bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00081-ak bab ii.pdf ·...

48
10 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Teori Pemangku Kepentingan Istilah ‘pemangku kepentingan’ (stakeholders) merujuk kepada semua pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Oleh karena itu, teori pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi relevan untuk menjelaskan pengembangan CG serta CSR di perusahaan. Gray et al (2001) dalam Ismurniati (2010) menyatakan bahwa stakeholder adalah : “…..pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan, para stakeholder antara lain masyarakat, karyawan, pemerintah, supplier, pasar modal dan lain-lain.” Freeman dan Reed dalam Solihin (2008:51) menempatkan para pemangku kepentingan dalam sebuah grid dengan menggunakan dua dimensi. Tabel 2.1 Grid Pemangku Kepentingan di AS saat ini kepentingan kekuasaan Formal atau pemilih Ekonomis Politik Ekuitas pemegang saham pemangku kepentingan yang tidak setuju direktur kepentingan minoritas Ekonomis Pemasok pemerintah lokal Pemegang utang pemerintah asing Pelanggan pemerintah asing perserikatan Yang memengaruhi pemerintah EPA/OSHA Pemerintah SEC Nader's Riders direktur luar Asosiasi dagang

Upload: buicong

Post on 12-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

10

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Teori Pemangku Kepentingan

Istilah ‘pemangku kepentingan’ (stakeholders) merujuk kepada semua pihak

yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Oleh karena itu,

teori pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi relevan untuk menjelaskan

pengembangan CG serta CSR di perusahaan. Gray et al (2001) dalam Ismurniati

(2010) menyatakan bahwa stakeholder adalah : “…..pihak-pihak yang

berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi

oleh aktivitas perusahaan, para stakeholder antara lain masyarakat, karyawan,

pemerintah, supplier, pasar modal dan lain-lain.” Freeman dan Reed dalam Solihin

(2008:51) menempatkan para pemangku kepentingan dalam sebuah grid dengan

menggunakan dua dimensi.

Tabel 2.1

Grid Pemangku Kepentingan di AS saat ini

kepentingan kekuasaan

Formal atau pemilih Ekonomis Politik

Ekuitas

pemegang saham

pemangku kepentingan yang tidak setuju direktur

kepentingan minoritas

Ekonomis

Pemasok pemerintah lokal Pemegang utang pemerintah asing Pelanggan

pemerintah asing perserikatan

Yang memengaruhi

pemerintah EPA/OSHA

Pemerintah SEC Nader's Riders direktur luar Asosiasi dagang

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

11

Freeman dan Reed mengajukan geradi (grid) pemangku kepentingan kontemporer

yang menunjukan realitas pemangku kepentingan masa kini, dimana stake

(interest/claim – kepentingan) yang dimiliki oleh pemangku kepentingan tidak selalu

kongruen dengan sumber kekuasaan yang dimiliki pemangku kepentingan (Solihin,

2008:52). Contohnya adalah pemerintah yang secara tradisional hanya memiliki

kepentingan sebagai influencer (pemberi pengaruh pada perusahaan), saat ini juga

memiliki kekuasaan yang bersumber dari kekuatan voting selain kekuasaan yang

bersikap politis.

Dan menurut Tunggal (2009:29) terdapat tiga argumen utama yang

mendukung gagasan teori pemangku kepentingan, yaitu: argumen deskriptif,

argumen instrumental dan argumen normatif. Uraian atas ketiga argumen tersebut

akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Argumen deskriptif menyatakan bahwa stakeholders secara sederhana

merupakan deskripsi yang realistis mengenai bagaimana sebuah perusahaan

beroperasi. Manajer dituntut untuk mengarahkan energi mereka terhadap

seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik perusahaan

saja.

b. Argumen instrumental menyatakan bahwa memperhatikan para pemangku

kepentingan merupakan suatu strategi perusahaan oleh manajemen untuk

menghasilkan kinerja perusahaan yang lebih baik. Hal ini didukung oleh

bukti empiris yang diungkapkan oleh Lawrence dan Weber (2008)

menunjukan bahwa setidaknya lebih dari 450 perusahaan yang menyatakan

komitmennya terhadap pemangku kepentingan dalam laporan tahunannya

memiliki kinerja keuangan yang lebih baik, dibandingkan dengan mereka

yang tidak.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

12

c. Argumen normatif menyatakan bahwa setiap orang atau kelompok yang telah

memberikan kontribusi terhadap nilai suatu perusahaan memiliki hak moral

untuk menerima imbalan (rewards) dari perusahaan, hal ini menjadi suatu

kewajiban bagi manajemen untuk memenuhi apa yang menjadi hak para

pemangku kepentingan.

II.1.1 Hubungan Antara Perusahaan Dan Pemangku Kepentingan

Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders mengalami perubahan

dinamis seiring berjalannya waktu. Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseran

bentuk dari yang semula tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudian

berubah lagi menjadi proaktif (proactive) dan akhirnya menjadi interaktif

(interactive). Penjelasan mengenai pola hubungan tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut:

a. Hubungan tidak aktif (inactive); perusahaan meyakini bahwa mereka dapat

membuat keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangkan dampaknya

terhadap pihak lain.

b. Hubungan yang reaktif (reactive); perusahaan cenderung bersifat

mempertahankan diri (defensif), dan hanya bertindak ketika dipaksa untuk

melakukannya.

c. Hubungan yang proaktif (proactive); perusahaan cenderung berusaha untuk

mengantisipasi kepentingan-kepentingan para stakeholders. Biasanya

perusahaan memiliki departemen khusus yang berfungsi untuk

mengidentifikasi isu-isu yang menjadi perhatian para pemangku kepentingan

utama. Namun, perhatian mereka dan para stakeholder dipandang sebagai

suatu permasalahan yang perlu dikelola, bukan dipandang sebagai suatu

sumber keunggulan kompetitif.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

13

d. Hubungan yang interaktif (interactive); perusahaan menggunakan pendekatan

bahwa perusahaan harus memiliki hubungan berkelanjutan yang saling

menghormati, terbuka, dan saling percaya dengan para pemangku

kepentingannya. Dengan demikian, perusahaan menganggap bahwa suatu

hubungan yang positif dengan para pemangku kepentingan adalah sumber

nilai dan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

Hubungan perusahaan dengan para pemangku kepentingan diharapkan

bersifat interaktif. Dengan demikian, diharapkan interaksi ini dapat membantu

perusahaan mempelajari ekspektasi masyarakat, memperoleh keahlian dari luar

perusahaan, mengembangkan solusi kreatif, dan memenangkan dukungan pemangku

kepentingan untuk menerapkan berbagai solusi tersebut.

Menurut Tunggal (2009:63) perlunya respon terhadap para pemangku

kepentingan pada era sekarang ini dipertajam dengan meningkatnya globalisasi

perusahaan dan dengan munculnya teknologi-teknologi yang mampu memfasilitasi

komunikasi cepat pada skala dunia. Suatu perusahaan dapat membuat sebuah

pemetaan mengenai tipe pemangku kepentingan yang sedang dihadapi dengan

menempatkan dimensi potensi dan dimensi kerja sama untuk menentukan strategi

untuk menghadapi para pemangku kepentingan tersebut.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

14

Gambar 2.1

Tipe pemangku kepentingan menurut Blair dan Whitehead

High

Low

High Low

Blair dan Whitehead dalam Solihin (2008:67) membagi tipe pemangku

kepentingan berdasarkan potensi ancaman dan kerja sama ke dalam empat tipe, yakni

supportive stakeholder, marginal stakeholder, nonsupportive stakeholder, dan

mixed-blessing stakeholder.

• The Supportive Stakeholder adalah pemangku kepentingan yang mendukung

berbagai tujuan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan. Pemangku

kepentingan tipe ini memiliki potensi ancaman yang rendah dan potensi kerja

sama yang tinggi.

• The Marginal Stakeholder adalah pemangku kepentingan yang memiliki

potensi ancaman dan kerja sama yang rendah. Umumnya, pemangku

kepentingan tipe ini dianggap tidak relevan untuk diperhitungkan dalam

berbagai isu yang berkaitan dengan pengelolaan pemangku kepentingan.

• The Nonsupportive Stakeholder adalah pemangku kepentingan yang paling

memberi tekanan terhadap organisasi /perusahaan. Tipe ini memberi ancaman

yang cukup tinggi dan potensi kerja sama yang rendah.

Po

tens

i Ker

jasa

ma

Stak

ehol

der

Mixed-Blessing Stakeholder

Supportive Stakeholder

Nonsupportive Stakeholder Marginal stakeholder

Potensi Ancaman Stakeholder

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

15

• The Mixed-Blessing Stakeholder adalah pemangku kepentingan yang

memiliki potensi ancaman tinggi terhadap perusahaan, tetapi juga potensi

kerja sama yang tinggi.

