ditunjukkan oleh para bawahan itu kepadanya,
padahal sesungguhnya disiplin kerja itu didasarkan kepada ketakutan, bukan
kesetiaan.32.
Mengenai asal kata otokratik ini berasal dari kata autos yang berarti
sendiri, dan kratos yang berarti kekuasaan dan kekuatan. Jadi otokrat berarti
penguasa absolut.33. Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada
kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau
berperan sebagai pemain tunggal. Ia berambisi untuk merajai situasi, setiap
perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya
dan tidak pernah diberikan informasi mendetail mengenai rencana dan
tindakan yang harus dilakukan, ia selalu jauh dari para anggota kelompoknya,
ia senantiasa ingin berkuasa mutlak dan tunggal serta selalu merajai
keadaan.34
31 Sondang P. Siagian, Op. Cit. hlm. 31 32 Ibid 33 Kartini dan Kartono, Op. Cit., hlm. 53 34 Ibid
26
Pendapat lain mengatakan bahwa tipe kepemimpinan yang otoriter
atau otokratik sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya pada
bawahan, mereka dikendalikan dan diperintah seperti tidak mempunyai
martabat manusia. Mereka juga diperlakukan seolah-olah tidak boleh
mempunyai pikiran dan kehendak sendiri, tipe ini menyebabkan seorang
pemimpin mengatur semuanya dari atas, mendikte semuanya supaya
dikerjakan sesuai kehendaknya, dan pada akhirnya ia akan menajdi pemimpin
yang dikatator.35
Kepemimpinan dengan tipe ini berlangsung dalam bentuk working on
his group karena menempatkan dirinya di luar anggota kelompoknya, ia
merasa dirinya mempunyai hak istimewa dan harus diistimewakan oleh
bawahannya. Para bawahan tidak boleh dan tidak diberi kesempatan
berinisiatif, mengeluarkan pendapat dan menyampaikan kreatifitasnya.
Inisiatif, pendapat dan kreatifitasnya dalam melaksanakan tugas dan perintah
dipandang sebagai penyimpangan dan pembangkangan.36.
2. Tipe Demokratis
Herbert G. Hieks dan Ray C. Gullets (1981) dengan kepemimpinan
gaya demokratis keluaran mungkin tidak setinggi pada tipe otokratik atau
otoriter, namun kualitas lebih baik dan masalah manusia sedikit, terjadi
saling saran antara pemimpin dan bawahan, saling berpendapat, semua orang
dianggap sama pentingnya dalam mengembangkan ide dan pembuatan
keputusan. Sharma (1982) memberikan pandangan yang senada tentang gaya
demokratis, yaitu pemimpin memperhatikan pandangan bawahan,
memberikan bimbingan masalah-masalah yang timbul dan melibatkan
35 J. Riberu, Dasar-dasar Kepemimpinan, CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992, hlm. 7-8 36 Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Op. Cit., hlm. 94-95
27
perasaan sendiri dalam membantu bawahan mencapai tujuan organisasi
sebaik tujuan individu.37
Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang efesien
kepada para pengikutnya, tercipta koordinasi dari semua bawahan, dengan
penekanan rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan ada kerja
sama yang baik. Tipe ini membuktikan kekuatan yang terletak pada
partisipasi secara aktif dari setiap warga kelompok, menghargai potensi
setiap individu, mau mendengarkan nasehat bawahan dan mampu
memanfaatkan setiap angota seefektif mungkin pada saat tertentu.
Tipe kepemimpinan ini biasanya berlangsung dengan mantap dengan
adanya gejala bahwa organisasi dengan segenap bagian-bagiannya berjalan
lancar sekalipun pemimpin tersebut tidak ada di kantor, otoritas sepenuhnya
didelegasikan kebawah, dan masing-masing orang menyadari tugas serta
kewajibannya, sehingga mereka merasa puas-senang, pasti dan aman
menyandang setiap tugas dan kewajibannya38. Tipe kepemimpinan ini
menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap
kelompok atau organisasi. Tipe ini diwujudkan dengan dominasi perilaku
sebagai pelindung atau penyelamat, perilaku memajukan dan perilaku
mengembangkan organisasi. Dengan didominasi ketiga perilaku
kepemimpinan tersebut, berarti tipe ini diwarnai dengan usaha mewujudkan
dan mengembangkan hubungan manusiawi (hubungan relationship) yang
efektif berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang
satu dengan yang lain. Pemimpin memandang orang-orang yang
dipimpinnya sebagai subjek yang mempunyai kepribadian dengan berbagai
aspeknya seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, pendapat,
37 Panji Anoraga dan Sri Suyuti, Perilaku Keorganisasian, Cet. I, PT. Dunia Pustaka Jaya,
Jakarta, 1995, hlm. 97 38 Kartini Kartono, Op. Cit. hlm. 55-56
28
kreativitas, inisiatif yang berda-beda antara satu dengan yang lain selalu
dihargai dan disalurkan secara wajar.39
Tipe ini memandang manusia pada dasarnya mempunyai martabat
yang sama, karenanya sang pemimpin tetap berusaha menghormati dan
mempertimbangkan pendapat serta saran orang lain, ia akan menghindari
hal-hal yang dirasakan tidak sejalan dengan martabat manusiawi
bawahannya, para pembantunya ia perlakukan sebagai rekan dalam
melaksanakan tugas, bahkan bawahan yang paling rendah sekalipun ia
