aplikasi data well-log metode kuantitaif untuk perhitungan parameter petrofisika_adi danu...

66
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri MIGAS di Indonesia masih memegang peranan penting dalam ekonomi negara. Dalam beberapa tahun belakangan industri MIGAS di Indonesia mengalami penurunan karena berkurangnya jumlah cadangan MIGAS yang ada. Oleh sebab itu, eksplorasi secara berkelanjutan dan terus menerus diperlukan untuk menambah kembali cadangan yang ada. Kegiatan eksplorasi minyak bumi merupakan tahapan penting dalam industri MIGAS dimana cadangan yang baru ditemukan. Dalam usaha mencari lapangan minyak yang baru perusahaan minyak umumnya menggunakan metode well logging. Metode ini merekam respon dari alat log yang dimasukan ke dalam sumur karena perbedaan sifat fisik dan fluida batuan. Respon tersebut direkam secara terus menerus dalam sebuah kurva. Kurva ini mengandung informasi mengenai keadaan formasi batuan di bawah suatu sumur baik itu jenis litologi maupun fluida. Hasil well logging yang berupa kurva tersebut memerlukan teknik interpretasi untuk menginterpretasi kondisi bawah permukaan, menentukan lapisan yang mengandung hidrokarbon, dan zona penyebaran hidrokarbon. Terdapat 2 (dua) macam teknik interpretasi data well log yaitu metode interpretasi kualitatif dan metode interpretasi kuantitatif. Analisis petrofisika terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah interpretasi kualitatif untuk menentukan zona prospek dan yang kedua adalah interpretasi kuantitatif. Interpretasi kuantitatif bertujuan untuk menentukan nilai-nilai parameter petrofisika batuan seperti volume serpih, porositas, permeabilitas, saturasi air, dan saturasi hidrokarbon. Nilai-nilai tadi berguna dalam pengambilan keputusan selanjutnya yang menentukan nasib suatu sumur. Nilai-nilai parameter ini dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan net-pay suatu zona yang merupakan aset bagi perusahaan. Setelah diketemukan jumlah cadangan hidrokarbon dalam suatu lapisan dan dianggap ekonomis,

Upload: adi-danu-saputra

Post on 13-Apr-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Petrofisik, Well Log,

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri MIGAS di Indonesia masih memegang peranan penting dalam

ekonomi negara. Dalam beberapa tahun belakangan industri MIGAS di Indonesia

mengalami penurunan karena berkurangnya jumlah cadangan MIGAS yang ada.

Oleh sebab itu, eksplorasi secara berkelanjutan dan terus menerus diperlukan untuk

menambah kembali cadangan yang ada.

Kegiatan eksplorasi minyak bumi merupakan tahapan penting dalam industri

MIGAS dimana cadangan yang baru ditemukan. Dalam usaha mencari lapangan

minyak yang baru perusahaan minyak umumnya menggunakan metode well

logging. Metode ini merekam respon dari alat log yang dimasukan ke dalam sumur

karena perbedaan sifat fisik dan fluida batuan. Respon tersebut direkam secara terus

menerus dalam sebuah kurva. Kurva ini mengandung informasi mengenai keadaan

formasi batuan di bawah suatu sumur baik itu jenis litologi maupun fluida. Hasil

well logging yang berupa kurva tersebut memerlukan teknik interpretasi untuk

menginterpretasi kondisi bawah permukaan, menentukan lapisan yang

mengandung hidrokarbon, dan zona penyebaran hidrokarbon.

Terdapat 2 (dua) macam teknik interpretasi data well log yaitu metode

interpretasi kualitatif dan metode interpretasi kuantitatif. Analisis petrofisika terdiri

dari dua tahap, yang pertama adalah interpretasi kualitatif untuk menentukan zona

prospek dan yang kedua adalah interpretasi kuantitatif. Interpretasi kuantitatif

bertujuan untuk menentukan nilai-nilai parameter petrofisika batuan seperti volume

serpih, porositas, permeabilitas, saturasi air, dan saturasi hidrokarbon. Nilai-nilai

tadi berguna dalam pengambilan keputusan selanjutnya yang menentukan nasib

suatu sumur. Nilai-nilai parameter ini dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan

net-pay suatu zona yang merupakan aset bagi perusahaan. Setelah diketemukan

jumlah cadangan hidrokarbon dalam suatu lapisan dan dianggap ekonomis,

Page 2: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

2

kegiatan dilanjutkan dengan eksploitasi. Kegiatan ini diharapkan dapat

mengembangkan zona hidrokarbon lebih luas.

Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah satu cekungan sedimen yang

sampai saat ini masih menyumbang cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia.

Cekungan ini terletak di sebelah timur dari Pegunungan Barisan dan memanjang

sampai ke paparan Sunda di tenggara. Reservoir utama pada cekungan ini yaitu

batupasir Formasi Talang Akar, batuan karbonat Formasi Baturaja, dan batupasir

Air Benakat. Meskipun sudah banyak minyak yang dihasilkan, cekungan ini masih

menarik untuk dieksplorasi.

Dalam penulisan seminar ini metode yang digunakan adalah metode kuantitatif.

Metode kuantitatif memberikan nilai yang menggambarkan prospektifitas suatu

batuan reservoir di cekungan tersebut disamping kondisi cekungan yang terbukti

menjadi cekungan yang produktif. Metode ini cocok digunakan pada cekungan

Sumatra Selatan yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari penulisan seminar ini adalah untuk melakukan analisis data well

log secara kuantitatif guna menghitung nilai-nilai parameter petrofisika batuan.

Tahapan ini dimulai dengan menganalisis data log sumur untuk

menginterpretasi jenis-jenis litologi yang terdapat di bawah permukaan, jenis

fluida, dan zona hidrokarbon. Dilanjutkan dengan menghitung parameter

petrofisika batuan.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan seminar ini adalah menghitung nilai parameter

petrofisika seperti volume serpih, porositas, saturasi air, resistivitas air formasi,

dan saturasi hidrokarbon.

Page 3: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

3

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah perlu dilakukan agar dalam pengerjaan dan pembahasan

tidak terjadi penyimpangan yang mengarah ke hal yang terlalu luas. Pembatasan

dilakukan agar dalam pengerjaan data log dapat diketahui nilai-nilai parameter

petrofisika batuan guna menemukan zona-zona hidrokarbon yang prospektif secara

kuantitatif.

Aspek-aspek yang akan ditentukan meliputi:

1. Penentuan volume serpih

2. Penentuan nilai resistivitas air formasi

3. Penentuan nilai porositas

4. Penentuan nilai saturasi air

5. Penentuan nilai saturasi hidrokarbon.

Page 4: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

4

BAB II

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA SELATAN

2.1 Kondisi Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc

Basin) yang terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-Australia dengan

lempeng Mikro Sunda. Pulonggono (1984) membagi cekungan ini menjadi 4

(empat) sub cekungan yaitu:

Sub Cekungan Jambi

Sub Cekungan Palembang Utara

Sub Cekungan Palembang Selatan

Sub Cekungan Palembang Tengah

Cekungan ini terdiri dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity) di

atas permukaan batuan metamorf dan batuan beku Pra-Tersier.

Gambar 2.1 Letak Geografis Cekungan Sumatera Selatan (PERTAMINA BPPKA, 1997)

Page 5: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

5

2.2 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Stratigrafi daerah cekungan Sumatera Selatan secara umum dapat dikenal satu

megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgesi dan diikuti regresi.

Formasi yang terbentuk selama fase transgesi dikelompokkan menjadi Kelompok

Telisa (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok

Palembang diendapkan selama fase regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara

Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi Lemat dan older Lemat diendapkan

sebelum fase transgesi utama. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan menurut De

Coster (1974) adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Pra Tersier

Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan

Sumatera Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf

Paleozoikum Mesozoikum, dan batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil

dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur

Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum

dan batuan sedimen mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan

beku selama episode orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).

2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat

Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah

batuan yang berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri

dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan

tersebut kemungkinan merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal

dari daratan, aktivitas vulkanik, dan proses erosi disertai aktivitas tektonik pada

Kapur Akhir sampai Tersier Awal di Cekungan Sumatera Selatan.

3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda

Formasi Lemat tersusun atas klastika berukuran butir kasar berupa batupasir,

batulempung, fragmen batuan, breksi, granite wash, terdapat lapisan tipis

Page 6: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

6

batubara, dan tuf. Semuanya diendapkan pada lingkungan daratan (continent).

Anggota Benakat dari Formasi Lemat terbentuk pada bagian tengah cekungan

dan tersusun atas serpih berwarna coklat abu-abu yang berlapis dengan serpih

tuffaan (tuffaceous shales), batulanau, batupasir, terdapat lapisan tipis batubara

dan batugamping (stringer), mineral glauconit yang diendapkan pada

lingkungan fresh-brackish.

Formasi Lemat secara normal dibatasi oleh bidang ketidakselarasan

(unconformity) pada bagian atas dan bawah formasi. Kontak antara Formasi

Lemat dengan Formasi Talang Akar yang dintepretasikan sebagai

paraconformable. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen, dan Anggota

Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan dari spora dan pollen,

juga dengan dating K-Ar. Ketebalan formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki

(±760 m) pada Cekungan Sumatera Selatan dan lebih dari 3500 kaki (± 1070

m) pada zona depresi sesar di bagian tengah cekungan (didapat dari data

seismik).

4. Formasi Talang Akar

Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatera Selatan, formasi ini

terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota Basal

Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal

dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung

karbonan, batubara dan di beberapa tempat terdapat konglomerat. Kontak

antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada bagian

tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable,

sedangkan kontak antara Formasi Talang Akar dengan Telisa dan Anggota

Basal Batugamping Telisa adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan

Telisa sulit di pick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua

formasi ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi

1500-2000 kaki (± 460-610 m).

Page 7: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

7

Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah

dan kemungkinan meliputi N3 (P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona

foraminifera plangtonik yang ada pada sumur pengeboran pada formasi ini

berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf.

5. Formasi Baturaja

Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian

paparan laut bagian tengah (intermediate shelf) dari Cekungan Sumatera

Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian. Kontak pada bagian bawah

dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari

Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau

platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini bervariasi, namun

rata-ratta 200-250 kaki (sekitar 60-75 m). Singkapan dari Formasi Baturaja di

Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 kaki (sekitar 520 m). Formasi ini

sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen. Fauna

yang ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.

6. Formasi Telisa (Gumai)

Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi

ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine

transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri dari

napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak mengandung foram

plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian bawah.

Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian

berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi

tergantung pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi

Gumai ini berkisar dari 6000 – 9000 kaki (1800-2700 m).

Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan

menggunakan foraminifera plangtonik. Pemeriksaan mikropaleontologi

Page 8: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

8

terhadap contoh batuan dari beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil

foraminifera planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke dalam zona

Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona

Orbulina Satiralis Globorotalia peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen

Awal-Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka, Neritik.

7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)

Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi.

Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung,

batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur karbonatan. Pada bagian

bawah dari Formasi Lower Palembang kontak dengan Formasi Telisa.

Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300 – 5000 feet (sekitar 1000 –

1500 m). Fauna-fauna yang dijumpai pada Formasi Lower Palembang ini antara

lain Orbulina Universa d’Orbigny, Orbulina Suturalis Bronimann,

Globigerinoides Subquadratus Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg,

Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia Venezuelana Hedberg,

Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia mayeri Cushman &

Ellisor, yang menunjukkan umur Miosen Tengah N12-N12. Formasi ini

diendapkan di lingkungan laut dangkal.

8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)

Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung,

dan lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Middle Palembang di bagian

selatan cekungan berupa lapisan batubara yang biasanya digunakan sebagai

marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan batubara menurun dari selatan ke

utara pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar antara 1500 – 2500 kaki

(sekitar 450-750 m). De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen

Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini

Page 9: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

9

diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian dasar),

delta plain dan lingkungan non marine.

9. Formasi Upper Palembang (Kasai)

Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatera

Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen dan

dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan Tigapuluh. Komposisi dari

formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis

batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-

Pleistosen. Lingkungan pengendapannya darat.

Gambar 2.2 Stratigrafi Regional Daerah Cekungan Sumatera Selatan

(De Coster, 1974)

Page 10: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

10

2.3 Petroleum System Cekungan Sumatra Selatan

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif. Hal ini

disebabkan terdapat beberapa formasi yang dapat bertindak sebagai batuan induk yang

baik, batuan reservoir yang memadai dan batuan penutup. Jalur migrasinya

diperkirakan oleh adanya sesar-sesar yang terjadi pada cekungan ini.

1. Batuan Induk

Batuan Induk yang potensial berasal dari batulempung hitam Formasi Lahat,

lignit (batubara), batulempung Formasi Talang Akar dan Batulempung Formasi

Gumai. Formasi Lahat mengalami perubahan fasies yag cepat kearah lateral

sehingga dapat bertindak sebagai batuan induk yang baik dengan kandungan

material organiknya 1.2 - 5%.

Formasi Lahat diendapkan dibagian graben dan dibagian tengah Sub

cekungan Palembang. Landaian suhu berkisar 4.8 – 5.5o C/100 m, sehingga ke

dalaman pembentukan minyak yang komersil terdapat pada ke dalaman 2000 –

3000 m.

