bab ii pendidikan karakter di sekolah dan character … · 2017. 10. 5. · kedua, pendidikan...

19
11 BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER EDUCATION PARTNERSHIP Pada dasarnya, mulai saat ini manusia perlu berpikir tentang pembangunan karakter. Kekuatan dari pemahaman dan pandangan tentang pembangunan karakter merupakan sebuah kondisi dan sebuah nilai yang tidak boleh disepelekan, karena kekuatan tersebut dapat mengubah situasi krisis multidimensional yang membelenggu kehidupan manusia menjadi kondisi yang lebih beradab dan memanusiakan manusia. Pencapaian terhadap hal tersebut memerlukan sebuah proses pendidikan yang baik dan efektif. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dilaksanakan sebagai suatu kebutuhan untuk menciptakan sebuah tatanan dunia baru yang lebih baik. Bab ini akan mengulas tentang beberapa hal esensial yang berkaitan dengan karakter, pendidikan karakter, dan prinsip pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah menurut Character Education Partnership (CEP). II.1. Pendidikan Karakter II.1.1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter Karakter berasal dari bahasa Yunani Charassein, yang berarti mengukir. Karakter adalah suatu tanda khusus yang terukir dalam diri seorang individu dalam kaitannya dengan perilaku dan sebagai konstitusi moralnya. 1 Lingkungan sekitar dapat berperan untuk membentuk karakter seseorang, namun subyek itu sendiri memiliki andil yang cukup besar 1 Kevin Ryan dan Karen E. Bohlin, Building Character in School. (San Fransisco: Jossey-Bass, 1999), 5.

Upload: others

Post on 20-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

11

BAB II

PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER EDUCATION

PARTNERSHIP

Pada dasarnya, mulai saat ini manusia perlu berpikir tentang pembangunan karakter.

Kekuatan dari pemahaman dan pandangan tentang pembangunan karakter merupakan sebuah

kondisi dan sebuah nilai yang tidak boleh disepelekan, karena kekuatan tersebut dapat

mengubah situasi krisis multidimensional yang membelenggu kehidupan manusia menjadi

kondisi yang lebih beradab dan memanusiakan manusia. Pencapaian terhadap hal tersebut

memerlukan sebuah proses pendidikan yang baik dan efektif. Oleh sebab itu, pendidikan

karakter harus dilaksanakan sebagai suatu kebutuhan untuk menciptakan sebuah tatanan

dunia baru yang lebih baik.

Bab ini akan mengulas tentang beberapa hal esensial yang berkaitan dengan karakter,

pendidikan karakter, dan prinsip pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah menurut

Character Education Partnership (CEP).

II.1. Pendidikan Karakter

II.1.1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani Charassein, yang berarti mengukir. Karakter

adalah suatu tanda khusus yang terukir dalam diri seorang individu dalam kaitannya dengan

perilaku dan sebagai konstitusi moralnya.1 Lingkungan sekitar dapat berperan untuk

membentuk karakter seseorang, namun subyek itu sendiri memiliki andil yang cukup besar

1 Kevin Ryan dan Karen E. Bohlin, Building Character in School. (San Fransisco: Jossey-Bass, 1999), 5.

Page 2: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

12

dalam menentukan karakternya. Pembangunan karakter pada umumnya didasarkan pada

kebiasaan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh de Braine bahwa karakter mengacu

pada sifat-sifat positif yang dilatih dalam diri seseorang, hingga menjadi kebiasaan dan setiap

orang yang melakukannya dapat menjadi teladan.2 Dengan demikian, pembangunan karakter

dapat terjadi melalui serangkaian proses panjang meliputi pelatihan, pembiasaan, bahkan

keteladanan.

Lickona menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha sengaja untuk

mengarahkan peserta didiknya agar dapat mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan

melakukan kebaikan.3 Definisi tersebut menjelaskan bahwa pendidikan karakter memiliki

tiga ranah, yakni kognitif yang diimplementasikan melalui pemberian pengetahuan, afektif

yang diimplementasikan melalui usaha menumbuhkan perasaan, dan psikomotorik yang

diimplementasikan melalui tindakan-tindakan ke arah kebaikan. Apabila tiga hal ini dapat

diterapkan dalam proses pendidikan, niscaya peserta didik akan memiliki karakter yang baik.

Kesuma mengutip Megawangi mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha

untuk mendidik seseorang agar dapat mengambil keputusan yang bijak dan dapat

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat memberi kontribusi kepada

lingkungan.4 Kesuma mengutip Gaffar mendefinisikan pendidikan karakter sebagai proses

transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang

sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.5 Berdasarkan pengertian-

pengertian tersebut, penulis melihat bahwa pendidikan karakter mengandung aktivitas

2 Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, dalam SA

Journal of Human Resource Management, Vol. 5, No.1, 2007, 2. 3 Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Touchstone, 2004), 5.

4 Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. (Jakarta: PT Remaja

Rosdakarya, 2011), 5. 5 Loc. Cit.

