bab ii landasan teori dan penengembangan hipotesis a ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4407/3/bab...
TRANSCRIPT
15
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Investasi
Pada dasarnya investasi memiliki hubungan dengan aktivitas
konsumsi. Dimana penundaan aktivitas konsumsi pada saat ini dapat
diartikan sebagai investasi untuk aktivitas konsumsi di masa yang akan
datang. Pengertian investasi yang lebih luas membutuhkan waktu untuk
produksi yang efisien dimana suatu unit konsumsi yang di tunda sekarang
akan menghasilkan lebih dari satu unit konsumsi di masa mendatang.
Menurut Eduardus Tandelilin (2007: 3) investasi adalah komitmen
atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini,
dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan
datang. Menurut Jogiyanto (2010: 5) mendefinisikan investasi sebagai
penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang
efisien selama periode waktu tertentu.
Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut sebagai investor.
Investor pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu investor
individual dan investor institusional. Investor individual terdiri daru
individu perorangan yang melakukan aktivitas investasi, sedangkan
investor institusional terdiri dari instansi swasta maupun pemerintah dan
lembaga keuangan.
16
Menurut Jogiyanto (2010: 7-11) mengklasifikasikan aktivitas
investasi keungan menjadi dua tipe, yaitu:
a. Investasi Langsung
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktivitas
keuangan yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (money market),
pasar modal (capital market), atau pasar turunan (derivative market).
Aktiva yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (money market)
berupa aktiva yang mempunyai risiko gagal kecil, jatuh temponya
pendek dengan tingkat cair yang tinggi. Contoh aktiva ini dapat
berupa Treasure-bill (T-bill) dan sertifikat deposito yang dapat
dinegosiasi. Aktiva yang dapat diperjual-belikan di pasar modal
(capital market) memiliki investasi jangka panjang berupa surat-surat
berharga pendapatan tetap (fixed income securitties) dan saham-saham
(equity securities). Opsi dan futures contract merupakan surat
berharga yang diperdagangkan di pasar turunan (derivative market).
Investasi riil (real assets) merupakan aktiva berwujud atau asset nyata
seperti rumah, tanah emasmesin dan lain-lain. Investasi langsung tidak
hanya dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat
diperjual-belikan, namun dapat juga dilakukan dengan membeli aktiva
keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan berupa tabungan, giro
dan sertifikat deposito.
17
b. Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung dapat dilakukan dengan membeli surat-
surat berharga dari perusahaan investasi. Perusahaan investasi
menyediakan jasa keuangan dengan menjual saham yang dimiliki ke
publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke
dalam portofolionya. Investasi melalui perusahaan investasi
menawarkan keuntungan tersendiri bagi investor. Hanya dengan
modal yang relatif kecil, investor dapat menikmati keuntungan karena
pembentukan portofolio investsinya. Selain itu, dengan membeli
saham perusahaan investasi, seorang investor tidak mebutuhkan
pengetahuan dan pengalaman investasi yang tinggi. Dengan
pembelian tersebut investor dapat membentuk portofolio investasi
yang optimal.
Tujuan dari aktivitas investasi adalah untuk memperoleh
penghasilan dalam jangka waktu tertentu, menambah modal yang
digunakan dalam aktivitas investasi. Namun semua ini dilakukan
dengan tingkat risiko yang dapat ditolerir. Jika semakin besar manfaat
dari investasi itu, maka semakin besar pula tingkat risiko yang
menyertainya dan begitupun sebaliknya.
Dari dua kemungkinan di atas terdapat pilihan bagi investor
individu maupun investor institusional. Secara sederhana dapat
diartikan investasi merupakan aktivitas menempatkan dana pada satu
atau lebih dari satu aset selama periode tertentu dengan harapan
18
mendapatakan penghasilan atau peningkatan nilai dari dana yang
diinvestasikan. Pembelian saham juga dapat diartikan sebagai
investasi, karena saham dapat memberikan penghasilan atau tingkat
pengembalian (return) baik berupa pendapatan deviden (devidend
yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap
harga beli saham (capital gain).
Untuk menarik penjual dan pembeli untuk berpartisipasi, pasar
modal harus bersifat likuid dan efisien. Suatu pasar modal dikatakan
likuid jika penjual dapat menjual dan pembeli dapat membeli surat-
surat berharga dengan cepat. Pasar modal dikatakan efisien jika dari
surat-surat berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara
akurat. Jika pasar modal efisien, harga dari surat berharga juga
mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba dimasa
mendatang serta kualitas dari manajemennya (Eduardus Tandelin,
2001).
2. Pasar Modal
Berkembangnya suatu perusahaan berimplikasi pada bertambahnya
kebutuhan sumber dana yang semakin besar. Oleh sebab itu, perusahaan
harus lebih giat untuk mencari tambahan sumber dana untuk memenuhi
kebutuhan operasi usaha seiring berkembangnya perusahaan. Salah satu
cara mendapatkan sumber dana dari luar perusahaan adalah melalui pasar
modal.
19
Menurut Samsul (2006: 43) secara umum, pasar modal adalah tempat
atau sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen
keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari 1 (satu) tahun. Pendapat
hampir sama diungkapkan oleh Nor Hadi (2013: 10) yang mendefinisikan
pasar modal sebagai sarana atau wadah untuk mempertemukan antara
penjual dan pembeli instrumen keuangan dalam jangka investasi. Menurut
Husnan (2005: 3) pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai
instrument keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjual-
belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
Pasar modal memiliki peranan penting yaitu sebagai tempat
penyaluran dana dari investor (pihak yang kelebihan dana) kepada
perusahaan (pihak yang kekurangan dana) yang sudah go public. Tanpa
adanya pasar modal, maka akses penyaluran dana tersebut kurang efisien.
Sehingga perusahaan harus menanggung sendiri atas modal yang terus
bertambah seiring berkembangnya perusahaan dan pada akhirnya akan
mengganggu kegiatan perekonomian perusahaan. Melalui mekanisme
yang dimiliki pasar modal, pasar modal juga dapat mengalokasikan dana
yang tersedia kepada pihak yang paling produktif yang dapat
menggunakan dana tersebut, sehingga pasar modal juga dapat berfungsi
untuk mengalokasikan dana secara optimal.
Dari sisi investor, pasar modal mempunyai berbagai pilihan untuk
berinvestasi sesuai dengan preferensi risiko. Tanpa adanya pasar modal,
20
maka para investor hanya bisa menginvestasikan dana mereka ke lembaga
perbankan (selain alternatif investasi pada real assets). Dengan adanya
pasar modal maka para investor memiliki alternatif investasi sesuai dengan
risiko yang tersedia untuk mereka tanggung dan tingkat keuntungan yang
mereka harapkan.
Menurut Samsul (2006: 45) bentuk instrumen di pasar modal disebut
efek, yaitu surat berharga yang berupa saham, oblogasi, bukti right, bukti
waran, dan produk turunan yang biasa disebut derivative. Contoh produk
derivative di pasar modal adalah indeks harga saham dan indeks kurs
obligasi.
Menurut Daryono dkk (2003), pasar modal mempunyai peranan
penting dalam suatu negara, pada dasarnya mempunyai kesamaan antara
satu negara dengan negara lain. Peranan pasar modal dalam suatu
perekonomian negara adalah :
a. Fungsi tabungan (savings function)
Keinginan menabung dipengaruhi oleh kemungkinan rugi akibat
penurunan nilai mata uang, inflasi, resiko hilang dan lain-lain.
Penabung perlu memikirkan alternatif menabung dalam bentuk lain
yaitu investasi. Surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal
memberi jalan murah dan mudah, tanpa risiko tinggi untuk
menginvestasikan dana.
21
b. Fungsi kekayaan (wealth function)
Pasar modal adalah suatu cara untuk menyimpan kekayaan dalam
jangka panjang dan jangka pendek sampai dengan kekayaan tersebut
dapat dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik karena kekayaan itu
tak mengalami depresiasi (penyusutan) seperti aktiva lain.
c. Fungsi Likuiditas (liquidity function)
Kekayaan yang disimpan dalam surat-surat berharga bisa
dilikuidasikan, misal modal dengan risiko yang sangat minimal
dibandingkan dengan aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga
dengan biaya relatif murah dan lebih cepat.
d. Fungsi pinjaman (credit function)
Pasar modal bagi suatu perekonomian negara merupakan sumber
pembiayaan pembangunan dari pinjaman yang dihimpun dari
masyarakat. Pemerintah lebih mendorong pertumbuhan pasar modal
untuk mendapatkan dana yang lebih mudah dan murah. Karena,
melihat kenyataan bahwa pinjaman dari bank dunia mempunyai rate
bunga yang tinggi. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang menjual
obligasi dari pasar modal untuk mendapatkan dana dengan bunga
rendah dibandingkan dengan bunga dari bank.
3. Investasi Pasar Modal
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam kegiatan ekonomi
sebab pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan-
perusahaan. Dengan berkembangnya pasar modal akan mendorong
22
perekonomian sebuah negara. Hampir semua negara di dunia ini
mempunyai pasar modal, yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi
keperluan industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan
dan penawaran modal (Sunariyah, 2004). Dalam melaksanakan fungsi
ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana
dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (investor) kepada pihak yang
memerlukan dana (emiten). Dengan menginvestasikan kelebihan dana
yang mereka miliki, pemberi dana berharap akan memperoleh imbalan dari
penyerahan dana tersebut. Bagi peminjam dana, tersedianya dana tersebut
pada pasar modal memungkinkan mereka untuk melakukan kegiatan usaha
tanpa harus menunggu dana yang mereka peroleh dari hasil operasi
perusahaannya (Tendy dkk, 2005).