Formasi yang paling banyak menghasilkan minyak yang diketahui hingga saat

ini adalah Formasi Talang Akar, dengan kandungan material organik yang berkisar

0.5 – 1.5%. Diperkirakan dibagian tengah cekungan Formasi Talang Akar telah

mencapai tingkatan lewat matang. Minyak di Cekungan Sumatera Selatan berasal

dari batuan induk yang mengandung kerogen wax.

Formasi Gumai mempunyai kandungan material organik yang berkisar 1 –

1.38% di Subcekungan Jambi, sedangkan di Subcekungan Palembang tidak ada

data yang menunjukkan bahwa formasi ini dapat bertindak sebagai batuan induk.

Kandungan material organik pada Formasi Air Benakat berkisar antara 0.5 – 50%,

karena pada Formasi ini banyak mengandung lapisan lignit. Tetapi kadungan rata-

ratanya adalah 1.1%. Temperatur jendela minyak (oil window) adalah 115 oC pada

ke dalaman 1700 m, sedangkan jendela gas (gas window) adalah 320 oC pada ke

dalaman 2500m.

Page 11: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

11

2. Batuan Reservoir

Lapisan batupasir yang terdapat dalam Formasi Lahat, Talang Akar, Gumai,

Air Benakat, dan Muara Enim dapat menjadi batuan reservoir, selain itu

batugamping Formasi Baturaja juga dapat berlaku sebagai batuan reservoir. Pada

Subcekungan Jambi, produksi terbesar terdapat pada batuan reservoir Formasi Air

Benakat. Batupasir pada bagian dasar mempunyai porositas 27%, batupasir delta

porositasnya 20% dan batupasir laut dangkal mempunyai porositas 10%. Batupasir

konglomeratan dari Formasi Talang Akar merupakan reservoir kedua yang

berproduksi minyak dengan porositas 30% dan permeabilitas 12 – 180 mD.

Batugamping Formasi Baturaja berproduksi minyak hanya dibagian Tenggara

Subcekungan Jambi dengan porositas 19%.

Pada Subcekungan Palembang produksi minyak terbesar terdapat pada batuan

reservoir Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Porositas lapisan batupasir

berkisar 15 – 28%. Reservoir dari Formasi Air Benakat dan Muara Enim

merupakan penghasil minyak kedua setelah kedua formasi tersebut diatas.

Batugamping Formasi Baturaja menghasilkan kondensat dan gas ditepi sebelah

Barat dan Timur dari Subcekungan Palembang.

3. Batuan Tudung

Batuan tudung pada umumnya merupakan lapisan batulempung yang tebal

dari Formasi Gumai, Air Benakat dan Muara Enim. Disamping itu terjadinya

perubahan fasies kearah lateral dai Formasi Talang Akar dan Baturaja.

4. Perangkap dan Migrasi

Pada umumnya perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan

merupakan perangkap struktur antiklinal dari suatu antiklinorium yang terbentuk

pada Pleo-Pleistosen. Selain itu terdapat drape batuan sedimen terhadap batuan

dasar disuatu tinggian. Struktur sesar, baik normal maupun geser, dapat bertindak

sebagai perangkap untuk minyak. Perangkap stratigrafi terjadi pada batugamping

Page 12: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

12

terumbu, bentuk membaji, bentuk kipas, dan lensa dari batupasir karena perubahan

fasies. Migrasi umumnya terjadi kearah up – dip serta melalui sesar-sesar yang

ada.

Gambar 2.3 Hydrocarbon Play Cekungan Sumatera Selatan (PERTAMINA BPPKA, 1997)

2.4 Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Cekungan Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE dibagian

Selatan Pulau Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670 Km2 dan terdiri atas dua

subcekungan, yaitu Subcekungan Jambi dan Subcekungan Palembang.

Subcekungan Jambi berarah NE-SW sedangkan Subcekungan Palembang berarah

NNW-SSE, dan diantara keduanya dipisahkan oleh sesar normal NE-SW.

Cekungan Sumatera Selatan ini berbentuk tidak simetris di bagian Barat dibatasi

oleh Pegunungan Barisan, disebelah Utara dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh

dan Pegunungan Duabelas sedangkan dibagian Timur dibatasi oleh pulau-pulau

Bangka-Bliton dan disebelah Selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung

Page 13: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

13

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang luas. Perbedaan relief

pada batuan dasar disebabkan oleh pematahan batuan dasar dalam bongkah-

bongkah sehingga menghasilkan bentukan peninggian dan depresi batuan dasar.

Relief yang tidak rata serta reaktivasi dari sesar bongkah tersebut mengontrol

sedimentasi dan perlipatan lapisan Tersier yang ada pada cekungan ini.

Gambar 2.4 Kerangka Tektonik Paleogene Cekungan Sumatera Selatan (Pulonggono, 1984)

2.4.1 Eosen-Oligosen Awal

Cekungan Besar Belakang Sumatera terbentuk pada fase pertama tektonik

regangan pada masa awal Tersier. Sedimentasi awal merupakan sedimentasi

lingkungan darat yang diakibatkan pengangkatan blok batuan dasar. Batuan dasar

yang tersingkap sekarang di Cekungan Sumatera Selatan yakni Palembang Utara,

Jambi, Palembang Selatan dan Tengah.

Page 14: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

14

Gambar 2.5 Struktur Batuan Dasar di Cekungan Sumatera Selatan

(PERTAMINA BPPKA, 1997)

2.4.2 Oligosen Awal-Miosen Awal

Tektonik ekstrusi yang dikemukakan oleh Tapponier dkk (1986)

menyebabkan sutura-sutura tektonik di Asia berbelok dan mengalamai

perputaran blok.

Gambar 2.6 Skema Tektonik Ekstrusi (Tapponier, 1986)

Page 15: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

15

Fase transgesi terjadi di Akhir Oligosen atau Awal Miosen Formasi ini

tersesarkan dan terlipat berulang kali membentuk jebakan struktur untuk

hidrokarbon.

Gambar 2.7 Jebakan Hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan

(PERTAMINA BPPKA, 1997)

Impilikasi model tektonik ini adalah adanya tektonik transtensional yang

mengawali terbentuknya cekungan pull apart yang kemudian mengawali

diendapkannya Formasi Talang Akar secara selaras di atas sedimen syn-rift tetapi

tidak selaras di batas cekungan.

Beberapa seri cekungan pull apart berarah utara-selatan terbentuk dari

mekanisme transtensional yang dipresentasikan oleh cekungan-cekungan di

Sumatera.

Page 16: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

16

Gambar 2.8 Mekanisme Pembentukan Cekungan berarah Pull Apart Utara-Selatan

(PERTAMINA BPPKA, 1997)

2.4.3 Miosen Tengah-Resen

Pengangkatan Bukit Barisan menyebabkan regresi muka air laut yang

dilanjutkan dengan pengendapan sedimen darat pada Miosen Tengah.

Cekungannya menjadi objek deformasi baru berarah timurlaut-baratdaya yang

mengaktifkan kembali struktur perlipatan berarah baratlaut-tenggara dan sesar

mendatar berarah utara-selatan juga membentuk strukur-struktur bunga.

Gambar 2.9 Model Deformasi Sesar Mendatar di Sumatra (PERTAMINA BPPKA, 1997)

Page 17: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

17

BAB III

TEORI DASAR

3.1 Well Logging

Menurut Rider (2002) well logging adalah perekaman secara terus menerus dari

parameter geofisika sepanjang suatu sumur. Angka dari pengukuran tadi

digambarkan dalam bentuk kurva terhadap ke dalaman di sumur. Misalnya, log

resistivitas adalah plot resistivitas formasi dari bawah sampai atas sumur secara

terus menerus terhadap ke dalam sumur. Berdasarkan waktu pelaksanaanya,

Schlumberger (1991) membagi well logging menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Drilling operation log meliputi mud logs, MWD (measurement while drilling),

dan LWD (logging while drilling).

b. After drilling/wireline logs meliputi electrical log, acoustic log, radioactive log,

electromagnetic logs, dll.

3.2 Tujuan Well Logging

Well logging adalah pengukuran respon alat terhadap ke dalaman akibat dari

sifat fisik batuan dan fluida yang diukur. Oleh karena itu, well logging digunakan

untuk macam-macam tujuan terutama yaitu:

a. Keberadaan reservoir

b. Litologi penyusun suatu sumur dan litologi reservoir

c. Ketebalan reservoir

d. Sifat fisik reservoir (porositas, Permeabilitas, saturasi air, dan saturasi

hidrokarbon)

e. Distribusi lateral dan vertikal reservoir

f. Jenis fluida yang ada di dalam reservoir

g. Saturasi fluida yang mengisinya

Page 18: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

18

3.3 Ruang Lingkup Well Logging

Tidak banyak yang dapat dipelajari tentang potensi suatu sumur yang sedang di

bor. Dalam kenyataanya lumpur bor mendesak hidrokarbon masuk ke dalam

formasi menjauhi lubang bor dan mencegah hidrokarbon keluar permukaan.

Pemeriksaan sampel cutting yang kembali ke permukaan dapat memberikan

petunjuk tentang litologi secara umum dari formasi yang ditembus oleh alat bor

dan mungkin juga mampu menyingkap tanda-tanda hidrokarbon, tetapi cara ini

tidak mampu memperkirakan banyaknya minyak atau gas di lapisan formasi.

Logging memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara

kuantitas banyaknya hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi

sesungguhnya. Kurva log memberikan informasi yang cukup tentang sifat-sifat

batuan dan cairan. Dari sudut pandang pengambil keputusan, logging adalah

bagian penting dari proses pengeboran dan penyelesaian sumur. Bagi suatu

perusahaan mutlak untuk mendapatkan data yang berkualitas dalam waktu yang

singkat mengingat biaya yang dikeluarkan. Biaya logging diperkirakan hanya

sekitar 5% dari total biaya eksplorasi sebuah sumur, sehingga kurang bijaksana

bila tahap yang penting ini tidak dilaksanakan dengan baik.

3.4 Proses Logging

Menurut Harsono (1997) pada saat pengeboran sumur-sumur penting sekali

untuk mengumpulkan informasi yang sebanyak mungkin secara terus menerus,

agar diperoleh suatu pengamatan susunan geologi yang lebih baik. Hal ini

bertujuan untuk korelasi dengan sumur –sumur lainya saat pengembangan suatu

lapangan minyak.

Operasi logging dibagian sumur terbuka biasanya dimulai dari ke dalaman

maksimum (TD) sampai dengan sepatu selubung (casing shoe). Dianjurkan

melakukan logging pada interval yang tidak terlalu panjang untuk menghindari

keterbukaan lapisan formasi yang terlalu lama terhadap sistem lumpur.

Page 19: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

19

Pada saat operasi logging, secara teknis sumur seluruhnya diserahkan kepada

perusahaan logging maka, operasi logging hendaknya dilakukan sesingkat

mungkin walaupun kondisi di lapangan seringkali tidak menguntungkan.

Khusus pada operasi logging tahap akhir di ke dalaman total, banyak keputusan

penting akan dibuat atas hasil log yang sering kali menjadi penentu nasib suatu

sumur. Maka, setelah serangkaian proses perekaman data ini, sejumlah interpretasi

harus dilakukan di lapangan.

Di daratan, kabin atau truk logging diatur segaris dengan kepala sumur, kabel

logging dimasukan melalui dua buah roda-katrol. Roda katrol atas diikat pada

sebuah alat pengukur tegangan kabel. Di dalam kabin logging terdapat alat

petunjuk beban yang menunjukkan tegangan kabel atau berat total alat. Roda-

katrol bawah diikat pada struktur menara bor dekat dengan mulut sumur. Setelah

alat-alat logging disambungkan menjadi satu diadakan serangkaian pemeriksaan

ulang dan kaliberasi awal alat logging, kemudian rangkaian alat logging

diturunkan ke dasar sumur. Di dasar sumur pemeriksaan dan kaliberasi alat sekali

lagi dilakukan supaya yakin bahwa alat berfungsi dengan baik dan tidak

terpengaruh oleh suhu tinggi atau lumpur. Alat logging kemudian ditarik dengan

kecepatan tetap, maka dimulailah proses perekaman data. Untuk mengumpulkan

semua data yang diperlukan, seringkali diadakan perekaman dengan kombinasi

alat logging yang berbeda.

Untuk operasi di lepas pantai, kabin logging ditinggalkan di kapal atau

anjungan lepas pantai. Biasanya kabin unit dipasang pada suatu poros dan rel untuk

memungkinkannya bergerak kekiri dan kekanan sehingga arah kabin selalu lurus

terhadap kepala sumur. Hal ini juga memudahkan penggulungan kabel logging

apabila letak kabin terlalu dekat dengan kepala sumur (Harsono, 1997).

Kecepatan pengukuran diatur konstan antara 1800 s/d 1900 kaki/jam,

tergantung pada jenis alat logging yang dipakai. Alat logging terdiri dari

kombinasi beberapa alat, misalnya:

1. DIL-SLS-GR Dual Induction-Sonic-Gamma Ray

Page 20: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

20

2. LDL-CNL-NGL Litho Density-Neutron-Natural Gamma Ray

3. DLL-MSFL-GR Dual Laterolog-Micro SFl-Gamma Ray

Untuk lebih menghemat waktu, dapat dilakukan kombinasi alat yang lebih

banyak lagi. Kombinasi alat yang umum adalah Triple-combo. Kombinasi ini terdiri

alat logging gamma ray, porositas densitas-neutron, dan resistivitas.

