bab ii landasan teori ii.1 pengertian akuntansithesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00070-ak bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian akuntansi
Menurut Wahyu Maulani (2010) definisi dari akuntansi adalah
“Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah
dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan
keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan
mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.”
Proses untuk mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah, dan menyajikan setiap
transaksi diatur di dalam standar akuntansi yang berbeda di setiap negara. Akuntansi
digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil
keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.
Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu organisasi
karena dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan suatu organisasi beserta
perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara kualitatif dengan satuan
ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat dibutuhkan khususnya oleh pihak
manajer/manajemen untuk membantu membuat keputusan suatu organisasi. Informasi
keuangan yang akan membantu membuat keputusan berupa laporan keuangan.
10
II.2 Pengertian Standar Akuntansi
Adanya perubahan dalam dunia global yang bertujuan untuk mempersatukan
seluruh negara di dunia serta dengan sistem teknologi komunikasi dan informasi yang
relatif murah dan mudah diakses, menuntut adanya transparansi dalam segala bidang.
Standar Akuntansi Keuangan yang berkualitas merupakan prasarana penting untuk
mewujudkan transparansi tersebut. Indonesia mempunyai standar akuntansi yang
dinamakan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Menurut IAI (2009: 2)
memberikan definisi untuk standar akuntansi keuangan, yaitu:
“Standar Keuangan Akuntansi (SAK) adalah pernyataan dan intepretasi yang disusun
oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi Indonesia, yang terdiri dari:
a) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);
b) Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).”
PSAK berisikan standar-standar keuangan yang bisa menjadi acuan untuk
menyajikan laporan keuangan serta semua yang berkaitan dengan perlakuan akuntansi.
PSAK mengacu kepada rule-based dan tidak menggunakan judgement seperti halnya
standar dalam IFRS.
Menurut informasi dari Muhammad Hidayat (2010), PSAK ini diatur oleh Ikatan
Akuntan Indonesia atau yang disebut dengan IAI yang merupakan wadah profesi
akuntansi yang merupakan wadah profesi akuntansi yang ada di Indonesia. Dalam
perkembangan sejarah standar akuntansi dimulai pada tahun 1973, dimana pasar modal
di Indonesia sudah mulai aktif. Pada masa itu, IAI menciptakan prinsip dan standar
akuntansi keuangan untuk pertama kalinya yang bernama “Prinsip Akuntansi Indonesia
11
(PAI)”. Kemudian, dilakukan revisi pada tahun 1984 terhadap PAI 1973 menjadi
“Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan bagi
perkembangan dunia usaha. Pada PAI 1984-1994, Komite Standar Akuntansi melakukan
suatu revisi besar akan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan
pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan intepretasi atas
standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi
keuangan yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Berikutnya pada tahun 1994, dilakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan
kodifikasi dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) per Oktober 1994”. Sejak
tahun 1994, IAI juga melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional
dalam pengembangan standarnya. PSAK mengadopsi standar yang dipakai oleh U.S
General Accepted Accounting Principle (U.S. GAAP) sejak periode 1994-2002.
Dalam perkembangannya, PSAK terus direvisi untuk menghasilkan standar
akuntansi yang baik dan dikembangkan sesuai kebutuhan penggunanya. Proses revisi
telah dilakukan sebanyak enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1
Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 September 2007, dan terakhir pada 1 Juli
2009.
Menurut IAI, PSAK terdiri atas:
- 43 standar (PSAK)
- 8 standar syariah
- 11 Intepretasi ISAK (Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan)
- 4 Techinal Bulletins
12
- 1 PSAK ETAP (Standard untuk SME).
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dasar dari PSAK no. 1 sebagai
acuan dalam penyajian laporan keuangan menurut ketentuan yang ada di Indonesia.
Selain itu, penulis menggunakan standar akuntansi dari IAS 41: Agriculture sebagai
dasar dari perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik. IAS 41 digunakan karena dalam
PSAK tidak ada aturan yang mengatur tentang agrikultur dan ini konvergensi IAS 41 ke
PSAK masih menjadi agenda kerja yang tersisa dalam tahun 2010 ini.
