bab ii laporan praktikum sedimen klastik dan sedimen non klastik acara 7

25
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Batugamping Sampel batuan yang telah diteliti berwarna coklat gelap. Batuan ini memiliki panjang 15 cm, lebar 7 cm, dan tinggi 11 cm. Jenis batuan tersebut yaitu bahwa batuan termasuk dalam batuan sedimen non klastik. Batuan ini memiliki struktur masif. Batuan tersebut memiliki tekstur amorf. Tekstur amorf tersebut bahwa batuan tidak memiliki ukuran butir, pemilahan, kebundaran, dan kemas. Batuan ini memiliki komposisi mineral, yaitu karbonat. Batuan ini dapat berbuih saat ditetesi larutan HCl. Berdasarkan ciri-ciri tersebut batuan ini dapat disebut dengan batugamping. Batugamping merupakan batuan sedimen non klastik yang terbentuk pada laut dangkal dan hangat dari presipitasi kalsium karbonat (CaCO 3 ) serta dari air laut ataupun akumulasi kerang-kerang dan bangkai-bangkai organisme perairan yang mengandung senyawa kapur. Batugamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik, atau kimia. Teksturnya berkisar dari yang kasar dan kaya akan fosil hingga halus dan mikrit. Beberapa batugamping tersusun sangat rapat, tetapi ada juga yang membutir atau rapuh (Bonewitz, 2008). Beberapa batugamping dapat disamakan dengan batupasir, karena butir karbonat berukuran pasir yang berpindah di sekitar dasar laut. Beberapa batugamping terbentuk secara insitu dengan pertumbuhan bangkai-bangkai karbonat yang terdapat

Upload: reskibintang

Post on 10-Nov-2015

366 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

bab 2 laporan praktikum sedimen klastik dan sedimen non klastik

TRANSCRIPT

BAB IIPEMBAHASAN2.1 BatugampingSampel batuan yang telah diteliti berwarna coklat gelap. Batuan ini memiliki panjang 15 cm, lebar 7 cm, dan tinggi 11 cm. Jenis batuan tersebut yaitu bahwa batuan termasuk dalam batuan sedimen non klastik. Batuan ini memiliki struktur masif. Batuan tersebut memiliki tekstur amorf. Tekstur amorf tersebut bahwa batuan tidak memiliki ukuran butir, pemilahan, kebundaran, dan kemas. Batuan ini memiliki komposisi mineral, yaitu karbonat. Batuan ini dapat berbuih saat ditetesi larutan HCl. Berdasarkan ciri-ciri tersebut batuan ini dapat disebut dengan batugamping.Batugamping merupakan batuan sedimen non klastik yang terbentuk pada laut dangkal dan hangat dari presipitasi kalsium karbonat (CaCO3) serta dari air laut ataupun akumulasi kerang-kerang dan bangkai-bangkai organisme perairan yang mengandung senyawa kapur. Batugamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik, atau kimia. Teksturnya berkisar dari yang kasar dan kaya akan fosil hingga halus dan mikrit. Beberapa batugamping tersusun sangat rapat, tetapi ada juga yang membutir atau rapuh (Bonewitz, 2008). Beberapa batugamping dapat disamakan dengan batupasir, karena butir karbonat berukuran pasir yang berpindah di sekitar dasar laut. Beberapa batugamping terbentuk secara insitu dengan pertumbuhan bangkai-bangkai karbonat yang terdapat pada karang batugamping atau melalui pengikatan sedimen oleh mikroorganisme seperti alga.Berdasarkan hasil pengamatan batuan di laboratorium, batugamping diidentifikasi memiliki putih yang dapat dilihat dengan kasat mata. Kemudian, pada saat pengamatan dilakukan batugamping merupakan batuan sedimen yang memiliki struktur masif, karena pada batuan tersebut tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm. Struktur masif tidak hanya dapat ditemukan di dalam batuan sedimen klastik dan batuan beku, namun dapat juga ditemukan di dalam batuan sediemn non klastik meskipun hanya sedikit. Pada saat diidentifikasi di laboratorium, batugamping merupakan batuan yang berjenis sedimen non klastik, karena batuan tersebut terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik, yaitu penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement. Selain itu, batugamping memiliki tekstur yang bersifat amorf. Tekstur amorf ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk (non kristalin) yang menunjukkan tidak adanya ukuran butir, pemilahan, kebundaran, dan kemas pada batuan tersebut. Pada saat mengidentifikasi batugamping, batuan tersebut memiliki komposisi mineral, yaitu karbonat. Hal tersebut dibuktikan pada saat pengamatan dengan kasat mata. Batugamping dapat berbuih pada saat ditetesi larutan HCl, karena batuan ini mengandung karbonat.Batugamping pada saat diidentifikasi di laboratorium dan dihubungkan dengan proses petrogenesa pada paragraf kedua, bahwa batuan tersebut termasuk dalam batuan sedimen non klastik yang terbentuk secara organik, mekanik, atau kimia. Sebagian besar batugamping