Menurut Solihin (2008:68) berdasarkan hasil pemetaan terhadap tipe pemangku

kepentingan dengan menggunakan dimensi potensi ancaman dan potensi kerja sama,

selanjutnya dapat disusun strategi umum dalam kegiatan manajemen para pemangku

kepentingan dapat dilihat pada figur 2.2

Gambar 2.2

Strategi umum dalam kegiatan manajemen para pemangku kepentingan

High

Low

High Low

Sumber : Solihin 2008, halaman 69

II.2 Good Corporate Governance

Pada awalnya menurut Becht et al dalam Solihin (2008;117), ada enam alasan

yang mendorong munculnya GCG sebagai suatu topik yang menarik perhatian dunia

yang berdampak pada munculnya desakan implementasi GCG di seluruh dunia.

Alasan pertama adalah munculnya gelombang privatisasi diseluruh dunia. Privatisasi

menjadi fenomena yang sangat penting dan terjadi di hampir seluruh negara di dunia.

Tidak bisa dihindari, aktivitas privatisasi ini memunculkan pertanyaan masyarakat

mengenai bagaimana perusahaan tersebut dikendalikan dan dimiliki. Alasan kedua,

Po

tens

i Ker

jasa

ma

Stak

ehol

der

Kolaborasi dengan

Mixed-Blessing Stakeholder

Libatkan Supportive Stakeholder

Bertahan terhadap serangan Nonsupportive

Stakeholder

Memonitor Marginal stakeholder

Potensi Ancaman Stakeholder

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

16

mengenai reformasi dana pensiun. Reformasi dana pensiun yang terjadia pada

negara-negara anggota OECD mengakibatkan membengkaknya dana yang disalurkan

lewat organisasi dana pensiun. Hal ini mengakibatkan meningkatnya investasi yang

dilakukan oleh investor kelembagaan. Alasan ketiga berkaitan dengan merger dan

pengambilalihan perusahaan (takeovers). Pada dasarnya masalah Corporate

Governance mengemuka pada saat investor luar berkeinginan untuk memegang

kendali dari para manajer yang pada saat ini mengelola perusahaan. Kegiatan

pengambilalihan yang tidak bersahabat meningkatkan perhatian terhadap penerapan

GCG di berbagai perusahaan di dunia.

Alasan lain adalah deregulasi dan integrasi pasar modal. Aturan corporate

governance merupakan salah satu bentuk perlindungan dan perangsang terhadap

investasi luar negeri terutama yang muncul diantaranya seperti di Eropa dan Asia

sebagai kekuatan pasar dunia (emerging market). Alasan kelima adalah krisis

ekonomi yang terjadi di Asia Timur, Rusia, dan Brazil. Hal ini merupakan suatu

bukti bahwa lemahnya perlindungan terhadap investasi yang dilakukan oleh investor

asing di wilayah ini. Kerugian yang timbul sebagian besar diakibatkan oleh tidak

sehatnya praktik tata kelola perusahaan. Kejadian ini turut meningkatkan kebutuhan

para investor akan praktik GCG. Alasan terakhir yang memicu pentingnya praktik

GCG adalah terkuaknya berbagai skandal yang menimpa perusahaan besar. Seperti

kasus yang terjadi pada Enron dan berbagai perusahaan lainnya di dunia, menjadikan

tuntutan para investor akan penerapan GCG sangat kuat.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

17

II.2.1 Sejarah Good Corporate Governance

II.2.1.1 The Separation Of Ownership From Control

Konsep mengenai tata kelola perusahaan yang baik terus mengalami

perubahan, begitu banyak usulan yang ditawarkan dalam penyempurnaan konsep

tersebut. Pada tahun 1932 Adolf Berley dan Gardiner Means dalam bukunya yang

berjudul “ The Modern Corporation and Private Property” menyatakan istilah

“Separation of ownership from control” yaitu kondisi dimana pemilik perusahaan

tidak lagi memiliki wewenang penuh terhadap perusahaan dan asetnya. Hal ini

mengacu pada apabila perusahaan telah melakukan penawaran umum sahamnya

kepada publik, maka perusahaan menjadi milik seluruh pihak yang memiliki lembar

saham perusahaan tersebut yang tersebar diseluruh wilayah. Dan tentu saja, para

pemegang saham memiliki hak yang sama dengan pemilik perusahaan. Maka,

perusahaan dan asetnya harus berdiri sendiri terpisah dari pemilik perusahaan. Dan

dijalankan oleh manajemen yang bertindak sebagai agen untuk mencapai seluruh

tujuan perusahaan.

II.2.1.2 Countervailing Power And The Technostructure

Ketika munculnya pemikiran mengenai masalah yang ditimbulkan oleh

kekuasaan yang dimiliki oleh perusahaan besar, termasuk didalamnya mengenai

“separation of ownership from the control” muncul begitu banyak penulis yang

membahas mengenai isu tersebut. Salah satu yang paling popular adalah John

Kenneth Galbraith. Galbraith pada awal tulisannya banyak membahas mengenai

manifestasi dari corporate power seperti praktik oligopoli yang banyak terjadi pada

industri di Amerika. Akan tetapi Galbraith mengakui bahwa isu pemisahan

kepemilikan dari kontrol yang diungkapkan oleh Berley dan Mean merupakan hal

yang paling benar. dalam tulisannya yang berjudul “American Capitalism: The

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

18

Concept of Countervailing Power” pada tahun 1952, Galbraith menemukan teori

baru yang menyatakan bahwa didalam sistem pengawasan tradisional dalam konsep

oligopoli, terdapat istilah pemantauan oleh pemilik yang bertanggung jawab. Hal ini

hampir sama dengan konsep pemisahan kepentingan dari kontrol yang dijelaskan

oleh Berley dan Mean. Galbraith menjelaskan bahwa berbeda dengan konsep

tradisional dimana perusahaan berada di sisi yang sama sebagai penjual dan pembeli

dalam pasar. Menurut Galbraith harus ada pos pemeriksaan baru, yang berada disisi

yang berlawanan dengan pasar. Ia menamakan sebagai “kekuatan pengimbang”.

Galbraith mencoba mencari kekuatan pengimbang dengan pengaktifan serikat

buruh, menghimbau kepada perusahaan pengecer dan distributor untuk

mengembangkan konsep “Contervailing Power” atas nama melindungi konsumen.

Akan tetapi semua itu gagal, perusahaan retail tetap mengejar profitabilitas semata,

dan serikat buruh terbentur oleh peraturan-peraturan yang ada didalam perusahaan.

Pada tahun 1967, Galbraith menemukan konsep baru yang mengacu pada pemisahan

kepentingan menurut Berley dan Mean, ia menamakan sebagai “Technostructure”.

Technostructure merupakan sebuah badan yang terdiri dari orang-orang yang

independen dan memiliki pengetahuan yang memadai untuk mengelola perusahaan,

dan melakukan proses pengambilan keputusan. Anggota “technostructure” terdiri

dari perwakilan pemilik perusahaan, perwakilan pemegang saham dan organ-organ

lain dalam perusahaan. Sehingga mewakili seluruh pemangku kepentingan didalam

perusahaan tersebut. Pada tahun 1973, Galbraith kembali menulis mengenai sistem-

sistem yang penting untuk membangun perusahaan yang memiliki tata kelola yang

baik yang berjudul “Economic and The Public Purpose”. Galbraith menjelaskan

mengenai perbedaan yang sangat jelas mengenai konsep ekonomi neo klasikal

dengan sistem pasar yang berbasis ekonomi sosialis. Dalam tulisannya Galbraith

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

19

menjelaskan bahwa terdapat beberapa peran penting pemerintah dalam konsepnya,

yaitu membuat peraturan mengenai agen, lingkungan, keamanan produk,

keselamatan pekerja untuk mengatur korporat dalam menjalankan usahanya sehingga

tercipta tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan

baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa berkembangnya

budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif lebih menyadarkan

orang akan perlunya sistem tata-kelola perusahaan. Bagaimanapun juga dalam suatu

perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung

jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang menjadi obyek corporate

governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa, sedangkan yang mempunyai

adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi oleh interaksi dalam

mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

Selalu ada potensi konflik antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan,

antara pemilik saham mayoritas dan minoritas, antara pekerja dan pimpinan

perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan lingkungan, potensi

kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat setempat, antara

perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji

para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan. Dewasa ini, corporate governance

sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan

suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat.

Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban, baik itu tindakan bisnis, tindakan

dalam dunia olahraga dan sebagainya, bahkan juga tindakan dalam perang. Bagi

Indonesia, good corporate governance dewasa ini merupakan salah satu persyaratan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

20

yang diminta oleh IMF yang harus diusahakan oleh Pemerintah Indonesia

(Kusmanto:2007).

