bab ii landasan teori a. tinjauan pustaka 1. sejarah ... · 4. manajemen olahraga manajemen...

35
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Karate a. Sejarah Karate Di Indonesia Karate dikembangkan di Kerajaan Ryukyu aneksasi sebelum abad ke-19 di Jepang. Karate ini dibawa ke daratan Jepang di awal abad 20 selama waktu pertukaran budaya antara Jepang dan Ryukyuans. Pada tahun 1922 Departemen Pendidikan Jepang Gichin Funakoshi diundang ke Tokyo untuk memberikan demonstrasi karate. Pada tahun 1924 didirikan Universitas Keio universitas pertama klub karate di Jepang dan 1932, nama diubah dari (Tangan Cina) untuk 空手 (Tangan Kosong) yang keduanya diucapkan untuk menunjukkan bahwa Jepang ingin mengembangkan bentuk tempur di gaya Jepang. Karate masuk di Indonesia bukan dibawa oleh tentara Jepang melainkan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kembali ke tanah air, setelah menyelesaikan pendidikannya di Jepang. Tahun 1963 beberapa Mahasiswa Indonesia antara lain: Baud AD Adikusumo, Karianto Djojonegoro, Mochtar Ruskan dan Ottoman Noh mendirikan Dojo di Jakarta. Mereka ini yang mula-mula memperkenalkan karate (aliran Shotokan) di Indonesia, dan selanjutnya mereka membentuk wadah yang mereka namakan Persatuan Olahraga Karate Indonesia (PORKI) yang diresmikan tanggal 10 Maret 1964 di Jakarta. Beberapa tahun kemudian berdatangan Mahasiswa Indonesia dari Jepang seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai), Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan Chairul Taman yang turut mengembangkan karate di tanah air. Disamping Mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas orang-orang Jepang yang datang ke Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: Matsusaki (Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama (Kyokushinkai-1967).

Upload: dinhtram

Post on 19-Aug-2019

307 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Karate

a. Sejarah Karate Di Indonesia

Karate dikembangkan di Kerajaan Ryukyu aneksasi sebelum abad ke-19 di

Jepang. Karate ini dibawa ke daratan Jepang di awal abad 20 selama waktu

pertukaran budaya antara Jepang dan Ryukyuans. Pada tahun 1922 Departemen

Pendidikan Jepang Gichin Funakoshi diundang ke Tokyo untuk memberikan

demonstrasi karate. Pada tahun 1924 didirikan Universitas Keio universitas

pertama klub karate di Jepang dan 1932, nama diubah dari 唐 手 (Tangan Cina)

untuk 空手 (Tangan Kosong) yang keduanya diucapkan untuk menunjukkan bahwa

Jepang ingin mengembangkan bentuk tempur di gaya Jepang.

Karate masuk di Indonesia bukan dibawa oleh tentara Jepang melainkan

oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kembali ke tanah air, setelah

menyelesaikan pendidikannya di Jepang. Tahun 1963 beberapa Mahasiswa

Indonesia antara lain: Baud AD Adikusumo, Karianto Djojonegoro, Mochtar

Ruskan dan Ottoman Noh mendirikan Dojo di Jakarta. Mereka ini yang mula-mula

memperkenalkan karate (aliran Shotokan) di Indonesia, dan selanjutnya mereka

membentuk wadah yang mereka namakan Persatuan Olahraga Karate Indonesia

(PORKI) yang diresmikan tanggal 10 Maret 1964 di Jakarta.

Beberapa tahun kemudian berdatangan Mahasiswa Indonesia dari Jepang

seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai), Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan

Chairul Taman yang turut mengembangkan karate di tanah air. Disamping

Mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas orang-orang Jepang yang datang ke

Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi

perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: Matsusaki

(Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama

(Kyokushinkai-1967).

9

Dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri

perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan

terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan

perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan

dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan

karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres ke IV PORKI,

terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama Federasi Olahraga

Karate-Do Indonesia (FORKI).

Sejak FORKI berdiri sampai saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang

dikenal dengan nama pengurus besar. Telah dipimpin oleh enam orang. Ketua

umum dan periodisasi kepengurusannya mengalami tiga kali perubahan masa

periode yaitu, periode lima tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk

kepengurusan periode tahun 1972 – 1977) periode tiga tahun (ditetapkan pada

kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997 – 1980) dan periode

empat tahun (berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).

b. Teknik Dasar Karate

Menguasai teknik dasar karate merupakan faktor fundamental agar menjadi

karateka yang baik. Dalam Wikipedia dijelaskan teknik dasar karate sebagai

berikut:

1) Kihon

Kihon secara harfiah berarti dasar atau fondasi. Praktisi Karate harus

menguasai Kihon dengan baik sebelum mempelajari Kata dan Kumite.

Pelatihan Kihon dimulai dari mempelajari pukulan dan tendangan (sabuk putih)

dan bantingan (sabuk coklat). Pada tahap dan atau Sabuk Hitam, siswa

dianggap sudah menguasai seluruh kihon dengan baik.