terjadi secara organik. Reaksi ini berasal dari pengendapan rumah kerang dan siput, foraminifera (ganggang), atau kerangka binatang koral maupun kerang. Batugamping yang terbentuk secara mekanik bahannya hampir sama dengan batugamping yang terjadi secara organik. Perbedaan dari proses ini adalah terjadi perombakan terhadap bahan gamping yang kemudian terbawa arus dan diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sementara proses yang terjadi secara kimia, batugamping terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut atau air tawar. Endapan batugamping disebut endapan sinter kapur, yang apabila pengendapan terjadi karena peredaran air panas yang melarutkan lapisan batugamping di bawah permukaan, kemudian diendapkan kembali di permukaan bumi. Mineral seperti magnesium, lempung, dan pasir adalah unsur pengotor yang mengendap saat proses pengendapan. Keberadaan pengotor memberikan klasifikasi jenis batugamping. Persentase unsur pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu gamping mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam. Warna kemerah-merahan disebabkan oleh adanya unsur mangan sementara kehitam-hitaman disebabkan oleh adanya unsur organik. Mineral pengotor lain yang terdapat pada batu gamping tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit adalah magnesit, kuarsa, feldspar, besi (hematit, ilmenit), dan mineral sulfida (pirit, markasit). Batugamping bersifat keras dan padat serta memiliki komposisi mineral berupa karbonat. Apabila kandungan karbonat dalam kalsit pada batuan lebih dominan, maka dapat dikatakan sebagai batugamping. Namun, apabila kandungan dolomit (MgCO3) yang paling banyak, maka batuan tersebut diklasifikasikan sebagai batuan dolomit. Batugamping yang mengalami metamorfosa akan berubah penampakan dan sifatnya. Hal tersebut terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas, sehingga batugamping tersebut menghablur seperti yang dijumpai pada marmer. Air tanah juga berpengaruh terhadap penghabluran ulang pada permukaan batugamping sehingga membentuk kalsit yang mengandung karbonat. Di beberapa daerah, endapan batugamping sering ditemukan di dalam gua dan sungai bawah tanah. Hal itu terjadi akibat reaksi batugamping dengan resapan air hujan yang mengandung CO2 maupun dari hasil pembusukan zat-zat organik dipermukaan. Setelah meresap ke dalam tanah, kemudian melarutkan batu gamping yang dilaluinya. Hal ini tidak hanya terjadi di dalam, tetapi juga di permukaan yang langsung berhubungan dengan udara luar yang kadang-kadang membentuk topografi karst yang indah menarik dan unik, atau juga sering dijumpai berbagai lubang tegak, miring, atau datar. Batuan tersebut memiliki struktur masif yang disebabkan karena struktur luarnya yang mengalami lithifikasi dan sedimentasi dengan baik sehingga permukaan batuannya terlihat rata dan tidak menunjukkan adanya struktur dalam. Batugamping memiliki tekstur amorf yang disebabkan karena mineral kalsit pada batugamping tersebut tidak mengalami kristalisasi dan hanya mengalami lithifikasi endapan hasil organisme serta unsur-unsur laut sehingga kristal-kristal mineral tidak tumbuh pada batuan tersebut.Batugamping dimanfaatkan sebagai bahan pemutih dalam industri kertas, pulp dan karet. Keperluan ini batugamping harus mempunyai hablur yang murni (kalsium karbonat) yang digerus sangat halus. Biasanya berasal dari batugamping yang lunak berwarna putih dan terdiri dari cangkang kerang serta jasad renik yang terdiri dari kapur sebagai hasil sampingan pembuangan dasar magnesium karbonat dari dolomit. Selain itu, batugamping yang cocok untuk bahan pemutih berkadar CaCO3 98%, kehalusan 325 mesh, mempunyai daya serap terhadap minyak, warna putih dan pH lebih dari 7,8. Bahan pemutih ini dipakai dalam industri kertas untuk pemutih pulp, pengisi, pelapis dan pengkilap. Batugamping juga biasa digunakan untuk pondasi rumah, jalan, jembatan maupun isian bendungan terutama di daerah yang tidak memiliki sumber batu bangunan seperti andesit, basalt dan semacamnya atau sebagai batu hias. Untuk keperluan di atas dipilih batugamping yang berstruktur pejal atau keras serta berhablur dengan daya tekan 800-2500 kg/m3. Batugamping terdapat di daerah Gunungkidul, Yogyakarta, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya.2.2 BatulempungSampel batuan yang telah diteliti berwarna putih abu abu. Batuan ini memiliki panjang 16,5 cm, lebar 9 cm, dan tinggi 12 cm. Jenis batuan tersebut yaitu bahwa batuan termasuk dalam batuan sedimen klastik. Batuan ini memiliki struktur masif. Kemudian, ukuran butir batuan tersebut adalah lanau. Setelah