bab ii (prob. sederhana)
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Inventori
2.1.1 Pengertian Inventori
Manajemen inventori menurut Emmet dan Granville (2007) merupakan
sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengatur aliran barang pada rantai
pasok; untuk mencapai target tingkat pelayanan terhadap ketersediaan produk
dengan minimasi ongkos yang optimal. Aliran dan pergerakan barang
merupakan kunci utama manajemen inventori dan manajemen rantai pasok.
Saat aliran barang terhenti, ongkos akan tetap timbul. Adanya aliran barang
sangat penting, namun keberadaan persediaan juga harus tetap ada. Berikut
merupakan beberapa alas an yang mendukung keberadaan inventori:
1. Penyeimbang supply dan demand:
Posisi gudang pada umumnya berada diantara supply dan demand dimana
beberapa jenis persediaan dalam contoh berikut dapat ditemukan:
a. Supply bahan mentah (raw material) untuk kebutuhan produksi.
b. Barang setengah jadi (work in progress) yang siap untuk di assembly.
c. Persediaan barang jadi (finished goods) yang menunggu order dari
konsumen.
2. Sebagai cadangan/pengaman:
a. Sebagai persiapan untuk menghadapi ketidakpastian barang yang
dating dari supplier.
b. Untuk mengcover kesalahan peramalan permintaan.
3. Sebagai antisipasi atas permintaan:
a. Barang promosi atau yang bersifat musiman (promotional or seasonal
build up).
b. Diskon atas supply barang curah.
4. Pendukung pelayanan terhadap konsumen (baik secara eksternal maupun
internal):
a. Peredaran/rotasi persediaan barang jadi.
b. Menunjang ketersediaan safety stock.
II - 1
Menurut Bahagia (2006 : 7) : Inventory adalah suatu sumber daya
menganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses lebih
lanjut. Yang dumaksud proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatan
produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran seperti
yang dijumpai pada sistem distribusi, ataupun kegiatan konsumsi seperti
dijumpai pada sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya.
Setiap perusahaan, apalagi perusahaan industri, memerlukan berbagai
jenis barang barang untuk keperluan industrinya. Barang-barang ini dapat
berbentuk bahan baku, bahan penolong, atau barang-barang lain yang
digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, mupun yang digunakan
untuk pelaksanaan operasinya. Dalam banyak hal, barang ini diperoleh dari
tempat yang jauh, bahkan diimpor dari negara lain. Di samping itu
penggunanya sering kali tidak teratur, baik frekuensi maupun jumlah dan
jenisnya, sehingga sebelum digunakan perlu disimpan terlebih dahulu dalam
gudang penyimpanan barang. Barang persediaan tau disebut inventory adalah
barang-barang yang biasanya dapat dijumpai digudang tertutup, lapangan,
gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik berupa bahan
baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan
operasi, atau barang-barang untuk keperluan suatu proyek. Tidak peduli
apakah perusahaan besar atau kecil, untuk pengadaan dan penyimpanan barang
ini diperlukan biaya besar.
Persediaan (inventory) adalah stock bahan yang digunakan untuk
memudahkan produksi atau untuk memuaskan pelanggan yang meliputi bahan
baku (raw material), barang dalam proses (in-process goods), dan barang jadi
(finished goods). Inventory merupakan salah satu keputusan yang paling riskan
dalam manajemen logistik. Tanpa penanganan yang tepat dalam inventory
maka akan menimbulkan permasalahan pemasaran yang serius dalam
meningkatkan penghasilan dan memelihara hubungan dengan pelanggan.
Perencanaan persediaan juga sangat menentukan bagi operasi manufaktur.
Kekurangan bahan mentah dapat menghentikan produksi atau merubah jadwal
produksi, yang pada gilirannya kan meningkatkan ongkos dan kemungkinan
akan menyebabkan kekurangan produk jadi. Kelebihan persediaan pun akan
menimbulkan masalah seperti akan meningkatkan biaya dan menurunkan laba
(profitability) karena meningkatnya biaya pergudangan, keterkaitan modal,
II - 2
kerusakan (deterioration), premi asuransi yang berlebihan, meningkatnya
pajak, dan bahkan kekunoan (obsolescence).
Persediaan (inventory) merupakan investasi terbesar di dalam asset bagi
kebanyakan perusahaan manufaktur, wholesalers dan retailer. Investasi
terhadap inventory mengkonsumsi lebih dari 20% dari total asset pada
perusahaan manufaktur, dan lebih dari 50% untuk wholesalers dan retailers.
Menajemen harus memahami tentang biaya pengadaan/penyimpanan
(inventory carrying cost/holding cost) untuk membuat keputusan tentang
rancangan sistem logistik, customer service lavels, jumlah dan lokasi pusat
distribusi, tingkat persediaan, tempat penyimpanan inventory, moda
transportasi, jadwal produksi dan produksi yang optimum. Sebagai contoh,
pemesanan dalam jumlah yang kecil akan mengurangi investasi terhadap
persediaan, tetapi menyebabkan frekuensi pemesanan menjadi tinggi sehingga
meningkatkan ordering cost (biaya pemesanan) dan meningkatkan biaya
transportasi.
Dengan demikian sangat penting untuk membandingkan manfaat dalam
inventory carrying cost terhadap peningkatan biaya pemesanan dan
transportasi, sehingga biasanya ditentukan jumlah pesanan yang optimum
yang akan meningkatkan profitabilitas. Inventori merupakan investasi yang
mahal, sehingga perusahaan yang mampu mengatur inventori dengan lebih
baik akan bisa memperbaiki return on investment (ROI) dan cash flow.
Biasanya biaya paling besar adalah nilai inventory dan biaya penyimpanan.
Biaya penyimpanan ini setiap tahun umumnya mencapai sekitar 20%-40% dari
harga barang. Oleh karena itu, perlu ditempuh strategi atau manajemen
tertentu yang bertujuan menjaga sedemikian rupa sehingga tingkat persediaan
barang bisa ditekan semaksimal mungkin, namun di lain pihak harus
diusahakan agar penjualan dan operasi perusahaan tidak terganggu. Oleh
karena itu pula, sejak beberapa waktu lamanya dikembangkan strategi
semacam persediaan tepat waktu atau JIT (just in time) inventory, meskipun
strategi ini tidak selalu diterapkan, khususnya di negara-negara yang sedang
berkembang, dimana sistem komunikasi dan transportasi belum menunjang
dan kebanyakan keperluan barangmasih harus diimpor dari luar negeri. Istilah
“barang” sering kali diganti dengan istilah “material” yang pada hakikatnya
II - 3
sama. Istilah material diambil dari bahasa inggris materials management.