2) Kata

Kata secara harfiah berarti bentuk atau pola. Kata dalam karate tidak

hanya merupakan latihan fisik atau aerobik biasa. Tapi juga mengandung

pelajaran tentang prinsip bertarung. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan

pernapasan yang berbeda. Dalam Kata ada yang dinamakan Bunkai. Bunkai

10

adalah aplikasi yang dapat digunakan dari gerakan-gerakan dasar Kata. Setiap

aliran memiliki perbedaan gerak dan nama yang berbeda untuk setiap Kata.

Sebagai contoh : Kata Tekki di aliran Shotokan dikenal dengan nama Naihanchi

di aliran Shito Ryu. Sebagai akibatnya Bunkai (aplikasi kata) tiap aliran juga

berbeda.

3) Kumite

Kumite secara harfiah berarti "pertemuan tangan". Kumite dilakukan

oleh murid-murid tingkat lanjut (sabuk biru atau lebih). Tetapi sekarang, ada

dojo yang mengajarkan kumite pada murid tingkat pemula (sabuk kuning).

Sebelum melakukan kumite bebas (jiyu Kumite) praktisi mempelajari kumite

yang diatur (go hon kumite) atau (yakusoku kumite). Untuk kumite aliran

olahraga, lebih dikenal dengan Kumite Shiai atau Kumite Pertandingan.

Dalam kumite atau pertarungan seorang karate ka harus bertanding

dalam waktu 3 menit dan final 4 menit bersih. Dan untuk menjadi seorang juara

diperlukan 6 sampai 7 kali pertandingan.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar karate

pada prinsipnya terdiri tiga macam yaitu: kihon, kata dan kumite. Dari ketiga

teknik karate tersebut di dalamnya terdapat jenjang atau tahap yang harus

dikuasai. Artinya, seorang karateka dapat meningkat pada tahap kedua (kata),

jika telah menguasai tahap pertama (kihon). Demikian juga untuk meningkat

pada tahap kumite telah menguasai tahap kata.

2. Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang artinya

mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola. Defenisi manajemen telah

banyak dikemukan oleh beberapa ahli manajemen. Menurut defenisi yang

dikembangkan oleh Manullang (1983), manajemen adalah seni dan ilmu

perencanaan, pengorganisasian, penyusun karyawan, pemberian perintah dan

pengawasan terhadap human and recources untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan (Djati Juliatarsa dan jhon Suprihanto,1988:3).

11

George R.Terry memberikan defenisi manajemen sebagai suatu proses yang

membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, pergerakan pelaksanaan kerja dan

pengawasan dengan memanfaatkan ilmu maupun seni untuk menyelesaikan tujuan

yang telah ditetapkan (Soewarno Handayaningrat, 1982:20). Dalam defenisi yang

dikemukan George R.Terry tersebut memandang manajemen sebagai suatu proses

yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan

pengawasan.

Sedangkan Tom Degenaars lebih menitikberatkan defenisi manajemen

sebagai bimbingan kegiatan kelompok dan penggunaan sumber daya manusia dalam

pencapaian tujuan. Manajemen oleh Tom Degenaars didefenisikan sebagai suatu

proses yang berhubungan dengan kegiatan kelompok dan berdasar atas tujuan yang

jelas yang harus dicapai dengan menggunakan sumber-sumber tenaga.

Dari defenisi-defenisi tersebut, kita dapat mengetahui bahwa ada yang

menyebut manajemen sebagai ilmu dan ada pula yang menyebut sebagai seni.

Manajemen sebagai ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang logis dan

sistematis. Manajemen sebagai seni adalah suatu kreativitas pribadi yang disertai

suatu keterampilan.

3. Fungsi Manajemen

Proses manajemen merupakan fungsi utama atau pekerjaan pokok bagi

manajer. Dalam melakukan pekerjaan tersebut manajer melakukan berbagai

kegiatan yang dikelompokkan secara konseptual sebagai fungsi-fungsi manajemen

(Mansoer, 1989 : 5). Fungsi manajerial dapat digolongkan kepada dua jenis utama

yaitu : (1) fungsi-fungsi organisasi, dan (2) fungsi-fungsi penunjang. Fungsi-fungsi

organisasi adalah keseluruhan fungsi utama yang mutlak perlu dilakukan para

manajer sebagai penjanbaran kebijaksanaan atau strategi organisasi yang telah

ditetapkan. Sedangkan fungsi-fungsi penunjang adalah berbagai kegiatan yang

diselenggarakan oleh satuan-satuan kerja dalam organisasi untuk mendukung

fungsi-fungsi organisasi (Siagian, 1992 : 43-44).

12

Menurut Terry dan Rue (1982 : 5) ada lima fungsi manajemen, yaitu : (1)

planning, (2) organizing, (3) staffing, (4) motivating, (5) controlling. Hellriegel dan

Slocum (1989 : 6) serta Bone dan Kuntz (1984 : 5-6) menyebutkan fungsi

manajemen meliputi : (1) planning, (2) organizing, (3) leading, (4) controlling.

Keempat macam fungsi tersebut merupakan fungsi dasar manajemen. Koantz,

Donnei, dan Weihrich (1984 : 64-66) menyebutkan fungsi-fungsi manajemen

adalah : (1) planning, (2) organizing, (3) staffing, (4) leading, (5) controlling.

