bab ii petrologi

39
BAB II BATUAN BEKU 2.1. Tinjauan Umum Batuan Beku Batuan beku adalah yang terjadi akibat pembekuan larutan silika cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama Magma. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan kepada tiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan berdasarkan susunan mineraloginya. Pembagian yang berdasarkan genetik atau tempat terjadinya dari batuan beku dapat dibagi atas : Batuan Ekstrusi, terdiri dari semua material yang dikeluarkan kepermukaan bumi baik di daratan maupun di bawah permukaan laut material ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat atau suatu larutan yang kental dan panas yang disebut lava. Magma yang mencapai permukaan bumi melalui rekahan atau lubang kepundan gunung api sebagai erupsi, mendingin dengan cepat dan membeku menjadi batuan beku luar. Keluarnya magma dipermukaan bumi melalui rekahan dinamakan erupsi linear, pada umumnya magma basaltic yang 4

Upload: muhammad-irfan-siregar

Post on 04-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

123

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Petrologi

BAB II

BATUAN BEKU

2.1. Tinjauan Umum Batuan Beku

Batuan beku adalah yang terjadi akibat pembekuan larutan silika cair dan pijar,

yang kita kenal dengan nama Magma. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan

kepada tiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa

kimia yang terkandung dan berdasarkan susunan mineraloginya.

Pembagian yang berdasarkan genetik atau tempat terjadinya dari batuan beku

dapat dibagi atas :

Batuan Ekstrusi, terdiri dari semua material yang dikeluarkan

kepermukaan bumi baik di daratan maupun di bawah permukaan laut material

ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat atau suatu larutan yang

kental dan panas yang disebut lava. Magma yang mencapai permukaan bumi

melalui rekahan atau lubang kepundan gunung api sebagai erupsi, mendingin

dengan cepat dan membeku menjadi batuan beku luar. Keluarnya magma

dipermukaan bumi melalui rekahan dinamakan erupsi linear, pada umumnya

magma basaltic yang viskositasnya rendah, sehingga dapat mengalir disekitar

rekahan, menjadi hamparan lava basalt plateau basalt. Sedangkan yang keluar

melalui lubang kepundan dinamakan erupsi sentral. Magma dapat mengalir

melalui lereng, sebagai aliran lava atau tersembur ke atas bersama gas-gas

sebagai piroklastik, atau rempah gunung api. Lava terdapat dalam berbagai

bentuk dan jenis tergantung dari komposisi magmanya dan tempat atau

lingkungannya dimana pembekuan terjadi, apabila membeku dalam permukaan

air terbentuklah lava bantal, sesuai dengan namanya bentuknya mirip dengan

bantal.

4

Page 2: BAB II Petrologi

Batuan Intrusi, proses batuan ini sangat berbeda dengan kegiatan batuan

ekstrusi, dimana batuan ini sifatnya menerobos lapisan batuan yang sebelumnya

telah terbentuk magma yang membeku dibawah permukaan, pendinginannya

sangat lamban (dapat sampai jutaan tahun), memungkinkan munculnya kristal

yang besar dan sempurna menjadi tubuh batuan intrusive. Tubuh batuan beku

dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, karena magma dapat

menguak batuan di sekitarnya atau menerobos melalui rekahan. Tiga prinsip dari

tipe bentuk intrusi batuan beku berdasarkan bentuk dasar dan geometri adalah :

- Bentuk yang tidak beraturan pada umunya berbentuk diskordan dan biasanya

memiliki bentuk yang jelas di permukaan (batholit dan stock).

- Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda yaitu yang

mempunyai bentuk diskordan (dike) dan yang berbentuk konkordan (silt dan

lakolit).

- Tipe ketiga dari tubuh intrusi relatif memiliki tubuh yang kecil. Bentuk khas

dari grup ini adalah intrusi silinder atau pipa, sebagian besar sisa dari korok

gunung api.

2.1.1. Pengertian Magma

Cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara ilmiah, bersifat mobile,

bersuhu antara 9000-12000 atau lebih berasal dari kerak bumi bagian bawah atau

selubung bumi bagian atas (Vide F.F. Grouts, 1947; Turner dan Verhoogen,

1960;H.William, 1962)

Komposisi kimia magma hasil analisa kimia dari sample batuan beku:

Senyawa-senyawa yang bersifat non volatil dan merupakan unsur oksida

dalam magma jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma sehingga

merupakan mayor elemen, terdiri dari oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO,

CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.

Page 3: BAB II Petrologi

Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma terdiri dari

fraksi-fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2.

Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak dan merupakan minor elemen

seperti Rb, Ba, Sr, Ni, CO, V, Li, Cr, S dan Pb.