II.2.2 Pengertian Good Corporate Governance

Di Indonesia, sebagian literatur menerjemahkan Corporate governance

sebagai tata-kelola, dan sebagian lainnya menyebutnya tata-pamong. Namun

demikian, frasa GCG semakin mengemuka seiring dengan perkembangan

kompleksitas perusahaan dan tuntutan dari banyak pihak untuk menjadikan

perusahaan memperhatikan aspek-aspek yang lebih luas. Forum for Corporate

Governance in Indonesia (FCGI) mendefisikan GCG sebagai berikut :

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,

creditors, the government, employees, and other internal and external stakeholders

in respect to their rights and responsibilities”

Sedangkan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

mendefinisikan GCG sebagai berikut :

“ Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of the right and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides this structure through which company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”

Definisi GCG berdasarkan Forum for Corporate Governance in Indonesia

(FCGI) diatas sesuai dengan definisi menurut Organization for Economic

Cooperation and Development (OECD), dimana keduanya fokus terhadap hubungan

diantara para stakeholder serta hak dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan dua definisi di atas maka GCG dapat didefinisikan sebagai suatu

pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD,

BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

21

berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan

stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Mengacu pada Warsono, Amalia dan Rahajeng (2009:5) corporate

governance adalah sistem yang memiliki fungsi dan pihak-pihak terkait. Fungsi-

fungsi dan pihak-pihak yang terkait dalam penerapan GCG adalah sebagai berikut:

a. Oversight (perhatian secara bertanggung jawab) oleh Board of Directors

(dewan direksi);

b. Enforcement (penegakan) oleh Chief Executive Officers (pejabat eksekutif);

c. Advisory (pemberian saran) oleh Board of Commisions/Committees (dewan

komisaris/ komite);

d. Assurance (penjaminan) oleh Auditors (pemeriksa);

e. Monitoring (pemantauan) oleh Stakeholders (pemangku kepentingan).

II.2.3 Badan Penegak Good Corporate Governance

Sejak terungkapnya berbagai skandal perusahaan, perhatian dunia terhadap

pentingnya penerapan GCG semakin meningkat. Banyak negara di dunia dan

lembaga internasional mendorong reformasi GCG yang ditunjukkan dengan

berkembangnya peraturan dan kebijakan GCG yang dihasilkan. Dorongan terhadap

penerapan GCG harus timbul dari internal perusahaan maupun dari dorongan dari

luar berbagai entitas penegak GCG. Di Indonesia, bahkan di dunia telah dilakukan

berbagai upaya untuk mempromosikan dan mendorong penerapan GCG. Berikut ini

adalah entintas-entitas penegak GCG :

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

22

II.2.3.1 Badan Penegak GCG Di Indonesia

a. Forum For Corporate Governance In Indonesia (FCGI)

FCGI merupakan lembaga yang bergerak di bidang GCG yang dibentuk

pada tahun 2000 oleh para profesional dan lima asosiasi yaitu Asosiasi

Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen

Akuntan Manajemen (IAI-MAC), Indonesian Financial Executives

Association (IFEA), Indonesia Netherlands Association (INA), dan

Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) (Warsono et al, 2009;111).

FCGI memiliki tujuan utama meningkatkan ketanggapan dan

mensosialisasikan prinsip GCG kepada komunitas bisnis di indonesia.

Upaya-upaya mensosialisasikan prinsip GCG dilakukan dengan

mempublikasikan Pedoman Good Corporate Governance dan menyusun

kuisioner self-assessment untuk penilaian penerapan prinsip GCG di

perusahaan.

b. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)

KNKG dibentuk pada 30 November 2000 melalui Keputusan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian NO: KEP-31/M.EKUIN/06/2000

(Warsono et al, 2009:112). KNKG dibentuk dengan tujuan meningkatkan

penerapan GCG di Indonesia dan memberikan masukan kepada

pemerintah dalam hal-hal yang terkait dengan isu governance di sektor

publik maupun privat.

c. Center For Good Corporate Governance Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada (CGCG UGM).

Entitas penegak GCG yang ketiga ini dibentuk pada tahun 2007 dengan

tiga tujuan utama menurut Warsono et al (2009) yaitu: mempromosikan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

23

transparansi dan akuntabilitas, menyebarkan informasi dan pengetahuan

mengenai GCG dan memungkinkan investor, khususnya minoritas dan

komunitas bisnis untuk turut serta menjaga jalannya praktik bisnis dan

mencegah terjadinya fraud.

II.2.3.2 Badan Penegak GCG Di Dunia

a. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)

Awal terbentuknya OECD bernama Organisation for European Economic

Cooperation (OEED) dibentuk pada tahun 1947 untuk menjalankan

Marshal Plan yaitu program Amerika untuk membiayai rekonstruksi

benua yang rusak akibat perang. Dengan membuat masing-masing

pemerintah di Uni-Eropa mengakui saling ketergantungan ekonomi

diantara mereka, hal ini membuka jalan bagi era baru kerjasama dan

mengubah wajah Eropa. Keberhasilan program Marshal Plan membawa

Amerika dan Kanada bergabung sebagai anggota OEEC dengan

menandatangani konvensi OECD baru pada tanggal 14 Desember 1960.

OECD secara resmi lahir pada tanggal 30 September 1961 ketika

konvensi mulai berlaku. Sejak saat itu, banyak negara-negara lain

bergabung menjadi anggota OECD. Dimulai dari Jepang pada tahun

1964, sampai hari ini telah 34 negara anggota OECD di seluruh dunia

saling melihat, mengindentifikasi setiap permasalahan di negara lain

kemudian mendiskusikan, menganalisis kemudian mempromosikan

kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di negara lain

anggota OECD. Hal ini membawa dampak sangat positif, dengan

meningkatnya kemakmuran pada negara-negara anggota OECD.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

24

b. International Corporate Governance Network

Selanjutnya asosiasi internasional yang sebagian besar anggotanya adalah

investor institusional yang berasal lebih dari 40 negara membentuk

International Corporate Governance Network (ICGN) yang

didedikasikan untuk berbagi informasi dan mengembangkan kebijakan

global terkait dengan investasi, tanggunggjawab dan hak pemegang

saham.

c. Sarbanes Oxley Act

Di Amerika, kongres dengan cepat mengesahkan Sarbanes Oxley Act

(SOA) pada 30 Juli 2002 untuk menegakkan akuntabilitas perusahaan dan

untuk membangun kembali kepercayaan investor di pasar modal. SOA

merupakan respon progresif Amerika terhadap kegagalan-kegagalan

perusahaan dalam menerapkan GCG.

II.2.4 Model-model Corporate Governance

Terdapat tiga model corporate governance yang dapat menunjukan

bagaimana kekuasaan untuk menjalankan dan mengawasi perusahaan. Yaitu,

traditional model, co-determination model, dan stakeholder model (Solihin,

2008:120).

a. Traditional model

Dalam model ini, corporate governance suatu perusahaan didasarkan atas

hak kepemilikan (property rights). Dalam model ini, adanya pemegang

saham sebagai pemegang kendali atas perusahaan merupakan faktor utama

dalam corporate governance. Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan

mengadakan pertemuan setahun sekali untuk mendengarkan laporan kinerja

tahunan perusahaan serta memilih dewan direksi dan memberikan

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

25

persetujuan atas rencana-rencana perusahaan. Direksi perperan sebagai

penghubung antar para manajer dan pemegang saham.

Gambar 2.3

Traditional Model

Sumber : Ismail Solihin, 2008, Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainability, halaman 121

b. Co-determination model

Dalam model ini, perwakilan dari karyawan ditempatkan pada posisi dewan

direksi yang berperan dalam proses corporate governance. Modal yang

berasal dari pemegang saham dan tenaga kerja sama-sama berperan dalam

proses corporate governance.

Gambar 2.4

Co-determination Model

Sumber : Ismail Solihin, 2008, Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainability, halaman 122

Pemegang saham (pemilik perusahaan)

Manajer dan pegawai

Dewan direksi

Pekerja lainnya

Modal tenaga kerja

Dewan pengurus Dewan manajemen

Manajemen

Karyawan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

26

c. Stakeholder model

Model ini didasarkan pada perkembangan teori manajemen pemangku

kepentingan yang menyatakan bahwa selain para karyawan dan pemegang

saham, masih terdapat kelompok lain di dalam masyarakat yang merupakan

tanggung jawab perusahaan jika operasi perusahaan memiliki dampak

terhadap kelompok tersebut serta perusahaan harus menyelaraskan

pencapaian tujuannya dengan kepentingan berbagai konstituen yang sering

kali bertentangan satu dengan lainnya.