Fungsi manajemen menurut Bucker dan Krotee (1993 : 9-11) meliputi :

planning, organizing, staffing, leading, controlling. Kelima fungsi manajemen

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) planning, rencana yang dibuat yang

ingin dicapai oleh sebuah organisasi dan memerlukan konsep yang jelas tentang

tujuan organisasi dan memerlukan konsep yang jelas tentang tujuan organisasi

tersebut, (2) organizing (pengorganisasian) untuk mencapaai tujuan organisasi maka

diperlukan personel-personel yang terorganisasi dalam stuktur yang tepat. Struktur

harus disediakan untuk menghindari birokrasi dan menyediakan tugas yang jela dari

tiap individu yang bertanggungjawab dalam tiap unit kerja, job description untuk

masing-masing bidang, (3) staffing (penyusunan pegawai), fungsi manajemen

susunan kepegawaian mengacu pada keseluruhan tugas pemilihan pesonil, tugas,

pengembangan staff dan pelatihan, serta menyediakan dan memelihara kondisi kerja

untuk semua anggota organisasi, (4) leading (kepemimpinan). Kepemimpinan

adalah tanggungjawab yang jatuh pada manajer atau ketua menyangkut organisasi

atau klub. Manajer harus memimpin secara positif, memotivasi, dan mempengaruhi

individu anggota organisasi untuk bekerja sesuai rencana dalam rangka mencapai

tujuan organisasi, (5) controlling (pengendalian), pengendalian terdiri dari beberapa

faktor. Standar pekerjaan atau harapan atau tujuan yang ditetapkan dan metode atau

prosedur untuk mengukur. Standar-standar tertentu harus ada sehingga dalam proses

pelaksanaan pencapaian tujuan arah dari kegiatan tetap bias dikendalikan sehingga

tidak menyimpang dari yang ditetapkan.

13

4. Manajemen Olahraga

Manajemen olaharaga telah ada kira-kira sejak zaman yunani kuno, yaitu

kurang lebih pada duabelas abad sebelum masehi. Dengan diadakannya berbagai

macam pesta olahraga yang ditonton oleh rakyat. Manajemen olahraga pada zaman

modern perkembangannya tidak secepat perkembangan manajemen di bidang

industry atau ekonomi. Seiring dengan berkembangnya olahraga menjadi disiplin

ilmu tersendiri, sebagaimana manajemen juga telah menjadi disipllin ilmu yang juga

dipelajari diperguruan tinggi, maka manajemen olahraga merupakan bidang ilmu

tersendiri dan menjadi cabang ilmu yang banyak ditekuni oleh para pakar ataupun

praktisi olahraga.

Harsuki (2003 : 117) menyebutkan bahwa “manajemen olahraga adalah

perpaduan antara ilmu manajemen dan ilmu olahraga”. Istilah manajemen (Harsuki,

2003 : 143) diartikan sebagai “suatu kemampuan untuk memperoleh suatu hasil,

dalam rangka pencapaian tujuan dengan melalui kegiatan orang lain”.

Argasasmita (Harsuki, 2003 : 167) meneyebutkan bahwa “tugas-tugas

manajemen secara fundamental diorientasikan pada tugas dan pelaksanaan planning,

organizing, coordinating, dan controlling”. Harsuki (2003) menyebutkan beberapa

fungsi organik manajemen yang dikutip dari beberapa ahli. Terry membagi fungsi

manajemen menjadi planning, organizing, actuating, controlling. Gullick membagi

fungsi manajemen menjadi planning, organizing, staffing, directing, coordinating,

reporting and budgeting. Koontz membagi fungsi manajemen menjadi planning,

organizing, staffing, directing dan evaluating.

Du Brin, Ireland dan Williams (Bucher dan Krotee, 1994 : 4) menyampaikan

bahwa : Define management as the coordinated and integrated prosess utilizing an

organization’s resources (e.g human, financial, physical, information, technical) to

achieve specific objectives through the functions of planning organizing, staffing,

leading and controlling.

Menurut pakar olahraga, manajemen olahraga di Indonesia pada dasarnya

dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu manajemen olahraga pemerintah dan

manajemen olahraga non-pemerintah (swasta). Manajemen olahraga pemerintah

adalah kegiatan manajemen yang saat ini dilaksanakan oleh direktorat Jenderal

14

Olahraga Departemen Pendidikan Nasional denganseluruh jajarannya baik di pusat

maupun didaerah. Sedangkan manajemen olahraga swasta adalah manajemen yang

dilakukan dalam institusi olahraga non-pemerintah seperti KONI dengan seluruh

anggotanya, yaitu induk organisasi cabang olahraga serta perkumpulan-

perkumpulan olahraga yang menjadi anggota organisasi induk olahraga tersebut.

Menurut Harsuki (2003 : 119) manajemenn olahraga dibagi dalam tiga

bagiaan besar yaitu : (1) management event (peristiwa), (2) manajemen

lembaga/institusi permanen, (3) manajemen fasilitas olahraga.

Yang dimaksud dengan manajemen event adalah manajemen yang

dilaksanakan dalam berbagai macam event atau peristiwa pesta olahraga seperti

porseni, porda, pon, sea games, asian games, olimpiade dan event lainnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan manajemen lembaga permanen adalah kegiatan

manajemen yang dilaksanakan di lembaga permanen seperti kantor olahraga

pemerintah, koni, induk organisasi olahraga dan perkumpulan atau klub-klub

olahraga. Manajemen fasilitas adalah manajemen yang dilaksanakan dalam

mengelola fasilitas-fasilitas olahraga seperti kolam renang, fitness center, stadion

olahraga dan gedung-gedung olahraga.

Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen olahraga adalah pendapat E.

Burke yang dikutip oleh Argasasmita yang mengatakan bahwa nilai suatu organisasi

tergantung dari orang-orang yang mengatur dan menyusunnya. Suatu organisasi

yang menganggap remeh Sumber Daya Manusianya, maka organisasi tersebut, tidak

akan mendapatkan hasil yang terbaik (Harsuki, 2003 : 166).

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan yang

diharapkan dari sebuah organisasi atau klub olahraga, maka peran sumber daya

manusia atau orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan klub sangat penting.

Unsur-unsur tersebut harus bersatu dalam sebuah sistem, bahu membahu bekerja

sama untuk mencapai tujuan klub.

5. Sistem Pembinaan Olahraga Prestasi

Sistem ialah terdiri dari komponen-komponen yang berkaitan dan saling

menunjang satu dengan lainnya yang secara keseluruhan berfungsi untuk mencapai

15

tujuan tertentu. Jika komponen suatu sistem cukup besar, maka komponen itu dapat

dipandang sebagai subsistem. Dengan demikian suatu sistem dapat dibagi menjadi

subsistem-subsistem. Akhirnya bagian terkecil yang masih memiliki cirri sistem

disebut komponen.

Menurut Kamiso (1991 : 13) operasional suatu sistem dibagi dalam 3 tahap

sebagai berikut : (1) input atau masukan, (2) proses, suatu tindakan-tindakan yang

berlangsung dalam sistem, (3) output atau keluaran, hasil yang keluar dari sistem.

Ketiga tahap tersebut dapat digambarkan :

Masukan keluaran

Hasil

Input output

Gambar 1

Ciri Khas Sistem (Kamiso, 1991 : 13)

Input yang masuk dalam proses terdiri dari input mentah (raw input) ialah

olahragawan dan input alat (instrumental input) ialah yang diperlukan memproses

input mentah menjadi hasil (output) yang diinginkan. Berdasarkan pendekatan

sistem tersebut di atas, maka sistem proses melatih olahraga prestasi seperti pada

gambar 2.

Gambar 2

Sistem Proses Melatih (Kamiso, 1991 : 14)

Faktor-faktor yang mempengaruhi dari proses tersebut ialah : (1) input

mentah (olahragawan), faktor dari dalam (endogen) terdiri dari unsure fisik, antara

proses dalam

sistem

16

lain : kekuatan, kecepatan, daya ledak, koordinasi, fleksibilitas, daya tahan tubuh.

Unsur psikis antara lain : intelegensi, mental, moral, sosial.

Faktor dari luar (eksogen), seperti kesehatan dinamis yaitu kesehatan waktu

latihan, faktor social ekonomi yang menyangkut keluarga, gizi, (2) input alat yang

meliputi : aspek melatih, melatih fisik, teknik dan taktik, psikis dan pengalaman

bertanding atau kematangan juara. Pendekatan ilmiah, dalam melatih mengacu pada

ilmu anatomi terapan (kinesiologi), fisiologi olahraga, kesehatan olahraga, ilmu jiwa

olahraga, sosiologi olahraga, ilmu gizi dan lain-lain. Program latihan meliputi

program jangka panjang, menengah, dan pendek, periodesasi latihan, metode

latihan, materi latihan, jadwal latihan, evaluasi.

Menurut Subardjah (2000 : 68) berkaitan dengan pembinaan prestasi

olahraga, terdapat banyak faktor yang harus dipertimbangkan antara lain meliputi

tujuan pembinaan yang jelas, program latihan yang sistematis, materi dan metode

latihan yang tepat serta evaluasi yang bisa mengukur keberhasilan proses pembinaan

itu sendiri. Di samping itu perlu dipertimbangkan pula karakteristik atlet yang dibina

baik secara fisik/ psikologi, kemampuan pelatih, sarana/fasilitas serta kondisi

lingkungan pembinaan.

Fasilitas yang merupakan kemudahan dalam pelaksana proses melatih yang

meliputi peralatan dan perlengkapan (olahragawan, cabang olahraga), tempat latihan

dan pertandingan, disamping menyangkut kualitas tempat, juga keadaan cuaca di

sekitarnya (suhu, angin, kelembaban udara, tekanan udara). Pembina meliputi

manajer, pelatih (trainer), dokter olahraga, ahli faal olahraga, ahli ilmu olahraga, ahli

gizi olahraga, ahli sosiologiolahraga, dan lain-lain. Dari personalia yang dinamakan

pembina tersebut yang langsung interaksi dengan olahragawan.

Menurut Alisjahbana (2008), dalam membangun sistem pembinaan olahraga,

ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan. Program adalah rancangan

mengenai asas-asas (dasar cita-cita) serta usaha usaha yang dijalankan. Program

latihan adalah seperangkat kegiatan dalam berlatih yang diatur sedemikian rupa

sehingga dapat dilaksanakan oleh atlet, baik mengenai jumlah beban latihan maupun

intensitas latihannya (James Tangkudung 2006 : 45).

