bab ii landasan teori · landasan teori . 2.1 . akreditasi sekolah. upaya peningkatan mutu...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Akreditasi Sekolah
Upaya peningkatan mutu pendidikan nasional
secara bertahap ke arah yang diharapkan sesuai
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, perlu dilakukan strategi dan
sekaligus membangun sistem pengendalian mutu
pendidikan melalui empat program yang terintegrasi,
yaitu standarisasi, evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
Standarisasi pendidikan haruslah dimaknai sebagai
upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang
memiliki keleluasaan dan sekaligus keluwesan dalam
implementasinya. Standar pendidikan harus dijadikan
acuan oleh pengelola pendidikan, yang menjadi
pendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas dalam
mencapai standar yang ditetapkan.
Menurut Zahra Chairani (2004) akreditasi sekolah
mempunyai pengertian sebagai proses penilaian secara
komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga
atau suatu program pendidikan sebagai bentuk
akuntabilitas publik, alat regulasi diri (self regulation)
sehingga suatu sekolah mengenal kekuatan dan
kelemahan serta terus menerus meningkatkan kekuatan
dan memperbaiki kelemahannya. Pengertian ini
memberikan makna bahwa akreditasi merupakan suatu
pengakuan terhadap standar kelayakan suatu sekolah
berdasarkan aturan yang baku.
12
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa akreditasi merupakan alat regulasi
diri (self-regulation) agar sekolah mengenal kekuatan
dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus
menerus untuk meningkatkan kekuatan dan
memperbaiki kelemahannya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa proses akreditasi adalah penilaian dan
mutu suatu sekolah secara kelanjutan. Akreditasi
dalam makna hasil menyatakan bahwa suatu sekolah
telah memenuhi standar kelayakan pendidikan yang
telah ditentukan.
Hal tersebut dipertegas oleh Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 BAB XVI Pasal 60 tentang
akreditasi yang berbunyi:
1. Akreditasi dilakukan untuk menentukan
kelayakan program dan satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan. 2. Akreditasi terhadap program dan satuan
pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk
akuntabilitas publik.
3. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
4. Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Akreditasi sekolah juga didasarkan pada
Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 087/U/2002
tanggal 4 Juni 2002 tentang Akreditasi Sekolah dan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
039/0/2003 tentang Badan Akreditasi Sekolah Nasional
(BASN). BASN merupakan satu-satunya badan
13
akreditasi yang ditunjuk dan diberi kewenangan oleh
pemerintah untuk mengakreditasi sekolah.
Untuk sekolah sebagai institusi, hasil akreditasi
memiliki makna yang penting, karena dapat digunakan
sebagai: (1) acuan dalam upaya peningkatan mutu
sekolah dan rencana pengembangan sekolah, (2) umpan
balik pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga
sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan,
sasaran, strategi dan program sekolah, (3) pendorong
motivasi untuk sekolah agar terus meningkatkan mutu
sekolahnya secara bertahap, terencana, dan kompetitif
di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional, bahkan
Regional dan Internasional, (4) Bahan informasi bagi
sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan
dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor
swasta dalam hal profesionalisme, moral, tatanan dan
pendanaan.
Mengingat yang diakreditasi adalah sekolah yang
merupakan sisitem dari berbagai komponen dan saling
terkait dalam pencapaian komponen sekolah, maka
sesuai Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
087/V/2002 tanggal 14 Juni 2004 tentang Akreditasi
Sekolah, komponen sekolah yang menjadi bahan
penilaian adalah yang dikembangkan dari kualitas
sekolah yaitu kurikulum dan proses belajar mengajar,
manajemen sekolah, organisasi/kelembagaan sekolah,
sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta
didik, peran serta masyarakat dan lingkungan/kultur
sekolah. Setiap komponen terdiri atas berbagai aspek
dan indikator. Kurikulum dan proses belajar mengajar
14
terdiri 40 Indikator Utama (IU) dan 15 indikator
tambahan (IT). Administrasi/manajemen sekolah terdiri
dari 15 IU dan 15 IT, organisasi/kelembagaan sekolah 5
IU dan 5 IT, sarana dan prasarana 10 IU dan 5 IT,
peserta didik 10 IU dan 5 IT, peran serta masyarakat 10
IU dan 5 IT, pembiayaan 5 IU dan 5 IT,
lingkungan/kultur sekolah 10 IU dan 5 IT. Jika
dijumlahkan, maka terdiri atas 115 IU dan 70 IT.
Semua indikator tersebut merupakan butir dari
instrumen evaluasi diri yang harus dijawab sekolah
untuk menunjukkan bahwa sekolah mengajukan
permohonan pada BAS propinsi untuk SMA, dan BAS
Kabupaten/Kota untuk Sekolah Dasar. Untuk sekolah
yang belum siap, berdasarkan self evaluation mereka
memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kekuatan
yang dimiliki.
2.2 Evaluasi Akreditasi Berdasarkan Standar
Nasional Pendidikan
Dengan menggunakan Standar Nasional
Pendidikan sebagai acuan, setiap sekolah/ madrasah
diharapkan dapat mengembangkan pendidikannya
secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya. Standar Nasional Pendidikan
harus dijadikan acuan guna memetakan secara utuh
profil kualitas sekolah/madrasah. Oleh karena itu,
komponen instrumen akreditasi yang disusun
didasarkan pada delapan Standar Nasional Pendidikan.
15
Delapan komponen akreditasi sekolah/madrasah
tersebut adalah :
2.2.1 Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
Dalam kerangka dasar dijelaskan prinsip-prinsip
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dengan
penjelasan tersebut, maka kurikulum yang
dikembangkan dijamin bermutu dan dalam
pelaksanaanya dijamin bermutu. Struktur kurikulum
merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada
setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan
dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik sesuai dengan beban belajar yang
tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang
dimaksud terdiri atas Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang dikembangkan berdasarkan
Standar Kompetensi Lulusan. Muatan lokal dan
kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral
dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar.