hormati sebagai subjek yang mempunyai harga diri dan memiliki pendapat
sendiri.40
Onong Uchjana Effendi, menyebutkan bahwa tipe kepemimpinan ini
adalah didasarkan pada demokrasi, dalam arti kata bukan karena dipilihnya
pemimpin tersebut secara demokratis, yang setiap anggota mempunyai hak
untuk dipilih dan memilih, melainkan cara melaksanakan kepemimpinannya
yang demokratis. Sehingga setiap keputusannya merupakan keputusan
bersama, setiap anggota kelompok diberi kebebasan untuk menyampaikan
pemikirannya, menyatakan pendapatnya, dan lain-lain. Tetapi mereka wajib
tunduk kepada keputusan mayoritas anggota kelompok. Oleh karena itu,
maka kepemimpinan demokratis dinamakan juga dengan kepemimpinan
partisipatif, para anggota kelompok berpartisipasi dalam hal menentukan
tujuan, cara mencapai tujuan sampai pada pelaksanaan tujuan.41, dalam tipe
ini fungsi kepemimpinan adalah membantu dan mengkoordinasikan proses
pelaksanaan musyawarah dan pengambilan keputusan, dalam hal ini tidak
ada orang yang paling super dari pada orang lain, setiap suara dari anggota
kelompok dianggap sama nilainya karena setiap individu dinilai memiliki hak
39 Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Op. Cit., hlm. 100 40 J. Riberu, Op. Cit., hlm. 8 41 Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Motivasi, Cet. VI, Mandar Maju, Bandung,
1992, hlm. 29-30
29
yang sama dalam bermusyawarah dan dalam menentukan keputusan demi
kepentingan bersama.42
3. Tipe Kharismatik
Karakteristik yang khas dari tipe ini adalah daya tariknya yang
memang mengikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya
kadang-kadang sangat besar. Tegasnya setiap pemimpin yang kharismatik
adalah orang yang dikagumi oleh banyak pengikut.43 dan munculnya tipe
kharismatik bukan karena penampilan fisik, usia, kaya atau miskin, tetapi
karena pada diri pemimpin tersebut memiliki kekuatan yang ajaib yang tidak
mungkin dapat dijelaskan secara ilmiyah yang memungkinkan orang tertentu
dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik.44
Sedangkan ciri-ciri pemimpin yang kharismatik menurut Ngalim
Purwanto adalah sebagai berikut :
a. Mempunyai daya tarik yang sangat besar b. Pengikut tidak mampu menjelaskan mangapa mereka tertarik
mengikuti dan menaatinya c. Pemimpin seolah-olah mempunyai kekuatan gaib (super natural
power) d. Kharisma yang dimiliki tidak tergantung pada umur, kekayaan,
ketampanan sipemimpin.45
4. Tipe Patternalistik
Tipe ini memandang bahwa pemimpin paternalistik selalu
beranggapan bahwa bawahan adalah orang yang belum dewasa. Jadi
pemimpin selalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk para bawahannya,
tipe ini mempunyai ciri antara lain; bawahan dianggap belum dewasa,
pemimpin melindungi setiap bawahan, jarang memberi kesempatan pada
42 Ibid 43 Sondang P. Siagian, Op. Cit. hlm., 37 44 Ibid 45 Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm. 51
30
bawahan untuk mengambil keputusan, berinisiatif, mengembangkan daya
kreasinya dan ciri yang terakhir adalah bersikap maha tahu46.
Senada dengan hal ini, Mochtar Effendy berpendapat bahwa tipe ini
juga disebut tipe kebapakan, yang dimaksud adalah pemimpin yang bersikap
dan bertindak dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya sebagai seorang
bapak terhadap anak-anaknya, karena ia mencintai orang-orangnya serta
menghormatinya, sehingga ia sering menganggap dirinya selalu benar,
sedangkan bawahannya selalu dianggap masih kurang dari dirinya, mereka
harus mengikuti perintahnya. Tipe kepemimpinan ini cenderung untuk
mengikuti kemauannya sendiri, tidak mau dibantah dan mudah
tersinggung.47.
4. Pengambilan keputusan
Marier merumuskan apakah suatu keputusan itu efektif atau tidak dengan
mendasarkan diri pada penilaian penerimaan yang kemudian dibandingkan
dengan kualitas keputusan itu. Kualitas suatu keputusan dapat diketahui dari
tingkatan tertentu. Faktor yang bersifat teknis dan rasional memegang peranan
yang penting dalam memilih alternatif. Penerimaan (akseptabilitas) menunjukkan
adanya dukungan dan kepatuhan terhadap keputusan itu. Ini artinya keputusan
yang akseptabel pasti akan dipatuhi dan dilaksanakan.48
Besar kecilnya pengaruh yang diakibatkan oleh keputusan yang harus ia
buat itu beraneka ragam, dalam beberapa bidang pekerjaan, alat bantu seperti
dokumen-dokumen penting, formulir-formulir dan peralatan lainnya hampir
dengan sendirinya sangat membantu membuat keputusan. Tak ada orang yang
terlahir sebagai pembuat keputusan, mereka yang sukses sekalipun selalu
46 Heidjrahman R., Tanya-Jawab Manajemen, AMP YKPN, Yogyakarta, 1990, hlm. 120-121 47 Mochtar Effendy, Manajemen (Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam),Bhratara
Karya Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 218 48 Ibnu Syamsi, Pengambilan keputusan, Cet. I, Bina Aksara, Jakarta, 1989, hlm. 12
31
mengikuti serangkaian petunjuk atau langkah-langkah yang membantu dalam
memilih alternatif paling baik dalam situasi yang dihadapi.49