Page 3: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

13

transmisi atau pewarisan nilai-nilai, yang dapat membantu seseorang untuk mengambil

keputusan. Aktivitas internalisasi yang memungkinkan seseorang menyerap seluruh nilai-

nilai tersebut, menghidupinya serta menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya,

serta aktivitas transformasi yang mampu merubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik.

Xiang Dong Liu mengutip pandangan Dewey mengenai pendidikan karakter yang

seharusnya berfokus pada tiga hal, pertama, pendidikan karakter harus berfokus pada nilai-

nilai inti etis. 6

Hal-hal substantif yang diajarkan dalam pendidikan karakter pada dasarnya

adalah nilai-nilai etis yang telah disepakati bersama dalam suatu masyarakat. Seseorang

dapat melakukan penilaian secara langsung dan personal terhadap suatu tindakan, maupun

melakukan suatu tindakan yang bernilai etis baginya. Kedua, pendidikan karakter berusaha

mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti bahwa nilai-nilai yang

diajarkan dalam pendidikan karakter perlu diterjemahkan dalam lingkungan fisik atau

lingkungan sosial. Ketiga, Pendidikan karakter meliputi pengetahuan moral yang dapat

dipelajari melalui teladan, penghargaan dan hukuman.8 Pendidikan karakter perlu memberi

ruang bagi diskusi-diskusi mengenai masalah moral karena melibatkan pengetahuan, tetapi

tidak melepaskan diri dari pemberian teladan dan praktik yang membawanya pada reward,

jika peserta didik berhasil melakukan yang baik, dan punishment, jika peserta didik

melakukan yang tidak baik.

Penulis melihat bahwa Xiang Dong Liu berusaha untuk mengkaji pendidikan karakter

dari sisi substansi yang didasarkan pada inti karakter dan strategi pelaksanaan yang

diimplementasikan dalam berbagai metode dan model pembelajaran. Dengan demikian,

6 Xiangdong Liu, “The Problem of Character Education And Kohlberg’s Moral Education: Critique From

Dewey’s Moral Deliberation” dalam Philosophical Studies of Education Vol.45, (2014): 137. 7 Ibid., 138.

8 Loc. Cit.

Page 4: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

14

pendidikan karakter perlu direncanakan dengan sistematis mulai dari substansinya hingga

strategi pelaksanaannya sebelum dilaksanakan maupun diterapkan.

Pendidikan Karakter dapat diimplementasikan dalam berbagai kegiatan. Menurut

Pala, ada hal-hal praktis yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pendidikan

karakter. 9

Hal-hal tersebut antara lain,

1) Merencanakan instruksi-instruksi yang berkaitan dengan karakter. Pendidikan karakter

tidak dapat terjadi begitu saja. Pendidikan karakter perlu direncanakan agar dapat

dihayati dalam seluruh ide dan kegiatan yang dihasilkan. Hal ini semakin memperkuat

penelitian Xiang Dong Liu yang telah penulis paparkan sebelumnya.

2) Aplikasi. Pendidikan karakter pada dasarnya mengarahkan seluruh peserta didik untuk

mengaplikasikan hal-hal yang telah mereka pelajari. Kesuksesan pendidikan karakter

terletak pada kemampuan peserta didik untuk mempraktekan nilai-nilai dalam kehidupan.

3) Pendidik yang bersahabat. Pendidikan karakter hanya dapat dilakukan dengan maksimal

jika pendidik mampu membuat situasi yang menyenangkan. Instruksi instruksi dapat

diterima dengan baik apabila pendidik memiliki kemampuan untuk menyampaikannya

secara baik.

4) Dukungan dari semua pihak. Pelaksanaan pendidikan karakter akan lebih maksimal jika

melibatkan semua pihak, baik itu orang tua, pendidik, dan masyarakat termasuk di

dalamnya organisasi keagamaan.

5) Mempersiapkan peserta didik. Pendidikan karakter seharusnya mempersiapkan pendidik

agar dapat menciptakan iklim yang kondusif dimanapun mereka berada.

9 Aynur Pala, “The Need for Character Education,” dalam International Journal of Social Sciences and

Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27.

Page 5: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

15

Penjelasan-penjelasan tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk mendefinisikan

pendidikan karakter sebagai suatu usaha sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk

membantu peserta didik mengetahui, menghayati, menginginkan, mencintai, menghidupi dan

melakukan nilai-nilai yang baik sehingga mereka dapat menemukan makna hidupnya sebagai

manusia yang utuh dan berbahagia. Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa

mengarahkan seseorang kepada nilai-nilai kebaikan dan terimplementasi melalui pikiran,

perasaan, dan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah, maupun

lingkungan masyarakat.

