bab ii landasan teori -...

12
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Representasi Representasi yaitu bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apa pun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Representasi juga menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2005:113). Stuart Hall mengatakan bahwa representation is the production of meaning through language (Hall, 1997: 28). Representasi adalah produksi dari makna bahasa, yang mana representasi membentuk argumen, menggunakan tanda-tanda yang diorganisasikan ke dalam bahasa-bahasa dari berbagai jenis untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan makna tersebut kepada khalayak. Media sebagai alat komunikasi massa yang sangat efektif melakukan perubahan yang signifikan pada sebuah ruang lingkup publik. Maka dengan itu para pelaku media sangat dituntut untuk memberikan penyajian suatu pesan yang jelas kepada publik, meski tidak menutup kemungkinan ada kesalahpahaman atau ketidaktepatan dalam penyampaiannya pada kelompok-kelompok tertentu. Dengan realitas media inilah yang sering disebut representasi. Representasi bukan penjiplakan atas kenyataan yang sesungguhnya, representasi adalah ekspresi estetis, rekonstruksi dari situasi sesungguhnya (Barker, 2005: 104). Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa dalam suatu media dapat mengungkapkan suatu peristiwa yang pada dasarnya adalah merekonstruksi realitas. Oleh karena itu dalam menciptakan suatu peristiwa bisa dikatakan bahwa isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Seperti yang disebutkan oleh Barker bahwa representasi adalah bagaimana dunia dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita (Barker, 2005: 9).

Upload: phamhanh

Post on 01-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Representasi

Representasi yaitu bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi,

keadaan, atau apa pun ditampilkan dan digambarkan dalam teks.

Representasi juga menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok,

gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto,

2005:113). Stuart Hall mengatakan bahwa representation is the production

of meaning through language (Hall, 1997: 28). Representasi adalah

produksi dari makna bahasa, yang mana representasi membentuk argumen,

menggunakan tanda-tanda yang diorganisasikan ke dalam bahasa-bahasa

dari berbagai jenis untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan makna

tersebut kepada khalayak.

Media sebagai alat komunikasi massa yang sangat efektif

melakukan perubahan yang signifikan pada sebuah ruang lingkup publik.

Maka dengan itu para pelaku media sangat dituntut untuk memberikan

penyajian suatu pesan yang jelas kepada publik, meski tidak menutup

kemungkinan ada kesalahpahaman atau ketidaktepatan dalam

penyampaiannya pada kelompok-kelompok tertentu. Dengan realitas media

inilah yang sering disebut representasi. Representasi bukan penjiplakan atas

kenyataan yang sesungguhnya, representasi adalah ekspresi estetis,

rekonstruksi dari situasi sesungguhnya (Barker, 2005: 104).

Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa dalam suatu media

dapat mengungkapkan suatu peristiwa yang pada dasarnya adalah

merekonstruksi realitas. Oleh karena itu dalam menciptakan suatu peristiwa

bisa dikatakan bahwa isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan.

Seperti yang disebutkan oleh Barker bahwa representasi adalah bagaimana

dunia dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita

(Barker, 2005: 9).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

10

2.2 Identitas

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang

berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu

keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu

yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang

menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau

dua kelompok atau benda; (4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi

diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk

memahami identitas dengan kata “identik”, misalnya menyatakan bahwa

“sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain (Liliweri, 2007:69).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa identitas adalah

simbolisasi ciri khas yang mengandung diferensiasi dan mewakili citra

sesuatu. Identitas sendiri dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu : identitas

budaya, identitas sosial, dan identitas diri atau pribadi (Liliweri, 2007:95).

1) Identitas Budaya

Identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena seseorang itu

merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu, itu meliputi

pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa,

agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan.

2) Identitas Sosial

Pengertian identitas harus berdasarkan pada pemahaman tindakan

manusia dalam konteks sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan

perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara

bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakanmu

dengan orang lain. Menurut Sherman dalam Baron dan Byne (2003),

setiap orang berusaha membangun sebuah identitas social (social

identity), sebuah representasi diri yang membantu kita

mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan siapa diri kita. Dengan

mengetahui siapa diri kita, kita akan dapat mengetahui siapa diri (Self)

dan siapa yang lain (Others).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