Pengambilan keputusan merupakan kegiatan yang selalu dijumpai dalam
setiap kegiatan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bagaimana cara
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin menunjukkan
bagaimana tipe kepemimpinannya. Dengan demikian, pengambilan keputusan
merupakan fungsi kepemimpinan yang turut menentukan tingkat keberhasilan
dalam proses kepemimpinan itu sendiri.50
Supaya keputusan yang diambil oleh seorang dapat diterima dan
dilaksanakan oleh para pelaksana, maka perlu diperhatikan beberapa komponen
atau faktor ketika akan membuat keputusan, hal ini mengingat karena mengingat
pengembilan keputusan menempati posisi yang sangat menentukan keberhasilan
suatu organisasi. Keputusan itu menurut Prajudi, merupakan pangkal permulaan
dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individu atau
kelompok, disamping itu keputusan merupakan sesuatu yang sifatnya futuristik,
yaitu menyangkut hari depan atau masa mendatang yang efeknya akan
berlangsung cukup lama.51
Sedangkan beberapa komponen atau faktor yang perlu dipertimbangkan
sebelum mengambil keputusan adalah sebagaimana dikemukakan oleh Martin
Starr adalah :
1. Tujuan harus jelas dalam pengambilan keputusan
2. Identifkasi alternatif. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu dibuat
beberapa alternatif yang kemudian akan diambil salah satu yang paling tepat
3. Faktor yang tidak diketahui sebelumnya. Keberhasilan pemilihan alternatif
baru dapat diketahui setelah keputusan itu dilaksanakan, waktu yang akan
datang tidak dapat diketahui dengan pasti. Inilah yang dinamakan
49 Panji Anoraga, Psikologi Kepeminmpinan, Cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm.49-50 50 Ngalim Purwanto, Op. Cit. hlm. 49-50 51 Ibnu Syamsi, Op. Cit., hlm. 15
32
uncontrollable events. Oleh karena itu, kemampuan seorang pemimpin untuk
memperkirakan (memprakirakan, aslinya) masa mendatang sangat
menentukan berhasil tidaknya keputusan yang akan dipilihnya
4. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai. Masing-masing
alternatif yang diambil perlu disertai akibat positif dan negatifnya, termasuk
sudah dipertimbangkan didalamnya faktor uncontrollable events-nya52.
B. KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM
1. Kepemimpinan Menurut Agama Islam
Dalam ajaran agam Islam, hadits nabi menyebutkan bahwa setiap
manusia adalah seorang pemimpin, apakah ia sebagai kepala keluarga, sebagai
imam suatu umat, seorang manita yang kedudukannya sebagai ibu rumah tangga
dan bahkan seorang pembantu sekalipun ia adalah seorang pemimpin. Hal ini
didasarkan pada hadits Nabi yang berbunyi :
حدثنا أبو النعمان حدثنا حماد ابن زيد عن أيوب عن نافع عن عبد اهللا المام راع وهو مسؤول آلكم راع وآلكم مسؤول فا :قال النبي : قال
والرجل راع على اهله وهو مسؤول، والمرأة راعية على بيت زوجها وهي مسؤولة ، والعبد راع على مال سيده وهو مسؤول، اال فكلكم راع
53 ل عن راعيتهوآلكم مسؤوArtinya : Abu Nu’man menceritakan hadits kepada kami, Hammad ibnu Zaid
menceritakan hadits kepada kami dari Ayyub, dari Nafi’, dari Abdillah berkata: Rasulullah SAW. Bersabda “setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu seorang imam adalah pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban, dan seorang laki-laki adalah seorang pemimpin atas keluarganya, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang wanita (istri) adalah pemimpin atas rumah suaminya dan
52 Ibid, hlm. 15-16 53 Al-Imam Abi ‘Abdillah Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu Al- Mughirah ibnu
Bardzabah Al-Bukhari Al- Ja’fiyyi, Shahih Al-Bukhari Jus 5, Dar Al Kutub Al ‘ilmiyah, Bairut Libanon, tt, hlm. 474
33
setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang hamba (pembantu) adalah pemimpin atas harta tuannya dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Maka ingatlah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminati pertanggungjwaban atas kepemimpinannya” .
Kecuali sebagai Nabi, Muhammad SAW. adalah pemimpin yang
tangguh dan paling efektif. Segala macam kualitas yang dibutuhkan untuk tampil
sebagai figur kepemimpinan berhimpun pada pribadi Muhammad SAW.. Kita
dapat mencatat umpamanya beberapa hal persyaratan yang telah dimiliki beliau :
Beliau adalah pribadi yang mempunyai sifat-sifat terpuji, diantaranya adalah
siddiq54. Selaku pimpinan beliau memiliki kesabaran yang tinggi ketika diuji
dengan harta, dengan kedudukan dan dengan wanita. Beliau tangguh dan tidak
tergoyahkan. Meski beliau memiliki pengetahuan, kecerdasan dan wawasan
pandangan yang luas, namun beliau tidak meninggalkan musyawarah dan diskusi
dengan para sahabatnya dalam memutuskan suatu perkara yang rumit. Bahkan
lebih dari itu, terkadang ide orang lain bahkan ide musuh-musunya kalau
dianggap baik beliau mengambilnya. Hal ini dilakukan dengan prinsip nisfu
aqlika fi ‘aduwwika yang artinya sebagian dari ide anda dapat diperoleh dari
taktik atau gagasan musuh-musuhmu55.