II.1.2. Inti Karakter, Komponen dan Elemen Pendidikan Karakter, serta

Pelaksanaannya di Sekolah

Pada dasarnya inti dari karakter adalah virtues atau kebajikan.10

Inti dari karakter ini

kemudian dijabarkan ke dalam enam nilai, dengan kekuatan karakter yang dideskripsikan

sebagai berikut:

1) Kebijaksanaan dan pengetahuan. Nilai ini meliputi kreatifitas yaitu cara berfikir

produktif, menciptakan konsep, dan melakukan pencapaian artistik; keingintahuan dan

keterbukaan terhadap pengalaman yaitu mengambil suatu pengalaman berkelanjutan

untuk kepentingan lembaga yang dipimpin; menemukan subyek dan topik yang menarik;

menjelajahi dan menemukan; penilaian (berpikir kritis) yaitu memikirkan dan memeriksa

hal-hal dari semua sisi; tidak langsung mengambil kesimpulan; mampu mengubah pikiran

seseorang berdasarkan bukti; menimbang semua bukti yang cukup; mencintai belajar

10

Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration” dalam SA

Journal of Human Resource Management, Vol. 5, No.1, (2007): 3.

Page 6: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

16

yaitu selalu berusaha menguasai ketrampilan, wawasan, dan pengetahuan baru; perspektif

(didasarkan pada kebijaksanaan) yaitu mampu memberikan nasihat yang bijaksana untuk

orang lain; memiliki cara dalam melihat dunia dengan logis bagi diri sendiri dan orang

lain.

2) Keberanian. Nilai ini meliputi kemampuan dalam menyikapi ancaman, tantangan,

kesulitan; berbicara menurut apa yang benar sekalipun harus berperan sebagai oposisi;

bertindak atas keyakinan walaupun tidak populer; memiliki keberanian fisik; ketekunan

yaitu menyelesaikan apa yang harus dikerjakan; bertahan dalam tindakan meskipun

terhambat; memperoleh jalan keluar dalam menyelesaikan tugas; kejujuran yaitu

berbicara dengan benar tetapi menampilkan diri dengan cara yang tulus dan bertindak

dalam cara yang benar; tanpa kepura-puraan; mengambil tanggung jawab demi perasaan

dan tindakan seseorang; semangat; tidak melakukan sesuatu dengan setengah hati;

menjalani hidup sebagai sebuah petualangan; merasa hidup dan aktif.

3) Kemanusiaan. Nilai ini meliputi cinta yaitu menghargai relasinya dengan orang lain,

khususnya mereka yang mau berbagi dan peduli; kebaikan yaitu melakukan perbuatan

baik bagi orang lain; membantu dan merawat orang lain; kecerdasan sosial (terdiri dari

kecerdasan emosional dan kecerdasan pribadi) yaitu menyadari motif dan perasaan orang

lain dan diri sendiri; mengetahui apa yang harus dilakukan untuk masuk ke berbagai

situasi sosial; mengetahui apa yang membuat orang lain tertarik.

4) Keadilan. Nilai ini meliputi kerjasama tim yaitu bekerja sama dengan baik sebagai

anggota kelompok, menjadi setia kepada kelompok, berbagi dengan orang lain; keadilan

yaitu memperlakukan orang sesuai dengan tatanan dan norma yang berlaku, tidak menilai

orang lain berdasarkan perasaan pribadi, memberi kesempatan yang adil kepada semua

Page 7: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

17

orang; kepemimpinan yaitu mendorong kelompok untuk menyelesaikan sesuatu dan pada

saat yang sama menjaga hubungan yang baik dalam kelompok, mengorganisir kegiatan

kelompok.

5) Integritas. Nilai ini merupakan nilai yang paling penting untuk membangun kepercayaan

diri. Hal ini meliputi pengampunan dan belas kasihan yaitu menerima kekurangan orang

lain, memberikan kesempatan kedua, tidak menjadi pendendam; kerendahan hati yaitu

tidak semata-mata mempertahankan harkat dan martabat dan mengutamakan kepedulian;

kehati-hatian yaitu berhati-hati dalam memilih, tidak mengambil resiko yang tidak

semestinya, tidak mengatakan atau melakukan hal-hal yang nanti akan disesali; regulasi

diri yaitu pengaturan terhadap apa yang menjadi tujuan atau visi kedepan.

6) Transendensi. Nilai ini meliputi apresiasi pada keindahan dan keunggulan, baik dalam

kinerja maupun dalam berbagai bidang kehidupan; rasa terima kasih yaitu menyadari dan

mensyukuri hal-hal yang baik; harapan yaitu mengharapkan yang terbaik di masa depan

dan bekerja untuk mencapainya; menyenangkan.

Keenam nilai yang merupakan inti dari karakter ini juga selaras dengan nilai-nilai inti

yang disampaikan oleh Lickona dalam bukunya character matters.11

Menurut Lickona nilai-

nilai inti ini muncul dari kesepakatan masyarakat dan agama-agama di seluruh dunia.12

Oleh

sebab itu, nilai-nilai tersebut bersifat obyektif dan universal, sehingga dapat diberlakukan

kapan saja dan dimana saja.

11

Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Touchstone, 2004), 8. Lickona menjabarkan kebajikan ke

dalam sepuluh nilai yang sama maknanya dengan yang dijabarkan oleh de Brainee. 12

Ibid., 7.