Gambar 2.5

Stakeholder Model

Sumber : Ismail Solihin, 2008, Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainability, halaman 123

II.2.5 Tiga Pilar Pengembangan Good Corporate Governance

Sebagai sebuah sistem, pengembangan GCG minimal harus dipengaruhi oleh

tiga pilar utama (Warsono et al,2009:60) yaitu :

1. Pilar pengetahuan yang mapan; berfungsi sebagai landasan utama agar

mekanisme GCG berjalan secara sistematis.

Kepentingan sosial, politik dan ekonomi

Partisipasi para pemegang saham dalam dewan direksi

Manajemen

Karyawan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

27

2. Pilar prinsip-prinsip dasar; berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam

menerapkan GCG, sebagai bahasa komunikasi yang memungkinkan

perusahaan-perusahaan dapat berbagi kesuksesan dalam penerapan GCG.

3. Pilar rancang-bangun; berfungsi agar penerapan GCG dapat secara cost

effective mencapai tujuan perusahaan secara khusus. Diharapkan perusahaan

dapat merancang penerapan GCG yang disesuaikan dengan kebutuhan dan

keinginan perusahaan.

II.2.6 Prinsip Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip dasar berperan sebagai pijakan bagi perusahaan dalam

memlilih dan menetapkan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan dalam

menerapkan GCG. Berpegang pada prinsip-prinsip yang baik, maka berbagai

aktivitas dapat bersinergi untuk mencapai tujuan GCG, yaitu memberikan nilai

tambah bagi perusahaan sebagai entitas ekonomi sekaligus entitas sosial. Berikut ini

adalah prinsip-prinsip GCG menurut badan-badan penegak GCG :

II.2.6.1 Prinsip-prinsip GCG menurut OECD

Berikut ini adalah prinsip GCG yang ditetapkan OECD (Nurdianty,2008:16):

a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham

Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, mengalihkan

atau memindahkan saham yang dimiliki, memperoleh informasi yang

relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, berperan dan

memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS),

memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta memperoleh

pendistribusian keuntungan perusahaan;

b. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham termasuk

pemegang saham asing dan minoritas;

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

28

c. Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan yaitu

dorongan kerjasama antara perusahaan dengan pemangku kepentingan

agar tercipta kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan

usaha;

d. Keterbukaan dan transparansi terkait keuangan, kinerja perusahaa,

kepemilikan,dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang

diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan dengan standar

yang berkualitas tinggi;

e. Akuntabilitas dewan komisaris yaitu GCG menjamin adanya pedoman

strategi perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen

yang dilakukan oleh dewan komisaris dan akuntabilitas dewan

komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

II.2.6.2 Prinsip GCG menurut International Corporate Governance Network

ICGN merekomendasikan prinsip-prinsip berikut ini sebagai best practices

dalam penerapan GCG (Warsono et al, 2009:66) :

a. Honesty (kejujuran); prinsip ini menuntut perusahaan untuk

menyampaikan kebenaran di setiap waktu tanpa harus memperhatikan

konsekuensinya.

b. Resilience (kekuatan segera pulih); prinsip ini menuntut perusahaan

mengembangkan struktur GCG yang mampu bertahan hidup dan

segera pulih kembali jika perusahaan mengalami kemunduran atau

kegagalan.

c. Responsiveness (ketanggapan); prinsip ini menuntut perusahaan

bereaksi cepat terhadap permintaan dan tuntutan para pemangku

kepentingan.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

29

d. Transparency (transparansi); pada dasarnya prinsip ini menuntut

perusahaan menyajikan secara terus-terang informasi yang relevan

bagi para pemangku kepentingan secara andal dan dalam bahasa yang

mudah untuk dopahami.

II.2.6.3 Prinsip GCG menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance

Indonesia

Mengacu pada Solihin (2008;125), imlementasi GCG dilaksanakan dengan

berhasil jika memiliki sejumlah prinsip. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG

menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance:

a. Transparansi (transparency); Untuk menjaga objektivitas dalam

menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi relevan

dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku

kepentingan.

b. Akuntabilitas (accountability); Perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan

kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan

pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

c. Responsibilitas (responsibility); Perusahaan harus mematuhi

peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab

terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara

kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan

sebagai good corporate citizen.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

30

d. Independensi (independency); untuk melancarkan pelaksanaan GCG,

perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing

organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat

diintervensi oleh pihak lain.

e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness); Dalam melaksanakan

kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memerhatikan kepentingan

pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan

asas kewajaran dan kesetaraan.

Walaupun terdapat variasi dalam penggunaan prinsip-prinsip dasar GCG,

tetapi sebagian besar lembaga yang mengembangkan model juga

menggunakan beberapa prinsip GCG yang sama, seperti misalnya prinsip

transparency (transparansi), independency (independensi) dan accountability

(akuntabilitas).

II.2.7 Partisipan Good Corporate Governance

Partisipan merupakan organ perusahaan yang sangat berperan penting untuk

menegakkan GCG di perusahaan. Disatu sisi, partisipan, baik sebagai individu

ataupun unit organisasi, menjadikan perusahaan dapat berkembang secara dinamis

karena para partisipan yang berada di perusahaan memiliki gagasan inovatif dan

dedikasi yang tinggi untuk menjalankan gagasan tersebut. Di sisi lain, partisipan juga

memiliki kelemahan, keterbatasan dan kepentingan pribadi yang melekat dalam

dirinya yang dapat menghambat penyelarasan tujuan individu dengan tujuan

perusahaan. Terdapat lima jenis partisipan GCG (Warsono et al, 2009:77) yang

meliputi:

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

31

1. Board of Directors (BoD)

BoD merupakan organ perusahaan yang fungsi utamanya adalah memberi

perhatian secara bertanggung jawab (oversight) atas pengelolaan perusahaan

dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Tanggung jawab

BoD mencakup lima tugas utama (KNKG 2006:18) yaitu kepengurusan,

manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung jawab

sosial.

2. Chief Executive Officers (CEO)

Tugas utama CEO adalah menjalankan perusahaan sebaik mungkin dan

mengamankan aset perusahaan. CEO memiliki tugas dan tanggung jawab

utama (Warsono et al,2009:83) diantaranya adalah menjalankan peran

sebagai wakil dari perusahaan dan menentukan agenda kegiatan perusahaan,

sebagai fasilitator anggota dewan untuk menerima informasi secara akurat

dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan, melindungi hak para

pemegang saham untuk menerima informasi secara akurat dan tepat waktu

yang berhubungan dengan peristiwa material, dan yang terakhir adalah

sebagai fasilitator antara pemegang saham dan dewan untuk memastikan

direktur memberikan masukan yang berarti untuk kepentingan pemegang

saham.

3. Board of Commissioners/ Committes (BoC)

Berikut ini adalah tugas utama BoC berdasarkan prinsip GCG menurut

OECD :

a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar

rencana kerja, kebijakan pengendalian resiko, anggaran tahunan dan

rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

32

kinerja perusahaan, serta memantau penggunaan modal perusahaan,

investasi dan penjualan aset;

b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan

penggajian anggota BoD, serta menjamin suatu proses pencalonan

anggota BoD yang transparan dan adil;

c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat

manajemen, anggota BoD dan anggota BoC, termasuk

penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;

d. Memantau pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan

dimana saja perubahan itu diperlukan;

e. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam

perusahaan

4. Auditor (Aud)

Auditor merupakan partisipan yang berperan mengevaluasi, memeriksa,

menginvestigasi dan memberikan keyakinan terhadap penerapan GCG. Pada

umumnya terdapat dua jenis auditor yang lazim ada di perusahaan, yaitu

auditor internal dan auditor eksternal.

5. Stakeholders (StH).

Terdapat banyak pengelompokan stakeholders (pemangku kepentingan) baik

yang mempengaruhi perusahaan, maupun yang dipengaruhi perusahaan.

Berikut ini beberapa kelompok stakeholders :

a. Pemegang saham

b. Karyawan

c. Pelanggan

d. Masyarakat sosial

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

33

e. Kreditor

f. Pemerintah

II.2.8 Pengungkapan GCG

Pengungkapan GCG akan berdasarkan pada 4 prinsip Good Corporate

Governance menurut Trihapsari (2006:40)

1. Transparansi

Informasi-informasi mengenai transparansi perusahaan disajikan dalam

laporan tahunan yang dilaporkan oleh perusahaan kepada Bapepam. Laporan

tahunan yang diteliti terdiri dari :

a. Kelengkapan laporan keuangan

Sesuai dengan keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep-38/PM/1996,

laporan keuangan yang lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi,

laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan

keuangan. Apabila perusahaan menyajikan laporan keuangan secara

lengkap, maka masing-masing komponen diberikan bobot 1 (satu),

sehingga bila perusahaan menyajikan laporan keuangan secara lengkap

akan diberikan bobot 5 (lima).

b. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan

Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep-38/PM/1996,

laporan keuangan disampaikan tepat pada waktunya bila diserahkan

selambat-lambatnya 120 hari setelah tahun buku perusahaan perusahaan

berakhir. Apabila perusahaan menyampaikan laporan keuangan tepat

pada waktunya, akan diberi bobot 1 (satu).

