bab ii prinsip dasar well log 2

33
Prinsip Dasar Well Logging Analisis Well Log 2 - 1 BAB II PRINSIP DASAR WELL LOGGING I. PENDAHULUAN Well Logging adalah kegiatan merekam karakteristik batuan sebagai fungsi kedalaman. Ada dua macam pencatatan yang dibedakan menurut waktu pengambilan data, yaitu : a. Selama kegiatan pengeboran berjalan. 1. Mud Logging atau Log Mekanis, media pengantarnya adalah lumpur.(bab 3) 2. Log While Drilling (LWD), tidak akan dibahas dalam buku ini. b. Pencatatan setelah kegiatan pengeboran dihentikan pada target tertentu, dilakukan dengan media kabel, disebut “wireline log”. Data-data yang didapat antara lain : resistivitas, porositas, lapisan permeabel, mud cake pada dinding sumur, sifat radio aktif, sifat rambat suara, temperatur dan tekanan formasi, tekanan jenis fluida dalam formasi, lithologi, parameter drilling dll.. Tujuan Utama Well Logging Tujuan utama well logging adalah mencari kandungan migas yang bisa diproduksikan secara ekonomis di dalam batuan. Dari hasil well logging dapat dilakukan : 1. Evaluasi formasi 4. Analisa Kualitas semen 2. Korelasi antar sumur 5. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir 3. Deteksi daerah dengan tekanan 6. Analisa Mekanika berlebihan 7. Pemetaan Reservoir 1. Evaluasi formasi Sifat petrofisik batuan seperti porositas, permeabilitas, dan resistivitas adalah data yang dapat direkam oleh log, yang kemudian dikorelasikan dengan hasil analisis di laboratorium. Well logging tidak hanya merekam sifat fisik tetapi juga sifat kimia dari batuan sedimen dan fluida yang dikandungnya.

Upload: hamidahaku

Post on 25-Oct-2015

349 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 1

BAB II PRINSIP DASAR WELL LOGGING

I. PENDAHULUAN Well Logging adalah kegiatan merekam karakteristik batuan sebagai fungsi kedalaman.

Ada dua macam pencatatan yang dibedakan menurut waktu pengambilan data, yaitu :

a. Selama kegiatan pengeboran berjalan.

1. Mud Logging atau Log Mekanis, media pengantarnya adalah lumpur.(bab 3)

2. Log While Drilling (LWD), tidak akan dibahas dalam buku ini.

b. Pencatatan setelah kegiatan pengeboran dihentikan pada target tertentu, dilakukan

dengan media kabel, disebut “wireline log”.

Data-data yang didapat antara lain : resistivitas, porositas, lapisan permeabel, mud cake

pada dinding sumur, sifat radio aktif, sifat rambat suara, temperatur dan tekanan formasi,

tekanan jenis fluida dalam formasi, lithologi, parameter drilling dll..

Tujuan Utama Well Logging Tujuan utama well logging adalah mencari kandungan migas yang bisa diproduksikan

secara ekonomis di dalam batuan.

Dari hasil well logging dapat dilakukan :

1. Evaluasi formasi 4. Analisa Kualitas semen

2. Korelasi antar sumur 5. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir

3. Deteksi daerah dengan tekanan 6. Analisa Mekanika

berlebihan 7. Pemetaan Reservoir

1. Evaluasi formasi

Sifat petrofisik batuan seperti porositas, permeabilitas, dan resistivitas adalah data yang

dapat direkam oleh log, yang kemudian dikorelasikan dengan hasil analisis di

laboratorium. Well logging tidak hanya merekam sifat fisik tetapi juga sifat kimia dari

batuan sedimen dan fluida yang dikandungnya.

Page 2: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 2

Misalnya, SiO2 (Silikat) unsur utama dari sandstone, CaCO3 (kalsium karbonat) terbaca

oleh log sebagai limestone. Shale adalah sedimen yang berbutir sangat halus yang

terbentuk akibat konsolidasi clay dan silt.

Shale yang mengandung radioaktif, mudah terbaca oleh log gamma ray. Untuk formasi

yang bersih, well log dapat membedakan air dan minyak di reservoir. Juga dapat

menentukan densitas hidrokarbon di sekitar sumur selama di bawah 0.7 g/cc

2. Korelasi sumur

Sumur yang akan dibor, perlu diperkirakan sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung

di dalamnya berdasarkan korelasi sumur tersebut dengan data logging dari beberapa

sumur di sekitarnya. Sehingga dapat diketahui kondisi geologi dari reservoir tersebut

yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengeboran.

3. Deteksi daerah dengan tekanan yang berlebihan

Log yang paling umum digunakan untuk mendeteksi zona tekanan abnormal adalah log

resistivitas, akustik, dan densitas. Log lain seperti log neutron, bisa digunakan tetapi

kurang sensitif. Deteksi zona tekanan abnormal ditunjukan adanya lapisan shale pada

log. Di bawah tekanan kompaksi yang normal, porositas shale akan berkurang terhadap

kedalaman, akibat peningkatan tekanan over burden secara bertahap.

Peningkatan porositas shale dalam zone bertekanan tinggi ditunjukkan oleh peningkatan

porositas nyata dari shale pada log.

Resistivitas shale biasanya meningkat jika kedalaman bertambah, tetapi pada zona

bertekanan tinggi justru resistivitas shale berkurang. Semakin besar penurunan resistivitas

shale semakin besar pula peningkatan tekanan abnormal.

Interval transit time (log akustik) menurun terhadap kedalaman pada kondisi tekanan

normal, tetapi pada tekanan abnormal, interval transit time meningkat terhadap

kedalaman. Semakin besar tekanan abnormal semakin besar pula interval transit time.

Densitas shale meningkat jika terkompaksi. Tekanan abnormal menghasilkan

peningkatan porositas shale yang mencolok dan penurunan densitas shale.

4. Analisa Mekanika

Mekanika batuan dalam hal ini berkaitan dengan rekahan (fracture).

Page 3: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 3

Rekahan amat penting untuk meningkatkan produksi karena rekahan memiliki

permeabilitas yang sangat besar yang dapat mengalirkan minyak dan gas dalam jumlah

yang besar. Berdasarkan pengalaman di lapangan, rekahan dapat meningkatkan porositas

formasi 0.5 s.d. 1.5 %. Deteksi rekahan dengan well logs umumnya dilakukan oleh log

akustik. Log amplitudo akustik biasanya disertakan dengan acoustic velocity log

sehingga peningkatan porositas, perubahan litologi dan lapisan shale dapat diidentifikasi.

