bab ii landasan teori - repository.bsi.ac.id · zeithaml dan bitner dalam sangadji, etta &...

37
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kualitas Jasa 2.1.1. Definisi Kualitas Jasa Kotler dalam Mamang, Sangadji & Sopiah (2013:99) menyatakan kualitas merupakan “Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Gronroos dalam Tjiptono & Chandra (2016:13) mengemukakan jasa adalah “Proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa atau sumber daya fisik barang atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Implikasi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang dan jasa adalah sulit men-generalisasikan jasa tanpa melakukan pembedaan lebih lanjut. Sejauh ini telah banyak pakar yang mengemukakan skema klasifikasi jasa, di mana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya sendiri. Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria pokok Lovelock dalam Tjiptono & Chandra (2016:16): 1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan pada konsumen akhir (contohnya asuransi jiwa, catering, jasa tabungan dan pendidikan). 7

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kualitas Jasa

2.1.1. Definisi Kualitas Jasa

Kotler dalam Mamang, Sangadji & Sopiah (2013:99) menyatakan kualitas

merupakan “Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,

manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.

Menurut Gronroos dalam Tjiptono & Chandra (2016:13) mengemukakan

jasa adalah “Proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang

biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan

karyawan jasa atau sumber daya fisik barang atau sistem penyedia jasa, yang

disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”.

Implikasi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang dan jasa

adalah sulit men-generalisasikan jasa tanpa melakukan pembedaan lebih lanjut.

Sejauh ini telah banyak pakar yang mengemukakan skema klasifikasi jasa, di

mana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan

dengan sudut pandangnya sendiri. Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat

dilakukan berdasarkan tujuh kriteria pokok Lovelock dalam Tjiptono & Chandra

(2016:16):

1. Segmen Pasar

Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan

pada konsumen akhir (contohnya asuransi jiwa, catering, jasa tabungan dan

pendidikan).

7

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

8

2. Tingkat Keberwujudan

a. RENTED-GOOD SERVICES

Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu

berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik. Konsumen

hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap di

tangan pihak perusahaan yang menyewakannya. Contohnya penyewaan

mobil, apartemen dan villa.

b. OWNED-GOOD SERVICES

Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi atau

ditingkatkan unjuk kerjanya oleh perusahaan jasa. Contohnya pencucian

mobil, perawatan taman dan pencucian pakaian.

c. NON-GOOD SERVICES

Karakteristik ini khusus pada jenis jasa personal bersifat intangible (tidak

berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya

dosen, pemandu wisata, ahli kecantikan dan lain-lain.

3. Keterampilan Penyedia Jasa

Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok.

Pertama, professional services (seperti dosen, konsultan hukum, dokter,

psikolog). Kedua, non-professional services (seperti jasa supir taksi, pengantar

surat, pengangkut sampah).

4. Tujuan Organisasi Jasa

Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi commercial

services atau profit (misalnya jasa penerbangan, bank, penyewaan mobil, hotel)

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

9

dan non-profit services (seperti sekolah, panti asuhan, yayasan, perpustakaan

dan museum).

5. Regulasi

Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated-services (misalnya

jasa pialang, media massa dan perbankan) dan non-regulated services (seperti

jasa makelar, pondokan dan kantin).

6. Tingkat Intensitas Karyawan

Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja) jasa dapat

dikelompokkan menjadi dua macam: equipment-based services (seperti cuci

mobil otomatis, ATM) dan people-based services (seperti pelatih sepak bola,

bidan, dokter anak).

7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan

Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dikelompokkan

menjadi high-contact services (seperti universitas, bank, dokter, penasehat

perkawinan).

Jasa memiliki banyak arti, mulai dari pelayanan personal (personal

service) sampai jasa sebagai suatu produk. Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji,

Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah

seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik,

dikonsumsi dan diproduksi pada saat yang bersamaan, memberikan nilai tambah,

dan secara prinsip tidak berwujud (intangible)”. Berdasarkan beberapa definisi di

atas, jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sesuatu yang tidak berwujud. Tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

10

2. Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunkaan bantuan

suatu produk fisik.

3. Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.

4. Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.

Parasuraman dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:100) mendefinisikan

“Kualitas jasa sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas

tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Lebih lanjut,

Tjiptono dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:100) menjelaskan bahwa apabila

jasa yang diterima atau disarankan sesuai dengan yang diharapkan, kualitas jasa

dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan

pelanggan, kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya,

apabila jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, kualitas jasa

dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa tergantung

pada kemampuan penyedia jasa untuk memenuhi harapan pelanggan secara

konsisten.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa ialah tolok ukur seberapa bagus

tingkat jasa atau produk yang diberikan oleh penyedia jasa dalam memenuhi

harapan pelanggan.

2.1.2. Dimensi Kualitas Jasa

Parasuraman dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:100) mengemukakan

lima dimensi kualitas jasa yaitu :

1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

11

(dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu, dengan cara yang

sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan, tanpa melakukan kesalahan;

2. Daya Tanggap (responsiveness), yaitu kemauan atau keinginan para karyawan

untuk membantu memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen;

3. Keyakinan, meliputi pengetahuan, kemampuan, keramahan, kesopanan, dan

sifat dapat dipercaya dari kontak personal untuk menghilangkan sifat keragu-

raguan konsumen dan membuat mereka merasa terbebas dari bahaya dan

risiko;

4. Empati, yang meliputi sikap kontak personal atau perusahaan untuk

memahami kebutuhan dan kesulitan, konsumen, komunikasi yang baik,

perhatian pribadi, dan kemudahan untuk melakukan komunikasi atau

hubungan;

5. Produk-produk fisik (tangibles), tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan

sarana komunikasi, dan lain-lain yang bisa dan harus ada dalam proses jasa.