II.2.1 PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan
Menurut IAI (2009:5) definisi laporan keuangan beserta tujuannya, yaitu:
Laporan keuangan merupakan struktur yang menyajikan posisi keuangan dan kinerja keuangan dalam sebuah entitas. Tujuan umum dari laporan keuangan ini untuk kepentingan umum adalah penyajian informasi mengenai posisi keuangan (financial position), kinerja keuangan (financial performance), dan arus kas (cash flow) dari entitas yang sangat berguna untuk membuat keputusan ekonomis bagi para penggunanya. Untuk dapat mencapai tujuan ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai elemen dari entitas yang terdiri dari aset, kewajiban, net worth, beban, dan pendapatan (termasuk gain dan loss), perubahan ekuitas dan arus kas. Informasi tersebut diikuti dengan catatan, akan membantu pengguna memprediksi arus kas masa depan. Laporan keuangan keseluruhan terdiri atas komponen-komponen penyusunnya.
Menurut IAI (2009: 6), “Laporan Keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-
komponen berikut ini:
- Laporan Posisi Keuangan pada akhir periode; - Laporan Laba Rugi Komprehensif selama periode; - Laporan Perubahan Posisi Keuangan selama periode; - Laporan Arus Kas selama periode; - Catatan Atas Laporan Keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting
dan informasi lainnya;
13
- Laporan Posisi Keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif, atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitasnya mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Dalam PSAK 1, penyajian laporan keuangan untuk entitas digunakan metode
akuntansi berbasis akrual, kecuali untuk laporan arus kas dan kelangsungan usaha
sebagai dasar asumsi. Dengan dasar akrual, entitas mengakui pos-pos sebagai aset,
laibilitas, pendapatan, dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut
memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsur-unsur tersebut dalam Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Entitas menyajikan secara terpisah
kelompok pos sejenis yang material. Entitas menyajikan secara terpisah pos yang
mempunyai sifat atau fungsi yang berbeda kecuali pos tersebut tidak material.
Jika entitas mengubah penyajian atau pengklasifikasian pos-pos dalam laporan
keuangan, maka entitas mereklasifikasi jumlah komparatif kecuali reklasifikasi tersebut
tidak praktis untuk dilakukan. Jika entitas mereklasifikasi jumlah komparatif, maka
entitas mengungkapkan sifat reklasifikasi, jumlah masing-masing pos atau gabungan
beberapa pos yang direklasifikasi dan alasan reklasifikasi. Karakteristik kualitatif pokok
laporan keuangan yaitu, dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan.
14
Laporan Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah
aset, laibilitas dan ekuitas. Menurut IAI (2009:19-20), pos-pos ini didefinisikan sebagai
berikut:
a. Aset tetap; b. Properti investasi; c. Aset tidak berwujud; d. Aset keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan pada (e), (h), dan (i)); e. Investasi dengan menggunakan metode ekuitas; f. Aset biolojik; g. Persediaan; h. Piutang dagang dan piutang lainnya; i. Kas dan setara kas; j. Total aset yang direklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan
aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58;
k. Utang dagang dan terutang lainnya; l. Kewajiban diestimasi; m. Laibilitas keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan dalam (k) dan (l)); n. Laibilitas dan aset untuk pajak kini sebagai mana didefenisikan dalam PSAK
46; o. Laibilitas dan aset pajak tangguhan, sebagaimana didefenisikan dalam PSAK
46; p. Laibilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan dan diklasifikasikan
sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58; q. Kepentingan non-pengendali, disajikan sebagai bagian dari ekuitas; dan r. Modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas
induk.
15
Laporan Laba Rugi Komprehensif
Menurut IAI (2009: entitas menyajikan seluruh pos pendapatan dan beban yang
diakui dalam satu periode:
a) Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif; atau b) Dalam bentuk dua laporan, yaitu dalam bentuk laporan yang
menunjukkan komponen laba dan rugi (laba dan rugi terpisah) dan laporan yang dimulai dengan laba rugi menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan pendapatan komprehensif).