17

Demikian luasnya komponen-komponen yang merupakan sistem yang harus

dikuasai oleh seorang pelatih dalam proses melatih, maka personalia Pembina

lainnya bersifat membantu pelatih sesuai dengan keahlian masing-masing. Faktor

faktor tersebut, harus dikelola secara bertahap, terpadu, menyeluruh, terukur, terarah

dan terus menerus. Oleh karena itu harus dikelola berdasarkan pendekatan

manajemen ilmiah (scientific management approach), ialah dalam pengelolaannya

berorientasi pada realitas dan data-data.

Akhirnya pada operasional tergantung pada kualitas (moral, semangat,

disiplin, kemampuan) personalia yang terlibat, ialah para olahragawan, para

Pembina dan para personalia yang melayani penunjang proses melatih.

Hasil langsung dari proses pembinaan adalah prestasi yang maksimal dimana

seluruh kemampuan baik aspek fisik maupun aspek psikis dapat berfungsi dan

bekerja secara baik dalam menerima program latihan sehingga memenuhi target

yang diharapakan aspek fisik meliputi kesehatan dinamis yang terdiri dari fungsi

organ-organ tubuh diantaranya jantung, paru-paru, dan peredaran darah. Aspek fisik

yang lain terdiri kekuatan, kecepatan, daya ledak, fleksibilitas, daya tahan,

koordinasi.

Aspek fisik adalah bagaimana sikap atlet dalam menerima beban latihan, jika

atlet menerima beban latihan tidak merasakan berat maka aspek fisik akan bekerja

dengan baik.

Hasil akhir dari pembangunan pembinaan prestasi merupakan bagian dari

pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila, maka tujuan olahraga prestasi

juga membangun manusia seutuhnya. Dalam GBHN tahun 1998, bahwa olahraga

prestasi masuk olahraga umumnya, dan olahraga masuk dalam pendidikan. Oleh

karena itu tujuan akhir olahraga prestai juga mendukung tercapainya tujuan

pendidikan. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, yaitu manusia yang beriman

dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,

cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasionaljuga harus

mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal

semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan social, sejalan dengan itu

18

dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya

pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian

pendidikan nasional akan mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat

membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas

pembangunan bangsa.

Disamping tujuan pendidikan nasional tersebut ada tujuan olahraga yaitu

pembinaan dan pengembangan olahraga merupakan bagian dari upaya peningkatan

kualitas manusia Indonesia yang ditujukan pada peningkatan kesehatan jasmani dan

rohani seluruh masyarakat, memupuk watak, disiplin dan sportifitas, serta

pengembangan olahraga prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan

nasional (GBHN, tahun 1988). Demikian juga tujuan KONI dalam anggaran

dasarnya antara lain, melalui olahraga membentuk manusia Indonesia seutuhnya,

sehat jasmani maupun rohani berpartisipasi dan berkarya di dalam pembangunan

negara. Tujuan-tujuan tersebut di atas juga menjadi tujuan umum olahraga prestasi

yang merupakan tujuan akhir.

6. Pola Pembinaan Olahraga

Hampir semua negara di dunia mempunyai sistem pembinaan olahraga

berdasarkan piramida, yaitu mengikuti tahap-tahap pembinaan yang didasarkan pada

teori piramida, meliputi pemasalan, pembibitan, dan peningkatan prestasi yang

merupakan suatu rangkaian kegiatan bertahatp, terpadu, terarah, dan

berkeseimbangan. Ketiga unsure di atas saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

Sistem pembinaan berdasarkan piramida adalah suatu pembinaan olahraga yang

berjenjang dari lapisan bawah yaitu pemasalan, kemudian dilanjutkan secara

berkeseimbangan ke lapisan tengah, pembibitan terus berjenjang ke atas ke puncak

piramida, pembinaan prestasi. Jika digambarkan pola pembinaan berdasarkan

piramida adalah sebagai berikut:

19

Gambar 3

Piramida Pembinaan Olahraga

(Sumber: Kebijaksanaan Depdikbud tentang Olahraga di Kalangan Pelajar dalam

Upaya Menunjang Pembinaan Jakarta, 1996)

PPLPD berada pada tahap pembibitan dimana setelah terjadi gerakan

pemasalan kemudian lewat seleksi yang ketat diharapakan muncul bibit-bibit

unggul. Karena jumlahnya makin berkurang dibandingkan dengan peserta

pemasalan, dan lapisan ini perlu penanganan khusus. Beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian pada lapisan pembibitan menurut soegijono :

1) Bagaimana cara menemukan, mengetahui atau memilih bahwa seseorang

mempunyai potensi, kemampuan atau bakat yang belum tergali dalam dirinya

sesuai dengan bakatnya. Salah satu cara untuk mengetahuinya ialah dengan cara

yang terkenal dengan nama pemanduan bakat : talent scouting.

2) Bagaimana cara memelihara, memupuk, mengembangkan dan meningkatkan

prestasi yang terpendam dari seorang atlet tersebut, tugas ini sudah masuk dalam

bidang coaching.

3) Berapa usia yang paling cocok, yang masih mungkin dikembangkan dan

ditingkatkan prestasinya menurut cabang olahraga tertentu.

