karakterisasi batuan gunungapi berdasarkan …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/...1...

10
1 Karakterisasi Batuan Gunungapi Berdasarkan Analisis Well Log, Core, dan FMI : Potensinya Sebagai Reservoir Hidrokarbon Pada Formasi Jatibarang, Cekungan Jawa Barat Utara Pernancio Agustaf 1 , Ongki Ari Prayoga 2 , Hilltrudis Gendoet Hartono 3 Program Studi Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 1 [email protected] Program Studi Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 3 Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam rangkaian cincin gunungapi dunia sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki beragam jenis batuan gunungapi baik yang berumur Tersier maupun Kuarter, akan tetapi studi mengenai karakterisasi batuan gunungapi menggunakan well log yang didukung dengan data core dan FMI (Formation Microimager) di Indonesia masih jarang dilakukan, sehingga studi mengenai karakterisasi pada batuan gunung api dirasa perlu, mengingat di Indonesia sendiri terdapat satu formasi yang telah proven sebagai reservoir yaitu Formasi Jatibarang. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter batuan gunungapi menggunakan well log, core dan FMI sehingga nantinya bisa dilakukan determinasi litologi baik jenis batuan maupun petrofisika, dengan begitu dapat diketahui baik atau buruknya batuan gunungapi Formasi Jatibarang sebagai reservoir hidrokarbon. Studi kasus penelitian ada pada Formasi Jatibarang yang berumur Oligosen awal yang terdiri dari batuan- batuan gunung api berupa lava, breksi dan tuf serta memiliki ketebalan ± 1200 meter (Adnan, et al., 1991) yang terdapat pada Subcekungan Jatibarang. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data well log, core dan FMI dari beberapa sumur yang didapatkan dari well logging dan coring yang berada pada Subcekungan Jatibarang. Dari hasil analisis didapatkan beberapa jenis litologi yaitu lava, tuf dan breksi. Hasil perhitungan petrofisika didapatkan semua jenis litologi yang ada memiliki nilai porositas dan permeabilitas yang sangat rendah, akan tetapi kehadiran fracture dalam batuan membuat nilai porositas dan permeabilitas menjadi tingi, sehingga fracture merupakan agen yang berperan besar dalam penentuan baik atau buruknya reservoir pada daerah penelitian. Kata Kunci: batuan gunungapi, formasi jatibarang, fracture, porositas dan permeabilitas, well log. Pendahuluan Indonesia memiliki banyak jenis batuan gunungapi mulai dari batuan yang memiliki komposisi basaltik sampai riolitik. Batuan-batuan gunungapi tersebut dapat berupa lava, abu gunungapi (tuff) maupun breksi guungapi. Batuan-batuan gunungapi ini tersebar hampir di seluruh Indonesia dan pulau jawa merupakan salah satu tempat di Indonesia dengan kandungan batuan gunungapi yang paling melimpah. Walaupun Indonesia memiliki batuan gunungapi yang melimpah khususnya pulau jawa, akan tetapi pengkarakterisasian menggunakan well log, core dan FMI terhadap batuan gunungapi ini sendiri masih sangat sedikit. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, tepatnya Subcekungan Jatibarang terdapat satu interval reservoir hidrokarbon yang telah terbukti dan memiliki cadangan hingga mencapai 600 MBOE (Howes dan Suherman Tisnawijaya, 1995 dalam Lunt, 2007) dengan litologi berupa batuan- batuan gunungapi tepatnya ada pada Formasi Jatibarang. Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama dijumpai pada bagian tengah dan timur Cekungan Jawa Barat Bagian Utara. Pada bagian barat cekungan ini (daerah TambunRengasdengklok) kenampakan formasi Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai (Gambar 1.). Pada bagian bawah formasi ini tersusun oleh tuff bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas tersusun oleh batupasir. Ketebalan lapisan volkanik Jatibarang ini sekitar 1200 meter (Jatibarang field) dan menipis kearah barat (Adnan, et al., 1991). Batuan vulkanik Jatibarang diendapkan pada Eosen tengah yang merupakan produk dari aktivitas volkanik yang berasosiasi dengan endapan-endapan Synrift yaitu endapan fluvial/nonmarine (Gambar 2.) (Lunt, 2007). Secara umum hidrokarbon terdapat pada litologi berupa tuf terekahkan namun, bisa juga ditemukan pada lava yang juga terekahkan secara intensif. Formasi ini terletak secara tidakselaras di atas batuan dasar.