Laporan laba rugi komprehensif, sekurang-kurangnya mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut dalam suatu periode: a) Pendapatan b) Biaya keuangan c) Bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan joint ventures yang dicatat
dengan menggunakan metode ekuitas d) Beban pajak e) Suatu jumlah tunggal yang mencakup total dari:
(i) Laba rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan dan (ii) Keuntungan atau kerugian setelah pajak yang diakui dengan pengukuran nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual atau dari pelepasan aset atau kelompok yang dilepaskan dalam rangka operasi yang dihentikan.
f) Laba rugi g) Setiap komponen dari pendapatan komprehensif lain yang
diklasifikasikan sesuai dengan sifat (selain jumlah dalam huruf (h)) h) Bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan joint
ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas dan i) Total laba rugi komprehensif
16
Laporan Perubahan Ekuitas
Menurut informasi di PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan, IAI (2009:36)
menyatakan bahwa:
Entitas menyajikan laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan: a. Total laba rugi komprehensif dalam satu periode, yang menunjukkan secara
terpisah total jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepada kepentingan non pengendali.
b. Untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau penyajian kembali secara retrospektif yang diakui sesuai PSAK 25.
c. Untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada awal dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan masing-perubahan yang timbul dari:
• Laba rugi • Masing-masing pos pendapatan komprehensif lain dan • Transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, yang
menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik dan perubahan hak kepemilikan pada entitas anak yang tidak menyebabkan hilang pengendalian.
II.2.1.1 Pengakuan Unsur Laporan Keuangan
Pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos yang
memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan yang dikemukakan dalam paragraf
berikut dalam neraca atau laporan laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan
pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke
dalam laporan posisi keuangan atau laporan laba rugi.
Menurut IAI (2007), pos yang memenuhi definisi suatu unsur harus diakui kalau:
a) Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut
akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan dan
17
b) Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.
Pengakuan Aset
Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya
di masa depan diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur dengan andal.
Pengakuan Kewajiban
Kewajban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan
kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.
Pengakuan Pendapatan
Pendapatan diakui dalam laporan kinerja kalau kenaikan manfaat ekonomi di
masa depan yang berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi
dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan aset atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih
aset yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul
dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar).
18
Pengakuan Beban
Menurut IAI (2007:17), mendefinisikan beban adalah:
“Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan
yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat
diukur dengan andal.”
Proses biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of costs
with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau
bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau
peristiwa lain yang sama; misalnya, berbagai komponen beban yang membentuk beban
pokok penjualan (cost of goods sold) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan
yang diperoleh dari penjualan barang.
II.2.1.2 Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan
memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam laporan posisi keuangan dan laporan
laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu. Menurut IAI
(2007:18), berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
a) Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang
dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan
untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
b) Biaya kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang
seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang.
19
Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak
didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk
menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
c) Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value). Aset dinyatakan dalam
jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset
dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai
penyelesaian yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang
diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan
usaha normal.
d) Nilai sekarang (present value). Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di
masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat
memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan
sebesar arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai
sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban
dalam pelaksanaan usaha normal.
II.3 Latar Belakang Konvergensi Standar Akuntansi ke International
Financial Reporting Standard (IFRS)
International Accounting Standard Committee (IASC) meluncurkan suatu standar
akuntansi global yang bernama International Accounting Standard (IAS) pada tahun
1973. IAS adalah standar yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat
menjembatani perbedaan-perbedaan antarnegara, dalam perdagangan multinasional. IAS
20
disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu International Accounting Standard
Board (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EU), Organisasi Internasional Pasar Modal
(IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). IASB yang dahulu bernama
Komisi Standar Akuntansi Internasional (IASC), merupakan lembaga independen untuk
menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan untuk mengembangkan dan
mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat
dipahami, dan dapat diperbandingkan.