Menurunnya amplitudo akustik dengan sendirinya bukanlah indikasi positif adanya

rekahan. Amplitudo akustik menurun jika melewati lapisan shale, perubahan bentuk

litologi, atau ketika porositas meningkat. Indikasi positif adanya fracture adalah

menurunnya amplitudo akustik secara signifikan dimana travel time tidak berubah.

5. Analisa Kualitas semen

Log-log yang berkaitan dengan analisa kualitas semen adalah :

- Cement Bond Log (CBL)

- Variable Density Log (VDL)

- Cement Evaluation Log (CEL)

Cement Bond Log (CBL) digunakan untuk mengevaluasi ikatan antara semen dengan

casing. Peralatan sonik digunakan untuk pengukuran ini. Sonic merekam amplitudo

setengah cycle pertama dari sinyal sonik ke penerima yang berlokasi 3 ft dari transmitter.

Amplitudo ini adalah amplitudo maksimum yang tidak mendukung pipa dan minimum

dalam sumur dengan pipa yang tersemenkan. Amplitudo tersebut adalah fungsi dari

ukuran dan ketebalan casing, kekuatan dan ketebalan penyemenan, derajat kekuatan

ikatan semen.

Variable Density Log (VDL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan antara

semen dengan formasi dan semen dengan casing. Amplitudo gelombang sonik terekam

pada penerima sonic yang berjarak 5 feet dari transmitter.

Cement Evaluation Log (CEL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan semen

dengan casing. Perbedaannnya dengan Cement Bond Log adalah CEL dapat mendeteksi

hadirnya channel. CEL mengukur resonansi ketebalan casing dengan resolusi vertikal

yang sangat baik. Log ini dapat dikalibrasi secara langsung hingga compressive strength

semen sekitar 10.000 psi.

Page 4: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 4

6. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir

Misalnya koreksi kedalaman dari data seismik dengan log sonik dan sebagainya

7. Pemetaan reservoir

Dari spontaneous potensial log dan log porositas dapat diketahui ketebalan formasi

produktif yang kemudian dapat dikorelasikan dengan log sumur lain. Hasil korelasi ini

dapat menghasilkan peta korelasi ketebalan lapisan produktif dari suatu reservoir.

Apakah bentuknya antiklin atau sinklin, daerah terjadinya sesar, patahan dll. Dengan log

resistivitas diperoleh true resistivity yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan

saturasi minyak formasi produktif yang dapat dikorelasikan dengan data saturasi minyak

di sumur lain. Hasilnya didapat peta kesamaan saturasi atau peta iso-saturation. Batasan

reservoir dapat ditentukan dari sumur-sumur delineasi.

Sifat petrofisik batuan dari log

Sifat-sifat petrofisik yang dihasilkan oleh log dan dikorelasikan dengan analisis core di

laboratorium antara lain :

1. Porositas : Perbandingan rongga terhadap volume batuan (%). Porositas merupakan

representasi dari kemampuan suatu batuan reservoir untuk menyimpan fluida.

Secara matematis porositas didefinisikan sebagai perbandingan ruang kosong

terhadap volume keseluruhan dari suatu batuan:

Porositas (%) , φ =Volume of

Bulk volumpores

ex100%

Porositas merupakan fungsi dari banyak faktor lithologi diantaranya heterogenitas

penyemenan, leaching, kandungan lempung, tipe dari lempung (swelling atau non-

swelling), dan sebagainya.

• Porositas Primer :

Ruang alami antar butir atau antar kristal yang terbentuk dalam batuan pada saat

konsolidasi, kompaksi, dan sementasi pada sedimen yang lepas. Porositas primer dapat

berkurang akibat tekanan overburden dari batuan yang berada di atasnya. Tekanan

overburden ini menekan batuan sehingga pori-pori batuan mengecil dan mengeluarkan

sebagian fluida. Proses sementasi butiran batuan juga dapat mengurangi porositas primer.

Umumnya batupasir menunjukkan tipe porositas ini. Pada batuan muda, berkurangnya

Page 5: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 5

porositas secara eksponensial terhadap kedalaman. Hubungan metematisnya : cD

oe−= φφ dimana : φ = Porositas pada kedalaman, D. c = Konstanta empiris

φ o = Porositas perkiraan (umumnya 40 %)

Ømax pada batuan sedimen adalah 40 % dan terendah 0 %. Jika butiran yang mempunyai

diameter sama disusun, akan diperoleh Ø dengan range 25.9 % hingga 47,6 % seperti

yang terlihat pada gambar 2-1 dan Ø dengan variasi ukuran butir (gambar 2-2). Dalam

batupasir, Ø primer bisa mencapai lebih dari 47%, namun pada umumnya berada pada

rentang 5% hingga 27%. Ø shale juga menurun terhadap kedalaman dengan laju

penurunan yang jauh lebih cepat daripada batu pasir. Di permukaan, lumpur mempunyai

Ø sekitar 40%. Jika tekanan normal, Ø shale pada kedalaman 10.000 kaki mencapai 5%.

• Porositas Sekunder :

Ruang dalam batuan yang terjadi setelah batuan terbentuk misalnya akibat proses

disolusi, rekahan. Porositas ini akibat pelapukan butiran-butiran batuan oleh asam

(contoh pada limestone) yang menyebabkan naiknya porositas, proses sementasi

sekunder batuan oleh presipitasi material-material yang larut di air dalam pori batuan,

atau air dari sirkulasi yang menyebabkan turunnya porositas. Leaching dimulai dari

bagian terlemah pada batuan seperti bedding planes, sepanjang joint, sepanjang rekahan,

kemudian menjalar perlahan keseluruh batuan yang membuat volume pori tambah besar.

Cubic Arrangement of

Spheres, 47.6% Porosity Rhombohedral Arrangement of Spheres, 25.9% Porosity

Gambar 2-1. Porositas yang berbeda-beda tergantung susunan butiran batuan (dari

Western Atlas).

Page 6: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 6

Gambar 2-2. Porositas dipengaruhi variasi ukuran butiran (dari Western Atlas).