Dalam Oxfor Advance Learner’s Dictionari
dikemukakan bahwa implementasi adalah ”put
something into effec” (penerapan sesuatu yang
16
memberikan efek atau dampak). Berdasarkan defenisi
Implementasi tersebut, secara umum Implementasi
kurikulum khususnya muatan standar isi dapat kita
tarik sebuah pengertian yakni suatu proses penerapan
suatu ide, konsep, dan kebijakan dalam suatu aktivitas
pembelajaran ataupun aktivitas aktivas yang dianggap
baru sehingga dapat membantu sekelompok orang atau
anak didik untuk berinteraksi antara fasilitator sebagai
pengembang kurikulum ataupun mutan standar isi
dalam menguasi kompetensi ataupun perubahan
perubahan baru bagi setiap orang yang harapkan
berubah, sebagai bagian dari sebuah interaksi dengan
lingkungannya (Hadianas, 2010)
2.2.2 Standar Proses
Standar proses adalah Standar Nasional
Pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan (Kebijakan dan
Pedoman Akreditasi Sekolah / Madrasah).
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses
pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Menurut Arsana (2012) mengemukakan dalam
penelitiannya bahwa Standar Proses Pendidikan (SPP)
17
merupakan jantungnya dalam sistem pendidikan.
Bagaimanapun bagus dan idealnya standar kompetensi
lulusan serta lengkapnya standar isi, namun tanpa
diimplementasikan ke dalam proses pendidikan,
semuanya akan kurang berarti.
2.2.3 Standar Kompetensi Kelulusan
Pendidikan berdasarkan standar adalah
pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai
kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap
kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan
sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar
Kompetensi Lulusan tersebut adalah kualitas minimal
lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar
Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (PP Nomor 19 Tahun 2005).
2.2.4 Standar Pendidik dan Kependidikan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK)
nasional ditentukan untuk mejaga kualitas pendidikan
atau output hasil pendidikan. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang tinggi dan unggul serta dengan
ketrampilan yang up to date hanya dapat dihasilkan dari
para pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang baik
akan sangat ditentukan bagaimana tenaga pendidikan
yang baik juga.
Menurut Hazairin (2011), Upaya untuk
meningkatkan mutu tenaga pendidik dan kependidikan
akan terlaksana dengan baik apabila
mengimplementasikan beberapa langkah strategis, yaitu
: (1) evaluasi diri (self assessment), perumusan visi, misi,
18
dan tujuan, (3) perencanaan, (4) pelaksanaan, (5)
evaluasi, dan (6) pelaporan.
Menurut Mulyana (2010 : 104) Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini
meliputi:
1) Kompetensi pedagogik
2) Kompetensi kepribadian;
3) Kompetensi profesional
4) Kompetensi sosial
Keempat kriteria tersebut biasanya didapat dan
dikembangkan ketika menjadi calon guru dengan
menempuh pendidikan di perguruan tinggi khususnya
jurusan kependidikan. Perlu adanya kesadaran dan
keseriusan dari guru untuk mengembangkan dan
meningkatkan kompetensinya. Karena kian hari
tantangan dan perubahan zaman membuat proses
pendidikan juga harus berubah.
2.2.5 Standar Sarana dan Prasarana
Sarana Prasarana pendidikan sebagai salah satu
penunjang keberhasilan pendidikan, yang mengacu
pada Standar sarana dan prasarana yang dikembangkan
oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri,
seringkali menjadi kendala dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, (Djamarah, dkk
2000). Kendala-kendala yang dihadapi antara lain
adalah adanya penyediaan sarana yang belum memadai
atau lengkap.
Permasalahan sarana dan prasarana sangat
penting untuk ditangani lebih serius, karena sangat
19
berpengaruh dalam kelancaran proses belajar mengajar,
karena disamping menjadi lebih nyaman, juga sekaligus
menjadi media pembelajaran dengan peralatan yang
harus disesuaikan termasuk penyediaan fasilitas yang
mutlak harus dipenuhi, yang tentunya kesemuanya itu
harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
ilmu dan pengetahuan.. Seringkali dalam pemenuhan
sarana dan prasana ditentukan oleh pihak sekolah
bersama komite sekolah berdasar pada keinginan dan
kebutuhan sekolah masing-masing semata, (Margono:
2005).
Bagi beberapa sekolah yang telah memenuhi
sarana dan prasarananya akan meningkatkannya agar
lebih baik lagi, hal ini adalah wajar sebagai upaya untuk
meningkatkan kwalitas proses belajar mengajar yang
pada tujuannnya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan itu sendiri. Adapun permasalahan yang
sering timbul adalah tidak terkendalinya rencara yang
diprogramkan oleh pihak sekolah dengan harapan
untuk memenuhi keinginan secara maksimal yang
seringkali kurang effektif karena tidak langsung dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa di
sekolah yang bersangkutan, hal ini bisa terjadi karena
tidak adanya standarisasi yang diharuskan untuk
dipenuhinya (Azhari, Akyas, 2004).
Bagaimanapun juga peningkatan kualitas sekolah
memang bukan hal yang mudah, terutama jika alokasi
anggaran pendidikan di suatu daerah belum
memungkinkan untuk mencapai angka ideal. Oleh
karena itulah, berbagai alternatif kebijakan yang bersifat
20
efektif efisien namun mengena seperti peningkatan
sarana/prasarana secara partisipatif yang juga
mengikut sertakan kearifan lokal daerah (contoh.
Program Bedah Sekolah); peningkatan pengawasan
terpadu stake holder pendidikan dan pemerintahan
daerah berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
pendidikan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sadiman, Arief S., dkk (2007) menunjukkkan bahwa ada
pengaruh positif yang signifikan antara kelengkapan
sarana prasarana terhadap kinerja guru dan kepuasan
siswa, sedangkan besarnya kontribusi kelengkapan
sarana prasarana sebesar 6,76%, sehingga terdapat
pengaruh positif yang signifikan secara simultan antara
kelengkapan sarana prasarana, kinerja guru, dan
metode pembelajaran terhadap kepuasan siswa.