Upload: vuthuan

Post on 30-Aug-2018

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Karakterisasi Batuan Gunungapi Berdasarkan Analisis Well Log, Core,

dan FMI : Potensinya Sebagai Reservoir Hidrokarbon Pada Formasi

Jatibarang, Cekungan Jawa Barat Utara

Pernancio Agustaf 1, Ongki Ari Prayoga 2, Hilltrudis Gendoet Hartono3

Program Studi Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta1

[email protected]

Program Studi Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 3

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam rangkaian cincin gunungapi dunia sehingga

menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki beragam jenis batuan gunungapi baik yang

berumur Tersier maupun Kuarter, akan tetapi studi mengenai karakterisasi batuan gunungapi menggunakan

well log yang didukung dengan data core dan FMI (Formation Microimager) di Indonesia masih jarang

dilakukan, sehingga studi mengenai karakterisasi pada batuan gunung api dirasa perlu, mengingat di

Indonesia sendiri terdapat satu formasi yang telah proven sebagai reservoir yaitu Formasi Jatibarang.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter batuan gunungapi menggunakan well log, core dan FMI

sehingga nantinya bisa dilakukan determinasi litologi baik jenis batuan maupun petrofisika, dengan begitu

dapat diketahui baik atau buruknya batuan gunungapi Formasi Jatibarang sebagai reservoir hidrokarbon.

Studi kasus penelitian ada pada Formasi Jatibarang yang berumur Oligosen awal yang terdiri dari batuan-

batuan gunung api berupa lava, breksi dan tuf serta memiliki ketebalan ± 1200 meter (Adnan, et al., 1991)

yang terdapat pada Subcekungan Jatibarang. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data well log, core

dan FMI dari beberapa sumur yang didapatkan dari well logging dan coring yang berada pada Subcekungan

Jatibarang. Dari hasil analisis didapatkan beberapa jenis litologi yaitu lava, tuf dan breksi. Hasil perhitungan

petrofisika didapatkan semua jenis litologi yang ada memiliki nilai porositas dan permeabilitas yang sangat

rendah, akan tetapi kehadiran fracture dalam batuan membuat nilai porositas dan permeabilitas menjadi tingi,

sehingga fracture merupakan agen yang berperan besar dalam penentuan baik atau buruknya reservoir pada

daerah penelitian.

Kata Kunci: batuan gunungapi, formasi jatibarang, fracture, porositas dan permeabilitas, well log.

Pendahuluan

Indonesia memiliki banyak jenis batuan gunungapi

mulai dari batuan yang memiliki komposisi basaltik

sampai riolitik. Batuan-batuan gunungapi tersebut

dapat berupa lava, abu gunungapi (tuff) maupun

breksi guungapi. Batuan-batuan gunungapi ini

tersebar hampir di seluruh Indonesia dan pulau jawa

merupakan salah satu tempat di Indonesia dengan

kandungan batuan gunungapi yang paling melimpah.

Walaupun Indonesia memiliki batuan gunungapi

yang melimpah khususnya pulau jawa, akan tetapi

pengkarakterisasian menggunakan well log, core dan

FMI terhadap batuan gunungapi ini sendiri masih

sangat sedikit. Pada Cekungan Jawa Barat Utara,

tepatnya Subcekungan Jatibarang terdapat satu

interval reservoir hidrokarbon yang telah terbukti

dan memiliki cadangan hingga mencapai 600

MBOE (Howes dan Suherman Tisnawijaya, 1995

dalam Lunt, 2007) dengan litologi berupa batuan-

batuan gunungapi tepatnya ada pada Formasi

Jatibarang.

Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early

synrift, terutama dijumpai pada bagian tengah dan

timur Cekungan Jawa Barat Bagian Utara. Pada

bagian barat cekungan ini (daerah Tambun–

Rengasdengklok) kenampakan formasi Jatibarang

tidak banyak (sangat tipis) dijumpai (Gambar 1.).

Pada bagian bawah formasi ini tersusun oleh tuff

bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas

tersusun oleh batupasir. Ketebalan lapisan volkanik

Jatibarang ini sekitar 1200 meter (Jatibarang field)

dan menipis kearah barat (Adnan, et al., 1991).

Batuan vulkanik Jatibarang diendapkan pada Eosen

tengah yang merupakan produk dari aktivitas

volkanik yang berasosiasi dengan endapan-endapan

Synrift yaitu endapan fluvial/nonmarine (Gambar 2.)

(Lunt, 2007). Secara umum hidrokarbon terdapat

pada litologi berupa tuf terekahkan namun, bisa juga

ditemukan pada lava yang juga terekahkan secara

intensif. Formasi ini terletak secara tidakselaras di

atas batuan dasar.

2

Dengan melihat kelimpahan batuan gunungapi yang

ada di Indonesia, khususnya pulau jawa dan belum

banyak dilakukan karakterisasi teradap batuan

gunungapi, sehingga penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui karakter batuan gunungapi

menggunakan data dan analisis yang terintegrasi

menggunakan data well log, core dan FMI

(Formation Microimager) sehingga bisa diketahui

potensinya sebagai reservoir hidrokarbon studi kasus

batuan gunungapi Formasi Jatibarang.

2. Data dan Metode Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian adalah data

well log, core dan FMI dari beberapa sumur yang

ada pada Subcekungan Jatibarang milik PT.

Pertamina EP Asset 3 Cirebon. Metode yang

digunakan dalam determinasi litologi adalah metode

crossplot log neutron dan log densitas serta log

gamma ray yang kemudian di validasi dengan data

core dan juga FMI (Formation Microimager).

Dalam penentuan nilai petrofisika batuan digunakan

beberapa metode. Perhitungan nilai volume shale

batuan (Vsh) dilakukan secara linier menggunakan

persamaan :

Keterangan:

Vsh = Volume shale

Grlog = Nilai log GR pada zona target

GRmax = Nilai log GR maksimum

GRmin = Nilai log GR minimum

Metode Bateman-Konen (1997) dalam Asquith dan

Krygowski (2004) untuk mengetahui nilai porositas

total batuan (øt) menggunakan nilai dari log densitas

dan log neutron. Perhitungan porositas matriks

batuan (øm) menggunakan nilai dari log sonik yang

di normalisasi menggunakan porositas core,

sehingga nilai porositas fracture (øf) adalah selisih

dari porositas total batuan (øt) dengan porositas

matriks batuan (øm). Untuk menghitung nilai

permeabilitas, karena pada batuan gunungapi

Formasi Jatibarang permeabilitas yang berkembang

adalah permeabilitas fracture, maka metode yang

digunakan adalah persamaan milik Nelson (2001) :

Keterangan :

: Permeabilitas rekahan

e : fracture aperture

D : fracture spacing

Untuk mendapatkan nilai permeabilitas fracture

dibutuhkan nilai fracture aperture dan fracture

spacing. Nilai fracture spacing didapat

menggunakan persamaan milik Luthi dan Souhaite

(1990) :

Keterangan :

W : fracture aperture

A : Tambahan nilai konduktivitas pada zona

rekahan

Rm : Tahanan jenis lumpur pemboran

Rxo : Tahanan jenis zona terinvasi

a, b dan c : konstanta nilai ketetapan pada alat

pengukuran

nilai fracture spacing didapat menggunakan

persamaan Nelson (2001).