3.5 Keuntungan dan Batasan Well Logging

Keuntungan dari metode well logging antara lain sebagai berikut:

a. Pengukuran well logging sangat rinci dan menerus

b. Penggunaannya tergolong mudah dan cepat

c. Waktu yang dibutuhkan cukup singkat

d. Resolusinya lebih baik daripada data seismik

e. Tergolong murah sekitar 5% dari total biaya eksplorasi (Harsono, 1997).

Sedangkan metode well logging mempunyai batasan sebagai berikut:

a. Pengukuranya tergolong tidak langsung

b. Keterbatasan kemampuan alat

c. Dipengaruhi kondisi sumur seperti kondisi lubang bor yang buruk dan lumpur

pengeboran yang digunakan

3.6 Hubungan Dasar Petrofisik dengan Batuan Reservoir

3.6.1 Batuan Reservoir

Batuan reservoir merupakan batuan yang menyimpan sejumlah hidrokarbon

di dalamnya. Batuan reservoir memiliki karateristik berpori-pori dan permeabel

sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan fluida di pori-pori batuan tersebut.

Pada umumnya batuan reservoir merupakan batuan sedimen baik klastik

maupun karbonat. Batuan paling umum yang didapati sebagai reservoir adalah

batuan sedimen berupa batupasir dan batuan karbonat. Batuan sedimen tersebut

memiliki pori-pori disebabkan proses pengendapan, proses diagenesis, atau

alterasi. Khusus pada batuan karbonat pori-pori dapat terbentuk karena morfologi

Page 21: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

21

organisme terumbu itu sendiri. Selain batuan sedimen, batuan kristalin juga dapat

berpotensi menjadi reservoir jika terdapat rekahan yang cukup di batuan tersebut.

Batuan kristalin yang menjadi reservoir ini disbeut dengan fractured reservoir

(reservoir rekahan).

Menurut Asquith dan Kyrgowski (2006) sifat fisik batuan yang

mempengaruhi respon kurva log yaitu porositas, litologi atau mineralogi,

permeabilitas, resistivitas, dan kejenuhan. Resistivitas atau Resistivitas

berkorelasi dengan fluida yang terkandung dalam suatu formasi batuan.

1. Porositas

Menurut Asquith dan Krygowski (2006) porositas didefinisikan sebagai rasio

pori-pori terhadap volume total batuan. Dihitung dengan angka fraksi atau

persentase dan biasanya ditulis dengan huruf Yunani phi (Φ).

Porositas (Φ) =volume pori-pori

volume total batuan ……………………………. (3.1)

Porositas total adalah perbandingan antara ruang kosong (pori-pori dan

rekahan) total yang tidak diisi oleh benda padat penyusun batuan sedangkan

porositas efektif adalah porositas batuan yang saling terhubung dan dapat

mengalirkan fluida. Porositas total meliputi:

a. Porositas primer yang terdapat antar butir-butir kristal atau material padat

batuan (intergrain). Porositas ini umumnya terdapat pada batuan sedimen

klastik. Porositas ini terbentuk karena adanya proses pengendapan. Oleh

karena itu, sortasi, ukuran butir, bentuk butir, dan tekstur batuan sangat

berpengaruh terhadap porositas yang dihasilkan. Seringkali porositas ini

terkait erat dengan lingkungan pengendapan dan fasies pengendapan

batuan.

b. Porositas sekunder adalah porositas yang diperoleh karena proses disolusi

membentuk porositas gerowong (vuggy) dan porositas rekahan yang

diperoleh secara mekanik akan membentuk porositas sekunder. Porositas

ini umum dijumpai pada batuan sedimen karbonat

Page 22: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

22

Sehingga porositas total batuan merupakan penjumlahan dari kedua porositas

tadi. Porositas total menjadi

Φt= Φp + Φs ……………………………. (3.2)

Sesuai dengan perkembangan teknologi logging, industri MIGAS mulai

memakai alat Nuclear Magnetic Resonance. Alat ini digunakan untuk

mengukur produktibilitas, saturasi air sisa, dan saturasi minyak sisa. Dari alat

ini muncul istilah porositas baru, misalnya porositas NMR dan porositas fluida

bebas.

2. Permeabilitas

Permeabilitas merupakan suatu kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida.

Permeabilitas terkait dengan porositas tetapi tidak selalu. Permeabilitas

dikontrol oleh ukuran dari saluran (pore throat atau pori-pori kapiler) diantara

pori-pori batuan yang saling terhubung. Permeabilitas diukur dalam satuan

darcy atau milidarcy dan disimbolkan dengan huruf K.

Kemampuan suatu fluida untuk mengalirkan fluida tunggal ketika jenuh

dengan fluida disebut dengan permeabilitas absolut. Permeabilitas efektif

merupakan kemampuan batuan mengalirkan fluida ketika terdapat 2 (dua)

jenis fluida yang berbeda yang bersifat tidak saling mencampuri (immiscible).

Air formasi (air connate) yang ditahan oleh tekanan kapiler di dalam pori-pori

batuan menghalangi hidrokarbon untuk bergerak. Dengan kata lain, air

formasi mengisi baik ruang pori-pori dan juga saluran diantara pori-pori yang

terhubung. Hal ini mengakibatkan suatu fluida terhalang dan berkurangnya

kemampuan fluida dalam batuan untuk mengalir. Permeabilitas relatif

merupakan perbandingan permeabilitas fluida dalam keadaan saturasi

sebagian (partial saturation) dengan permeabilitas absolut. Ketika

permeabilitas relatif dari air formasi bernilai 0, maka formasi batuan

menghasilkan hidrokarbon bebas air. Ketika permeabilitas relatif air formasi

meningkat, maka formasi batuan menghasilkan air yang makin banyak

dibandingkan dengan hidrokarbon.

Page 23: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

23

3. Kejenuhan

Kejenuhan atau saturasi merupakan rasio dari volume yang terisi oleh fluida

tersebut dengan volume porositas batuan. Saturasi air merupakan jumlah

volume air yang terdapat dalam batuan dibandingkan dengan volume

porositas batuan. Saturasi air merupakan bilangan fraksional decimal dan

memiliki symbol Sw. Melalui eksperimen di laboratorium, Archie

merumuskan persamaan kejenuhan air yang sampai sekarang populer disebut

Persamaan Archie

Sw= √𝑎𝜙𝑚⁄ X

RtRw

⁄𝑛

……………………………. (3.3)

Keterangan:

Sw = saturasi air

Sh = saturasi hidrokarbon

Rt = resistivitas dalam formasi

kandung air

Rw= resistivitas air formasi

a = faktor tortuosity

m = faktor semestasi

Φ = porositas

Meskipun saturasi hidrokarbon adalah hal yang dicari dalam evaluasi formasi,

tetapi kejenuhan air biasa digunakan karena kejenuhan air berhubungan

langsung dengan Persamaan Archie. Ketika reservoir tidak sepernuhnya jenuh

air (Sw <1), maka fluida yang lain hadir dalam reservoir yaitu hidrokarbon.

Dengan kata lain, kejenuhan hidrokarbon dapat dicari dengan rumus Sh= 1-

Sw.

Saturasi air sisa atau irreducible water saturation (Swiir) merupakan saturasi

air yang tidak dapat digantikan hidrokarbon. Hal ini disebakan sifat air yang

membasahi material padat dan peristiwa kapilaritas dimana air formasi

teradsorbsi pada permukaan butiran penyusun batuan dan ditahan oleh

tekanan kapilaritas. Pada saturasi air sisa, air formasi tidak akan bergerak dan

Permeabilitas relatif air formasi bernilai 0 (nol). Hal yang sama berlaku pada

hidrokarbon, bahwa tidak semua hidrokarbon dapat dialirkan. Hal ini disebut

Page 24: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

24

dengan saturasi hidrokarbon sisa atau irreducible hydrocarbon saturation

(Shirr).

4. Resistivitas

Resistivitas atau tahanan jenis merupakan sifat dimana alat log pertama kali

dibuat. Resistivitas merupakan sifat bawaan material. Resistivitas ini berbeda

untuk tiap jenis material dan tidak tergantung pada dimensi bentuk dan ukuran

material sedangkan tahanan (resistance) bergantung pada bentuk dan dimensi

material. Material yang berbeda memiliki kemampuan tersendiri untuk

menahan aliran listrik. Hidrokarbon, batuan, dan air formasi merupakan benda

insulator dan bersifat nonkonduktif terhadap aliran listrik. Dalam interpretasi

log, hal ini menyebabkan nilai resistivitas batuan tinggi sampai sangat tinggi

untuk hidrokarbon. Meskipun begitu, air asin adalah konduktor dan

resistivitasnya rendah.

Pengukuran resistivitas adalah pengukuran tidak langsung dimana sebenarnya

yang diukur alat logging adalah konduktivitas (salinitas) batuan. Resistivitas

diturunkan dengan operasi recriprocal nilai konduktivitas batuan. Resistivitas

diukur dalam ohm-meter2/meter atau ohm-meter.

R= r A

L ……………………………. (3.4)

dimana:

R = resistivitas (ohm-m)

r = resistansi (ohms)

A = luas permukaan benda (m2)

L = panjang benda (m)

Resistivitas merupakan pengukuran dasar dalam penentuan saturasi fluida

reservoir. Resistivitas batuan tergantung dari jenis porositas, tipe fluida,

jumlah fluida, dan tipe batuan itu sendiri. Karena batuan dan hidrokarbon

adalah insulator, maka pengukuran resistivitas dapat menjadi indikator

keterdapatan hidrokarbon dan menghitung jumlah porositas batuan reservoir.

Page 25: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

25

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Litologi Reservoir Melalui Well Logging

Salah satu tujuan dari well logging yaitu mengidentifiakasi litologi reservoir.

Well logging dapat digunakan untuk mengidentifikasi litologi batuan reservoir

dan non-reservoir khususnya batupasir dan batulempung. Log yang terutama

digunakan untuk identifikasi reservoir yaitu log Spontaneous Potensial (SP) dan

log Gamma Ray (GR).

4.1.1 Log Gamma Ray

Menurut Rider (2002), log gamma ray adalah rekaman radioaktifitas alami

batuan. Radiasi ini memancar dari 3 (tiga) unsur radioaktif yang ditemukan

umum di batuan yaitu Uranium (U), Thorium (Th), dan Potassium (K). Log

Gamma Ray biasa merekam kombinasi radioaktifitas dari tiga unsur tadi

sedangkan log spectral gamma ray merekam radioaktifitas masing-masing unsur

tersebut.

Batuan merupakan benda yang memancarkan sinar gamma secara alami.

Batuan beku dan batuan metamorf terutama bersifat radioaktif. Batuan sedimen

juga bersifat radiokatif, tetapi diantara batuan sedimen serpih (shale)

memancarkan sinar radioaktif yang sangat kuat. Sifat radioaktif ini terjadi karena

pengendapan serpih melalui mekanisme suspensi di tempat yang berenergi

rendah. Lingkungan pengendapan berenergi rendah ini sangat berpotensi

menjebak 3 (tiga) unsur radioaktif tersebut.

Batupasir dengan komposisi utama butiran kuarsa tidak menunjukkan

radioaktifitas dengan begitu nilai log GR batupasir menjadi rendah. Hal ini dapat

dijadikan acuan dalam penentuan litologi reservoir. Akan tetapi, kehadiran

mineral feldspar, mika, dan fragmen batuan menyebabkan nilai log GR batupasir

Page 26: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

26

menjadi tinggi. Mengidentifikasi interval batupasir radioaktif sebagai shale

berarti kehilangan interval batuan yang berpotensi menjadi reservoir.

Alat GR menggunakan detektor sodium iodida untuk mendeteksi sinar gamma

dalam batuan. Alat ini terdiri atas detektor sintilasi dan photomultiplier. Unsur

unsur radioaktif akan memancarkan sinar gamma dalam bentuk pulsa-pulsa

energi. Ketika sinar gamma melewati detektor sintilasi terjadi sinar flash. Sinar

ini akan dideteksi oleh photomultiplier (Gambar 4.1 a dan b). Dengan

memperhitungkan intensitas dari sinar ini dimungkinkan untuk memisahkan 3

(tiga) jenis unsur radioaktif tadi.

Gambar 4.1 Alat logging Gamma Ray (a). Prinsip pengukuran alat logging gamma ray (b)

(Serra, 2004).

Log Gamma Ray digunakan terutama untuk membedakan lapisan serpih dan

non-serpih. Jika digabungkan dengan log lain seperti SP, neutron, dan densitas

log ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara kualtitatif jenis litologi

terutama batupasir dan batulempung. Log ini digunakan secara kuantitatif untuk

menghitung volume serpih.