2.2.6 Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan adalah Standar Nasional
Pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan. (Kebijakan dan
Pedoman Akreditasi Sekolah / Madrasah)
Dari seminar yang dilakukan oleh Syarwani (2010)
tentang Akreditasi Sekolah Muara Mutu Pendidikan
menyatakan bahwa jika pengelolaan sekolah dilakukan
dengan baik melalui penggunaan dan pemanfaatan
sarana dan prasarana belajar yang didukung oleh
21
kemampuan pimpinan, kemampuan oleh para guru,
maka harapan terhadap hasil belajar yang maksimal
akan terwurjud.
2.2.7 Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang
mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya operasi, dan biaya personal.
Dalam Jurnal Penelitian Pendidikan oleh
Kurniady, 2011 disebutkan bahwa Pembiayaan
pendidikan berfungsi untuk memfasilitasi atau
mendukung penyediaan sarana dan prasarana sekolah
yang lebih baik, sehingga hasilnya mempunyai standar
yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
2.2.8 Standar Penilaian Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme,
prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta
didik. Standar ini mengacu pada Permendiknas No. 20
tahun 2007. Penilaian pendidikan pada jejang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1)
penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan, dan (3) penilaian hasil
belajar oleh pemerintah.
Diperkuat oleh penelitian penelitian Poerwanti
(2008: 1) standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
22
didik. Pada Peraturan Pemerintah tersebut
diamanatkan tiga jenis penilaian yaitu; (1) penilaian oleh
pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil
pembelajaran, (2) penilaian oleh satuan pendidikan
bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan untuk semua mata pelajaran sesuai programnya
sebagai bentuk transparansi, profesional, dan akuntabel
lembaga, (3) penilaian oleh pemerintah bertujuan
menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu. Penilaian oleh
pemerintah, dalam pelaksanaannya diserahkan kepada
BSNP. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program,
dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya,
penentuan kelulusan peserta didik, pembinaan, dan
pemberian bantuan kepada pihak sekolah dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
2.3 Tata Kelola Sarana dan Prasarana
Sekolah
Sekolah merupakan sebuah sistem yang memiliki
tujuan. Dalam rangka melaksanakan tugas-tugas yang
dikelompokkan sebagai sarana dan prasarana,
digunakan suatu pendekatan tertentu yang disebut tata
kelola sarana dan prasarana yang merupakan proses
pendayagunaan semua sumber melalui suatu tahapan
proses (Sergiovanni, 1987).
Bafadal (2004) mendefinisikan tata kelola
perlengkapan sekolah sebagai proses kerja sama
23
pendayagunaan semua perlengkapan pendidikan secara
efektif dan efisien.
2.3.1 Ruang Lingkup
Sarana merupakan perlengkapan yang sifatnya
dapat digunakan secara langsung. Dalam konsep dasar
pengelolaan sarana prasarana pendidikan, sarana
berarti perlengkapan yang mendukung dan
berhubungan langsung dengan proses pembelajaran.
Sementara prasarana adalah fasilitas pokok yang
sifatnya mempunyai masa pakai yang cukup lama yang
mana dalam konsep dasar pengelolaan sarana
prasarana pendidikan, prasarana berarti fasilitas pokok
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sarana prasarana pendidikan di sini dapat digambarkan
seperti sebuah ruang kelas, di dalamnya terdapat guru,
siswa, papan tulis, meja, kursi, LCD/Projector, dsb.
Maka kelas, meja, dan kursi di sini adalah fasilitas pokok
yang disebut prasarana pendidikan yang diperlukan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena diperlukan
maka prasarana pendidikan harus ada sebelum suatu
proses pembelajaran di mulai. Sementara papan tulis
dan LCD/Projector, merupakan perlengkapan atau
sarana pendidikan yang mendukung proses
pembelajaran. Di sinilah guru dan siswa harus
bekerjasama menjaga dan mengelola agar sarana
prasarana dapat berfungsi dengan baik sehingga
memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Sarana
prasarana yang dikelola dengan baik akan memudahkan
guru dalam mengajar dan juga menambah kenyamanan
24
siswa dalam belajar. Manajemen sarana prasarana
pendidikan merupakan suatu proses pengelolaan sarana
prasarana di sekolah supaya berfungsi dengan baik
sehingga antara guru dan siswa, keduanya dapat saling
menjalankan tugasnya dengan baik pula dan tujuan
pendidikan dapat tercapai secara optimal (Qomar,
2007:170-171).
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Standar Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs),
Dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA) pasal 2 BAB II, disebutkan bahwa standar
sarana dan prasarana ini mencakup:
1. Kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan
komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib
dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari
lahan, bangunan, ruang- ruang, dan instalasi
daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap
sekolah/madrasah.
Pada standar tersebut juga disebutkan bahwa
sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana
sebagai berikut: (a) ruang kelas, (b) ruang perpustakaan,
(c) laboratorium IPA, (d) ruang pimpinan, (e) ruang guru,
(f) tempat ibadah, (g) ruang UKS, (h) jamban, (i) gudang,
(j) ruang sirkulasi, dan (k) tempat bermain/berolahraga.
25
Sarana prasarana merupakan fasilitas
pendukung yang dapat menunjang proses kegiatan
dalam organisasi apa saja termasuk di dalamnya adalah
satuan pendidikan atau sekolah. Akan tetapi yang lebih
penting adalah proses pengelolaan atau manajemen dari
sarana prasarana itu sendiri. Proses pengelolaan
tersebut dapat berpengaruh terhadap sukses tidaknya
suatu proses kegiatan. “Bagi sebuah organisasi,
manajemen merupakan kunci sukses, karena sangat
menentukan kelancaran kinerja organisasi yang
bersangkutan” (Arikunto 2008:2). Karena proses
pengelolaan sarana prasarana sangat penting dan
berpengaruh, maka memahami tentang konsep dasar
pengelolaan sarana prasarana dengan baik akan
membantu memperluas wawasan tentang bagaimana
berperan dalam merencanakan, menggunakan dan
mengevaluasi sarana prasarana yang ada sehingga
dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk mencapai
tujuan dari organisasi itu sendiri.