Kemudian, International Accounting Standard Board (IASB) sebuah dewan standar
independen yang berbasis di London menggantikan IASC dan melakukan beberapa
amandemen terhadap IAS. IASB kemudian meluncurkan standar yang bernama
International Financial Reporting Standard (IFRS). Menurut Kanwil Dirjen
Pembendarahaan (2010), IFRS itu sendiri merupakan:
“IFRS adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan
mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi
keuangan.”
Menurut Kanwil Dirjen Pembendaharaan (2010), tujuan IFRS adalah
memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode
yang dimasukkan dalam laporan keuangan tahunan mengandung informasi
berkualitas tinggi yang:
1. Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode
yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada
IFRS.
21
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para
pengguna.
Menurut Kanwil Dirjen Pembendarahaan (2010) ,manfaat dari adanya suatu standar
global:
- Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal.
- Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik. - Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan
keputusan mengenai merger dan akuisisi. - Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat
disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
Berdasarkan Roy Iman Wirahardja (2009), dengan adanya konvergensi IFRS
memberikan sejumlah manfaat. Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui
pasar modal secara global. d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. e. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, antara lain dengan mengurangi
kesempatan untuk melakukan earning management: 1. Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi cenderung dilarang. 2. Reklasifikasi dari dan ke Fair Value Through Profit or Loss (FVTPL), dilarang. 3. Reklasifikasi dari Loans & Receivable ke Available For Sale, dilarang. 4. Tidak ada lagi extraordinary items.
22
Struktur IFRS terdiri dari:
− International Financial Reporting Standard (IFRS) – berjumlah 8 standar dan
diterbitkan setelah tahun 2001.
− International Accounting Standard (IAS) – berjumlah 29 standar dan diterbitkan
sebelum tahun 2001.
− Interpretasi yang diterbitkan oleh International Financial Reporting
Intepretations Committee (IFRIC) – diterbitkan setelah tahun 2001 yang
berjumlah 16 standar.
− Intepretasi yang diterbitkan oleh Standing Intepretation Commitee (SIC) –
sebelum tahun 2001 dan berjumlah 11 standar. Sumber: scribb.com. Definisi dan
sejarah IFRS. (2009).
Menurut Chairi (2009), secara garis besar dalam standar akuntansi mengatur empat
hal yang paling pokok. Yang pertama berkaitan dengan definisi laporan keuangan atau
informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi utnuk
menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan berdasarkan
klasifikasi aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan, dan biaya. Yang kedua adalah
pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu
elemen laporan keuangan baik pada tanggal transaksi maupun pada tanggal neraca.
Pengukuran atau penilaian bisa berupa pengukuran awal maupun pengukuran lanjutan.
Hal ketiga yang dibuat dalam standar akuntansi adalah pengakuan, yaitu kriteria yang
digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat
disajikan dalam laporan keuangan. Dan yang terakhir adalah penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan
23
jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam
laporan keuangan. Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan sangat penting bagi
para pembaca laporan keuangan agar mereka dapat menilai dan membuat keputusan bagi
kelangsungan usahanya.
Indonesia dalam praktik akuntansinya belum mewajibkan perusahaan-perusahaan
untuk menerapkan IFRS sebagai pedoman standar akuntansi. Namun, PSAK yang telah
direvisi sekarang sudah mengadopsi beberapa standar akuntansi dari IAS maupun
berbasis IFRS. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif
PSAK dan Dewan PSAK merencanakan pada tahun 2012 untuk menerapkan standar
akuntansi yang mendekati konvergensi penuh ke standar IFRS.
Dari perkembangan global yang semakin maju terutama dalam dunia ekonomi
mengharuskan Indonesia untuk menyelesaikan proses konvergensi tersebut bila tidak
ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di
Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DPSAK) tidak dapat terlepas dari
perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh
International Accounting Standard Board (IASB).