Page 8: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

18

Barnard menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan untuk

mengarahkan karakternya menjadi baik atau tidak baik.13

Jika seseorang ingin memiliki

karakter yang baik, maka komponen-komponen karakter yang perlu diperhatikan meliputi

moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral action

(tindakan moral).14

Moral knowing (pengetahuan moral)15

meliputi kesadaran moral yaitu menggunakan

kecerdasan ketika situasi membutuhkan penilaian moral; mengetahui nilai-nilai moral

berdasarkan pewarisan yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya; persepsi

yakni kemampuan untuk melihat sudut pandang orang lain, melihat situasi sebagaimana

adanya, dan membayangkan bagaimana mereka berpikir, merasakan, dan bereaksi; penalaran

moral melibatkan pemahaman tentang apa artinya menjadi bermoral dan mengapa kita

seharusnya bermoral; Pengambilan keputusan yakni memikirkan cara seseorang mengambil

keputusan melalui sebuah masalah moral sambil mempertanyakan konsekuensinya.

Moral feeling (perasaan moral)16

meliputi hati nurani yaitu sebuah kesadaran yang

matang meliputi perasaan dari kewajiban moral untuk pengambilan keputusan moral yang

konstruktif; penghargaan diri dimana penghargaan diri yang sehat akan membantu kita

mencintai diri sendiri dan tidak bergantung pada persetujuan orang lain; empati yaitu

memahami orang lain secara emosional dari sudut pandang mereka; mencintai yang baik

artinya menyukai atau tertarik dengan hal yang baik; pengendalian diri, yang akan membantu

kita untuk menjadi etis dan akan mengekang kesenangan diri sendiri yang merugikan.

13

H. Barnard, The anthropological presuppositions of Personal and Professional Leadership: Unpublished

masters essay. (Johannesburg: Rand Afrikaans University, 2003), 22. 14

Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, 5. 15

Loc. Cit. 16

Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, 5.

Page 9: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

19

Moral action (tindakan moral)17

meliputi kompetensi moral yaitu kemampuan untuk

mengubah perasaan dan penilaian moral menjadi tindakan moral yang efektif; kehendak

yaitu mobilisasi energi moral untuk melakukan apa yang dipikirkan; kebiasaan yaitu

membiasakan diri melakukan hal-hal bermoral yang juga memberi manfaat.

Penulis melihat bahwa tiga komponen moral ini saling mempengaruhi satu dengan

yang lain untuk membentuk karakter manusia yang baik. Manusia tidak dapat dipisahkan

dengan karakternya, dan karakter manusia tidak dapat dilihat dari satu komponen saja. Tugas

dari pendidikan karakter salah satunya adalah memberi penyadaran secara menyeluruh dalam

diri manusia agar menyelaraskan pengetahuan, perasaan, dan tindakannya. Dengan demikian,

tiga hal ini dapat berjalan dengan selaras apabila seseorang mau berlatih dan membiasakan

diri. Kebiasaan tersebut akan menjadi karakter seseorang pada akhirnya.

Selain komponen karakter, de Brainee menemukan bahwa ada elemen-elemen

pembentuk karakter.18

Hal tersebut antara lain, kepemimpinan, biasanya dikaitkan dengan

karakteristik seorang pemimpin, misalnya dapat menjadi teladan, memberi inspirasi, dan

sebagainya; integritas, dapat diketahui lewat perkataan yang benar dan yang dapat dipercaya

dalam kondisi apapun; kerajinan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan etos kerja yang

tinggi; empati, yakni menempatkan diri pada posisi orang lain; kesetiaan, baik pada diri

sendiri, orang lain maupun lembaga; optimisme, yaitu sikap positif yang ditunjukkan saat

menghadapi masalah; keadilan, dapat ditunjukkan melalui penerapan aturan secara konsisten

dan memberikan kepada orang lain kesempatan yang sama; belas kasihan, yakni berkaitan

dengan sisi kemanusiaan yang membutuhkan perhatian dan konseling; cinta, dapat

ditunjukkan saat melakukan pelayanan dalam konsep kasih yang tanpa pamrih; humor,

17

Loc. Cit. 18

Ibid., 6.

Page 10: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

20

sebagai treatment dalam menghadapi masalah; disiplin diri, biasanya dapat dilihat melalui

sikap yang bertanggung jawab dalam setiap kegiatan; ketekunan, yaitu gairah yang

mendorong seseorang selalu berusaha dalam mencapai sesuatu; percaya diri, yang dapat

ditunjukkan melalui kemampuan mengambil keputusan; rendah hati, yakni tidak

menganggap diri lebih tinggi dari orang lain; pemahaman diri, yakni mengetahui kekuatan

dan kelemahan diri; inisiatif, yakni mampu berprakarsa tanpa perlu didorong oleh pihak lain;

hati nurani, selalu berperan saat seseorang melakukan hal yang benar maupun yang salah;

kreatifitas, yakni berusaha memodifikasi diri; spiritualitas yakni kekuatan yang melampaui

diri sendiri.