itu praktikan mengidentifikasi pemilahan batuan tersebut, yaitu pemilahan baik. Kebundaran butir yang dimiliki batuan adalah membundar baik. Selain itu, kemas batuan tersebut adalah kemas tertutup. Batuan ini memiliki komposisi mineral matrik lempung dan semen silika. Batuan ini tidak berbuih saat ditetesi larutan HCl. Berdasarkan ciri-ciri tersebut batuan ini dapat disebut dengan batulempung.Batulempung merupakan batuan yang termasuk dalam jenis batuan sedimen. Batulempung terbentuk akibat pelapukan terdahulu dan tertransportasi oleh aliran sungai. Proses ini berasal dari pelapukan silikat, khususnya feldspar. Batulempung sangat halus serta terkumpul dalam lumpur dan serpih. Kelimpahan feldspar dalam kerak bumi menjadi bukti bahwa pelapukan terjadi secara cepat di bawah kondisi atmosfer, hal ini terlihat dari mineral-mineral lempung pada batuan-batuan sedimen dalam jumlah yang cukup besar (Thompson dan Turk, 2005). Batulempung juga dapat terbentuk dari pecahan atau rombakan batuan asal yang berasal dari gunungapi yang mengendap. Struktur batulempung terbentuk secara kompak, sehingga tidak memperlihatkan struktur dalam. Perlapisan yang terbentuk pada batulempung tersebut tidak menunjukkan struktur dalam. Batulempung terbentuk dari debu vulkanik yang telah tertransport jauh yang kemudian terkena air hujan, setelah itu mengeras menjadi batulempung. Material batulempung tersebut tertransport jauh dan kemudian pada saat tertransport mengalami pergesekkan atau erosi. Bahan pembentuk batulempung mempunyai ukuran yang dominan seragam dan terjadi akibat kompaksi hingga rapat. Batulempung terbentuk karena proses pelapukan atau alterasi batuan beku dan dijumpai disekitar induknya. Material batulempung diangkut oleh air sebagai suspensi dan pada akhirnya mengendap. Batulempung selama proses pengendapan dan pengangkutan terjadi pengotoran oleh mineral yang berukuran halus seperti kuarsa.Berdasarkan hasil pengamatan batuan di laboratorium, batulempung diidentifikasi memiliki warna putih abu-abu yang dapat dilihat dengan kasat mata. Kemudian pada saat pengamatan dilakukan, batulempung merupakan batuan sedimen yang memiliki struktur masif karena pada batuan tersebut tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm. Pada saat diidentifikasi di laboratorium, batulempung merupakan batuan yang berjenis sedimen klastik, hal ini dikarenakan batuan tersebut terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Selain itu, batulempung memiliki ukuran butir lanau. Hal tersebut dapat dikarenakan batulempung memiliki besar butir, yaitu kurang dari 1/256 mm. Pemilahan pada batuan ini adalah pemilahan baik. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang didapatkan hasil identifikasi bahwa batulempung memiliki derajat keseragaman dari ukuran besar butir baik yang dapat dilihat dengan kasat mata. Selain itu, batulempung diidentifikasi memiliki kebundaran yang bersifat membundar baik (well rounded). Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang dapat diamati dengan mata telanjang bahwa batulempung mempunyai nilai kebulatan yang membundar baik. Selain itu, membundar baik dapat dijelaskan bahwa semua permukaan konveks hampir equidimensional. Equidimensional, yaitu apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang. Batulempung memiliki kemas tertutup. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, bahwa butiran pada batulempung saling bersentuhan satu dengan yang lainnya. Pada saat mengidentifikasi batulempung, batuan tersebut memiliki beberapa komposisi mineral sebagai penyusun batuan ini, antara lain matrik berupa lempung dan semen berupa mineral silika. Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, yaitu adanya mineral silika pada batulempung. Matrik pada batuan ini tidak terlihat dengan jelas, namun matrik tersebut tersusun oleh lempung. Batulempung tidak berbuih pada saat ditetesi larutan HCl, karena batuan ini tidak mengandung karbonat.Batulempung pada saat diidentifikasi di laboratorium dan dihubungkan dengan proses petrogenesa pada paragraf kedua, bahwa batuan tersebut termasuk dalam batuan sedimen yang terbentuk akibat pengendapan maupun pecahan batuan asal yang berupa batuan beku, metamorf, maupun sedimen. Fragmentasi batuan asal ini dimulai dari pelapukan mekanis maupun secara kimiawi yang kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan oleh aliran sungai. Setelah pengendapan berlangsung, batuan ini mengalami proses diagenesa yang kemudian berubah menjadi batuan keras selama dan sesudah lithifikasi pada temperatur rendah. Energi yang besar dibutuhkan untuk mentransport klastik