Bunsen 1951, vide W.T. Huang 1962, mempunyai pendapat ada dua jenis magma

primer yaitu basaltic dan granitic, dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua

magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.

Dailly Winkler, 1933, Vide W.T. Huang 1962, berpendapat lain yaitu magma asli

(primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses differensiasi

magmatik akan menjadi magma bersifat lain.

Magma basa bersifat lebih encer (vikositas rendah), kandungan unsur kimia berat,

kadar H+, OH- dan gas tinggi. Sedangkan magma asam adalah sebaliknya.

2.1.2. Evolusi Magma

Genesa batuan beku, vulkanik maupun plutonik harus ditinjau dari tiga segi :

1. Faktor yang memberikan bagaimana dan dimana larutan yang bergenerasi

didalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah.

2. Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan sewaktu naik kepermukaan.

3. Proses-proses didekat permukaan yang menyempurnakan generasi.

Magma yang berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses sebagai berikut :

- Hibridasi : pembentukan magma baru karena percampuran dua magma yang

berlainan jenisnya.

- Sinteksis : pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan

samping.

- Anateksis : proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman

yang sangat dalam.

Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami differensiasi

magmatik.

Page 4: BAB II Petrologi

Differensiasi magmatik meliputi semua proses yang mengubah magma dari

keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi masa batuan beku dengan

komposisi yang berfariasi.

Proses-proses diffrensiasi magma meliputi :

- Fragsinasi ialah pemisahan kristal dari larutan magma, karena proses kristalisasi

berjalan tidak seimbang atau kristal-kristal pada waktu pendinginan magma tidak

dapat mengikuti perkembangan. Komposisi larutan magma baru ini terjadi terutama

karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok dan tiba-tiba,

Proses fragsinasi ini merupakan proses diffrensiasi yang paling utama.

- Crystal Setting atau gravitational adalah pengendapan kristal oleh gravitasi dari

kristal–kristal berat Ca, Mg, Fe yang akan memperkaya magma pada bagian dasar

waduk, disini mineral silikat berat akan terletak dibawah mineral silikat ringan.

- Liquid Immisibility ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah

menjadi larutan yang masing-masing membentuk bahan yang heterogen.

- Crystal Flotation adalah pengambangan mineral ringan dari sodium dan pottasium

yang akan memperkaya magma pada bagian atas dari waduk magma.

- Vesculation adalah proses dimana magma yang mengandung komponen seperti

CO2 ,SO2 ,S

- O2 dan H2O sewaktu naik ke permukaan membentuk gelembung gas dan membawa

serta komponen volatil sodium Na dan potasium K.

- Disfussion ialah bercampurnya batuan batuan dinding dengan magma dalam waduk

magma scara lateral.

Evolusi magma dapat juga dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dengan batuan

sekitarnya.

Jika magma yang menerobos kepermukaan temperaturnya lebih tinggi dari pada

temperatur batuan sekitarnya tersebut hingga mempengaruhi komposisi magma

tersebut. Hal ini sering terjadi terutama pada magma plutonik karena letaknya yang jauh

dari permukaan bumi.

Page 5: BAB II Petrologi

Maksudnya adalah dua batuan yang terbentuknya berbeda seperti batuan

vulkanik dan batuan intrusi dangkal dapat juga dihasilkan dari campuran sebagian

kristalin, yaitu kristalisasi magma. Contohnya adalah batuan basalt, andesit dan rhyolit

di Colorado dihasilkan dari pergantian erupsi yang cepat dari suatu lubang erupsi.

2.1.3. Reaksi Bowen Seri Dari Mineral Utama Pembentukan Batuan Beku

Seri reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukkan urutan kristalisasi

dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian mineral yaitu : mineral

mafik dan mineral felsik.

Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya

membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin

cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan

mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya. Pembentukan mineral

dalam magma penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen seri. Bowen seri telah

membuat skema pembentukan mineral dan skema tersebut sangat berguna sekali dalam

menginterpretasikan mineral-mineral tersebut. Lihat gambar di samping:

Page 6: BAB II Petrologi

TemperaturSeri Reaksi Tak Menerus

Dan Reaksi Menerus

Jenis

Batuan

Tinggi Awal

Kristalisasi

Rendah

Akhir

Kristalisasi

Olivin Anortit

Bitoenit

Piroksen

Labradorit

Amfibol Andesin

Oligoklas

Biotit

Albit

K-Felspar

Muskopit

Kuarsa

Ultra Mafik

Basa

Intermedier

Asam

Gambar 2.1. Skema yang Menunjukkan Serie Reaksi Bown.

Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafic, yang pertama kali terbentuk dalam

temperatur yang sangat tinggi adalah olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh

SiO2 maka piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan piroksen merupakan

pasangan “Incongruent melting”, dimana setelah pembentukannya olivin akan bereaksi

dengan larutan sisa membentuk piroksen.

Page 7: BAB II Petrologi

Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan

temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah biotit, terbentuk pada temperatur

yang rendah.

Mineral-mineral sebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok plagioklas, karena

mineral banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite adalah mineral yang pertama kali

terbentuk pada suhu tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku basa seperti gabro

atau basal. Andesin terbentuk pada suhu menengah dan terdapat pada batuan beku

diorit, atau andesit. Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albit,

mineral ini banyak terdapat pada batuan beku asam seperti granite dan rhyolite.

Reaksi berubahnya komposisi plagioklas ini merupakan deret mineral padat yang

merupakan hasil yang continiu, artinya kristalisasi plagioklas Ca – Plagioklas Na, jika

reaksi setimbang akan berjalan menerus.

Mineral-mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral potassium

feldspar dan menerus kemineral muscovite dan terakhir sekali kemineral kwarsa. Maka

mineral kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral felsic

dan mineral mafic, sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang

sangat tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain.

2.2. Komposisi Mineral Batuan Beku

Menurut Walter T. Huang, 1962, komposisi mineral dikelompokkan menjadi tiga

kelompok mineral yaitu :

2.2.1. Mineral Utama

Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma, dan kehadirannya

sangat menentukan dalam penamaan batuan. Berdasarkan warna dan densitas

dikelompokkan menjadi dua yaitu :

Page 8: BAB II Petrologi

1. Mineral Felsic (mineral bewarna terang dengan densitas rata-rata 2,5-2,7) yaitu :

- Kuarsa (SiO2)

- Kelompok feldspar, terdiri dari seri feldspar alkali (Kna) AlSi3O8 dan seri

plagioklas, anorthoklas, adularia dan mikrolin. Seri plagioklas terdiri dari albit,

oligoklas, andesit, labradoriot, bitownit dan labradorit.

2. Mineral mafic (mineral eromagnesia dengan warna gelap dan densitas rata-rata

3,0-3,6) yaitu :

- Kelompok olivine terdiri dari fayalite dan forsterite.

- Kelompok piroksen terdiri dari enstatit, hiperstein, augite, pigeonit, diopsid.

- Kelompok mika terdiri dari biotit muscovite plogopite.

- Kelompok ampibol terdiri dari anthofilit, cumingtonit, hornblende, rieberkit,

tremolit, aktinolit, gluacofan.

2.2.2. Mineral Sekunder

Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil

pelapukan, reaksi hidrotermal maupun hasil metamorfisme terhadap mineral utama.

Dengan demikian mineral-mineral ini tak ada hubungannya dengan pembekuan magma

(non pirogenetik).

Mineral sekunder terdiri dari :

- Kelompok kalsit dapat terbentuk dari hasil ubahan mineral plagioklas, terdiri

dari kalsit, dolomite, magnesit dan siderite.

- Kelompok serpentin umumnya terbentuk dari hasil ubahan mineral mafic

(terutama kelompok olivine dan piroksin) termasuk di dalamnya adalah antigorit

dan krisotil.

- Kelompok klorit umumnya terbentuk dari hasil ubahan mineral kelompok

plagioklas termasuk didalamnya roklor, penin, dan talk.

- Kelompok serisit (brittle mica sebagai ubahan mineral plagioklas).

Page 9: BAB II Petrologi

- Kelompok kaolin umumnya ditemukan sebagai hasil pelapukan batuan beku,

termasuk didalamnya adalah kaolin dan hallosite.

2.2.3. Mineral Tambahan (Accessory Minerals)

Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma umunya

dalam jumlah sedikit, walaupun kehadirannya cukup banyak tidak mempengaruhi

penamaan batuan. Yang termasuk dalam batuan ini antara lain: hematite, kromit, spene,

muscovite, rutile, magnetit, zeolit dan apatit.

2.3. Tekstur Batuan Beku

Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan antar massa

mineral dengan massa gelas yang membentuk massa yang merata dari batuan. Selama

pembentukan tekstur tergantung pada kecepatan dan orde kristalisasi. Dimana keduanya

sangat tergantung pada temperatur, komposisi, kandungan gas, viskositas magma dan

tekanan.

Dengan demikian tekstur merupakan fungsi dari sejarah pembentukan suatu batuan

beku. Dalam hal ini tekstur menunjukkan derajat kristalisasi, ukuran butir atau

granularitas dan kemas, atau hubungan antar unsur-unsur tersebut.