2.3.2 Tata Kelola Sarana dan Prasarana Sekolah
Pada garis besarnya Tata Kelola sarana dan
prasarana menurut PP No 9 Tahun 2005 meliputi 4 hal,
yakni : (1) Penentuan kebutuhan, (2) proses pengadaan,
(3) pemakaian, dan (4) pencatatan/inventarisasi.
Keterangan:
1. Penentuan kebutuhan
Menurut Arikunto (2008) penentuan
kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan
meliputi semua barang yang diperlukan baik yang
26
bergerak atau yang tidak bergerak. Kepala sekolah
bersama staf sekolah menyusun daftar kebutuhan
sarana dan prasarana serta mempersiapkan
perkiraan tahunan untuk diusahakan
pengadaannnya.
Menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2007)
Penyusunan daftar kebutuhan sarana dan
prasarana di sekolah didasarkan pertimbangan
bahwa: (1) Pengadaan kebutuhan sarana dan
prasarana karena berkembangnya kebutuhan
sekolah, (2) pengadaan sarana dan prasarana
untuk penggantian barang-barang yang rusak,
dihapuskan atau hilang, dan (3) pengadaan sarana
dan prasarana untuk persediaan barang.
2. Proses pengadaan
Ary H Gunawan (1996) mendefinisikan
proses pengadaan pengadaan merupakan segala
kegiatan yang dilakukan dengan cara
menyediakan semua keperluan barang atau jasa
berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud
untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan
tujuan yang diinginkan.
Pengadaan sarana pendidikan ada beberapa
kemungkinan yang bisa ditempuh : (a) pembelian
dengan biaya pemerintah, (b) block grant, (c)
bantuan dari komite sekolah, dan (d) bantuan dari
masyarakat lainnya.
27
3. Pemakaian
Menurut Bafadal (2004), begitu barang-
barang yang telah diadakan didistribusikan kepada
bagian-bagian kelas, perpustakaan, laboratorium,
tata usaha atau personel sekolah berarti barang-
barang tersebut sudah berada dalam
tanggungjawab bagian-bagian atau personel
sekolah tersebut. Atas pelimpahan itu pula pihak-
pihak tersebut berhak memakainya untuk
kepentingan proses pendidikan di sekolahnya.
Dalam kaitan dengan pemakaian perlengkapan
pendidikan itu, ada dua prinsip yang harus selalu
diperhatikan yaitu prinsip efektifitas dan prinsip
efisiensi. Dengan prinsip efektifitas berarti semua
pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah harus digunakan semata-mata dalam
rangka memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan sekolah, baik secara langsng maupun
tidak langsung, sedangkan dengan prinsip
efisisiensi berarti pemakaian semua sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah secara hemat dan
dengan hati-hati sehingga semua perlengkapan
yang ada tidak mudah habis, rusak atau hilang.
Dari segi pemakaian (penggunaan) terutama
sarana alat perlengkapan dapat dibedakan atas:
a. Barang habis pakai
Yaitu barang atau bahan yang digunakan di dalam
pendidikan dan pembelajaran yang cepat habis pakai
misalnya : kertas, kapur, alat tulis, dan lain - lain
28
b. Barang tidak habis pakai
Yaitu barang – barang yang bisa bertahan lama
dalam penggunaannya dalam pendidikan dan
pembelajaran misalnya gedung, komputer dan lain –
lain.
Penggunaan barang habis pakai harus secara
maksimal dan dipertanggungjawabkan pada tiap
triwulan sekali. Sedangkan penggunaan barang tetap
dipertanggungjawabkan satu tahun sekali, maka perlu
pemeliharaan dan barang – barang itu disebut barang
inventaris.
4. Pencatatan/inventarisasi
Bafadal (2004) mengemukakan salah satu aktifitas
dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah
adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh
sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan semua
perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi
perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan
suatu proses yang berkelanjutan. Secata definitive,
inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar
barang milik Negara secara sistematis, tertib dan teratur
berdasarkan ketentan-ketentuan atau pedoman-
pedoman yang berlaku. Melalui inventarisasi
perlengkapan pendidikan diharapkan akan tercipta
ketertiban administrasi barang, penghematan
keuangan, mempermudah dalam pemeliharaan dan
pengawasan. Lebih lanjut, inventarisasi mampu
menyediakan data dan informasi untuk perencanaan.
Barang-barang perlengkapan di sekolah dapat
29
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu barang
inventaris dan barang bukan inventaris. Barang
inventaris adalah keseluruhan perlengkapan sekolah
yang dapat digunakan secara terus menerus dalam
waktu yang relatif lama, seperti meja, bangku, papan
tulis, buku perpustakaan sekolah dan perabot-perabot
lainnya. Sedangkan barang-barang bukan inventaris
adalah semua barang habis pakai, seperti kapur tulis,
karbon, kertas, pita mesin tulis dan barang-barang yang
statusnya tidak jelas.
Baik barang inventaris maupun barang bukan
inventaris yang diterima sekolah harus dicatat di dalam
buku penerimaan. Setelah itu, khusus barang-barang
inventaris dicatat di dalam buku induk inventaris dan
buku golongan inventaris. Sedangkan khusus barang-
barang bukan inventaris dicatat di dalam buku induk
bukan inventaris dan kartu (bisa berupa buku) stok
barang.
Dengan demikian, pencatatan perlengkapan
pendidikan di sekolah yang tertib dan teratur dapat
digambarkan sebagai berikut:
30
Gambar 2.1 Tata Cara Pencatatan Perlengkapan Sekolah
(Bafadal, 2004)
Semua perlengkapan pendidikan di sekolah atau
barang inventaris sekolah harus dilaporkan, termasuk
perlengkapan baru kepada pemerintah, yaitu
departemennya. Sekolah-sekolah swasta wajib
melaporkannya kepada yayasannya. Laporan tersebut
seringkali disebut dengan istilah laporan mutasi barang.