Proses pembibitan sudah merupakan pekerjaan kompleks, dan diperlukan

koordinasi dengan para ahli lainnya, sehingga tidak mungkin hanya dilatih oleh

seorang guru atau pelatih pemula saja (Soegijono, 1984 : 3).

Perkumpulan Cabang Olahraga

Muncul bibit berbakat

Masyarakat melakukan olahraga

20

7. Mekanisme Pengelolaan PPLPD

Mekanisme pengelolaan PPLPD diatur sesuai dengan diagram dibawah ini :

Gambar 4

Mekanisme Pengelolaan PPLPD

(sumber : deputi bidang peningkatan prestasi dan iptek olahraga kemenpora,

2006 : 10)

a. Seleksi dan kualifikasi

Pada proses seleksi dan kualifikasi pelajar dan pelatih PPLPD ini, dinas

pendidikan atau dinas pemuda olahraga atau badan pemuda-olahraga berfungsi

sebagai penyelenggara dengan melibatkan pihak terkait seperti pengurus daerah

cabang olahraga dan koni provinsi. Hasil diumumkan melalui panggilan yang

ditandatangani oleh dinas pendidikan/dinas pemuda olahraga/badan pemuda

olahraga dan pengurus provinsi cabang olahraga yang bersangkutan. Keputusan

diterimanya pelatih maupun pelajar ditandai dengan surat keputusan dari dinas

yang menangani PPLPD.

Setiap atlet yang menjadi pelajar PPLPD harus memenuhi persyaratan

administrasi dan persyaratan teknis meliputi :

1) Pelajar berusia maksimal 16 tahun dan kelas 1 SMA/sederajat, terhitung

pada tanggal 1 januari

2) Mendapat persetujuan dari orangtua

21

3) Bersedia tinggal di asrama PPLPD selama proses pembinaan dan sanggup

mematuhi setiap peraturan yang berlaku

4) Mendapat rekomendasi dari dinas pendiddikan Kab/Kota dan atau dari

pengurus Provinsi (Pengprov) cabang olahraga yang bersangkutan.

5) Sehat jasmani dan rohani yang ditunjukkan dengan surat keterangan sehat

dari dokter

6) Memenuhi kualifikasi postur tubuh (anthropometrik) sesuai dengan cabang

olahraganya (diatur dalam petunjuk teknis).

7) Memenuhi kriteria untuk tes ketrampilan cabang olahraga yang dipilih.

8) Memenuhi standar kapasitas fisik, olahragawan sesuai dengan cabang

olahraganya, meliputi unsur : daya tahan, kekuatan, kecepatan, kelenturan,

keseimbangan, kelincahan, dan aspek-aspek lain yang diperlukan sebagai

tolak ukur dari masing-masing cabang olahraga.

Sedangkan pelatih PPLPD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Sehat jasmani dan rohani yang ditunjukkan dengan surat keterangan sehat

dari dokter dan psikolog

2) Memiliki sertifikat pelatih pada cabang olahraga yang direkomendasikan

oleh pengurus provinsi (Pengprov)

3) Lulus dalam uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh tim seleksi

pelatih PPLPD

4) Mampu melaksanakan tugasnya sebagai pelatih dan bersedia tinggal di

dalam asrama PPLPD serta mematuhi semua peraturan yang berlaku

5) Bersedia menandatangani kontrak yang dilakukan untuk setiap tahun.

b. Proses penyelenggaraan

Dalam pembinaan prestasi, setiap pengelola PPLPD mempunyai

kewajiban untuk melaksanakan proses pembinaan yang sistematis dan

berkelanjutan baik secara teknis maupun non teknis. Adapun aktivitas dan

prosedur pembinaan PPLPD adalah sebagai berikut :

1) Penyusunan program latihan

22

Pelatih diwajibkan menyusun program latihan tahunan dan

dijabarkan pada program latihan mingguan dan harian. Program latihan

tahunan disusun berdasarkan kalender kompetisi yang ada di induk

organisasi cabang olahraganya masing- masing. Disarankan untuk puncak

prestasi setiap tahun ditempatkan pada kejuaraan nasional junior dan atau

kejuaraan nasional antar PPLPD/POPDA-PORWIL atau POPNAS.

Sedangkan kejuaraan yang lain ditempatkan sebagai sasaran antara try-out.

2) Tes dan monitoring

Tes sebagai control kemajuan latihan dan kondisi kesehatan pelajar

harus dilaksanakan secara periodik. Tes control latihan yang meliputi tes

fisik dan teknik dilaksanakan sesuai dengan cabang olahraga masing-masing

dengan konsultasi pengurus provinsi atau PB/PP cabang olahraga yang

bersangkutan. Sedangkan tes kesehatan dilakukan bersama dengan pelaksana

urusan kesehatan untuk mendapatkan masukan mengenai status kesehatan

pelajar. Monitoring dilakukan oleh asisten Deputi Bidang Pembibitan,

Deputi Bidang IPTEK dan prestasi olahraga kementerian negara pemuda dan

olahraga. Selama monitoring petugas monitoring akan menanyakan berbagai

kegiatan teknis seperti, pengecekan program dan pelaksanaan latihan, catatan

hasil latihan, dan sebagainya.