Derajat kristalisasi dan granularitas dipengaruhi oleh komposisi kimia magma

dalam hal ini akan mempengaruhi viskositas, kecepatan pendinginan dan kedalaman

sebagai fungsi tekanan. Magma dengan viskositas rendah dibawah tekanan tinggi, maka

kristalnya akan tumbuh dengan baik dansebaliknya untuk magma derajat viskositas

tinggi dekat dengan permukaan. Dalam hal ini batuan holokristalin dengan ukuran butir

sedang hingga kasar merupakan ciri untuk batuan plutonik sedangkan untuk batuan

kristalin halus, afanitik dan gelasan, terbentuknya sebagai akibat pendinginan yang

cepat dan viskositas magmanya tinggi, yang khas terjadi pada magma ekstrusi dan

intrusi dangkal.

2.3.1. Derajat Kristalisasi (Degree of Cristallinity)

Page 10: BAB II Petrologi

Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa

gelas dalam batuan beku. Dikenal tiga kelas derajat kristalisasi yaitu :

1. Holokristalin, apabila batuan disusun oleh seluruhnya kristal.

2. Hipokristalin atau merokristalin atau mesokristalin, apabila batuan disusun

oleh sebagian kristal dan sebagian gelas.

3. Holohialin atau hipohialin atau merohialin, apabila batuan disusun oleh

seluruhnya gelas.

2.3.2. Granularitas atau Ukuran Butir (Grain Size)

Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku dapat sangat halus

yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat

kasar. Umumnya dikenal dengan dua kelompok tekstur ukuran butir yaitu fanerik dan

afanitik.

a. Fanerik, apabila batuan mempunyai ukuran butir kasar, dibedakan atas :

- Fanerik sangat kasar, apabila diameter berukuran > 3 cm.

- Fanerik kasar, apabila diameter berukuran 5 mm – 3 cm.

- Fanerik sedang, apabila diameter berukuran 1 mm – 5 mm.

- Fanerik halus, apabila diameter berukuran < 1 mm.

b. Afanitik, apabila ukuran butir individu kristal sangat halus sehingga tidak dapat

dibedakan dengan mata telanjang. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun

atas massa kristal. Massa gelas atau keduanya. Selain itu dikenal pula istilah

mikrokristalin dan kriptokristalin. Disebut kristalin apabila tidak dikenal dengan

menggunakan mikroskop disebut kriptokristalin.

2.3.3. Kemas (fabric)

Merupakan tekstur yang memperlihatkan hubungan geometri antara bentuk dan

proporsi butir-butir penyusun batuan.

Secara dua dimensi bentuk butir mineral dibagi atas :

Page 11: BAB II Petrologi

a. Euhedral, apabila mineral dibatasi oleh bidang atau bentuk kristal yang

sempurna.

b. Subhedral, apabila mineral dibatasi oleh sebagian bidang atau bentuk kristalnya.

c. Anhedral, apabila mineral tidak dibatasi oleh bidang atau bentuk kristalnya.

Secara tiga dimensi dikenal :

a. Equidimensional, apabila bentuk kristal dimensinya sama panjang.

b. Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi lain.

c. Iregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

Sedangkan kemas (fabric) atau hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam

suatu batuan dari segi ukuran adalah :

a. Equigranular, bila batuan disusun oleh butiran mineral yang ralatif seragam,

dibadakan atas:

- Panidiamorfik granular, apabila batuan disusun oleh mineral berbentuk

euhedral dan ukuran butir relatif seragam. Bentuk butir subhedral merupakan

perinci mineral yang berbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan mengigat

ruangan yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-mineral tersebut

sempat membentuk kristal secara sempurna.

- Hipidiamorfik granular, apabila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk

subhedral dan ukuran butir relatif seragam. Bentuk butiran penyusun

subhedral atau kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat

mineral terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak

memadai untuk dapat membentuk kristal secara sempurna.

- Allotriamorfik granular, apabila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk

anhedral atau tidak beraturan sama sekali merupakan pertanda bahwa pada

saja, sehingga dapatlah ditafsirkan bahwa mineral-mineral anhedral tersebut

terbentuk paling akhir dari rangkaian proses pembentukan batuan beku.

Page 12: BAB II Petrologi

b. Inequigranular, apabila batuan disusun oleh butiran-butiran mineral yang

relatif tidak seragam seperti :

- Porfiritik, apabila kristal dengan mineral yang berukuran besar (fenokris)

tertanam dalam masa dasar (matrik) kristal-kristal yang berukuran lebih

halus.

- Vitroveri, seperti tekstur porfiritik, tetapi masa dasarnya berupa gelas.