Dengan meningkatnya investasi, maka kapasitas produksi akan
meningkat, yang berarti menambah barang dan jasa yang diperlukan
masyarakat serta memperluas lapangan kerja. Sektor swasta menjadi lebih
kompetitif dan pasar modal yang maju terutama bagian sekuritasnya
memungkinkan individu, bagaimanapun kecilnya kontribusi mereka,
menikmati kemakmuran karena adanya sektor swasta yang kompetitif
(Jusuf Anwar, 2005).
Salah satu keunggulan utama yang dimiliki pasar modal dibanding
dengan bank yaitu untuk mendapatkan dana sebuah perusahaan tidak perlu
menyediakan jaminan atau agunan dan tidak perlu menyediakan dana
setiap bulan untuk membayar bunga, tetapi membayar dividen kepada
23
investor. Walaupun dalam suatu tahun tertentu merugi, maka perusahaan
dapat untuk tidak melakukan pembayaran dividen dan jika sudah
memperoleh laba perusahaan baru akan membayarkan dividennya sesuai
dengan yang tercantum dalam prospektusnya. Itulah keunggulan yang
dinikmati emiten, sedangkan bagi investor yang menginvestasikan
dananya di pasar modal juga dapat memperoleh keuntungan yang tidak
diberikan oleh bank, yaitu berupa pembayaran dividen yang bahkan
mungkin untuk mampu melampui jumlah bunga yang diberikan bank atas
investasi yang sama, sekalipun keuntungan ini juga sering disertai oleh
resiko yang tidak kecil dan capital gain. Jika perusahaan sedang
mengalami kerugian, seringkali investor tidak mendapat hak dividennya
(Jusuf Anwar, 2005).
Investasi selalu mengandung unsur risiko, karena perolehan yang
diharapkan baru akan diterima pada masa yang kan datang, risiko itu juga
timbul karena return yang diterima mungkin lebih besar atau lebih kecil
dari dana yang diinvestasikan (Tendi dkk, 2005). Menurut Tendy dkk
(2005), dengan memiliki saham, investor sebagai pemilik saham dapat
memiliki keuntungan berupa :
a. Dividend Yield
Dividend Yield merupakan bagian laba atau pendapatan yang
ditetapkan oleh direksi dan disahkan oleh Rapat umum pemegang
saham. Dividen, hanya jika perusahaan memiliki laba yang merupakan
24
sumber dana bagi pembayaran dividen dan manajemen memilih
membayar dividen daripada menahan seluruh laba.
b. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih harga jual dengan harga beli
saham. Jika pemilik menjual sahamnya dengan kurs yang lebih tinggi
dari kurs waktu membeli, maka investor mengalami capital gain.
Namun, apabila pemilik menjual sahamnya dengan kurs yang lebih
rendah dari kurs waktu membeli, maka investor akan mengalami capital
loss.
4. Saham
a. Pengertian Saham
Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya
disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder atau stockholder).
Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat dianggap sebagai
pemegang saham adalah apabila mereka sudah tercatat sebagai
pemegang saham dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham
(DPS) (Samsul 2006: 45). Husnan (2005: 303) menyatakan bahwa
saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal, yaitu
hak yang memiliki kertas tersebut untuk meperoleh bagian dari prorpek
atau kekayaan organisasi yang menerbitkan saham tersebut dan
berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan
haknya. Jadi, saham merupakan merupakan tanda bukti kepemilikan
25
perusahaan dan hak pemodal atas perusahaan yang menerbitkan saham
tersebut.
b. Jenis Saham
Ada beberapa sudut pandang yang membedakan jenis-jenis saham.
Nor Hadi (2013: 67-70) membagi jenis saham sebagai berikut:
1) Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka
saham dibedakan menjadi dua yaitu saham biasa (common stock)
dan saham preferen (preferred stock).
a) Saham Biasa (common stock)
Saham biasa adalah saham yang menempatkan
pemiliknya paling akhir terhadap klaim. Pemegang saham
biasa akan mendapatkan keuntungan apabila perusahaan
memperoleh laba. Pemegang saham biasa mendapatkan
prioritas paling akhir dalam pembagian keuntungan (deviden)
dan penjualan aset perusahaan apabila terjadi likuidasi.
Saham biasa (common stock) yang paling banyak
diperdagangkan di pasar modal.
b) Saham Preferen (preferred stock)
Saham preferen merupakan gabungan (hybrid) antara
obligasi dan saham biasa. Artinya disamping memiliki
karakteristik seperti obligasi, juga memiliki karakteristik
seperti saham biasa. Karakteristik obligasi misalnya, saham
preferen memberikan hasil yang tetap seperti bungan
26
obligasi. Saham preferen biasanya memberikan pilihan
tertentu atas pembagian dividen. Ada pembeli saham preferen
yang menghendaki penerimaan dividen yang besarnya tetap
setiap tahun, adapula yang menghendaki untuk didahulukan
dalam pembagian dividen dan lain sebagainya. Memiliki
karakteristik seperti saham biasa, sebab tidak selamanya
saham preferen bisa memberikan penghasilan seperti yang
dikehendaki pemegangnya.
2) Ditinjau dari cara peralihan
a) Saham atas unjuk (bearer stock) artinya dalam saham
tersebut tidak tertulis nama pemilik. Saham ini sangat mudah
dipindah tangankan (dialihkan) kepemilikan (seperti uang)
sehingga memiliki likuiditas yang lebih tinggi.
b) Saham atas nama (registered stock) merupakan saham yang
ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dan peralihannya
melalui prosedur tertentu.
3) Ditinjau dari kinerja perdagangan
a) Saham unggulan atau biasa disebut blue chip stock,
merupakan saham biasa dari perusahaan yang memiliki
reputasi yang tinggi, sebagai leader dari industri sejenis,
memiliki pendapatan yang stabil, dan konsisten dalam
pembayaran dividen.
27
b) Saham Pendapatan (income stock), saham dari emiten yang
memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari
rata-rata dividen yang dibayar pada tahun sebelumnya.
Emiten ini biasanya mampu menghasilkan pendapatan yang
tinggi dan dengan teratur memberikan dividen tunai.
c) Saham pertumbuhan (growth stock/well-known) merupakan
saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan
yang tinggi dan menjadi leader di industri sejenis. Saham
sejenis ini biasanya memiliki price earning (PER) yang
tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stock (lesser known)
yaitu saham dari emiten yang tidak berperan sebagai leader
di industri namun memiliki ciri growth stock. Umumnya
saham ini berasal dari daerah dan kurang terkenal dikalangan
emiten.
d) Saham spekulatif (speculative stock) saham dari emiten yang
tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari
tahun ke tahun. Namun emiten saham ini memiliki potensi
penghasilan pendapatan di masa datang, meskipun
penghasilan tersebut belum dapat dipastikan.
e) Saham siklikal (counter cyclical stock) saham yang tidak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi
bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi saham ini tetap
tinggi.
28
f) Saham bertahan (devensive/countercyclical stock) adalah
saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro
maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi
(kemerosostan) ekonomi harga saham ini bertahan tinggi dan
mampu memberikan dividen tinggi, sebagai akibat
kemampuan emitennya mendapatkan penghasilan yang tinggi
pada kondisi resesi sekalipun.
c. Keuntungan dan Risiko Kepemilikan Saham
Pada dasarnya semua bentuk investasi mengandung peluang
keuntungan dan potensi kerugian atau risiko disisi lain. Seperti
tabungan dan deposito di bank memiliki risiko yang kecil karena
tersimpan aman di bank, namun kelemahannya adalah mempunyai
peluang keuntungan yang kecil dibandingkan dengan investasi saham.
Investasi di bidang properti misalnya rumah atau tanah, semakin lama
harganya akan semakin tinggi, namun memiliki likuiditas yang kecil.
Sedangkan jika berinvestasi emas, kita akan bergantung pada fluktuatif
harga emas. Begitu juga dengan investasi saham, mempunyai potensi
keuntungan dan risiko sesuai dengan prinsip investasi yaitu high risk
high return, low risk low return. Semakin tinggi potensi keuntungan
yang akan terjadi, maka semakin tinggi pula risiko kerugian yang
mungkin terjadi, demikian pula sebaliknya. Khusus untuk investasi
saham, peluang keuntungan yang mungkin akan terjadi antara lain:
a) Dividen
29
Menurut Nor Hadi (2013: 76) dividen merupakan
keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham yang
bersumber dari kemampuan emiten untuk mencetak laba bersih dari
operasinya. Laba bersih yang dimaksud adalah pendapatan bersih
setelah pajak (income after tax). Pembagian dividen berdasarkan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen yang dibagikan
emiten kepada pemegang saham dapat berupa dividen tunai (cash
dividend) yang berarti setiap pemegang saham diberikan dividen
berupa uang tunai. Dividen juga dapat dibagikan dalam bentuk
dividen saham (stock dividend) yang berarti setiap pemegang
saham diberikan saham baru dengan proporsi tertentu.
b) Keuntungan Modal (capital gain)
Menurut Nor Hadi (2013: 72) capital gain merupakan
keuntungan yang diperoleh investor dari selisih harga jual dengan
harga beli (harga jual lebih tinggi daripada harga beli). Kerugian
investasi dalam bentuk saham yaitu apabila investor menjual saham
pada harga yang lebih rendah dari pada harga saat membeli saham
yang dinamakan capital loss. Menurut Nor Hadi (2013: 72) capital
loss merupakan kerugian yang dialami oleh para investor dari
selisih harga beli dengan harga jual (harga beli lebih tinggi dari
pada harga jual). Dan apabila emiten mengalami kerugian, maka
para pemegang saham tidak akan menerima dividen di akhir
periode tersebut. Selain itu, terdapat risiko terbesar dalam investasi
30
saham yaitu risiko likuidasi, dimana emiten dinyatakan bangkrut
oleh pengadilan atau dibubarkan. Dalam hal ini para pemegang
saham mendapat prioritas pengembalian paling akhir setelah semua
kewajiban emiten terpenuhi. Jika terdapat sisa setelah memenuhi
kewajiban, maka sisa tersebut akan dibagikan kepada seluruh
pemegang saham secara proporsional.