11

3) Identitas Pribadi

Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu kesadaran akan

kesatuan dan kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik yang

memelihara kesinambungan arti masa lampaunya sendiri bagi diri

sendiri dan orang lain; kesatuan dan kesinambungan yang

mengintegrasikan semua gambaran diri, baik yang diterima dari orang

lain maupun yang diimajinasikan sendiri tentang apa dan siapa dirinya

serta apa yang dapat dibuatnya dalam hubungan dengan diri sendiri dan

orang lain. Identitas diri seseorang juga dapat dipahami sebagai

keseluruhan ciri-ciri fisik, disposisi yang dianut dan diyakininya serta

daya-daya kemampuan yang dimilikinya. Kesemuanya merupakan

kekhasan yang membedakan orang tersebut dari orang lain dan sekaligus

merupakan integrasi tahap-tahap perkembangan yang telah dilalui

sebelumnya. Identitas personal didasarkan pada keunikan karakteristik

pribadi seseorang. Perilaku budaya, suara, gerak-gerik anggota tubuh,

warna pakaian, dan guntingan rambut menunjukkan ciri khas seseorang

yang tidak dimiliki orang lain.

Sedangkan dalam pembentukan identitas menurut paradigma

modernitas yang digagas oleh Stuart Hall dalam Hariyadi (2010:9),

identitas merupakan sebuah proses konstruksi yang selalu berkelanjutan

dan tidak akan pernah selesai. Hall menyebut konsep identitas sebagai

suatu hal yang menjadi (becoming) ketimbang proses terjadi (being).

Identitas melibatkan cara kerja representasi dalam mengkonstruksi

identitas itu sendiri, maka identitas bukanlah sebuah tanda identikkan,

melainkan tidak lebih merupakan suatu produk penandaan. Sedangkan

feminisme poststrukturalis, meyakini bahwa identitas dan kategori yang

ajeg bersifat problematik dan bahwa perempuan adalah penanda makna

yang terus menerus berubah. Dengan memahami bahwa “subjek”

dikonstruksi berdasarkan ide-ide atau wacana tertentu, feminisme

poststruktural menganggap bahwa identitas perempuan bersifat cair

(Prabasmoro, 2007:41). Oleh karena itu, definisi perempuan akan terus

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

12

berubah seiring berkembangnya wacana sosial dan budaya di dalam

masyarakat.

2.3 Jilbab Sebagai Identitas Perempuan Muslim

Seorang perempuan muslim atau muslimah adalah seorang

perempuan yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan keimanannya

itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diwujudkan dengan

perbuatan sehari-hari. Dan pengalaman dari keimanan ini adalah dengan

menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Salah satu perintah yang wajib dijalani bagi perempuan muslim adalah

menutup aurat, yaitu dengan cara mengenakan jilbab.

قل للمؤمنات ي غ ضضن من أبصارهن ويفظن ف روجهن ول ي بدين

ها زينت هن إل ما ظهر من

"“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah

mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan

janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali

yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nuur: 31).

Pengertian jilbab berbeda dengan pengertian kerudung. Kerudung

merupakan sebuah kain yang digunakan untuk menutupi kepala, leher,

hingga dada saja. Sedangkan pemakaian jilbab meliputi keseluruhan

pakaian yang menutupi kepala hingga kaki, kecuali wajah dan telapak

tangan hingga pergelangan tangan. Maka dari itu, seorang perempuan yang

mengenakan jilbab pasti berkerudung tetapi perempuan berkerudung belum

tentu berjilbab.

Ketaatan perempuan muslim menjalankan perintah Allah dengan

memakai jilbab, kini jilbab diidentikkan dengan Islam dan perempuan

muslim. Hal ini juga dikarenakan firman Allah yang menyatakan bahwa

jilbab memang digunakan agar muslim mudah dikenal dan terlindungi.

Sehingga menjadikannya sebagai identitas muslim.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

13

ا أي ها النب قل لزواجك وب ناتك ونساء المؤمنني يد عليهن نني

من جلبيبهن ذلك أدن أن ي عرفن فل ي ؤذين وكان الله غفورا رحيما“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak

perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah

mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“.

Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk

dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah

adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al

Ahzab: 59).

Selain itu, menurut Yuyun W.I Surya menjelaskan bahwa

perempuan berjilbab adalah image yang mengacu pada tipifikasi Islam.