Penulis melihat bahwa elemen-elemen karakter yang disampaikan oleh de Brainee

dapat memberi gambaran yang lebih mendetail pada tataran praktis. Menurut penulis,

elemen-elemen di atas perlu dilihat dalam relasi-relasi yang beragam yakni relasi manusia

dengan dirinya sendiri, relasi manusia dengan sesama manusia yang lain, relasi manusia

dengan alam lingkungan, dan relasi manusia dengan Tuhan.

Pada dasarnya pendidikan karakter dapat dilakukan dalam berbagai setting yaitu

keluaraga, sekolah, gereja, dan lingkungan masyarakat. Pada pembahasan ini, penulis akan

fokus pada pendidikan karakter dalam setting sekolah. Pendidikan karakter dalam setting

sekolah dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan

pengembangan perilaku peserta didik secara utuh yang didasarkan pada nilai-nilai yang

dirujuk oleh sekolah.19

Pengertian ini mengandung adanya suatu konsekuensi bahwa sekolah

memiliki otoritas dalam mengarahkan yang baik, sehingga evaluasi terhadap setiap

komponen pendukungnya perlu dilakukan. Rujukan nilai yang pilih oleh sekolah ini salah

19

Aynur Pala, “The Need for Character Education”, 27.

Page 11: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

21

satunya bisa bersumber dari nilai-nilai agama, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai kebangsaan,

dan lain-lain.20

Ada lima argumentasi yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter disekolah.

Adapun argumentasi-argumentasi tersebut dijabarkan sebagai berikut,21

1) Argumentasi dari pakar intelektual. Pemikir besar dunia dari barat termasuk Plato,

Aristoteles, Kant, dan Dewey serta pemikir besar dari timur seperti Confucius, Laotzu,

dan Budha dengan sangat kuat memberi perhatian kepada formasi karakter dan

memfokuskan energi kemanusiaan kita untuk menjalani kehidupan yang layak.

Pertanyaan yang mendalam yang direnungkan adalah apakah sebuah kehidupan yang

baik dan mulia itu? Apa sesungguhnya yang membuat seseorang benar-benar bahagia?

Apa yang dibutuhkan seseorang untuk menjaga dirinya dari kehancuran? Pertanyaan ini

dapat dijawab melalui suatu proyek pendidikan.

2) Argumentasi menurut the founding fathers. Thomas Jefferson, James Madison, John dan

Abigail Adams, dan Benjamin Franklin pernah memberi himbauan bahwa suatu republik

yang baru harus menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Mereka menekankan

agar pendidikan tidak semata-mata dilakukan karena alasan ekonomi tetapi juga karena

bentuk pemerintahan mereka didasarkan pada hati yang bersumber dari nilai moral yang

tumbuh di kalangan masyarakat.

3) Argumentasi yang didasarkan pada hukum. Kenyataanya, hal ini lebih kepada peringatan

dari pada sebuah argumentasi sejak ditetapkannya suatu kode Negara mengenai

20

Albertus Doni Koesoema, Mencari Format Pendidikan Karakter dalam Konteks ke Indonesiaan dalam

Education for Change,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010 ), 275. 21

Kevin Ryan dan Karen E. Bohlin, Building Character in School. (San Fransisco: Jossey-Bass, 1999), 50-52.

Page 12: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

22

pendidikan yang dimandatkan secara langsung kepada sekolah untuk mengajarkan nilai-

nilai moral yang mendukung kehidupan demokratis.

4) Argumentasi Vox Populi. Hal ini dimaknai sebagai argumentasi publik. Publik adalah

orang-orang yang sering menjadi responden survei. Substansi survei tersebut biasanya

berkaitan dengan cara responden menanggapi fenomena yang ada, termasuk tayangan

populer yang muncul di TV sampai kepada kehidupan seksual politisi. Hal ini

memberikan gambaran tentang pikiran publik mengenai hal-hal tersebut.

5) Argumentasi keniscayaan. Argumentasi ini memberi pandangan bahwa anak-anak tidak

dapat memasuki sistem pendidikan pada usia 4 sampai dengan 16 atau 17 tahun tanpa

memiliki karakter dan nilai-nilai moral yang dirasakan melalui pengalaman. Anak-anak

sangat mudah terpengaruh dan kejadian yang dialami di sekolah mempengaruhi

bagaimana mereka berpikir, merasakan, percaya, dan melakukan.

Argumentasi yang dipaparkan di atas pada dasarnya bersifat teoritis. Masing-masing

argumentasi memiliki sudut pandang yang saling memperkaya satu dengan yang lain. Penulis

berasumsi bahwa semua argumentasi yang dipaparkan mencoba melihat bahwa sekolah

merupakan salah satu setting yang tepat untuk melaksanakan pendidikan karakter, karena

sekolah merupakan lembaga pendidikan formal, yang didukung oleh tenaga-tenaga

professional dan berpengalaman serta mampu menghasilkan orang-orang yang memiliki

sikap kritis terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, pendidikan

karakter dapat direncanakan dan dilaksanakan lebih sistematis serta komprehensif melalui

sekolah.