5. Harga Saham
a. Pengertian Harga Saham
Setiap investor yang melakukan investasi saham memiliki tujuan
yang sama, yaitu mencari keuntungan atas investasi tersebut. Salah
satu keuntungan investasi saham adalah mendapatkan capital gain
yang berasal dari selisih harga saat membeli saham dengan harga saat
menjual saham, dimana harga saham saat dijual lebih tinggi dibanding
harga saham saat dibeli. Harga saham dipengaruhi oleh permintaan
dan penawaran terhadap saham itu sendiri di pasar modal, sehingga
harga saham memiliki keterkaitan dengan pasar suatu saham. Semakin
banyak investor yang ingin membeli saham suatu perusahaan
(permintaan), sedangkan sedikit investor yang ingin menjual saham
tersebut (penawaran) maka harga saham tersebut akan semakin tinggi.
Begitu pun sebaliknya, jika semakin tinggi investor ingin menjual
saham tersebut (penawaran), sedangkan semakin sedikit investor yang
ingin membeli saham (permintaan) maka akan berdampak pada
turunnya harga saham.
31
Pada umumnya kinerja sebuah perusahaan akan berpengaruh pada
harga saham perusahaan tersebut. Semakin baik kinerja suatu
perusahaan maka semakin tinggi laba usaha yang akan diperoleh dan
para pemegang saham turut menikmati keuntungan dari penghasilan
perusahaan, sehingga banyak investor yang ingin memiliki saham
perusahaan tersebut sehingga harga saham akan naik.
Menurut Tandelilin (2007: 19) harga saham merupakan harga
yang terjadi di pasar saham, yang akan sangat berarti bagi perusahaan
karena harga tersebut menentukan besarnya nilai perusahaan. Harga
saham merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam
pengelolaan perusahaan. Sehingga semakin tinggi harga saham yang
ada di pasar atas suatu perusahaan tertentu, maka dapat diartikan
perusahaan tersebut dapat mengelola aktiva dengan baik.
b. Macam-macam Harga Saham
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin (2001: 117)
mengelompokkan harga saham di pasar modal menjadi beberapa
macam. Macam-macam harga saham antara lain:
1. Previous price adalah harga suatu saham pada penutupan hari
sebelumnya di pasar saham.
2. Opening price adalah harga saham pertama kali di saat
pembukaan sesi satu perdagangan.
3. Highest price adalah harga tertinggi suatu saham yang pernah
terjadi dalam periode perdagangan hari tersebut.
32
4. Lowest price adalah harga terendah suatu saham yang pernah
terjadi sepanjang periode perdagangan hari tersebut.
5. Last price adalah harga terakhir yang terjadi atas suatu saham.
6. Change price adalah harga yang menunjukkan selisih antara
opening price dan last price.
Harga saham dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a) Harga Nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang
ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang
dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting
saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan
nilai nominal.
b) Harga Perdana
Harga ini merupakan harga pada waktu harga saham
tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana
biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan
emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham
emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk
menentukan harga perdana.
c) Harga Pasar
Harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi
kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari
investor yang satu ke investor yang lain. Harga ini terjadi setelah
33
saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi di sini tidak lagi
melibatkan emiten dari penjamin emisi, harga ini yang disebut
harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar benar
mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi
di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negoisasi harga investor
dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan
di surat kabar atau media lain adalah harga pasar.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Harga saham selalu mengalami fluktuaktif, pergerakan baik
kenaikan maupun penurunan harga saham. Harga saham di pasar
modal dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran terhadap saham
tersebut. Semakin banyak orang yang membeli suatu saham, maka
harga saham tersebut cenderung mengalami kenaikan. Demikian
sebaliknya, apabila semakin banyak orang yang menjual saham suatu
perusahaan, maka harga saham perusahaan tersebut akan cenderung
mengalami penurunan. Menurut Samsul (2006: 271) contoh variabel
yang mempengaruhi harga saham antara lain, yaitu: (1) pengumuman
pembagian dividen tunai; (2) pengumuman stock split; (3)
pengumuman right issue; (4) pengumuman saham bonus atau saham
dividen; (5) pengumuman waran; (6) rencana merger atau akuisisi; (7)
rencana transaksi benturan kepentingan; (8) perubahan variabel makri
atau mikro ekonomi; (9) peristiwa politik internasional; (10) peristiwa
34
politik nasional; (11) january effect; (12) insider informasi; (13)
perubahan siklus ekonomi melalui leading information.
Menurut Arifin (2007: 15), faktor-faktor yang menjadi pemicu
fluktuasi pada harga saham adalah:
1) Kondisi fundamental emiten
Faktor fundamental adalah faktor yang berkaitan langsung
dengan kinerja emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten
maka semakin baik pengaruhnya terhadap kenaikan harga
saham. Untuk mengetahui kondisi emiten dalam posisi baik atau
buruk, maka kita bisa melakukan pendekatan analisis rasio
keuangan.
2) Hukum permintaan dan penawaran
Faktor hukum permintaan dan penawaran berada pada urutan
kedua setelah faktor fundamental, karena begitu investor tahu
kondisi fundamental perusahaan, tentunya mereka akan
melakukan transaksi baik menjual atau membeli saham
perusahaan tersebut. Transaksi inilah yang akan mempengatruhi
fluktuaktif harga saham.
3) Tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI)
Suku bunga ini penting untuk diperhitungkan, karena pada
umumnya investor saham selalu mengharapkan hasil investasi
yang lebih besar. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi
35
kondisi fundamental perusahaan, karena hampir semua
perusahaan yang terdaftar di bursa mempunyai pinjaman bank.
4) Valuta asing
Dalam perekonomian global dewasa ini, hampir tidak ada satu
pun negara yang dapat menghindari perekonomian negaranya
dari pengaruh pergerakan valuta asing, khususnya terhadap US
dollar. Ketika dolar naik maka para investor akan berbondong-
bondong menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam
bentuk dolar, otomatis harga saham akan menurun.
5) Dana asing di bursa
Jika sebuah bursa dikuasai oleh investor asing maka ada
kecenderungan transaksi saham sedikit banyak tergantung pada
investor asing tersebut.
6) Indeks harga saham gabungan (IHSG)
Sebenarnya indeks harga saham gabungan lebih mencerminkan
kondisi keseluruhan transaksi bursa saham yang terjadi, dan
menjadi ukuran kenaikan atau penurunan harga saham.
7) News and rumors
Yang dimaksud news and rumors disini adalah semua berita
yang beredar di tengah masyarakat.
36
Menurut Alwi (2008: 87), faktor-faktor yang mempengaruhi
harga saham yaitu:
1. Faktor Internal
a. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti
pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan
produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk,
dan laporan penjualan.
b. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti
pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
c. Pengumuman badan direksi manajemen (management board
of director announcement) seperti perubahan dan pergantian
direktur, manajemen, dan struktur organisasi.
d. Pengumuman pengambilan diversifikasi, seperti laporan
merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh
pengakusisian dan diakuisisi.
e. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti
melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan
penutupan usaha lainnya.
f. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements),
seperti negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
g. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti
peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal dan setelah akhir
tahun fiskal, Earning Per Share (EPS), Dividen Per Share
37
(DPS), Price Earning Ratio (PER), Net Profit Margin
(NPM), Return On Assets (ROA), dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal
a. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga
tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai
regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh
pemerintah.
b. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan
karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan
tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
c. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements),
seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume
atau harga saham perdagangan, pembatasan/penundaan
trading.
d. Gejola politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya
pergerakan harga saham di bursa efek suatu negara.
e. Berbagai isu baik dari dalam dan luar negeri.
6. Analisis Sekuritas
Analisis sekuritas dapat digunakan untuk memprediksi harga saham
yang akan datang. Analisis sekuritas ini sangat penting bagi para investor
untuk melakukan penilain saham yang memiliki prospek bagus di masa
38
yang akan datang, selain itu analisis sekuritas juga berguna bagi investor
untuk menentukan membeli atau menjual saham.
Menurut Husnan (2005: 307) teknik analisis yang digunakan dalam
penilaian harga saham ada dua, yaitu analisis fundamental dan analisis
teknikal.
a. Analisis Fundamental (Fundamental Analysis)
Menurut Husnan (2005: 307) analisis fundamental adalah teknik
yang mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang
dengan cara mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang
mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan menerapkan
hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga
saham. Analisis fundamental mempelajari aspek-aspek fundamental
seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, kebijakan deviden,
kekayaan, biaya, dan evaluasi manajemen perusahaan yang
diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.
