bab ii landasan teori -...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Shift Kerja
2.1.1 Pengertian Shift Kerja
Tanpa disadari tubuh kita memiliki waktu tertentu yang dapat
berpengaruh terhadap aktifitas dalam bekerja secara berulang dan teratur.
Sebagai karyawan juga membutuhkan waktu yang tepat untuk beradaptasi
dengan lingkungan dan tuntutan dalam bekerja. Dalam bekerja karyawan
membutuhkan waktu-waktu tertentu dalam menjaga kebugaran tubuh,
apalagi bila karyawan bekerja di perusahaan yang menggunakan sistem
kerja rotasi atau shift kerja rotasi, karena di dalam dunia kerja dituntut
produktifitas optimal dari pekerja sehingga mengharuskan pabrik
berproduksi produksi selama 24 jam sehingga karyawan harus mengalami
giliran kerja pada shift pagi, siang dan malam hari. Adanya shift kerja
dapat berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karena tubuh
manusia tidak dirancang untuk bekerja pada malam hari, karena manusia
memiliki jam biologis tubuh atau sering di sebut ritme circadian.
Rosa dan Colligan (1997) mendefinisikan ritme circadian sebagai
suatu ritme tubuh yang “ups” dan “down” yang secara teratur dalam
rentang waktu 24 jam. Fungsi-fungsi tubuh yang dimaksud antara lain
suhu badan, kesiagaan, detak jantung, tekanan darah, pola tidur dan pola
bangun, serta kemampuan mental. Fungsi-fungsi tubuh akan meningkat
aktif pada siang hari tetapi akan menurun atau tidak aktif pada malam hari.
Selama siang hari disebut sebagai fase ergotropic yaitu kinerja manusia
berada pada puncak, sedangkan masa malam hari disebut fase trophotropic
yaitu terjadi proses istirahat dan pemulihan tenaga.
Ritme circadian untuk setiap karyawan berbeda-beda. Ada individu
yang merasa lebih aktif dan siaga pada siang hari dan ada yang merasa
lebih aktif dan siaga pada malam hari. Pola yang bersifat individual ini
disebut hronotype atau tipe circadian dan ini bersifat alamiah. Artinya,
individu dapat lahir dengan kecenderungan tipe circadian tertentu yang
tidak mudah berubah, namun dalam batas-batas tertentu mampu
melakukan adaptasi. Kemampuan adaptasi ini dapat dilihat pada saat
seseorang melakukan perjalanan yang melintasi beberapa zona. Pada saat
ia kembali di tempat tujuan untuk beberapa saat ia akan mengalami
ketidakseimbangan. Ada dua tipe circadian, yaitu tipe siang (Morningness)
dan tipe malam (Eveningness). Individu yang termasuk kategori tipe siang
(yang sering disebut dengan Larks) adalah individu yang ritme
circadiannya kurang lebih 2 jam lebih cepat/awal dari pada ritme circadian
populasi individu secara umum. Pada umumnya individu bangun sekitar
pukul 04.00 – 06.00 pagi dan tidur pada pukul 20.00 – 22.00 malam.
Sedangkan individu yang termasuk kategori malam (yang sering disebut
dengan istilah Owls) adalah individu yang ritme circadiannya kurang lebih
2 jam lebih lambat dari pada ritme circadian populasi individu umumnya.
Umumnya individu bangun sekitar pukul 08.00 – 10.00 pagi dan baru tidur
sekitar pukul 24.00 tengah malam – 02.00 pagi. Perbedaan waktu tidur dan
waktu bangun antara tipe siang dan tipe malam sangat jelas terlihat pada
pada saat libur kerja. Orang-orang tipe malam akan bangun lebih siang
dari pada orang-orang tipe siang. Tetapi dalam hal tidur, tidak ada
perbedaan diantara kedua tipe. Selain berbeda dalam waktu tidur dan
waktu bangun, tipe siang dan tipe malam juga berbeda dalam hal tingkat
tinggi atau rendahnya kesiagaan individu. Tingkat kesiagaan tertinggi
individu tipe siang terjadi sekitar pukul 10.00 siang dan terendah pukul
04.00 pagi, sedangkan individu tipe malam, tingkat kesiagaan tertinggi
terjadi sekitar pukul 14.00 siang dan terendah sekitar pukul 08.00 pagi.