- Porfiro afanitik, apabila fenokris tertanam dalam massa afanitik.

- Felsoferik, apabila fenoriks tertanam dalam massa dasar berupa

pertumbuhan bersama antara feldspar dengan kuarsa.

c. Tekstur khusus adalah tekstur disamping menunjukkan hubungan antara

bentuk dan ukuran butir juga ada menunjukkan arah serta menunjukkan

pertumbuhan bersama antar mineral-mineral yang berbeda. Tetapi tekstur ini

sangat sulit diamati secara megaskopis, terdiri dari:

- Diabasik, tekstur yang khas pada batuan diabas dimana fenokris plagioklas

hadir secara radial.

- Trakhitik, tekstur dimana fenoriks atau mikrolit alkali feldspar menunjukkan

pola searah atau kesejajaran.

- Intergranular, tekstur dimana ruang antar kristal-kristal plagioklas ditempati

oleh kristal-kristal piroksen, olivin atau biji besi.

- Intersentral, hampir sama dengan intergranular hanya disini ruang antar

plagioklas diisi oleh massa gelas, kriptokristalin atau mineral-mineral

sekunder dan mineral tambahan.

- Hialopilitik, sama dengan trakhitik hanya disini ruang antar plagioklas diisi

oleh massa gelas.

- Grafik, tekstur yang umum pada batuan granites dimana kuarsa tumbuh

bersama dengan K-feldspar.

- Ofitik, tekstur dimana mineral berukuran besar diinklusi oleh mineral yang

berukuran lebih kecil.

Page 13: BAB II Petrologi

- Poikilitik, tekstur dimana suatu kristal besar menginklusi mineral-mineral

lain yang lebih kecil.

- Pertite, tekstur dimana alkali feldspar tumbuh bersama dengan plagioklas

dalam hal ini alkali feldspar berkembang lebih besar.

- Antipertite, hampir sama dengan pertite hampir sama persis hanya disini

plagioklas berkembang lebih besar.

- Mikmetik, tekstur dimana kuarsa yang berbentuk menjari di inklusi oleh

plagioklas asam biasanya oligoklas.

Kemas terutama di pengaruhi oleh kinetik pengintian, pertumbuhan kristal dan

kronologis pengkristalan. Rusenbusch mengelompokkan tiga keadaan tentang orde

kristalisasi yaitu :

- Bila suatu butir mineral mengingklusi butir mineral lain, maka mineral yang

diinklusi adalah terbentuk lebih dahulu.

- Dua macam kristal yang berbeda dalam ukurannya yang terkecil adalah

terbentuk kemudian.

- Kristal yang terbentuk terlebih dahulu, cenderung euhedral, sedangkan yang

terbentuk kemudian cendrung subhedral atau anhedral.

2.4. Struktur Batuan Beku

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar seperti

lava bantal yang terbentuk dilingkungan air (laut), lava bongkah, struktur aliran dan

lain-lain. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya.

Jenis-jenis struktur batuan beku adalah :

a. Massiv, apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran atau jejak gas, atau tidak

menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.

Page 14: BAB II Petrologi

b. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan

ekstruksi tertentu, yang dicirikan oleh massa berbentuk bantal, dimana ukuran

dari bentuk ini umumnya antara 30 - 60 cm dan jaraknya berdekatan, khas pada

vulkanik bawah laut.

c. Join, struktur yang ditandai adanya kekar – kekar yang tersusun secara teratur

tegak lurus arah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar join.

d. Struktur rongga dibedakan atas :

- Vesikuler, merupakan struktur yang ditandai oleh adanya lubang – lubang gas

dengan arah teratur.

- Scoria, struktur dimana terdapatnya lubang – lubang gas yang tidak teratur.

Gambar 2.2 structur scoria

- Amikdoloidal, struktur dimana lubang keluarnya gas diisi oleh mineral –

mineral sekunder seperti biotit, karbonat dan bermacam silika.

- Xenolit, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang

masuk atau tertanam dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat

peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang

menerobos.

- Autobreccia, struktur yang terlihat pada lava yang memperlihatkan fragmen –

fragmen dari lava itu sendiri.

Page 15: BAB II Petrologi

2.5. Klasifikasi Batuan Beku

Klasifikasi batuan beku dilakukan agar dapat memudahkan kita untuk dapat

membedakan jenis batuan beku yang terdapat di alam.

2.5.1. Klasifikasi Berdasarkan Tempat Terjadinya

Klasifikasi batuan beku bedasarkan tempat terjadinya dibedakan atas :

Batuan beku plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk di dalam

permukaan.

Gambar 2.3. Proses terjadinya Batuan beku Plutonik

Page 16: BAB II Petrologi

Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di atas permukaan.