Jilbab bagi perempuan Islam bukan hanya sekedar image of fashion, namun

lebih dari itu juga merujuk pada fungsi penanda sosio-kultural dan

memiliki signifikansi politik. Miriam Cooke (dalam Arimbi, 2002)

menegaskan melalui tulisannya:

“All of these [veiled] women represent something other than

themselves. On the one hand, the domestic prisoners stand

for the local patriarchy with its accoutrements of privilege

dependent on the control of women…”

Kehadiran dan penggunaan jilbab dalam cara berpakaian di antara

perempuan Islam merupakan hal yang relatif baru di Indonesia. Brenner

(dalam Washburn, 2001: 111) berpendapat bahwa jilbab di Indonesia

adalah fenomena yang kompleks dan merupakan peristiwa yang tidak

hanya sekedar membangkitkan kembali norma tradisi lokal namun juga

lambang identifikasi perempuan Islam di Indonesia dengan umat islam di

negara lain, termasuk di dalamnya penolakan terhadap hegemoni barat

paling tidak dalam hal berpakaian. Bagi perempuan Indonesia sendiri,

memakai jilbab berarti tidak boleh bergaul bebas, harus taat kepada agama,

tidak boleh tertawa keras, tidak boleh bergosip, harus sopan atau menata

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

14

tingkah lakunya, atau dengan kata lain memiliki peran perempuan yang

benar. Dengan demikian, identitas jilbab dan interpretasinya yang sangat

beragam mampu membantu perempuan untuk menegosiasikan peran

gendernya.

2.4 Fashion Hijab dalam Modernitas

Secara etimologi fashion berasal dari bahasa Latin, factio, yang

berarti membuat atau melakukan (dan dari kata inilah diperoleh kata faksi,

yang memiliki arti politis), facere yang artinya membuat atau melakukan.

Karena itu, arti asli fashion mengacu pada kegiatan; fashion merupakan

sesuatu yang dilakukan seseorang, tak seperti dewasa ini yang memaknai

fashion sebagai sesuatu yang melulu dikenakan seseorang (Barnard,

2011:11).

Fashion merupakan isu penting yang mencirikan pengalaman hidup

sosial. Oleh karena itu, fashion memiliki beberapa fungsi. Salah satunya

adalah sebagai sarana komunikasi, fashion bisa menyampaikan pesan

artifaktual yang bersifat non-verbal. Fashion bisa merefleksikan,

meneguhkan, mengekpresikan suasana hati seseorang. Fashion memiliki

suatu fungsi kesopanan (modesty function) dan daya tarik. Sebagai

fenomena budaya, fashion sesungguhnya bisa berucap banyak tentang

identitas pemakainya. Fashion juga dapat digunakan untuk menunjukkan

nilai sosial dan status, karena orang bisa membuat kesimpulan tentang siapa

anda, kelompok sosial mana anda, melalui medium fashion (Barnard, 2011:

100).

Fashion mampu menawarkan model-model dan bahan untuk

membangun identitas. Masyarakat tradisional memiliki peran sosial dan

kode-kode aturan yang relatif baku, sehingga pakaian dan penampilan

seseorang secara langsung menunjukkan kelas sosial, profesi, dan

statusnya. Identitas dalam masyarakat tradisional biasanya ditentukan oleh

kelahiran, pernikahan, serta keahlian, dan daftar peran yang ada dibatasi

seketat mungkin.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

15

Lain halnya di dalam modernitas, fashion adalah konstituen penting

identitas seseorang, yang membantu menentukan bagaimana ia dikenali dan

diterima (Wilson 1985; Ewen 1988). Fashion memiliki menawarkan

pilihan pakaian, gaya, dan citra yang dengannya seseorang dapat

menciptakan identitas pribadi. Di satu sisi, fashion adalah fitur konstituen

modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai oleh inovasi

terus menerus, penghancuran yang tanda penciptaan yang baru (Berman:

1982). Fashion sendiri dianggap sebagai sumber penciptaan citarasa, gaya,

pakaian, dan perilaku baru. Tentu saja, Fashion dalam masyarakat modern

dibatasi oleh kode-kode gender, realitas ekonomi, dan kekuatan

konformitas sosial yang terus mendikte apa yang boleh dan tidak boleh

dipakai, apa yang mungkin dan tidak mungkin.

Begitu pula yang terjadi pada jilbab di Indonesia. Dalam

perkembangannya, jilbab perempuan muslim Indonesia mengalami

perubahan beriringan dengan modernitas dan munculnya komunitas jilbab

yang membawa identitas Islam. Jilbab menjadi pakaian yang dapat

disesuaikan dengan perkembangan fashion yang terkadang dalam

penciptaannya lepas dari aspek syari’at. Barnard menyatakan bahwa

fashion merupakan fenomena kultural yang digunakan kelompok untuk

mengkontruksi dan mengkomunikasikan identitasnya. Dengan demikian

dalam fashion, jilbab selalu berubah dan akan ditinggalkan bila tidak lagi

up to date.