Perbedaan kesiagaan ini penting untuk diperhatikan karena jika individu
bekerja dalam keadaan kurang siaga, maka ia akan mudah membuat
kesalahan bahkan dapat mengalami kecelakaan kerja.
Dalam hubungannya dengan motivasi kerja ditemukan bahwa tipe
circadian ini merupakan prediktor dari keberhasilan sistem kerja shift
rotasi. Dampak fisik dan psikososial dari sistem kerja shift rotasi tipe siang
lebih sering mendapat kesulitan dengan jadwal kerja yang mencakup kerja
malam dan ditemukan pula adanya ketidakseimbangan memotivasi diri
pada kelompok tipe siang dan kelompok pagi. Sebaliknya ditemukan
proporsi yang besar dari tipe malam yang stabil. Maka antara shift kerja
dengan ritme circadian sangat erat hubunganya.
Monk dan Folkard dalam (Kyla, 2008) menyatakan bahwa kerja
shift sangat bervariasi, tergantung dari sistem shiftnya. Dalam shift rotasi,
pengertian shift kerja adalah kerja yang dibagi secara bergilir dalam
jangka waktu 24 jam. Pekerja yang terlibat dalam sistem kerja shift dan
rotasi akan berubah-ubah waktu kerjanya, pagi, siang dan malam hari,
sesuai dengan sistem kerja rotasi yag ditentukan. Sistem kerja shift rotasi
ada yang bersifat lambat, ada yang bersifat cepat. Dalam sistem kerja
rotasi yang bersifat lambat, pertukaran shift berlangsung setiap bulan atau
setiap minggu, misalnya seminggu kerja malam, seminggu kerja siang, dan
seminggu kerja pagi. Sedangkan dalam sistem kerja shift rotasi yang cepat,
pertukaran shift kerja terjadi setiap satu, dua atau tiga hari. Di Indonesia,
sistem shift yang banyak digunakan adalah sistem shift dengan pengaturan
jam kerja secara bergilir mengikuti pola 5-5-5 yaitu lima hari shift pagi
(06.00-14.00), lima hari shift siang (14.00-22.00), dan lima hari shift
malam (22.00-06.00), sistem shift rotasi di Timatex dengan menggunakan
sistem shift kerja rotasi lambat.
Menurut Monk dan Folkard (1983) ada 3 sistem shift kerja:
1. Shift pagi
Jam kerja pagi di mulai pada jam 06.00 pagi sampai dengan 14.00
siang. Pada jam-jam ini biasanya para karyawan memiliki kondisi fisik
yang segar dan sangat produktif. Sehingga dalam jam-jam ini
karyawan masih memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam bekerja.
Apabila terdapat waktu istirahat pada tengah hari atau jam 12.00 maka
setelah mulai bekerja kembali karyawan lebih tinggi produktivitasnya
terhadap pekerjaan yang sedang dikerjakannnya, namun ada beberapa
karyawan yang mengeluh karena faktor kemacetan dan kebisingan,
pada waktu pagi hari, juga kurangnya waktu tidur yang dirasakan
belum memadai maka mempengaruhi motivasi kerjanya.
2. Shift siang
Jam kerja siang dimulai pada jam 14.00 siang sampai 22.00 malam.
Dalam waktu kerja siang sampai malam ini mulai ada keluhan-keluhan
dari karyawan yang menyangkut efektifitas bekerja dan efek adaptasi
terhadap perubahan yang terjadi secara berkala dalam siklus kerja.
Juga terdapat aktivitas fisiologis yang menggangu produktivitas
karyawan, seperti suhu badan yang mencapai titik tinggi pada siang
hari menuju malam hari. Hal itu juga terjadi dalam tekanan darah,
denyut nadi, komposisi kimiawi darah. Sehingga bagi karyawan yang
bekerja pada jam kerja siang biasanya sering mengalami rasa ngantuk
yang sangat tinggi.