Keterangan :

: Porositas rekahan

e : apertur rekahan

D : Fracture spacing

Metode Archie digunakan untuk mengetahui nilai

saturasi air pada batuan dan dipilih karena pada

metode ini batuan yang di analisa dianggap clean

sand.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Determinasi Litologi

3.1.1 Lava Andesit

Pada daerah penelitian lava andesit ataupun basal

sangatlah susah dibedakan berdasarkan data wireline

log, maka dibutuhkan data-data tambahan yaitu

berupa analisis inti batuan baik itu petrografi, SEM

ataupun FMI. Lava andesit pada daerah penelitian

memiliki ciri-ciri megaskopis berupa warna abu-abu

cerah, tekstur porfiro afanitik, dengan struktur masif,

komposisi utama mineral didominasi oleh mineral

plagioklas yang menunjukan penjajaran dengan

hadir pula biotit dan feldspar (Gambar 1A).

Selain data deskripsi petrografi, determinasi litologi

ini juga diperkuat dengan data FMI yang

menampakan struktur batuan berupa struktur masif

yang diinterpretasikan merupakan respon dari

struktur lava andesit/basalt yang padat (tight)

(Gambar 1B). Porositas visual yang teramati

diperkirakan lubang vesikular dan rekahan mikro

yang hadir dalam jumlah rendah. Proses diagenesa

terdiri dari penggantian mineral gelas dan plagioklas

oleh kuarsa, klorit dan smektit. Mineral-mineral

tersebut juga dijumpai mengisi rekahan-rekahan

mikro dan lubang vesikular (Gambar 1D).

Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui lava

3

andesit/basalt memiliki nilai gamma ray rendah (30-

60 GAPI), Log RhoB yang tinggi (2600-2750

K/M3), Log NPHI (0,041-0,205 V/V) (Gambar 1E).

3.1.2 Tuf Gelas

Pada daerah penelitian, tuf gelas memiliki ciri-ciri

warna coklat kehijauan, tekstur piroklastika,

berukuran butir 0,5-1 mm, kemas terbuka, terpilah

buruk, tersusun oleh fragmen batuan dan mineral

plagioklas dan sedikit piroksen dan biotit, serta

matriks gelas berukuran sangat halus, sebagian telah

terubah menjadi silika klorit dan mineral lempung

(Gambar 2A).

Pada FMI, interval yang teridentifikasi tersusun oleh

tuf gelas terekahkan memperlihatkan adanya struktur

perlapisan dengan nilai tahanan jenis yang rendah

hingga sedang (Gambar 2C). Pada identifikasi

menggunakan data SEM memperlihatkan percontoh

batuan tuf gelas memiliki karakter batuan piroklastik

teralterasi dengan komposisi utama fragmen gelas,

kuarsa, plagioklas, felspar, klorit, ilit dan litik

fragmen. Porositas visual rendah, terdiri dari

porositas primer dan porositas sekunder hasil

pelarutan mineral gelas dan butiran tidak stabil serta

setempat porositas mikro yang terbentuk di antara

mineral lempung klorit dan ilit.

Jenis litologi tuf gelas terekahkan pada daerah

penelitian merupakan fasies yang baik sebagai

reservoir dimana pada jenis litologi ini memiliki

porositas primer dan didukung oleh porositas serta

permeabilitas fracture Gambar 2B). Berdasarkan

integrasi dari beberapa data diketahui pada wireline

log jenis litologi tuf gelas memiliki nilai gamma ray

yang tinggi (150-300 GAPI), nilai log densitas 2250-

2500 K/M3, dan log neutron 0,040-0,205 V/V

(Gambar 2E).

3.1.3 Tuf Kristal

Pada daerah penelitian tuf kristal memiliki ciri-ciri

megaskopis batuan piroklastik, warna putih, tekstur

piroklastik, kemas terbuka, terpilah sedang, ukuran

butir 0,5-2 mm, tersusun oleh fragmen batuan,

mineral plagioklas, piroksen dan matriks glass

berukuran sangat halus, sebagian telah terubah

menjadi silika dan mineral lempung (Gambar 3A).

Pada FMI, interval yang teridentifikasi tersusun oleh

tuf kristal memperlihatkan adanya struktur

perlapisan dan laminasi dengan nilai tahanan jenis

yang rendah hingga sedang (Gambar 3B). Pada

identifikasi menggunakan data SEM, tuf kristal

memperlihatkan perconto batuan piroklastik

teralterasi dengan komposisi utama fragmen batuan,

kuarsa, plagioklas, felspar, klorit, ilit dan gelas.