Dari ke dua jenis porositas tersebut dapat dibagi menjadi:

1. Porositas absolut

Porositas absolut adalah persentase dari ruang kosong terhadap volume bulk

batuan. Porositas absolut merupakan porositas total atau total ruang kosong yang

tersedia dalam batuan.

2. Porositas efektif

Porositas efektif adalah persentase dari volume pori yang berhubungan satu sama

lain terhadap volume bulk. Porositas efektif menunjukkan indikasi kemampuan

batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang berhubungan.

Ini berarti bahwa nilai porositas efektif akan sama atau lebih kecil dari nilai

porositas absolut. Gambar 2-3 adalah contoh porositas efektif dan non efektif.

Gambar 2-3. Porositas efektif, non-efektif, dan total (dari Western Atlas).

Page 7: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 7

Porositas dipengaruhi oleh:

Ukuran butir : Ukuran butir yang besar memiliki porositas yang lebih tinggi

dengan range 0.35 – 0.4 daripada ukuran butir yang kecil.

Bentuk butir : Bentuk butir yang seragam memiliki porositas lebih tinggi daripada

bentuk butir yang tidak seragam

Material semen : batuan yang matriksnya tersemen oleh silica atau kalsareus

memiliki porositas yang rendah.

2. Permeabilitas (K): Kemampuan batuan untuk meloloskan fluida (Darcy).

Hukum Darcy yang mendefinisikan aliran fluida dalam media berpori diturunkan

secara empiris yaitu:

QkA P P

Lf =−( )1 2

µ

Dimana

Qf = Laju alir fluida, cm3/sec ; A = Luas penampang media berpori, cm2

µ = Viskositas fluida, cps; ∆P = P1 – P2 = Perbedaan tekanan, atm

L = Panjang dari media berpori, cm; K = Permeabilitas, Darcy

Gambar 2-4 berikut adalah beberapa variabel yang dapat mempengaruhi permeabilitas

vertikal dan horizontal.

Gambar 2-4. Permeabilitas dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butiran (dari Western

Atlas).

Page 8: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 8

Umumnya semakin besar porositas maka permeabilitas juga semakin besar,

meskipun anggapan ini tidak selalu benar.

• Permeabilitas Absolut : Kemampuan batuan meloloskan satu jenis fluida yang

100% jenuh oleh fluida tersebut.

• Permeabilitas Efektif : Kemampuan batuan meloloskan satu macam fluida bila

terdapat dua macam fluida yang immiscible. Permeabilitas efektif lebih kecil

daripada permeabilitas absolut.

• Permeabilitas Relatif : Perbandingan antara permeabilitas efektif dan absolut.

Semakin besar saturasi air maka permeabilitas relatif air akan membesar

sebaliknya permeabilitas relatif minyak akan mengecil hingga nol yaitu pada saat

Sw = Swc (Critical water saturation).

Laju alir air dan minyak merupakan fungsi dari viskositas dan permeabilitas relatif,

seperti pada persamaan berikut :

QoQw

KroKrw

W

o=

..µµ

Permeabilitas fracture dapat dianggap sebagai fungsi dari lebar fracture.

K = 50.000.000 x lebar2 dimana k = Permeabilitas (Darcy) dan lebar dalam inch.

Hubungan permeabilitas dengan porositas :

Biasanya penambahan porositas diikuti dengan penambahan permeabilitas

Batuan yang tua dan kompak porositas dan permeabilitasnya kecil

Dolomitisasi menambah nilai porositas dan permeabilitas

Permeabilitas dipengaruhi juga oleh besar, bentuk dan hubungan antar butir.

3. Saturasi Air : Persentase volume pori batuan yang terisi air formasi (%). Biasanya

ruang pori tersebut diisi oleh air ataupun minyak dan gas, namun bisa juga kombinasi

ketiganya. Umumnya reservoir memiliki saturasi air 20% atau lebih yang berarti 20

% pori-pori diisi oleh air dan 80 % diisi oleh fluida lain. Secara umum reservoir yang

dianggap komersil/ekonomis harus memiliki saturasi air lebih kecil dari 60%.

Saturasi Air (Sw) = Air Formasi yang berada dalam poriah pori dalam batuanTotal juml

Page 9: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 9

• Saturasi Air Irreducible (Sw irr) : Saturasi air dimana seluruh cairan tertahan dalam

batuan karena tekanan kapiler.

Dalam batuan granular terdapat hubungan antara irreducible water saturation,

porositas, dan permeabilitas (gambar 2-5).

Gambar 2-5. Chart yang menggambarkan hubungan antara irreducible water saturation,

porositas, dan permeabilitas.

Menentukan permeabilitas dengan Gb. 2-5.

1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah

2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis horizontal

(saturasi air)

3. Baca pada garis diagonal kiri (permeabilitas)

Menentukan saturasi air dengan Gb. 2-5.

1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah

2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis diagonal

(permeabilitas)

3. Baca pada skala vertikal bagian kiri (saturasi air).

Page 10: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 10

1. Resistivitas : Daya tahan batuan terhadap arus (Ω-meter).

Air destilisasi mempunyai resistivitas di atas 106 ohm meter, berbeda dengan air yang

tersaturasi dengan garam mempunyai resistivitas kurang dari 0.1 ohm meter. Salinitas

pada well logging dinyatakan dalam satuan part per million (ppm). Air laut memiliki

salinitas 30.000 – 35.000 ppm. Larutan garam pada suhu kamar memiliki salinitas

sekitar 250.000 ppm atau sekitar 25 % berat.

V = I . r V

Resistivitas ( )Rr A

L=

× I A (r)

dimana : L

V = Tegangan Listrik (Volt)

I = Arus Listrik (Ampere)

R = Resistivitas (Ω-meter)

r = Resistansi (Ω)

A = Luas (meter2)

L = Panjang (meter)

Resistivitas dari Cairan

Air garam dengan resistivitas = Rw (ohm-m)

Arus Listrik Tahanan terukur = Rw.

Rw turun bila konsentrasi garam

dan temperatur naik

Resistivitas dari Batuan Basah

Butiran tak konduktif dicampur air garam dengan resistivitas = Rw (ohm-m)

Arus Listrik Tahanan terukur = Rw.