3. Shift malam
Jam kerja malam di mulai pada jam 22.00 malam sampai jam 06.00
pagi. Penelitian oleh Landy (dalam Ronald, 1990) menyatakan bahwa
ada indikasi jam kerja malam biasa mengacaukan kebiasan waktu tidur
dan pergantian irama pekerjaan tubuh bahkan bisa ke arah aspek
fisiologi dan menjadi masalah bagi tubuh individu seperti stress taraf
tinggi, keletihan, ketidakpuasan kerja, dan kurangnya motivasi dalam
bekerja. Namun ada beberapa pekerja yang lebih menyukai jam kerja
malam karena berbagai masalah pribadi, mulai dari berkurangnya
kemacetan lalu lintas pada saat berangkat dan pulang kerja sampai
pada alasan situasi yang menyenangkan di malam hari sehingga
karyawan lebih memilih kerja pada malam hari. Karena tubuh manusia
sudah memiliki jam kerja masing-masing ada yang kuat bila mendapat
kerja gilir malam ada juga yang lebih suka mendapat jam gilir siang.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Karyawan Agar Dapat Berhasil
Menghadapi Shift Kerja Rotasi
Menurut Monk dan Folkard (1983) ada tiga faktor yang harus baik
keadaannya agar dapat berhasil menghadapi shift kerja rotasi, yaitu:
1. Tidur
Dengan tidur yang cukup maka karyawan yang melakukan kerja shift
rotasi dapat beraktivitas dengan baik dan tidak mengganggu ketahanan
tubuh karyawan yang bekerja, baik bekerja saat shift siang maupun
bekerja saat shift kerja malam. Karena manusia memiliki jam tubuh
biologis yang sudah diatur oleh tubuh manusia, karena saat giliran shift
kerja malam bila kondisi dimana cahaya berkurang SCN (sel saraf
yang ada di otak) akan memberi tau otak kita untuk memproduksi
melatonil lebih banyak lagi sehingga mau tidak mau, kita akan
semakin mengantuk dan jatuh tertidur. Sedangkan perusahaan
menuntut untuk bekerja berganti shift selama 24 jam.
2. Kehidupan sosial dan keluarga
Hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, dikarenakan manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri atau
membutuhkan hubungan dengan pihak lain. Bersosialisasi sangat
penting dalam menjalin hubungan yang baik antara manusia yang satu
dengan yang lainnya. Jika tidak adanya individu, maka keluarga dan
masyarakat pun tidak akan tercipta. Begitu pula dengan individu, tidak
akan bisa berjalan sendiri jika tidak ada keluarga dan masyarakat,
karena dengan adanya keluarga dan masyarakat, masing-masing
individu dapat mengekspresikan segala hal yang berhubungan dengan
sosial. Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah
aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan.
3. Ritme circadian
Apabila ritme circadian karyawan dalam bekerja dapat diatur dengan
sebaik-baiknya maka akan mempermudah untuk perpindahan jadwal
shift kerja rotasi. Menurut Monk dan Folkard (1983) ketidakcocokan
antara shift kerja dengan ritme circadian ini dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, keselamatan kerja, dan aspek sosial antara lain:
a. Kelelahan kronis, yaitu perasaan lelah yang sangat hebat yang
kemudian dapat menyebabkan terjadinya penyakit lain serta
penurunan motivasi kerja. Selain itu, gangguan ini juga
menyebabkan terjadinya penurunan selera makan.
b. Masalah pencernaan, seseorang yang bekerja pada malam hari
memiliki kecenderungan untuk menderita gangguan pencernaan.
Hal ini disebabkan adanya ritme circadian yang turun naik
sehingga menciptakan kesulitan pada lambung untuk mencerna
makanan pada malam hari.
c. Meningkatkan resiko penyakit jantung. Seseorang yang bekerja
pada shift malam biasanya mengkonsumsi makanan rendah gizi,
kebiasan merokok khusus untuk karyawan cowok meningkat serta
tekanan-tekanan pada jantung akibat aktivitas berat di malam hari.