Perubahan pemakaian jilbab ini dinamakan dengan hijab. Pada

dasarnya pengertian jilbab dengan hijab adalah sama yaitu penutup aurat.

Hijab berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi, dengan kata lain al-

Hijab adalah benda yang menutupi sesuatu. Namun perbedaannya adalah

hijab menutup aurat dengan sedikit luput dari syarat syariah karena lebih

mengutamakan perkembangan jaman dan fashion. Fashion hijab sekarang

ini memang sedang menjadi tren di kalangan muslim. Hal ini karena hijab

mampu menawarkan fashion dengan tidak mengesampingkan nilai

keagamaan di tengah modernitas.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

16

2.5 Islam dan Gender

Dalam Islam, tidak sebagaimana pemahaman yang selama ini

diwacanakan dalam masyarakat, perempuan dilindungi hak-haknya dan

mendapatkan perlakuan yang adil. Bano (2003: 12) lebih lanjut menyatakan

bahwa Islam menciptakan lingkungan dimana apapun posisi perempuan,

mereka akan mendapatkan harga diri dan kehormatannya.

Masyarakat telah sekian lama terekspos oleh pencitraan Islam yang

sangat tidak bersahabat terhadap perempuan. Wacana yang sangat bias

gender dan stereotip, seperti perempuan yang tidak memiliki hak yang

setara dengan laki -laki, perempuan tidak diperbolehkan menjadi pemimpin

dan sebagainya, menjadikan Islam sebagai agama yang diskriminatif

terhadap perempuan. Sementara tak satupun teks dalam Al Qur’an yang

menyebutkan perempuan harus mendapatkan perlakuan yang berbeda

dengan laki -laki, sebagaimana tersebut dalam QS Al Hujurat ayat 13.

Islam semestinya dipahami sebagai sebuah ajaran moral dan ritual yang

diturunkan sebagai rahmat pada semesta (dan termasuk di dalamnya adalah

perempuan).

Stowasser (1998) menyatakan bahwa saat ini terdapat interpretasi

kontemporer terhadap teks Al Qur’an, dengan menggunakan pendekatan

metodologis yang belum pernah digunakan sebelumnya - hermeneutics

yang memperhatikan tiga aspek untuk memahami teks yakni konteks,

komposisi gramatikal serta keseluruhan teks (Rahman, 1982; Wadud 1999;

Barlas 2002 dalam Munir), berkaitan dengan paradigma Islam kontemporer

dalam isu gender. Tidak sebagaimana paradigma Islam klasik, paradigma

modernis dan reformis ditandai dengan keterlibatan modernis Quranic

scholars seperti feminists, linguists, cultural anthropologists, philosophers

dan juga sociologists dalam membedah otentisitas teks Qur’an dalam

membahas isu gender (Stowasser, 1998: 44). Hal ini berdampak positif bagi

image perempuan muslim terutama berkaitan dengan permasalahan status,

posisi dalam masyarakat serta relasinya dengan laki -laki.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

17

2.6 Semiotika Umberto Eco

Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti

tanda. Semiotika adalah cabang yang berkaitan dengan pengkajian tanda

dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda

dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993:1). Semiotika

adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara

berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan

penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest, 1996:5).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda

(Sobur, 2004:15). Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan

secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda

verbal maupun non verbal (Ratna, 2004:105)

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa semiotika

merupakan pendekatan yang membicarakan mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan sistem tanda. Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri

pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada

sesuatu, dengan memakai segala apapun yang dapat dipakai untuk

mengartikan sesuatu hal lainnya (Berger, 2005:1). Tanda adalah perangkat

yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-

tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah

Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify)

dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to

communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya

membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak

berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur tanda.

(Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53 dalam Sobur, 2004:15).