berukuran kecil yang menyebabkan batulempung terdeposisi pada lingkungan perairan dengan aliran arus sungai yang deras. Selain itu, energi yang besar menyebabkan material penyusun batuan ini dapat tertransport menuju tempat pengendapan dan menyebabkan batulempung memiliki ukuran butir lempung. Struktur masif pada batulempung terbentuk secara cepat, sehingga tidak memperlihatkan struktur dalam. Klastik dengan kebundaran yang membundar baik menunjukkan bahwa batulempung mengalami transportasi jarak jauh yang menyebabkan klastik pada batulempung tersebut membundar baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa batulempung sering ditemukan jauh dengan tempat terjadinya pelapukan dimana fragmen-fragmen batuan yang membundar terbentuk. Batulempung memiliki pemilahan baik yang dihasilkan dari proses deposisi pada lingkungan aliran air yang terjadi secara cepat sehingga ukuran butirnya dominan seragam. Hal tersebut juga menyebabkan batulempung memiliki kemas tertutup. Komposisi mineral pada batulempung seperti silika yang merupakan semen perekat antara fragmen dan matrik terjadi akibat dari pelapukan silikat, khususnya feldspar. Pelapukan ini terjadi secara cepat di bawah kondisi atmosfer yang dapat dilihat dari mineral-mineral lempung pada batuan sedimen dalam jumlah besar. Silika tersebut berupa butiran-butiran kecil sedimen yang telah mengalami transportasi. Material yang telah terendapkan tersebut kemudian saling terikat dan membentuk batulempung.Batulempung memiliki kegunaan yang dapat dimanfaatkan untuk membuat bata merah, genteng ataupun keramik. Persyaratan utama genteng dan keramik adalah tingkat pengkerutan harus sedikit mungkin dan tidak mengandung bahan organik yang menyebabkan genteng atau keramik berpori. Adanya batulempung untuk membuat genteng dan keramik akan menjadi bahan maupun material penyusun bangunan yang kuat dan kokoh serta memiliki nilai estetika yang tinggi. Batulempung terdapat di beberapa daerah seperti daerah Gunungkidul, Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.2.3 BatulanauSampel batuan yang telah diteliti berwarna abu-abu kehitaman. Batuan ini memiliki panjang 16 cm, lebar 4,5 cm, dan tinggi 10 cm. Jenis batuan tersebut yaitu bahwa batuan termasuk dalam batuan sedimen klastik. Batuan ini memiliki struktur perlapisan sejajar. Kemudian, ukuran butir batuan tersebut adalah lanau. Setelah itu praktikan mengidentifikasi pemilahan batuan tersebut, yaitu pemilahan baik. Kebundaran butir yang dimiliki batuan adalah membundar. Selain itu, kemas batuan tersebut adalah kemas tertutup. Batuan ini memiliki komposisi mineral berupa matrik lanau dan memiliki semen silika. Batuan ini tidak berbuih saat ditetesi larutan HCl. Berdasarkan ciri-ciri tersebut batuan ini dapat disebut dengan batulanau.Batulanau merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari lithifikasi lanau. Komponen utama pada batuan ini kebanyakan adalah kuarsa, selain itu juga terdapat lempung. Batulanau terkadang menunjukkan perlapisan tetapi jarang membelah karena rendahnya kandungan lempung. Batulanau terkadang memiliki fragmen fosil. Fragmen fosil ini bisa menjadi petunjuk untuk lingkungan yang tepat dimana meterial penyusun batulanau terendapkan. Batulanau memiliki kandungan feldspar dan mineral lainnya selain kuarsa menyebabkan batulanau adalah batuan yang belum dewasa. Proses pelapukan yang terjadi dengan waktu yang lama bisa mengurai atau merusak feldspar dan mineral lainnya dan hanya menyisakan kuarsa.Berdasarkan hasil pengamatan batuan di laboratorium, batulanau diidentifikasi memiliki warna abu-abu kehitaman yang dapat dilihat dengan kasat mata. Kemudian pada saat pengamatan dilakukan, batulanau merupakan batuan sedimen yang memiliki struktur perlapisan sejajar. Hal ini dikarenakan batuan tersebut bidang perlapisannya saling sejajar. Pada saat diidentifikasi di laboratorium, batulanau merupakan batuan yang berjenis sedimen klastik, hal ini dikarenakan batuan tersebut terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Selain itu, batulanau memiliki ukuran butir lanau. Hal tersebut dapat dikarenakan batulanau memiliki besar butir, yaitu 1/16 mm hingga 1/256 mm. Pemilahan pada batuan ini adalah pemilahan baik. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang didapatkan hasil identifikasi bahwa batulanau memiliki derajat keseragaman yang baik dari ukuran besar butir penyusun batuan yang dapat dilihat dengan kasat mata. Selain itu, batulanau diidentifikasi memiliki kebundaran yang bersifat membundar baik. Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang dapat diamati dengan mata telanjang bahwa batulanau mempunyai nilai kebulatan yang membundar baik. Selain itu, membundar baik dapat dijelaskan bahwa semua permukaan konveks hampir equidimensional. Equidimensional, yaitu apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang. Batunapal memiliki kemas tertutup. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, bahwa butiran pada batulanau saling bersentuhan satu dengan yang lainnya. Pada saat mengidentifikasi batulanau, batuan tersebut memiliki komposisi mineral sebagai penyusun batuan ini, antara lain matrik berupa lanau dan semen berupa silika. Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, yaitu adanya lanau pada matrik dan mineral silika pada semen yang merupakan material pengisi rongga antar butir. Matrik pada batulanau tidak dapat terlihat dengan jelas, namun batuan ini tersusun atas matrik berupa lanau. Batulanau tidak berbuih pada saat ditetesi larutan HCl, karena batuan ini tidak mengandung karbonat.Batulanau pada saat diidentifikasi di laboratorium dan dihubungkan dengan proses petrogenesa pada paragraf kedua, bahwa batuan tersebut termasuk dalam batuan sedimen klastik yang terbentuk akibat batuan yang telah ada sebelumnya oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan serta proses lithifikasi, diagenesis dan transportasi. Batuan asal tersebut dapat berupa batuan beku, sedimen, dan metamorf. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun kimiawi yang kemudian tererosi dan tertransportasi ke suatu cekungan pengendapan. Pengendapan terbentuk di luar permukaan bumi, yaitu di bagian kerak bumi. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mengalami diagenesa yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan proses yang mengubah sedimen menjadi batuan keras. Energi yang besar dibutuhkan untuk mentransport klastik berukuran kecil yang menyebabkan batulanau terdeposisi pada lingkungan perairan dengan aliran arus yang deras. Selain itu, energi yang besar menyebabkan material penyusun batuan ini dapat tertransport menuju tempat pengendapan dan menyebabkan batulanau memiliki ukuran butir lanau. Struktur masif pada batulanau terbentuk secara cepat, sehingga tidak memperlihatkan struktur dalam. Klastik dengan kebundaran yang membundar baik menunjukkan bahwa batulanau mengalami transportasi jarak relatif jauh yang menyebabkan klastik pada batulanau tersebut membundar baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa batulanau sering ditemukan relatif jauh dengan tempat terjadinya pelapukan dimana fragmen-fragmen batuan yang membundar terbentuk. Batulanau memiliki pemilahan baik yang dihasilkan dari proses deposisi pada lingkungan aliran air yang terjadi secara cepat sehingga ukuran butirnya dominan seragam. Hal tersebut juga menyebabkan batulanau memiliki kemas tertutup. Komposisi mineral pada batulanau seperti silika yang merupakan semen perekat antara fragmen dan matrik terjadi akibat dari pelapukan silikat, khususnya feldspar. Pelapukan ini terjadi secara cepat di bawah kondisi atmosfer yang dapat dilihat dari mineral-mineral lanau pada batuan sedimen dalam jumlah besar. Silika tersebut berupa butiran-butiran kecil sedimen yang telah mengalami transportasi. Material yang telah terendapkan tersebut kemudian saling terikat dan membentuk batulanau.Batulanau dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yaitu sebagai dinding penyekat ruangan dalam bentuk lembaran sifatnya hidraulis baik untuk teknik bangunan basah. Batulanau juga digunakan sebagai industri yaitu bahan penyaring setelah diproses dengan ukuran butir tertentu dan bahan poles untuk logam. Persebaran batulanau di Indonesia banyak di temukan di Jambi, Lampung, Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Maluku.2.4 NapalSampel batuan yang telah diteliti berwarna putih. Batuan ini memiliki panjang 12 cm, lebar 6 cm, dan tinggi 6,5 cm. Jenis batuan tersebut yaitu bahwa batuan termasuk dalam batuan sedimen klastik. Batuan ini memiliki struktur masif. Kemudian, ukuran butir batuan tersebut adalah lanau. Setelah itu praktikan mengidentifikasi pemilahan batuan tersebut, yaitu pemilahan baik. Kebundaran butir yang dimiliki batuan adalah membundar (rounded). Selain itu, kemas batuan tersebut adalah kemas tertutup. Batuan ini memiliki komposisi mineral yang dapat dibedakan dengan matrik, yaitu berupa lempung dan memiliki semen karbonat. Batuan ini dapat berbuih saat ditetesi larutan HCl. Berdasarkan ciri-ciri tersebut batuan ini dapat disebut dengan napal.Napal merupakan batuan sedimen bertekstur klastik yang terbentuk di laut dangkal di mana endapan dari butir terumbu hancur