Porositas visual sedang, terdiri dari porositas

sekunder hasil pelarutan mineral gelas dan butiran

tidak stabil dan porositas mikro yang terbentuk di

antara mineral lempung klorit dan setempat ilit

(Gambar 3D). Berdasarkan integrasi dari beberapa

data diketahui pada wireline log jenis litologi tuf

kristal memiliki nilai gamma ray yang tinggi (150-

300 GAPI), nilai log densitas 2050-2450 K/M3, dan

log neutron 0,17-0,33 V/V (Gambar 3E).

3.1.4 Tuf Litik

pada daerah penelitian tuf litik memiliki ciri-ciri

megaskopis batuan piroklastik, warna putih

kehijauan, tekstur piroklastika, fragmen menyudut

hingga menyudut tanggung, kemas terbuka, terpilah

buruk, ukuran butir 0,5-2 mm, tersusun oleh

fragmen batuan, mineral plagioklas dan matriks

gelas berukuran sangat halus, sebagian telah terubah

menjadi silika dan mineral lempung (Gambar 4A).

Berdasarkan analisis pada FMI, interval yang

teridentifikasi tersusun oleh tuf litik memperlihatkan

adanya struktur perlapisan dan laminasi serta masif

(Gambar 4B). Pada identifikasi menggunakan data

SEM, menunjukan perconto batuan piroklastik

dengan alterasi intensif. Komposisi mineralogi

terdiri dari fragmen batuan, gelas, plagioklas,

felspar, kuarsa, kalsit, ilit dan klorit. Mineral

fenokris umumnya telah mengalami pelarutan dan

penggantian oleh mineral sekunder seperti lempung

kuarsa, kalsit, ilit dan klorit. Porositas visual sedang,

terdiri dari jenis porositas primer dan sekundere dari

proses pelarutan mineral gelas dan butiran tidak

stabil, porositas mikro yang terbentuk pada mineral

lempung dan rekahan mikro (Gambar 4D).

Berdasarkan integrasi dari beberapa data diketahui

pada wireline log jenis litologi tuf litik memiliki

nilai gamma ray yang sedang hingga tinggi (90-250

GAPI), nilai log densitas 2250-2500 K/M3, dan log

neutron 0,17-0,29 V/V (Gambar 4E).

3.1.5 Breksi Gunungapi

Breksi didaearah penelitian memiliki ciri-ciri warna

abu-abu gelap, tekstur klastika, fragmen berupa

batuan andesit dan juga beberapa terdapat tepra

gunungapi memiliki ukuran > 2 cm, dengan kemas

terbuka, bentuk butir meyudut hingga menyudut

tanggung, dan terpilah buruk dengan masa dasar

berupa tuf dan material terigen (Gambar 5A).

Analisis menggunakan FMI pada jenis litologi ini

menunjukan struktur batuan masif dan juga terlihat

adanya kenampakan zona-zona konduktif yang

tersebar dan diinterpretasikan merupakan respon

fragmen batuan pada image log (Gambar 5B).

Berdasarkan integrasi dari beberapa data diketahui

pada wireline log jenis litologi breksi memiliki

range nilai yang panjang pada log gamma ray,

densitas ataupun neutron. Pada log gamma ray jenis

litologi breksi gunungapi memiliki nilai gamma ray

yang rendah hingga sedang (20-120 GAPI), nilai log

densitas 2230-2600 K/M3, dan log neutron 0,021-

0,29 V/V (Gambar 5E).

3.2 Analisis Petrofisika

3.2.1 Volume Serpih

Perhitungan volume serpih dilakukan pada setiap

zonasi fasies litologi pada masing-masing sumur.