Terminologi inventory digunakan dalam arti yang berbeda, seperti :
1. Persediaan barang yang ada di tangan (the stock on-hand of material)
dalam jangka waktu tertentu (yang berupa tangible asset yang dapat
dihitung dan diukur).
2. Daftar barang hak miliki dari seluruh asset.
3. Nilai barang yang dimiliki oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu
(untuk laporan keuangan dan akutansi).
Pengertian yang menyangkut barang persediaan antara lain ialah sejumlah
material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat
persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam
buku perusahaan.
Tujuan pengadaan persediaan antara lain :
1. Memenuhu kebutuhan normal.
2. Memenuhi kebutuhan mendadak.
3. Memungkinkan pembelian atas dasar jumlah ekonomis.
Manajemen persediaan (inventory control) atau pengendalian tingkat
persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa
hinga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan
dilain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal.
Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan efektivitas
optimal dalam penyediaan material. Dalam pengertian diatas, usaha yang perlu
dilakukan dalam manajemen pertsediaan secara garis besar dapat diperinci
sebagai berikut :
1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan operasi.
2. Membatasi nilai seluruh investasi.
3. Membatasi jenis dan jumlah material.
4. Manfaatkan seoptimal mungkin material yang ada.
Inventori ada karena sulitnya mensinkronkan dengan tepat antara supply
dengan demand dan memerlukan waktu untuk mempersiapkan material untuk
kegiatan operasi. Memformulasikan sebuah kebijakan inventory memerlukan
pengertian tentang peran inventory dalam produksi dan pemasaran.
II - 4
2.1.2 Bentuk dan Jenis Inventori
Dalam suatu sistem manufaktur, inventori dapat ditemui sedikitnya
dalam tiga bentuk sesuai dengan keberadaannya, yaitu:
a. Bahan baku (raw material), merupakan masukan awal proses transformasi
produksi yang selanjutnya akan diolah menjadi produk jadi. Ketersediaan
bahan baku akan sangat menentukan kelancaran proses produksi sehingga
perlu dikelola secara seksama. Inventori jenis ini didatangkan dari luar
sistem dan keberadaannya secara fisik biasanya disimpan di gudang
penerimaan (receiving storage).
b. Barang setengah jadi (work in process), merupakan bentuk peralihan dari
bahan baku menjadi produk jadi. Dalam sistem manufaktur yang bersifat
pesanan (job order), adanya inventori barang setengah jadi ini biasanya
tidak dapat dihindari sebab proses transformasi produksinya memerlukan
waktu yang cukup lama. Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat
produksi massa (mass production), adanya inventori barang setengah jadi
dapat terjadi karena karakteristik prosesnya yang memang demikian
(missal industry semen dan industry pupuk) atau terjadi karena lintasan
produksinya yang tidak seimbang.
c. Barang jadi (finished good), merupakan hasil akhir proses transformasi
produksi yang siap dipasarkan kepada pemakai. Sebelum diangkut kepada
pemakai yang membutuhkan, barang jadi ini disimpan di gudang barang
jadi. Dalam sistem manufaktur yang bersifat produksi massa (mass
production), biasanya barang jadi disimpan untuk beberapa waktu sampai
dengan datangnya pembeli, sedangkan dalam sistem manufaktur yang
bersifat pesanan (job order), begitu barang tersebut selesai diproduksi akan
segera diambil oleh pemakai yang memesannya. Dengan demikian, dalam
sistem manufaktur berdasarkan pemesanan sangat jarang ditemui inventori
barang jadi di gudang.
Selain ditemui dalam ketiga bentuk diatas, inventori dalam sistem
manufaktur dijumpai juga dalam bentuk bahan penolong (supplies) dan
inventori suku cadang (spare part). Bahan penolong digunakan untuk
membantu kegiatan proses produksi sedangkan suku cadang diperlukan untuk
menunjang dan menjamin kehandalan mesin dan peralatan yang ada pada
II - 5
sistem tersebut.kebutuhan akan kedua jenis barang inventori yang terakhir
disebutkan ini memang tidak terkait secara langsung dengan aktivitas dan
volume produksi.
Di dalam buku karangan Nur Bahagia (2006 : 9), Buffa - Miller (1979) dan
Tersine (1988) mengemukakan bahwa secara umum inventori di luar sistem
manufaktur dapat dibedakan atas beberapa tipe sebagai berikut:
1. Inventori Operasi (operational inventory), yaitu inventori barang yang
digunakan untuk menjamin kelancaran pemenuhan permintaan dari
pemakai (user). Keberadaan inventori ini akan tersebar mulai dari
gudang pabrik, gudang distributor (gudang regional, gudang
perwakilan, dsb. Sampai dengan gudang yang melayani pengecer) dan
akhirnya gudang pengecer.
2. Inventori penyangga (buffer inventory), yaitu inventori yang digunakan
untuk mengantisipasi kelangkaan (shortage) pasokan barang atau
untuk meredam fluktuasi permintaan yang bersifat random.
3. Inventori siklis (cycle inventory), yaitu inventori yang digunakan untuk
menanggulangi lonjakan permintaan yang bersifat siklis (berulang
menurut suatu selang waktu karena kejadian tertentu).
4. Inventori musiman (seasonal inventory), yaitu inventori yang
digunakan untuk menanggulangi lonjakan permintaan yang bersifat
musiman (berulang menurut selang waktu tertentu karena suatu
musim).
Apabila dilihat dari segi wujudnya, inventori dapat dijumpai tidak hanya
dalam bentuk barang, tapi juga meliputi inventori uang, tenaga kerja, energi,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada
satu unit usaha pun yang tidak terkait dengan inventori, begitu juga dalam
kehidupan rumah tangga kita sehari-hari selalu memerlukan inventori. Hal
yang membedakan antara kehidupan rumah tangga dan kehidupan unit usaha
antara lain adalah skala inventori yang dikelola dan sifat kerugian yang
ditimbulkan akibat terjadinya kekurangan inventori.