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

34

c. Kelengkapan Laporan non-Keuangan

Selain laporan yang bersifat keuangan, keterbukaan informasi juga

menyangkut adanya pengungkapan informasi yang bersifat non keuangan.

Sesuai dengan keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep-38/PM/1996,

kelengkapan laporan keuangan terdiri dari laporan manajemen, ikhtisar

data keuangan penting, dan analisa dan pembahasan umum oleh

manajemen. Apabila perusahaan mengungkapkan informasi yang bersifat

non-keuangan tersebut, untuk masing-masing laporan yang disampaikan

akan diberi bobot 1 (satu), sehingga apabila perusahaan mengungkapkan

semua informasi non-keuangan sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam

tersebut akan diberi bobot 3 (tiga).

2. Akuntabilitas

Akuntabilitas akan tercipta bila ada pengawasan yang efektif, dimana fungsi

pengawasan ini dilaksanakan oleh komite audit sesuai dengan Surat Edaran

dari Bapepam Nomor : SE-03/PM/2000 seperti yang dikutip oleh Nila dalam

Hapsari (2006;41). Apabila perusahaan memiliki komite audit yang lengkap

sesuai dengan ketentuan (terdiri dari 3 (tiga) orang dan dipimpin oleh

komisaris independen) diberi bobot 1 (satu). Apabila perusahaan

mengumumkan laporan komite audit dalam laporan tahunan, akan diberikan

bobot 1 (satu). Apabila komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya

dalam 3 bulan sekali, akan diberi bobot 1 (satu). Dengan demikian, apabila

perusahaan memenuhi semua komponen dalam variabel ini akan diberikan

bobot 3 (tiga).

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

35

3. Kewajaran

Prinsip kewajaran tercermin dengan adanya pendapat dari auditor

independen. Pendapat auditor independen yang digunakan adalah pendapat

auditor independen atas laporan keuangan perusahaan tahun 2005, dengan

alasan menurut Trihapsari (2006:41) pendapat auditor independen atas

laporan keuangan tahun 2005 akan dijadikan acuan oleh perusahaan dalam

penyajian laporan keuangan tahun berikutnya. Berikut ini adalah pemberian

bobot terhadap pendapat auditor independen :

a. Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberi bobot 5 (lima)

b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, diberi

bobot 4 (empat)

c. Pendapat wajar dengan pengecualian, diberi bobot 3 (tiga)

d. Pendapat tidak wajar, diberi bobot 2 (dua)

e. Pernyataan tidak memberikan pendapat, diberi bobot 1 (satu)

4. Responsibilitas

Tanggung jawab Perusahaan terwujud dengan adanya kepedulian perusahaan

terhadap masyarakat disekitarnya. Karena perusahaan merupakan salah satu

anggota masyarakat, dan oleh karenanya harus bertindak dengan

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat disekitarnya. Kepedulian

perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya menurut

Zuhroh dan Siskawati dalam Trihapsari (2006;42) meliputi empat tema, yaitu

produk dan konsumen, kemasyarakatan, ketenagakerjaan, dan lingkungan

hidup. Pengungkapan atas tema-tema tersebut dalam laporan tahunan akan

diberi bobot 1 (satu) untuk masing-masing tema, sehingga apabila perusahan

memenuhi keempat tema tersebut maka akan diberi bobot 4 (empat).

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

36

II.2.9 Perkembangan praktek Corporate Governance di Indonesia

Semakin tinggi kompleksitas organisasi, semakin tinggi pula kebutuhan

terhadap governance, sehingga semakin komprehensif governance yang harus

diterapkan. Tujuan pemerintahan Indonesia pada dasarnya meningkatkan

kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia dan dapat berperan di dunia internasional

dalam pencapaian perdamaian dunia. Mengacu pada pendapat Kaihatu (2006)

menurut kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)

mengidentifikasikan beberapa faktor yang memberikan kontribusi terhadap krisis di

Indonesia. Yaitu konsentrasi kepemilikan yang tinggi, tidak efektifnya fungsi

pengawasan dewan komisaris, inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai

prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan, dan tingginya tingkat

ketergantungan pada pendanaan eksternal, serta ketidak memadainya pengawasan

oleh para kreditor.

Daniri (2005) dalam Kaihatu (2006) menyatakan “tantangan terkini yang

dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek GCG

oleh komunitas bisnis dan publik pada umumnya”. Dampak dari kurangnya

pemahaman tersebut membuat komunitas internasional masih menempatkan

Indonesia pada urutan terbawah rating implementasi GCG sebagaimana yang

dilakukan oleh Standards & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moldy’s and

Morgan, and Calper’s. Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat dalam Report

on Institutional investor Survey pada tahun 2002 menempatkan Indonesia pada

urutan paling bawah bersama dengan China dan India dengan nilai 1,96 untuk

transparansi dan keterbukaannya. The World Bank melakukan peratingan pada

negara-negara di Asia Tenggara berdasarkan enam kriteria tata kelola. Dan hasilnya

menyatakan bahwa Indonesia berada jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

37

negara lain yang berada di Asia Tenggara. Berdasarkan pada hasil peratingan

tersebut dapat diketahui bahwa skor negara tetangga tersebut berada jauh diatas

Indonesia, hal ini dapat terlihat dari besarnya pendapatan per kapita negara-neagra

tetangga di Asia Tenggara dibandingkan dengan Indonesia. Indonesia berada pada

peringkat ke enam dalam peratingan Corporate Governance yang dilakukan oleh The

World Bank dan berada di peringkat dalam peratingan GDP (Gross Domestic

Product) per kapita.

Tabel 2.2

Peratingan World Bank terhadap corporate governance di Asia Tenggara

Singapore $28,000.00 Indonesia $3,600.00 Malaysia $12,000.00 Vietnam $2,800.00 Thailand $8,000.00 Laos $2,000.00Philipines $4,000.00 Myanmar $1,700.00

Sumber: Anthony Tarantino, 2009, Governance, Risk and Compliance Handbook, halaman 712.

Hasil yang konsisten juga diperoleh dari survei yang dilakukan oleh Asian

Corporate Governance Association pada tahun 2010 mengenai penerapan CG di

Asia bahwa penerapan indikator CG di Indonesia masih di bawah rata-rata.

Tabel 2.3

Corporate Governance Watch in Asia 2010

Walaupun beberapa survey serta penelitian sebelumnya menyatakan bahwa

perkembangan penerapan CG di Indonesia masih jauh dibandingkan dengan negara-

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

38

negara lainnya. Akan tetapi, pada saat ini perkembangan penerapan prinsip-prinsip

GCG di Indonesia mengalami perkembangan dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya. Mengacu pada pendapat Daniri (2007) pemerintah melalui

perangkatnya mulai melakukan banyak pembenahan untuk memperbaiki citra

pemerintah serta memperlihatkan keseriusannya dalam meningkatkan praktik GCG

di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari pemberdayaan Badan Pemeriksa keuangan,

Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, Mahkamah konstitusi,

Kejaksaan Agung dan juga kepolisian. Bukti adanya akuntabilitas pemerintah

didalam melakukan pengelolaan negara dengan baik, serta keterbukaan kepada

publik tercermin dalam telah cukup banyaknya temuan-temuan dan kasus-kasus yang

diangkat ke permukaan dan dan diterapkan enforcement atas para pelanggar tersebut.

II.3 Corporate Social Responsibility

II.3.1 Sejarah Corporate Social Responsibility

Literatur-literatur awal yang membahas CSR pada tahun 1950an menyebut

CSR sebagai Social Responsibility (SR bukan CSR). Tidak disebutkannya kata

corporate dalam istilah tersebut kemungkinan besar disebabkan pengaruh dan

dominasi korporasi modern belum terjadi atau belum disadari. Pada tahun 1960-an

banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi CSR. Salah satu

akademisi CSR yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal

karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR

dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law of Responsibility” yang

menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan sosial

yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate

with their social power). Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

39

menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai dengan anggapan

masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Kata corporate

mulai dicantumkan pada masa ini. Hal ini bisa jadi dikarenakan sumbangsih Davis

yang telah menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial

dengan korporasi. Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul Silent

Spring. Buku tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada aktivitas

pelestarian alam. Buku tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida

terhadap kelestarian alam, khususnya burung. DDT menyebabkan cangkang telur

menjadi tipis dan menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung.