Secara khusus Log Gamma Ray berguna untuk definisi lapisan permeabel

disaat log SP tidak berfungsi karena formasi yang sangat resistif atau bila kurva

SP kehilangan karakternya (Rmf=Rw). Menurut Harsono (1997) log ini digunakan

a

b

Page 27: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

27

secara luas untuk tujuan korelasi pada sumur sumur cased-hole, interpretasi

lingkungan pengendapan dan fasies. Selain itu, log ini dapat memberikan kontrol

ke dalaman atau referensi untuk tool lain. Misalnya dalam penempatan alat

perforasi secara akurat di depan lapisan yang akan diperforasi.

4.1.2 Keterbatasan Log Gamma Ray

Log Gamma Ray mempunyai keterbatasan alat beserta variabel penyertanya

yang membatasi interpretasi dan perhitungan petrofisika dalam karakterisasi

reservoir menggunakan log ini. Adapun keterbatasan alat ini antara lain:

1. Standard Gamma Ray Log

a. Kehadiran potassium dalam lumpur KCL menyebabkan bacaan log yang

tinggi. Apabila lumpur ini masuk ke dalam formasi permeabel, maka

pembacaan log GR akan tinggi dan identifikasi litologi reservoir menjadi

kurang tepat

b. Kehadiran barit dalam lumpur menyebabkan pengurangan log GR

c. Evaluasi volume serpih tidak valid apabila terdapat batupasir radioaktif

2. Natural Gamma Ray Spectroscopy (NGS)

a. Kehadiran potassium pada lumpur KCL menyebabkan tingginya nilai SGR

b. Kehadiran barit dalam lumpur KCL menyebabkan pengurangan nilai SGR.

Evaluasi kandungan K,Th, dan U menjadi salah karena terjadi pergesaran

nilai puncak dari ketiga unsur tadi.

4.1.3 Log Spontaneous Potential

Menurut Harsono (1997) log SP adalah rekaman perbedaan potensial antara

elektroda yang bergerak di dalam lubang bor dengan elektroda di permukaan.

Penyimpangan SP disebabkan oleh aliran arus listrik di dalam lumpur. Penyebab

utamanya adalah dari dua kelompok tenaga elektromotif di dalam formasi yaitu

komponen elektrokimia dan elektrokinetik. Keduanya berasal dari pengeboran

Page 28: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

28

sumur menggunakan lumpur pengeboran yang berinteraksi dengan berbagai jenis

fluida formasi (Harsono, 1997).

Menurut Harsono (1997) log SP digunakan antara lain sebagai berikut:

a. Untuk mengindentifikasi litologi

b. Menentukan lapisan-lapisan yang permeabel

c. Mencari batas-batas lapisan yang permeabel

d. Menentukan nilai resistivitas air formasi

e. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.

Dalam lapisan yang mengandung hidrokarbon defleksi kurva SP berkurang.

Efek ini disebut dengan hydrocarbon suppresion. Respon SP dari lapisan serpih

relatif konstan dan membentuk garis lurus yang disebut garis dasar serpih. Garis

dasar ini diasumsikan bernilai nol dan defleksi diukur dari garis ini. Zona

permeabel diidentifikasi jika terjadi defleksi dari garis dasar serpih baik ke kanan

maupun ke kiri. Sebagai contoh jika kurva SP bergerak ke kiri (defleksi negatif

jika Rmf>Rw) atau ke kanan (defleksi positif jika Rmf<Rw) zona permeabel hadir

pada lapisan tersebut. Batas dari lapisan permeabel ini diidentifikasi dari titik

balik maksimum defleksi menuju ke garis dasar serpih.

Persamaan dasar SP:

SSP = [61 + 0.133𝑇𝑓]+ [𝑅𝑚𝑓𝑒

𝑅𝑤𝑒⁄ ] ……………………………. (4.1)

Menurut Rider (2002) dibutuhkan 3 faktor untuk menyebabkan terjadinya arus

SP yaitu fluida konduktif dalam formasi, batuan berpori dan permeabel yang

dibatasi lapisan impermeabel, dan perbedaan salinitas antara fluida sumur dengan

fluida pengeboran. Dalam sumur yang mengandung minyak, kedua fluida tadi

adalah air formasi dan filtrat lumpur.

Komponen potensial elektrokimia disebabkan oleh pergerakan ion-ion.

Komponen ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Potensial Difusi atau Liquid Junction

Page 29: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

29

Potensial ini disebabkan oleh kontak antara filtrasi lumpur dan air formasi

pada daerah rembesan. Ion-ion yang menyebabkan terjadinya arus potensial

adalah ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ akan berpindah dari larutan dengan

konsentrasi tinggi menuju ke konsentrasi rendah melalui proses difusi. Karena

memiliki mobilitas yang lebih tinggi daripada ion Na+, maka ion Cl- akan

bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Ini berakibat pada

adanya muatan positif di daerah dengan konsentrasi tinggi dan terjadi beda

potensial (Gambar 4.2).

2. Potensial Membran

Potensial ini muncul dari membran yang bersifat semi permeabel. Dalam

potensial ini konsentrasi dua larutan hampir sama. Mineral lempung yang

terdapat pada serpih memiliki struktur berlapis dengan permukaan yang

bermuatan negatif. Karena konsentrasi larutan yang hampir sama, maka ion

Cl- tidak akan bergerak antara dua larutan tadi. Dengan kata lain, permukaan

lempung merupakan membran semi-permeabel terhadap ion Cl-. Ion Na+ akan

lolos bergerak melewati membran menuju larutan dengan konsentrasi lebih

rendah. Akibatnya terjadi muatan negatif pada larutan yang berkonsentrasi

lebih tinggi dan terjadilah beda potensial (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Potensial liquid junction dan potensial membran (Serra, 2004).

Page 30: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

30

4.1.4 Keterbatasan Log Spontaneous Potential

Seperti alat logging lain alat SP mempunyai keterbatasan alat dan variabelnya.

Karena berhubungan dengan fluida dan sifat kelistrikan batuan, keterbatasan alat

ini terutama disebabkan oleh hal tersebut. Adapun keterbatasan alat SP menurut

Harsono (1997) antara lain sebagai berikut:

a. Formasi yang resistif

Pada formasi yang sangat resistif arus SP dapat meninggalkan atau masuk ke

dalam lubang bor pada lapisan permeabel atau serpih. Kurva SP akan berupa

garis lurus dan terjadi perubahan sudut pada setiap interval permeabel dan

lapisan serpih. Batasan dari lapisan permeabel dan lapisan serpih tidak dapat

ditentukan (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Limitasi Log SP untuk lapisan yang resistif (Harsono, 1997).

b. Pergeseran garis dasar serpih

Garis dasar serpih dapat bergesar sehingga mempersulit dalam pencarian nilai

SSP. Hal ini terjadi ketika air formasi dengan kadar garam yang berbeda

dipisahkan oleh lapisan serpih yang bukan merupakan membran semi-

permeabel yang baik

Gambar 4.4 Limitasi log SP berupa shale baseline shift (Harsono, 1997).

Page 31: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

31

Jika tidak terdapat lapisan serpih yang memisahkan dua lapisan permeabel

dengan salinitas berbeda, maka garis dasar serpih tetap akan bergeser.

c. Ketebalan lapisan

Menurut Asquith dan Krygowski (2006) apabila ketebalan lapisan kurang dari

10 feet, maka diperlukan koreksi terhadap nilai SSP.

d. Gangguan (noise)

Noise ini terjadi karena magnetisasi suku cadang dari mesin derek. Noise ini

menimbulkan kenampakan gigi gergaji. Apabila terjadi, kurva SP masih

berlaku karena gejala magnetisasi tadi tidak menambah atau mengurangi nilai

SP pada log. Noise juga dapat terjadi jika terdapat arus listrik yang mengalir

melalui formasi didekat elektroda SP dan mengakibatkan terjadi kesalahan

pembacaan SP. Alat proteksi katodis pada anjungan lepas pantai atau

kebocoran listrik dapat mengakibatkan pembacaan SP menjadi kacau. Pada

dasarnya elektroda SP yang diletakkan pada permukaan harus diletakkan

seksama untuk menghindari kontak dengan benda bertegangan listrik.

4.2 Perhitungan Posoritas Melalui Well Logging

Porositas dapat dihitung secara tidak langsung menggunakan pendekatan

well logging. Porositas berpengaruh terhadap densitas batuan dan keterdapatan

hidrokarbon atau air formasi mempengaruhi porositas batuan. Terdapat banyak

log yang dapat dipakai untuk menghitung porositas batuan seperti Photoelectric

(PE), Densitas, Neutron, Nuclear Magnetic Resonance, dan Sonik. Kurva log

yang umum dipakai dalam perhitungan porositas yaitu log densitas dan log

neutron.

4.2.1 Log Densitas

Menurut Rider (2002) log densitas adalah rekaman densitas keseluruhan (bulk

density) batuan. Bulk density ini mencakup densitas matriks dan fluida di

dalamnya. Secara geologi, densitas ini merupakan fungsi densitas mineral yang

Page 32: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

32

menyusun batuan dan volume fluida bebas di dalam pori-pori. Contohnya,

densitas batupasir kuarsa tanpa porositas memiliki bernilai 2,65 g/cc yaitu

densitas dari kuarsa itu sendiri. Kehadiran air dalam porositas batupasir ini akan

menghasilkan nilai densitas sebesar 2,49 g/cc.

Prinsip pengukuran alat ini adalah membombardir formasi batuan dengan

sinar gamma ray berenergi menengah sampai tinggi (0,2–2,0 MeV) dan

mengukur attenuasi antara sumber energi dengan detektor (Gambar 4.5).

Peristiwa attenuasi ini disebut dengan penghamburan Compton (Compton

scattering) dimana terdapat elektron formasi yang terhambur keluar karena

energi sinar gamma. Hubungan antara elektron yang terhambur keluar ini

merupakan gambaran mengenai densitas elektron dalam formasi yang secara

langsung berhubungan dengan densitas batuan. Menurut Rider (2002) di dalam

formasi yang memiliki densitas tinggi penghamburan elektron jarang dan hanya

sedikit yang sampai ke alat detektor sebaliknya di dalam batuan yang berdensitas

rendah penghamburan elektron lebih banyak terjadi.

Dari gambar tampak adanya 2 (dua) jenis detektor. Detektor yang letaknya

lebih jauh dari sumber radiasi disebut detektor sumbu pendek, sedangkan yang

letaknya lebih jauh dari sumber radiasi disebut detektor sumbu panjang. Detektor

sumbu panjang memegang peranan penting dalam pengukuran densitas,

sedangkan detektor sumbu pendek sangat dipengaruhi oleh kerak lumpur.

Dengan adanya detektor sumbu pendek ini, maka kompensasi terhadap adanya

kerak lumpur dapat dilakukan terhadap hasil logging. Densitas yang dibaca oleh

tiap detektor tidak akan sama. Jika kerak lumpur lebih berat daripada formasi,

maka densitas yang terbaca lebih tinggi, begitu sebaliknya. Perbedaan nilai

densitas antara sumbu panjang dengan sumbu pendek memberikan besarnya

koreksi yang harus ditambahkan atau dikurangkan kepada detektor sumbu

panjang.

Page 33: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

33

Log densitas dapat digunakan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara

kuantitatif log ini digunakan dalam perhitungan porositas densitas dari hubungan

persamaan bulk density batuan.

ρb= porositas (Φ) x densitas fluida + (1-Φ) densitas matriks ……………. (4.2)

Dengan menurunkan persamaan tadi didapatkan perhitungan porositas

porositas (Φ) = ρ

ma- ρ

b

pb-ρ

f

……………………………. (4.3)

Keterangan:

ρma

= densitas matrik batuan

ρb = bulk density (dibaca dari log densitas)

ρf = densitas fluida

Selain dalam perhitungan porositas log densitas juga digunakan untuk

menghitung impedansi akustik dikombinasikan dengan log sonik. Secara

kualitatif log densitas digunakan untuk interpretasi litologi, identifikasi mineral,

identifikasi overpressure, dan rekahan.

Gambar 4.5 Prinsip pengukuran logging densitas (a) dan alat logging densitas (b) (Serra, 2004).

4.2.2 Batasan Log Densitas

Seperti proses logging lain logging densitas mempunyai keterbatasan alat dan

variabelnya. Batasan dari logging ini antara lain:

a. Lubang buruk

Lubang yang buruk akan memberikan nilai log yang tidak pasti meskipun

sudah menggunakan sistem dua detektor.

-Ray

W- e

a b

Page 34: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

34

b. Kandungan serpih

Serpih memenegaruhi pegukuran densitas sebesar jumlah volumenya. Koreksi

terhadap serpih perlu dilakukan untuk memperoleh densitas sesungguhnya.

c. Hidrokarbon

Jika terdapat hidrokarbon maka densitas air (pf) dalam rumus diatas mungkin

perlu dirubah untuk memperoleh porositas densitas. Kehadiran hidrokarbon

terutama gas akan mengurangi densitas formasi yang berakibat terhadap

besarnya nilai porositas.

d. Lumpur barit

Barit dalam lumpur seringkali dapat dideteksi oleh penyimpangan yang tajam

dari defleksi kurva ke kanan. Namun kehadiran barit menjadi adanya indikasi

rekahan dalam batuan karbonat.