Analisis fundamental dalam penelitian ini difokuskan pada
kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan akan menunjukan
prestasi perusahaan, jika kinerja keuangan perusahaan bagus maka akan
berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan tersebut dan
sebaliknya. Dimana dari kinerja keuangan perusahaan akan didapat
informasi berupa laporan keuangan yang akan dianalisis guna
memprediksi harga saham yang akan datang. Dari laporan keuangan
perusahaan akan diperoleh informasi yang digunakan untuk
39
menganalisis rasio keuangan. Melalui analisis rasio keuangan akan
diperoleh gambaran kondisi keuangan perusahaan dan hasil operasional
yang telah dicapai perusahaan tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa
dalam penelitian ini mencoba untuk mengangkat pengaruh rasio-rasio
keuangan perusahaan terhadap harga saham perusahaan tersebut.
b. Analisis Teknikal (Technical Analysis)
Husnan (2005: 341) analisis teknikal merupakan upaya untuk
memperkirakan harga saham (kondisi pasar) dengan mengamati
perubahan harga saham tersebut (kondisi pasar) di waktu yang lalu.
Pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah harga saham
mencerminkan informasi yang relevan, bahwa informasi tersebut
ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu, dan perubahan
harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan
berulang.
7. Analisis Laporan Keuangan
a. Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Jumingan (2006: 4) laporan keuangan pada dasarnya
merupakan hasil refleksi dari sekian banyak transaksi yang terjadi
dalam suatu perusahaan. Sedangkan menurut Sofyan (2011: 105)
laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menurut
Brigham dan Houston (2011: 78) laporan keuangan melaporkan posisi
40
perusahaan pada suatu waktu tertentu dan operasinya selama beberapa
periode yang lalu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa laporan keuangan dapat
memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan dalam
menjalankan operasional perusahaan selama periode tertentu. Laporan
keuangan juga sebagai hasil akhir dari kegiatan akuntansi selama satu
periode pada suatu perusahaan. Laporan keuangan memiliki banyak
manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap data keuangan
perusahaan yang bersangkutan seperti pemilik perusahaan, kreditur,
investor, lembaga pemerintah dan masyarakat umum lainnya.
Sofyan (2011: 107-119) menggolongkan laporan keuangan ke
dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Laporan neraca atau daftar neraca disebut juga laporan posisi
keuangan perusahaan. Laporan ini menggambarkan posisi aktiva,
kewajiban dan modal pada saat tertentu. Laporan ini bisa disusun
setiap saat dan merupakan opname situasi posisi keuangan pada saat
itu.
2. Laporan laba/rugi menggambarkan jumlah hasil, biaya dan laba/rugi
suatu perusahaan pada periode akuntansi tertentu.
3. Laporan arus kas menggambarkan bagaimana perusahaan
mendapatkan sumber dana untuk kegiatan operasional perusahaan
dan bagaimana perusahaan menggunakan dana-dana tersebut dalam
periode tertentu.
41
b. Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan disajikan oleh manajemen operasi yang
dikuasainya. Laporan keuangan merupakan hasil akhir kegiatan
akuntansi secara periodik dan disusun berdasarkan data keuangan yang
relevan. Meskipun demikian, agar laporan keuangan dapat dipahami
oleh berbagai pihak maka diperlukan analisis laporan keuangan. Dari
hasil analisis laporan keuangan diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan secara
umum. Kasmir (2010: 68) menjelaskan beberapa tujuan dan manfaat
bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik harta, kewajiban, modal maupun hasil usaha yang telah
dicapai perusahaan dalam beberapa periode.
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan.
3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan
perusahaan saat ini.
5. Untuk menilai kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran
atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.
42
6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan lain
yang sejenis dengan hasil yang telah dicapai.
c. Teknik Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan pada dasarnya untuk mengetahui
kondisi kinerja perusahaan, apakah dalam kondisi baik atau buruk.
Sofyan (2011: 215) menyebutkan beberapa teknik analisis laporan
keuangan sebagai berikut:
1) Metode Komparatif
Metode ini digunakan untuk memanfaatkan angka-angka
laporan keuangan dan membandingkannya dengan angka-angka
laporan keuangan lainnya. Perbandingan ini dapat dilakukan
melalui perbandingan laporan keuangan secara horizontal yaitu
membandingkan laporan keuangan dari tahun ke tahun,
perbandingan vertikal dengan membandingkan unsur-unsur yang
ada dalam laporan keuangan satu periode, perbandingan dengan
perusahaan yang terbaik, perbandingan dengan angka-angka
industri yang berlaku (Industrial Norm) dan perbandingan dengan
budget (anggaran perusahaan).
2) Trend Analysis
Analisis ini harus menggunakan teknik perbandingan
laporan keuangan beberapa tahun dan dari sini digambarkan trend-
nya. Trend analysis ini biasanya dibuat melalui grafik. Dan untuk
43
itu perlu dibantu oleh pengetahuan statistik misalnya menggunakan
linear programming, rumus chi square, rumus y = a + bx.
3) Common Size Financial Statement (Laporan bentuk awam),
Metode ini merupakan metode analisis yang menjadikan laporan
keuangan dalam bentuk presentasi. Presentasi itu biasanya
dikaitkan dengan suatu jumlah yang dinilai penting, misalnya asset
untuk neraca, penjualan untuk laba rugi.
4) Metode Index Time Series.
Metode ini dihitung dengan indeks dan digunakan untuk
mengkonversikan angka-angka laporan keuangan. Biasanya
ditetapkan tahun dasar yang diberi indeks 100. untuk menghitung
indeks maka digunakan rumus sebagai berikut:
Indeks = 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐿𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑋 100 %
5) Rasio Laporan Keuangan
Rasio laporan keuangan adalah perbandingan antara pos-
pos tertentu dengan pos lain yang memiliki hubungan signifikan.
Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan hubungan antara pos
tertentu dengan pos lainnya. Adapun rasio keuangan yang sering
digunakan yaitu, rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio
profitabilitas, rasio aktivitas, rasio produktivitas.
6) Analisis Sumber dan Penggunaan Kas
Analisis sumber dan penggunaan kas dilakukan dengan
menggunakan laporan keuangan dua periode. Laporan ini
44
dibandingkan dan dilihat mutasinya. Setiap mutasi mempengaruhi
pos lainnya.
8. Rasio Keuangan
a. Pengertian Laporan Keuangan
Dalam mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan
kinerjanya, analis keuangan perlu melakukan pemeriksaan atas berbagai
aspek kesehatan keuangan perusahaan. Dengan menggunakan alat
analisis laporan keuangan, terutama bagi pemilik usaha dan
manajemen, dapat diketahui berbagai hal yang berkaitan dengan
keuangan dan kemajuan perusahaan. Alat yang sering digunakan
selama pemeriksaan adalah rasio keuangan. Menurut Kasmir (2010:
104) rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka
yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka
dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu
komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar
komponen yang ada di antara laporan keuangan.
b. Penggolongan Rasio Keuangan
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan, dapat dilakukan dengan beberapa
rasio keuangan. Setiap rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan, dan
arti tertentu. Setiap laporan keuangan yang dibentuk memiliki tujuan
yang ingin dicapai oleh masing-masing perusahaan. Menurut M. Hanafi
45
(2009: 76) menggolongkan rasio keuangan berdasarkan ruang lingkup
dan tujuan menjadi lima kategori:
1. Rasio likuiditas, yaitu rasio yang menyatakan kemampuan
perusahaan dalam jangka pendek untuk memenuhi kewajiban yang
jatuh tempo. Yang termasuk dalam rasio likuiditas yaitu:
a. Rasio lancar (current ratio)
Current Ratio merupakan salah satu ukuran likuiditas
yang bertujuan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya
dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rasio ini sering disebut
dengan rasio modal kerja yang menunjukkan jumlah aktiva
lancar yang tersedia yang dimiliki oleh perusahaan untuk
merespon kebutuhan-kebutuhan bisnis dan meneruskan kegiatan
bisnis hariannya.
Menurut Sutrisno (2009: 216), Current Ratio adalah rasio
keuangan yang membandingkan antara aktiva lancar yang
dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek. Dengan kata
lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk
menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo.
Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk
mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu
perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan current ratio
yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu memenuhi
kewajiban atau utang jangka pendek dengan menggunakan aset
46
lancar, sehingga dari sisi pemegang saham memiliki
kepercayaan terhadap kemampuan perusahaan yang memiliki
tingkat current ratio yang tinggi. Namun nilai Current Ratioy
yang tinggi belum tentu baik ditinjau dari segi profitabilitasnya.
Pengukuran rasio likuiditas pada penelitian ini dapat dilakukan
dengan menilai rasio lancar (Current Ratio).
Current Ratio = 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 𝑋 100%
Keterangan:
Current asset = Aktiva lancar
Current liabilitas = Kewajiban lancar
Aktiva lancar meliputi : kas, surat berharga, piutang, dan
persediaan. Utang lancar atau hutang jangka pendek meliputi :
utang pajak, utang bunga, uang wesel, utang gaji, dan utang
jangka pendek lainnya. Semakin besar jumlah aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar prosentase yang
terdapat di perusahaan tersebut, sehingga kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya
semakin besar. Demikian juga sebaliknya, jika jumlah hutang
lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada jumlah
aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, maka semakin kecil
prosentase yang terdapat di perusahaan tersebut maka
kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya akan semakin kecil.