Pelaporan tersebut dilakukan sekali dalam setiap
triwulan. Misalnya, pada setiap bulan Juli, Oktober,
Januari dan April tahun berikutnya. Biasanya di sekolah
itu ada barang rutin dan barang proyek. Bilamana
demikian halnya, maka pelaporannya pun harus
dibedakan. Dengan demikian, ada laporan barang rutin
dan laporan barang proyek
31
Untuk keperluan pengurusan dan pencatatan ini
disediakan instrumen administrasi berupa : (a) buku
inventaris, (b) buku pembelian, (c) buku penghapusan,
(d) kartu barang.
2.3.3 Standarisasi Sarana dan Prasarana Sekolah
Standar adalah ketentuan minimal yang harus
dipenuhi, ini berarti bahwa setiap satuan pendidikan
atau sekolah harus dapat mencapai kualitas minimal
sama dengan standar tersebut atau lebih tinggi dari
standar tersebut (Matry, 2008). Hal tersebut terkait
dalam Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan,
Diklat Manajemen Sekolah Dasar oleh Departemen
Pendidikan Nasional 2006 yang dijelaskan tentang
Tujuan Standarisasi, Lingkup Standarisasi, Sasaran
Standarisasi, Prosedur Standarisasi dan Standar Sarana
dan Prasarana :
a. Tujuan Standarisasi
Standarisasi sarana dan prasarana bertujuan
untuk memberikan arahan teknis edukatif yang dapat
dijadikan pegangan dalam penentuan dan penerapan
persyaratan yang harus dipenuhi sarana dan prasarana
pendidikan sehingga memenuhi fungsinya dalam
menunjang proses pembelajaran. Dengan deminkian,
sarana dan prasarana pendidikan diharapkan : (1)
Memenuhi persyaratan dan bermutu sesuai tuntutan
kurikulum yang berlaku, (2) penggunaannya dapat
optimal dalam proses pembelajaran, dan (3)
penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan baik
secara teknis maupun edukatif.
32
b. Lingkup Standarisasi
Lingkup standarisasi sarana dan prasarana
meliputi uji kualitas terhadap semua jenis sarana dan
prasarana pendidikan yang diperlukan dalam
pembelajaran pada pendidikan sekolah dasar. Uji
kualitas alat pelajaran meliputi kesesuaian dengan
kurikulum dan aspek teknis edukatif. Uji kualitas media
cetak meliputi segi isi/materi, bahasa, keamanan, dan
grafika.
c. Sasaran Standarisasi
Sasaran standarisasi sarana dan prasarana
meliputi : (1) Sarana pendidikan SD, meliputi: alat
peraga, alat pelajaran, media pembelajaran untuk
semua mata pelajaran di SD dan (2) prasarana
pendidikan SD meliputi: bangunan sekolah, perabot
sekolah, dan sarana tata usaha sekolah.
d. Prosedur Standarisasi
1. Penentuan persyaratan
Meliputi analisis kebutuhan sarana dan
prasarana serta identifikasi, pengumpulan dan
pengolahan data di lapangan dengan kajian
terhadap peraturan terkait.
2. Penyusunan naskah standarisasi
3. Pengesahan standarisasi
4. Penerapan standarisasi
Meliputi pembuatan contoh/model/maket,
penilaian sarana pendidikan dan pelatihan
pendayagunaan sarana pendidikan.
33
e. Standar Sarana dan Prasarana
Stadarisasi Sarana dan Prasarana didasari oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan meliputi pasal 42,
pasal 43, pasal 45, pasal 46 dan pasal 47. Dalam uraian
pasal – pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut
: (1) Setiap satuan pendidikan termasuk Sekolah Dasar
harus memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan, (2) standar jumlah peralatan di sekolah
yang meliputi standar jumlah buku perpustakaan
dinyatakan dalam rasio minimal, (3) lahan Sekolah
Dasar harus memenuhi standar kenyamanan,
kesehatan lingkungan serta jarak tempuh minimal
dengan peserta didik, dan (4) jumlah ruang kelas harus
menggunakan rasio ruang kelas per peserta didik. Setiap
satu ruangan kelas memiliki kapasitas yang sesuai.
Sehubungan dengan hal di atas, maka kepala
sekolah yang bekerja sama dengan pihak terkait
senantiasa untuk mengaplikasikan pengelolaan sarana
dan prasarana sesuai dengan standar, sehingga
diharapkan terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisisen dengan dukungan sarana dan
prasarana yang sesuai standar.
2.4 Manajemen Mutu
2.4.1 Manajemen Sekolah
Menurut Danim (2008), mutu masukan
pendidikan dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi
34
baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia
(kepala sekolah, guru laboran, staf tata usaha dan
siswa). Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukkan material berupa alat peraga, buku-buku,
kurikulum, prasarana, sarana sekolah. Ketiga,
memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa
perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi
dan deskripsi kerja. Keempat, mutu masukan yang
bersifat harapan dan kebutuhan seperti visi, motivasi,
ketekunan dan cita-cita.
Mutu proses pendidikan dianggap baik apabila
sumber daya sekolah mampu mentranformasikan
multijenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat
nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal-hal yang
termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini
adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin,
keakraban, saling menghormati, kepuasan dan lain-lain.
Hasil pendidikan dipandang bermutu jika
mampu melahirkan keunggulan akademik dan
ekstrakulikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau
menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Selain
itu, mutu pendidikan juga dapat dilihat dari tertib
administrasi. Salah satu bentuk tertib administrasi
adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan efisien,
baik secara vertikal maupun horizontal.
2.4.2 Manajemen Mutu Pendidikan
Aplikasi manajemen mutu terpadu dalam dunia
industri telah lama dilakukan dengan hasil yang
35
memuaskan dalam meningkatkan mutu produksi untuk
memuaskan pelanggan. Industri yang menerapkan
manajemen mutu terpadu memiliki kemampuan daya
saing yang tinggi dalam mengusai pasar.