2.1.3. Model Kualitas Jasa

Parasuraman dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:101) mengidentifikasi

lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Kelima gap tersebut

adalah:

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen, yaitu adanya

perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi

manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena

kurangnya orientasi penilaian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai

atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

12

pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu

banyaknya tingkatan manajemen.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi

kualitas jasa. Kesenjangan terjadi, antara lain, karena tidak memadainya

komitmen manajemen terhadap kualitas jasa persepsi mengenai

ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak adanya

penyusunan tujuan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service delivery).

Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

a. Ambiguitas pesan, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas

sesuai dengan harapan manajer dan tetap bisa memuaskan pelanggan;

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

13

KONSUMEN

Komunikasi Getok Tular Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu

Jasa yang Diharapkan

GAP 5

Jasa yang Dipersepsikan

GAP 1

Penyampaian Jasa GAP 4 Komunikasi

eksternal pada pelanggan

GAP 3

PEMASAR Spesifikasi Kualitas jasa

GAP 2

Persepsi Manajemen Atas

harapan Pelanggan

Gambar II.1. Model Konseptual Service Quality

Sumber: Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:102)

b. Konflik pesan, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak

memuaskan semua pihak;

c. Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya;

d. Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai;

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

14

e. Sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya sistem penilaian

dan sistem imbalan;

f. Kontrol yang dirasakan (perceived control), yaitu sejauh mana pegawai

merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan;

g. Kerja tim (team work), yaitu sejauh mana pegawai dan manajemen

merumuskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Ekspektasi pelanggan

atas kualitas pelayanan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh

perusahaan mengenai komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena

(a) tidak memadainya komunikasi horizontal dan (b) adanya kecenderungan

untuk memberikan janji yang berlebihan.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan, yaitu adanya

perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh

pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, perusahaan akan memperoleh citra

dan dampak positif. Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang

diharapkan, kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi

perusahaan.

2.1.4. Pengukuran Kualitas Jasa

Mengukur kualitas jasa berarti mengevaluasi atau membandingkan kinerja

suatu jasa dengan seperangkat standar atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu

untuk model pengukuran. Parasuraman dan kawan-kawan telah membuat sebuah

skala multi-item yang diberi nama SERVQUAL. Alat yang dimaksudkan untuk

mengukur harapan dan persepsi pelanggan, dan kesenjangan (gap) yang ada pada

model kualitas jasa. Pengukuran dapat dilakukan dengan skala Likert atau

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

15

semantik diferensial, di mana responden cukup memilih derajat kesetujuan atau

ketidaksetujuannya atas pernyataan kualitas jasa. Zeithaml dan Bitner dalam

Sangadji, Etta & Sopiah (2013:104) mengemukakan beberapa formulasi untuk

mengukur kualitas jasa sebagai berikut:

1. Skor kualitas = skor kinerja – skor harapan

2. Skor kualitas jasa = skor derajat kepentingan x (skor kinerja – skor harapan)

3. Skor kualitas jasa = skor kinerja

4. Skor kualitas jasa = skor derajat kepentingan x skor kinerja

2.1.5. Manfaat Kualitas

Produktivitas biasanya selalu dikaitkan dengan kualitas dan profitabilitas.

Meskipun demikian, ketiga konsep ini memiliki penekanan yang berbeda-beda

Edvardsson dalam Tjiptono & Chandra (2016:120) :

1. Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya, yang

seringkali diikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi modal. Fokus

utamanya terletak pada produksi atau operasi.

2. Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Fokus

utamanya adalah customer utility.

3. Profitibilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasilan, biaya dan

modal yang digunakan.

Perspektif tradisional seringkali hanya berfokus pada pencapaian

produktivitas dan profitibilitas dengan mengabaikan aspek kualitas. Hal ini dapat

mengancam survivabilitas jangka panjang perusahaan. Dalam konteks kompetisi

global di era pasar bebas ini, setiap perusahaan harus bersaing dengan para

pesaing lokal dan global. Peningkatan intensitas kompetisi menuntut setiap

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

16

perusahaan untuk selalu memperhatikan dinamika kebutuhan, keinginan dan

preferensi pelanggan serta berusaha memenuhinya dengan cara-cara yang lebih

efektif dan efisien dibandingkan para pesaingnya. Saat ini setiap perusahaan tidak

lagi hanya terbatas pada produk (barang atau jasa yang dihasilkan) semata, tetapi

juga pada aspek proses, sumber daya manusia, dan lingkungan. Dengan demikian

hanya perusahaan yang berkualitas yang dapat memenangkan persaingan dalam

pasar global.

Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan

dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling

menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional

semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama

harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya, perusahaan dapat

meningkatkan kepuasan pelanggan, dimana perusahaan memaksimumkan

pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau

meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Selanjutnya,

kepuasan pelanggan berkontribusi pada terciptanya rintangan beralih (switching

barriers), biaya beralih (switching costs), dan loyalitas pelanggan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

17

Keunggulan

harga

Customer-

Pangsa

driven

pasar

quality

Customer

value

Atribut pelanggan Produktivitas dan

dan spesifikasi desain pertumbuhan

Produktivitas

Kualitas

Biaya yang

spesifikasi

lebih rendah

Biaya kualitas yang

lebih rendah

Investasi Dalam

Penyempurnaan kualitas

Gambar II.2. Manfaat Kualitas

Sumber : Ross dalam Tjiptono & Chandra (2016:120)

Kualitas juga dapat mengurangi biaya. Crosby dalam Tjiptono & Chandra

(2016:120) menyatakan bahwa “Quality is Free”. Biaya untuk mewujudkan

produk berkualitas jauh lebih kecil dibandingkan biaya yang ditimbulkan apabila

perusahaan gagal memenuhi standar kualitas. Adanya penekanan biaya

dikarenakan kemampuan mewujudkan proses dan produk berkualitas akan

menghasilkan keunggulan kompetitif berupa peningkatan profitibilitas dan

pertumbuhan bisnis. Selanjutnya, kedua faktor ini dapat memberikan sarana dan

dana bagi investasi lebih lanjut dalam hal penyempurnaan kualitas, misalnya

untuk keperluan riset dan pengembangan. Secara ringkas, manfaat kualitas

superior meliputi :