47
b. Rasio cepat (quick ratio)
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan
perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan,
dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan
dalam perhitungan quick ratio karena persediaan merupakan
komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya.
Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar
yang lebih likuid yaitu : kas, surat-surat berharga, dan piutang
dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang jangka pendek
(Martono, 2003: 56). Jadi rumusnya :
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟−𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟× 100%
Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara
quick ratio dengan current ratio, dimana current ratio
meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti terjadi
investasi yang besar pada persediaan. Rasio ini menunjukkan
kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi
hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka
rasio ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak
mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan
sehat (Harahap, 2002: 302).
2. Rasio aktivitas, yaitu rasio yang menngambarkan sampai seberapa
efisien perusahaan menggunakan aset-asetnya secara efektif. Yang
termasuk dalam rasio ini adalah:
48
a. Rasio perputaran aktiva (total asset turnover)
Total Asset Turnover ratio merupakan rasio yang
mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan
dengan melihat jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap
aktiva (Kasmir, 2014: 157). Total Assets Turnover (TATO)
dapat menunjukan seberapa efisiennya dana yang tertanam
dalam keseluruhan aktiva perusahaan digunakan untuk
mendapatkan penghasilan. Dengan begitu secara otomatis
menunjukan kinerja perusahaan tersebut baik, dan nantinya
harga sahamnya juga akan tinggi. Hal ini tentunya akan
menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya
dalam bentuk saham dalam perusahaan yang bersangkutan
Rumus untuk menghitung TATO sebagai berikut:
TATO = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑋 100%
b. Rasio perputaran aktiva tetap (fixed asset turnover ratio)
Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan
menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki
perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas
perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi
rasio ini berarti semakin efektif proporsi aktiva tetap tersebut.
Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai
proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting
49
diperhatikan. Perputaran aktiva tetap dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap
dalam mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat
perputarannya semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya
(Sutrisno, 2001: 253).
c. Rasio perputaran piutang (receivables turnover ratio)
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang
yang dikumpulkan dalam satu tahun. Rasio ini mengukur
kualitas piutang dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan
piutang dan kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya digunakan
dalam hubungan dengan analisis terhadap modal kerja, karena
memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar
menjadi kas. Angka jumlah hari piutang, menggambarkan
lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan).
Semakin lama jangka waktu pelunasannya, semakin besar pula
resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan
Juliaty, 2002). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔
Rasio ini mengukur efektivitas peng elolaan piutang.
Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif
pengelolaan piutangnya (Sutrisno, 2001: 252).
50
d. Rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio)
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga
menggambarkan likuiditas perusahaan, yaitu dengan cara
mengukur efisiensi perusahaan dalam mengelola dan menjual
persediaan yang dimiliki oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin
tingginya persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini
menandakan efektivitas manajemen persediaaan. Sebaliknya,
jika perputaran persediaan rendah menunjukkan pengendalian
atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan Halim, 2000: 80).
Rumus perhitungannya adalah :
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan.
Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif
pengelolaan persediaanya (Sutrisno, 2001: 251).
e. Average Collection Period
Average Collection Period bertujuan untuk mengukur
efisiensi pengelolaan piutang dagang yang menunjukkan umur
tagihan rata-rata piutang dagang selama setahun (dalam satuan
hari). Jika menghasilkan angka yang semakin kecil maka
menunjukkan hasil yang semakin baik, begitu pun sebaliknya.
Average Collection Period dapat dihitung menggunakan rumus
berikut:
51
Average Collection Period = 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 360 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
3. Rasio rentabilitas/profitabilitas, yaitu rasio keuangan yang
menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Yang termasuk dalam rasio ini adalah:
a. Gross Profit Margin (GPM)
Rasio gross profit margin (GPM) mencerminkan atau
menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiah
penjualan, atau bila rasio ini dikurangkan terhadap angka
100% maka akan menunjukan jumlah yang tersisa untuk
menutup biaya operasi dan laba bersih. Data gross profit
margin dari beberapa periode akan dapat memberikan
informasi tentang kecenderungan gross profit margin yang
diperoleh dan bila dibandingkan standar rasio akan diketahui
apakah margin yang diperoleh perusahaan sudah tinggi atau
sebaliknya. Rumus GPM adalah Tandelilin (2001) :
𝐺𝑃𝑀 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑏𝑎× 100%
b. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur laba bersih
dibandingkan dengan penjualan. Net Profit Margin atau sering
juga disebut dengan sales margin digunakan untuk melihat
berapa perbandingan laba yang bisa dihasilkan dengan penjual
yang dimiliki perusahaan.
52
Net Profit Margin yang tinggi menandakan adanya
kemampuan perusahaan yang tinggi untuk menghasilkan laba
bersih pada pendapatan tertentu begitu juga sebaliknya. Net
Profit Margin menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba bersih yang memiliki hubungan dengan
pendapatan perusahaan yang akan datang, yang nantinya akan
bermanfaat dalam memprediksi pertumbuhan laba bagi
perusahaan. Hal ini tentu berdampak pada peningkatan nilai
perusahaan. Prastowo (2011: 97) mengungkapkan bahwa
“rationet profit margin mengukur rupiah laba yang dihasilkan
oleh setiap satu rupiah penjualan. Semakin besar Net Profit
Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif
sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini
dihitung dengan formula sebagai berikut:
Net Profit Margin = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 x 100%
c. Return on Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang banyak digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan. Menurut Harahap (2007: 156) ROE digunakan
untuk mengukur besarnya pengembalian terhadap investasi
para pemegang saham. Angka tersebut menunjukkan seberapa
baik manajemen memanfaatkan investasi para pemegang
53
saham. ROE diukur dalam satuan persen. Tingkat ROE
memiliki hubungan yang positif dengan harga saham, sehingga
semakin besar ROE semakin besar pula harga pasar, karena
besarnya ROE memberikan indikasi bahwa pengembalian yang
akan diterima investor akan tinggi sehingga investor akan
tertarik untuk membeli saham tersebut, dan hal itu
menyebabkan harga pasar saham cenderung naik.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) ROE adalah
rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang
diperoleh dari pengelolaan modal yang diinvestasikan oleh
pemilik perusahaan. ROE diukur dengan perbandingan antara
laba bersih dengan total modal. Angka ROE yang semakin
tinggi memberikan indikasi bagi para pemegang saham bahwa
tingkat pengembalian investasi makin tinggi. Adanya
pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang
semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan
keuntungan yang diperoleh perusahaan, sehingga akan
meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah
manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk
saham. Rasio ini berguna untuk mengetahui efisiensi
manajemen dalam menjalankan modalnya, semakin tinggi
ROE berarti semakin efisien dan efektif perusahaan
menggunakan ekuitasnya, dan akhirnya kepercayaan investor
54
atas modal yang diinvestasikannya terhadap perusahaan lebih
baik serta dapat memberi pengaruh positif bagi harga
sahamnya di pasar. Salah satu alasan utama perusahaan
beroperasi adalah menghasilkan laba yang bermanfaat bagi
para pemegang saham, ukuran dari keberhasilan pencapaian
alasan ini adalah angka ROE berhasil dicapai. Semakin besar
ROE mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham.
Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Return On Equity = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 x 100%
d. Return on Assets (ROA)
Selain Net profit margin rasio profitabilitas dapat dihitung
dengan Return On Assets (ROA). Menurut Brigham dan
Houston (2006: 109), Return on Asset merupakan rasio untuk
mengukur tingkat pengembalian aktiva. Rasio ini dihitung
dengan membandingkan laba setelah beban bunga dan dan
pajak dengan total aktiva. Menurut Kasmir (2010: 202), Return
On Assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return)
atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan dengan
tingkat return on assets yang tinggi akan menarik minat
investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan
tersebut, karena dianggap perusahaan tersebut dapat
55
menghasilkan laba yang tinggi dan pada akhirnya akan
berdampak positif terhadap nilai dividen yang akan diterima
oleh pemegang saham perusahaan tersebut. Dengan banyaknya
investor yang tertarik terhadap saham perusahaan tersebut,
maka akan berpengaruh terhadap harga saham di pasar modal.
Semakin banyak investor yang ingin membeli saham
perusahaan tersebut, maka harga saham perusahaan akan
cenderung mengalami kenaikan. Pengukuran rasio
profitabilitas pada penelitian ini dapat dilakukan dengan
menilai pengembalian aktiva (Return On Assets). Rumus yang
digunakan untuk mengukur ROA adalah sebagai berikut:
Return On Assets = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑋 100%
e. Operating Profit Margin (OPM)
Operating profit margin (OPM) merupakan perbandingan
antara laba usaha dan penjualan. Menurut Syamsuddin (2009:
61) operating profit margin merupakan rasio yang
menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang
diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan.
Disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebut
yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan
dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban financial berupa
bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa
pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi operating profit
56
margin makan akan semakin baik pula operasi suatu
perusahaan. Cara menghitungnya adalah dengan rumus :
𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛× 100%
f. Return On Investment (ROI)
Return on investment (ROI) merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva
yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009: 63).
Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu
perusahaan. Return on investment merupakan rasio yang
menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan
bila di ukur dari nilai aktiva (Syafri, 2008: 63). Menurut
Munawir (2007: 89), Return On Investment (ROI) merupakan
bentuk dari rasio profitabilitas yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan yang berasal dari keseluruhan dana pada aktiva
yang digunakan untuk operasional perusahaan. Return On
Investment (ROI) dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROI = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐸𝐴𝑇)
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑋 100%
4. Rasio solvabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Yang
termasuk dalam rasio ini adalah:
57
a. Debt to Assets Ratio (DAR)
Debt to Asset Ratio (DAR) merupakan besar kekayaan
perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Asset perusahaan yang
terlalu banyak berasal dari hutang akan menciptakan risiko
bagi perusahaan karena apabila perusahaan menggunakan
semakin banyak hutang untuk membiayai aktivitasnya akan
berpengaruh, semakin besarnya kewajiban perusahaan baik
dalam bentuk kewajiban tetap dan bunga, dilain sisi hutang
juga mampu membangun kesempatan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan. Debt to Asset Ratio (DAR) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
DAR = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑑𝑒𝑏𝑡)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑋 100%
b. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio solvabilitas
yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa
bagian dari modal sendiri (ekuitas) yang digunakan untuk
membayar hutang. Debt to Equity Ratio merupakan indikator
struktur modal dan risiko finansial, yang merupakan
perbandingan antara hutang dan modal sendiri. Bertambah
besarnya Debt to Equity Ratio suatu perusahaan menunjukkan
risiko distribusi laba usaha perusahaan akan semakin besar
58
terserap untuk melunasi kewajiban perusahaan (Purwanto dan
Haryanto, 2004).
Menurut Darsono (2005), Debt to Equity Ratio adalah
rasio yang menunjukkan persentase penyedia dana oleh
pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi
rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan
oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar
kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin
baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka panjangnya.
Secara matematis Debt to Equity ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut (Toto Prihadi, 2010) :
𝐷𝐸𝑅 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Keterangan:
Total Debt = Total hutang
Total Equity = Total ekuitas
Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menutup sebagian atau seluruh
hutang-hutangnya baik jangka panjang maupun jangka pendek
dengan dana yang berasal dari total modal dibandingkan
besarnya hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan
semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang
59
digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan
semakin besar pula jumlah kewajibannya (Prihantoro, 2003).
c. Long-Term Debt To Equity Ratio
Long-Term Debt To Equity Ratio bertujuan untuk
mengukur hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. LTD
Equity Ratio dapat dihitung dengan rumus:
LTD Equity Ratio = 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
5. Rasio nilai pasar, yaitu rasio yang menunjukkan informasi penting
perusahaan yang diungkap dalam basis per saham, seperti:
a. Earning Per Share (EPS)
Earning per share (EPS) adalah Rasio yang banyak
diperhatikan oleh calon investor, sebab informasi EPS
merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan
dapat menggambarkan prospek earning perusahaan dimasa
depan. Rasio Earning Per Share (EPS) digunakan untuk
mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai
keuntungan bagi para pemilik perusahaan. Menurut Darmadji
dan Fakhruddin (2008), Earning Per Share (EPS)
menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar
dalam setiap lembar saham. Semakin tinggi nilai Earning Per
Share (EPS) maka semakin besar laba dan kemungkinan
peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham.
60
Pada umumnya perhitungan Earning Per Share (EPS)
menggunakan data laporan keuangan akhir tahun, akan tetapi
juga dapat menggunakan laporan keuangan pertengahan tahun.
Dalam implementasinya, laba per lembar saham dihitung
dengan membagi laba bersih dengan jumlah rata-rata
tertimbang dari jumlah lembar saham biasa yang beredar
sepanjang tahun. Jumlah rata-rata diperlukan dalam
perhitungan karena jumlah saham yang beredar selama satu
tahun tidak selalu tetap (berubah).
Rasio rendah berarti manajemen tidak menghasilkan
kinerja yang baik dengan memperhatikan pendapatan-
pendapatan yang diperoleh. Rasio tinggi berarti perusahaan
sudah mapan. Earning per share merupakan laba bersih yang
siap dibagikan kepada pemegang saham dengan jumlah lembar
saham perusahaan (Tandelin, 2010). Earning per share yang
tinggi maka dividen yang akan diterima investor akan semakin
tinggi. Dividen yang diterima investor merupan daya tarik bagi
investor/calon investor yang akan menanamkan dananya
kedalam perusahaan tersebut. Daya tarik tersebut memberi
dampak pada calon investor/investor untuk lebih meningkatkan
kepemilkan saham tersebut. Jika earning per share
meningkat/tinggi maka permintaan atas saham perusahaan
semakin banyak dari calon investor sehingga harga saham
61
perusahaan di pasar modal cenderung meningkat. Dengan
meningkatnya harga saham perusahaan, maka return saham
yang akan diperoleh investor juga akan semakin tinggi. Jika
nilai earning per share naik maka harga saham juga
mengalami kenaikan (Darmidji dan Fakhruddin, 2006).
Earning Per Share (EPS) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Earning Per Share = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
b. Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) mengindikasikan besarnya
rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu
rupiah earning perusahaan (Tandelilin, 2010: 375). Harahab
(2007: 311) menjelaskan Price Earnig Ratio (PER) yang tinggi
menunjukan ekspektasi investor tentang prestasi perusahaan di
masa yang akan datang cukup tinggi. Price Earnig Ratio
(PER) juga merupakan ukuran harga relatif dari sebuah saham
perusahaan. Price Earnig Ratio (PER) berguna dalam
bagaimana pasar dapat menghargai kinerja perusahaan yang
ditujukan dalam besarnya laba per sahamnya. Semakin tinggi
Price Earnig Ratio (PER) maka semakin besar pula harga
saham. PER merupakan hubungan antara harga pasar saham
dengan EPS.
Dengan begitu semakin tinggi PER menunjukan semakin
baik kinerja perusahaan, dengan begitu akan menarik minat
62
investor untuk menanamkan modal. Bertambahnya investor
maka EPS juga meningkat karena tingkat pengembalian modal
untuk setiap satu lembar saham pun juga tinggi. Hal ini akan
memberikan dampak positif bagi harga saham dan dapat
menarik minat para investor.
PER = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑃𝑒𝑟𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 X 100%
c. Price To Book Value Ratio (PBV)
Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan
aktiva bersih (net asset) yang dimiliki oleh pemegang saham
dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih
adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai
buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan
jumlah saham yang beredar (Jogiyanto, 2003: 82). Secara
matematis Price to Book Value dapat dirumuskan sebagai
berikut (Toto Prihadi, 2010) :
𝑃𝐵𝑉 = 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
Keterangan:
Price per share = Harga per saham
Book value per share = Nilai buku per saham
Price to Book Value adalah angka rasio yang menjelaskan
seberapa kali seorang investor bersedia membayar sebuah
saham untuk setiap nilai buku per sahamnya. Perusahaan yang
63
aktifitasnya berjalan dengan baik, umumnya memiliki rasio
PVB mencapai di atas satu (>1), yang menunjukkan bahwa
nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Semakin
besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para
pemodal (investor) relatif dibandingkan dengan dana yang
telah ditanamkan di perusahaan.
d. Dividend Per Share (DPS)
Dividend Per Share bertujuan untuk mengukur jumlah
dividen per lembar sahamnya. Dividend Per Share (DPS)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
DPS = 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
e. Dividen Payout Ratio (DPR)
Dividen Payout Ratio (DPR) bertujuan untuk mengukur
perbandingan dividen terhadap laba perusahaan yang
menunjukkan besarnya laba yang akan dibayarkan kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen. Dividen Payout Ratio
(DPR) dapat diukur dengan menggunakan rumus seperti
berikut ini:
DPR = 𝐷𝑃𝑆
𝐸𝑃𝑆 𝑋 100%
f. Book Value Per Share (BVS)
Book Value Per Share bertujuan untuk mengukur
perbandingan total modal sendiri (ekuitas) terhadap jumlah
64
saham. Book Value Per Share dapat di ukur menggunakan
rumus berikut:
BVS = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 𝐻𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟′𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 − 𝑃𝑟𝑒𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑑 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘
𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒𝑠 𝑂𝑢𝑡𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, dan
Current Ratio terhadap harga saham dengan Earning Per Share sebagai
variabel moderasi cukup banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Adapun
beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh:
Endraswati dan Novianti (2015) dengan judul “Pengaruh Rasio
Keuangan dan Harga Saham dengan Earning Per Share sebagai Variabel
Moderasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Daftar Efek
Syariah”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR, DER,
NPM, PER dan EPS sebagai variabel moderasi. Secara parsial hanya variabel
NPM yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham, yang artinya EPS
memoderasi pengaruh NPM terhadap harga saham. NPM merupakan rasio
profitabilitas yang menggambarkan laba bersih yang diperoleh perusahaan.
NPM yang tinggi menunjukkan keuntungan perusahaan yang tinggi. Semakin
tinggi EPS maka minat investor untuk investasi akan meningkat, dan hal ini
memperkuat pengaruh NPM pada harga saham.