4

Nilai volume serpih pada hasil penelitian berupa

nilai maksimum, minimum dan nilai rata-rata. Pada

Tabel 1, dapat dilihat bahwa nilai volume serpih

pada masing-masing fasies litologi memiliki kisaran

nilai 1,9% - 19% serta sebagian besar memiliki nilai

volume serpih < 10%. Berdasarkan hasil dari

perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa pada

masing-masing fasies memiliki potensi sebagai

reservoir. Tabel hasil perhitungan volume serpih

diatas merupakan hasil dari perhitungan volume

serpih menggunakan metode perhitungan indeks

gamma ray.

3.2.2 Porositas

Porositas merupakan parameter penting dalam

penilaian terhadap nilai keekonomisan suatu

reservoir. Pada penelitian ini porositas yang dihitung

dibagi menjadi tiga jenis yaitu porositas total,

porositas matriks dan porositas rekahan. Porositas

total sendiri dianggap merupakan representasi nilai

porositas matriks dan porositas sekunder. Pada

reservoir batuan vulkanik sendiri pada dasarnya

memiliki nilai porositas matriks yang rendah dan

tidak saling terhubung. Oleh sebab itu pada reservoir

batuan vulkanik, porositas rekahan dianggap

berperan penting dalam penentuan apakah lapisan

batuan tersebut dapat menyimpan dan mengalirkan

fluida atau tidak.

Porositas rekahan dihitung sebagai rentang nilai

antara nilai porositas total terhadap porositas matriks

batuan. Hasil perhitungan porositas untuk masing-

masing sumur seperti pada Tabel 1, menunjukan

bahwa porositas matriks pada masing-masing fasies

batuan memiliki nilai jangkauan porositas matriks

berkisar 0,6 – 15,4% dengan nilai rata-rata porositas

matriks adalah 5,9 %. Berdasarkan klasifikasi nilai

ekonomis porositas batuan oleh Koesoemadinata

(1980), porositas primer batuan pada daerah

penelitian digolongkan sebagai porositas yang

diabaikan hingga buruk. Namun jika dilihat secara

lebih rinci, dapat diketahui bahwa fasies V1

(asosiasi tuf kristal, tuf litik, dan tuf gelas)

merupakan fasies yang memiliki nilai porositas

matriks paling tinggi pada daerah penelitian dengan

nilai jangkauan porositas sekitar 3 – 15,4% (kategori

buruk hingga cukup) dan nilai rata-rata porositas

matriks batuan adalah 7,09 %. Fasies V3 (Asosiasi

lava, dan breksi gunungapi) pada daerah penelitian

memiliki nilai porositas matriks 2-5,7% dengan

nilai rata-rata porositas matriks batuan adalah 4,3%

masuk pada kategori porositas batuan yang

diabaikan. Sedangkan fasies V4 (Lava dan

aglomerat) merupakan fasies yang memiliki nilai

porositas matriks paling rendah pada daerah

penelitian yaitu 0,6% (Diabaikan) atau dapat disebut

sebagai tight reservoir. Nilai porositas rekahan pada

daerah penelitian memiliki rentang nilai porositas

sekitar 4 – 10% dengan nilai rata-rata porositas

rekahan adalah 6,9 % dan yang memiliki nilai

porositas rekahan paling besar ada pada fasies V1.

Fasies V1 merupakan fasies yang memiliki nilai

porositas paling baik pada daerah penelitian yaitu

sekitar 13,5% dengan asumsi bahwa porositas

rekahan pada fasies ini menambah nilai porositas

serta media permeabilitas batuan. Sedangkan fasies

V2, V3, dan V4 secara berturut-urut memiliki nilai

porositas total 12 %, 11 % dan 7 %.Sehingga Pada

penelitian ini porositas rekahan dianggap sebagai

media yang berfungsi sebagai tempat menyimpan

fluida serta mengalirkan fluida.