Dalam perkembangan lebih lanjut, manajemen
mutu terpadu telah mulai diterapkan di dunia
pendidikan oleh berbagai institusi pendidikan. Hasilnya
juga mengembirakan , yaitu institusi pendidikan yang
menerapkan manajemen mutu terpadu cenderung
unggul dalam bersaing untuk meninggakatkan mutu
pendidikan dalam memuaskan pelanggan. Namun
aplikasi manajemen mutu terpadu dalam dunia
pendidikan belum memasyarakat seperti halnya di dunia
industri, apalagi masyarakat awam pada umumnya
belum tau banyak mengetahui tentang manajemen mutu
terpadu dalam dunia pendidikan.
Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen
sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut
MMT (Manajemen Mutu Terpadu). Pada prinsipnya
sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh
dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah)
terhadap kegiatan sekolah. Penerapan MMT berarti
semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas
pendidikan.
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam bidang
pendidikan tujuan akhirnya adalah meningkatkan
kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan
indikator adanya kompetensi baik intelektual maupun
skill serta kompetensi sosial siswa/lulusan yang tinggi.
Dalam mencapai hasil tersebut, implementasi MMT di
36
dalam organisasi pendidikan (sekolah) perlu dilakukan
dengan sebenarnya tidak dengan setengah hati. Dengan
memanfaatkan semua entitas kualitas yang ada dalam
organisasi maka pendidikan kita tidak akan jalan di
tempat seperti saat ini. Kualitas pendidikan kita berada
pada urutan 113 dari 117 negara di dunia. data ini
diperoleh sesuai hasil survei tentang Human
Development Index (HDI) oleh United Nation
Development Program (UNDP) (Hadis, 2010: 2)
2.4.3 Manajemen Mutu Sekolah
Dalam membangun lembaga pendidikan,
(Brubacher dalam Gojali, 2011) menyatakan ada dua
landasan filosofi yaitu landasan epistemologis, dimana
lembaga pendidikan harus berusaha untuk mengerti
dunia sekelilingnya, memikirkan sedalam-dalamnya
masalah yang ada di masyarakat, dimana tujuan
pendidikan tidak dapat dibelokkan oleh berbagai
pertimbangan dan kebijakan, tetapi harus berpegang
teguh pada kebenaran. Sedangkan landasan politik
adalah memikirkan kehidupan praktis untuk tujuan
masa depan bangsa karena masyarakat kita begitu
kompleks sehingga banyak masalah pemerintahan,
industri, pertanian, perbankan, tenaga kerja, bahan
baku dan sebagainya yang perlu untuk dipecahkan oleh
tenaga ahli yang dicetak oleh lembaga pendidikan,
dimana lulusan yang bermutu diolah dan dihasilkan
oleh tenaga pendidik yang bermutu.
Ketika melihat lembaga pendidikan dari
kacamata sebuah corporate, maka lembaga pendidikan
37
adalah suatu organisasi produksi yang menghasilkan
jasa pendidikan yang dibeli oleh para konsumen. Apabila
produsan tidak mampu memasarkan hasil produksinya,
dalam hal ini jasa pendidikan, dikarenakan mutunya
tidak dapat memuaskan konsumen, maka produksi jasa
yang ditawarkan tidak laku. Artinya, lembaga
pendidikan yang memproses jasa pendidikan tidak
mampu memuaskan users educations sesuai dengan
need pasar, bahkan lembaga pendidikan tersebut tidak
akan berlaku untuk terus eksis.
Karena tidak berwujd, konsumen biasanya
melihat tanda-tanda dari sesuatu yang bisa dilihat atau
dirasakan untuk bisa menilai kualitas suatu dasar
pendidikan, meliputi kualitas kinerja guru, tata usaha,
karyawan sekolah, saran prasarana, media
pembelajaran, simbol-simbol yang digunakan sekolah
dan harga yang bisa mereka bayar kepada sekolah,
dengan demikian komponen lembaga pendidikan harus
melakukan up date pada sisi kompetensi.
2.5 Evaluasi Diri Sekolah
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) di tiap sekolah
menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan dilakukan
oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari
Kepala Sekolah, guru, Komite Sekolah, orang tua peserta
didik, dan pengawas. Proses EDS dapat
mengikutsertakan tokoh masyarakat atau tokoh agama
setempat. Instrumen EDS ini khusus dirancang untuk
digunakan oleh TPS dalam melakukan penilaian kinerja
38
sekolah terhadap 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP)
yang hasilnya menjadi masukan dan dasar penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dalam upaya
peningkatan kinerja sekolah. EDS sebaiknya
dilaksanakan setelah anggota TPS mendapat pelatihan.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
seorang Kepala sekolah harus memiliki kompetensi-
kompetensi seperti tertera dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah: - kompetensi kepribadian,
manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
Disamping itu sebagai orang yang paling bertanggung
jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan di satuan
pendidikan dibawah tanggung jawabnnya, dia juga
harus mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistim
Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang
mengharuskan “terbangunnya budaya mutu
pendidikan” serta “terpetakannya mutu pendidikan yang
rinci pada satuan pendidikan”.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka para
kepala sekolah/madrasah khususnya dan pemangku
kepentingan pendidikan pada umumnya, mutlak perlu
mengetahui secara benar konsep, maksud dan tujuan
serta mampu melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
di sekolahnya. Dengan melaksanakan EDS ini maka
kepala sekolah akan lebih dapat melaksanakan
kompetensi manajerialnya secara menyeluruh dan
bermakna yang akan membantu peningkatan kinerja
sekolah – khususnya dalam melihat sejauh manakah
39
sekolah telah mencapai Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta
kekuatan dan kelemahannya sehingga sekolah dapat
menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau
Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) berdasarkan keadaan
dan kebutuhan nyata mereka.