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

18

1. Loyalitas pelanggan lebih besar.

2. Pangsa pasar lebih besar.

3. Harga saham lebih tinggi.

4. Harga jual produk atau jasa lebih tinggi.

5. Produktivitas lebih besar.

Semua manfaat di atas pada gilirannya berkontribusi pada peningkatan daya

saling berkesinambungan bagi organisasi yang mengupayakan pemenuhan

kualitas yang bersifat customer-driven. Dalam jangka panjang perusahaan seperti

ini akan tetap survive dan menghasilkan laba.

2.2. Loyalitas Konsumen

2.2.1. Pengertian Loyalitas Konsumen

Griffin dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:104) menyatakan “loyalty is

defined as non random purchase expressed over time by some decision making

unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih

mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk

melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa dari suatu

perusahaan yang dipilih.

Kalalo (2013:1555) mendefinisikan loyalitas sebagai “customer loyalty is

deeply held commitment to rebuy or repatronize a preffered product or service

consistenly on the future, despite situational influences and marketing effort

having the potential to cause switching behavior”. Maksudnya disini loyalitas

konsumen adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk

melakukan pembelian ulang produk baik barang atau jasa secara konsisten di

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

19

masa yang akan datang meskipun pengaruh situasi usaha pemasaran berpotensi

merubah perilaku.

Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu

loyalitas merek (brand loyalty) dan loyalitas toko (store loyalty). Misalnya,

seorang konsumen sudah sangat sering melakukan pembelian terhadap suatu

merek produk. Tidak ada lagi merek yang dipertimbangkan untuk dibeli selain

merek produk yang sering dibelinya. Ketika merek produk itu tidak tersedia di

toko atau outlet yang ditujunya, dia terus berusaha mencari produk itu sampai ke

tempat yang jauh sekalipun. Bahkan ketika merek barang itu tidak tersedia, dan

petugas penjualan mengatakan merek produk yang dicarinya akan datang

beberapa hari kemudian, dia bersedia menunggunya. Jika ada konsumen dalam

pembeliannya berperilaku seperti itu, maka bisa dikatakan bahwa konsumen itu

sangat loyal terhadap merek pilihannya dan itulah yang disebut loyalitas merek

(brand loyalty). Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi

terhadap suatu merek yng direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten

terhadap merek itu sepanjang waktu.

Terdapat dua pendekatan yang bisa dipakai untuk mempelajari loyalitas

merek. Pertama, pendekatan instrumental conditioning, yang memandang bahwa

pembelian yang konsisten sepanjang waktu ialah menunjukkan loyalitas merek.

Perilaku pengulangan pembelian diasumsikan merefleksikan penguatan

atau stimulus yang kuat. Jadi, pengukuran bahwa seorang konsumen itu loyal atau

tidak dilihat dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembelian terhadap satu

merek. Pengukuran loyalitas konsumen dengan pendekatan ini menekankan pada

perilaku masa lalu.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

20

Seorang konsumen telah membeli satu merek produk sampai tujuh kali,

maka hal itu bisa dikatakan bahwa konsumen itu loyal. Pendekatan ini

mengandung kelemahan, karena didasarkan pada perilaku masa lalunya, padahal

loyalitas juga berhubungan dengan estimasi perilaku pembelian masa mendatang.

Jika konsumen dianggap loyal terhadap satu merek dengan melakukan pembelian

sampai tujuh kali, dan sebenarnya pada pembelian kedelapan konsumen tidak lagi

memilih merek yang sering dibelinya, tetapi memilih merek lain karena sudah

bosan atau ingin mencoba merek lain (variety seeking). Hal ini menunjukkan

bahwa perilaku pembelian tujuh kali terhadap satu merek bukan loyalitas, tetapi

hanya merupakan inersia atau habitual saja. Benar memang dalam loyalitas

terdapat perilaku pembelian yang berulang, tetapi loyalitas tidak hanya

ditunjukkan oleh perilaku tersebut.

Pendekatan kedua, yaitu didasarkan pada teori kognitif. Beberapa peneliti

percaya bahwa perilaku itu sendiri tidak merefleksikan loyalitas merek. Dengan

perkataan lain, perilaku pembelian berulang tidak merefleksikan loyalitas merek.

Menurut pendekatan ini, loyalitas menyatakan komitmen terhadap merek yang

mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian terus menerus.

Konsumen mungkin sering membeli merek tertentu karena harganya murah, dan

ketika harganya naik, konsumen beralih ke merek lain. Pendekatan behavioral

menekankan bahwa, loyalitas dibentuk oleh perilaku, dan oleh karena itu perilaku

pembelian berulang ialah loyalitas, sementara itu pendekatan kognitif memandang

bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari proses psikologi (decision making).

Perdebatan mengukur loyalitas secara general belum berakhir, oleh karena itu

generalisasi mengenai loyalitas tidak bisa dirumuskan. Namun demikian, terdapat

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

21

beberapa karakteristik umum yang bisa diidentifikasi, apakah seorang konsumen

mendekati loyalitas atau tidak. Assael dalam Setiadi (2016:130) mengemukakan

empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal sebagai

berikut:

1. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap

pilihannya.

2. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat risiko yang

lebih tinggi dalam pembeliannya.

3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko.

4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap

merek.

Hurriyati dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:104) menyatakan bahwa

loyalitas adalah “Komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk

berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih

secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-

usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.