Gambar 2.4. Proses terjadinya Batuan Beku Vulkanik

2.5.2. Klasifikasi Berdasarkan Kimiawi

Klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawinya dapa dilihat dari kandungan

SiO2-nya. Berdasarkan atas itu, batuan beku dapat diklasifikasikan atas :

1) Batuan beku asam

Batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan beku asam apabila batuan beku

tersebut memiliki kandungan SiO2 lebih besar dari 66 % (> 66 %). Batuan beku

asam tersusun atas mineral kwarsa, orthoklast, palgioklast Na, terkadang

terdapat biotit, muskovit dalam jumlah yang sangat kecil. Batuan beku asam

umumnya akan berwarna cerah apabila kelimpahan mineral kwarsa dan

orthoklas di dalam batuannya. Contoh dari batuan ini adalah granite, riolite,

granodiorit.

2) Batuan beku intermedier

Batuan beku intermedier mengandung SiO2 antara 52 % - 66 %, terutama

tersusun oleh mineral plagioklast, hornblende, dan kwarsa.

Page 17: BAB II Petrologi

Sedangkan biotit dan orthoklas dalam jumlah kecil. Warna dari batuan ini juga

masih cerah, tetapi tidak secerah dari batuan beku asam. Contohnya adalah

andesit, diorite, syeanite.

3) Batuan beku basa

Batuan beku basa mengandunu 45 % - 52 % SiO2. batuan ini tersusun dari

magma asal yang bersifat basa. Warna dari batuan beku ini akan terlihat lebih

gelap, karena mineral-mineral mafik sangat jarang terbentuk pada batuan

golongan ini. Batuan beku basa terdiri dari mineral-mineral seperti olivine,

plagioklas Ca, dan hornblende. Contoh batuannya adalah gabro, basalt.

4) Batuan beku ultra basa

Pada batuan ini kandungan SiO2 lebih kecil dari 45 % (< 45 %). Warna batuan

ini gelap, lebih gelap dari batu beku basa. Batuan ini tersusun oleh mineral-

mineral olivine, piroksine, serpentine. Hanya satu atau dua macam mineral saja

yang hadir pada suatu batuan. Mineral lain yang mungkin hadir adalah

plagioklast Ca dalam jumlah yang kecil. Contoh batuannya adalah dunit,

piroksinit, peridotit, serpentinit.

2.5.3. Klasifikasi Berdasarkan Mineralogi

Klasifikasi batuan beku berdasarkan mineraloginya yaitu berdasarkan

mineral-mineral yang terkandung dalam batuan tersebut.

Page 18: BAB II Petrologi

Gambar 2.5. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi.

2.5.4. Klasifikasi yang Digunakan Laboratorium Petrologi

Klasifikasi batuan beku yang dipakai di laboratorium yaitu sama dengan

klasifikasi batuan beku yang berdasarkan kimiawinya, yaitu :

Batuan beku asam

Batuan beku intermedier

Batuan beku basa

Batuan beku ultra basa

2.5.5. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral

Klasifikasi batuan beku berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.6. Bagan Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan

Tekstur dan Komposisi Mineral

2.6. Tahap Penentuan Batuan Beku

- Dengan mengamati kehadiran mineral kuarsa bebas serta menghitung proporsi

secara relatif dalam batuan.

- Jika kuarsa hadir dan mencapai 10 % atau lebih, maka jenis batuan adalah

batuan beku asam.

Page 19: BAB II Petrologi

- Batuan beku intermedier dicirikan dengan orthoklas dan plagioklas asam

relatif lebih cerah dibandingkan dengan plagioklas basa. Tetapi pada

kenyataaannya secara megaskopis kita sulit untuk membedakan dengan mata

kasar.

- Setelah jenis batuan telah diketahui, untuk menentukan nama batuanlebih

dahulu harus menentukan kelompok batuannya yaitu membandingkan

kehadiran dan proporsi antara alkali feldspar dengan plagioklas serta mineral

utama lainnya.

- Kelompok telah diketahui, untuk mengetahui nama batuannya tinggal

mengetahui relasinnya.

2.7. Tahap Penamaan Batuan Beku

Adapun dasar dari penamaan batuan yang dilakukan dilaboratorium Petrologi 1,

yaitu:

Warna

Warna pada batuan sangat menentukan dalam pemberian nama batuan, dimana

apabila warna relatif cerah/ terang maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan

tersebut bersifat asam dan sebaliknya bila warna relatif gelap maka dapat

diidentifikasi bahwa batuan tersebut bersifat basa.