Silent Spring juga menjadi pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun

1972. Selain penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan

sebagai salah satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi majalah

Human Events. Tahun 1963 Joseph W. McGuire memperkenalkan istilah Corporate

Citizenship. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities

supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also

certain responsibilities to society which extend beyond these obligations”

McGuire kemudian menjelaskan lebih lanjut kata beyond dengan menyatakan

bahwa korporasi harus memperhatikan masalah politik, kesejahteraan masyarakat,

pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan seluruh permasalahan sosial

kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak “baik,” sebagai

mana warga negara (citizen) yang baik. Tahun 1971, Committee for Economic

Development (CED) menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations.

Penerbitan yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu

adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan

pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

40

CED merumuskan CSR dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris.

Lingkaran dalam merupakan tanggung jawab dasar dari korporasi untuk penerapan

kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan);

Lingkaran tengah menggambarkan tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitif

terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan

mana yang akan diambil; Lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang

mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam

menjaga lingkungan dan masyarakat. Pada tahun 1980-an program CSR ditandai

dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk lebih mengartikulasikan secara tepat

apa sebenarnya corporate responsibility. Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa

melalui World Commission on Environment and Development (WECD) menerbitkan

laporan yang berjudul Our Common Future – juga dikenal sebagai Brundtland

Report untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD

waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik

yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan

yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerjasama

multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable

development). Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992. Dihadiri oleh

172 negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan.

Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil

akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya eco-

efficiency dijadikan sebagai prinsip utama berbisnis dan menjalankan pemerintahan.

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibiliy (CSR)

berkembang setelah kemajuan dan perkembangan yang pesat untuk tata kelola

perusahaan pada 1973.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

41

Konsep CSR muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya

karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal

mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan

alam. Seiring dengan dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder

perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.

CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan

keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi

kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang

memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate

giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community

development.

Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi

atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate

philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan

tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan. Banyak

perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal

setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang

menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau sekadar “menghabiskan”

anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa

program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.

Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan

semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple

Bottom Line in 21st Century Business pada tahun 1998 oleh John Elkington. Menurut

Collin (2010) terdapat tiga komponen penting pada sustainable development, yakni

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

42

economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the

World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland

Report tahun 1987.

Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an.

Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (corporate social

activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR,

secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran

serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.

II.3.2 Pengertian Corporate Social Responsibility

The World Bussiness Council for Sustainable Development (WBCSD)

sebagai lembaga internasional yang beranggotakan lebih dari 120 perusahaan

multinasional itu mendefiniskan CSR sebagai berikut : “Continuing commitment by

business to behave ethically and contribute to economic development while

improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local

community and society at large”

Dari definisi CSR diatas terlihat bahwa WBCSD berusaha menekankan

kepada komitmen untuk bertindak etis dan berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi

yang disertai dengan peningkatan kualitas hidup karyawan serta masyarakat luas.

Tidak jauh berbeda dengan definisi WBCSD, maka World Bank mendefinisikan CSR

sebagai berikut :

“The commitment of business to contribute to sustainable economic

development working with employees and their representatives the local community

and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for

business and good for development”

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

43

Di Indonesia sendiri, Penjelasan pasal 15 huruf b UU No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung

jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap

perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,

seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat

setempat “.

Menurut UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka

3, tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan

serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas

kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas

setempat maupun masyarakat pada umumnya. Sementara itu, Tunggal (2008:1)

dalam bukunya yang berjudul Corporate Social Responsibility (CSR) mendefinisikan

CSR sebagai berikut “Tanggung jawab sosial adalah kewajiban perusahaan untuk

merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melaksanakan tindakan yang

memberikan manfaat kepada masyarakat”.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sudah bukan saatnya

perusahaan hanya memikirkan keuntungan finansial semata, tetapi juga harus

memperhatikan hak dan kepentingan publik, khususnya yang berada di sekitar

perusahaan.

II.3.3 Piramida Corporate Social Responsibility

Carroll (1991) dalam Tunggal (2008:56) telah memberikan penjelasan teoritis

dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat di

sekitarnya melalui konsep piramida CSR. Ia beranggapan bahwa CSR adalah puncak

piramida yang erat hubungannya dengan tanggung jawab filantropis.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

44

1. Tanggung jawab ekonomis. Inti utama dari tanggung jawab ini adalah

mencari keuntungan. Laba merupakan pondasi perusahaan. Perusahaan

harus memiliki pondasi yang cukup kuat agar bisa bertahan dan

berkembang.

2. Tanggung jawab legal. Penekanan dari tanggung jawab ini adalah

pemenuhan terhadap hukum. Dalam proses pencarian laba usaha,

perusahaan tidak diperbolehkan melanggar hukum maupun aturan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah.

3. Tanggung jawab etis. Perusahaan bertanggung jawab untuk menjalankan

praktik bisnis yang baik, adil, dan benar. Perusahaan dalam menjalani

bisnisnya akan menyesuaikan dengan norma-norma yang berlaku di

dalam masyarakat.

4. Tanggung jawab filantropis. Selain dituntut untuk menghasilkan laba, taat

terhadap hukum, serta berperilaku etis, perusahaan juga dituntut agar bisa

berkontribusi kepada masyarakat luas. Tujuan utamanya adalah agar

meningkatkan kualitas hidup semua pihak. Pada akhirnya, para pemilik

dan pegawai mempunyai tanggung jawab ganda, yaitu kepada perusahaan

dan juga kepada publik.

Pandangan komprehensif yang dikemukakan oleh Caroll mengenai CSR

didalam teori piramida Corporate Social Responsibility seharusnya dipandang

sebagai satu kesatuan, sebab pendapat yang menyatakan tujuan ekonomi dan sosial

adalah bagian yang terpisah dan tidak saling berkaitan merupakan suatu pandangan

yang keliru. Karena operasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya

berkomitmen dengan ukuran keuntungan finansial saja, tetapi juga harus

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

45

berkomitmen pada pembangunan sosial ekonomi secara menyeluruh dan

berkelanjutan.

II.3.4 Prinsip Dasar Corporate Social Responsibility

Mengacu pada pendapat Urip (2010) terdapat tiga prinsip dasar yang

mendasari kepedulian perusahaan untuk melakukan CSR. Yaitu profit, people, dan

planet (3P). Atau yang biasa dikenal dengan istilah triple bottom lines.

Profit (Keuntungan Perusahaan). Dalam menjalani operasi bisnisnya,

perusahaan harus tetap mencari keuntungan ekonomi agar bisa terus maju dan

berkembang.

People (Kesejahteraan Manusia atau Masyarakat). Selain untuk mencari

keuntungan ekonomi, perusahaan juga harus mempedulikan kesejahteraan

manusia. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian program

beasiswa kepada pelajar disekitar perusahaan beroperasi.

Planet (Keberlanjutan Lingkungan Hidup). Perusahaan juga harus

melestarikan lingkungan hidup sebagai bentuk kepeduliannya terhadap alam

semesta. Program CSR ini dapat dilakukan dengan penghijauan, daur ulang,

serta hemat energi.

Sedangkan menurut ISO 26000 dalam Urip (2010:78) terdapat 7 (tujuh) prinsip

dalam CSR yaitu:

1. Akuntabilitas

2. Transparansi

3. Perilaku Etis

4. Menghormati kepentingan stakeholders

5. Menghormati hukum yang berlaku

6. Menghormati etika berperilaku secara internasional

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

46

7. Menghormati hak asasi manusia

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan,

manusia dan alam memiliki keterkaitan satu sama lain untuk saling menjaga. Alam

menyediakan sumber daya untuk diolah oleh manusia sebagai penunjang

kelangsungan hidup perusahaan. Sudah semestinya perusahaan dan manusia peduli

terhadap lingkungan, agar tercipta hubungan yang berkelanjutan antara alam,

manusia dan perusahaan. Dengan terciptanya hubungan yang berkelanjutan, alam

dapat terus menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia untuk

menjalankan aktifitas bisnisnya, dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan

sebagai penunjang kelangsungan perusahaan.

II.3.5 Perkembangan Praktek Corporate Social Responsibility di Indonesia

Penerapan CSR di Indonesia semakin meningkat baik dalam kuantitas

maupun kualitas. Selain keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi,

dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnya pun semakin membesar. Seperti yang

dikutip oleh Suharto (2006:6) penelitian PIRAC pada tahun 2001 menunjukkan

bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 milyar rupiah atau sekitar

11.5 juta dollar AS dari 118 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial

yang terekam oleh media massa.

Saidi dan Abidin (2004) dalam Suharto (2006:7) menyatakan bahwa

sedikitnya ada 4 (empat) model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh

perusahaan di Indonesia.

1. Keterlibatan langsung. Perusahaan tanpa perantara menjalankan program

CSR secara langsung dengan cara menyelenggarakan sendiri program CSR

atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat. Biasanya perusahaan

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

47

menugaskan salah satu pejabat senior seperti corporate secretary atau public

affair manager untuk menjalankan tugas ini.