2.1.3 Fungsi Inventori
II - 6
Menurut Yamit (2008 : 5 ), persediaan timbul disebabkan oleh tidak
sinkronya permintaan dengan persediaan dan waktu yang digunakan untuk
memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan
penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan. Oleh karena
itu, ada 4 (empat) faktor yang dijadikan sebagai fungsi diperlukannya
persediaan, yaitu faktor waktu, faktor ketidakpastian waktu datang, faktor
ketidakpastian penggunaan dalam pabrik dan faktor ekonomis.
1. Faktor Waktu
Faktor waktu menyangkut proses lamanya proses produksi dan distribusi
sebelum barang jadi sampai ke konsumen. Waktu diperlukan untuk
membuat skedul produksi, memotong bahan baku, pengiriman bahan
baku, pengawasan bahan baku, produksi, dan pengiriman barang jadi ke
pedagang besar atau konsumen.persediaan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).
2. Faktor Ketidakpastian Waktu Datang
Faktor ketidakpastian waktu datang dari supplier menyebabkan
perusahaan memrlukan persediaan, agar tidak menghambat proses
produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen.
Persediaan bahan baku terikat pada supplier, persediaan barang dalam
proses terikat pada departemen produksi, dan persediaan barang jadi
terikat pada konsumen. Ketidakpastian waktu datang mengharuskan
perusahaan membuat skedul operasi lebih teliti pada setiap level.
3. Faktor Ketidakpastian Penggunaan dalam Pabrik
Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh
kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan
operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. Persediaan dilakukan
untuk mengantisipasi ketidaktepatan peramalan maupun akibat lainnya
tersebut.
4. Faktor Ekonomis
Faktor ekonomis adalah adanya keinginan keinginan perusahaan untuk
mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli
item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Pembeliaan
dalam jumlah besar memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan
harga yang dapat menurunkan biaya. Selai itu pemesanan dalam jumlah
II - 7
besar dapat pula menurunkan biaya karena biaya transportasi per-unit
menjadi lebih rendah. Persediaan diperlukan untuk menjaga stabilitas
produksi dan fluktuasi bisnis.
Berdasarkan faktor-faktor fungsi persediaan diatas, macam persediaan dapat
dikatagorikan dalam satu atau lebih katagori berikut ini :
1. Persediaan pengaman (safety stock)
2. Persediaan antisipasi (anticipation stock)
3. Persediaan dalam pengiriman (transit stock).
Persediaan pengaman atau sering disebut sebagai buffer stock adalah
persediaan yang dilakukan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian
permintaan dan penyediaan. Apabila persediaan pengaman tidak mampu
mengantisipasi ketidakpastian tersebut, akan terjadi kekurangan persediaan
(stockout).
Persediaan antisipasi/berjaga-jaga atau sering pula disebut sebagai
stabilization stock adalah persediaan yang dilakukan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan yang sudah dapat diperkirakan sebelumnya.
Persediaan dalam pengiriman atau sering pula disebut work-in-process
stock adalah persediaan yang masih dalam pengiriman atau transit. Terdapat
2 (dua) jenis dalam persediaan, yaitu (a) eksternal transit stock adalah
persediaan yang masih berada dalam truk, kapal, dan kereta api, (b) internal
transit stock adalah persediaan yang masih menunggu untuk diproses atau
menunggu sebelum dipindahkan.
2.1.4 Klasifikasi Masalah Persediaan
Menurut Yamit (2008 : 7) : Masalah persediaan dapat diklasifikasikan
dalam berbagai cara, yaitu atas dasar pengulangan, sumber suplai,
permintaan, tenggang waktu (lead time), dan sistem persediaan. Masalah
klasifikasi persediaan dengan pembagian sebagai berikut :
1. Pengulangan
a. Pesanan tunggal (sekali pesan)
b. Pesanan berulang
2. Sumber Supply
II - 8
a. Berasal dari luar
b. Berasal dari dalam
3. Permintaan
a. Permintaan tetap (konstan)
b. Permintaan variabel (berubah)
c. Permintaan independen
d. Permintaan dependen
4. Tenggang Waktu (lead Time)
a. Lead time tetap
b. Lead time variabel (berubah)
5. System Persediaan
a. Kontinyu (terus-menerus)
b. Periodic
c. Material requirement planning
d. Distribution requirement planning
e. Pesanan tunggal
2.1.4 Jenis Persediaan
Menurut Ricahardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto (2003:8),
persediaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :
1. Persediaan bahan baku (raw material)
Persediaan yang akan diolah menjadi barang jadi, sebagai hasil utamas dari
perusahaan yang bersangkutan.
2. Barang setengah jadi (semi finished products)
Persediaan yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi dan
sebagian kadang – kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan
baku perusahaan lain.
3. Barang jadi (finished products)
Persediaan barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang
merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk
dipasarkan/dijual.
4. Barang umum dan suku cadang (general materials and spare part)
Persediaan segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk
operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan
II - 9
yang digunakan. Seringkali disebut juga barang pemeliharaan,perbaikan,
dan operasi, atau MRO materials (Maintenance, Repair and Operation).
5. Barang untuk proyek (work in progress)
Persediaan barang – barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam
suatu proyek baru.
6. Barang dagangan (commodities)
Persediaan yang dimana barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi
dan disimpan digudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan
tertentu.
Sedangkan tipe – tipe persediaan (inventory) adalah sebagai berikut :
1. Cycle Stock
Persediaan yang diperoleh dari proses pengisian kembali persediaan
(replenishment), dan dibutuhkan untuk memenuhi permintaan yang pasti.
Hal ini terjadi apabila perusahaan bisa memprediksi permintaan dan waktu
replenishment (lead time) dengan tepat.
2. In-transit Inventory
Merupakan barang – barang dalam perjalanan dari suatu lokasi ke lokasi
lainnya.
3. Safety or Buffer Stock
Persediaan dikarenakan karena adanya ketidakpastian demand dan lead
time.
4. Speculative Stock
Merupakan inventory yang diadakan untuk alasan memenuhi demand yang
ada, dan adanya diskon serta karena prediksi akan adanya kenaikan harga
material dalam jangka pendek, atau adanya kendala – kendala dalam
pengadaan material.
5. Seasional Stock
Merupakan bentuk dari Speculative Stock untuk mendapatkan akumulasi
persediaan sebelum datang suatu mesin agar tenaga kerja dan produski
stabil.