Parasuraman dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:104) mendefiniskan

loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran jasa sebagai respon yang terkait erat

dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen yang mendasari

kontinuitas relasi, dan biasanya tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari

penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi dan kendala pragmatis. Morais dalam

Sangadji, Etta & Sopiah (2013:104) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan

adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek toko, atau pemasok,

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

22

berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang

konsisten.

Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan

pada suatu perilaku, yang ditunjukkan dengan pembelian rutin dan didasarkan

pada unit pengambilan keputusan.

2.2.2. Karakteristik Loyalitas Konsumen

Konsumen yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan. Hal ini

dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya. Griffin dalam Putro, Shandy,

Semuel, & Karina (2014:4) menyatakan bahwa konsumen yang loyal memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1. Pembelian ulang

2. Kebiasaan mengonsumsi merek

3. Rasa suka yang besar pada merek

4. Ketetapan pada

5. Perekomendasian

2.2.3. Merancang dan Menciptakan Loyalitas

Dalam kaitannya dengan pengalaman pelanggan, Morais dalam Sangadji,

Etta & Sopiah (2013:105) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan tidak bisa

tercipta begitu saja, tetapi harus dirancang oleh perusahaan. Adapun tahap-tahap

perancangan loyalitas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan nilai pelanggan (define customer value)

a. Identifikasi segmen pelanggan sasaran;

b. Definisikan nilai pelanggan sasaran dan tentukan pelanggan mana yang

menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan loyalitas;

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

23

c. Ciptakan diferensiasi janji merek.

2. Merancang pengalaman pelanggan bermerek (design the branded customer

experience)

a. Mengembangkan pemahaman pengalaman pelanggan;

b. Merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan janji merek;

c. Merancang perubahan strategi secara keseluruhan.

3. Melengkapi orang dan menyampaikan secara konsisten (equip people and

deliver consistently):

a. Mempersiapkan pemimpin untuk menjalankan dan memberikan

pengalaman kepada pelanggan;

b. Melengkapi pengetahuan dan keahlian karyawan untuk mengembangkan

dan memberikan pengalaman kepada pelanggan dalam setiap interaksi

yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan;

c. Memperkuat kinerja perusahaan melalui pengukuran dan tindakan

kepemimpinan.

4. Menyokong dan meningkatkan kinerja (sustain and enhance performance):

a. Gunakan respons timbal balik pelanggan dan karyawan untuk memelihara

karyawan secara berkesinambungan dan untuk mempertahankan

pengalaman pelanggan;

b. Membentuk kerja sama antara sistem personalia (human resource

development) dengan proses bisnis yang terlibat langsung dalam

pemberian dan penciptakan pengalaman pelanggan;

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

24

c. Secara terus menerus mengembangkan dan mengomunikasikan hasil untuk

menanamkan pengalaman konsumen bermerek yang telah dijalakan

perusahaan.

2.2.4. Tahap-Tahap Loyalitas

Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal terhadap

perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Sondakh (2014:26)

mengemukakan loyalitas pelanggan dibagi menjadi empat tahapan sebagai

berikut:

1. Loyalitas berdasarkan kesadaran (cognitive loyality). Merasakan bahwa merek

yang satu lebih disukai dibandingkan merek lain berdasarkan informasi atribut

tentang merek yang diterimanya. Informasi merek yang dipegang oleh

konsumen harus menunjuk pada merek yang dianggap lebih superior dalam

persaingan.

2. Loyalitas berdasarkan pengaruh (affective loyality). Pada tahap ini loyalitas

memiliki tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi daripada merek

saingan, baik dalam perilaku maupun komponen yang mempengaruhi

kepuasan. Kondisi ini sangat sulit untuk dihilangkan karena kesetiaan sudah

tertanam dalam pikiran konsumen bukan hanya sebagai kesadaran atau

harapan.

3. Loyalitas berdasarkan komitmen (conative loyality). Tahap loyalitas ini

mengandung komitmen perilaku yang tinggi dalam melakukan pembelian

suatu jasa. Hasrat untuk melakukan pembelian ulang atau bersikap loyal

merupakan tindakan yang dapat diantisipasi namun tidak disadari.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

25

4. Loyalitas berdasarkan tindakan (action loyalty). Tahap ini merupakan tahapan

terakhir dari kesetiaan. Tahap ini diawali dengan suatu keinginan yang disertai

dengan motivasi, selanjutnya diikuti oleh siapapun untuk bertindak dan ingin

mengatasi seluruh hambatan untuk melakukan tindakan.

2.2.5. Prinsip-Prinsip Loyalitas

Kotler dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:109) mengemukakan bahwa

pada hakikatnya loyalitas pelanggan dapat diibaratkan sebagai perkawinan antara

perusahaan dan publik (terutama pelanggan inti). Jalinan relasi ini akan langsung

bila dilandasi sepuluh prinsip pokok loyalitas pelanggan berikut:

1. Kemitraan yang didasarkan pada etika dan integritas utuh;

2. Nilai tambah (kualitas, biaya, waktu, siklus, teknologi, profitabilitas, dan

sebagainya), dalam kemitraan antara pelanggan dan pemasok;

3. Sikap saling percaya antara manajer dan karyawan, serta antara perusahaan

dan pelanggan inti;

4. Keterbukaan (saling berbagi data teknologi, strategi, dan biaya) antara

pelanggan dan pemasok;

5. Pemberian bantuan secara aktif dan konkret;

6. Tindakan berdasarkan semua unsur antusiasme konsumen. Untuk produk fisik,

unsur-unsur tersebut meliputi kualitas, keseragaman, keandalan,

ketergantungan, keterpeliharaan, diagnosis, ketersediaan, kinerja teknis,

ergonomi, karakteristik, fitur menyenangkan dan keamanan ekspektasi masa

depan, untuk efektivitas operasional, layanan sebelum penjualan, layanan

sesudah penjualan, harga jual nilai kembali, pengiriman dan reputasi.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