Konsep kepemimpinan (leadership) dalam pandangan agama Islam
berdasarkan firman Allah SWT. surat Al Baqoroh ayat 30 yang berbunyi :
}30:البقرة{.. وإذ قال ربك للمالئكة إني جاعل في الأرض خليفة
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu kepada para Malaikat :”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi" (QS. Al Baqoroh, 30) 56
54 Kaelany H.D., Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan ,Ed. II, Cet.I, Bumi Aksara,
Jakarta, 2000, hlm. 116 55 Ibid, hlm. 117 56 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan terjemahnya, CV. Toha Putera,
Semarang, hlm. 13
34
Kandungan ayat tersebut menjelaskan nikmat-nikmat Allah SWT.
yang dengan nikmat tersebut menjauhan dari maksiat dan kufur serta dapat
memotivasi seseorang untuk beriman kepada Allah SWT.. Diciptakannya Nabi
Adam AS. dalam bentuk yang sedemikian rupa disamping kenikmatan
memiliki ilmu dan berkuasa penuh untuk mengatur alam semesta serta
berfungsi sebagai khalifah Allah SWT. di bumi. Hal tersebut merupakan
nikmat yang paling agung dan harus disyukuri oleh keturunannya dengan cara
taat kepada Allah SWT. dan tidak ingkar kepada Nya, termasuk menjauhi
kemaksiatan yang dilarang oleh Allah SWT.57
Sedangkan penjelasan dari ayat ini adalah bahwa sesungguhnya kami
(Allah SWT.) akan menjadikan Adam sebagai khalifah dan pengganti makhluk
lain yang dulu menghuni bumi, mereka itu telah musnah karena saling
menumpahkan darah, sekarang Adam adalah pengganti mereka. Sebagian
mufassirin berpendapat yang dimaksud dengan khalifah disini adalah sebagai
pengganti Allah Allah SWT. dalam memberikan perintah-perintah Nya kepada
manusia. Karenanya, istilah yang mengatakan bahwa “manusia adalah khalifah
Allah di bumi” sudah sangat populer. Pengangkatan khalifah ini menyangkut
pula pengertian pengangkatan sebagian manusia yang diberi wahyu oleh Allah
tentang syariat-syariat Nya. Pengangkatan khalifah ini juga mencakup seluruh
mahluk (manusia) yang berciri mempunyai kemampuan berfikir yang luar
biasa 58.
Berbicara tentang kepemimpinan dalam pandangan agama Islam, maka
kita akan merujuk terhadap pribadi dan pola kepemimpinan yang ditampilkan
oleh Nabi Muhammad SAW. yang lebih dikenal dengan istilah uswatun
khasanah yang artinya teladan yang mulia atau baik. Keteladanan nabi
57 Ahmad Mustofa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al Maragi, CV. Thoha Putera, Semarang,
1992, hlm. 131 58 Ibid, hlm. 135-136
35
muhammad SAW. ini telah dijamin oleh Allah SWT. dengan firman Nya
dalam Al Qur’an yang berbunyi :
لقد آان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن آان يرجو الله واليوم }21:األحزاب{الآخر وذآر الله آثيرا
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri taulada yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari qiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab, 21) 59.
Keteladanan Nabi Muhammad SAW. sangat tepat jika dicontoh oleh manusia
pada umumnya dan para pemimpin pada khsusnya. Pengaruh kepemimpinan
beliau masih tetap kuat, dan bagi umat Islam beliau merupakan figur
keteladanan yang paling utama dalam berbagai segi kehidupan 60.
Hadari Nawawi mendefiniskan kepemipinan dalam dua kategori, yang
pertama kepemimpinan secara spiritual. Konsep ini didasarkan pada firman
Allah dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 14 yang berbunyi :
ثم جعلناآم خالئف في الأرض من بعدهم لننظر آيف تعملون
}14:يونس{
Artinya : Kemudian kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) dimuka bumi sesudah mereka, supaya kami dapat memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (QS. Yunus ; 14) 61
Firman tersebut menunjukan bahwa perbutan manusia yang disebut
kepemimpinan tidak pernah lepas dari perhatian dan penilaian Allah. Oleh
karena itu secara spiritual kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan
untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT baik
secara bersama-sama maupun perseorangan.
59 Departemen Agama Republik Indonesia, Op, Cit., hlm. 670 60 Kaelani, HD., Lok. Cit. 61 Departeman Agama republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 307
36
Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mewujudkan
kehendak Allah yang telah diberitahukannya melalui Rasul Muhammad saw.,
kepemimpinan dalam arti spiritual tidak lain dari ketaatan atau kemampuan
mentaati perintah dan larangan Allah Dan Rasulnya dalam semua aspek
kehidupan. Tegasnya, pemimpin yang sesungguhnya bagi umat islam
hanyalah Allah dan Rasulnya Muhammad saw, manusia sebagai pemimpin
hanya akan diridloi Allah jika kepemimpinannya dilaksanakan sesuai dengan
kehendak-Nya sebagaimana secara sempurna telah dilaksanakan olleh
Rasullah saw dalam memimpin umat islam baik di zamannya maupun hingga
akhir zaman 62.
Sedangkan yang kedua adalah konsep kepemimpinan secara empiris,
konsep ini diterjemahkan sebagai kegiatan bagi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat yang dalam sejarah kehidupan manusia banyak pengalaman
yang perlu dipelajari dan dianalisis untuk mendapatkkan butir-butir berharga
yang dapat dimanfaatkan dalam usaha mewujudkan kepemimpinan efektif dan
diridloi Allah pada masa sekarang dan masa mendatang 63. berpijak pada
pengertian kepemimpinan menurut islam, maka dapat dikatakan bahwa
dipandang dari sisi agama islam, kepemimpinan merupakan kegiatan
menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridloi
Allah. Kegiatan tersebut bermaksud menumbuh-kembangkan kemampuan
mengerjakannya sendiri dilingkungan orang-orang yang dipimpin dalam
usahanya mencapai rodlo Allah selama hidup didunia terlebih hidup diakherat.
Dalam ajaran agama, kepemimpinan dapat diistilahkan dalam berbagai
bentuk kata yang berbeda-beda dari sisi redaksi, akan tetapi dalam pengertian
atau maksud yang ada dialamnya secara umum dapat dikatakan sama. Diantara
62 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, Cet. I, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1993, hlm. 18 63 Ibid, hlm. 27
37
istilah-istilah yang sepadan dengan istilah kepemimpinan adalah sebagaimana
keterangan dibawah ini.