4.2.3 Log Neutron

Menurut Rider (2002) log neutron adalah rekaman reaksi formasi batuan

terhadap bombardir neutron berkecepatan tinggi. Neutron memiliki massa yang

hampir sama dengan atom hidrogen dan menurut hukum fisika neutron yang

menumbuk dengan atom lain dengan massa yang sama akan mengalami

penurunan kecepatan. Log neutron ini merekam jumlah neutron yang tertangkap

kembali oleh detektor sehingga berhubungan dengan indeks hidrogen formasi.

Porositas dari log ini berhubungan dengan indeks hidrogen batuan. Jika dalam

batuan terdapat banyak air, maka porositas akan berkurang dan nilai kurva log

neutron akan tinggi. Jika terdapat porositas yang banyak di dalam batuan nilai

kurva log neutron batuan menjadi rendah. Porositas dari log ini dinyatakan dalam

neutron porosity unit.

Page 35: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

35

Gambar 4.6 Alat logging Compensated Neutron Logging. Alat ini terdiri atas pendeteksi neutron dual

spacing. Rasio dari counting rate kedua detektor menghasilkan neutron porosity index (Serra, 2004).

Alat logging neutron memiliki sumber zat kimia yang memancarkan neutron

dengan energi 4MeV. Dengan energi sebesar ini, maka kecepatan luncur dari

neutron ini adalah 2800 cm/µsec (Gambar 4.6).

Respon alat logging neutron mencerminkan banyaknya atom hidrogen di

dalam formasi batuan. Karenya minyak dan air mempunyai jumlah hidrogen per

unit volume yang hampir sama, maka log neutron akan memberikan respon

porositas fluida dalam formasi bersih. Namun pada formasi lempung yang

mengandung atom-atom hidrogen dalam susunan molekulnya, porositas yang

terukur akan terlihat seolah-oleh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena alat

logging neutron tidak dapat membedakan atom hidrogen yang terikat pada

mineral batuan.

Log neutron akan memberikan respon porositas yang lebih rendah daripada

porositas formasi sesungguhnya pada daerah gas yang cukup dekat dengan

dinding sumur. Hal ini disebabkan karena gas memiliki atom hidrogen yang lebih

rendah daripada air dan minyak.

Page 36: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

36

4.2.4 Batasan Log Neutron

Seperti proses logging lain logging neutron mempunyai keterbatasan alat dan

variabelnya. Batasan dari logging ini antara lain:

a. Serpih dan air-terikat (bound water)

Alat neutron melihat semua atom hidrogen dalam formasi. Alat neutron akan

melihat air-terikat berasosiasi dengan serpih. Karna serpih umumnya memiliki

HI, maka pada formasi serpihan (shaly formation) porositas yang terbaca dari

log ini akan lebih besar daripada porositas yang sebenarnya.

Selain itu kehadiran mineral hidrat lain sepertih gypsum akan menghasilkan

nilai porositas neutron yang lebih tinggi daripada porositas sesungguhnya. Hal

ini cukup signifikan dalam perhitungan petrofisika.

b. Tipe fluida

Residu minyak menyebabkan porositas neutron membaca lebih rendah karena

nilai HI hidrokarbon yang rendah. Gas menyebabkan bacaan porositas neutron

sangat rendah karena nilai HI gas yang jauh lebih kecil daripada air dan

minyak.

4.3 Identifikasi Tipe Fluida melalui Well Logging

Metode well logging dapat digunakan dalam identifikasi tipe fluida yang hadir

dalam formasi batuan. Log resistivitas adalah kunci dalam penentuan tipe fluida

dan saturasi fluida melalui metode well logging.

4.3.1 Log Resistivitas

Log resistivitas menurut Rider (2002) adalah rekaman mengenai resistivitas

batuan termasuk fluida di dalamnya. Resistivitas ini adalah resistansi batuan

terhadap arus listrik yang melewatinya. Terdapat 2 (dua) macam pengukuran

resistivitas. Alat yang mengukur resistivitas batuan adalah alat resistivity. Di

samping itu, alat induksi mengukur konduktivitas formasi batuan yang

merupakan kebalikan dari resistivitas batuan.

Page 37: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

37

Kebanyakan batuan merupakan insulator sedangkan fluida formasi terutama

air adalah konduktor. Hidrokarbon merupakan pengecualian karena sifat

hidrokarbon sebagai fluida yang resistif. Resistivitas diukur dengan cara

mengirim arus listrik ke dalam formasi batuan dan mengukur berapa

resistivitasnya terhadap arus listrik yang mengalir di formasi tersebut.

Selain itu bisa juga dengan cara mengirimkan arus listrik ke dalam formasi

batuan dan mengukur berapa konduktivitas batuan. Resistivitas batuan umumnya

berkisar antara 0,2 sampai 1000 ohm-m. Resistivitas batuan yang lebih besar

daripada 1000 ohm-m ditemukan pada batuan yang impermeabel atau memiliki

porositas yang sangat rendah seperti batuan evaporit.

Log resistivitas menurut Harsono (1997) dapat digunakan untuk

mengidentifikasi:

1. Lapisan yang impermeabel seperti sedimen evaporit

2. Menghitung resistivitas air (Rw) formasi

3. Menghitung saturasi air (Sw)

4. Menghitung ke dalaman zona invasi dalam lapisan permeabel

Jika dikombinasikan dengan log-log lain seperti log densitas-neutron, maka

kita dapat melakukan interpretasi untuk:

a. Mengidentifikasi zona hidrokarbon dalam reservoir

b. Mengkalkulasi saturasi air

Berikut merupakan alat-alat logging resistivitas:

1. Alat laterolog ganda (dual laterolog)

Alat ini memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam

bentuk lembaran tipis (Gambar 4.7). Ini dicapai dengan menggunakan arus-

pengawal (bucking current) yang fungsinya untuk mengawal arus utama

(measurent current) masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan

mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik

utama yang besarnya tetap, maka resistivitas dapat dihitung dengan

menggunakan Hukum Ohm.

Page 38: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

38

Gambar 4.7 Skema alat dual-laterolog (Serra, 2004)

Sebenarnya alat ini terdiri dari dua bagian yaitu satu bagian mempunyai

elektroda yang berjarak sedemikian rupa untuk memaksa arus utama masuk

sejauh mungkin ke dalam formasi dan mengukur resistivitas laterolog dalam

(LLd). Yang lain mempunyai elekroda berjarak sedemikian rupa membiarkan

lembar arus utama terbuka sedikit dan mengukur resistivitas laterolog dangkal

(LLs). Arus yang dipancarkan adalah arus bolak-balik dengan frekuensi yang

berbeda. Arus LLd menggunakan frekuensi 28 kHz, sedangkan frekuensi arus

LLs sebesar 35 kHz (Harsono, 1997).

2. Alat Induksi Terfokuskan Speris (Spherically Focused Induction Tool)

Sonde terdiri dari dua set kumparan disusun dalam batangan fiberglass

non-konduktif. Suatu rangkaian isolator menghasilkan arus konstan pada

kumparan pemancar.

Sebuah kumparan yang dialiri oleh arus listrik akan menghasilkan medan

magnet dan sebaliknya medan magnet akan menimbulkan arus listrik pada

kumparan sehingga arus listrik yang mengalir dalam kumparan alat induksi

ini menghasilkan medan magnet di sekeliling sonde (Gambar 4.8).

Page 39: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

39

Gambar 4.8 Skema Alat Induksi (Serra, 2004)

Medan magnet ini menghasilkan arus eddy di dalam formasi di sekitar alat

sesuai dengan hukum Faraday.

Formasi konduktif di sekitar alat bereaksi seperti kumparan-kumparan

kecil. Bisa dibayangkan terdapat berjuta-juta kumparan kecil di dalam formasi

yang mengalirkan arus eddy terinduksi. Arus eddy akan menghasilkan medan

magnet sendiri yang dideteksi melalui kumparan penerima. Kekuatan dari

arus pada penerima adalah sebanding dengan kekuatan medan magnet yang

dihasilkan dan sebanding dengan arus eddy dan juga konduktivitas dari

formasi. Oleh sebab itu, alat induksi disebut dengan alat konduktivitas.

Alat SFL mempunyai dua jenis sinyal yang diterima oleh rangkain

penerima. Yang satu berasal dari interaksi dengan formasi disebut dengan

sinyal R dan yang satu lagi merupakan pengaruh langsung dari kumparan

pemancar disebut sinyal X. Alat detektor SFL hanya mendeteksi sinyal R saja.

Pada beberapa alat sinyal X digunakan untuk memperbaiki sinyal R.

Alat induksi dapat digunakan pada lumpur yang tidak konduktif seperti air

tawar dan minyak. Alat ini dapat memberikan hasil yang lebih baik dala

formasi resistifitas rendah atau konduktivitas tinggi.

Page 40: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

40

4.4 Proses Invasi pada Pengeboran

Pada saat dilakukanya proses pengeboran lumpur pengeboran dapat

menginfiltrasi ke dalam lapisan permeabel. Dengan masuknya lumpur ini ke dalam

formasi batuan mempengaruhi respon log. Terbentuk 3 (tiga) zona infiltrasi pada

formasi batuan (Gambar 4.9). Ketiga zona tersebut adalah:

1. Zona terusir (Flushed Zone)

Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor dan

terisi oleh filtrat lumpur yang mendesak kandungan fluida formasi batuan

semula

2. Zona Transisi (Transition Zone)

Merupakan zona infiltrasi yang lebih dalam daripada zona terusir. Ciri zona ini

adalah adanya campuran lumpur pengeboran dan fluida formasi.

3. Zona Tidak Terganggu (Uninvaded Zone)

Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling jauh dari lubang bor. Zona ini

menggambarkan keadaan formasi yang sebenarnya dimana seluruh pori-pori

batuan terisi oleh fluida batuan dan tidak terpengaruh oleh adanya infiltrasi

lumpur pengeboran.

Gambar 4.9 Profil lubang bor yang menunjukkan ketiga zona infiltrasi

(Asquith dan Kyrgowski, 2006).

Page 41: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

41

Keterangan:

Rm = resistivitas lumpur Flushed Zone Rmf = resistivitas filtrat lumpur

Rmc = resistivitas kerak lumpur Rxo = resistivitas flushed zone

Rs = resistivitas serpih Sxo = saturasi air flushed zone

dh = diameter lubang bor

di = diameter invasi Uninvaded Zone Rt = resistivitas formasi sebenarnya

h = ketebalan lapisan Rw = resistivitas air formasi

Sw = saturasi air

4.4.1 Variasi Profil Resistivitas

Dikarenakan terjadinya infiltrasi filtrat lumpur ke dalam lubang bor

menyebabkan terjadinya pencampuran fluida formasi dengan lumpur. Keadaan

ini mempengaruhi respon log resistivitas. Terdapat variasi resistivitas dalam

ketiga zona tersebut.

a. Profil Transisi

Pada flushed zone lumpur masuk ke dalam formasi dan mendesak fluida

formasi seluruhnya sehingga resistivitas flushed zone terbaca tinggi. Pada

zona transisi terjadi pencampuran antara filtrat lumpur dan fluida formasi.

Pada zona ini nilai resistivitas lebih rendah daripada flushed zone. Pada zona

tak terinvasi tidak ada filtrat lumpur yang masuk. Pada zona ini nilai

resistivitas adalah nilai resistivitas sesungguhnya. Jika terdapat hidrokarbon,

maka nilai resistivitas menjadi tinggi. Sebaliknya, jika terdapat air formasi

nilai resistivitas menjadi rendah daripada zona terinvasi dan zona transisi.

Gambar 4.10 Model Resistivitas Profil Transisi

(Asquith dan Kyrgowski, 2006)

Page 42: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

42

b. Profil Annulus

Model ini menggambarkan adanya invasi fluida secara temporer dan akan

menghilang seiring waktu. Profil annulus menggambarkan distribusi fluida di

flushed zone dan zona tak terganggu. Profil ini hanya ada ketika hidrokarbon

terdapat dalam formasi.

Pada flushed zone, pori-pori batuan terisi oleh filtrat lumpur dan

hidrokarbon residual. Bacaan nilai resistivitas zona ini menjadi tinggi. Pada

zona transisi pori-pori diisi oleh filtrat lumpur, air formasi, dan hidrokarbon

residual. Zona ini disebut juga dengan zona annulus. Bacaan resistivitas pada

zona ini menjadi lebih rendah daripada flushed zone. Pada zona tak terinvasi,

pori-pori diisi oleh air formasi dan hidrokarbon. Bacaan nilai resistivitas pada

zona ini menjadi lebih tinggi daripada zona transisi atau zona annulus

(Gambar 4.11).

Gambar 4.11 Model Resistivitas Profil Annulus

(Asquith dan Kyrgowski, 2006).

4.5 Interpretasi Formasi Bersih

Formasi pasir bersih adalah batuan sedimen yang tidak mengandung mineral

lempung. Meskipun pada batupasir masih memiliki matriks berupa butiran pasir

yang lebih halus, tetapi kondisi ini dikategorikan sebagai formasi bersih.

Page 43: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

43

Tujuan dari interpretasi formasi bersih adalah untuk menentukan zona-zona

permeabel, lapisan yang mengandung hidrokarbon, menentukan nilai porositas,

permeabilitas, ketebalan lapisan efektif, saturasi air, dan saturasi hidrokarbon.