Ro sebanding dengan Rw

Ro = F . Rw

F adalah faktor resistivitas formasi

• Konduktivitas (lawan resistivitas) (mho/m): Daya hantar arus dalam batuan.

Page 11: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 11

C = 1000/R

dimana C : Konduktivitas dan R : Resistivitas

Data analisis kimia dari air formasi juga dapat dikonversikan menjadi resistivitas air,

meskipun hal ini bukanlah cara yang baik dibandingkan dengan penentuan melalui

pengukuran resistivitas secara langsung. Resistivitas adalah pengukuran dasar dari

saturasi fluida reservoir, resistivitas merupakan fungsi dari porositas, jenis fluida, dan

jenis batuan. Hubungan antara resistivitas air (Rw) dengan resistivitas batuan basah (Ro),

ditunjukkan dengan persamaan :

F = Ro / Rw

dimana :

F = Faktor formasi

Tabel 2-1. Perbedaan koefisien dan eksponen yang digunakan untuk menghitung Faktor formasi (F). (mod. after Asquith, 1980)

F = a / φm Hubungan umum dimana;

a = Faktor Tortuosity m = eksponen φ = Porositas

F = 1 / φ2 untuk karbonat

F = 0.81 / φ2 untuk batupasir terkonsolidasi

F = 0.62 / φ2.15 untuk batupasir tak terkonsolidasi (Humble)

F = 1.45 / φ1.54 untuk pasir umumnya (after Carothers, 1958)

F = 1.65 / φ1.33 untuk pasir serpihan (after Carothers, 1958)

F = 1.45 / φ1.70 untuk pasir gampingan (after Carothers, 1958)

F = 0.85 / φ2.14 untuk karbonat (after Carothers, 1958)

F = 2.45 / φ1.08 untuk pasir berumur Pliosen (after Carothers dan Porter, 1970)

F = 1.97 / φ1.29 untuk pasir berumur Miosen (after Carothers dan Porter, 1970)

F = 1 / φ(2.05-φ) untuk formasi berbutir bersih (after Sethi, 1979)

Namun percobaan juga menunjukkan hubungan antara faktor formasi dengan porositas :

Page 12: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 12

F = 1 / φm

dimana :

m = eksponen sementasi yang bervariasi terhadap ukuran butir, distribusi butir,

dan kompleksitas hubungan antar pori (tortuositas)

Archie menggabungkan persamaan faktor formasi dengan persamaan saturasi air

sehingga gabungan tersebut dikenal dengan rumus Archie :

SF R

RwR w

t

n=.

dimana n : eksponen saturasi, bergantung pada karakteristik formasi dan fluidanya. Dari

uji laboratorium, nilai n berkisar antara 1.8 hingga 2.5. Dalam contoh ini kita

memakai n = 2.

Gambar 2-6. Faktor formasi vs Porosity.

Cara menggunakan Chart :

Page 13: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 13

1. Tentukan harga porositas

2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis m

3. Baca titik potong tersebut pada skala Faktor formasi

Harga m (eksponen sementasi) untuk batuan :

• Tidak tersementasi (uncemented) < 1.4

• Sangat sedikit tersemenkan (very slightly cemented) 1.4 – 1.6

• Sedikit tersemenkan (slightly cemented ) 1.6 – 1.8

• Cukup tersemenkan (moderately cemented) 1.8 – 2.0

• Tersementasi tinggi (highly cemented), karbonat > 2.0

II. LINGKUNGAN SUMUR

Situasi lubang bor kira-kira adalah sebagai berikut :

• Kedalaman yang bervariasi antara 1000 hingga 25000 ft.

• Diameter lubang 5” hingga 17”.

• Kemiringan lubang berkisar dari 200 hingga 700.

• Temperatur dasar lubang antara 1000F – 4000F.

• Kadar garam lumpur antara 1000 – 200000 ppm, terkadang mengandung minyak.

• Berat lumpur antara 9 – 17 lb/gal.

• Tekanan dasar lubang 500 hingga 20000 psi.

• Ketebalan mud cake pada formasi permeabel sekitar 0,1” hingga 1”.

• Daerah terkontaminasi antara beberapa inchi hingga beberapa ft. dimana kebanyakan

cairan telah digantikan oleh cairan pemboran.

Alat-alat logging umumnya berdiameter 3 5/8 inchi dengan panjang 20 – 50 ft. Biasanya

merupakan rangkaian dari beberapa alat. Kombinasi yang umum adalah :

• DIL-SLS-GR Dual Induction – Sonic – Gamma Ray

• LDL-CNL-NGL Litho Density – Neutron – Natural Gamma Ray

• DLL-MSFL-GR Dual Laterolog – Micro SFL – Gamma Ray

• EPT-ML Electromagnetic Propagation – Microlog

• SHDT-GR Stratigraphy High Res. Dipmeter Tool – Gamma Ray

Page 14: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 14

Gambar 2-7. Skematik lingkungan sumur bor (dari Western Atlas).

dh Diameter lubang

di Diameter Invasi (bagian dalam /

flushed zone)

dj Diameter Invasi (bagian luar /

invaded zone)

∆rj Jari-jari Invaded Zone

hmc Ketebalan kerak lumpur

Rm Resistivitas lumpur

Rmc Resitivitas kerak lumpur

Rmf Resitivitas filtrat lumpur

Rxo Resitivitas Flushed Zone

Sxo Saturasi air pada Flushed Zone

Rs Resitivitas serpih

Rt Resistivitas Uninvaded zone

Rw Resistivitas air formasi

Sw Saturasi air pada Uninvaded Zone

Page 15: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 15

Diameter Lubang (gambar 2-7) : Ukuran lubang bor diterjemahkan sebagai diameter

bagian luar dari mata bor, tapi diameter lubang dapat lebih besar atau lebih kecil

dari diameter mata bor. Karena ; (1) Wash Out dan/atau runtuhnya serpih dan

sementasi batuan porous yang buruk, atau (2) bertambahnya kerak lumpur pada

formasi yang porous dan permeabel. Ukuran lubang biasanya berkisar antara 77/8

inch hingga 12 inch. Ukuran lubang bor diukur oleh log caliper.

Lumpur Pemboran : Sekarang hampir setiap pemboran menggunakan lumpur khusus.