Peningkatan mutu pendidikan khususnya pada
satuan pendidikan memerlukan adanya kepala sekolah
yang handal, tangguh dan berkemampuan yang secara
bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan
di sekolah dapat memberikan pelayanan pendidikan
yang bermutu kepada semua peserta didik. Kepala
sekolah yang handal diharapkan dapat menjadi
lokomotif dan kekuatan untuk membimbing, menjadi
contoh, serta menggerakkan para pendidik dan tenaga
kependidikamn dalam melaksanakan upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Oleh karena
itu, program penguatan kemampuan kepala sekolah
perlu memasukkan pembahasan mengenai EDS, yang
merupakan bagian penting dalam kompetensi
manajerial, sebagai salah satu topik yang harus
diketahui dan dipahami secara benar untuk selanjutnya
dilaksanakan oleh para kepala sekolah.
Materi tentang EDS ini sejauh mungkin
diupayakan disusun dalam bentuk modul belajar
mandiri yang dapat juga dipakai sebagai bahan belajar
kelompok. Untuk dapat memperoleh manfaat maksimal,
dalam memakai materi ini seyogyanya dibarengi dengan
menyediakan dokumen dokumen utama tentang EDS
yaitu: (1) Instrumen EDS itu sendiri; (2) Pedoman Teknis
40
EDS; dan (3) Format Laporan EDS. Kesemuanya ini akan
memberikan pengertian menyeluruh tentang apa,
mengapa serta bagaimana EDS ini.
Dalam pelaksanaan EDS di sekolah, untuk
mempermudah pengisian Instrumen, mereka juga perlu
menyediakan semua Peraturan Menteri tentang
kedelapan SNP, Standar per standar, sebagai rujukan
dan panduan dalam menentukan tingkat pencapaian
sekolah dalam pelaksanaan tiap Standar. Dengan
demikian maka dalam memakai Instrumen EDS dan
mengisi Instrumen tersebut mereka akan sangat
terbantu untuk menentukan peringkat pencapaian yang
tepat pada setiap standar dengan merujuk langsung
kepada Peraturan Menteri pada tiap standar sebagai
dasar penentuan peringkat.
2.6 Rencana Pengembangan Sekolah
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
merupakan salah satu wujud dari salah satu fungsi
manajemen sekolah yang amat penting, yang harus
dimiliki sekolah untuk dijadikan sebagai panduan dalam
menyelenggarakan pendidikan di sekolah, baik untuk
jangka panjang (20 tahun), menengah (5 tahun) maupun
pendek (satu tahun).
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) memiliki
fungsi amat penting guna memberi arah dan bimbingan
bagi para pelaku sekolah dalam rangka pencapaian
tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan,
41
pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk
mengurangi ketidakpastian masa depan.
Menurut Slamet (2009), terdapat lima hal penting
dalam Rencana Pengembangan Sekolah yaitu :
1. Pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah
(RPS)
RPS penting dimiliki untuk memberi arah dan
bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka
menuju perubahan atau tujuan sekolah yang lebih
baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko
yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian
masa depan.
2. Arti Perencanaan Sekolah/RPS
Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia.RPS adalah dokumen
tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan
dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan
sekolah yang telah ditetapkan.
3. Tujuan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
RPS disusun dengan tujuan untuk: (1) menjamin
agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan
dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan
resiko yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar
pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah,
antarsekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota,
dan antarwaktu
4. Sistem Perencanaan Sekolah (SPS)
Sistem Perencanaan Sekolah adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk meng-
hasilkan rencana-rencana sekolah (RPS) dalam jangka
42
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan
masyarakat (diwakili oleh komite sekolah).
5. Tahap-tahap Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS)
Mencakup: (a) Melakukan analisis lingkungan
strategis sekolah; (b) Melakukan analisis situasi untuk
mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini
(IPS); (c) Memformulasikan pendidikan yang
diharapkan di masa mendatang; (d) Mencari
kesenjangan antara butir 2 & 3; (e) Menyusun rencana
strategis; (f) Menyusun rencana tahunan; (g)
Melaksanakan rencana tahunan; dan (h) Memonitor
dan mengevaluasi
Standar Nasional Pendidikan (standar kelulusan,
kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan,
pengelolaan, dan penilaian pendidikan) merupakan
substansi penting dalam sistem pengelolaan sekolah
yang harus direncanakan sebaik-baiknya dan
diakomodir dalam penyusunan Rencana Pengembangan
Sekolah.
2.7 Pengembangan Tata Kelola Sarana dan
Prasarana Sekolah
Pengembangan tata kelola sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah berkaitan erat dengan aktivitas-
aktivitas pengadaan, pendistribusian, penggunaan dan
pemeliharaan, inventarisasi, dan penghapusan sarana
dan prasarana pendidikan di sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa perlu adanya suatu proses dan
43
keahlian di dalam mengelolanya. Tindakan prefentif
yang tepat akan sangat berguna bagi instansi terkait
(Mulyono, 2008).
Pengembangan tata kelola sarana dan prasarana
pendidikan yang baik diharapkan dapat menciptakan
sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan
kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun
peserta didik yang berada di sekolah. Di sampih itu juga
diharapkan tersedianya alat atau fasilitas belajar yang
memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan
dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk kepentingan proses pendidikan oleh guru
sebagai pengajar maupun siswa sebagai peserta didik
(Mulyasa, 2003). Siklus yang terdiri dari analisis rencana
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan,
penghapusan dan pengawasan dijelaskan sebagai
berikut:
2.7.1 Perencanaan Kebutuhan
Analisis kebutuhan menurut Syahril (2004:22)
adalah mengidentifikasi secara tepat kebutuhan sarana
prasarana pendidikan yang diperlukan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Perencanaan sarana
dan prasarana pendidikan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menyatakan sarana prasarana yang
dibutuhkan.
2.7.2 Pengadaan
Menurut Gunawan (1996:40) pengadaan
merupakan segala kegiatan untuk menyediakan semua
44
keperluan barang, benda dan jasa bagi keperluan
pelaksanaan tugas.
2.7.3 Penyimpanan
Menurut Syahril (2004:51) penyimpanan adalah
menampung atau menyimpan hasil pengadaan barang-
barang tersebut demi keamanannya, baik yang belum
maupun yang sudah didistribusikan, disebut
penyimpanan. Penyimpanan barang biasanya
digunakan gudang. Untuk mempersiapkan gudang perlu
diperhatikan beberapa faktor pendukungnya seperti
lokasi, konstruksi, bentuk dan ketentuan tata letak
barang didalamnya sesuai jenis dan sifat barangnya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan yaitu
keamanannya.