6. Dead Stock
II - 10
Merupakan sekumpulan barang – barang yang diadakan bukan berdasarkan
permintaan yang tercatat pada suatu periode tertentu.
2.1.5 Aspek Fungsional Sistem Persediaan
Aspek fungsional sistem persediaan sangat erat kaitannya dengan
kegiatan operasi rutin dalam penyelenggaranaan sistem persediaan, disini
akan terjadi interaksi antara ketiga komponen dasar sistem persediaan
(pengelola, pemasok dan pemakai). interaksi ini akan tercermin antara lain
pada sistem mekanisme dan prosedur pengadaan serta pemenuhan barang,
yang disebut dengan siklus persediaan (inventory cycle) seperti
direpresentasikan pada gambar 2.1 berikut. Secara umum siklus ini terdiri
atas 4 kegiatan, yaitu perencanaan kebutuhan, program pengadaan,
penyimpanan dan pemakaian barang, dan tiga transaksi, yaitu transaksi
pembelain barang (kontrak), transaksi penerimaan barang, transaksi
pengeluaran barang.
II - 11
Gambar 2.1 Siklus Persediaan
Sumber : Sistem Inventori, Senator Nur Bahagia
1. Perencanaan Kebutuhan
Awal dari kegiatan siklus persediaan adalah adanya permintaan barang yang
datang dari pemakai (user) kepada pengelola (management). Agar
permintaan tersebut dapat terjamin pemenuhannya maka langkah awal yang
perlu dilakukan oleh pengelola adalah mengidentifikasikan kebutuhan
barang dari pemakainya dan langkah ini akan berakhir dengan diketahui
besarnya kebutuhan barang selama kurun waktu horison perencanaannya.
Identifikasi kebutuhan ini meliputi informasi yang berkaitan dengan jenis
barang, spesifikasi barang, jumlah barang yang diperlukan, saat diperlukan,
dan lokasi barang yang akan digunakan oleh pemakainya tersebut. Sumber
II - 12
informasi untuk keperluan ini adalah pemakai itu sendiri sebab pemakailah
yang paling tahu akan kebutuhannya. Biasanya kebutuhan barang dibedakan
atas kebutuhan untuk keperluan rutin dan kebutuhan barang untuk investasi.
Sehubungan dengan pemakai yang tidak selalu dari kalangan internal, tetapi
dapat pula dari kalangan eksternal yang biasanya diluar kendali pengelola,
untuk mendapatkan informasi ini pengelola dapat menggunakan data
pemakaian barang masa lalunya. Selanjutnya data masa lalu ini akan diolah
untuk meramalkan jumlah kebutuhan pemakai selama selama kurun waktu
horizon perencanaannya serta untuk mengetahui karakteristik permintaan
pemakai.
2. Program Pengadaan
Dengan diketahui kebutuhan barang oleh pemakai untuk masa mendatang
selama horizon perencanaan, pengelola selanjutnya akan melakukan program
pengadaan. Yang dimulai dengan menentukan :
a. Penentuan Kebutuhan Riil
Kebuthan Riil (KR) adalah jumlah barang yang harus dibeli selama
horizon perencanaan dalam rangka memenuhi permintaan pemakai, bukan
jumlah barang yang diminta oleh pemakai (RK). Dalam metode
Perencanaan Kebutuhan Material kebuthan ini disebut pula dengan
kebutuhan bersih (net reqirements), sedangkan rencana kebutuhan (RK)
disebut pula sebagai kebuthan kotor (gross demand). Penentuan KR
memerlukan informasi tentang rencana kebutuhan (RK) dan status
persediaan yang meliputi jumlah barang riil yang tersedia di gudang
(IOH: Inventory On Hand), jumlah barang yang masih berada dalam
pesanan (IOO : Inventory On Order), jumlah barang yang dikehendaki
pada akhir horizon perencanaan (IOE: Expected Inventory) dan waktu
ancang – ancang (L : Lead time) dari pemasok.
b. Rencana Pembelian
Rencana pembelian hanya akan dilakukan apabila KR berharga positif
yang berararti bahwa barang yang tersedia tidajk dapat mencukupi
permintaan dari pemakai (RK). Besarnya barang yang perlu dibeli oleh
pengelola adalah sebesar KR. Salah satu permasalahan yang timbul dalam
merencanakan pembelian ini adalah menentukan cara pembelian yang
paling ekonomis. Apakah barang tersebut akan dibeli sekaligus atau akan
II - 13
dibeli dua kali, tiga kali, dan sebagainya. Masalah ini dikenal dengan
penentuan ukuran lot pemesanan ekonomis.
c. Transaksi Pembelian
Transaksi pembelian barang terjadi anatara pengelola dan pemasok
barang dalam rangka mendapatkan barang yang sesuai dengan permintaan
pemakainya. Transaksi pembelian akan dilakukan bila telah ditentukan
jenis dan jumlah barang yang akan dibeli, seperti dinyatakan dalam
rencana pembelian.
Transaksi pembelian barang pada umumnya dilakukan sedikitnya dengan
tiga cara, yaitu pembelian secar langsung (direct purchase), penunjukan
langsung (direct oppointment), dan tender pelelangan (bidding).
Sementara cara mengikat transaksi pembelian (kontrak) dikenal dengan
adanya system kontrak borongan (lumpsum contract), kontrak harga
satuan (unit price contract), kontrak ongkos plus upah (cost plus fee
contract), dan kontrak sesuai dengan pengeluaran (at cost contract).
3. Penyimpanan Barang
Barang yang dibeli diharapkan akan data di gudang dari pemasok sesuai
dengan apa yang tertera dalam transaksi pembelian (kontrak), baik jenis
barang, spesifikasi, jumlah dan waktunya. Sebelum barang disimpan di
dalam gudang perlu diperhatikan transaksi kedua, yaitu transaksi penerimaan
barang antara pemasok dengan pengelola. Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dalam transaksi ini adalah :
a. Barang yang diterima haruslah sesuai dengan apa yang tertera dalam
dokumen perjanjian jual beli (kontrak). Ketidaksesuaian pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab pemasok, kecuali memang terjadi kesalahan dari
pihak pemakai.
b. Bila keadaan memungkinkan, pemakai hendaklah dilibatkan dalam
penreimaan barang sebab dialah yang membutuhkan dan mengetahui
barang tersebut. Hal ini untuk menghindari kericuhan dikemudian hari.
c. Jangan menandatangani berita acara penerimaan barang bila masih
terdapat ketidak sesuaian antara barang yang datang dan yang tertera
dalam kontrak, sebab biasanya penandatanganan berita acara berarti
lepasnya tanggung jawab pemasok terhadap barang yang diperjual
belikannya.