Lumpur tersebut membantu memindahkan cutting dari lubang bor, melicinkan

dan mendinginkan mata bor, serta menjaga kelebihan tekanan bor terhadap

tekanan formasi. Densitas lumpur dijaga agar tetap tinggi agar tekanan

hidrostatik pada kolom lumpur selalu lebih besar daripada tekanan formasi.

Perbedaan tekanan ini mendorong sebagian lumpur merembes kedalam formasi.

Pada saat terjadi rembesan partikel padat tertahan pada sisi lubang dan

membentuk kerak lumpur. Fluida yang masuk ke dalam formasi disebut filtrat

lumpur (mud filtrat).

Zona Invasi (Invaded Zone) : Zona yang dirembesi oleh filtrat lumpur. Terdiri dari :

Flushed Zone (Rxo) jaraknya hanya beberapa inch dari lubang bor, biasanya

zona ini bersih dari air formasi. Jika terdapat minyak, dapat ditentukan

derajat serbuan filtrat lumpur dari perbedaan antara saturasi air di zona ini

(Sxo) dengan univaded zone (Sw). Biasanya sekitar 70 - 95 % minyak

berpindah; sisanya (residual oil) dapat dihitung dengan Sro = [1.0 - Sxo].

Transition atau Anulus Zone (Ri), zona ini muncul bila fluida formasi dan

filtrat lumpur bercampur. Terjadi antara flushed zone dan uninvaded zone.

Kedalaman rembesan filtrat lumpur disebut sebagai diameter rembesan (di dan

dj). Secara umum dapat dikatakan : Jumlah filtrat lumpur yang sama dapat

merembes ke dalam formasi dengan porositas rendah ataupun tinggi jika lumpur

pemboran mempunyai jumlah partikel yang sama. Partikel padatan dari lumpur

pemboran membesar dan membentuk sebuah lapisan mudcake yang

impermeable.

Page 16: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 16

Diameter rembesan dinyatakan dalam inch atau rasio dj/dh. Kedalaman invasi

bergantung dari permeabilitas mudcake dan tidak bergantung pada porositas

batuan.

Zona Tak terinvasi (Uninvaded Zone) (Rt): Zona ini tidak tercemar oleh filtrat lumpur.

Hanya tersaturasi oleh air formasi, minyak, atau gas.

Saturasi air pada zona ini sangat penting, karena digunakan untuk menentukan

saturasi hidrokarbon pada reservoir, dengan menggunakan rumus ;

So = 1.0 - Sw

Dimana: So = Saturasi minyak dan Sw = Saturasi air dalam zona tak terinvasi

Perbandingan antara Sw dengan Sxo disebut indeks perpindahan hidrokarbon

(Index of Hydrocarbon Moveability).

III. REMBESAN DAN PROFIL RESISTIVITAS

Gambar 2-8. Profil rembesan tipikal untuk tiga versi distribusi fluida sekitar lubang bor

(Dari George Asquith dan Charles Gibson).

Page 17: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 17

Dari gambar 2-8, Secara ideal ada tiga tipe invasi dari distribusi fluida dalam lubang bor,

bagaimana distribusi rembesan pada invaded dan uninvaded zone dan hubungannya

dengan relatif resistivitas.

Step Profile, Filtrat lumpur terdistribusi seperti silinder disekitar lobang bor. Bentuk

silinder tersebut secara mendadak curam bila kontak dengan uninvaded zone,

diameter silinder digambarkan sebagai dj. Dalam invaded zone pori-pori terisi oleh

filtrat lumpur, pada uninvaded zone terisi oleh air formasi atau hirdokarbon. Pada

contoh ini uninvaded zone diisi 100% air (tidak ada hidrokarbon) sehingga

resistivitasnya rendah. Resistivitas pada invaded zone = Rxo, dan pada uninvaded

zone = Ro (bila berkaitan dengan air formasi) atau Rt (bila berkaitan dengan

hidrokarbon)

Transition Profile, Ini merupakan model yang paling realistis. Distribusi masih berupa

silinder, tapi invasi filtrat lumpur berkurang secara berangsur (gradasi), agak

curam, menyambung dengan zona transisi disebelah luar dari zona invaded. Pada

Flushed Zone (Rxo) pori-pori terisi filtrat lumpur (Rmf) dan memberikan harga

resistivitas yang tinggi. Pada Transition Zone (Ri) pori-pori terisi filtrat lumpur

(Rmf), air formasi (Rw) dan, jika ada, sisa hidrokarbon. Pada Uninvaded Zone (Ro)

pori terisi air formasi (Rw), dan jika ada, hidrokarbon (Rt) (pada diagram ini

hidrokarbon tidak muncul sehingga harga resistivitas pada uninvaded zone rendah).

Annulus Profile, menggambarkan distribusi sementara fluida jika operasi logging

dihentikan sementara waktu (tidak akan terekam pada log). Annulus profile

menggambarkan adanya fluida yang muncul antara invaded dan uninvaded zone

dan merupakan tanda keberadaan hidrokarbon. Profil ini hanya dapat dideteksi oleh

log induksi (ILD atau ILM) segera setelah sumur di bor dan memberikan harga

resistivitas tinggi. Pada saat filtrat lumpur masuk ke dalam zona tersebut, air

formasi terdorong keluar, kemudian air formasi yang keluar tersebut membentuk

cincin (annular ring) pada batas invaded zone, profil ini hanya dapat terjadi pada

hydrocarbon bearing zone.

Page 18: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 18

Pada Flushed Zone (Rxo) pori terisi filtrat lumpur (Rmf) dan hidrokarbon sisa (RH),

sehingga harga resistivitas tinggi.

Pada Transition Zone (Ri) pori terisi campuran antara filtrat lumpur (Rmf), air

formasi (Rw) dan hidrokarbon sisa (RH).

Diluar itu adalah Annulus Zone dimana pori terisi air formasi (Rw), dan

hidrokarbon. Pada waktu profil annulus muncul, terjadi penurunan harga resistivitas

secara tiba-tiba pada batas luar invaded zone, dikarenakan konsentrasi air formasi

yang tinggi. Air formasi didorong keluar oleh rembesan filtrat lumpur ke annulus

zone. Hal ini menyebabkan absennya hidrokarbon secara sementara, dan pada

gilirannya mendorong kembali air formasi. Diluar annulus zone terdapat Uninvaded

Zone (Ro) dimana pori terisi air formasi (Rw), dan hidrokarbon. Harga Resistivitas

sebenarnya (Rt) akan lebih tinggi dari harga Ro, karena hidrokarbon memiliki harga

resistivitas yang lebih tinggi daripada air asin.