Umberto Eco merupakan salah satu tokoh semiotika yang juga

merupakan seorang filsof dan novelis berkebangsaan Italia. Semiotika

Umberto Eco merupakan bidang kajian semiotika secara umum (general

semiotic theory) yang mampu menjelaskan semua permasalahan fungsi

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

18

tanda (sign-fuction) berdasarkan sistem hubungan antar unsur yang terdiri

atas satu kode atau lebih. Fungsi tanda memiliki isi yang beragam. Selain

itu, fungsi tanda merupakan interaksi dengan berbagai norma budaya yang

berbeda-beda dapat memberikan macam-macam konotasi terhadap norma

tertentu. Hal ini merupakan suatu bentuk semiosis yang tak terbatas,

dimana setiap proses sangat berkaitan dengan kedudukan pembaca dalam

menafsirkan suatu tanda.

Umberto Eco berpendapat bahwa semiotika berurusan dengan

segala sesuatu yang bisa dipandang sebagai tanda. Sebuah tanda adalah

segala sesuatu yang dapat dipakai pengganti sesuatu yang lain secara

signifikan. Sesuatu yang lain tidak perlu benar-benar eksis atau berada di

suatu tempat agar tanda dapat menggantikannya. Oleh karena itu, semiotika

secara prinsipil adalah disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk berbohong. Jika sesuatu tidak dapat digunakan untuk

mengekspresikan kebohongan, maka dia juga tidak bisa dipakai untuk

mengatakan apa-apa (kebenaran) (Eco, 2009:7).

Selain itu, Umberto Eco didalam buku Tamasya Dalam

Hiperrealitas (2004) juga menjelaskan tentang hiperrealitas dalam

semiotika. Ia menggunakan istilah-istilah copy, replica, replication,

imitation, likeness, dan reproduction untuk menjelaskan apa yang

disebutnya hiperrealitas. Bagi Eco, hiperrealitas adalah segala sesuatu yang

merupakan replikasi, salinan, atau imitasi dari unsur-unsur masa lalu, yang

dihadirkan didalam konteks masa kini sebagai sebuah nostalgia. Jadi, Eco

lebih melihat hiperrialitas sebagai persoalan penjarakan (distinction), yaitu

obsesi mengahadirkan masa lalu yang telah musnah, hilang, kabur dalam

rangka melestarikan bukti-buktinya, dengan menghadirkan replika, tiruan,

salinan, dan imitasinya. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah

ketika masa lalu tersebut dihadirkan kedalam konteks masa kini, maka ia

kehilangan kontak dengan realitas, dengan pengertian ia bisa tampak

“(seakan-akan) lebih nyata dari kenyataan” yang disalinnya., lebih sejati

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

19

dari model yang ditirunya, sehingga menciptakan sebuah kondisi

“meleburnya salinan (copy) dan aslinya (original).

Dalam bukunya, Theories of Human Communication, Stephen W.

Littlejohn menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotika yang

menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif

dan kontemporer (Littlejohn, 1996:71). Menurutnya, teori Eco penting

karena ia mengintergrasikan teori-teori semiotika sebelumnya dan

membawa pemikiran semiotika yang lebih mendalam.

2.7 Kerangka Pikir

Hijab merupakan salah satu perangkat keagamaan didalam Islam.

Perkembangan hijab yang cukup pesat menjadikannya sebuah trend

dikalangan muslimah. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh media,

Grand Final Sunsilk Hijab

Hunt 2015 di Trans7

Analisis Semiotika

Representasi Identitas

Perempuan Muslim

Kategori :

- Cantik

- Pintar

- Berbakat

Agama Islam

(Trend Hijab) Televisi

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11719/2/T1_362012030_BAB II... · modernitas, yang ditafsirkan sebagai era sejarah yang ditandai

20

terutama televisi untuk membuat program yang berhubungan dengan hijab.

Hal tersebut juga dilakukan oleh Trans7 dengan membuat program acara

bertajuk Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015. Program tersebut telah

melalui serangkaian tahap hingga akhirnya malam grandfinal ditayangkan

secara live.

Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 merupakan tahap akhir

pencarian icon muslimah. Program acara tersebut selanjutnya dianalisis

menggunakan semiotika, khususnya semiotika Umberto Eco. Representasi

identitas perempuan muslimah tersebut dianalisis dengan semiotika

Umberto Eco yang berdasarkan pada kategori dalam Grand Final Sunsilk

Hijab Hunt 2015 yaitu, cantik, berbakat, dan cerdas. Metode semiotika

dipilih untuk mendapat pemahaman makna sehingga dapat melihat

representasi perempuan muslimah. Semiotika Umberto Eco merupakan

kajian semiotika yang komprehensif dan kontemporer serta mampu

menghasilkan kajian analisis yang lebih mendalam dari teori semiotika

sebelumnya.