Sebutan pemimpin muncul ketika seorang memiliki kemampuan
mengetahui perilaku orang lain, mempunyai kepribadian khas dan mempunyai
kecakapan tertentu yang jarang didapat orang lain. Apabila ciri-ciri tersebut
dikaitkan kepada kegiatan mobilisasi massa, maka lahirlah sebutan pemimpin
massa (populis). Apabila dikaitkan dengan organisasi kedinasan pemerintah
maka disebut jabatan pimpinan. Apabila diakaitkan dengan kegiatan
administrasi, maka ia disebut administrator dan sebaginya. Begitu juga muncul
sebutan Mursyid yaitu pimpinan dari organisasi tarekat. Kiyai adalah sebutan
pemimpin untuk pondok pesantren, sekalipun tidak semua kiyai memimpin
pondok pesantren. 64.
Semua jenis pemimpin terebut melakukan kegiatan kepemimpinan
sesuai dengan bidangnya, bidang yang menjadi garapannya sering kali
membedakan pemimpin yang satu dengan yang lain. Seorang polisi
menggunakan kekerasan dan paksaan, karena kemampuan memimpin
berdasarkan ancaman hukuman. Seorang yang profesional menjalankan fungsi
kepemimpinannya berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Seorang
terkesan kharismatik dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya
berdasarkan daya pikat kepribadiannya. Sedangakn seorang militer
menggunakan dasar-dasar disiplin dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya.
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam satu organisasi atau lembaga
mempunyai peranan yang sangat signifikan. Model kepemimpinan yang
diterapkan sangat menentukan intensitas keterlibatan anggotanya dalam
kegiatan yang direncanakan. Sehingga tidaklah salah bila dikatakan bahwa
kepemimpinan adalah sosial penilaian masyarakat terhadap pribadi seseorang
64 Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren, LP 3 S, Jakarta, 1999, hlm. 19
38
dalam kaitannya dengan sistem sosial yang berlaku. Hubungan yang melekat
antara unsur pribadi dengan sistem sosial ini adalah faktor utama yang
memapankan kepemimpinan itu. Ini artinya bahwa selain pribadi yang disebut
pemimpin dianggap dan dinilai oleh masyarakat telah memenuhi kebutuhan
dari sistem sosial dan komunitas pendukungnya, maka selama itu pula ia dapat
mempertahankan ikatan emosional dengan para pengikutnya dan selama itu
pula kepemimpiannya tetap berlanjut.65
Setelah istilah Mursyid dan Kiyai, maka istilah selajutnya adalah
Imam. Imam adalah seorang pemimpin atau seorang yang ada dimuka. Imam
adalah pribadi yang memiliki beberapa pengikut, terlepas dari kenyataannya
apakah ia shaleh atau tidak.66 Al Qur’an sendiri telah menggunakan kata imam
sebagaimana dalam surat Al Anbiya’ ayat 73 yang berbunyi :
}73:االنبياء{... وجعلناهم أئمة يهدون بأمرنا
Artinya : Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah kami. (QS. Al Anbiya’ ; 73) 67
Jadi imam secara harfiah seorang pemimpin. Istilah imam selanjutnya menjadi
Imamah yang artinya pemimpin umum suatu masyarakat. Salah satu tugas
yang lowong pada saat Rasululloh wafat adalah kepemimpinan masyarakat.68
Pendapat lain adalah sebagaimana disampaikan oleh K. Permadi yang
mengatakan bahwa dalam Islam, pemegang fungsi kepemimpinan biasa
disebut imam, dan kepemimpinannya disebut imamah. Pemimpin negara
dalam Sejarah Kebudayaan Islam biasa digunakan khalifah, Amir, dan sultan.
Selain itu perkataan wali dalam arti pemimpin masih segar hingga hari ini, hal
65 Ibid, hlm. 20-21 66 Murtadho Muthahhari, Imamah dan Khilafah, Cet. I, Firdaus, Jakarta, 1991, hlm. 22 67 Departemen Agama Republik Indonesia, Op, Cit., hlm. 504 68 Murtadho Muthahhari, Op. Cit., hlm. 27
39
ini dapat kita jumpai dalam istilah “wali kota” dan sebagainya.69. Sedangkan
menurut Muhammad Koderi, Imam artinya pemimpin, imam untuk rumah
tangga disebut kepala keluarga, imam untuk tentara disebut dengan panglima,
imam untuk negara disebut khalifah, presiden, kepala negara dan lain
sebagainya.70
2. Karakteristik Pemimpin Dalam Pandangan Agama Islam
Permasalahan seputar moral dan karakeristik pemimpin menjadi topik
pembicaraan yang aktual dewasa ini. Terutama dalam usaha mewujudkan
aparatur yang bersih dan berwibawa sehingga sangat dibutuhkan penanganan
administrasi dan pengaturan organisasi yang proporsional dibawah satu
kepemimpinan yang memiliki kemampuan multidimensi, sehingga roda
organisasi dapat berjalan sesuai dengan yang dikehendaki oleh semua pihak.
Disinilah tugas dan tanggungjawab pemerintah atau pemimpin memegang
peranan penting sehingga tugas dan tanggung jawabnya menjadi luas dan
kompleks.
Administrasi yang buruk dan tidak efesien akan mempengaruhi
kegiatan warga negara atau anggota, melemahkan semangat, mempersubur
penyelewengan, menghambat dan merintangi segala kegiatan kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dalam penanganannya
dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki karakteristik-karakrteristik etis
tertentu seperti apartur yang bersih, berwibawa, tangguh, terpercaya, tanggung
jawab dan beberapa karakteristik lainnya yang dapat menjamin kelangsungan
69 K. Permadi, Pemimpin dan Kepemimpinan Dalam Manajemen, Cet. I, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1996, hlm. 57-58 70 Muhammad Koderi, Bolehkan Wanita Menjadi Imam Negara, Cet. I, Gema Insai press,
Jakarta, 1999, hlm. 38
40
jalannya roda pemerintahan dan administrasi sesuai dengan kehendak
bersama.71
K. Permadi berpendapat bahwa Allah SWT menjadikan anugerah
kepemimpinan bagi orang-orang yang beriman justru karena merekalah yang
seharusnya memimpin yang dapat mengurus ummat dengan sebaik-baiknya.