II - 14
4. Pemakaian Barang
Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dari siklus persediaan, dan disinilah
terjadi interaksi antara pengelola dengan pemakai. Interaksi pemakaian
barang dimulai dengan adanya permintaan barang dari pemakai yang
ditandai dengan adanya not permintaan. Yang kemudian diproses oleh
pengelola sesuai dengan prosedur hingga barang tersebut dapat digunakan
oleh pemakai.
2.1.5 Ongkos Persediaan
Secara umu dapat dikatakan bahwa ongkos persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan
selama horizon perencanaan waktu tertentu. Maka menurut Senator Nur
Bahagia (2006:34) komponen – komponennya terdiri dari :
1. Ongkos Pembelian (purchase cost)
Ongkos pembelian adalah ongkos yang dikeluarkan untuk membeli
barang persediaan. Besarnnya ongkos pembelian satuan barang. pada
kenyataannya, tidak jarang dijumpai ada hubungan antara jumlah barang
dan harga satuan barang. semakin banyak barang yang dibeli biasanya
harga satuan barang tersebut akan semakin murah. Pada kebanyakan teori
persediaan, didalam pemodelannya, elemen ongkos pembelian ini tidak
dimasukan ke dalam elemen ongkos prsediaan, sebab diasumsikan bahwa
harga satuan barang tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli
sehingga elemen ongkos pembelian selama horizon perencanaan waktu
tertentu konstan dan hal ini secara matematis tentunya tidak akan
mempengaruhi jawaban optimal baik terhadap operating stock maupun
safety stock.
2. Ongkos Pengadaan (Procurement cost)
Ongkos pengadaan adlah ongkos yang harus dikeluarkan untuk setiap
proses pengadaan barang. ongkos ini dibedakan atas dua jenis sesuai asal
– usul barang tersebut, yaitu ongkos pemesanan (order cost) bila barang
didatangkan dari luar sistem dan ongkos persiapan (set up cost) bila
barang berasal dari dalam sistem.
a. Ongkos pemesanan (order cost)
II - 15
Ongkos pemesanan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan
untuk mendatangkan barang dari luar. Ongkos ini meliputi antara lain
ongkos untuk menentukan pemasok, ongkos pemeriksaan persediaan
sebelum melakukan pemesanan, dan sebagainya. Biasanya ongkos ini
diasumsikan tetap untuk setiap kali pemesanan barang.
b. Ongkos persiapan (set up cost)
Ongkos persiapan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk
persiapan produksi barang. ongkos ini biasanya timbul di dalam
pabrik, yang meliputi antara lain ongkos menyetel mesin, ongkos
mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya.
Karena kedua ongkos tersebut diatas mempunyai peran yang sama, yaitu
dalam rangka pengadaan barang, maka di dalan system persediaan ongkos
tersebut sering disebut sebagai ongkos pesan/pengadaan (ordering cost).
3. Ongkos Simpan (holding cost)
Ongkos simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat
penyimpanan barang, Ongkos simpan barang merupakan bagian ongkos
persediaan yang cukup besar setelah ongkos membeli barang. dalam
sistem persediaan, besarnya ongkos satuan simpan barang biasanya
dihitung berdasarkan persentase dari harga barang. persentase tersebut
meliputi ongkos kapital dan ongkos untuk keperluan penyimpanan serta
administrasi barang, ongkos simpan ini meliputi :
a. Ongkos memiliki persediaan
b. Ongkos gudang (storage cost)
c. Ongkos kerusakan dan penyusutan
d. Ongkos kadaluarsa (absolence cost)
e. Ongkos asuransi (insurance cost)
f. Ongkos administrasi (administration cost)
g. Ongkos lain-lain, adalah semua ongkos penyimpanan yang belum
dimasukan ke dalam element ongkos di atas, biasanya bergantung pada
situasi dan kondisi perusahaan.
4. Ongkos kekurangan (shortage cost)
Apabila dijumpai tidak ada barang pada saat diminta akan terjadi keadaan
kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulakan kerugian karena
proses produksi menjadi terhenti dan kesempatan untuk mendapatkan
II - 16
keuntungan menjadi hilang.satu hal penting yang perlu diperhatikan
akibat dari keadaan ini adalah beralihnya konsumen ketempat lain, dan ini
merupakan kerugian yang tak ternilai. Untuk menentukan besarnya
ongkos persediaan, dapat diuraikan berdasarkan :
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat
memenuhi barang yang diminta atau dari kerugian akibat terhentinya
proses produksi.
b. Waktu pemesanan
Lama waktu gudang kosong akan berarti lamanya proses produksi
terhenti ataupun lamanya perusahaan tidak dapat menikmati
keuntungan. Oleh sebab itu, waktu dapat diartikan sebagai uang yang
hilang. Ongkos yang ditimbulkan oleh keadaan ini dapat diukur
berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang yang
biasanya dinyatakan dalam Rp,/satuan waktu.
c. Ongkos pengadaan darurat
Agar pemakai tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat
yang biasanya menimbulkan ongkos yang lebih besar dari pengadaan
normal. Kelebihan ongkos ini dapat dijadikan ukuran untuk
menentukan ongkos kekurangan persediaan.
5. Ongkos sistemik
Ongkos sistematik adalah ongkos yang dikeluarkan untuk membangun
system persediaan. Ongkos sistematik ini meliputi angkos perencanaan,
perancangan, dan instalasi sistem inventory serta ongkos untuk
mengadakan peralatan (misalnya komputer) serta melatih tenaga kerja
yang digunakan untuk mengoperasikan sistem.
2.2 Statistik Non-Parametrik
Nugroho (2005:4) menyatakan bahwa statistik non-parametrik merupakan
bagian dari statistik inferensi. Statistik non-parametrik ini digunakan pada kondisi-
kondisi penelitian tertentu. Kondisi yang sering dijumpai bagi penelitian yang
menggunakan antara lain , data pada sampel tidak terdistribusi secara normal dan
jumlah sampel yang kecil (kurang dari 30). Statistik non-parametrik cenderung lebih
II - 17
sederhana. Dari kesederhanaan pembahasannya mengakibatkan kesimpulan yang
dihasilkan sering diragukan.