2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Pada model ini,

perusahaan membentuk suatu yayasan atau organisasi sosial dibawah

naungan perusahaan dan menyediakan dana abadi untuk digunakan secara

rutin oleh yayasan. Model ini mengadopsi perilaku perusahaan yang berada di

negara maju.

3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan bekerjasama dengan pihak lain

seperti lembaga sosial/organisasi non-pemerintahan, instansi pemerintah,

universitas atau media massa untuk mengelola dana atau melakukan kegiatan

sosial.

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan terlibat

dalam pendirian atau menjadi anggota dari suatu lembaga sosial yang

didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pola kegiatannya cenderung pada

pemberian hibah perusahaan yang berupa “hibah bangunan”.

Berdasarkan pada penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan CSR

perusahaan di Indonesia walaupun belum terlalu banyak tetapi sudah mengarah

kepada kegiatan perusahaan yang peduli akan lingkungan. Diharapkan terus terjadi

peningkatan yang signifikan atas perusahaan-perusahaan di Indonesia yang

menerapkan CSR. Penerapan CSR di Indonesia dapat pula mengacu seperti yang

diterapkan di Thailand. Penerapan CSR di Thailand sangat dipengaruhi oleh ajaran

agama Budha dan juga perintah yang langsung turun dari raja. Dimana, setiap

perusahaan wajib untuk menjaga lingkungannya serta melakukan kegiatan tanggung

jawab sosialnya. Mengingat ada kemiripan sosial, budaya dan ekonomi antara

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

48

Indonesia dengan Thailand, diharapkan penerapan CSR di Indonesia bisa menjadi

sebaik dengan penerapan CSR di Thailand.

II.3.6 Pengungkapan CSR

Pengungkapan CSR pada laporan tahunan yang dinyatakan dalam Corporate

Social Responsibility Index (CSRI) akan dinilai dengan membandingkan jumlah

pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang

disyaratkan dalam GRI meliputi 79 item pengungkapan : economic, environment,

labour practicies, human rights, society, dan product responsibility. Apabila item

informasi yang ditentukan diungkapkan dalam laporan tahunan, maka diberi skor 1,

dan apabila item informasi tidak diungkapkan dalam laporan tahunan maka diberi

skor 0. Perhitungan Index Luas Pengungkapan CSR (CSRI) dirumuskan sebagai

berikut:

CSRI t = jumlah item yang diungkapkan X 100%

79

II.4 Consumer Goods

Barang konsumen dapat juga disebut dengan barang jadi (finished goods).

Pada dasarnya, barang konsumsi adalah hal-hal yang dibeli oleh pelanggan yang

rata-rata akan digunakan dengan segera. Masalah terkait dengan barang konsumen

adalah hal yang paling penting dalam penilaian Produk Domestik Bruto (PDB). PDB

pada dasarnya merupakan pengukuran tahunan dari apa yang dibeli (dikonsumsi),

dibuat, dan diinvestasikan dan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Para analis

ekonomi menguraikan berbagai jenis barang yang termasuk dalam PDB atau tidak.

Beberapa hal yang tampak seperti barang konsumen, terkadang tidak dapat

dikategorikan demikian. Contohnya adalah barang-barang bekas yang dijual kembali

tidak dapat dikategorikan sebagai barang konsumen, karena mereka telah dihitung

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

49

sebagai barang jadi sebelumnya. Ini akan mencakup penjualan kembali barang-

barang seperti mobil, pakaian atau perhiasan. Hal-hal lain yang mungkin Anda beli

seperti spare part mobil, bahkan ban atau baterai mobil, bukanlah termasuk kedalam

golongan barang konsumen. Secara teknis, barang yang digunakan dalam perakitan

mobil tidak mewakili produk akhir, walaupun banyak dari kita harus membeli ban

baru untuk mobil atau mengganti baterai mobil. karena semua itu adalah bagian yang

digunakan dalam pembuatan item baru sebuah mobil. Ada tiga jenis utama barang-

barang konsumsi. Yang pertama adalah barang-barang tahan lama (durable goods).

Ini dimaksudkan untuk digunakan terus menerus atau berulang kali selama lebih

dari 3 tahun, seperti peralatan (lemari es, televisi, komputer) dan mobil. Tipe kedua

barang konsumen adalah barang setengah tahan lama (semi durable goods), yang

dapat digunakan pada beberapa kesempatan dan memiliki umur yang diharapkan

dari 1 sampai 3 tahun, seperti pakaian, sepatu dan tas. Jenis ketiga dari barang-

barang konsumsi adalah barang-barang tidak tahan lama. Ini dirancang untuk

digunakan hanya sekali, seperti makanan dan gas, tetapi juga bisa mencakup barang

nilai yang kecil digunakan beberapa kali, seperti pembersih peralatan.

Klasifikasi lain dari goods adalah Fast Moving Consumer Goods (FMCG)

atau dapat disebut dengan paket barang konsumen. FMCG merupakan item yang

akan terjual dengan sangat cepat. Sebagian besar barang-barang yang dijual dalam

grocery stores merupakan termasuk dalam golongan FMCG, dan produk-produk

small electronic termasuk didalamnya. Hal tersebut bukan hanya semata-mata terjual

dengan cepat, tapi biasanya dikonsumsi dengan cepat. Dan biasanya salah diartikan,

karena mereka berbeda dengan apa yang disebut dengan durable goods atau yang

dapat disebut dengan barang tahan lama. Kelompok lain dalam finished goods atau

barang jadi adalah Fast Moving Consumer Electronics (FMCE). Yang termasuk

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

50

dalam FMCE adalah seperti kamera, mp3 player, ponsel, dan laptop. Komputer

desktop mungkin lebih cenderung dianggap sebagai barang tahan lama (durable

goods), meskipun mereka masih termasuk dalam barang jadi, karena mereka

cenderung hidup lebih lama daripada laptop.

II.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk mengetahui pola

pengungkapan Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility dalam

suatu perusahaan. Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pola

pengungkapan tersebut, maka penulis menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang

perlu untuk diketahui sebelumnya.

II.5.1 Waryanto, 2010, Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance

Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility Di

Indonesia.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor karakteristik Good

Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan-

perusahaan yang ada di Indonesia. Faktor-faktor karakteristik yang digunakan antara

lain Dewan Komisaris, jumlah rapat Dewan Komisaris, Independensi Dewan

Komisaris, ukuran Komite Audit, jumlah Rapat Komite Audit, kompetensi Komite

Audit, kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, kepemilikan

saham asing, kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan dan rasio

leverage.

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

51

Dalam penelitiannya, Waryanto menggunakan 116 perusahaan sampel yang

tercatat di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2008 dengan pertimbangan mulai

berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 dan Undang-

Undang Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 yang menuntut perusahaan untuk

melaksanakan kewajiban pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial

yang berlaku secara efektif pada akhir tahun 2007. Penelitian menggunakan data

keuangan tahunan tahun 2008 karena pada tahun tersebut, perusahaan dianggap telah

mampu dan siap untuk melakukan pelaporan dan pengungkapan dengan lebih baik

dibandingkan tahun 2007.

Penelitian ini juga menggunakan ukuran perusahaan dan leverage sebagai

variabel pengendali. Penelitian ini menganalisis pada laporan tahunan perusahaan

dengan metode Content Analysis. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik,

dan pengujian hipotesis dengan metode regresi linear berganda. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa faktor kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan

dan rasio leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di Indonesia.

II.5.2 Putri Nurdianty, 2008, Analisa Hubungan Pengungkapan Corporate

Governance Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility : Study

Kasus Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pola hubungan yang terjadi diantara

pengungkapan Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social

Responsibility pada perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri high profile

yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitiannya, Putri menggunakan 53

perusahaan sampel yang terdiri dari 6 industri yang berbeda. Penelitian ini menguji

dua model penelitian yaitu yang pertama adalah pengungkapan CG berlaku sebagai

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

52

variabel dependen dan pengungkapan CSR sebagai variabel independen. Pada model

yang kedua berlaku yang sebaliknya. Pada penelitian ini Putri menggunakan

beberapa variabel independen seperti status afiliasi, komisaris independen,

kepemilikan manajemen, serta ukuran perusahaan, resiko dan profitabilitas sebagai

variabel pengendali. Dan untuk menguji variabel-variabel tersebut digunakan analisis

regresi linear berganda. Hasil penelitian pada model yang pertama menyatakan

bahwa pengungkapan CSR berhubungan positif dan signifikan terhadap

pengungkapan CG. Selanjutnya pada penelitian yang kedua, hasil penelitian

menunjukan bahwa pengungkapan CG, status afiliasi, dan kepemilikan manajemen

berhubungan positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR.