Sebelum dilakukan interpretasi kuantitatif terlebih dulu dilakukan interpretasi

kualitatif untuk menentukan zona batuan yang berpotensi menjadi reservoir. Pada

interpretasi kualitatif, parameter yang dievaluasi diantaranya:

a. Zona Batuan Reservoir

Batuan reservoir yang bersifat porous dapat dibedakan dari zona batuan

impermeabel melalui pengamatan bentuk-bentuk kurva log. Kenampakan kurva

log tersebut antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Kurva Log pada Batuan Reservoir dan Batuan Impermeabel

No Batuan Reservoir Batuan Impermeabel

1 Nilai log GR rendah Nilai log GR tinggi

2 Terdapat separasi positif kurva

log Densitas dengan Neutron

Separasi negatif kurva log

Densitas dengan Neutron

3 Terbentuk kerak lumpur pada

flushed zone

Tidak terbentuk kerak

lumpur pada flushed zone

4 Nilai kurva log SP menjauhi

shale baseline

Kurva log SP stabil pada

shale baseline

5 Terdapat separasi positif kurva

microlog

Separasi negatif pada kurva

microlog

b. Jenis Litologi

Jenis litologi dapat ditentukan dari kenampakan log tanpa melakuan

perhitungan. Adapun kenampakan log dari beberapa jenis litologi yang umum

dijumpai antara lain sebagai berikut:

1. Batupasir

Nilai nilai log GR rendah

Terdapat separasi positif pada kurva resistivitas mikro

Pada flushed zone terbentuk kerak lumpur

Page 44: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

44

2. Batugamping

Nilai log GR rendah

Nilai porositas tinggi dibandingkan batupasir

Terdapat separasi positif antara kurva porositas apabila batugamping

bersifat porous dan separasi negatif apabila batugamping tidak

porous.

Kurva log neutron berhimpit dengan kurva log densitas

Lubang bor kadang-kadang membesar dilihat dari kurva log caliper

c. Jenis fluida formasi

Untuk menentukan jenis fluida yang mengisi batuan dapat dilakukan dengan

mengamati log resistivitas dan log porositas. Zona hidrokarbon dicirikan oleh

adanya separasi antara nilai resistivitas flushed zone dan nilai resistivitas

formasi sebenarnya. Separasi dapat bernilai positif atau negatif bergantung dari

jenis filtrat lumpur yang digunakan dalam pengeboran. Nilai perbandingan

resistivitas flushed zone dan resistivitas formasi sesungguhnya akan bernilai

maksimum atau sama dengan nilai perbandingan resistivitas filtrat lumpur dan

resistivitas air di dalam zona air. Nilai perbandingan resistivitas flushed zone

dan resistivitas formasi yang lebih rendah menunjukkan adanya hidrokarbon

pada formasi.

Untuk membedakan antara minyak atau gas pada suatu reservoir dapat

menggunakan log porositas densitas dan log neutron. Zona gas memiliki

separasi positif antara log porositas dan log neutron yang besar. Porositas

neutron zona gas sangat rendah dan porositas densitasnya juga rendah sehingga

terbentuk separasi. Untuk zona minyak separasi antara kedua log ini lebih

sempit. Pada zona shale kedua log ini berhimpit dimana nilai porositas neutron

lebih tinggi daripada nilai porositas densitas.

Page 45: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

45

d. Mobilitas Hidrokarbon

Mobilitas hidrokarbon dapat ditentukan secara kualitatif dengan

menggunakan log yang ditumpang tindih (overlay). Profil dari resistivitas

flushed zone dengan zona tidak terganggu dapat dijadikan sebagai indikasi

mobilitas hidrokarbon. Hidrokarbon yang bergerak (moveable hydrocarbon)

akan ditunjukan dengan adanya separasi antara resistivitas formasi yang

sebenarnya dengan resistivitas formasi pada flushed zone. Dalam zona tidak

terganggu nilai resistivitas bernilai lebih tinggi daripada nilai resistivitas

flushed zone. Dalam zona hidrokarbon yang tidak bergerak ditunjukan oleh

resistivitas formasi yang hampir sama dengan resistivitas flushed zone.

Dalam melakukan interpretasi kuantitatif parameter yang harus diperhitungkan

antara lain:

1. Litologi

Interpretasi kuantitatif litologi yang dicatat dalam kurva log dapat menggunakan

3 (tiga) log porositas (log densitas, sonik, dan log neutron). Digunakan 2 (dua)

metode yang banyak dikenal yaitu:

a. Plot M-N

Metode ini menggunakan ketiga log porositas. Pada metode ini ketiga log tadi

digunakan untuk menghitung nilai M dan N yang berguna dalam menentukan

matrik dan formasi. Nilai variabel ini dihitung denga persamaan Schlumberger,

1972 yaitu:

M = ∆tf - ∆t

ρb - ρf x 0.01 …….……………………………. (4.4)

N = 𝜙𝑁𝑓- 𝜙𝑁

ρb- ρf

Keterangan:

∆tf = interval travel time fluida

∆t = interval travel time fluida dari log sonik

ρb = bulk density dibaca dari log densitas

ρf = densitas fluida ( 1 untuk air tawar dan 1.2 untuk lumpur)

Page 46: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

46

ΦNf = porositas neutron fluida

ΦN = porositas neutron yang dibaca dari log neutron

b. Plot M-D

Plot ini juga menggunakan ketiga log porositas untuk mengidentifikasi jenis

litologi dari matriks batuan dan porositas sekunder. Pada metode ini M adalah

nilai matrik yang menggambarkan litologi.

Langkah pertama yaitu melakukan perhitungan nilai apparent matrix density

(ρmaa) dan apparent matrix traveltime (∆tmaa). Ketiga nilai tadi dihitung dengan

menggunakan log neutron, log densitas, dan log sonik menggunakan rumus

berikut:

ρmaa =

𝜌𝑏−(𝜙𝑁𝐷 𝑋 𝜌𝑓𝑙)

1− 𝜙𝑁𝐷 …….……………………………. (4.5)

∆tmaa=∆t - (𝜙𝑆𝑁 𝑋 ∆𝑡𝑓𝑙)

1−𝜙𝑆𝑁

Keterangan:

ρmaa = apparent matrix density (g/cm3)

ρb = densitas batuan dibaca dari log densitas (g/cm3)

𝜙𝑁𝐷 = porositas plot neutron-density

𝜌𝑓𝑙 = densitas fluida (g/cm3)

∆tmaa = apparent matrix interval travel time (μsec/ft atau μsec/m)

∆t = interval travel time dibaca dari log sonik (μsec/ft atau μsec/m)

ф𝑆𝑁 = porositas plot sonik-neutron

∆𝑡𝑓𝑙 = interval travel time fluida (μsec/ft atau μsec/m)

Pada tabel 4.2 nilai umum dari ρmaa dan ∆tmaa dapat digunakan untuk identifikasi

litologi.

Tabel 4.2 Nilai Umum ρmaa dan ∆tmaa dari beberapa jenis litologi

(Asquith dan Kyrgowski, 2006).

Litologi ρmaa ∆tmaa

Batupasir 2.65 55.5

Batugamping 2.71 47.5

Dolomit 2.87 43.5

Anhidrit 2.98 50.0

Gipsum 2.35 52.0

Page 47: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

47

2. Resistivitas Air Formasi

Resisitivitas atau resistivitas air formasi merupakan resistivitas air yang terdapat

dalam formasi batuan sebelum ditembus oleh pengeboran. Air formasi ini sering

berupa air fossil (connate water).

Resistivitas air formasi ini dapat ditentukan nilainya menggunakan beberapa metode

yaitu:

a. Metode Rwa (apparent water resistivity)

Dalam suatu zona air bersih (clean water formation) berlaku rumus:

Ro = F x Rw

F= a/ Φm

Rw=Ro X Φm

a

Rwa = Rt X Φm

a …….……………………………. (4.6)

Keterangan:

Ro = resistivitas jenuh air

F = faktor formasi

a = faktor turtuosity

Φ = porositas

m = faktor sementasi

Rw = resistivitas air

Rwa = apparent water resistivity

Pada zona yang mengandung air Ro=Rt dan nilai Rw=Rwa. Dalam zona

hidrokarbon nilai Rt > Ro dan Rwa > Rw.

b. Rw dari test produksi

Nilai Rw ditentukan dengan cara mengukur langsung resistivitas air formasi

c. Rw dari nilai yang sudah diketahui

Pada metode ini, nilai Rw ditentukan dengan cara melihat nilai resistivitas air

formasi dari sumur yang berdekatan letaknya dan sudah diketahui nilai

resistivitas air formasinya.

d. Resistivitas Filtrat Lumpur

Pada metode ini, resistivitas filtrat lumpur digunakan untuk mencari

resistivitas air yang sebenarnya dengan rumus tersendiri.

Page 48: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

48

Rw = R𝑚𝑓 𝑋 R𝑡

R𝑥𝑜 …….……………………………. (4.7)

Keterangan:

Rw = resistivitas air formasi

Rmf = resistivitas filtrat lumpur

Rt = resistivitas dalam formasi

Rxo = resistivitas flushed zone

e. Resistivitas Formasi

Resistivitas formasi diukur pada uninvaded zone yang letaknya cukup jauh

dari lubang bor sehingga tidak terpengaruh oleh invasi lumpur pengeboran. Pada

metode ini, nilai Rt atau resistivitas formasi digunakan untuk mencari nilai Rw.

Nilai Rt dapat langsung dibaca pada log deep resistivity (LLD atau ILD).

3. Porositas

Porositas dapat dicari dengan 3 (tiga) log porositas utama yaitu log neutron, log

densitas, dan log sonik. Metode perhitungan porositas dari ketiga log tadi yaitu

sebagai berikut:

a. Porositas densitas

Untuk formasi bersih dapat digunakan persamaan:

ΦD = ρ

ma- ρ

b

pb- ρ

f

…….……………………………. (4.8)

Keterangan:

ρma

= densitas matrik batuan

ρb = bulk density (dibaca dari log densitas)

ρf = densitas fluida (1 untuk fresh water mud dan 1,1 untuk salt mud)

Tabel 4.3 Densitas matriks batuan yang umum digunakan untuk analisis petrofisika.

b. Porositas Neutron

Untuk formasi bersih nilai porositas dapat dibaca langsung dari log neutron

Litologi ρma

Batupasir 2,648

Batugamping 2,710

Dolomit 2,876

Anhidrit 2,977

Page 49: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

49

c. Porositas Sonik

Untuk formasi bersih, porositas sonik dapat dihitung menggunakan persamaan

Willey dan Hunt-Raymer

ΦS = ∆t- ∆tma

∆tf- ∆tma

X 1

Bcp (Wiley, 1986) …….……………………………. (4.9)

ΦS = ∆t- ∆tma

∆tf

x 5

8 (Hunt-Raymer, 1986) …….…………………………. (4.10)

Keterangan:

ΦS = porositas sonik

∆t = interval travel time yang terekam pada log sonik

∆tma = interval travel time gelombang sonik pada matriks batuan

∆tf = interval travel time gelombang sonik pada fluida

Bcp = koreksi kompaksi

Tabel 4.4 Nilai Vma dan ∆tma pada berbagai litologi

Litologi Vma (ft/sec) ∆tma (µs/sec) ∆tma

Batupasir 18000-19500 51-55,5 55,5

Batugamping 21000-23000 43,5-47,6 47,6

Dolomit 23000-26000 38,5-43,5 43,5

Anhidrit 20000 50 50

4. Kejenuhan Air

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kejenuhan air adalah

volume pori-pori yang terisi oleh air dari volume pori-pori total. Kejenuhan

air (Sw) dapat dihitung dengan menggunakan beberapa metode.

Untuk formasi bersih berlaku persamaan Archie

Sw= √𝑎𝑚⁄ X

RtRw

⁄𝑛

…….…………………………. (4.11)

Keterangan:

Sw = saturasi air

Sh = saturasi hidrokarbon

Rt = resistivitas dalam formasi kandung air

Rw = resistivitas air formasi

a = faktor tortuosity

Page 50: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

50

m = faktor sementasi

Φ = porositas

4.6 Interpretasi Formasi Pasir Serpihan

Formasi pasir serpihan (shaly formation) adalah formasi batupasir yang

mengandung serpih dengan jumlah komposisi yang cukup signifikan. Serpih ini

pada umumnya berupa mineral lempung yang berupa kaolinit, illit, atau smektit.

Kehadiran mineral lempung pada pori-pori batuan menyebabkan terjadinya

perubahan nilai yang tercatat pada alat logging seperti porositas, resistivitas, dan

kejenuhan air. Formasi serpihan cenderung memberikan efek negatif antara lain:

1. Mengurangi porositas efektif

2. Mengurangi permeabilitas

3. Memberikan nilai resistivitas yang berbeda dengan resistivitas

4. Memberikan pembacaan log porositas yang tidak sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya.

Lempung (clay) terdiri atas partikel-partikel yang sangat kecil dan memiliki

permukaan yang luas sehingga dapat mengikat air formasi dalam jumlah yang

banyak di bagian permukaan. Air yang terikat tidak dapat didorong oleh

hidrokarbon sehingga hidrokarbon tidak dapat mengalir.