II.4 Sejarah Standar Akuntansi yang Terkait Agrikultur
Standar Akuntansi yang diterbitkan di Indonesia terkait dengan agrikultur adalah
PSAK 32: Kehutanan yang terbit pada tahun 1994, dimana PSAK 1994 pertama kali
dibentuk setelah direvisi dari Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1984. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 32, Akuntansi Perusahaan Kehutanan,
24
diadopsi oleh sebuah pertemuan Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 24
Agustus 1994, dan telah disahkan oleh Komite Eksekutif dari Ikatan Akuntan Indonesia
pada tanggal 7 September 1994. Kepatuhan dengan kebijakan yang terkandung dalam
Pernyataan ini tidak wajib dalam hal barang material. PSAK 32 Kehutanan mengatur
akuntansi kehutanan yang disusun dan diberlakukan bagi entitas yang menjalankan satu
atau lebih dari kegiatan pengusahaan hutan. Standar ini berjalan tanpa revisi selama
tahun 1994 – 2007 walaupun PSAK sendiri sudah mengalami revisi sebanyak lima kali
sampai tahun 1 September tahun 2007. Namun, revisi pada tahun 2007, PSAK 32
Kehutanan tersebut dicabut berdasarkan PPSAK no. 1.
Alasan mengapa standar itu dicabut dalam PPSAK no.1 IAI (2009) karena
inkonsistensi antar pengaturan dalam PSAK 32 dan 37 dengan kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan dan PSAK lain, adanya tumpang tindih
dalam pengaturan PSAK 32, dampak dari konvergensi dari standar akuntansi
internasional ke IFRS, dan adanya perubahan konsep atau pertautan dalam PSAK untuk
industri tertentu sehingga pengaturan dalam PSAK tersebut tidak sesuai dengan konsep
atau peraturan yang ada sekarang. Semenjak pencabutan standar tersebut, belum
diterbitkan standar akuntansi kehutanan yang akan dipakai di Indonesia.
Standar akuntansi yang mengatur perlakuan akuntansi kehutanan sudah tidak
berlaku, namun masih ada peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan mengenai
“Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan
(DOLAPKEU-PHP2H)”. Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia nomor P69/Menhut II/2009. Karena tidak adanya standar akuntansi
25
yang mengatur tentang industri agrikultur di Indonesia, konvergensi IAS 41: Agriculture
menjadi agenda kerja yang segera diadopsi pada tahun 2011 ini.
Badan Pengawas Pasar Modal di Indonesia mengeluarkan suatu standar yang
berkaitan dengan industri perkebunan bagi perusahaan publik pada tanggal 27 Desember
2002. Standar tersebut dinamakan “Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan”. Tujuan Bapepam
membuat standar ini untuk dijadikan panduan penyajian dan pengungkapan yang
terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan penuh (full
disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang
memadai bagi pengguna informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan Emiten
atau Perusahaan Publik. Pedoman ini dibuat oleh Bapepam untuk Emiten atau
Perusahaan publik yang aktivitas utamanya adalah industri perkebunan dan tidak
mempunyai anak perusahaan untuk dikonsolidasikan. Dalam penyusunan pedoman ini
untuk industri perkebunan, menurut Bapepam (2002:3), acuan-acuan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang berhubungan dengan akuntansi dan pelaporan keuangan.
2. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, Penyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
3. International Accounting Standard (IAS). 4. Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan keuangan. 5. Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, kesepakatan antar negara,
kebiasaan industri yang baru, dan standar akuntansi negara lain. Di dalam standar ini mengatur bagaimana penyajian dan pengungkapan untuk
aset biolojik berupa tanaman dan jenis-jenisnya. Dengan kaitannya dengan penelitian
ini, aset biolojik berupa kelapa sawit yang tergolong tanaman nonholtikultura dan
26
tanaman keras. Perlakuan akuntansi dalam standar ini ada dalam pos Tanaman
Perkebunan dalam golongan aset tetap dalam laporan keuangan yang berupa neraca.