Orang yang beriman berhak menjadi pemimpin karena mereka memiliki dasar
moral (akhlak yang dapat memelihara amanah kepngurusan ummat). Dengan
dasar iman kepada Allah SWT mereka dapat memutar roda pemerintahan dan
memegang kendali kepengurusan yang dengan baik dan bertanggungjawab.72
Dari sudut pandang ajaran Islam, perilaku itu juga menggambarkan
tingkat atau kualitas keimanan seseorang kepada Allah SWT dan justru iman
merupakan isi yang utama dalam kepribadian karena berfungsi sebagai
pengendali sikap dan perilaku yang didasarkan oleh berbagai unsur
kepribadian tersebut diatas. 73
Pemimpin adalah seorang manusia yang memiliki kepribadian yang
tercermin dalam sikap dan perilaku melaksanakan kepemimpinannya.
Pemimpin yang dalam kepribadian mempunyai unsur keimanan yang tinggi
kepada Allah SWT. akan selalu bersikap dan berperilaku untuk berbuat
kebajikan. Pemimpin dengan kepribadian seperti itu merupakan orang yang
berada dalam ridlo Allah SWT. yang akan menerima ganjaran lebih baik dari
segala sesuatu yang pernah dikerjakannya dalam memimpin.74
Jika dikaji secara mendalam, baik konsep karakter kepemimpinan yang
ditawarkan oleh K. Permadi ataupun Hadari Nawawi, yang menyatakan bahwa
sikap dan perilaku seseorang (termasuk para pemimpin) untuk berbuat
kebajikan adalah mencerminkan unsur keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
71 Taufik Rahman, Moralitas Pemimpin Dalam Perspektif Al Qur’an, Cet. I, Pustaka Setia,
1999, hlm. 105 72 K. Permadi, Op. Cit., hlm. 64 73 Hadari Nawawi, Op. Cit., hlm. 97 74 Ibid, hlm. 98
41
SWT., maka hal ini menjadi sangat relevan jika dikaitkan dengan tujuan
Pendidikan Agama Islam (PAI). Ahmad Ludjito menyatakan bahwa tujuan
PAI adalah mengkokritkan makna iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dalam sistem pendidikan nasional yang masih abstrak75.
Lebih lanjut Ahmad Ludjito menyatakan bahwa pimpinan atau kepala
sekolah adalah orang pertama di suatu sekolah yang bertanggungjawab atas
jalannya proses belajar mengajar yang dipimpinnya. Karenanya, pendidikan
agama yang merupakan sub sistem dari keseluruhan sistem pendidikan di
sekolah, maka wajarlah apabila pimpinan atau kepala sekolah menaruh
perhatian yang minimal sama dengan sikapnya terhadap bidang studi lainnya,
syukur kalau lebih, mengingat bahwa pendidikan agama (agama Islam)
merupakan substansi yang langsung menyangkut berhasil tidaknya kadar
keimanan dan ketaqwaan siswa76.
Seiring dengan perubahan atau perkembangan zaman yang sangat
pesat, maka menurut hemat penulis bahwa bagi seorang pemimpin dan calon
pemimpin dalam menghadapi perubahan zaman yang terjadi sewaktu-waktu
dan terkadang tidak dapat diprediksi dengan tepat karena memang keterbatasan
akal atau fikiran manusia, maka unsur iman dan taqwa (IMTAQ) menjadi
sangat signifikan peranannya demi mencapai tujuan suatu organisasi atau
masyarakat secara umum. Pada kondisi yang seperti inilah setiap pemimpin
dan calon pemimpin harus mampu menempatkan konsep iman dan taqwanya
sebagai pengendali atas seluruh aktifitas kepemimpinannya.
Sebagai usaha menyikapi kondisi yang sangat dinamis inilah setiap
anggota masyarakat umum membutuhkan seorang pemimpin dan calon
pemimpin yang visioner. Artinya, mereka sangat mendambakan pemimpin dan
75 Chabib Thoha dan Abdul Mu’ti, “PBM-PAI di Sekolah: Eksistensi dan Proses Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam”, dalam Ahmad Ludjito (Pendidikan Agama Sebagai Subsistem dan Implementasinya dalam Pendidikan Nasional), Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasma dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm. 5
76 Ibid, hlm. 16
42
calon pemimpin yang mempunyai visi ke depan yang cerah demi mewujudkan
kehidupan yang lebih baik dan meningkatnya kesejahteraan serta ketentraman
hidup bermasyarakat. Sehingga pemimpin dan calon pemimpin juga harus
mempunyai kemampuan untuk mendengar dan memperhatikan aspirasi
anggota kelompok atau masyarakat yang dipimpinnya, hal ini mengingat
karena pemimpin merupakan figur sekaligus tumpuan bagi mereka.
Chabib Thoha berpendapat, bahwa kualitas keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selain sebagai tujuan pendidikan nasional,
merupakan landasan moral pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Lebih
dari itu kata Chabib Thoha, iman dan taqwa merupakan benteng terhadap
masuknya budaya asing yang tidak sesuai denga falsafah pancasila sekaligus
sebagai benteng utama Komunisme. Melemahnya sendi-sendi keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan meruntuhkan ketahanan
mental dan moral bangsa Indonesia dalam menghadapi masuknya budaya
asing dan melemahnya sendi-sendi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa merupakan lahan yang subur terhadap muncunya ideologi
Komunisme77.