Kehadiran mineral felsic dan mineral mafic

Kehadiran mineral felsic (terang) dengan indeks warna 10%-40% yang

melimpah pada batuan mengindikasikan bahwa batuan tersebut bersifat asam,

seperti mineral kwarsa, plagioklas. Kehadiran mineral mafic (gelap) dengan

indeks warna lebih dari 40%-70%yang melimpah pada batuan mengindikasikan

bahwa batuan tersebut bersifat intermedier ataupun basa, seperti mineral

hornblende, orthoklas, olivin, piroksen dan lain-lain.

Page 20: BAB II Petrologi

Kandungan kwarsa bebas

Kandungan kwarsa pada batuan dapat membantu dalam pemberian nama batuan.

Jika kehadiran mineral kwarsa >10% dalam batuan maka batuan tersebut

bersifat asam, dan sebaliknya jika mineral kwarsa <10% maka batu tersebut

bersifat intermediet ataupun basa.

Tekstur Batuan

Pengamatan tekstur dalam penamaan batuan sangatlah berguna dimana dengan

melihat tekstur batuan, kita dapat mengetahui sejarah pembentukan batuan

tersebut. Dalam hal ini tekstur menunjukkan derajat kristalisasi, ukuran butir

(granularitas), dan kemas.

Struktur Batuan

Struktur batuan merupakan kenampakan dalam skala besar pada batuan. Struktur

batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Didalam praktek

petrologi, penentuan struktur pada sampel dapat dilihat dari keadaan batuan

tersebut, apakah terdapat jejak aliran atau struktur lain. Pada umumnya struktur

yang terdapat pada sampel dilaboratorium berupa Massive, walaupun juga

terdapat struktur Scoria, Vesiculer, dan Vein.

Komposisi Batuan

Dalam menentukan koposisi batuan, dapat dilakukan dengan melihat kandungan

mineral pada batuan berdasarkan sifat-sifat mineral yang dikandungnya.

Penentuan komposisi mineral sangat berpengaruh dalam penamaan batuan

dengan menghitung persentase mineral utama dalam batuan maka kita dapat

menentukan nama dari batuan baik dengan cara Streckeisen (1974), IUSG

(1973) maupun W.T. Huang (1962).

Jenis Batuan

Penentuan jenis batuan dapat dilihat dari warna batuan, kehadiran mineral felsic

dan mafic, kehadiran kwarsa bebas, dan komposisi batuan.

Page 21: BAB II Petrologi

Genesa Batuan

Genesa batuan dapat diketahui melalui tekstur pada batuan. Penentuan genesa

dari batuan beku yaitu mencakup batuan beku plutonik, hypobisal, dan vulkanik.

2.7.1. Tahap Penamaan Batuan Beku Asam.

- Jika kuarsa hadir dan mencapai 10% atau lebih maka jenis batuan adalah

batuan beku asam.

- Warna terang dengan ukuran butir fanerik (kasar) berukuran 5mm – 3cm,

dengan contoh batuan Granit, Adamelit dan Granodiorit.

- Juga ada yang berbutiran afanitik (halus) berukuran < 1mm dengan contoh

batuan Dasit, Rio – dasit dan Riolit.

- Komposisi mineral umumnya mengandung mineral biotit, kuarsa, plagioklas

asam dan orthoklas dengan komposisi mineral yang dominan hadir adalah

plagioklas asam dengan kuarsa yang termasuk golongan silika (SiO2) dengan

presentase > 66% dalam batuan.

- Dengan mengamati kehadiran mineral kuarsa bebas serta menghitung

proporsi secara relatif didalam batuan.

- Setelah jenis batuan telah diketahui, untuk menentukan nama batuan terlebih

dahulu harus diketahui kelompok batuannya, yaitu dengan membandingkan

kehadiran antara alkali feldspar dengan plagioklas serta mineral utama yang

lainnya.

2.7.2. Tahap Penamaan Batuan Beku Intermedier.

- Jika kuarsa kurang dari 10%, maka jenis batuannya intermedier.

- Warna relatif terang jika dibandingkan dengan batuan basa dengan ukuran

butir fanerik (kasar) berukuran 5mm – 3cm, dengan contoh batuan Diorit,

Monsonit dan Syenit.

Page 22: BAB II Petrologi

- Juga ada yang berbutiran afanitik (sedang) berukuran < 1mm dengan contoh

batuan Andesit, Andesit – trakhit, dan Trakhit.

- Berdasarkan komposisi mineral, batuan jenis ini mengandung mineral silika

dengan komposisi sebesar 52 – 66%.

- Batuan intermedier dicirikan dengan melimpahnya orthoklas dan plagioklas

asam, dimana plagioklas asam relatif lebih cerah dibandingkan dengan

plagioklas basa, walaupun dalam kenyataan mikroskopis kita sulit

membedakannya.