3.2.3 Saturasi Air

Saturasi air menunjukan volume air yang terkandung

di dalam reservoir. Saturasi air efektif merupakan

perbandingan antara porositas efektif terhadap

volume free water. Perhitungan saturasi air efektif

ini akan menentukan nilai keekonomisan dari suatu

reservoir untuk dieksploitasi. Semakin besar nilai

saturasi air efektif ini maka nilai keekonomisan

reservoir akan semakin kecil. Dari perhitungan

saturasi air efektif pada reservoir vulkanik yang ada

pada Tabel 2, diketahui saturasi efektif pada

reservoir vulkanik memiliki kisaran nilai yaitu 15 -

45,2% dengan nilai rata-rata 28,17% maka reservoir

pada daerah penelitian dapat dikategorikan sebagai

ekonomis untuk ditindaklanjuti pada proses

pengeboran.

3.2.4 Permeabilitas Rekahan

Permeabilitas merupakan suatu fungsi tingkat

kemudahan fluida pada viskositas tertentu untuk

mengalir melalui pori-pori batuan pada suatu

gradien tekanan dan suhu tertentu. Berdasarkan hasil

uji laboratorium oleh Core Laboratory Inc,

Petroleum engineering DALAS, TEXAS pada

sumur Java-113 interval perforasi, batuan vulkanik

yang teridentifikasi sebagai reservoir memiliki

permeabilitas matriks yaitu 0,0029 – 0,075 mD.

Berdasarkan klasifikasi North (1985) masuk pada

golongan buruk atau tidak dapat mengalirkan fluida.

Sehingga pada penelitian kali ini peneliti berasumsi

bahwa agen atau media permeabilitas pada reservoir

vulkanik lebih dipengaruhi oleh rekahan (fracture).

Berdasarkan perhitungan permeabilitas rekahan

yang ada pada Tabel 2, diketahui nilai permeabilitas

rekahan pada daerah penelitian adalah 0,009 – 236

mD dengan nilai rata-rata permeabilitas rekahan

adalah 30,8 mD. Berdasarkan klasifikasi North

(1985) permeabilitas daerah penelitian digolongkan

sebagai permeabilitas yang cukup baik. Pada daerah

penelitian, fasies V1 merupakan fasies yang

memiliki nilai permeabilitas batuan paling tinggi,

yaitu sekitar 9-236 mD. Sehingga fasies V1

merupakan target interval utama yang menjadi

prioritas sebagai reservoir untuk diekploitasi.

Sedangkan nilai permeabilitas rekahan paling rendah

yaitu pada fasies V4 yang memiliki nilai

permeabilitas rekahan 0,004 mD.

5

3.2.5 Pay Summary

Proses akhir dari analisis petrofisik adalah membuat

rangkuman hasil dari perhitungan karakteristik

reservoir (paysummary). Tujuan utama dilakukannya

proses ini adalah untuk mengetahui nilai

keekonomisan reservoir serta penentuan proses

lanjutan terhadap zona reservoir. Nilai

keekonomisan dari reservoir ditinjau dari ketebalan

reservoir tersebut baik itu net reservoir ataupun net

pay. Hasil dari ikhtisar properti reservoir pada

masing-masing sumur disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan tabel pay summary disimpulkan bahwa

nilai net pay dan net reservoir pada daerah

penelitian memiliki perbedaan nilai yang cukup

signifikan, hal ini diinterpretasikan dikontrol oleh

penyebaran rekahan yang berbeda pada masing-

masing sumur. Sehingga identifikasi rekahan secara

rinci dibutuhkan untuk mengetahui potensi pada

reservoir vulkanik Jatibarang.

4. Kesimpulan Setelah dilakukan serangkaian penelitian maka

didapatkan beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Berdasarkan analisis melalui metode plot silang

log neutron dan densitas pada wireline log yang

dikalibrasi oleh data core dan juga FMI, maka pada

daerah penelitian tersusun oleh jenis litologi batuan

vulkanik yaitu tuf litik, tuf gelas, tuf kristal, breksi,

serta lava yang kemudian dikelompokan kembali

menjadi 4 asosiasi litofasies yaitu V1 (asosiasi tuf),

V2 (asosiasi breksi dan tuf), V3 (asosiasi breksi dan

lava) dan juga V4 (fasies lava).