Sebagai gambaran sifat atau karakteristik seorang pemimpin adalah
sebagaimana cerita yang dialami oleh Sawad bin Gazyah dalam peristiwa
perang Badar. Ketika nabi Muhammad SAW sedang meluruskan barisan,
Sawad maju ke muka, kemudian Rasulullah memukul perutnya dengan anak
panah, “lurus dalam barisan hai Sawad”, Sawad memrotes, Ya Rasulullah ?,
Anda menyakitiku, sedangkan Allah mengutusmu dengan membawa
kebenaran dan keadilan, aku ingin menuntut qishash. Para shahabat yang lain
berteriak ”Hai engkau mau menuntut balas dari Rasulullah SAW ?”, nabi
Muhammad SAW menyingkapkan perutnya, “balaslah”. Sawad memeluk
tubuh nabi dan menciumnya. Lalu Rasul yang mulia bertanya, “hai Sawad, apa
77 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet. 1, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 1996, hlm. 22
43
yang mendorongmu untuk melakukan ini ?”. Sawad berkata “Ya Rasulullah,
sudah terjadi apa yang engkau saksikan. Ingin sekali pada akhir pertemuanku
denganmu, kulitku menyentuh kulitmu. Berilah aku Syafaat pada hari qiamat,
kemudian nabi mendo’akan kebaikan baginya.78
Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang ditaati karena cinta.
Namun itu bukann berarti ia tidak berwibawa. Sebagaimana cerita Usamah bin
Syarik berikut ini. Bila kami duduk mendengarkan Rasulullah kami tidak
sanggup mengangkat kepala kami. Seakan-akan diatas kepala kami bertengger
burung-burung. Al Barra bin Azib berkata “aku bermaksud bertanya kepada
Rasulullah tentang satu urusan, tetapi aku menangguhkannya sampai dua tahun
karena segan akan wibawanya”. Pernah juga seorang dusun menemui nabi
tubuhnya bergetar sehingga nabi berusaha menenangkannya. “Tenangkan
dirimu” kata Rasulullah. Aku manusia biasa dan suka makan daging juga. Dia
berwibawa bukann karena menggunakan kekerasan, kekuasaan atau kekayaan,
dia berwibawa karena dicintai ummatnya79.
Diantara beberapa karaketristik seorang pemimpin dalam pandangan
islam, adalah sifat adil. Adil merupakan sifat termulia yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin. Sifat adil inilah yang menjadi tulang punggung dalam
dirinya untuk menjalankan pemerintahannya. Hal ini karena sifat seperti itu
bisa meninmbulkann ketaatan dari bawahannya dan mendorong terwujudnya
pesatuan80, selain adil juga yang menjadi karakteristik pemimpin selanjutnya
adalah Ash-Shidq. Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi
dengan benar dan menghendaki manusia untuk membangun kehidupannya
dengan benar pula. Oleh karena itu, hendaknya manusia (apalagi sebagai
pemimpin) harus selalu berkata benar dan bertindak benar. Kesesatan
(ketersesatan, aslinya) dari kecelakaan umat manusia adalah akibat dari
78 Jalaludin Rahmat, Islam Aktual, Cet. XI, Mizan, Bandung, 1999, hlm. 204-205 79 Ibid 80 Taufik Rahman, Op. Cit., hlm. 199
44
kelalaian manusia dari dasar pokok kebenaran dan disebabkan oleh dominasi-
dominasi kebohongan serta hal-hal yang spekulatif yang menimpa jiwa dan
pemikiran mereka sehingga menjauhkan mereka dari jalan yang lurus.
Selajutnya adalah Al Amanah (terpercaya) yaitu sesuatu yang diwakilkan
kepadanya dan menyadari benar bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban
dihadapan Tuhannya81.
Shalat, yang diperintahkan Allah SWT. dalam peristiwa Isra’ Mikraj
adalah salah satu diantara amanah Ilahiah. Para ’Ulama Mufassirin
menyebutkan bermacam-macam makana amanah yaitu; kepemimpinan
Ilahiah, khilafah takwiniyyah, syariat Islam, kalaimah La ilaha illallah,
amanah dan perjanjian diantara sesama manusia. Apabila semua pendapat
itu digabungkan, maka yang disebut amanah ialah apa saja yang dibebankan
oleh Allah SWT. kepada manusia untuk dilaksanakan. Pada setiap amanah ada
pahala bila dilaksanakan dan ada dosa bila diabaikan82.
Bersikap amanat atau jujur tulus hati adalah suatu sifat yang
dibutuhkan oleh setiap orang (termasuk pemimpin) dalam kehidupannya
sehari-hari guna mencapai tujuannya dan memperoleh harapan yang dicita-
citakan. Demikian pula suatu umat atau bangsa tidak dapat menegakkan
sendi-sendi hidupnya jika sikap beramanat tidak merata didalam pergaulan
sehari-hari diatara sesama anggotanya. Kita selalu melihat perbendaan yang
menyolok antara orang yang bersikap amanat-jujur dan sikap orang yang
bersikap curang dan berkhianat. Orang yang pertama selalu menjadi tempat
kepercayaan orang yang sangat dihormati dan disegani, sedang yang kedua
selalu dibenci orang dan dikucilkan dari pergaulan sehari-hari terutama dalam
kalangan dagang dan usaha. Maka sebagai akibat dari sikap mereka berdua
yang bertentagan itu ialah bahwa orang yang amanah dan jujur selalu berhasil
81 Ibid, hlm. 130 82 Jalaludin Rahmat, Op. Cit., hlm. 273-274
45
dalam banyak usahanya, sedang yang bersikap curang dan khianat selalu
mengalami kegagalan, tujuan dan harapan yang dicita-citakan83.