2.1.3 Dampak Shift Kerja
Menurut Monk dan Flokard (1983) menyatakan bahwa banyak
perusahaan beroperasi lebih dari 8 jam per hari untuk memenuhi
kebutuhan pasar dan karena keterbatasan peralatan, sumber daya atau
fasilitias. Konsekunsinya, perusahaan harus melakukan shift kerja. Shift
kerja sndiri merupakan periode waktu dimana suatu kelompok pekerja
dijadwalkan bekerja pada tempat kerja tertentu. Di samping memiliki
dampak positif yaitu memaksimalkan sumber daya yang ada, shift kerja
akan memiliki dampak negatif yang mempengaruhi karyawan yaitu:
1. Aspek Fisiologis
Ritme circadian adalah proses-proses yang saling berhubungan yang
dialami tubuh untuk menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24
jam. Circadian rhythms menjadi dasar fisiologis dan psikologis pada
siklus tidur dan bangun setiap hari. Fungsi dan tahapan fisiologis dan
psikologis memiliki suatu ritme circadian yang tertentu selama 24 jam
sehari, sehingga ritme circadian seseorang akan terganggu jika terjadi
perubahan jadwal kegiatan seperti perubahan shift kerja. Dengan
terganggunya ritme circadian pada tubuh karyawan akan terjadi
dampak fisiologis pada pekerja seperti gangguan pola tidur dan
gangguan kesehatan.
2. Aspek Psikologis
Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan yang dapat
menyebabkan gangguan psikis pada karyawan, seperti kurangnya
motivasi kerja, ketidakpuasan kerja dan iritasi. Tingkat kecelakaan
kerja dapat meningkat dengan meningkatnya stress, kelelahan dan
ketidakpuasan akibat shift kerja.
3. Aspek Kinerja
Ada penelitian yang meneliti antara shift kerja sangat berpengaruh
terhadap kinerja karyawan. Kinerja karyawan, termasuk tingkat
kesalahan, ketelitian dan tingkat kecelakaan, lebih baik pada waktu
siang hari dari pada malam hari, sehingga dalam menentukan shift
kerja harus diperhatikan kombinasi dari tipe pekerja dan sistem shift.
4. Domestik dan Sosial
Shift kerja akan berpengaruh negatif terhadap hubungan keluarga
seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat
pada konflik keluarga. Secara sosial, shift kerja juga akan
mempengaruhi sosialisasi pekerja karena interaksinya terhadap
lingkungan sekitar rumah menjadi terganggu.
2.1.4 Mengukur Kerja Shift
Pengaturan shift kerja yang ada di dalam perusahaan sudah
tercantum dalam undang-undang ketenagakerjaan yang telah di sahkan
oleh pemerintah tentang ketentuan mengenai waktu kerja, Undang-Undang
mengenai kerja shift pagi, siang dan malam. Pengaturan jam kerja dalam
sistem shift diatur dalam UU no.13/2003 mengenai Ketenagakerjaan yaitu
diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
1. Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan hukum
lainnya (selanjutnya disebut “perusahaan”) ditentukan 3 (tiga) shift,
pembagian setiap shift adalah maksimum 8 jam per-hari, termasuk
istirahat antar jam kerja (Pasal 79 ayat 2 huruf a UU No.13/2003).
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dari 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja
yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi
dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap
masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas
upah lembur.
2. Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh
lebih dari 40 jam per minggu (Pasal 77 ayat 2 UU No.13/2003).
3. Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 jam/hari
per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 jam per
minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah (tertulis) dari
pimpinan (management) perusahaan yang diperhitungkan sebagai
waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat 2 UU No.13/2003).
4. Menurut pasal 76 Undang-Undang No. 13 tahun 2003, pekerja
perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun
dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00,
yang artinya pekerja perempuan diatas 18 (delapan belas) tahun
diperbolehkan bekerja shift malam (23.00 sampai 07.00). Perusahaan
juga dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut
keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 07.00.
5. Perjanjian Kerja Bersama mengatur mengenai kerja shift pagi, siang
dan malam, karena tidak diatur secara spesifik mengenai pembagian
jam kerja ke dalam shift-shift dalam UU no.13/2003, berapa jam
seharusnya 1 shift dilakukan, maka pihak manajemen perusahaan dapat
melakukan pengaturan jam kerja shift (baik melalui Peraturan
Perusahaan, Perjanjian Kerja maupun Perjanjian Kerja Bersama)
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Melihat UUK perusahaan yang telah di survey memenuhi
persyaratan yang di ajukan oleh UUK tersebut, di dalam Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) telah tercantum dalam pasal 14 ayat 1 yang berbunyi
waktu kerja adalah 7 jam sehari atau 40 jam seminggu bagi pekerja yang
bekerja 6 hari kerja atau 7 jam sehari atau 35 jam bagi pekerja yang
bekerja 5 hari kerja.