Distribusi serpih pada batupasir dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu:

1. Berlapis (laminated)

2. Tersebar (dispersed)

3. Terstruktur (structural)

Distribusi serpih yang berlapis pada umumnya tipis dan terletak berselang-

seling dengan pasir. Lapisan serpih ini berasal dari hasil rombakan batuan. Setelah

pengendapan lapisan serpih dan pasir dapat menjadi homogen melalui proses

infiltrasi lempung ke dalam ruang pori-pori atau berbagai macam aktivitas

organisme.

Page 51: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

51

Pada lapisan serpih yang menyebar (dispersed), lempung dalam lapisan

serpih disebarkan ke dalam ruang pori-pori. Mineral lempung pada batupasir

disebabkan oleh proses authigenesis selama proses diagenesis. Lempung ini

tumbuh karena adanya alterasi mineral seperti feldspar.

Pada lapisan serpih yang terstruktur (structural clay) butiran lempung

menggusur butiran pasir tetapi jenis ini jarang sekali ditemukan. Untuk

evaluasi pasir serpihan metode yang digunakan diantaranya:

1. Metode Kompensasi

Metode ini digunakan untuk interpretasi batupasir yang mengandung

dispersed clay dan porositas batuan lebih dari 15%. Dua jenis log yang

penting digunakan adalah log porositas dan log induksi. Kedua log ini

digunakan untuk mengkoreksi nilai resistivitas formasi yang terlalu rendah

dan nilai porositas yang terlalu tinggi yang dibaca oleh kedua log tadi pada

formasi pasir serpihan dalam persamaan Archie. Tahapan interpretasi pasir

serpihan dengan metode kompensasi adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan data pendukung seperti nilai resistivitas lumpur, resistivitas

kerak lumpur, dan resistivitas filtrat lumpur.

b. Membaca tebal lapisan

c. Membaca defleksi log SP, log resistivitas, dan log porositas pada lapisan

yang bersangkutan dan lapisan serpih di dekatnya.

d. Menentukan nilai resistivitas air formasi dan nilai resistivitas formasi

yang sesungguhnya.

e. Menghitung nilai porositas sonik tanpa koreksi serpih

f. Menentukan volume serpih

g. Menghitung nilai porositas efektif dengan menggunakan rumus

Φe = Φs – (Vsh x Φssh) …….……………………………. (4.12)

Keterangan:

Φe = porositas efektif

Φs = porositas sonik

Vsh = volume serpih

Φssh = porositas sonik lapisan serpih

Page 52: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

52

h. Menghitung nilai saturasi air dengan rumus

Sw = 0.9 √Rw

Rt⁄

Φs …….……………………………. (4.13)

Keterangan:

Sw = saturasi air

Rw = resistivitas air formasi

Rt = resistivitas formasi

Φs = porositas sonik

2. Metode Dispersed Clay

Metode ini menggunakan 2 (dua) log porositas yaitu porositas sonik dan

porositas densitas untuk menentukan porositas efektif. Perbedaan keduanya

menunjukkan jumlah lempung dalam batuan. Lapisan batuan diperkirakan

tidak mengandung gas dan batupasir memiliki komposisi authigenic clay

yang terdistribusi secara dispersed. Tahapan interpretasi dengan metode ini

sebagai berikut:

a. Menyiapkan data pendukung seperti nilai resistivitas lumpur, resistivitas

kerak lumpur, dan resistivitas filtrat lumpur.

b. Membaca tebal lapisan

c. Membaca defleksi log SP, log resistivitas, dan log porositas pada lapisan

yang bersangkutan dan lapisan serpih di dekatnya.

d. Menentukan nilai resistivitas air formasi dan nilai resistivitas formasi

yang sesungguhnya.

e. Menghitung nilai porositas sonik dan porositas densitas

f. Menentukan volume serpih

g. Menghitung nilai porositas efektif dengan menggunakan rumus

Φe = ΦD – (Vsh x ΦDsh) …….……………………………. (4.14)

Keterangan:

Φe = porositas efektif

ΦD = porositas densitas

Vsh = volume serpih

ΦDsh = porositas densitas lapisan serpih

Page 53: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

53

h. Menghitung nilai saturasi air dengan rumus

Sw= √0.8𝑅𝑤

𝑠2𝑅𝑡+(

𝛷𝑠− 𝛷𝐷

2𝛷𝑠)

2

– 𝑠− 𝛷𝐷

2𝛷𝑠 /(1 − (

𝑠− 𝐷

𝑠)).……………. (4.15)

Keterangan:

Sw = saturasi air

Rw = resistivitas air formasi

Rt = resistivitas formasi

Φs = porositas sonik

ΦD = porositas densitas

3. Metode Simandoux

Metode ini menggunakan 2 (dua) log porositas yakni log densitas dan log

neutron. Pada umumnya serpih terdistribusi secara laminated atau

dispersed. Tahapan interpretasi dari metode ini sebagai berikut:

a. Menyiapkan data pendukung seperti nilai resistivitas lumpur, resistivitas

kerak lumpur, dan resistivitas filtrat lumpur.

b. Membaca tebal lapisan

c. Membaca defleksi log SP, log resistivitas, dan log porositas pada lapisan

yang bersangkutan dan lapisan serpih di dekatnya.

d. Menentukan nilai resistivitas air formasi dan nilai resistivitas formasi

e. Menghitung nilai porositas neutron dan porositas densitas pada lapisan

yang akan dievaluasi dan lapisan serpih di dekatnya

f. Menentukan volume serpih

g. Melakukan koreksi porositas densitas dan porositas neutron terhadap

serpih menggunakan rumus:

ΦDC = ΦD – (Vsh x ΦDsh) …….……………. (4.16)

ΦNC = ΦN – (Vsh x ΦNsh) …….……………. (4.17)

Keterangan:

ΦDC = porositas densitas terkoreksi

ΦD = porositas densitas

Vsh = volume serpih

ΦDsh = porositas densitas pada lapisan serpih

ΦNC = porositas neutron terkoreksi

ΦN = porisitas neutron

ΦNsh = porositas neutron pada lapisan serpih

Page 54: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

54

h. Menghitung nilai porositas efektif dengan menggunakan rumus

Φe = √ΦDC

2+ ΦNC2

2 …….……………. (4.18)

Keterangan:

Φe = porositas efektif

ΦDC = porositas densitas terkoreksi

ΦNC = porositas neutron terkoreksi

i. Menghitung nilai saturasi air dengan rumus

Sw=C x Rw

Φe2 [√ 5Φe

2

Rw x Rt+ (

Vsh

Rsh)

2

- (Vsh

Rsh)] …….……………. (4.19)

Atau dengan menggunakan rumus kejenuhan air Indonesia

𝑆𝑤𝑛 2⁄ =

1

Vsh

(1-Vsh)2

Rsh+

Φ

m

2

√a x Rw .√Rt

…….……………. (4.20)

Keterangan:

Sw = saturasi air

Rw = resistivitas air formasi

Rt = resisvitas formasi

Rsh = resistivitas serpih

C = konstanta (0,4 untuk batupasir dan 0,45 untuk batugamping)

Vsh = volume serpih

m = faktor sementasi

a = faktor tortuosity

Φ = porositas

n`` = derajat saturasi (pada umumnya 2)

4. Metode Dual Water

Pada tahun 1968 Waxman dan Smits berdasarkan studi teoritis dan

eksperimen di laboratorium memperkenalkan hubungan antara resistivitas

dengan kejenuhan air untuk formasi serpihan. Model ini mengkaitkan

kontribusi resistivitas dari serpih (relatif terhadap resistivitas dari formasi)

terhadap CEC (Cation Exchange Capacity). Pada dasarnya model dual

water menganggap bahwa formasi serpihan adalah formasi bersih dengan

porositas, susunan butiran, dan kandungan fluida yang sama kecuali air yang

terdapat dalam formasi ini lebih konduktif dari salinitas air biasa. Kelebihan

konduktifitas ini disebabkan oleh tambahan ion-ion positif (Na+, K+, Ca2+

dll) yang terikat di permukaan mineral lempung (Harsono, 1997). Pada

Page 55: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

55

metode ini formasi berserpih dapat dianggap sebagai formasi bersih yang

mengandung dua jenis air:

1. Air yang berasosiasi dengan lempung disebut air-ikat (bound water)

dengan konduktivitas Cwb. Air ini tidak dapat diproduksikan karena

terikat oleh lempung itu sendiri.

2. Air lain berasosiasi dengan batuan disebut dengan air bebas (free

water)

Secara skematis model dual water dapat digambarkan menggunakan

tabel dibawah ini:

Tabel 4.5 Skema Model Dual Water

Zat padat Cairan/fluida

Matriks Lanau Lempung

kering

Air ikat Air

bebas

Hidrokarbon

Matriks Serpih Porositas efektif

Porositas total

Metode ini membutuhkan log yang dapat berfungsi sebagai indikator

serpih untuk menghitung volume serpih. Jenis serpih yang terdapat pada

formasi batuan berupa laminated shale. Tahapan interpretasi dari metode ini

sebagai berikut:

a. Menyiapkan data pendukung seperti nilai resistivitas lumpur, resistivitas

kerak lumpur, dan resistivitas filtrat lumpur.

b. Membaca tebal lapisan

c. Membaca defleksi log SP, log resistivitas, dan log porositas pada lapisan

yang bersangkutan dan lapisan serpih di dekatnya.

d. Menentukan nilai resistivitas air formasi lapisan yang akan dievaluasi,

resistivitas formasi pasir bersih, dan nilai resistivitas formasi serpih di

dekatnya

e. Menghitung nilai porositas neutron dan porositas densitas pada lapisan

yang akan dievaluasi dan lapisan serpih di dekatnya bila perlu melakukan

koreksi terhadap matriks batuan.

Page 56: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

56

f. Menentukan volume serpih

g. Melakukan koreksi porositas densitas dan porositas neutron terhadap

serpih menggunakan rumus:

ΦDC = ΦD – (Vsh x ΦDsh) …….……………. (4.21)

ΦNC = ΦN – (Vsh x ΦNsh) …….……………. (4.22)

Keterangan:

ΦDC = porositas densitas terkoreksi

ΦD = porositas densitas

Vsh = volume serpih

ΦDsh = porositas densitas pada lapisan serpih

ΦNC = porositas neutron terkoreksi

ΦN = porisitas neutron

ΦNsh = porositas neutron pada lapisan serpih

h. Menghitung nilai porositas efektif dengan menggunakan rumus

Jika terdapat gas Φe = √ΦDC

2+ ΦNC2

2 …….……………. (4.23)

Jika tidak terdapat gas Φe = ΦDC+ ΦNC

2 …….……………. (4.24)

Keterangan:

Φe = porositas efektif

ΦDC = porositas densitas terkoreksi

ΦNC = porositas neutron terkoreksi

ΦDsh= porositas densitas pada lapisan serpih

i. Menentukan porositas total pada lapisan serpih menggunakan persamaan:

Φtsh = δΦDsh + (1-δ) ΦNsh …….……………. (4.25)

Keterangan:

Φtsh = porositas total serpih

ΦNsh = porositas neutron pada lapisan serpih

j. Menghitung nilai porositas total dan saturasi air ikat dalam serpih

menggunakan rumus

Φt = Φe + (Vsh x Φtsh) …….……………. (4.26)

Sb = Vsh x tsh

t⁄ …….……………. (4.27)

Keterangan:

Φt = porositas total

Sb = saturasi air ikat dalam serpih (bound water saturation)

Φtsh = porositas total serpih

Page 57: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

57

Φe = porositas efektif

Vsh = volume serpih

k. Menghitung nilai resistivitas air formasi pasir bersih mengunakan rumus

Rw = Rcl x Φcl2 …….……………. (4.28)

Keterangan:

Rw = resistivitas air formasi

Rcl = resistivitas formasi pasir bersih

Φcl = porositas pasir bersih

l. Menghitung nilai resistivitas air ikat serpih menggunakan rumus

Rb = Rsh x Φtsh2 …….……………. (4.29)

Keterangan:

Rb = resistivitas air terikat dalam serpih

Rsh = resistivitas formasi serpih

Φtsh = porositas total serpih

m. Menghitung resistivitas air formasi sebenarnya menggunakan rumus

Rwa = Rt x Φt2 …….……………. (4.30)

Keterangan:

Rwa = resistivitas water apparent

Rt = resistivitas formasi

Φt = porositas total

n. Menghitung saturasi air total menggunakan rumus

Swt =Sb (1−

RwRb

⁄ )

2+ √Sb(1−

RwRb

⁄ )2

2+

Rw

Rwa …….……………. (4.31)

Keterangan:

Swt = saturasi air total

Sb = saturasi air ikat dalam serpih (bound water saturation)

Rb = resistivitas air terikat dalam serpih

Rw = resistivitas air formasi

Rwa = resistivitas water apparent

o. Menghitung saturasi air efektif menggunakan rumus

Swe = Swt−Sb

1− Sb …….……………. 4.32

Keterangan:

Swe = saturasi air efektif

Swt = saturasi air total

Sb = saturasi air ikat dalam serpih (bound water saturation)

Page 58: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

58

4.7 Studi Kasus Interpretasi Kuantitatif Reservoir di Cekungan Sumatra

Selatan

Berdasarkan pengamatan terhadap bentuk kurva log litologi yaitu SP dan

GR pada sumur “DANU-1” didapatkan 2 jenis litologi yaitu serpih dan

batupasir. Defleksi kurva log GR yang tinggi pada log menunjukkan litologi

yang memiliki radioaktivitas tinggi yang merupakan ciri-ciri dari serpih.