2.2.1 Statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov
Uji Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk membantu peneliti dalam
menentukan distribusi normal dengan jumlah data penelitian yang sangat
sedikit (kurang dai 30). Uji Kolmogorov-Smirnov ini sangat membantu
peneliti untuk mengetahui apakah sampel yang dipilih berasal dari populasi
yang terdistribusi secara normal.
2.2.2 Interpretasi Output Uji Kolmogorov Smirnov
Interpretasi output uji Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk mengetahui
apakah data sampel pada variabel-variabel yang dimasukkan terdistribusi
secara normal, dengan menggunakan Level of significant (α) 5% (0,05).
Hipotesis yang diusulkan adalah sebagai berikut:
H0 = Data variabel terdistribusi secara normal
Ha = Data variabel tidak terdistribusi secara normal
Pedoman yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis jika
hipotesis nol (H0) yang diusulkan:
1. H0 diterima jika nilai p-value pada kolom Asimp. Sig(2-tailed) > level
significant (α ).
2. H0 ditolak jika nilai p-value pada kolom Asimp. Sig(2-tailed) < level
significant (α ).
Pedoman yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis jika
hipotesis nol (Ha) yang diusulkan:
1. Ha diterima jika nilai p-value pada kolom Asimp. Sig(2-tailed) < level
significant (α ).
2. Ha ditolak jika nilai p-value pada kolom Asimp. Sig(2-tailed) > level
significant (α ).
2.3 Sistem Inventori Probabilistik
II - 18
Secara statistik fenomena probabilistik merupakan fenomena yang dapat
diprediksi parameter populasinya, baik ekspektasi, variansi, maupun pola distribusi
kemungkinannya. Dalam sistem inventori, ketidakpastian berasal dari:
a. Pemakai (user) yang berupa fluktuasi permintaan yang dicerminkan oleh
variansi atau deviasi standarnya (S).
b. Pemasok (supplier) yang berupa katidaktepatan waktu pengiriman barang
yang dicerminkan oleh waktu ancang-ancangnya (lead time/L).
c. Sistem manajemen (pengelola) yang berupa ketidakhandalan pengelola dalam
menyikapi permasalahan yang dicerminkan dengan faktor resiko yang mampu
ditanggung (za).
Ketidakpastian yang dimaksud disini bukan bersifat acak tetapi dengan pola
distribusi kemungkinan yang diketahui. Adanya fenomena probabilistik di dalam
sistem inventori mengakibatkan pengelolaannya menjadi lebih sulit bila
dibandingkan dengan sistem inventori deterministik, sebab dengan adanya
fenomena ketidakpastian akan menyebabkan timbulnya variansi yang merupakan
sumber penyimpangan dari rencana yang telah dibuat.
Adanya fenomena probabilistik akan mengakibatkan perlunya cadangan
pengaman (safety stock) yang akan digunakan untuk meredam fluktuasi
permintaan dan atau fluktuasi pasokan selama waktu ancang-ancang atau selama
kurun waktu tertentu. Dengan demikian dalam sistem inventori probabilistik yang
dimaksud dengan kebijakan inventori tidak hanya terkait dengan operating stock,
tapi juga dengan cadangan pengaman. Secara operasional kebijakan inventori ini
dijabarkan ke dalam 3 keputusan, yaitu:
1. Menentukan besarnya ukuran lot pemesanan ekonomis (qo)
2. Menentukan saat pemesanan ulang dilakukan (r)
3. Menentukan besarnya cadangan pengaman (ss)
Dengan adanya cadangan pengaman dalam sistem inventori probabilistik,
bukan berarti permintaan barang dijamin dapat selalu dipenuhi, namun
kemungkinan terjadinya kekurangan inventori masih bisa terjadi. Dengan
demikian tingkat pelayanan dalam sistem inventori probabilistik tidak dapat
dijamin 100% seperti pada sistem inventori deterministik. Oleh sebab itu perlu
ditentukan tingkat pelayanan yang terbaik dengan memperhitungkan ongkos
kekurangan barang (shortage cost).
II - 19
2.4 Model Probabilistik Sederhana
Dalam Nur Bahagia (2006:129) model probabilistik sederhana berbeda dengan
inventori deterministik yang selalu diketahui dengan pasti permintaannya, dalam
inventori probabilistik permintaan tidak pasti dan berfluktuasi sesuai dengan
kebutuhan konsumennya. Walaupun demikian ketidakpastian ini memiliki pola
tertentu yang dicirikan dengan nilai sentral, nilai sebaran dan pola distribusinya
yang dapat diprediksi.
Yang menjadi penyebab permasalahan dalam inventori probabilistik adalah
setiap hari ada permintaan barang yang tidak diketahui sebelumnya, informasi yang
diketahui hanyalah pola permintaannya saja berdasarkan data masa lalu. Pola
permintaan yang dimaksud dalam bentuk parameter harga rata-rata, standar deviasi,
dan bentuk distribusi kemungkinan permintaannya. Dengan demikian penentuan
kebijakan inventori menjadi lebih sulit, terutama yang terkait dengan penentuan
besarnya cadangan pengaman yang akan dialokasikan untuk meredam fluktuasi
permintaan.
Pendekatan yang paling sederhana untuk memecahkan persoalan inventori
probabilistik adalah dengan memandang bahwa posisi inventori barang yang
tersedia di gudang sama dengan posisi inventori barang pada system inventori
deterministik statis dengan menambahkan cadangan pengaman (ss) untuk
mengantisipasi dan meredam flluktuasi permintaan.
Jika pada system inventori deterministik posisi inventori berfluktuasidari
maksimum sebesar q0 pada awal periode dan minimum nol pada akhir periode, pada
system inventori probabilistic posisi inventori berfluktuasi dsri maksimum sebesar
(q0+ss) dan minimum nol bahkan bisa berharga negative. Inventori negatif berarti
terjadi kekurangan barang (shortage stock).