Menurut Bapepam (2002:20), karakteristik tanaman perkebunan dalam standar ini
adalah:
• Tanaman telah menghasilkan Pos ini merupakan tanaman keras dan yang dapat dipanen lebih dari satu kali yang telah menghasilkan secara komersial. Tanaman yang dicatat sebesar biaya perolehannya yaitu, semua biaya-biaya yang dikeluarkan sampai tanaman tersebut menghasilkan. Tanaman telah menghasilkan disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi deplesi.
• Tanaman belum menghasilkan Pos ini merupakan tanaman yang belum menghasilkan dan dapat dipanen lebih dari satu kali. Tanaman belum menghasilkan dicatat sebesar biaya-biaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk menghasilkan secara komersial. Biaya tersebut antara lain terdiri dari biaya persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan kapitalisasi biaya pinjaman yang dipakai dalam pendanaan. Pada saat tanaman siap untuk menghasilkan maka direklasifikasi menjadi tanaman telah menghasilkan.
II.4.1 IAS 41: Agriculture
Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Aset Biolojik
Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan dari aset biolojik diatur di dalam
standar keuangan internasional, yaitu IAS 41: Agriculture yang berasal. Tujuan dari IAS
41 ini adalah untuk menetapkan standar akuntansi untuk kegiatan pertanian –
pengelolaan transformasi biolojik yang melibatkan aset biolojik ke dalam hasil
pertanian. Adanya aktivitas agrikultur dari manajemen dari sebuah entitas melibatkan
transformasi biolojik dan panen dari aset biolojik untuk dijual atau dikonversikan
menjadi produk agrikultural atau menjadi aset biolojik tambahan. Di dalam IAS 41,
IASCF (2009: A979), pengertian aset biolojik itu sendiri adalah tanaman atau hewan
27
yang hidup. Produk agrikultural adalah produk yang sudah dipanen dari aset biolojik
entitas perusahaan. Transformasi biolojik mencakup proses pertumbuhan, degenerasi,
produksi, dan prokreasi yang menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif
dalam aset biolojik. Cost to sell yang akan dijadikan patokan penjualan adalah biaya-
biaya yang dapat ditelusuri terhadap pembuangan suatu aset, tidak termasuk biaya
keuangan dan income taxes.
PT Dinamika Cipta Sentosa mempunyai aset biolojik yang berupa pohon kelapa
sawit yang akan menghasilkan tandan buah segar kelapa sawit dimana nantinya setelah
pengolahan di pabrik akan menghasilkan produk agrikultural, yaitu minyak kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit ini akan dijual dan merupakan penghasilan utama dari perusahaan.
Pohon kelapa sawit ini yang masih berupa aset biolojik harus diklasifikasikan
pencatatannya menurut masa pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasinya.
Pengakuan awal (initial recognition) aset biolojik dalam IAS 41: Agriculture
berbunyi yang diambil dari IASCF (2009: A980):
An entity shall recognise a biological asset or agricultural produce when , and only when: a) The entity controls the asset as a result of past event. b) It is probable that future economic benefits associated with the asset will flow
to the entity. c) The fair value of the asset can be measure reliably.
Pengukuran
Menurut IASCF (2009), suatu aset biolojik baru akan diukur dalam pengakuan
awal pada akhir dalam periode pelaporan pada nilai wajar yang akan dikurangi oleh
biaya penjualan, namun terkecuali terhadap kasus dimana pengukuran nilai wajar tidak
bisa diandalkan. Perlakuan untuk pengukuran produk agrikultural yang baru dipanen
28
dari aset biolojik entitas diukur pada nilai wajar dikurangi oleh biaya penjualan pada saat
baru dipanen. Pengukuran untuk aset biolojik maupun produk agrikultural terlihat sama,
dimana nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan, namun biaya penjualan yang akan
dihitung berbeda tergantung aktivitasnya begitu juga dengan harga nilai wajar untuk
masing-masing berbeda. Nilai wajar untuk aset biolojik dan produk agrikultural bisa
dilihat dengan mengelompokkan aset biolojik dan produk agrikultural menurut
atributnya masing-masing. Misalnya, berdasarkan umur atau kualitas.