Gambar berikut ini memperlihatkan perbedaan penggunaan fresh dan salt drilling mud.

1.WBZ

Gambar 2-9. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui permeable water bearing

formation (Dari George Asquith dan Charles Gibson)

Page 19: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 19

Pemboran memasuki water bearing zone.(Gb. 2-9) Sw >> 60%

Fresh water drilling muds : Rmf > Rw, karena kandungan garam yang beragam. Rumus

umum yang dipakai pada fresh water drilling muds adalah Rmf > 3Rw. Rxo

mempunyai kandungan filtrat lumpur yang tinggi sehingga memiliki resistivitas

yang tinggi juga, menjauhi lubang bor, resistivitas dari invaded zone (Ri) berkurang

dengan berkurangnya filtrat lumpur (Rmf) dan bertambahnya air formasi (Rw). Pada

uninvaded zone Rt = Ro bila formasi 100% tersaturasi oleh air formasi.

Secara umum dapat disimpulkan Rxo > Ri >> Rt pada water bearing zone

Salt water drilling muds : karena Rmf ≈ Rw, maka tidak ada perbedaan yang besar antara

flushed zone, invaded zone, dan uninvaded zone (Rxo = Ri = Rt) semuanya

mempunyai harga resistivitas yang rendah.

2. OBZ

Gambar 2-10. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui lapisan permeable oil

bearing (Dari George Asquith dan Charles Gibson).

.

Page 20: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 20

Pemboran memasuki hydrokarbon bearing zone.(Gb.2-10) Sw << 60 %

Fresh water drilling muds : Karena Rmf dan RH >> Rw, resistivitas Flushed Zone (Rxo)

juga memiliki harga yang tinggi (karena ada mud filtrat dan sisa hidrokarbon).

Menjauhi lubang bor (invaded zone) dimana terdapat campuran antara filtrat

lumpur, air formasi dan hidrokarbon sisa, resitivitasnya masih tinggi. Pada

beberapa kasus bisa terjadi Ri ≈ Rxo.

Kehadiran hidrokarbon pada uninvaded zone menyebabkan formasi memiliki

resistivitas yang tinggi daripada uninvaded zone hanya diisi oleh air formasi (Rw),

sehingga (Rt > Ro). Resistivitas pada zona ini umumnya lebih kecil daripada flushed

zone (Rxo) dan invaded zone (Ri).

Jika annulus muncul dalam invaded zone harga resistivitasnya (Ri) akan sedikit

lebih kecil daripada Rt.

Secara umum dapat disimpulkan Rxo > Ri > Rt atau Rxo > Ri < Rt

Salt water drilling muds : Karena Rmf ≈ Rw dan kandungan hidrokarbon sedikit, maka

resistivitas flushed zone akan rendah. Menjauhi lubang bor, dimana makin banyak

hidrokarbon yang bercampur filtrat lumpur dalam inveded zone, maka resistivitas

(Ri) akan meningkat. Resistivitas pada uninvaded zone akan lebih tinggi daripada

saat formasi 100 % tersaturasi oleh air formasi (Rt > Ro) karena hidrokarbon lebih

resistant daripada air asin.

Resistivitas pada uninvaded zone lebih besar daripada invaded zone Rt > Ri > Rxo

IV. BEBERAPA INFORMASI DASAR YANG DIBUTUHKAN DALAM

INTERPRETASI LOG

Pada analisa log dibutuhkan informasi mengenai ;

• Litologi (berhubungan dengan porositas, faktor formasi)

Log porositas membutuhkan konstanta matriks sebelum porositas dihitung.

Batuan yang mengandung hidrokarbon (hydrocarbon bearing rock) umumnya

berupa batupasir atau karbonat. Formasi yang hanya berisi pasir atau karbonat

disebut dengan formasi bersih (clean formation), formasi ini relatif mudah

diinterpretasikan. Namun bila mengandung lempung atau serpih (shale) maka

formasi tersebut disebut dengan shaly formation dan reservoir jenis ini sulit untuk

Page 21: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 21

diinterpretasikan. Karena ukuran lempung yang sangat halus dan dapat mengikat air

sehingga tidak dapat mengalir, adanya air ini akan mempengaruhi pembacaan log.

# Batupasir

Porositas batupasir umumnya < 40%. Jika porositas pada gas bearing zone < 7%

atau pada oil bearing zone < 8%, biasanya pemeabilitas sangat rendah hingga tidak

ada yang dapat diproduksi. 9% adalah batas terrendah untuk produksi.

Jika permeabilitas rendah, saturasi air akan tinggi, dan jika harga Sw melebihi 60%,

pada kebanyakan kasus pasir tersebut tidak produktif.

# Karbonat

Porositas karbonat umumnya juga < 40%. Tapi karbonat dapat berproduksi jika

porositasnya > 4%. Hubungan saturasi air – porositas pada karbonat lebih variatif,

pada satu kasus karbonat dapat berproduksi pada Sw = 70%, pada kasus lain

berproduksi pada Sw = 30%, namun pada kebanyakan lapangan batasan saturasi air

pada karbonat = 50%.

• Temperatur Formasi (berhubungan dengan resistivitas)

Temperatur formasi didapatkan dengan persamaan linier regresi;

Tf = gG.D + To

dimana : D = kedalaman. gG = kemiringan (gradien geothermal).

Tf = temperatur To = konstanta (temperatur permukaan)

Atau dengan Chart pada Gambar 2-11

Apabila diketahui: Temperatur permukaan, BHT, TD, Kedalaman formasi

Maka prosedur pengerjaan :

1. Cari titik BHT pada temperatur permukaan (bagian bawah chart)

2. Tarik garis vertikal hingga berpotongan dengan TD (garis horizontal),

perpotongan ini menunjukkan gradien temperatur (garis diagonal).

3. Ikuti garis gradien hingga kedalaman formasi.

4. Temperatur formasi dapat dibaca pada skala dibagian bawah titik perpotongan

gradien temperatur dengan kedalaman formasi.