Dengan demikian melalui pendekatan sederhana ini model inventori
probabilistik pada hakikatnya dapat dipandang sebagai model inventori
deterministic statis dengan menambahkan cadangan pengaman, sehingga kebijakan
inventorinya dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Pesan barang sejumlah q0 pada setiap kali melakukan pemesanan.
b. Pemesanan dilakukan bila jumlah barang di gudang mencapai tingkat
pemesanan ulang (re-order point), yaitu sebesar kebutuhan selama waktu
ancang-ancangnya.
II - 20
Konsekuensi dari cara pendekatan ini adalah bahwa tidak akan selalu terjamin
tersedianya barang pada saat diperlukan. Berbagai resiko akibat kekurangan barang
ini merupakan resiko yang akan ditanggung oleh pihak pengelola inventori (pihak
manajemen).semakin kecil resiko yang ingin ditanggung, semakin besar cadangan
pengaman yang harus dialokasikan, hal ini berarti akan meningkatkan ongkos
inventorinya.sebaliknya semakin besar kemungkinan terjadinya kekurangan barang
berarti tingkat pelayanan semakin menurun, yang berarti cadangan pengaman dapat
dikurangi.
Dengan demikian mencari trade off antara ongkos dan tingkat pelayanan
merupakan permasalahan yang perlu diselesaikan secara seksama. Dalam hal ini ada
dua criteria yang harus dioptimalkan secara simultan, yaitu minimasi ongkos
inventori total dan maksimasi tingkat pelayanan. Namun, dalam model probabilistic
sederhana ini tingkat pelayanan tidak dioptimasikan, tetapi ditetapkan oleh pihak
manajemen sehingga kriterianya hanya meminimasikan ongkos inventori total (OT).
2.5 Formulasi Cadangan Pengaman
Untuk menentukan berapa besar cadangan pengaman (ss) untuk suatu waktu
ancang-ancang (L) dan tingkat pelayanan (ƞη) perlu diketahui bagaimana bentuk
pola distribusi kemungkinan permintaan selama waktu ancang-ancang tersebut.
Hubungan antara besar kemungkinan terjadinya kekurangan inventori (α) dan
tingkat pelayanan ditentukan dengan cara sebagai berikut:
η ƞ=DL−N
DL
ƞ η=DL−N
DL
………………………………………………………………………..
(1)
Dimana :
ƞη : Tingkat pelayanan
N : Ekspektasi permintaan yang tidak terpenuhi (jumlah kekurangan
inventori)
DL : Ekspektasi permintaan selama waktu ancang-ancang (L)
N/DL : Persentase permintaan yang tidak terpenuhi
II - 21
Menurut Hadley-Within (1963) Dalam Nur Bahagia (2006:135), bila f(x)
merupakan fungsi kepadatan normal dengan standar deviasi SL maka N dapat
dinyatakan sebagai berikut:
N=SL
√2 πexp[−(zα )
2
2 ]− SL zα
√2 π∫z α
∞
exp[−(zα)2
2 ]dz
Dalam hal ini zα dapat dinyatakan dengan :
zα=r−DL
S L
Jika :
f ( zα )= 1√2 π
exp [(−zα )2
2 ]dan
Ѱ ( zα )= 1√2 π
∫zα
∞
exp[ (−zα)2
2 ]Besarnya ekspektasi keurangan barang N dapat dinyatakan sebagai berikut.
N=SL [ f ( zα )−zα ΨѰ ( zα ) ] …………………………………………….(2)
Nilai zα dapat dicari pada Tabel A sedangkan nilai f(zα) dan Ѱ(zα) selengkapnya
dapar dicari pada Tabel B. Dengan demikian jika nilai ƞ diketahui, nilai zα akan
dapat dicari. Selanjutnya dengan menggunakan transformasi z besarnya cadangan
pengaman ditentukan dengan cara sebagai berikut.
zα=r−DL
S L
dimana r−DL = ss, maka:
zα=ssSL
ss=zα SL ………………………………………………………………(3)
Di mana :
α : Kemungkinan terjadi kekurangan inventori
zα: Nilai z pada distribusi normal standar untuk tingkat α
II - 22
Secara fisik zα dapat diartikan sebagai factor pengaman yang ditetapkan oleh
pengelola. Besarnya nilai zα selengkapnya disajikan pada Tabel A.
Selanjutnya jika distribusi selama horison perencanaan berdistribusi normal
dengan deviasi standar S dan waktu ancang-ancang L konstan maka:
SL=S√ L ……………………………………………………………………...(4)
Dengan demikian cadangan pengaman (ss) dapat dirumuskan sebagai berikut.
ss=zα√S L …………………………….………………………………………(5)
Jika L tidak konstan tapi berfluktuasi dengan standar deviasi sebesar sL, menurut
Tersine (1992), besarnya deviasi standar permintaan selama L periode SL adalah:
SL=√L S2+D2 sL2 ………………………………………………………….(6)
Sehingga besarnya cadangan pengaman dapat dinyatakan sebagai berikut:
ss=zα√ L S2+D2 s L2………………………………………………………....(7)
Di mana:
L : waktu ancang-ancang rata-rata
D : permintaan rata-rata selama horizon perencanaan
S : standar deviasi permintaan selama horizon perencanaan
sL : standar deviasi waktu ancang-ancang L
2.6 Asumsi dan Komponen Model
2.6.1 Asumsi
Asumsi yang digunakan pada inventori probabilistik sederhana pada
prinsipnya sama dengan model inventori deterministik kecuali permintaan
yang bersifat probabilistic dan adanya ongkos kekurangan inventori.
Selengkapnya asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
II - 23
1. Permintaan selama horizon perencanaan bersifat probabilistik dan
berdistribusi normal dengan rata-rata (D) dan deviasi standar (S) serta
berdistribusi normal.
2. Ukuran lot pemesanan (q0) konstan untuk setiap kali pemesanan, barang
akan datang secara serentak dengan waktu ancang-ancang (L),
pemesanan dilakukan pada saat inventori mencapai titik pemesanan
ulang (r).
3. Harga barang (p) konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan
maupun waktu.
4. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap kali pemesanan dan ongkos
simpan (h) sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan.
5. Ongkos kekurangan inventori (cu) sebanding dengan jumlah barang yang
tidak dapat dipenuhi.
6. Tingkat pelayanan (ƞ η) atau kemungkinan terjadinya kekurangan
inventori (α ) diketahui atau ditentukan oleh pihak manajemen.