Kata amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan
aman, sehingga mu’min berati yang beriman, yang mendatangkan keamanan,
juga yang memberi, yang menerima amanah. Salah satu nama Allah SWt
adalah Al Mu’min, sebab Ia lah yang memberikan rasa aman, iman dan
amanah. Orang yang beriman disebut juga dengan Al Mu’min karena ia
menerima rasa aman, iman dan amanah. Bila orang tidak menjalankan
amanahnya, ia dianggap tidak beriman dan tidak akan memberikan rasa aman
baik untuk dirinya atupun untuk masyarakat sekitarnya. Orang yang setia
kepada amanahnya atau mu’min yang menjalankan amanahnya dengan baik
disebut nashahah. Kesetiaan memenuhi amanah disebut nashihah (yang
sering salah diterjemahkan menjadi nasihat), sedangkan orang yang
berkhianat terhadap amanah yang dipikulnya disebut ghasyasyah84.
Dalam kenyataanya bahwa setiap masyarakat atau bangsa dalam
mengatur kehidupannya membutuhkan suatu pemerintahan, maka jika
pemerintah yang menjalankan pemerintahannya ini terdiri dari orang-orang
jujur beramanat, tidak menghianati jabatan dan tugas yang dipercayakan
kepada mereka, selamatlah masyarakat atau negara dari kehancuran serta
rakyat akan selamat dari kemelaratan dan kesengsaraan. Akan tetapi, jika
amanat sudah tidak terdapat pada diri mereka dan penghianatan sudah menjadi
sifat yang menonjol, bahkan sudah menjadi hal yang lumrah dan membudaya
ditubuh bangsa, maka keadaan itu dapat dianggap sebagai lampu merah yang
menandakan akan datangnya bencana yang menimpa bangsa tersebut yang
didahului dengan menurunnya kewibawaan pemerintah, menjalarnya
83 Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rokhani, Moral Sosial, Penerjemah Zainuddin,
dkk., Cet. I, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm.182 84 Jaludin Rahmat, Lok. Cit
46
kejahatan dan kriminalitas, merosotnya penghasilan negara dan penghasilan
rakyat85.
Keberadaan manusia yang dikhawatirkan akan berkhianat terhadap
amanah yang dititipkan kepadanya karena kebodohan dan kezalimannya,
Allah SWT. telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 72 yang
berbunyi :
إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها )72:األحزاب. (وأشفقن منها وحملها الأنسان إنه آان ظلوما جهوال
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dang gunung-gungung maka semuanya enggan untuk memiku amanat itu, dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. Al Ahzab, 72) 86
Rasulullah Muhammad SAW. adalah seorang pemimpin yang sangat
terkenal dengan sikap amanahnya, sehingga ia selalu dapat dipercaya oleh
seluruh warga masyarakat yang dipimpinnya. Oleh karenanya, oleh masyarakat
ia diberi julukan al Amin. Ia juga seorang pemimpin yang sangat cerdas atau
fathanah dan juga tabligh. Nabi memang seorang orator atau ahli pidato, apa
yang disampaikan beliau sangat memukau para pendengarnya, bahasanya yang
sangat sederhana, mudah dimengerti dan dapat diterima oleh para
pendengarnya karena penyampaiannya dengan tutur kata yang indah namun
tetap jelas maknanya87.
Pentingnya seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya harus
mampu berjiwa tabligh juga sejalan dengan pemikiran Elizabeth O’Leary yang
menyatakan bahwa pemimpin sering diminta untuk berpidato, dengan alasan
bahwa salah satu ukuran kesuksesan sebagai seorang pemimpin adalah
85 Sayid Sabiq, Op. Cit., hlm. 183 86 Departeman Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 680 87 Muhammad Koderi, Op. Cit., hlm. 109-110
47
bagaimana ia mampu berkomunikasi dengan efektif, bukan hanya dalam
percakapan pribadi, tetapi juga dihadapan kelompok yang besar. Jika ia dalam
posisi kepemimpinan, kecenderungannya ia akan diminta untuk
menyampaikan pidato dihadapan suatu kelompok yang besar88, akan tetapi
perlu juga untuk diingat bahwa pidato yang panjang tidak selamanya
merupakan pidato yang baik. Seringkali audiens menjadi tidak sabar
mendengarkan seorang pembicara, betapapun baiknya, kadang-kadang
semakin cepat suatu kasus disajikan, semakin cepat pula ia dapat menenangkan
audiens89.
Dari beberapa pendapat tersebut, maka menurut hemat penulis bahwa
eksistensi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya akan
berjalan dengan baik dan sesuai harapan masyarakat yang dipimpinnya jika ia
benar-benar mendapat amanat langsung dari anggota kelompok secara luas,
maupun amanat dari kelompok kecil (perwakilan) bagi yang menggunakan
sistem perwakilan dalam penetapan figur seorang pemimpin. Kondisi
perubahan zaman seperti sekarang ini, benar-benar memerlukan seorang
pemimpin yang visioner dan mampu memprediksi keadaan zaman untuk masa
yang akan datang. Inilah yang dalam hal pengambilan keputusan dikenal
dengan istilah futuristik. Artinya sebuah keputusan yang ditetapkan bersama
dalam satu forum musyawarah, harus dipertimbangkan dengan prediksi masa
mendatang, karena keputusan itu menyangkut masa mendatang yang efeknya
akan cukup lama.
88 Elizabeth O’Leary, Kepemimpinan, Menguasai Keahlian Yang Anda Perlukan Dalam 10
Menit, Penerjemah Deddy Jacobus, Ed. I, Cet. I, Andi, Yogyakarta, 2001, hlm. 37-38 89 Ibid