Page 13: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

23

II.2. Character Education Partnership.

Pelaksanaan pendidikan karakter tentunya perlu dikaji lebih mendalam. Banyak

sekolah belum memiliki pemahaman yang benar mengenai pelaksanaan pendidikan karakter.

Berkowitz dan Bustamante menyatakan bahwa upaya untuk menentukan hal-hal yang

menjadi prioritas dalam pelaksanaan pendidikan karakter perlu didasarkan pada hasil

penelitian dan teori yang kemudian dipraktikan.22

Hal ini mengindikasikan bahwa teori yang

akan digunakan, dikonstruksi berdasarkan pengalaman atau bukti empiris dan bukan hanya

hasil pemikiran kognitif saja. Penulis berpendapat bahwa pelaksanaan pendidikan karakter

yang efektif perlu dirumuskan ke dalam suatu prinsip-prinsip yang didasarkan pada

penelitian. Hal itu pula yang dilakukan oleh Character Education Partnership (CEP) dalam

merumuskan sebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif di sekolah.

Prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh CEP menggunakan pendekatan klarifikasi

bukan pengajaran nilai.23

Pendekatan klarifikasi melihat bahwa setiap pendekatan baik yang

didasarkan pada nilai religius, nilai kebangsaan, dan nilai yang lain memiliki posisi yang

sama.24

Dengan demikian, CEP mencoba membawa pendekatan yang lebih netral, tidak

mengistimewakan salah satu sumber nilai karena memilih salah satu sumber nilai dianggap

sebagai pelanggaran terhadap kebebasan individu. Prinsip-prinsip pendidikan karakter yang

didasarkan pada pendekatan klarifikasi tersebut akan penulis paparkan di bawah ini.

Prinsip ke satu, komunitas sekolah mempromosikan inti etis dan nilai kinerja sebagai

dasar karakter yang baik.25

Sekolah yang efektif mempromosikan karakter yang baik

berdasarkan kesepakatan tentang kinerja etis dan inti nilai yang paling ingin ditanamkan

22

Marvin W. Berkowitz dan Andrea Bustamante, “Using Research to Set Priorities for Character Education in

Schools: A Global Perspective” dalam KEDI: Journal for Educational and Policy, (2013): 15-16. 23

Albertus Doni Koesoema, Mencari Format Pendidikan Karakter dalam Konteks ke Indonesiaan, 275. 24

Loc. Cit 25

Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, (USA: CEP, 2010), 2.

Page 14: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

24

dalam diri peserta didik mereka. Beberapa sekolah menggunakan istilah lain seperti

kebajikan, sifat, pilar, atau harapan untuk merujuk pada kualitas karakter yang ingin mereka

dorong. Nilai-nilai inti yang dipromosikan oleh pendidikan karakter yang berkualitas

menegaskan martabat manusia, meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan individu,

melayani kepentingan umum, mendefinisikan hak dan tanggung jawab dalam masyarakat

yang demokratis, dan memenuhi tes klasik universalitas (yaitu, apakah anda ingin semua

orang untuk bertindak dengan cara ini dalam situasi yang sama?) dan reversibilitas (yaitu,

Apakah Anda ingin diperlakukan dengan cara ini?).

Prinsip ke dua, Sekolah mendefinisikan "karakter" secara komprehensif yang

melibatkan pikiran, perasaan, dan perbuatan.26

Karakter yang baik akan melibatkan

pemahaman, kepedulian, dan tindakan atas inti etika dan kinerja nilai–nilai. Hal ini

merupakan sebuah pendekatan holistik untuk pengembangan karakter. Dengan demikian

melakukan suatu usaha untuk mengembangkan kognitif, emosional, dan perilaku disposisi

yang diperlukan untuk melakukan hal yang benar adalah salah satu karya terbaik. Peserta

didik akan tumbuh untuk memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan

mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan menyelesaikan masalah yang melibatkan

nilai-nilai. Peserta didik belajar untuk peduli pada nilai-nilai inti dengan mengembangkan

keterampilan berempati, membentuk hubungan peduli, mengembangkan kebiasaan kerja

yang baik, mengambil tanggung jawab berarti, membantu menciptakan masyarakat,

mendengar cerita inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup.

Prinsip ke tiga, sekolah menggunakan pendekatan pengembangan karakter yang

bukan hanya komprehensif, disengaja, tetapi juga proaktif.27

Sekolah perlu berkomitmen

26

Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 4. 27

Ibid., 6.