II.5.3 Mohammad Nasri dan Darwin Warisi, 2008, Penerapan Good Corporate

Governance dalam mewujudkan Corporate Social Responsibility.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak implementasi Good

Corporate Governance (GCG) terhadap Corporate Social Responsibility (CSR).

Mengapa perusahaan perlu menerapkan GCG? Apa prasyarat terwujudnya CSR?

Serta bagaimana peranan GCG dalam mewujudkan CSR. Penelitian ini

menggunakan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia sebagai sampel. Penulis

melakukan kajian literatur berdasarkan penelitian sebelumnya sejak tahun 2001.

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasilnya adalah penerapan GCG sangat

berperan dalam mewujudkan Corporate Social Responsibility. Penerapan GCG telah

meningkatkan komitmen perusahaan untuk melaksanakan CSR, karena keberhasilan

CSR menjadi salah satu indikator dalam mengukur kinerja perusahaan.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

53

II.5.4 Tri Budiono, 2006, Transplantasi Doktrin Pada UU PT dan

Pengaruhnya Terhadap GCG dan CSR

Penelitian yang dilakukan oleh Budiono bertujuan untuk mengkaji tentang

apakah transplantasi terhadap doktrin-doktrin yang dikembangkan dari tradisi

Common Law pada UU PT yang merupakan bagian dari civil law system

mempengaruhi peletakan prinsip GCG dan CSR. Menurut Budiono, transplantasi

hukum yang dilakukan pada UU PT menganut beberapa doktrin yang berakar pada

tradisi Common Law yang biasa dianut oleh negara Inggris dan lain sebagainya.

Doktrin-doktrin tersebut diantaranya adalah doktrin Piercing The Corporate Veil

(PCV) atau yang biasa dikenal sebagai doktrin penyingkapan tabir perusahaan.

Doktrin ini mengkaitkan pada pemegang saham, direksi, dan komisaris. Dalam UU

PT diatur bahwa pemegang saham, direksi dan komisaris memiliki tanggung jawab

yang sifatnya terbatas atau berdasarkan hukum tidak memikul tanggung jawab secara

pribadi. Bagi pemegang saham, tanggung jawab sebatas besarnya saham yang

dimiliki, sedangkan direksi dan komisaris terjadi pengalihan tanggung jawab dari

dirinya (sebagai agent) ke perseroan (sebagai principal) berdasarkan doktrin

respondeal superior. Doktrin Ultra Vires, Fiduciary Duty, doktrin Corporate

Opportunity, doktrin Self-dealing adalah doktrin yang mengkaitkan pada direksi dan

komisaris, doktrin business judgement dan doktrin derivative action.

Hasil penelitian menyatakan bahwa doktrin-doktrin yang ditransplantasi pada

UU PT memberikan dua dampak yang muncul secara simultan. Pertama, dampak

transplantasi tersebut telah menghasilkan harmonisasi dengan hukum perusahaan

yang berlaku diberbagai negara. Harmonisasi ini dalam kondisi globalisasi ekonomi

akan memberikan dampak positif, karena UU PT akan lebih diterima dalam

“pergaulan ekonomi dunia”, khususnya dikalangan investor yang menanamkan

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

54

modal di Indonesia. Sedangkan dampak yang kedua adalah, transplantasi hukum itu

menimbulkan benturan kepentingan pada kelompok tertentu. Doktrin-doktrin yang

ditransplantasi dalam UU PT pada dasarnya mengkaitkan pada pihak-pihak yang

secara langsung menjadi penopang kehidupan PT, yaitu pemegang saham, direksi

dan komisaris. Substansi doktrin yang ditransplantasi adalah usaha untuk

menyeimbangkan antara kewenangan yang diberikan, dan tanggung jawab yang

dituntutkan. Ini merupakan bagian untuk menciptakan tata kelola yang baik pada

perusahaan yang berakar pada 4 (empat) prinsip yaitu kewajaran, transparansi,

akuntabilitas, dan responsibilitas. Namun demikian, transplantasi doktrin tersebut

belum menyentuh peletakan prinsip CSR.

II.5.5 Jamin Ginting, 2007, Tinjauan Yuridis Terhadap Corporate Social

Responsibility ( CSR) dalam Good Corporate Governance (GCG)

Penelitian yang dilakukan oleh Ginting adalah untuk memperlihatkan

penerapan konsep GCG pada suatu perusahaan, dimana GCG merupakan faktor

penentu pelaksanaan CSR. Dengan mengangkat pertanyaan penelitian “

bagaimanakah pengaturan CSR dalam prinsip GCG sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku di Indonesia saat ini?”. Ginting menyatakan bahwa dengan adanya

pengaturan GCG dalam hukum positif di Indonesia, maka tidak dapat dihindari lagi

bahwa secara mutlak prinsip CSR juga harus ikut serta diterapkan. Dalam

penelitiannya, Ginting melakukan studi kepustakaan, penelitian hukum doktrin yang

berkaitan dengan pengaturan CSR dalam prinsip GCG. Hasil penelitian menyatakan,

bahwa prinsip GCG merupakan cikal bakal pembentukan CSR. Perseroan yang

menerapkan prinsip GCG juga harus menerapkan konsep CSR, kedua konsep

tersebut bukan lagi sebatas tanggung jawab biasa, tetapi juga merupakan suatu

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

55

kewajiban hukum yang memiliki sanksi hukum apabila tidak dijalankan dengan baik,

oleh sebab itu maka sifatnya dapat dipaksakan (inperatif) sebagaimana yang diatur

dalam ketentuan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Dalam prinsip

CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang yang berpijak

pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi

keuangannya saja. Akan tetapi, tanggung jawab perusahaan harus berpijak triple

bottom line, yaitu keuangan, sosial dan lingkungan. Hal ini perlu dilakukan agar

perusahan dapat terus tumbuh secara berkelanjutan.

II.6 Pengembangan Hipotesis

Mengacu pada Ginting (2007) yang menyatakan bahwa prinsip GCG adalah

cikal bakal pembentukan CSR, maka pengungkapan CSR menjadi hal yang mutlak

dilakukan apabila perusahaan menerapkan GCG. Dengan didukung oleh ketentuan

Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan Undang-Undang

No. 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas maka konsep CSR merupakan suatu

hal yang bukan lagi sebagai tanggung jawab biasa semata, melainkan adalah sesuatu

yang dapat dipaksakan, karena terdapat sanksi yang akan dikenakan bagi perusahaan

yang tidak menerapkan konsep CSR tersebut. Program corporate social

responsibility akan menciptakan suatu kaitan emosional antara masyarakat dengan

perusahaan apabila dikembangkan dengan baik, yang nantinya akan berdampak pada

brand awareness, dan lama-kelamaan akan dikembangkan menjadi brand loyalty

yang akan menciptakan ekuitas merek yang menguntungkan bagi perusahaan

(Temporal dan Trott, 2005:37).

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

56

Mengacu pada Hendrasaputra (2007:2) survei yang dilakukan oleh

GlobeScan di 23 negara menyimpulkan bahwa semakin banyak konsumen yang

peduli akan tanggung jawab sosial perusahaan. Mendukung pernyataan Firman

(2009:20) yang mengatakan bahwa CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan

membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.

Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumer goods yang beberapa

waktu yang lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam produknya.

Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam menjalankan CSR-nya

maka masyarakat menyikapinya dengan tenang sehingga relatif tidak mempengaruhi

aktivitas dan kinerjanya. Mendukung pernyataan tersebut, Nurdianty (2008:4)

menyatakan bahwa saat ini perusahaan ditantang untuk dapat memenuhi suatu

pandangan baru yang disebut dengan “Growth and Sustainability Company”.

Dimana pencapaian suatu perusahaan tidak lagi hanya diukur berdasarkan perolehan

laba semata, akan tetapi juga dari tingkat kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar,

baik terhadap komunitas local, masyarakat sekitar maupun lingkungan hidup.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memiliki dugaan sementara sebagai berikut:

H01 : tidak terdapat hubungan yang positif antara penerapan GCG dengan

pengungkapan CSR pada perusahaan dalam kelompok industri barang

konsumen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia

HA1 : terdapat hubungan yang positif antara penerapan GCG dengan pengungkapan

CSR pada perusahaan dalam kelompok industri barang konsumen yang

tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00081-AK BAB II.pdf · Potensi Kerjasama Stakeholder Kolaborasi dengan Mixed-Blessing ... dan Brazil

57

H02 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengungkapan CSR dan

penerapan GCG pada perusahaan dalam kelompok industri consumer goods

yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

HA2: terdapat hubungan yang signifikan antara pengungkapan CSR dan penerapan

GCG pada perusahaan dalam industri consumer goods yang tercatat di Bursa

Efek Indonesia.