Any Novianti (2015) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh
current ratio, debt to equity, net profit margin, price earning ratio terhadap
harga saham dengan earning per share sebagai variabel moderasi” diperoleh
hasil secara parsial (Uji t) variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
65
harga saham dari penelitian yang telah dilakukan adalah Current Ratio (CR),
Debt To Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Earning Per
Share (EPS). Dengan nilai signifikasi masing-masing variabel adalah untuk
Current Ratio (CR) sebesar 0,001, Debt To Equity Ratio (DER) sebesar
0,018, Price Earning Ratio (PER) sebesar 0,000 dan Earning Per Share
(EPS) sebesar 0,000 dimana nilai signifikasi tersebut lebih kecil dari 0,05.
sedangkan perhitungan secara simultan (Uji F) semua variabel Current Ratio
(CR), Debt To Equity Ratio (DER), Net Profit Margin (NPM), Price Earning
Ratio (PER), Earning Per Share (EPS) dan SIZE berpengaruh terhadap harga
saham. Dengan nilai signifikasi adalah sebesar 0,000 dimana nilai signifikasi
tersebut lebih kecil dari 0,05. Pada pengujian kedua dengan menggunakan
metode Uji Residual, variabel Earning Per Share (EPS) merupakan variabel
yang memoderasi hubungan antara Net Profit Margin (NPM) dengan harga
saham dengan hasil uji residual signifikan. Besar dari nilai signifikasi hasil uji
residual adalah sebesar 0,022 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05.
Tabel 1. Penelitian Sebelumnya
No Peneliti dan Judul Variabel Metode Hasil
1. Aditya dan Teguh (2014)
“Pengaruh Current Ratio,
Debt To Equity Ratio,
Return On Equity, Net
Profit Margin dan Earning
Per Share terhadap harga
saham (Studi Kasus pada
perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode
2008-2011)”
CR, DER,
ROE,
NPM,
EPS, dan
Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
Secara parsial hanya
variabel Current
Ratio, Debt to Equity
Ratio, dan Earning
Per Share yang
berpengaruh
signifikan terhadap
harga saham.
Sedangkan secara
simultan dari kelima
variabel independen
memiliki pengaruh
66
signifikan.
2. Sitti (2015) “Pengaruh
Return On Assets, Return
On Equity, dan Earning
Per Share terhadap harga
saham PT Unilever
Indonesia tbk”
ROA,
ROE, EPS
dan Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
Secara simultan
variabel Return on
Asset, Return on
Equity, dan Earning
per Share
memengaruhi Harga
Saham secara positif
signifikan. Sedangkan
Secara parsial hanya
Earning per Share
yang berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap Harga
saham.
3. Endraswati dan Novianti
(2015) “Pengaruh Rasio
Keuangan dan Harga
Saham dengan Earning
Per Share sebagai
Variabel Moderasi pada
Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Daftar
Efek Syariah”
CR, DER,
NPM,
PER, EPS,
dan Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
dan
Moderated
Regressio
n Analysis
(MRA)
Secara parsial hanya
variabel NPM yang
berpengaruh
signifikan terhadap
harga saham, yang
artinya EPS
memoderasi pengaruh
NPM terhadap harga
saham.
4. Muchamad, Rita dan
Kharis (2016) “Analisis
pengaruh Net Profit
Margin, Return On Assets
dan Current Ratio
terhadap harga saham pada
emiten LQ45 yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2010-
2014”
NPM,
ROA, CR
dan Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
Secara bersama –
sama variabel NPM,
ROA, CR tidak
mempunyai pengaruh
terhadap harga saham.
5. Yuni Ferawati (2017)
“Analisis pengaruh
Current Ratio, Net Profit
Margin, Earning Per
Share, Return On Equity
terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur
sub-sektor makanan dan
minuman yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
periode 2012-2016”
CR, NPM,
EPS, ROE
dan Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
Berdasarkan hasil
pengujian secara
parsial hanya Earning
per share yang
berpengaruh secara
negatif terhadap harga
saham. Sedangkan
secara simultan
menunjukkan bahwa
Current Ratio, Net
Profit Margin,
Earning Per Share,
67
Return On Equity
berpengaruh
signifikan terhadap
harga saham pada
perusahaan
manufaktur sub-sektor
makanan dan
minuman yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
6. Cristin Oktavia
Tumandung (2017)
“Analisis pengaruh kinerja
keuangan terhadap harga
saham pada perusahaan
makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa
efek Indonesia periode
2011-1015”
CR, ROE,
DER,
TATO dan
Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
Secara simultan
Current Ratio, Return
On Equity, Debt to
Equity Ratio dan Total
Asset Turnover
berpengaruh
signifikan terhadap
harga saham.
Sedangkan secara
persial Current Ratio
dan Total Asset
Turnover tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
harga saham.
7. Arie Setyawan
Muhammad (2017)
“Pengaruh ukuran
perusahaan, net profit
margin, dan return on
equity terhadap harga
saham pada perusahaan
sektor pertanian di Bursa
Efek Indonesia periode
2011-2015”
NPM,
ROE dan
Harga
Saham
Regresi
Linier
Berganda
Secara persial
menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan,
net profit margin, dan
return on equity
berpengaruh positif
terhadap harga saham.
Sedangkan secara
simultan Ukuran
Perusahaan, Net Profit
Margin (NPM), dan
Return Of Equity
(ROE), secara
bersamaan
berpengaruh positif
terhadap Harga
Saham.
8. Mutiara (2018) “Pengaruh
current ratio, debt to
equity ratio, dan net profit
margin terhadap return on
CR, DER,
NPM dan
ROI
Regresi
Linier
Berganda
Pada perhitungan
persial nilai t hitung
yang dihasilkan
adalah sebesar 2,536
68
invesment pada perusahaan
telekomunikasi di Bursa
Efek Indonesia periode
2010-2016”
sedang nilai t tabelnya
adalah 1,88. Maka
dapat disimpulkan
Current Ratio (CR)
secara positif dan
signifikan
mempengaruhi Return
on Invesment
perusahaan
telekomunikasi di
Bursa Efek Indonesia
periode 2010-2016.
Sedangkan untuk Debt
to Equity Ratio dan
Net Profit Margin
berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap Return on
Invesment perusahaan
telekomunikasi di
Bursa Efek Indonesia
periode 2010-2016.
Sumber: diolah dari kumpulan jurnal
C. Perumusan Hipotesis dan Kerangka Pikir
1. Perumusan Hipotesis
1. Return On Asset (ROA) dan Harga Saham
Menurut Kasmir (2010: 202), Return On Assets merupakan rasio
yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan
dalam perusahaan. Dalam analisis laporan keuangan perusahaan pihak
investor juga akan melihat ROA sebagai langkah awal dalam melihat
kinerja perusahaan untuk berinvestasi saham. Semakin besar nilai
ROA, maka semakin besar dana yang dapat dikembalikan dari total
asset perusahan menjadi laba. Artinya semakin besar laba bersih yang
69
diperoleh perusahaan, semakin baik kinerja perusahaan tersebut.
Dengan demikian, pihak perusahaan akan berusaha mempertahankan
kenaikan ROA yang diperoleh agar memperoleh pandangan baik dari
investor terhadap perusahaan. Pandangan baik investor akan
memberikan dampak positif terhadap perusahaan hal ini berpengaruh
terhadap jumlah permintaan akan saham perusahaan yang meningkat
dimana kenaikan permintaan akan menimbulkan kenaikan pula
terhadap harga saham di pasar bursa itu sendiri. Menurut Husnan
(2009: 328) tingkat profitabilitas yang mampu dihasilkan oleh emiten
akan mempengaruhi tingkat harga saham.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silmi
(2017) dengan judul “ Analisis CR, ROA, DER terhadap Harga pada
Perusahaan Real Estate and Property yang terdaftar di BEI periode
2014-2016” dengan hasil ada berpengaruh secara simultan anatar
Current Ratio, Return On Assets, dan Debt to Equity Ratio terhadap
harga saham . Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Return On Assets (ROA) berpengaruh positif terhadap harga
saham.
2. Net Profit Margin (NPM) dan Harga Saham
Net Profit Margin (NPM) adalah perbandingan antara laba
bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja
perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan
70
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan
tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih
yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka
dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan
laba yang tinggi (Bastian & Suhardjono, 2006: 299).
Profitabilitas menunjukkan tingkat keuntungan bersih yang
mampu diraih oleh perusahaan saat menjalankan operasinya. Para
pemegang saham selalu menginginkan keuntungan dari investasi yang
mereka tanamkan pada perusahaan. Keuntungan tersebut diperoleh
dari keuntungan setelah bunga dan pajak. Semakin besar keuntungan
yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk
membayar dividennya, sehingga semakin banyak investor yang
berinvestasi pada perusahaan tersebut. Sehingga investor akan
menganalisis nilai perusahaan, dengan melihat nilai Next Profit
Margin (NPM), karena investor dapat mengetahui berapa persen
pengambilan atas modalnya di dalam perusahaan tersebut dimasa yang
akan datang. Profitabilitas tinggi yang dimiliki perusahaan akan
menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan.
Tingginya minat investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan dengan NPM yang tinggi akan meningkatkan harga
saham. Prastowo (2011: 97) mengungkapkan bahwa “rationet profit
margin mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah
penjualan. Hasil ini sejalan dengan penelitian dilakukan Arie
71
setyawan M. (2017) dengan judul penelitian “Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Net Profit Margin, dan Return On Equity terhadap Harga
Saham” menemukan bahwa profitabilitas yang diproyeksikan dengan
NPM berpengaruh positif terhadap harga saham. Berdasarkan teori
dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
H2: Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap harga
saham.