Page 15: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

25

untuk mengembangkan karakter dan melihat diri mereka sendiri melalui lensa karakter untuk

kemudian menilai hampir semua hal yang terjadi di sekolah, khususnya bagaimana hal

tersebut mempengaruhi karakter peserta didik. Sebuah pendekatan yang komprehensif

menggunakan semua aspek sekolah sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Hal ini

tergambar dalam kurikulum formal dan kegiatan ekstrakurikuler akademik, serta yang

kadang-kadang disebut tersembunyi dalam kurikulum formal (misalnya, bagaimana prosedur

sekolah mencerminkan nilai-nilai inti, bagaimana orang dewasa menjadi model karakter yang

baik, bagaimana mereka menghormati proses pembelajaran, dan sebagainya.)

Prinsip ke empat, sekolah menciptakan komunitas yang peduli.28

Sekolah yang

berkomitmen untuk membentuk karakter akan berusaha untuk menjadi mikro kosmos dari

masyarakat dengan menciptakan suatu masyarakat yang peduli dan adil. Hal ini dapat

dilakukan dengan menciptakan sebuah komunitas yang dapat membantu semua anggotanya

melalui hubungan yang saling menghormati, yang mengarah pada kepedulian dan tanggung

jawab terhadap satu sama lain.

Prinsip ke lima, sekolah memberikan peserta didik kesempatan untuk melakukan

tindakan moral.29

Dalam domain intelektual mengenai etika, cara belajar terbaik bagi peserta

didik adalah dengan mengonstruksi sendiri apa yang ia pelajari melalui apa yang ia lakukan.

Pengembangan karakter dalam berbagai aspek seperti kognitif, emosional, dan perilaku,

dapat dilakukan dengan memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk bergulat

dengan tantangan kehidupan nyata (misalnya, bagaimana merencanakan dan melaksanakan

tanggung jawab yang penting, bekerja sebagai bagian dari tim, bernegosiasi untuk

28

Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 8. 29

Ibid., 10.

Page 16: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

26

memperoleh solusi yang mendamaikan, mengenali dan mengatasi dilema etika, dan

mengidentifikasi serta memenuhi kebutuhan sekolah dan masyarakat).

Prinsip ke enam, sekolah menawarkan kegiatan yang bermakna dan menantang.30

Hal

ini ditandai dengan diperlukannya suatu kurikulum yang menghormati semua peserta didik,

mengembangkan karakter mereka, dan membantu mereka untuk berhasil, karena peserta

didik memiliki beragam keterampilan, minat, latar belakang, dan kebutuhan belajar. Sebuah

program akademik yang membantu semua peserta didik berhasil akan menjadi salah satu di

mana substansi dan pedagogi terlibat sehingga semua peserta didik terpenuhi kebutuhannya.

Oleh sebab itu, perlu disusun suatu kurikulum yang inheren, menarik, dan bermakna bagi

peserta didik. Kurikulum ini juga perlu diterapkan dengan cara yang menghormati dan peduli

kepada peserta didik.

Prinsip ke tujuh, sekolah mendorong peserta didik memotivasi diri.31

Sebuah pepatah

kuno menyebutkan “Karakter berarti melakukan hal yang benar dan melakukan pekerjaan

yang terbaik "bahkan ketika tidak ada yang melihat".” Terbaik dalam arti memiliki

kesesuaian dengan penalaran etis dan aturan, misalnya, penghormatan terhadap hak-hak dan

kebutuhan orang lain, tidak takut kepada hukuman, atau tidak selalu termotivasi untuk

memperoleh hadiah. Pendidik ingin agar peserta didik dapat bersikap baik kepada orang lain

dan memiliki keyakinan batin bahwa kebaikan adalah baik, sehingga sangat penting untuk

menjadi orang yang baik. Pendidik ingin agar peserta didik dapat melakukan pekerjaan-

pekerjaan yang baik dan mengembangkan lebih lanjut kemampuan terbaik mereka, karena

merasa bangga ketika melakukan suatu pekerjaan yang berkualitas, bukan hanya karena

30

Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 12. 31

Ibid., 14.

Page 17: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

27

mereka ingin nilai yang baik. Inilah yang perlu ditanamkan pada peserta didik sehingga

dengan sendirinya mereka akan termotivasi.

Prinsip ke delapan, para staff sekolah menjadi komunitas pembelajaran etika yang

dapat berbagi tanggung jawab dalam mendidik karakter serta mematuhi nilai-nilai inti yang

sama dalam membimbing peserta didik.32

Kepala sekolah, pendidik, administrator, konselor,

paraprofesional, narasumber, psikolog sekolah dan pekerja sosial, perawat, pelatih,

sekretaris, pekerja kantin, cleaning service, serta sopir perlu terlibat dalam pembelajaran dan

pembahasan tentang pendidikan karakter. Berikut ini beberapa hal yang menandai prinsip ini

yaitu, pertama, anggota staff bertanggung jawab dengan menjadi model. Kedua, nilai-nilai

yang sama dan norma-norma yang mengatur kehidupan peserta didik berfungsi untuk

mengatur kehidupan kolektif anggota dewasa dalam komunitas sekolah. Ketiga, sekolah

menyediakan waktu bagi para staff untuk dapat merefleksikan isu-isu tentang etika dan

menemukan cara-cara menjadi komunitas yang unggul.