26

Sementara untuk jasa, unsur-unsur tersebut terdiri atas kualitas, ketetapan

waktu, ketergantungan, kekooperatifan dan komunikasi;

7. Fokus pada faktor-faktor tidak terduga yang bisa menghasilkan kesenangan

pelanggan (customer delight);

8. Kedekatan dengan pelanggan internal dan eksternal;

9. Pembinaan relasi dengan pelanggan internal dan eksternal;

10. Antisipasi kebutuhan dan harapan pelanggan di masa datang.

2.2.6. Mempertahankan Loyalitas Pelanggan

Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:110)

mengemukakan bahwa untuk mewujudkan dan mempertahankan loyalitas

pelanggan dibutuhkan langkah kunci yang saling terikat, yaitu:

1. Komitmen dan keterlibatan manajemen puncak

Dalam setiap keputusan strategis organisasi, peranan penting manajemen

puncak perlu dimainkan. Dukungan, komitmen, kepemimpinan dan partisipasi

aktif manajer puncak selalu dibutuhkan untuk melakukan transformasi budaya

organisasi, struktur kerja, dan praktik manajemen SDM dari paradigma

tradisional menuju paradigma pelanggan.

2. Tolok ukur internal (internal benchmarking)

Proses tolok ukur internal meliputi pengukuran dan penilaian atas manajemen,

SDM, organisasi, sistem, alat, desain, pemasok, pemasaran dan jasa

pendukung perusahaan. Adapun pengukuran-pengukuran yang digunakan

meliputi loyalitas pelanggan (jumlah presentase dan kelanggengannya), nilai

tambah bagi pelanggan inti, dan biaya akibat kualitas yang jelek.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

27

3. Identifikasi kebutuhan pelanggan

Identifikasi kebutuhan pelanggan dapat dilakukan dengan beberapa metode

mutakhir seperti riset nilai (value research), jendela pelanggan (customer

window), model, analisis sensitivitas, evaluasi multiatribut, analisis konjoin,

dan quality function deployment (QFD).

4. Penilaian kapabilitas persaingan

Dalam era hiperkompetitif ini pemahaman mengenai aspek internal

perusahaan dan pelanggan saja tidak memadai. Untuk memenangkan

persaingan, kapabilitas pesaing (terutama yang terkuat) harus diidentifikasikan

dan dinilai secara cermat.

5. Pengukuran kepuasan dan loyalitas pelanggan

Kepuasan pelanggan menyangkut apa yang diungkapkan oleh pelanggan,

sedangkan loyalitas pelanggan berkaitan dengan apa yang dilakukan

pelanggan. Oleh sebab itu, parameter kepuasan pelanggan lebih subyektif,

lebih sukar dikuantifikasi, dan lebih sulit diukur daripada loyalitas pelanggan.

6. Analisis umpan balik dari pelanggan, mantan pelanggan, non-pelanggan, dan

pesaing. Lingkup analisis perusahaan perlu diperluas dengan melibatkan

mantan pelanggan dan non-pelanggan, tentunya selain pelanggan saat ini da

pesaing. Dengan demikian, perusahaan bisa memahami dengan lebih baik

faktor-faktor yang menunjang kepuasan dan loyalitas pelanggan, serta faktor

negatif yang berpotensi menimbulkan pembelotan pelanggan (customer

defection). Atas dasar pemahaman ini tindakan antisipatif dan kreatif bisa

ditempuh secara cepat, akurat dan efisien.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

28

7. Perbaikan berkesinambungan

Loyalitas pelanggan merupakan perjalanan tanpa akhir. Tidak ada jaminan

bahwa bila sudah terwujud, lantas loyalitas bisa langgeng dengan sendirinya.

Pada prinsipnya, perusahaan harus selalu aktif mencari berbagai inovasi dan

terobosan untuk merespons setiap perubahan yang menyangkut faktor 3C

(customer, company, dan competitors). Berbagai teknik dan metode yang

digunakan dalam beragam total quality management dan business process

reengineering (BPR) sangat bermanfaat untuk membantu proses perbaikan

berkesinambungan pada setiap organisasi baik organisasi profit maupun

nonprofit.

Griffin dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:111) mengemukakan

beberapa cara agar perusahaan bisa menahan pelanggan beralih pesaing:

1. Meriset pelanggan

Tujuan riset yang mengatur adalah untuk memahami keinginan pelanggan.

2. Membangun hambatan agar pelanggan tidak berpindah

Ada tiga macam hambatan yang bisa dilakukan agar pelanggan tidak

berpindah ke perusahaan pesaing, yaitu:

a. Hambatan fisik, yaitu dengan menyediakan layanan fisik yang dapat

memberikan nilai tambah kepada pelanggan;

b. Hubungan psikologis, yaitu dengan menciptakan persepsi dalam pikiran

pelanggan supaya mereka tergantung pada produk atau jasa

perusahaan;

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

29

c. Hambatan ekonomis, yaitu dengan memberikan insentif bagi pelanggan

yang menguntungkan secara ekonomis, misalnya dengan memberikan

diskon atau potongan harga.

3. Melatih dan memodifikasi staf untuk loyal

Karyawan dan staf merupakan faktor penting untuk membangun loyalitas

pelanggan. Ikut sertakan mereka dalam proses tersebut dan beri pelatihan

informasi dukungan dan imbalan agar mereka mau melakukan hal tersebut.

4. Pemasaran loyalitas

Pemasaran loyalitas adalah pemasaran dengan program-program yang

memberikan nilai tambah pada perusahaan dan produk atau jasa di mata

konsumen. Program-program tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Pemasaran hubungan (relationship marketing), yaitu pemasaran yang

bertujuan untuk membangun hubungan baik dengan para pelanggan;

b. Pemasaran frekuensi (frequency marketing), yaitu pemasaran yang

bertujuan untuk membangun komunikasi dengan pelanggan;

c. Pemasaran keanggotaan (membership marketing), yaitu pengorganisasian

pelanggan ke dalam kelompok keanggotaan atau klub yang dapat

mendorong mereka melakukan pembelian ulang dan meningkatkan

loyalitas.