Ditinjau dari segi struktur ongkos, adanya fenomena probabilistik ini
menyebabkan tambahan elemen ongkos kekurangan inventori dan ongkos
simpan cadangan pengaman yang perlu diperhitungkan dalam total ongkos
inventori selain ongkos pembelian, ongkos pengadaan, dan ongkos simpan
stok operasi, sehingga criteria kinerja ongkos inventori totalnya menjadi:
OT=Ob+Op+Os+Ok ……………………………………………… (8)
Di mana:
OT : Ongkos total per tahun
Ob : Ongkos beli
O p : Ongkos pengadaan per tahun
Os : Ongkos simpan per tahun
Ok: Ongkos kekurangan inventori per tahun
Dalam model probabilistik, semua pernyataan ongkos diatas harus
diartikan sebagai ekspektasi ongkos, bukan sebagai ongkos riil. Sesuai
II - 24
dengan pendekatan yang telah diuraikan, variabel keputusan dalam model ini
adalah:
1. Ukuran lot pemesanan (q0) untuk setiap kali pesan.
2. Saat pemesanan ulang dilakukan (r)
3. Cadangan pengaman (ss)
2.6.2 Formulasi Model
Seperti diuraikan di atas, cara yang paling sederhana untuk memecahkan
persoalan inventori probabilistik adalah dengan memandang bahwa posisi
inventori barang yang ada di gudang sama dengan posisi inventori barang
pada system deterministik dengan menambahkan cadangan pengaman (ss)
untuk mengantisipasi dan meredam fluktuasi permintaan. Karena tingkat
pelayanan diketahui maka kebijakan inventori optimal hanya bergantung
pada ongkos inventori sebagaimana dinyatakan pada persamaan (8).
Selanjutnya setiap elemen ongkos pada persamaan (8) dihitung melalui cara
berikut ini:
1. Ongkos Pembelian (Ob)
Ongkos beli barang Ob merupakan perkalian antara jumlah barang yang
dibeli (D) dengan harga barang per unitnya (p), secara matematis
dituliskan sebagai berikut.
Ob = D . p ……………………………………………………………...(9)
2. Ongkos Pemesanan (Op)
Besarnya ongkos pemesanan selama horison perencanaan merupakan
perkalian antara frekuensi pemesanan (f) dan ongkos untuk setiap kali
pemesanan barang (A), secara matematis dinyatakan sebagai berikut.
Op = f . A
Adapun frekuensi pemesanan selama horison perencanaan adalah
banyaknya permintaan selama horison perencanaan (D) dibagi dengan
ukuran lot pemesanannya (q0):
II - 25
f = Dq0
Dengan demikian ongkos pemesanan selama horison perencanaan dapat
dirumuskan :
O p=A Dq0
………………………………………………………………
(10)
3. Ongkos Simpan (Os)
Ongkos ini dapat dihitung dari hasil perkalian antara jumlah inventori
rata-rata yang ada di gudang setiap saatnya (m) dengan ongkos simpan
per unit per periode (h):
Os = h . m
Adapun jumlah inventori rata-rata (m)dapat dihitung berdasarkan nilai
ekuivalensi keadaan inventori yaitu sebesar 12
q0 dengan menambahkan
safety stock-nya.
m=12
q0+ss………………………………………………………..(11)
Dengan demikian ongkos simpan (Os) dapat dituliskan sebagai berikut.
Os = h( 12
q0+ss )…………………………………………………… (12)
Di sini ongkos simpan per unit per periode (h) dapat dinyatakan sebagai
persentase (I) dari harga satuan (p):
h = I . p …………………………………………………………….. (13)
Harga I biasanya ditentukan berdasarkan ongkos modal atau sebesar
suku bunga pinjaman untuk membeli barang.
4. Ongkos Kekurangan Inventori (Ok)
Kekurangan inventori terjadi bila barang yang tersedia tidak mencukupi
permintaan pemakai. Bila kekurangan inventori dapat ditempuh melalui
II - 26
pesanan ulang (back order) atau kehilangan permintaan (lost sales).
Besarnya ongkos kekurangan inventori selama horison perencanaan
merupakan perkalian antara ekspektasi jumlah kekurangan inventori (NT)
selama horison perencanaan dan ongkos kekurangan inventori (cu),
secara matematis dituliskan sebagai berikut:
Ok = cu . NT
Di mana:
NT=Dq0
N
Ok=cu DN
q0
……………………………… ……………………………….(14 )
Selanjutnya bila formula yang diperoleh ini (persamaan 9-14)
disubstitusikan ke dalam persamaan (8), akan diperoleh rumusan
totalongkos inventori (OT) sebagai berikut.
OT=Dp+ ADq0
+h( 12
q0+ss)+ cu DN
q0
…………………………….(15)
N dapat dihitung dari tingkat pelayanan (ƞ) atau probabilitas terjadinya
kekurangan inventori (α) seperti ditunjukkan pada persamaan (2)
sedangkan cu adalah ongkos kekurangan inventori per unit (Rp./unit).
Variabel keputusan dalam model (15) adalah ukuran lot pemesanan (q0*)
yang dapat dicari dengan menggunakan prinsip optimasi.syarat yang
diperlukan agar ongkos inventori (OT) minimal adalah:
∂ OT
∂ q0
=0→− ADq0
2 + 12
h−cu DN
q02 =0 , sehingga diperoleh:
q0¿=√ 2D ( cu N )
h………………………………… ……………………… ..(16)
Dengan demikian ukuran kuantitas inventori mengalami perubahan dari
model deterministik dengan adanya factor ongkos kekurangan (cu N )
sedangkan kapan pemesanan ulang dilakukan (reorder point) adalah:
r*= Kebutuhan selama waktu ancang-ancang (L)
II - 27
r*= Kebutuhan rata-rata selama L+ cadangan pengaman
r¿=DL+zα S √L …………………… ………………………………… (17)
Dengan pendekatan model probabilistic sederhana ini maka kebijakan
pengadaan inventori diatur sebagai berikut:
a. Ukuran lot pemesanan q0¿ selalu konstan untuk setiap kali pesan, yaitu
sebesar:
q0¿=√ 2 D ( A+cu N )
h
b. Pemesanan dilakukan pada saat inventori mencapai titik pemesanan ulang
(r) sebesar:
r¿=DL+zα SL
c. Cadangan pengaman sebesar:
ss=zα SL
II - 28