Prinsip ke sembilan, sekolah mendorong kepemimpinan bersama dan memberi

dukungan jangka panjang terhadap pendidikan karakter.33

Sekolah yang terlibat dalam

pendidikan karakter yang efektif memiliki pemimpin yang berusaha berbagi kepemimpinan

dengan semua pemangku kepentingan. Misalnya, mendirikan suatu komite pendidikan

karakter yang terdiri dari pengurus yayasan, staff, peserta didik, orang tua, dan anggota

masyarakat-yang mengambil tanggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan, dan

memberi dukungan terhadap pendidikan karakter. Seiring waktu, kepemimpinan tersebut

juga dapat mengambil langkah untuk menyediakan dukungan jangka panjang (misalnya,

pengembangan staff yang memadai, waktu untuk merencanakan, dan sebagainya.)

32

Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16. 33

Ibid., 18.

Page 18: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

28

Prinsip ke sepuluh, sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai

mitra dalam upaya membangun karakter.34

Sekolah yang menjangkau keluarga dan

melibatkan mereka dalam upaya pembangunan karakter akan meningkatkan peluang untuk

menyukseskan peserta didiknya. Sekolah dapat berkomunikasi dengan keluarga melalui

newsletter, e-mail, pekan keluarga, website sekolah, dan konfrensi orang tua mengenai

kegiatan pendidikan karakter. Orang tua yang diwakili oleh komite pendidikan karakter dapat

ikut mengambil keputusan yang berkaitan dengan upaya mendidik karakter peserta didik. Hal

ini juga didukung oleh Elias. Elias menyatakan bahwa ada koneksi antara karakter sekolah

dengan karakter individu dan karakter masyarakatnya.35

Oleh sebab itu, Penting bagi sekolah

untuk menjalin kerjasama dengan seluruh pihak.

Prinsip ke sebelas, sekolah teratur menilai budaya dan iklim, fungsi staff sebagai

pendidik karaker, dan sejauh mana peserta didik memanifestasikan karakter yang baik.36

Pendidikan karakter yang efektif memiliki suatu penilaian berkelanjutan mengenai kemajuan

dan hasil yang telah dicapai baik secara kualitatif dan kuantitatif. Sekolah menggunakan

berbagai data penilaian (misalnya, tes akademik, skor, kelompok fokus, hasil survei) yang

mencakup persepsi peserta didik, pendidik, dan orang tua. Sekolah melaporkan data ini dan

menggunakannya untuk menentukan langkah selanjutnya. Sekolah mengelola kuisioner dan

melaporkan kepada komite pendidikan karakter untuk menilai kemajuan yang telah

didapatkan.

34

Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 20. 35

Maurice. J. Elias, “The Character of Schools, The Character of Individuals, and The Character of Society:

Creating Educational Policy to Reflect This Inextricable Interconnection” dalam KEDI: Journal for Educational

and Policy, (2013):141-149. Dalam pembahasannya Elias mencoba menciptakan sistem untuk

mengimplementasikan kebijakan berkesinambungan, sehingga pendidikan karakter adalah tanggung jawab seluruh

masyarakat bukan hanya sekolah. 36

Ibid., 22.

Page 19: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN CHARACTER … · 2017. 10. 5. · Kedua, pendidikan karakter berusaha mendefinisikan dirinya dalam cara-cara tradisional.7 Hal ini berarti

29

Sebelas prinsip yang dikemukakan oleh CEP menitik beratkan kepada peran aktif dari

seluruh stakeholders sekolah untuk bersama-sama mengajak keluarga dan masyarakat turut

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan karakter. Tidak hanya itu, penulis

melihat bahwa dalam setiap prinsipnya, seluruh stakeholders diharapkan dapat mendalami

dan selalu mempertanyakan kualitas upayanya itu. Jika sekolah ingin mendidik manusia

secara utuh, maka sekolah perlu memperhatikan keterkaitan di antara berbagai komunitas

yang ada. Sebagaimana manusia adalah makhluk sosial, maka pendidikan karakter perlu juga

memberikan suatu upaya dari dalam dan ke luar, agar seluruh lapisan masyarakat menyadari

pentingnya hal ini serta tergugah untuk mendukung pelaksanaannya.

Prinsip-prinsip yang disampaikan oleh CEP pada dasarnya lebih menitikberatkan

pada proses edukasi dari nilai-nilai yang dipilih oleh sekolah dan kurang memperhatikan hal-

hal yang berkaitan dengan aturan dan bagaimana sekolah mengatur seluruh stakeholders agar

dapat mendukung dan menjalankan aturan-aturan tersebut sesuai prosedur yang ada. Menurut

penulis, proses pendidikan karakter di sekolah seharusnya tidak hanya mementingkan

substansi materi pembelajaran yang akan diajarkan tetapi perlu juga memperhatikan

pemberlakuan aturan yang tegas dan jelas, sebab pelanggaran terhadap aturan yang telah

ditetapkan merupakan bentuk ketidakmampuan dalam memiliki karakter yang baik.