Entitas seringkali membuat kontrak untuk menjual aset biolojiknya maupun produk
agrikultural pada periode masa depan. Harga kontrak tersebut tidak bisa dijadikan angka
yang relevan bagi penetapan nilai wajar karena nilai wajar merefleksikan harga pasar
sekarang dimana pembeli dan penjual bertemu/setuju dalam suatu transaksi. Sebagai
hasilnya, nilai wajar dari aset biolojik dan produk agrikultural tidak bisa disesuaikan
karena adanya kontrak tersebut. Beda halnya apabila ada pasar aktif yang eksis untuk
aset biolojik dan produk agrikultur dalam kondisi dan lokasi saat ini, maka harga kuota
pasar tersebut bisa dijadikan dasar dari nilai wajar aset. Namun, ada beberapa kondisi
yang tidak memungkinkan memakai nilai harga pasar. Bila harga nilai wajar tidak dapat
diandalkan, maka aset biolojik diukur dalam harga pembeliannya dikurangi akumulasi
depresiasi dan akumulasi impairment loss.
Dalam pengakuan dan pengukuran dari aset biolojik, ada gain and losses (untung
dan rugi) yang mungkin terjadi akibat transparansi. Gain atau loss terjadi pada saat
pengakuan awal dari aset biolojik pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan dan dari
perubahan pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan dari aset biolojik tersebut
disajikan pada laporan keuangan laba/rugi di saat periode berjalan. Rugi maupun untung
29
juga bisa terjadi pada saat pengakuan awal dari produk agrikultural pada harga nilai
wajar dikurangi biaya penjualan disajikan di laporan rugi/laba (statement of financial
performance). Rugi ataupun untung yang terjadi pada pengakuan awal dari produk
agrikultural adalah hasil dari panen.
Pengungkapan
Menurut IASCF (2009), entitas akan mengungkapkan untung atau rugi (gain or
loss) yang terjadi selama periode berjalan pada pengakuan awal dari aset biolojik dan
produk agrikultural dan yang berasal dari perubahan dari nilai wajar dikurangi biaya
penjualan dari aset biolojik. Selain itu, sebuah entitas harus menyediakan sebuah
deskripsi dari masing-masing kelompok dari aset biolojik. Dengan adanya masing-
masing kelompok dari aset biolojik, dibedakan antara tanaman yang consumable dan
bearer aset biolojik atau diantara tanaman dewasa (tanaman menghasilkan) dan tanaman
belum menghasilkan. Sebagai contohnya, sebuah entitas dapat mengungkapkan harga
perolehan (carrying amounts) dari aset biolojik yang dikonsumsi dan bearer dari aset
biolojik. Dan juga, entitas dapat mengungkapkan harga perolehan (carrying amounts)
dari aset biolojik yang dikonsumsi dan bearer dari aset biolojik. Perbedaan tersebut
dapat memberikan informasi dalam penilaian dari penentuan waktu untuk arus kas masa
depan.
Aset biolojik yang dapat dikonsumsi adalah tanaman yang sudah bisa dipanen
sebagai produk agrikultural atau dijual sebagai aset biolojik. Contohnya adalah hewan
yang diambil dagingnya, peternakan ikan, tanaman seperti gandum, dll. Bearer aset
30
biolojik adalah aset biolojik selain yang dikonsumsi, biasanya merupakan aset yang self-
regenerating. Contohnya adalah pohon buah, perkebunan anggur, dll.
Entitas harus mengungkapkan metode dan asumsi yang dipakai dalam
menentukan nilai wajar dari setiap kelompok produk agrikultural pada saat panen dan
setiap kelompok dari aset biolojik. Entitas juga harus mengungkapkan nilai wajar
dikurangi oleh biaya penjualan dari produk agrikultural yang panen pada periode
tersebut, pada saat masa panen. Menurut IASCF (2009: A985), setiap entitas diharuskan
untuk mengungkapkan:
a) The existence and carrying amounts of biological asset whose title is restricted and the carrying amounts of biological assets pledged as security for liabilities.