Hawkins dan Coney dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:112)

mengemukakan alasan pentingnya menumbuhkan dan menjaga loyalitas

konsumen, antara lain:

1. Konsumen yang sudah ada memberikan prospek keuntungan yang cenderung

lebih besar;

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

30

2. Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga dan mempertahankan konsumen yang

sudah ada lebih kecil dibandingkan dengan biaya untuk mencari konsumen

yang baru;

3. Kepercayaan konsumen pada suatu perusahaan dalam satu urusan bisnis akan

membawa dampak, mereka juga akan percaya pada bisnis yang lain;

4. Loyalitas konsumen bisa menciptakan efisiensi;

5. Hubungan yang sudah terjalin lam antara perusahaan dengan konsumen akan

berdampak pada pengurangan biaya psikologis dan sosialisasi;

6. Konsumen lama akan mau membela perusahaan serta mau memberi referensi

kepada teman-teman dan lingkungan untuk mencoba berhubungan dengan

perusahaan.

Griffin dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:113) mengemukakan

keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki

konsumen yang loyal, antara lain:

1. Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen

yang baru lebih mahal);

2. Dapat mengurangi biaya transaksi;

3. Dapat mengurangi biaya perputaran konsumen atau turn over (karena

pergantian konsumen yang lebih sedikit);

4. Dapat meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar

perusahaan;

5. Mendorong getok tular yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen

yang loyal juga berarti mereka yang puas;

6. Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian dan lain lain).

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

31

Pada era pemasaran hubungan, pemasar beranggapan bahwa loyalitas

konsumen terbentuk karena nilai (value) dan merek (brand). Nilai adalah persepsi

nilai yang dimiliki konsumen berdasarkan apa yang didapat dan apa yang

dikorbankan ketika melakukan transaksi, sedangkan merek adalah identitas

sebuah produk yang tidak berwujud, tetapi sangat bernilai.

Untuk mendapatkan loyalitas konsumen, perusahaan tidak hanya

mengandalkan nilai dan merek, seperti yang diterapkan pada pemasaran

konvensional. Pada masa sekarang diperlukan perlakuan yang lebih atau disebut

kebutuhan unik, perbedaan kebutuhan antara satu konsumen dengan konsumen

lainnya. Untuk itu, peranan dari pemasaran hubungan sangat diperlukan. Pada

Gambar 2.3 terdapat tiga pilar loyalitas konsumen era pemasaran hubungan yang

memfokuskan konsumen di tengah pusaran.

Nilai Merek

Konsumen

Pemasaran

Hubungan

Gambar II.3. Tiga Pilar Loyalitas

Sumber: Mamang, Sangadji & Sopiah (2013:114)

Dengan menempatkan konsumen di tengah pusaran aktivitas bisnis

diharapkan perusahaan selalu memerhatikan dan mengutamakan konsumen dalam

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

32

segala aktivitas ataupun program yang dilakukan sehingga konsumen menjadi

pihak yang selalu didahulukan, merasa puas, nyaman, dan akhirnya menjadi loyal

pada perusahaan. Karena pentingnya loyalitas terhadap kelangsungan hidup

perusahaan, perusahaan harus secara kontinu menjaga dan meningkatkan loyalitas

dari para konsumennya. Oleh karena itu, untuk membangun loyalitas konsumen,

perusahaan harus memiliki hubungan yang baik dengan konsumen sehingga

perusahaan dapat lebih memahami kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan

para konsumennya.

2.2.7. Mengukur Loyalitas

Untuk mengukur loyalitas diperlukan beberapa atribut, yaitu:

1. Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain;

2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran;

3. Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama ketika

melakukan pembelian jasa;

4. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan dalam

beberapa tahun mendatang.

Tjiptono dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:115) mengemukakan lima

dimensi yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen, yaitu:

1. Pembelian ulang yaitu, melakukan pembelian secara teratur pada produk yang

sama maupun berbeda di perusahaan yang sama;

2. Kebiasaan mengonsumsi merek seperti, melakukan pembelian di semua lini

produk atau jasa. Dengan kata lain menggunakan lebih dari satu produk yang

ada pada perusahaan tersebut;

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

33

3. Rasa suka yang besar pada merek yaitu, menunjukkan kekebalan dari daya

tarik produk sejenis dari pesaing yang mengakibatkan tidak tertarik terhadap

produk sejenis diluar perushaan tersebut;

4. Ketetapan pada merek ialah menolak produk dari pesaing apapun kondisi yang

terjadi;

5. Perekomendasian meliputi, merekomendasikan produk atau jasa yang telah

dikonsumsi kepada orang lain, memberikan informasi tentang hal-hal baik

yang ada pada perusahaan dan menyarankan pada orang lain yang belum

menggunakan produk atau jasa di perusahaan tersebut.

2.3. Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan

2.3.1. Kisi-kisi Operasional Variabel

Kisi-kisi Operasional Variabel Kualitas Jasa

Parasuraman dalam Haryanto (2013:751) merangkum lima dimensi kualitas

jasa yaitu :

1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya

(dependably), terutama memberikan jasa secara tapt waktu, dengan cara yang

sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan, tanpa melakukan kesalahan;

2. Daya Tanggap (responsiveness), yaitu kemauan atau keinginan para karyawan

untuk membantu memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen;

3. Keyakinan, meliputi pengetahuan, kemampuan, keramahan, kesopanan, dan

sifat dapat dipercaya dari kontak personal untuk menghilangkan sifat keragu-

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

34

raguan konsumen dan membuat mereka merasa terbebas dari bahaya dan

risiko;

4. Empati, yang meliputi sikap kontak personal atau perusahaan untuk

memahami kebutuhan dan kesulitan, konsumen, komunikasi yang baik,

perhatian pribadi, dan kemudahan untuk melakukan komunikasi atau

hubungan;

5. Produk-produk fisik (tangibles), tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan

sarana komunikasi, dan lain-lain yang bisa dan harus ada dalam proses jasa.