3) Kompetisi dan try-out

Setiap PPLPD wajib untuk mengikuti kompetisi minimal dua kali

pertahunan. Satu kompetisi minimal dua kali pertahunan. Satu kompetisi

yang bersifat latihan (try-out) dan satu kompetisi yang merupakan puncak

prestasi sebagai sarana evaluasi perkembangan prestasi pada tahun tersebut

4) Administrasi latihan

Pelatih dan atlet wajib mencatat hasil latihan dalam buku catatan

latihan (administrasi latihan) yang meliputi : biodata pelajar, program latihan

tahunan, program latihan mingguan dan harian, hasil latihan harian, hasil tes

monitoring dan kompetisi, grafik perkembangan prestasi pelajar.

23

c. Promosi/Degradasi

Hasil evaluasi akan menentukan apakah berbagai faktor kegiatan dalam

PPLPD dapat diteruskan atau dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi atau

harus dilakukan sebuah jaringan yang lebih tinggi atau harus dilakukan sebuah

peringatan dan koreksi atau bahkan terjadi degradasi pada unsure-unsur PPLPD,

unsur-unsur tersebut meliputi :

1) Pelajar

Promosi ditandai dengan diberikannya rekomendasi dari dinas

pendidikan/dinas pemuda olahraga/bapora untuk mendapatkan pembinaan

lebih lanjut di jenjang yang lebih tinggi yaitu di pplpm/perguruan tinggi atau

di BP/PP cabang olahraga yang bersangkutan. Degradasi ditandai dengan

pemulangan/dikeluarkan pelajar bila hasil evaluasi menunjukkan :

a) Pelajar telah menyelesaikan studinya di sekolah menengah sehingga

harus keluar dari PPLPD secara otomatis

b) Pelajar pada periode tertentu tidak menunjukkan perkembangan prestasi,

atau terjadi penurunan prestasi

c) Pelajar tidak mampu mengikuti proses pembelajaran di sekolah

d) Pelajar tidak dapat mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pengelola

PPLPD (indisipliner)

2) Pelatih

Pelatih dapat direkomendasikan untuk layak dipertahankan bila hasil

evaluasi menunjukkan kinerja yang baik dengan meningkatnya prestasi atlet.

Pelatih dapat direkomendasikan untuk diberhentikan bila hasil evaluasi

menunjukkan :

a) Tidak mampu menjalankan tugasnya secara konsisten

b) Tidak mampu meningkatkan prestasi atlet yang ditangani dalam kurun

waktu tertentu

c) Tidak dapat mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pengelola

PPLPD (indisipliner)

3) Pengelolaan pplpd

24

Pengelolaan cabang olahraga dalam PPLPD, dapat direkomendasikan

untuk dilanjutkan atau diganti dengan cabang olahraga yang lain melalui

proses evaluasi. Cabang olahraga dapat dilanjutkan bila menunjukkan

perkembangan prestasi. Cabang olahraga dapat direkomendasikan untuk

diganti bila tidak menunjukkan perkembangan prestasi. Hasil evaluasi dapat

juga merekomendasikan pengelolaan PPLPD disuatu daerah tidak dapat

dilanjutkan.

8. Manajemen Rekrutmen

Olahraga prestasi tinggi memerlukan profil biologis khusus dengan ciri -ciri

kemampuan biomotorik dan ciri -ciri psikologis yang baik. Bompa mengemukakan

dalam (Diknas;2003) beberapa kriteria utama mengidentifikasi bakat yaitu; (1)

Kesehatan, (2) Kualitas biomotorik, dan (3) Keturunan, (4) Fasilitas olahraga dan

iklim, dan (5) Ketersediaan ahli. Teknik Pemanduan Baka t Olahraga,

(Jakarta;Dirjen Olahraga Depdiknas 2003).

Harre, Ed. dalam (Diknas;2003) mengemukakan bahwa tujuan dari tahap

penyaringan dan pemilihan adalah untuk menemukan dari sejumlah besar anak yang

berkaitan dengan faktor -faktor prestasi utama. h. 10 Penentuan faktor-faktor prestasi

utama ini sangat penting bagi pengembangan lebih lanjut. Faktor -faktor ini

merupakan indikator tingkat prestasi tertentu dan tingkat kecendrungan tertentu.

Tujuan utamanya adalah untuk menentukan faktor -faktor prestasi yang dapat

diketahui dengan pasti tanpa terlalu banyak bekerja dan dapat diperoleh informasi

yang diperlukan.