Sebaliknya kurva log GR menunjukkan defleksi negatif ke kiri yang

menunjukkan sifat radioaktivitas rendah yang merupakan ciri-ciri dari

batupasir (Gambar 4.12).

Gambar 4.12 Pengamatan Bentuk Kurva Untuk Identifikasi Litologi Berdasarkan Data Log Sumur

Berdasarkan pengamatan terhadap bentuk kurva log densitas dan kurva log

neutron pada sumur tersebut terdapat 2 macam zona hidrokarbon yang

diinterpretasi. Zona gas dicirikan oleh adanya separasi antara kurva log densitas dan

kurva log neutron yang besar dan nilai resistivitas formasi yang sangat tinggi

(Gambar 4.13). Zona gas terdapat pada kedalaman 4665 sampai 4726 feet. Zona

minyak dicirikan oleh separasi kurva log densitas dan kurva log neutron yang kecil

Shale

Batupasir

GR rendah

GR tinggi

Page 59: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

59

dan resistivitas formasi lebih rendah daripada zona gas. Zona minyak berada pada

kedalaman 4751 sampai 4815 feet (Gambar 4.13).

Berdasarkan data yang yang diberikan faktor koreksi lubang bor adalah 1 (satu)

sehingga gamma ray terkoreksi sama dengan pembacaan log GR.

Gambar 4.13 Pengamatan Bentuk Kurva Log Untuk Identifikasi Jenis Fluida Formasi pada

reservoir Berdasarkan Data Log Sumur

GRc= GR (1+0,04(MW-8,3)(1+0,06(Cal-8) (Harsono, 1997)

GRc= GR.1

GRc= GR

Koreksi resistivitas terhadap pengaruh lubang bor pada sumur tidak dapat

dilakukan karena data log sumur hanya memiliki log ILD dan log ILM sedangkan

koreksi resistivitas membutuhkan micro resistivity log misalnya log MSFL.

Kandungan serpih memberi pengaruh terhadap porositas dan permeabilitas. Yakni

berdampak pada berkurangnya nilai porositas efektif, berkurangnya nilai

permeabilitas, memberikan bacaan log resistivitas dan log porositas yang berbeda

dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Zona minyak

Zona gas

Page 60: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

60

Berdasarkan identifikasi defleksi sinar gamma didapatkan nilai minimum dari

Gamma Ray sebesar 22 API dan nilai maksimum dari Gamma Ray pada log sebesar

162 API.

Contoh perhitungan berdasarkan metode log gamma ray, volume serpih pada

kedalaman 4680 feet sebesar:

Pembacaan log GR = 39

Ish = 39-22

166-22

Ish = 0,119

Vsh = 0,083 [2(3,7𝑥0,119) − 1]

Vsh = 0,03

Berdasarkan metode log neutron, volume serpih pada kedalaman 4680 feet sebesar:

Pembacaan log neutron = 0,217

Pembacaan log neutron pada serpih di dekat lapisan = 0,36

Vsh = (0,2170,36⁄ )

Vsh = 0,603

Berdasarkan metode densitas-neutron volume serpih pada kedalaman 4680 feet

sebesar:

Perhitungan porositas densitas = 0,306

Perhitungan porositas densitas pada serpih = 0,1

Vsh = 0,306- 0,217

0,36-0,1

Vsh = 0,34

Dari ketiga metode tadi didapat nilai sebesar 0,03, 0,603, dan 0,34 maka nilai

kandungan serpih yang dipilih adalah 0.03 sebagai nilai terendah.

Contoh perhitungan porositas densitas pada kedalaman 4681 feet adalah:

Densitas bulk formasi dari pembacaan log = 2,145

Densitas matriks = 2,65

Densitas fluida = 1

ΦD = ρ

ma- ρ

b

pb- ρ

f

Page 61: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

61

Perhitungan porositas densitas = 2,65-2,145

2,65-1

ΦD = 0,306

Karena formasi mengandung serpih, maka porositas densitas harus dikoreksi

terhadap keberadaan serpih. Untuk mendapatkan nilai porositas densitas yang

terkoreksi nilai dari densitas porositas serpih harus dihitung terlebih dahulu

ΦDsh = 2,65−2,46

2,65- 1

ΦDsh = 0,115

ΦDC = 0,306 - (0,115 x 0,03)

ΦDC = 0,302

Harga porositas neutron pada lapisan ini dapat dibaca langsung dari log neutron.

Karena formasi memiliki komposisi serpih, maka porositas neutron harus dikoreksi

terhadap serpih. Harga porositas neutron serpih dibaca dari log neutron yang

memiliki harga GR maksimum

ΦN = 0,217

ΦNsh= 0,36

ΦNC = 0,217 – (0,36 x 0,03)

ΦNC = 0,2062

Porositas efektif pada lapisan di kedalaman 4681 feet adalah:

Φe = √0,3022+0.2062

2

Φe = 0,26

Setelah mendapatkan nilai porositas, maka dilanjutkan dengan mencari nilai

saturasi air. Untuk mencari nilai saturasi air membutuhkan nilai resistivitas formasi,

resistivitas air, dan resistivitas filtrat lumpur. Umumnya nilai resistivitas formasi

dapat dibaca langsung dari log resistivitas dalam (ILD atau LLD). Nilai resistivitas

harus dikoreksi terhadap suhu formasi karena harga Resistivitas berbeda sesuai

dengan suhu formasi.

Page 62: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

62

Karena log sumur hanya memiliki data resistivitas ILD dan ILM, maka koreksi

resistivitas dalam tidak dapat dilakukan. Pembacaan induction log dalam (ILD)

dianggap mewakili nilai resistivitas formasi yang sesungguhnya.

Untuk mencari nilai saturasi air pada lapisan di kedalaman 4680 feet

menggunakan metode SP tahapannya sebagai berikut:

a. Lapisan pada kedalaman 4736 feet dianggap sebagai zona bersih. Hal ini

ditunjukan dengan defleksi kurva SP yang maksimum. Defleksi pada kedalaman

ini bernilai negatif (-). Tanda negatif menunjukkan defleksi menuju ke kiri. Pada

kedalaman ini nilai SP sebesar -55.

b. Menghitung gradien temperatur

Dari informasi kepala log diketahui bahwa Bottom Hole Temperature sebesar

1950 F dan suhu permukaan 920 F. Total kedalaman sumur

Gradien temperatur = 195 F-92 F

4980 feet = 0,020 F/feet

c. Menentukan temperatur formasi pada lapisan yang dievaluasi dan pada lapisan

4736 feet

Tf pada kedalaman 4680 feet = 0,02 (4680) + 92 = 185,60 F

Tf pada kedalaman 4736 feet = 0,02 (4736) + 92 = 186,720 F

d. Menentukan nilai resistivitas filtrat lumpur pada lapisan di kedalaman 4680 feet

dan 4736 feet dengan mengunakan nilai resistivitas filtrat lumpur (Rmf) pada

temperatur yang diketahui di kepala log

Rmf @ 4680 feet dengan suhu 185,6 = 0,128 x 92 + 6,77

185,6 + 6,77

Rmf @ 4689 feet = 0,06 Ωm

Rmf @ 4736 feet dengan suhu 186,72 = 0,128 x 92 + 6,77

186,72 + 6,77

Rmf @ 4736 feet = 0,06 Ωm

e. Menentukan nilai K (faktor dasar) dengan menggunakan rumus:

K = 60 + (0,133 x Tf @ 4736 f)

K = 60 + (0,133 x 186,72 F)

K = 84,83

Page 63: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

63

f. Menentukan perbandingan harga Rmfe (resistivity of mud filtrate equivalent) /Rwe

(resistivity water equivalent) dengan rumus:

Rmfe/ Rwe = 10 – (SSP)/K

Rmfe/ Rwe = 10 – (55)/84,83

Rmfe/ Rwe = 4,45

g. Menentukan nilai Rmfe dengan menggunakan rumus:

Rmfe = 0,85 x Rmf @ Tf SSP

Rmfe = 0,85 X 0.06

Rmfe = 0,051

i. Menentukan nilai Rwe (resistivity of water equivalent) dengan menggunakan

rumus:

Rwe = Rmfe

Rasio Rmfe/Rwe⁄

Rwe = 0,051 / 4.45

Rwe = 0,015

j. Menghitung nilai Rw pada lapisan 4736 feet dengan rumus

Rw @ 186,72 F = -[0,58- 10 (0,69xRwe-0,24)

Rw @ 186,72 F = 0,0102

h. Menghitung nilai Rw di lapisan kedalaman 4680 feet dengan menggunakan

rumus:

Rw @ 185,6 = 0,0102 (186,72+6,77)

(185,6+6,77)

Rw @ 185,6 = 0.0112 Ωm

2.6 Perhitungan Saturasi Air (Sw) dan Saturasi Hidrokarbon (Sh)

Nilai resistivitas formasi serpih = 2,85 Ωm

Nilai resistivitas formasi di kedalaman 4680 feet = 107 Ωm

Nilai saturasi air pada lapisan di kedalaman 4680 feet dapat dihitung sebagai

berikut:

𝑆𝑤 =√

1

0.03(1-0,03)

2

2,85+

0,26 2,15

2

√0,62 x 0,0112 . √107

Page 64: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

64

Sw = 0,58

Sh = 1- 0,58

Sh = 0,42

Jadi nilai kejenuhan air pada kedalaman 4680 feet sebesar 58% sedangkan nilai

kejenuhan hidrokarbonnya sebesar 42%.

Page 65: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

65

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Perhitungan nilai petrofisika batuan tergantung dari model interpretasi yang

dipilih sesuai dengan jenis litologi dan ketersedian data log. Di Cekungan

Sumatra Selatan dapat dilihat dari data log bahwa kandungan serpih relatif

besar sehingga dapat dilakukan interpretasi formasi serpihan.

2. Evaluasi formasi dengan menggunakan metode Simandoux dipilih

berdasarkan beberapa pertimbangan berikut:

a. Distribusi serpih dalam batupasir berupa dispersed clay

b. Ketiadaan data log sonik pada log sumur

c. Dari log GR tampak terdapat anomali pada batuserpih berupa defleksi

kurva ke kanan menunjukkan radioaktivitas yang meningkat karena

komposisi serpih.

3. Batuan reservoir yang terdapat pada sumur DANU-1 diinterpretasi

merupakan batupasir dengan kandungan hidrokarbon berupa minyak dan

gas. Nilai parameter petrofisika yang didapat sebagai berikut:

a. Nilai volume serpih sebesar 0.03, 0.603, dan 0.34

b. Nilai resistivitas air formasi sebesar 0,0112 Ωm

c. Porositas efektif sebesar 0,26

d. Saturasi air sebesar 0,58 atau 58%

e. Saturasi hidrokarbon sebesar 0,42 atau 42%

4. Kelemahan interpretasi formasi serpihan antara lain:

a. Sulit menentukan parameter untuk menghitung kandungan serpih

b. Tidak terdapat pasir bersih yang dapat digunakan untuk menghitung

harga resistivitas air formasi

5.2 Saran

1. Perhitungan petrofisika akan lebih akurat dengan koreksi log menggunakan

microlog dan menggunakan metode selain metode kurva SP.

Page 66: Aplikasi Data Well-Log Metode Kuantitaif Untuk Perhitungan Parameter Petrofisika_Adi Danu Saputra_21100112130049

66

DAFTAR PUSTAKA

Asquith dan Kyrgowski. 2006. Basic Well Log Interpretation 2nd Edition. Tulsa

Oklahoma: The American Association of Petroleum Geologists.

De Coster, G.L. 1974. The geology of the Central and South Sumatra Basins,

Proceedings of the 3rd Indonesian Petroleum Association Annual

Convention, hal. 77-110.

Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Well Log. Jakarta:

Schlumberger SIS.

Pertamina-BPPKA. 1997. Petroleum geology of Indonesian basins: principles,

methods and applications, volume X, South Sumatra Basin. Jakarta:

Pertamina BPPKA.

Pulunggono, A. dan Cameron, N.R. 1984, Sumatran microplates, their

characteristics and their role in the evolution of the Central and South

Sumatra Basins. Proceedings of the 13th Indonesian Petroleum Association

Annual Convention, hal. 121-143.

Rider, Malcolm. 2002. The Geological Interpretation of Well Log. Scotland:

Whittless Publishing.

Schlumberger, 1991. Log Interpretation Principle and Aplication. Schlumberger

Wireline and Testing: Texas

Serra, Oberto dan Serra, L. 2004. Well Logging Data Acquisition and Applications.

Méry Corbon: Serralog Publishing.

Tapponnier. P, Peltzer, dan Armijo, R. 1986. On the mechanics between the

collision of India and Asia: Collision Tectonics. Geological Society of

London, Special Publications 19. Geological Society of London: London.