b) The amounts for commitments for development or acquisition of biological asset, and
c) Financial risk management strategies related to agricultural activity. Entitas menampilkan rekonsiliasi dari perubahan dalam harga bawaan (carrying
amounts) dari aset biolojik diantara awal dan akhir dari periode berjalan.Menurut IASCF
(2009), rekonsiliasi tersebut termasuk:
a) The gain or loss arising from changes in fair value less cost to sell. b) Increase due to purchases. c) Decreases attributable to sales and biological asset classified as held for sale. d) Decreases due to harvest. e) Increases resulting from business combinations. f) Net exchange differences arising on the translation of financial statements into a
different presentation currency, and on the translation of a foreign operation into the presentation currency of the reporting entity, and
g) Other changes.
Harga nilai wajar dikurangi biaya penjualan dari aset biolojik dapat berubah dari
fisik maupun perubahan harga di pasar. Oleh karena itu, dibuat pengungkapan yang
dipisah dari perubahan fisik dan harga untuk menunjukkan kinerja periode berjalan dan
31
prospek masa depan, apabila siklus produksinya lebih dari satu tahun. Transformasi
biolojik yang berdampak pada perubahan fisik - seperti pertumbuhan, degenerasi,
produksi, dan prokreasi, masing-masing bisa diobservasi dan diukur. Masing-masing
dari perubahan fisik tersebut mempunyai hubungan langsung terhadap keuntungan
ekonomi masa depan.
II.4.2 Akuntansi untuk Aktivitas Agrikultur Berdasarkan IFRS Vs U.S GAAP
Standar akuntansi yang dipakai di Indonesia mengenai aktivitas agribisnis, yaitu
PSAK 32 yang telah dicabut tahun 2007 silam. Karena PSAK 32 lalu diterbitkan
berdasarkan adaptasi dari U.S GAAP dan sekarang Indonesia melakukan perubahan
konvergensi ke IFRS maka, ada perbedaan dalam perlakuan akuntansi berdasarkan dua
standar tersebut. Standar IAS 41: Agriculture adalah standar yang tidak ekuivalen
dengan U.S GAAP. Berdasarkan U.S GAAP, biaya historis yang biasanya dijadikan
dasar dari akuntansinya sedangkan IFRS menggunakan nilai wajar. Tabel berikut ini
yang membedakan aset biolojik (hewan atau tanaman hidup) dan produk agrikultur
(hasil panen dari aset biolojik tersebut).
32
Tabel II.1 Contoh Aset Biolojik, Produk Agrikultur, dan Produk yang
Dihasilkan Setelah Panen.
Biological Asset (dibawah batasan IAS 41)
Agricultural Produce (dibawah batasan IAS 41)
Products that are the result of processing after harvest.
Domba Wol Yarn, karpet
Pohon – pohon di perhutanan
Pohon yang ditebang Log (balok kayu), dll
Tanaman Katun Baju, benang
Peternakan sapi Susu Keju
Babi Daging Sosis, ham
Perkebunan Daun Teh, tembakau
Kebun anggur Anggur Wine
Pohon buah Buah yang dipetik Buah yang diproses
Sumber: IASCF (2009)
Dalam standar IFRS, aset biolojik diukur berdasarkan pengakuan awal dan pada
akhir dari periode pelaporan pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan (less cost to
sell). Produk agrikultur sendiri diukur berdsarkan nilai wajar dan dikurangi biaya
penjualan pada saat panen. Pengukuran semacam itu menjadi biaya pada tanggal tertentu
apabila IAS 2: Persediaan atau standar lain diaplikasikan. Gains and loss yang didapat
sebagai hasil dari perubahan dalam nilai wajar diakui pada periode dimana mereka
muncul. Penggunaan hasil dari nilai wajar dari manfaat diakui langsung saat terjadi.
Dibawah model biaya historis, manfaat tidak diakui sampai tanggal panen atau saat
penjualan, dimana pada industri tertentu seperti perhutanan, diakui bisa beberapa tahun
setelah penanaman.