3. Current Ratio (CR) dan Harga Saham
Current Ratio (CR) adalah rasio likuiditas yang digunakan
untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada
saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir, 2014: 134). Suatu keadaan
kelebihan aktiva lancar yang besar atas kewajiban lancar tampaknya
membantu melindungi klaim, karena persediaan dapat dicairkan
dengan pelanggan atau karena tidak terdapat banyak masalah dalam
penagihan piutang usaha. Oleh karena itu dapat dikatakan semakin
tinggi tingkat likuiditas, maka semakin besar pula kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan yang memiliki
Current Ratio yang besar akan menarik investor untuk membeli
saham, permintaan terhadap saham perusahaan akan meningkat,
peningkatan permintaan saham akan meningkatkan harga saham
perusahaan.
72
Dalam penelitian Cristin Oktavia Tumandung (2017) dengan
judul “Analisis pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa efek
Indonesia periode 2011-1015” menunjukkan hasil secara simultan
Current Ratio, Return On Equity, Debt to Equity Ratio dan Total Asset
Turnover berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan-perusahaan di subsektor Industri Makanan dan Minuman.
Sedangkan secara persial Current Ratio dan Total Asset Turnover
tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan-
perusahaan di sub-sektor Industri Makanan dan Minuman.
Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3: Current Ratio (CR) berpengaruh positif terhadap harga
saham.
4. Earning Per Share (EPS) dan Harga Saham
Earning Per Share (EPS) biasanya digunakan untuk melihat
keuntungan dengan dasar saham. Bagi investor informasi EPS
merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna,
karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa
depan (Tandelilin, 2010: 365). Analisis laba per saham atau earning
per share dilakukan untuk mengetahui kinerja suatu saham, apakah
mampu menguntungkan berdasarkan pendapatan yang diperolehnya
atau tidak. Untuk mengetahuinya, digunakan perhitungan dalam
73
bentuk kinerja pendapatan per saham atau dikenal dengan istilah
earning per share. Semakin besar angka EPS berarti semakin bagus
kinerja keuangan perusahaan dan sahamnya layak dijadikan pilihan
investasi (Guinan, 2009).
Hal itu sesuai dengan Signaling Theory (Teori Signal) dengan
sinyal yang diberikan perusahaan maka investor dapat mengetahui
bagaimana kondisi keuangan perusahaan, jika kondisi keuangan yang
tercermin dalam Earning Per Share (EPS) menunjukan peningkatan
maka minat investor untuk menanamkan modalnya akan semakin
besar pula dan meningkatkan harga saham dengan begitu akan
memberikan sinyal positif bagi investor. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Any Novianti (2015) dan Lia A (2018)
dengan hasil uji secara parsial Earning Per Share berpengaruh
signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan teori dan penelitian
sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap harga
saham.
5. Earning Per Share (EPS) Memoderasi Return On Assets (ROA)
dan Harga Saham
Menurut Kasmir (2010: 202), Return On Assets merupakan rasio
yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan
dalam perusahaan. Pihak investor juga akan melihat ROA sebagai
langkah awal dalam melihat kinerja perusahaan untuk berinvestasi
74
saham. Semakin besar nilai ROA, maka semakin besar dana yang
dapat dikembalikan dari total asset perusahan menjadi laba. Artinya
semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan, semakin baik
kinerja perusahaan tersebut. Menurut Husnan (2009: 328) tingkat
profitabilitas yang mampu dihasilkan oleh emiten akan mempengaruhi
tingkat harga saham.
Earning Per Share merupakan komponen terpenting yang
sangat diperhatikan oleh para investor. Karena Earning Per Share
adalah laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada pemegang
saham. Analisis laba per saham atau earning per share dilakukan
untuk mengetahui kinerja suatu saham, apakah mampu
menguntungkan berdasarkan pendapatan yang diperolehnya atau
tidak. Untuk mengetahuinya, digunakan perhitungan dalam bentuk
kinerja pendapatan per saham atau dikenal dengan istilah earning per
share. Semakin besar angka EPS berarti semakin bagus kinerja
keuangan perusahaan dan sahamnya layak dijadikan pilihan investasi
(Guinan, 2009). Berdasarkan teori tersebut, maka hipotesis penelitian
ini adalah sebagai berikut:
H5: Earning Per Share memperkuat antara Return On Assets
(ROA) terhadap Harga Saham.
75
6. Earning Per Share (EPS) Memoderasi Net Profit Margin (NPM)
dan Harga Saham
Brigham dan Houston (2010: 146) menjelaskan bahwa net profit
margin atau disebut juga profit margin on sales adalah rasio yang
mengukur laba bersih dari setiap penjualan, dihitung melalui hasil
bagi antara pendapatan bersih dengan penjualan. Dengan semakin
besar laba yang dihasilkan maka dapat menarik minat investor dan
akan berdampak positif terhadap harga saham. Earning Per Share
adalah laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada pemegang
saham. Analisis laba per saham atau earning per share dilakukan
untuk mengetahui kinerja suatu saham, apakah mampu
menguntungkan berdasarkan pendapatan yang diperolehnya atau
tidak. Untuk mengetahuinya, digunakan perhitungan dalam bentuk
kinerja pendapatan per saham atau dikenal dengan istilah earning per
share. Semakin besar angka EPS berarti semakin bagus kinerja
keuangan perusahaan dan sahamnya layak dijadikan pilihan investasi
(Guinan, 2009). Dengan meningkatnya NPM maka EPS juga akan
meningkat, dan akan menarik investor karena NPM yang tinggi
menandakan bahwa laba yang diterima oleh pemegang saham juga
tinggi.
Hal tersebut sesuai dengan Signaling Theory (Teori Signal) yang
memberitahukan bahwa perusahaan yang baik akan dengan sengaja
memberikan sinyal berupa informasi, dengan demikian investor dapat
76
mengetahui perusahaan mana yang kualitas yang baik. Hal ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Any N (2015) dengan
judul “Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity, Net Profit Margin,
Price Earning Ratio terhadap Harga Saham dengan Earning Per
Share sebagai Variabel Moderasi” dengan hasil uji Earning Per Share
dapat memoderasi hubungan antara Net Profit Margin dengan harga
saham. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H6: Earning Per Share memperkuat antara Net Profit Margin
(NPM) terhadap Harga Saham.
7. Earning Per Share (EPS) Memoderasi Current Ratio (CR) dan
Harga Saham
Current Ratio (CR) adalah rasio likuiditas yang digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih
secara keseluruhan (Kasmir, 2014: 134). Kemampuan likuiditas
keuangan antar perusahaan cenderung berbeda antara satu industri
dengan industri lainnya. Current Ratio (CR) yang tinggi menandakan
bahwa kewajiban jangka pendeknya dapat terpenuhi sehingga
kegiatan operasionalnya tidak terganggu sehingga memungkinkan
untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Oleh karena itu dapat
dikatakan semakin tinggi tingkat likuiditas, maka semakin besar pula
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan yang
77
memiliki Current Ratio yang besar akan menarik investor untuk
membeli saham, permintaan terhadap saham perusahaan akan
meningkat, peningkatan permintaan saham akan meningkatkan harga
saham perusahaan.
Earning Per Share merupakan komponen terpenting yang sangat
diperhatikan oleh para investor. Karena Earning Per Share adalah
laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada pemegang saham.
Analisis laba per saham atau earning per share dilakukan untuk
mengetahui kinerja suatu saham, apakah mampu menguntungkan
berdasarkan pendapatan yang diperolehnya atau tidak. Untuk
mengetahuinya, digunakan perhitungan dalam bentuk kinerja
pendapatan per saham atau dikenal dengan istilah earning per share.
Semakin besar angka EPS berarti semakin bagus kinerja keuangan
perusahaan dan sahamnya layak dijadikan pilihan investasi (Guinan,
2009).
Dengan CR yang tinggi maka keuntungan perusahaan semakin
besar, maka EPS akan tinggi karena keuntungan perusahaan yang
semakin besar maka akan meningkat pula laba yang di terima kepada
para pemegang saham. Dengan begitu hal tersebut sesuai dengan
Signaling Theory (Teori Signal), dimana Signaling Theory (Teori
Signal) menurut Wolk, et al. (2001: 375) teori sinyal menjelaskan
alasan perusahaan menyajikan informasi ke pasar modal. Teori sinyal
mengemukakan bagaimana seharusnya perusahaan memberikan
78
sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan. Jadi dengan adanya
Signaling Theory (Teori Signal) memberikan sinyal kepada investor
dalam mengambil keputusan ekonomi. Investor menyukai perusahaan
yang memiliki Current Ratio (CR) yang tinggi sehingga perusahaan
dapat menjalankan kegiatan operasionalnya secara maksimal dan tidak
terganggu oleh hutang sehingga dapat memperoleh keuntungan yang
maksimal. Berdasarkan penjelasan diata, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H7: Earning Per Share memperkuat antara Current Ratio (CR)
terhadap Harga Saham.
2. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan telaah pustaka dan perumusan hipotesis diatas, maka
kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pertama
Net profit
Margin (X2)
Current
Ratio (X3)
Harga
Saham (Y)
Retunt On
Assets (X1)
Earning Per
Share (X4)
79
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Kedua
Kerangka pemikiran pertama menunjukan antara hubungan
variabel independen dengan variabel dependen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah harga saham (Y). Variabel independen terdiri dari
Retunt On Assets (X1), Net profit Margin (X2), Current Ratio (X3) dan
Earning Per Share (X4). Pada kerangka pikir kedua menunjukan
hubungan diantara setiap variabel independen terhadap variabel dependen
yang dimoderasi oleh variabel Earning Per Share (X4).
Net profit
Margin (X2)
Current
Ratio (X3)
Harga
Saham (Y)
Retunt On
Assets (X1)
Earning Per
Share (X4)