dan bercampur dengan butiran lempung. Setelah proses tersebut, terjadi butiran lanau yang terbawa oleh aliran sungai ke laut dan kemudian terendapkan bersama endapan terumbu yang hancur tersebut. Batuan ini merupakan batuan kalsium karbonat atau kapur yang kaya akan lumpur atau batulumpur yang mengandung sejumlah variabel tanah liat. Napal merupakan batulempung yang mempunyai komposisi karbonat tinggi yaitu antara 30% - 60%. Kandungan kalsium karbonat (CaCO3) terbentuk dari fragmen-fragmen kerang yang berasal dari organisme perairan atau dari presipitasi kalsium karbonat oleh alga. Napal memiliki warna yang bervariasi tergantung dari material penyusunnya.Berdasarkan hasil pengamatan batuan di laboratorium, napal diidentifikasi memiliki warna putih yang dapat dilihat dengan kasat mata. Kemudian pada saat pengamatan dilakukan, napal merupakan batuan sedimen yang memiliki struktur masif, karena pada batuan tersebut tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm. Pada saat diidentifikasi di laboratorium, napal merupakan batuan yang berjenis sedimen klastik, karena batuan tersebut terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Selain itu, napal memiliki ukuran butir lanau. Hal tersebut dapat dikarenakan napal memiliki besar butir, yaitu 1/16 mm hingga 1/256 mm. Pemilahan pada batuan ini adalah pemilahan baik. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang didapatkan hasil identifikasi bahwa napal memiliki derajat keseragaman yang baik dari ukuran besar butir penyusun batuan yang dapat dilihat dengan kasat mata. Selain itu, napal diidentifikasi memiliki kebundaran yang bersifat membundar baik. Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang dapat diamati dengan mata telanjang bahwa napal mempunyai nilai kebulatan yang membundar baik. Selain itu, membundar baik dapat dijelaskan bahwa semua permukaan konveks hampir equidimensional. Equidimensional, yaitu apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang. Napal memiliki kemas tertutup. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, bahwa butiran pada napal saling bersentuhan satu dengan yang lainnya. Pada saat mengidentifikasi napal, batuan tersebut memiliki beberapa komposisi mineral sebagai penyusun batuan ini yang dapat dibedakan dengan matrik berupa lempung dan memiliki semen karbonat. Matrik pada batuan ini tidak terlihat dengan jelas, namun tersusun oleh matrik berupa lempung. Hal tersebut dibuktikan pada saat pengamatan dengan kasat mata. Napal dapat berbuih pada saat ditetesi larutan HCl, karena batuan ini mengandung karbonat.Napal pada saat diidentifikasi di laboratorium dan dihubungkan dengan proses petrogenesa pada paragraf kedua, bahwa batuan tersebut termasuk dalam batuan sedimen klastik yang terbentuk akibat batuan yang telah ada sebelumnya oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan serta proses lithifikasi, diagenesis dan transportasi. Batuan asal tersebut dapat berupa batuan beku, sedimen, dan metamorf. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun kimiawi yang kemudian tererosi dan tertransportasi ke suatu cekungan pengendapan. Pengendapan terbentuk di luar permukaan bumi, yaitu di bagian kerak bumi. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mengalami diagenesa yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan proses yang mengubah sedimen menjadi batuan keras. Batuan ini terbentuk di laut dangkal di mana endapan dari butir terumbu hancur dan bercampur dengan butiran lempung. Setelah proses tersebut, terjadi butiran lanau yang terbawa oleh aliran sungai ke laut dan kemudian terendapkan bersama endapan terumbu yang hancur tersebut. Energi yang besar dibutuhkan untuk mentransport klastik berukuran kecil yang menyebabkan napal terdeposisi pada lingkungan perairan dengan aliran arus sungai yang deras. Selain itu, energi yang besar menyebabkan material penyusun batuan ini dapat tertransport menuju tempat pengendapan dan menyebabkan napal memiliki ukuran butir lanau. Struktur masif pada napal terbentuk secara cepat, sehingga tidak memperlihatkan struktur dalam. Klastik dengan kebundaran yang membundar baik menunjukkan bahwa napal mengalami transportasi jarak relatif jauh yang menyebabkan klastik pada napal tersebut membundar baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa napal sering ditemukan relatif jauh dengan tempat terjadinya pelapukan dimana fragmen-fragmen batuan yang membundar terbentuk. Napal memiliki pemilahan baik yang dihasilkan dari proses deposisi pada lingkungan aliran air yang terjadi secara cepat sehingga ukuran butirnya dominan seragam. Hal