Monk dan Flokard (1983) menyatakan beberapa evaluasi yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan shift kerja antara lain:
a. Pergantian shift kerja sebaiknya dengan pola rotasi maju dengan waktu
rotasi kurang dari 2 minggu dan dengan rata-rata 2 hari/minggu.
b. Lama shift kerja sebaiknya tidak lebih dari 8 jam, jika lebih dari 8 jam
tesebut beban kerja sebaiknya dikurangi.
c. Pada pekerja dengan shift malam dianjurkan ada waktu tidur siang
sebelumnya dan bila melaksanakan pekerjaan dengan pertimbangan
khusus sebaiknya dilaksanakan sebelum jam 4 pagi agar kesalahan
dapat dikurangi.
d. Aspek demografis seperti jenis kelamin dan umur perlu diperhatikan
dalam penyusunan shift.
Individu yang merasakan kepuasan kerja akan memberikan
berbagai respon, antara lain dengan jumlah kehadiran yang baik, merasa
senang dalam merasakan pekerjaan, serta menerima pekerjaan dengan
penuh tanggung jawab. Begitupun sebaliknya, individu yang merasakan
ketidakpuasan dalam pekerjaannya akan memberikan respon negatif,
seperti kemangkiran dalam bekerja, jumlah kehadiran yang kurang, dan
biasanya memiliki motivasi kerja yang rendah terhadap pekerjaan yang
dijalaninya.
2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Merlyn Gagne (1985).
“Work motivation is a process in which the needs that drive a person's
behavior at work, influenced by introjection, external, identification, and
intrinsic integred” Motivasi kerja adalah suatu proses dimana kebutuhan-
kebutuhan yang mendorong prilaku seseorang di tempat kerja, dipengaruhi
oleh introyeksi, eksternal, identifikasi, intrinsik dan integred. Kebutuhan
yang dimaksudkan suatu keadaan dalam diri yang menyebabkan hasil
pekerjaan menjadi menarik untuk dilakukan.
2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Marlyne Gagne (1985) ada empat faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja, yaitu:
1. Faktor Eksternal
Faktor yang mempengaruhi karyawan dalam bekerja agar
mendapatkan imbalan dalam bekerja, imbalan-imbalannya sebagai
berikut: gaji, kondisi kerja yang nyaman, penghargaan, jenjang karir
agar memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja.
2. Faktor Intrinsik
Faktor Intrinsik yaitu faktor dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran
diri sendiri. Orang yang memiliki faktor internal, akan memandang
dirinya secara positif.
3. Faktor Identifikasi
Indentifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh seorang individu untuk
menjadi sama (identik) dengan individu lain yang ditirunya. Proses
identifikasi tidak hanya terjadi melalui serangkain proses peniruan pola
perilaku saja, tetapi Ketika ego mengidentifikasi khayalan mental
dengan kenyataan hasil persepsi, itu berarti suatu hal internal
dicocokkan dengan eksternal. Ketika orang yang mengidentifikasi
orang lain yang dihormati dan dihargainya, itu berarti dia membuat
ciri-ciri diri (yang internal) cocok dengan ciri orang lain (yang
eksternal). Juga melalui proses kejiwaaan yang sangat mendalam.
Identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan:
a. Identifikasi merupakan cara orang dapat memperoleh kembali
sesuatu (obyek) yang telah hilang. Anak yang merasa ditolak orang
tuanya cenderung membentuk identifikasi yang kuatdengan orang
tuanya itu dengan harapan dapat memperolehpenerimaan orang
tuanya.
b. Identifikasi dipakai untuk mengatasi rasa takut. Anak
mengidentifikasi larangan-larangan orang tuanya agar terhindar
dari hukuman.
c. Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan
mencocokkan khayalan mental dengan kenyataan. Berarti orang
menghemat waktu dan enerji dengan mengambil tingkah laku,
sikap, dan gaya orang lain yang telah terbukti berguna. Proses
identifikasi sangat penting dalam dinamika dan perkembangan
kepribadian, jika orang harus belajar mereduksi tegangan dengan
mencoba-coba sendiri, mungkin manusia tidak pernah cukup
berkembang untuk berfungsi sebagai makhluk yang indpenden.