Tabel II.1.

Tabel Dimensi dan Indikator Variabel Kualitas Jasa

Dimensi Butir

No Variabel Indikator Pernyataan Item Kualitas Jasa

Karyawan BRI

berperilaku jujur pada

setiap layanan yang 1

Kejujuran

diberikan kepada nasabah

BRI memberikan 2 pelayanan sesuai janji

Adil

Karyawan BRI

3 1. Keandalan senantiasa bersikap adil kepada nasabah

BRI memberikan 4 pelayanan yang cepat

Kecepatan

Karyawan BRI selalu

memberikan layanan 5

yang tepat pada nasabah

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

35

Karyawan BRI memiliki

Memiliki pengetahuan yang baik 6

Pengetahuan terhadap segala hal yang saya tanyakan

Karyawan BRI melayani

2. Daya Tanggap Terampil

dengan cepat tanggap 7

dalam mengatasi keluhan

nasabah

Menguasai

Karyawan BRI bekerja sesuai aturan yang 8 Peraturan ditetapkan perusahaan

Mampu

Karyawan BRI 9

berkomunikasi dengan Berkomunikasi

baik kepada nasabah

Karyawan BRI

3. Keyakinan Kesopanan berperilaku ramah 10

terhadap nasabah

Pelayanan

Karyawan BRI melayani secara menyeluruh tanpa 11

Menyeluruh pilih-pilih nasabah

BRI memberikan

Perhatian

perhatian serta 12 pengertian yang baik

setiap melayani nasabah

4. Empati

Karyawan BRI

13 Penampilan berpakaian rapih dan

sopan sesuai peraturan

Karyawan BRI bersikap 14

sabar dalam menangani Respek

masalah nasabah

Sebagai nasabah saya

Formulir Mudah mudah untuk 15 Didapat menemukan formulir

yang dibutuhkan

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

36

BRI menyediakan tempat

Fasilitas bagi nasabah untuk 16

5. Produk Fisik

mengisi formulir

Perlengkapan BRI menyediakan alat 17 tulis yang memadai

Sumber: Sangadji dan Sopiah, 2013

Kisi-kisi Operasional Variabel Loyalitas Konsumen

Griffin dalam (Putro, 2014:4) menyatakan lima dimensi konsumen yang

loyal adalah sebagi berikut:

1. Pembelian ulang yaitu, melakukan pembelian secara teratur pada produk yang

sama maupun berbeda di perusahaan yang sama;

2. Kebiasaan mengonsumsi merek seperti, melakukan pembelian di semua lini

produk atau jasa. Dengan kata lain menggunakan lebih dari satu produk yang

ada pada perusahaan tersebut;

3. Rasa suka yang besar pada merek yaitu, menunjukkan kekebalan dari daya

tarik produk sejenis dari pesaing yang mengakibatkan tidak tertarik terhadap

produk sejenis diluar perusahaan tersebut;

4. Ketetapan pada merek ialah menolak produk dari pesaing apapun kondisi yang

terjadi;

5. Perekomendasian meliputi, merekomendasikan produk atau jasa yang telah

dikonsumsi kepada orang lain, memberikan informasi tentang hal-hal baik

yang ada pada perusahaan dan menyarankan pada orang lain yang belum

menggunakan produk atau jasa di perusahaan tersebut;

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

37

Tabel II.2.

Tabel Dimensi dan Indikator Variabel Loyalitas Konsumen

Dimensi Variabel

Butir No Loyalitas Indikator Pernyataan

Item Konsumen

Saya rutin dalam

menggunakan produk 1

jasa BRI

Melakukan Saya sering

1. Pembelian Ulang pembelian secara menggunakan jasa BRI 2

teratur dibanding bank lain

Saya sering melakukan

transaksi di BRI 3

Saya akan

menggunakan produk 4 jasa lain yang ada di

Melakukan BRI

Kebiasan pembelian di

2. Mengonsumsi semua lini produk

Merek atau jasa Saya menggunakan

produk-produk BRI 5 karena menguntungkan

Saya tidak tertarik 6

terhadap produk bank

Menunjukkan

lain selain BRI

3. Rasa Suka yang kekebalan dari

Besar pada Merek daya tarik produk 7

sejenis dari pesaing Produk BRI tidak kalah

dengan produk pesaing

Ketetapan pada

Menolak produk Saya akan tetap untuk

4. dari pesaing menggunakan produk 8 Merek

jasa BRI

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

38

Saya menyarankan pada 9

orang lain untuk

menjadi nasabah BRI

Saya memberikan

informasi tentang hal- 10

hal positif mengenai

Merekomendasikan

BRI produk atau jasa

5. Perekomendasian yang telah Saya memberitahukan

dikonsumsi kepada

orang lain pada orang lain tentang 11 produk-produk BRI

Saya

merekomendasikan 12

pada orang lain untuk

bertransaksi di BRI

Sumber: Sangadji dan Sopiah, 2013

2.3.2. Uji Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2013:146) instrumen penelitian adalah “Suatu alat

yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian”.