- Setelah jenis batuan telah diketahui, untuk menentukan nama batuan terlebih

dahulu harus menentukan kelompok batuannya, yaitu dengan membandingkan

kehadiran proporsi antara alkali feldspar dengan plagioklas serta mineral

utama lainnya.

- Setelah kelompok diketahui, maka untuk mengetahui nama batuannya kita

tinggal mengetahui relasinya dari batuannya.

2.7.3. Tahap Penamaan Batuan Beku Basa.

- Dilihat secara megaskopis batuan beku basa ini bewarna gelap dengan ukuran

butir fanerik (kasar) dengan ukuran > 3cm, contoh batuannya Gabro.

- Juga ada yang berukuran afanitik (halus) dengan ukuran 1mm – 5mm, contoh

batuannya basalt.

- Mineral – mineral yang dominan muncul, yaitu mineral – mineral mafic dan

olivin adalah mineral yang mencirikan bahwa batuan beku ini adalah batuan

beku basa.

- Untuk menentukan kelompok batuan kita dapat melihat berdasarkan

kandungan silikanya, jika mengandung 45% sampai 52% SiO2, maka batuan

tersebut dapat dikelompokkan dalam batuan beku basa.

- Setelah kelompoknya diketahui maka untuk mengetahui nama batuannya kita

tinggal mengetahui relasinya.

Page 23: BAB II Petrologi

2.7.4. Tahap Penamaan Batuan Beku Ultra Basa.

- Untuk menentukan kelompok batuannya dapat diketahui berdasarkan

komposisi silika (SiO2), jika mengandung kurang dari 45% SiO2, maka batuan

beku ini termasuk kedalam kelompok batuan beku ultra basa.

- Warna batuannya umumnya gelap jika dibandingkan dengan jenis batuan yang

lain dengan semua ukuran fanerik karena terbentuk jauh di dalam permukaan

bumi sehingga kristalisasinya sempurna.

- Berdasarkan mineral – mineral mafic yang terkandung dalam batuan ini kaya

akan unsur logam seperti Serpentin, Olivin, Piroksin yang sering muncul pada

batuan beku ultra basa.

- Setelah kita mengetahui kelompok batuannya dengan cara W. T. Huang

1962, maka kita menentukan nama batuan dengan relasi batuan.

Page 24: BAB II Petrologi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Batuan beku merupakan yang terjadi akibat pembekuan larutan silika cair dan

pijar, yang di kenal dengan nama Magma. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan

kepada tiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa

kimia yang terkandung dan berdasarkan susunan mineraloginya.

Genesa batuan beku, vulkanik maupun plutonik harus ditinjau dari tiga segi :

Faktor yang memberikan bagaimana dan dimana larutan yang bergenerasi

didalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah.

Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan sewaktu naik kepermukaan.

Proses-proses didekat permukaan yang menyempurnakan generasi.

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses ubahan atau malihan

batuan asal oleh adanya peningkatan tekanan (pressure), temperatur ataupun keduanya

dalam keadaan padat (dari fase padat ke padat).

Media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia

aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami

proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut

berbeda-beda.

Batuan yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami perubahan temperatur

yang tinggi apabila batuan tersebut mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti

telah diketahui bahwa temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman 10

meter maka suhu akan naik 30 C (gradien temperatur) Pada kerak bumi bagian atas.

Page 25: BAB II Petrologi

4.2. Saran

Agar tercipta kenyamanan dan ketenteraman di laboratorium diharapkan kepada

pihak instansi untuk dapat melengkapi segala peralatan yang diperlukan agar

praktikum dapat berjalan dengan lancar.

Waktu yang telah dibuat atau sudah disepakati bersama agar dilaksakan dengan

baik, baik itu asisten maupun praktikan.

Demi menjaga kesegaran udara dilaboratorium, agar menjaga kebersihan

bersama.

Kerapian merupakan salah satu penilaian dalam sebuah praktikum, jadi apabila

kerapian tidak dijaga maka nilai harus berkurang. Jadi agar tidak terjadi

pengurangan penilain agar asisten lebih tegas dalam mengingatkan praktikan

agar menjaga kerapian khususnya pada pakaian.

Dalam pelaksanaan praktikum diharapkan bagi para asisten dapat menjalankan

tugasnya sebagai asisten.

Asisten harus konsisten dalam pengambilan keputusan.

Saran ini jangan hanya dijadikan sebagai syarat dalam penulisan laporan atau

hanya mempertebal laporan, tetapi dijalankan dengan sebaik-baiknya.