4. Faktor Introyeksi
Introyeksi (introjection) adalah proses pengembangan superego dengan
mengadopsi nilai-nilai orang lain.
2.2.3 Aspek-aspek Motivasi Kerja
Menurut Marlyne Gagne (1985) ada tujuh aspekmotivasi kerja, yaitu:
1. Aspek otonomi
Pekerjaan dapat memberikan ruang yang cukup bagi seorang karyawan
di dalam melakukan metode, prosedur, dan keputusan secara
independen dalam ruang lingkup pekerjaannya
2. Aspek umpan balik internal
Pekerjaan yang dapat terlihat hasil akhirnya sehingga orang yang
mengerjakannya dapat mengetahui sudah sesuai dengan tujuan atau
tidak.
3. Aspek umpan balik eksternal
Adanya tolok ukur dan indikator keberhasilan dalam sebuah pekerjaan
yang disampaikan oleh manajer kepada karyawannya.
a. aspek interaksi social
Pemberi pekerjaan sebaiknya berinteraksi langsung dengan
pekerja.
b. aspek kejelasan pekerjaan dan tujuan
Pekerjaan harus memiliki tujuan yang jelas. Sebuah hal yang aneh
jika seseorang tidak tahu apakah pekerjaannya sudah selesai atau
belum, berhasil atau tidak.
c. aspek variasi dalam pekerjaan
Manajer hendaknya memberikan sedikit variasi dalam memberikan
pekerjaan kepada karyawan.
d. aspek kemampuan dan keahlian
Manajer hendaknya memberikan sedikit variasi dalam memberikan
pekerjaan kepada karyawan.
2.3 Kajian Yang Relevan Motivasi Kerja Dengan Shift Kerja
Hasil penelitian tentang perbedaan antara motivasi kerja karyawan
yang bekerja shift siang dengan shift malam menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan yaitu thitung sebesar 0,218 dan p = 0,028 < 0,05. Berarti,
semakin tinggi skor kondisi motivasi kerja karyawan yang bekerja shift siang
maka skor motivasi kerja karyawan yang bekerja shift malam pada karyawan
bagian seazing akan meningkat, dan sebaliknya semakin rendah skor kondisi
motivasi kerja karyawan shift kerja siang maka skor motivasi kerja karyawan
shift kerja malam pada karyawan bagian seazing akan menurun. Hasil pra
penelitian ini sama dengan hasil penelitian Muchensky (1993) yang di peroleh
suatu hasil bahwa karyawan yang bekerja pada shift malam memiliki motivasi
kerja yang rendah dibandingkan dengan karyawan yang bekerja pada shift
siang. Maka ada perbedaan yang signifikan antara motivasi kerja karyawan
yang bekerja shift siang dengan shift malam, (www.mwsc.edu/psychology).
Hasil pra penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Minarti
(1899) yang dilakukan terhadap 30 orang karyawan di PT. Patayu Raya
Semarang, didaptkan hasil thitung sebesar 0,02 dengan p = 0,02 < 0,05 berarti
penelitian ini terdapat hasil ada perbedaan motivasi kerja karyawan yang
bekerja shift siang dengan shift malam.
Sedangkan penelitian Febrina (2009) yang dilakukan terhadap 30
orang karyawan di PT.Sari Husada Tbk Yogyakarta, didapat hasil thitung
sebesar 0,547 dengan p = 0,429 > 0,05 tidak ada perbedaan motivasi kerja
karyawan yang bekerja shift siang dengan shift malam.
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih harus diuji
kebenarannya melalui penelitian, sebagaimana yang dikemukakan Arikunto
(1998) bahwa Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbuka melalui data yang
terkumpul.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan
yang signifikan antara motivasi kerja karyawan yang bekerja shift siang
dengan shift malam bagian weaving di PT.TIMATEX Salatiga.