Page 22: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 22

Gambar 2-11. Chart untuk menentukan temperatur formasi (Tf) dari kedalaman.

Misalkan diketahui : Gradien temperatur, Kedalaman formasi, Temperatur permukaan

Maka prosedur pengerjaan :

1. Tentukan kedalaman

2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis diagonal (gradien)

3. Tarik garis ke skala temperatur dan baca harga temperatur

CONTOH SOAL

Diketahui : Kedalaman total, TD = 10.000 feet. Temperatur permukaan = 80 oF

Bottom Hole Temperature, BHT = 200 oF

Ditanya : Tentukan temperatur formasi pada kedalaman 7000 feet !

Jawab : Tarik garis vertikal keatas dari BHT = 200 oF berpotongan dengan TD 10.000

ft, sehingga didapat gradien geothermal = 1.2 oF /100 ft. Ikuti garis gradien

geothermal tersebut hingga kedalaman formasi 7000 ft, lalu baca skala bagian

Page 23: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 23

bawah titik perpotongan gradien temperatur dengan kedalaman formasi. Di

peroleh temperatur formasi = 164 oF Atau dapat juga menggunakan persamaan:

Tf = gG.D + To = 1.2 oF /100 ft x (7000 ft) + 80 oF = 164 oF

• Kepala log (Log Header)

Merupakan Sumber data lainnya yang memuat berbagai informasi tentang sumur.

Gambar 2-12. Tipikal Kepala log. Informasi yang ada seperti harga Resistivitas (Rm, Rmf)

sangat berguna dalam interpretasi log dan perhitungannya (Dari George Asquith dan

Charles Gibson).

Page 24: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 24

Data yang dapat diambil dari kepala log :

1. Well Name

2. Field Name

3. Rig Name and Location

• Latitude

• Longitude

• Elevation

4. Datum

5. Log Measured from

6. Drilling Measured from

7. Logging Date

8. Run Number

9. Depth Driller

10. Depth Logger

11. Bottom Logged Interval

12. Top Logged Interval

13. Casing Driller / Depth

14. Casing Logger

15. Bit Size

16. Fluid Type / Fluid Level

17. Density / Viscosity

18. pH / Fluid Loss

19. Source of Sample

20. Rm @ Measured Temperature

21. Rmf @ Measured Temperature

22. Rmc @ Measured Temperature

23. Rm at Borehole Temperature

24. Source Rmf dan Rmc

25. Time since Circulation

26. Max Recordable Temperature

(BHT)

Informasi-informasi yang diperoleh dari kepala log berguna dalam menjawab pertanyaan-

pertanyaan mengapa instrumen logging tidak dapat mencapai kedalaman yang diinginkan

atau mengapa instrumen logging terjepit (stuck) pada kedalaman target.

Page 25: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 25

Gambar 2-13. Contoh log.(Adi Harsono)

Page 26: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 26

Skala logaritmik pada log umumnya dipakai untuk data resistivitas dan menempati 1 atau

2 track. Data log lain direkam secara linear. Track I biasanya digunakan untuk kurva

kontrol seperti SP, GR, calliper, tetapi dapat juga digunakan untuk informasi interprestasi

quick-look. Data-data penting untuk Log Headers seperti ukuran lubang pada tiap

kedalaman dan ke- dalaman total sumur direkam pada log pemboran. Bottom Hole

Temperature didapat dari pembacaan temperatur maksimum yang terbaca pada

termometer dari tiap logging yang di-run.

Ada tiga macam skala yang dipakai pada log :

Kolom

1 2 3

Penerapan

Umum

Linier Linier Linier Log Porositas

Linier Logaritmik Linier Log Sonik – Induksi

Linier Logaritmik Logaritmik DLL-MSFL

SP

Caliper

Bit Size

ILD

ILM

SFLU

∆t

Cable Tension

Log Gamma Ray

SP

Caliper

Bit Size

LLd

LLs

MSFL

DLL – MSFL

Caliper Litologi (PEF) ∆ρ (DRHO) Log Litodensitas-Netron

Bit Size φN (NPHI)

ρB (RHOB)

Tidak ada logging yang dapat mengukur porositas, saturasi, permeabilitas atau jenis

fluida secara langsung. Log-log tidak mengidentifikasikan warna batuan ataupun tekstur

batuan. Akan tetapi, sejumlah rekaman logging merespon sifat-sifat yang dapat

dikorelasikan dengan karakteristik batuan dan fluida. Tabel 2-2 adalah daftar instrumen-

Page 27: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 27

instrumen logging yang dapat dipakai untuk mengkorelasi karakteristik batuan dan fluida

formasi.

Tabel 2-2. Instrumen Log untuk korelasi karakteristik batuan dan fluida

Instrumen Log yang paling baik digunakan

Instrumen Log yang cukup baik digunakan

Komposisi Batuan Gamma Ray Spectral Gamma Ray Bulk Density Photoelectric Capture Inelastic Gamma Ray Caliper

Spontaneous Potential Neutron Hydrogen Index Acoustic Transit Time Dielectric Propagation Dielectric Attenuation Pulsed Neutron Capture Microresistivity

Tekstur Acoustic Transit Time Resistivity Caliper

Spontaneous Potential Neutron Hydrogen Index Acoustic Attenuation Bulk Density Pulsed Neutron Capture Inelastic Gamma Ray Dielectric Propagation Microresistivity

Struktur Internal Microresistivity Resistivity Spontaneous Potential Dielectric Propagation Acoustic Attenuation

Fluida Resistivity Neutron Hydrogen Index Bulk Density Spontaneous Potential Pulsed Neutron Capture Inelastic Gamma Ray Acoustic Attenuation Dielectric Propagation Dielectric Attenuation Temperature

Acoustic Transit Time

Page 28: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 28

Gambar 2-14. Contoh Log Resistivitas DLL-MSFL. (Adi Harsono)

Page 29: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 29

Gambar 2-15. Contoh Log Densitas-Neutron. (Adi Harsono)

Page 30: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 30

V. PERHITUNGAN GRADIEN TEMPERATUR DAN TEMPERATUR FORMASI

Gradien Temperatur

Anggap

BHT = 2500F; Total kedalaman = 15000 ft; Temperatur permukaan = 700F

ingat gG = (BHT – To)/TD = (250-70)/15000 = 0.0120F/ft.