2.7.4 Pemeliharaan
Menurut Gunawan (1996:146) pemeliharaan atau
perawatan adalah kegiatan rutin untuk menjaga agar
barang tetap dalam kegiatan baik dan berfungsi dengan
baik juga. Kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan
menurut ukuran waktu dan ukuran keadaan barang
(setiap hari, secara berkala atau jangka waktu tertentu
sesuai dengan petunjuk penggunaan). Pemeliharaan
dapat dilakan oleh pemegangnya atau
penanggungjawabnya.
2.7.5 Penghapusan
Menurut Syahril (2004:94) penghapusan yaitu
kegiatan untuk menghapus atau menghilangkan barang
dari daftar inventaris berdasarkan ketentuan dan aturan
45
yang berlaku. Bila biaya rehabilitasinya terlalu besar
sedang daya pakainya terlalu singkat, maka barang
tersebut lebih baik tidak dipakai lagi dan dikeluarkan
dari daftar inventaris.
2.7.6 Pengawasan
Menurut R.Terry (2000:232) pengawasan adalah
suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan
kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sehingga pemborosan biaya, waktu, tenaga
dapat dihindari. Pengawasan dilakukan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana
pendidikan itu. Pengawasan harus dilakukan secara
objektif artinya pengawasan itu harus didasarkan pada
bukti-bukti yang ada.Apabila dari hasil pengawasan
atau pemeriksaan ternyata terdapat kekurangan-
kekurangan, maka kepala sekolah wajib melakukan
tindakan-tindakan perbaikan dan penyelesaian.
2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tinjauan penelitian terdahulu merupakan
paparan hasil penelitian yang telah dilakukan para
peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian
ini. Para peneliti tersebut memfokuskan kajian pustaka
yang berbeda-beda namun orientasi kajiannya tetap
pada akreditasi sekolah.
a. Barokah dan Khafid (2006:75) meneliti Pengaruh
Akreditasi Sekolah terhadap Prestasi Belajar Siswa
di SMA se-Kabupaten Banjarnegara. Dari pengujian
hipotesis tentang pengaruh Akreditasi Sekolah
46
terhadap prestasi belajar siswa menunjukkan
bahwa variabel mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
Determinasi berganda sebesar = 0,958, secara
statistik berarti sumbangan variabel bebas
terhadap variabel terikat sebesar 95,80%. Sisa-nya
prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor lain
di luar penelitian.
b. Jannah (2013: 89) meneliti optimalisasi manajemen
sarana dan prasarana dalam meningkatkan mutu
pembelajaran di SMP Nasima Semarang. Dengan
menggunakan analisis kualitatif dalam penelitian
tersebut, diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian
bahwa manajemen sarana dan prasarana
merupakan suatu usaha yang diarahkan untuk
mewujudkan suasana pembelajaran yang efektif
dan menyenangkan dengan kemampuan dan
kelengkapan sarana dan prasarana yang ada.
c. Suryana (2007: 9) meneliti akreditasi, sertifikasi
dan upaya penjaminan mutu pendidikan.
Kesimpulannya Akreditasi dan Sertifikasi
diharapkan dapat memberikan percepatan kepada
pencapaian mutu pendidikan, variasi mutu yang
ada dapat di arahkan kepada pencapaian yang
sama melalui benchmark sebagai pagu bagi
pelaksanaan dengan standarisasi yang sama
sehingga memperoleh hasil yang kompetetif.
Dampak negatif yang mungkin muncul
dapat dieliminasi melalui penataan system
47
penyelenggaraan yang terbuka (tranparant), bersih
(clean), dan komitmen yang tinggi dari para
pelaksana pendidikan.
Pencapaian Mutu Sekolah melalui kegiatan
Akreditas Sekolah diarahkan pada hal-hal berikut
ini : (1) Proses akreditasi mengarah pada
peningkatan kualitas sekolah, (2) Melihat dan
memperoleh gambaran kinerja sekolah yang
sebenarnya, (3) Sebagai alat pembinaan,
pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan
di sekolah, (4) Kelayakan sekolah dalam
penyelenggaraan dan pelayanannya, (5) Gambaran
menyeluruh bagi masyarakat tentang tingkat
sekolah dimana anaknya berada dengan sekolah-
sekolah lainnya.
Dengan akreditasi terhadap satuan
pendidikan dan sertifikasi untuk jenis pekerjaan
yang akan dilaksanakan akan memberikan
dorongan yang besar terhadap peningkatan mutu
pendidikan pada level kelembagaan dan
menudkung peningkatan mutu pendidikan
nasional.
Kajian kepustakaan di atas memaparkan
akreditasi sebagai upaya meningkatkan mutu
pendidikan. Barokah dan Khafid meneliti pengaruh
akreditasi sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
Jannah meneliti optimalisasi manajemen sarana dan
prasarana dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan
Suryana meneliti akreditasi, sertifikasi dan upaya
penjaminan mutu pendidikan.
48
Kajian kepusatakaan diatas belum cukup untuk
meneliti secara khusus tentang tata kelola sarana dan
prasarana dalam upaya mencapai target akreditasi
maksimal untuk sekolah-sekolah dalam satu gugus.
Dengan demikian peneliti masih mempunyai
kesempatan untuk melakukan penelitian tentang
gambaran program peningkatan akreditasi yang
mendukung 8 Standar Nasional Pendidikan khususnya
standar sarana dan prasarana. Peneliti berpendapat
bahwa program peningkatan akreditasi yang
mendukung standar sarana dan prasarana berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan peringkat akreditasi
artinya segala potensi yang ada pada sekolah yang
diprioritaskan pada peningkatan program komponen
akreditasi yang masih kurang maksimal akan
berpengaruh terhadap peningkatan penilaian peringkat
akreditasi.