Dalam mencapai tujuan penelitian, penulis menggunakan metode analisis

kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang

spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas. Analisis

kuantitatif ini merupakan pengujian hipotesis untuk mencari pengaruh dan

hubungan kualitas jasa terhadap loyalitas konsumen dengan bantuan SPSS versi

21. Dalam penelitian ini pengumpulan data diambil dengan menggunakan

kuesioner, adapun alat ukur untuk menentukan validitas dan reabilitas sebagai

berikut:

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

39

1. Uji Validitas

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan dari suatu

alat ukur dalam melakukan pengukuran. Menurut Sugiyono (2013:267)

validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek

penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Uji validitas ini

dilakukan untuk mengukur valid atau tidaknya instrumen penelitian yang

digunakan, dengan kata lain apakah responden telah mengerti dan paham

dengan pernyataan dari kuesioner yang diajukan. Adapun rumus yang penulis

gunakan untuk mengukur uji validitas ialah sebagai berikut:

xy x y r N

2 2 2 2

x x y y

N

N

Gambar II.4. Rumus Uji Validitas

Sumber: Sugiyono (2013:267)

Keterangan:

r : nilai korelasi

N: Jumlah Subyek

X: Skor item

Y: Skor Total

∑X : Jumlah skor keseluruhan item pernyataan x

∑Y : Jumlah skor keseluruhan item pernyataan y

∑XY : Jumlah skor hasil kali item pernyataan x dan item pernyataan y

∑X2

: Jumlah kuadrat skor item pernyataan x

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

40

∑Y2

: Jumlah kuadrat skor item pernyataan y

2. Uji Reabilitas

Menurut Noor dalam Pramularso (2018:43) menyatakan bahwa “Perhitungan

untuk reabilitas menggunakan rumus Alpha Chronbach juga dengan program

SPSS. Jika nilai Alpha > 0,60 disebut reliabel”. Reabilitas dilakukan untuk

mencari tingkat kepercayaan data yang digunakan. Reabilitas menunjukkan

sejauh mana kuesioner yang digunakan dapat dipercaya atau memberikan

perolehan hasil pengukuran yang relatif konsisten. Metode ini dipilih karena

paling sesuai untuk diterapkan pada kuesioner yang memiliki lebih dari satu

item untuk setiap dimensinya.

2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan

1. Populasi dan Sampel

a. Pengertian Populasi

Fatimah (2016:60) mengartikan populasi sebagai keseluruhan subjek

penelitian. Populasi juga diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek maupun subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

untuk diteliti.

b. Pengertian Sampel

Fatimah (2016:61) mengartikan sampel sebagai bagian dari jumlah dan

karakteristik yang ada dalam populasi. Apabila populasi yang ditentukan

sangat besar dan tidak memungkinan untuk meneliti semua yang ada pada

populasi, maka sampel inilah yang dapat digunakan oleh periset untuk

dijadikan objek atau subjek riset.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

41

c. Metode Penarikan Sampel

Secara garis besar terdapat dua metode yang dapat digunakan periset untuk

menarik sampel dari populasi dalam riset mereka. Kedua metode yang dibuat

berdasarkan ada atau tidaknya peluang tersebut yaitu probability dan non-

probability sampel. Dikatakan probability sampel apabila memungkinan setiap

anggota dalam populasi untuk terpilih menjadi sampel penelitian, metode ini

disebut juga sebagai simple random sampling (SRS). Sedangkan non

probability sampel hanya memberikan peluang bagi anggota tertentu saja

dalam populasi.

d. Besarnya Sampel

Cara menentukan jumlah anggota sampel dari suatu populasi sebagai berikut:

n =

dimana : n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

e = Presentase (%), toleransi ketidaktelitian karena kesalahan

dalam pengambilan sampel.

2. Skala Likert

Menurut Sugiyono (2013:134) menyatakan bahwa ”Skala Likert digunakan

untuk mengukur suatu sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang tentang suatu fenomena sosial”. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan jenis instrumen kuesioner dengan skala berinterasi 1 sampai 4

dengan pilihan jawaban sebagai berikut :

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

42

a. Sangat Setuju (SS)

b. Setuju (S)

c. Tidak Setuju (TS)

d. Sangat Tidak Setuju (STS)

Pemberian skor untuk masing-masing jawaban dalam kuesioner sebagai

berikut :

a. Pilihan pertama, memiliki nilai skor 4 (empat)

b. Pilihan kedua, memiliki nilai skor 3 (tiga)

c. Pilihan ketiga, memiliki nilai skor 2 (dua)

d. Pilihan keempat, memiliki nilai skor 1 (satu)

e. Koefisien Korelasi

Menurut Siregar (2013:251) menyatakan bahwa “Koefisien korelasi adalah

bilangan yang menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih

atau juga dapat menentukan arah dari kedua variabel”.

Nilai korelasi: (r) = (-1 ≤ 0 ≤ 1).

Tabel II.3.

Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan

Nilai Korelasi Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat lemah

0,20 – 0,399 Lemah

0,40 0,599 Cukup

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 0,100 Sangat kuat

Sumber : Siregar (2013:251)

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Zeithaml dan Bitner dalam Sangadji, Etta & Sopiah (2013:93) mengemukakan bahwa “Pada dasarnya jasa adalah seluruh aktivitas ekonomi

43

f. Koefisien Determinasi

Menurut Siregar (2013:252) “Koefisien determinasi adalah angka yang

menyatakan atau digunakan untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan

yang diberikan oleh sebuah variabel atau lebih X (bebas) terhadap variabel Y

(terkait)”.

Dengan rumus: KD = (r)² x 100%

Keterangan :

KD : Koefisien Determinasi

r : Koefisien Korelasi

g. Persamaan Regresi

Menurut Sugiyono dalam Yuliantari & Ulfa (2016:237) mengemukakan

bahwa “Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun

kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen”.

Secara umum persamaan regresi sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + bX

Y : Variabel terikat yang diproyeksikan

a: Nilai harga konstan Y jika = 0

b: Koefisien regresi atau nilai arah sebagai penentu prediksi yang

menunjukkan nilai peningkatan atau penurunan variabel terikat

X : Variabel bebas