Temperatur Formasi

Anggap

gG = gradien temperatur = 0.0120F/ft,= 1.2oF/100ft.

D = kedalaman formasi = 8000 ft

To = temperatur permukaan = 700 F

ingat Tf = gG.D + To = (0.012 x 8000) + 70 = 1660 pada 8000 ft

Setelah temperatur formasi dihitung, resistivitas dari perbedaan fluida (Rm, Rmf, atau Rw)

dapat dikoreksi ke temperatur formasi.

RTF = Rtemp x (Temp + 6.77)/(Tf +6.77)

dimana :

RTF = Resistivitas dari temperatur formasi

Rtemp = Resistivitas dari suatu temperatur selain temperatur formasi

Temp = Temperatur pada resistivitas yang diukur

Tf = Temperatur formasi

Misalnya T formasi = 1660F dan Rw = 0.4 @ 700, maka Rw @ 1660 adalah :

Rw166 = 0.4 x (70 + 6.77)/(166 + 6.77) = 0.18

Rm, Rmf, Rmc, dan temperatur pada pengukuran dibaca pada kepala log (gambar 2-13).

Rw didapat dari analisa contoh air DST, air sumur produksi, atau pada katalog resistivitas

air. Juga dapat ditentukan dari log SP, atau dapat dihitung dalam zona air (Sw=100%)

dengan metoda resistivitas air semu.

Tabel 2-3. Daftar persamaan dasar yang dipakai dalam evaluasi log.

Porositas

φ =−−

t tt t

ma

f ma

Sonic Log

Page 31: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 31

φρ ρρ ρ

=−−

ma b

ma f

Density log

φφ φ

=+D N

2 2

2

Neutron - Density Log

Faktor Formasi

F = a / φm Umum

F = 1 / φ2 Karbonat

F = 0.81 / φ2 Batupasir terkonsolidasi

F = 0.62 / φ2.15 Pasir tak terkonsolidasi

Resistivitas Air Formasi

SSP = -K x log(Rmf/Rw)

Rwe → Rw

RRFw = 0

Saturasi Air

Swn=F x (Rw/Rt) pada Uninvaded Zone

Sxon= F x (Rmf/Rxo) pada Flushed Zone

SR RR Rw

xo t

mf w=⎛

⎝⎜⎜

⎠⎟⎟

metoda perbandingan saturasi air

n : eksponen saturasi, antara 1.8 – 2.5, umumnya menggunakan harga 2

Volume Air Bulk

BVW = φ x Sw

Permeabilitas

Ke=[250x(φ3/Sw irr)]2 minyak, Ke = dalam millidarcies

Ke=[79x(φ3/Sw irr)]2 gas, Sw irr = Saturasi air irreducible

Page 32: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 32

VI. PERHITUNGAN SATURASI AIR Untuk menghitung saturasi air, akan dibahas pada BAB V.

VII. PENENTUAN HYDROCARBON-IN-PLACE

Untuk menentukan volume minyak atau gas in-place tanpa memperhatikan ekspansi,

penyusutan, tekanan, temperatur, ataupun recovery factor, biasanya tidak dihitung jumlah

hidrokarbon yang memiliki batasan harga porositas ataupun saturasi air yang mungkin

berproduksi. Jumlah hidrokarbon tidak akan berubah dan tidak berpengaruh terhadap

produksi.

Penentuan hidrokarbon secara volumetrik dari sebuah sumur memerlukan data ketebalan

(h), porositas (φ), Saturasi air (Sw), dan estimasi daerah pengurasan (drainage area). Juga

dianggap karakteristik reservoir konstan, maka volume hidrokarbon adalah :

V = A.c. Σ(hi.(1-Swi).φi)

= A.c. h1(1-Sw1)Ø1 + h2(1-Sw2)Ø2 + h3(1-Sw3)Ø3 + - - - - -

dimana : A = Daerah pengurasan (acre)

c = konstanta (43560 jika V dihitung dalam ft3 dan 7758 jika dalam barrel)

h = ketebalan lapisan (ft)

i = 1,2,3 … dst layer reservoir yang mempunyai karakteristik berbeda.

Untuk menghitung porositas atau saturasi air rata-rata digunakan persamaan

( )( )∑

∑=i

iiavg h

hφφ dan

( )( )∑

∑=i

iiavg h

hSwSw

Contoh

Suatu reservoir mempunyai tiga zone atau zone dengan perbedaan Sw dan Ø Zone Sw% Ø h(ft) A (area) = 40 acre 1 25 22 4 B = 7758 ( Dlm barrel) 2 33 27 6 Hitung volume reservoir volumetric dan 3 20 29 10 harga rata-rata Sw & Ø.

V = 40 x 7758 4 x (1-0.25) x 0.22 + 6 x (1-0.33) x 0.27 + 10 x ( 1-0.20) x 0.29

= 1,261,450 bbls.

Øavg = (22x4 +27x6 + 29x10) : (4 + 6 + 10) = 27 %

Swavg = (25x4 +33x6 + 20x10) : (4 + 6 + 10) = 25 %

Page 33: Bab II Prinsip Dasar Well Log 2

Prinsip Dasar Well Logging

Analisis Well Log 2 - 33

Di Lapangan Pada kenyataan sebenarnya sebuah reservoir jarang yang memiliki ketebalan,

karakteristik dan saturasi air yang konstan. Untuk menentukan volume reservoir pertama-

tama diperlukan ketebalan lapisan yang menyandung minyak kemudian dibuat kontur

ketebalan dan peta isovolume, kemudian dihitung volumenya dengan persamaan

trapezoidal

VB = h . Σ(Ai)

VB = h. ( ½A0 + A1 + A2 + A3 +……+ An-1 + ½An)

dimana : VB = Volume Bulk (Reservoir)

A = Daerah pengurasan per kontur

h = Interval kontur (ketebalan lapisan dalam ft)

Contoh : Bila interval kontur 0.1 ft, daerah pengurasan masing-masing adalah : 1776,

1021, 434, 302, 158, 83, 45, dan 10 acre. Maka

V = 01( ½ x 1776 + 1021 + 434 + 302 + 158 + 83 + 45 + 10 x ½) x 7758 bbls/a-ft.

= 2,278,000 bbls.