2. Berdasarkan crossplot log neutron dan log

density serta log GR, diketahui :

Lava andesit/basalt memiliki nilai gamma

ray rendah (30-60 GAPI), Log RhoB yang

tinggi (2600-2750 K/M3), Log NPHI

(0,041-0,205 V/V)

tuf gelas memiliki nilai gamma ray yang

tinggi (150-300 GAPI), nilai log densitas

2250-2500 K/M3, dan log neutron 0,040-

0,205 V/V

litologi tuf kristal memiliki nilai gamma ray

yang tinggi (150-300 GAPI), nilai log

densitas 2050-2450 K/M3, dan log neutron

0,17-0,33 V/V

tuf litik memiliki nilai gamma ray yang

sedang hingga tinggi (90-250 GAPI), nilai

log densitas 2250-2500 K/M3, dan log

neutron 0,17-0,29 V/V

breksi gunungapi memiliki nilai gamma ray

yang rendah hingga sedang (20-120 GAPI),

nilai log densitas 2230-2600 K/M3, dan log

neutron 0,021-0,29 V/V

3. Hasil analisis petrofisika secara kuantitatif pada

daerah penelitian difokuskan pada karakterisasi

properti reservoir diantaranya volume serpih,

porositas matriks dan porositas rekahan, saturasi air,

apertur rekahan, spasi antar rekahan serta

permeabilitas rekahan dengan rangkuman dari

masing-masing perhitungan pada Tabel 5.

Berdasarkan hasil perhitungan petrofisika reservoir

pada Tabel 5 didapatkan hasil bahwa pada Lapangan

Java sebagian besar zona potensi hidrokarbon

terdapat pada fasies V1 Formasi Jatibarang.

4. Dengan melihat nilai parameter petrofisika dan

ketebalan reservoir dari Lapangan Java, maka dapat

disimpulkan bahwa kualitas reservoir pada

Lapangan Java sangat bergantung dari rekahan yang

hadir pada area tersebut sehingga penyebaran

reservoir pada daerah penelitian tidak semata-mata

mengikuti perlapisan fasies batuan vulkanik yang

ada.

Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada segenap

management PT. Pertamina Asset 3 yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi,

memberikan saran serta bimbingan dan juga telah

bersedia memberikan izin pemakaian data sehingga

tulisan ini dapat diselesaikan dan berjalan dengan

lancar.

Daftar Pustaka Adnan, A., Sukowitono, dan Supriyanto, 1991.

Jatibarang sub basin – A half graben model in

the onshore of Northwest Java, Proceedings

of the Indonesian Petroleum Association 20th

Annual Convention. Asquith G., and Krygowsky, D., 2004. Basic Well

Log Analisys, American Association of

Petroleum Geologist, Tulsa, Oklahoma.

Bateman, R.M., Konen, C.E., 1977, The log Analyst

and The Programmable Pocket Calculator:

Log Analyst (September-October), v. 18, no.

5, p. 3-10.

Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi

Log, Schlumberger Oilfield Services, Jakarta,

Indonesia.

Lunt, P., 2007, The Sedimentary Geology of Java, In

Press.

Luthi, S.M., and Souhaite, P., 1990, Fracture

Apertures From Electrical Borehole Scans:

Geophysics, v. 55/7, p. 821-833.

Nelson, R.A., 2001, Geologic Analysis of Naturally

Fractured Reservoirs, Gulf Professional

Publishing, Houston, Texas.

Patmosukismo, S., dan Yahya, I., 1974. The

basement configuration of the North West

Java Area. Proceedings of the Indonesian

Petroleum Association 3rd Annual

Convention.

Rider, M., 2000. The Geologycal Interpretation of

Well Logs, Rider-French Consulting Ltd.,

Sutherland, Scotland.

6

Gambar 1. Penampang Barat-Timur Cekungan Jawa Barat Utara

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Lunt, 2007)

7

8

9

Tabel 1. Hasil Perhitungan Volume Shale (kiri) dan Hasil Perhitungan Porositas (kanan)

Tabel 2. Hasil Perhitungan Saturasi Air (kiri) dan Hasil Perhitungan Permeabilitas rekahan (kanan)

10

Tabel 3 : Pay Summary Masing-masing Sumur pada Lapangan Java