tersebut juga menyebabkan napal memiliki kemas tertutup. Fragmen yang terdapat pada napal tersebut tidak terlihat dengan jelas dikarenakan batuan tersebut tertransport dengan jauh, sehingga ukuran butir pada fragmen tidak dapat terlihat secara mikroskopis. Semen yang terdapat pada napal berupa semen karbonat. Kandungan karbonat tersebut terbentuk dari fragmen-fragmen kerang yang berasal dari organisme perairan atau dari presipitasi kalsium karbonat oleh alga. Napal memiliki warna yang bervariasi tergantung dari material penyusunnya. Warna hijau disebabkan oleh kandungan glaukonit atau klorit. Sedangkan warna merah disebabkan oleh kandungan oksida besi. Material-material tersebut berupa butiran-butiran kecil sedimen yang telah mengalami transportasi. Material yang telah terendapkan kemudian terikat dan membentuk napal.Napal batuan sedimen klastik yang memiliki banyak kegunaan yang merupakan perpaduan antara batugamping dengan lempung dalam kisaran komposisi tertentu. Kedua jenis komponen tersebut (batugamping dan lempung) juga merupakan bahan baku utama untuk pembuatan semen, jadi endapan napal ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan baku alternatif bagi pembuatan semen. Endapan napal terdapat di daerah Kabupaten Sumba Timur dijumpai berupa perselingan lapisan batupasir dan batu lempung tufaan. Ketebalan mencapai 2 m hingga10 m. Endapan napal ini tersebar cukup luas di bagian timur dan tengah daerah, mengikuti penyebaran formasi Kananggar, antara lain di daerah Ngaru Kanoru, Kecamatan Umalulu serta daerah Hiliwuku, Kecamatan Pandawai. 2.5 BatupasirSampel batuan yang telah diteliti berwarna hitam kecoklatan. Batuan ini memiliki panjang 9 cm, lebar 5,5 cm, dan tinggi 5,4 cm. Jenis batuan tersebut yaitu bahwa batuan termasuk dalam batuan sedimen klastik. Batuan ini memiliki struktur masif. Kemudian, ukuran butir batuan tersebut adalah pasir halus. Setelah itu praktikan mengidentifikasi pemilahan batuan tersebut, yaitu pemilahan baik. Kebundaran butir yang dimiliki batuan adalah membundar atau rounded. Selain itu, kemas batuan tersebut adalah kemas tertutup. Batuan ini memiliki komposisi mineral, yaitu matrik berua pasir dan kuarsa, serta memiliki semen berupa karbonat. Batuan ini dapat berbuih saat ditetesi larutan HCl. Berdasarkan ciri-ciri tersebut batuan ini dapat disebut dengan batupasir.Batupasir terbentuk dari pecahan atau rombakan batuan asal yang berasal dari gunungapi yang mengendap. Batupasir terbentuk dari debu vulkanik. Batupasir pada awalnya tersusun atas abu vulkanik saja namun karena terjadi proses transportasi, terdapat mineral hornblend dan kuarsa yang sebagai matrik yang tertanam pada batupasir tersebut. Batupasir terbentuk tidak terlalu jauh dari tempat asalnya. Batupasir mengalami proses transportasi, atau dengan kata lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan diendapkan di dalam cekungan. Batupasir tersusun dari butiran butiran pasir dari fragmen yang berukuran sedang. Batupasir meskipun telah disaring melalui saringan, di manapun lainnya menunjukkan ukuran yang cukup besar. Ciri pasir tersusun atas kuarsa, umunya ada mineral yang tahan terhadap pelapukan dan erosi. Beberapa butiran-butiran dari kuarsa membulat untuk penyempurnaan tekstur, meskipun terdapat juga yang tajam. Batupasir yang halus terbentuk karena terjadi pendinginan yang disebabkan oleh abrasi angin. Batupasir terbentuk dari lithifikasi butiran-butiran pasir. Ketika batuan dasar granitik lapuk, feldspar umumnya berubah menjadi lempung, tetapi kristal kuarsa cenderung resisten terhadap pelapukan. Saat aliran membawa lempung dan butiran kuarsa menuju laut, butir kuarsa menjadi membundar. Air yang mengalir mendeposit pasir pada suatu lingkungan pengendapan dan mendeposit lempung pada lingkungan pengendapan lain sehingga kebanyakan batupasir mengandung sebagian besar butiran-butiran kuarsa yang membundar.Berdasarkan hasil pengamatan batuan di laboratorium, batupasir diidentifikasi memiliki warna hitam kecoklatan yang dapat dilihat dengan kasat mata. Kemudian pada saat pengamatan dilakukan, batupasir merupakan batuan sedimen yang memiliki struktur masif, karena pada batuan tersebut tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm. Pada saat diidentifikasi di laboratorium, batupasir merupakan batuan yang berjenis sedimen klastik, hal ini dikarenakan batuan tersebut terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Selain itu, batupasir memiliki ukuran butir pasir sedang. Hal tersebut dapat dikarenakan batupasir memiliki besar butir, yaitu 1/2 hingga 1/4 mm. Pemilahan pada batuan ini adalah pemilahan baik. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang didapatkan hasil identifikasi bahwa batupasir memiliki derajat keseragaman dari ukuran besar butir baik yang dapat dilihat dengan kasat mata. Selain itu, batupasir diidentifikasi memiliki kebundaran yang bersifat membundar (rounded). Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium yang dapat diamati dengan mata telanjang bahwa batupasir mempunyai nilai kebulatan yang membundar baik. Selain itu, membundar baik dapat dijelaskan bahwa semua permukaan konveks hampir equidimensional. Equidimensional, yaitu apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang Batupasir memiliki kemas tertutup. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, bahwa butiran pada batupasir saling bersentuhan satu dengan yang lainnya. Pada saat mengidentifikasi batupasir, batuan tersebut memiliki beberapa komposisi mineral sebagai penyusun batuan ini, antara lain matrik berupa pasir dan kuarsa serta semen berupa mineral karbonat. Hal tersebut dibuktikan pada saat melakukan pengamatan di laboratorium, yaitu adanya pasir dan kuarsa sebagai matrik pada batupasir dan semen karbonat sebagai material pengisi rongga antar butir. Batupasir dapat berbuih pada saat ditetesi larutan HCl, karena batuan ini mengandung karbonat.Batupasir pada saat diidentifikasi di laboratorium dan dihubungkan dengan proses petrogenesa pada paragraf kedua, bahwa batuan tersebut termasuk dalam batuan sedimen klastik yang terbentuk akibat batuan yang telah ada sebelumnya oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan serta proses lithifikasi, diagenesis dan transportasi. Batuan asal tersebut dapat berupa batuan beku, sedimen, dan metamorf. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun kimiawi yang kemudian tererosi dan tertransportasi ke suatu cekungan pengendapan. Pengendapan terbentuk di luar permukaan bumi, yaitu di bagian kerak bumi. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mengalami diagenesa yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan proses yang mengubah sedimen menjadi batuan keras. Energi yang besar dibutuhkan untuk mentransport klastik berukuran sedang yang menyebabkan batupasir terdeposisi pada lingkungan perairan dengan aliran arus yang deras. Selain itu, energi yang besar menyebabkan material penyusun batuan ini seperti pasir dapat tertransport menuju tempat pengendapan dan menyebabkan batupasir memiliki ukuran butir pasir sedang. Struktur masif pada batupasir terbentuk secara cepat, sehingga tidak memperlihatkan struktur dalam. Klastik dengan kebundaran yang membundar baik menunjukkan bahwa batupasir mengalami transportasi jarak relatif jauh yang menyebabkan klastik pada batupasir tersebut membundar baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa batupasir sering ditemukan relatif jauh dengan tempat terjadinya pelapukan dimana fragmen-fragmen batuan yang membundar terbentuk. Batupasir memiliki pemilahan baik yang dihasilkan dari proses deposisi pada lingkungan aliran air yang terjadi secara cepat sehingga ukuran butirnya dominan seragam. Hal tersebut juga menyebabkan batupasir memiliki kemas tertutup. Fragmen yang terdapat pada napal tersebut tidak terlihat dengan jelas dikarenakan batuan tersebut tertransport dengan jauh, sehingga ukuran butir pada fragmen tidak dapat terlihat secara mikroskopis. Matrik pada batupasir yaitu, pasir dan kuarsa yang terbentuk akibat batuan dasar granitik lapuk dan kemudian air yang mengalir terdeposit pada lingkungan pengendapan. Semen yang terdapat pada batupasir berupa semen karbonat. Kandungan karbonat tersebut terbentuk dari fragmen-fragmen kerang yang berasal dari organisme perairan atau dari presipitasi kalsium karbonat oleh alga. Material-material peunyusun batupasir tersebut berupa butiran-butiran kecil sedimen yang telah mengalami transportasi. Material yang telah terendapkan kemudian terikat dan membentuk batupasir.Batupasir merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia. Salah satu kegunaan dari batupasir ialah sebagai bahan bangunan. Batupasir memiliki sifat yang keras dan sangat resisten, maka dari itu batupasir dimanfaatkan sebagai pondasi bangunan. Batupasir juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan ornamen. Batupasir dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan alat rumah tangga. Adanya batupasir untuk membuat peralatan rumah tangga dapat dimanfaatkan untuk peralatan memasak seperti tungku. Persebaran batupasir di Indonesia terdapat di Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Bojonegoro, Lampung, Kalimantan, Sulawesi Utara, Papua.