Anwar Pasau dalam (Diknas;2003) mengemukakan kriteria penilaian untuk

pemilihan atlet berbakat, yaitu:

1) Aspek biologis

Potensi/kemampuan dasar tubuh (Fundamental Motor Skill) Fungsi organ-

organ tubuh Postur dan struktur tubuh

2) Aspek psikologis

a. Intelektual/kecerdasan/IQ

b. Motivasi

25

c. Kepribadian

d. Kerja

e. Persarafan

3) Umur

Umur secara kronologis (Chonologis age) Umur dari segi psikologis

(Psychologis age)

a. Keturunan

b. Aspek lingkungan (Environment). Diknas, h. 10

Beberapa pertimbangan penting untuk menjaring atlet berbakat yaitu:

a. Memiliki fisik yang sehat, tidak cacat tubuh, diharapkan postur tubuh

yang sesuai dengan cabang olahraga yang diminati.

b. Memiliki fungsi organ-organ tubuh, kekuatan, kecepatan, kelentukan,

daya tahan, koordinasi, kelincahan dan power yang sesuai kebutuhan

cabang olahraga.

c. Memiliki gerak dasar yang baik.

d. Memiliki intelegensi dan emosional yang baik

e. Memiliki intregritas yang tinggi

f. Memiliki karakteristik bawaan sejak lahir yang dapat mendukung

pencapaian prestasi yang prima. Antara lain watak kompetitif tinggi,

kemauan keras, pemberani dan semangat tinggi. Parameter Test

SMP/SMA Negeri Ragunan , (Jakarta: Deputi Prestasi dan IPTEK

Olahraga, Kemenegpora 2006). h. 6 .

Perekrutan adalah kegiatan yang diarahkan bagaimana mendapatkan

jumlah dan jenis. Yang dilihat dalam penelitian ini adalah diadopsi dari

prekrutmen pegawai. Pegawai yang tepat yang diperlukan oleh suatu organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi.

Pusat pembinaan dan latihan olahraga pelajar (PPLP) dalam hal ini

untuk menentukan dan pengambilan calon atletnya dilakukan beberapa tes

parameter yang dikeluarkan oleh Deputi Bidang Peningkatan Prestasi dan

IPTEK Olahraga Kementerian Negara dan Pemuda Olahraga.

26

1) Kriteria bagi atlet yang akan di tes

a. Harus sehat fisik dan men tal berdasarkan pemeriksaan dokter.

b. Satu hari sebelum pelaksanaan tes, atlet yang bersangkutan cukup istirahat

dan cukup tidur.

c. Makan terakhir 2 jam sebelum tes mulai dilaksanakan.

d. Atlet diharuskan berpakaian dan bersepatu olahraga pada saat menjalani

tes.

e. Sebelum memulai aktivitas tes, atlet melakukan pemanasan selama kurang-

lebih 15 menit.

f. Atlet diharuskan untuk menjalankan tes dengan sungguh -sungguh

2) Kriteria bagi pelaksana tes

a. Mengetahui jenis-jenis alat ukur yang akan digunakan.

b. Memahami prosedur pelaksanaan pengukuran.

c. Dapat mengoperasikan dengan benar berbagai peralatan yang akan

digunakan dalam pengukuran.

3) Kriteria sarana dan prasarana pelaksanaan tes

a. Alat tes yang digunakan telah ditera atau memenuhi standar.

b. Tempat pelaksanaan tes harus aman dan nyaman bagi atlet.

c. Tersedia peralatan medic untuk kepentingan PPPK.

d. Tersedia formulir -formulir yang dibutuhkan untuk merekam hasil tes.

Panduan Penetapan Parameter Tes Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Pelajar dan Sekolah Khusus Olahragawan (Jakarta: Kemegpora, 2005).

Jenis pengukuran yang disusun dalam Panduan Penetapan Parameter Tes

terdiri atas alat ukur yang digunakan untuk mengukur :

1) Tinggi dan berat badan

2) Ketebalan lemak;

3) Volume paru-paru;

4) Kapasitas paru maksimal;

5) Fleksibilitas togok;

6) Keseimbangan statis;

27

7) Daya tahan otot perut;

8) Daya tahan tubuh bagian atas;

9) Daya ledak otot tungkai;

10) Kekuatan peras otot tangan;

11) Kekuatan ekstensor otot punggung;

12) Kekuatan ekstensor otot tungkai;

13) Kekuatan menarik otot bahu;

14) Kekuatan mendorong otot bahu;

15) Kekuatan otot perut;

16) Kekuatan otot lengan;

17) Kecepatan lari;

18) Kelincahan;

19) Daya tahan anaerobik;

20) Kapasitas aerobik;

21) Kapasitas aerobik maksimal;

22) Kesegaran jasmani.

Perekrutan dapat disimpulkan bahwa perekrutan adalah sebagai sebuah

proses pencarian bakat untuk menemukan dari sejumlah besar dan jenis anak

yang berkaitan dengan faktor -faktor prestasi utama yang diinginkan.

9. Manajemen Sarana dan Prasarana

Sarana merupakan peralatan dan perlengkapan yang menunjang proses

belajar dan berlatih, sarana bisa berbentuk permanen seperti, gedung, ruang kelas,

asrama, meja dan kursi serta peralatan media belajar sebagai kegiatan proses bel

ajar mengajar. Sedangkan proses latihan olahraga sarana meliputi lapangan

olahraga, ruang kelas sebagai proses latihan, teori dan lainnya. Prasarana meliputi

fasilitas yang secara tidak langsung mendukung proses belajar mengajar meliputi

kapur tulis, hala man, taman, dan infrastuktur. Prasarana olahraga meliputi

peralatan untuk latihan penunjang prestasi olahraga, Adhyaksa mengemukakan

“di sadari bahwa turunnya prestasi olahraga Indonesia memang tidak lepas dari

aspek -aspek seperti rendahnya perhatian pemerintah terhadap olahraga Indonesia

28

dan terbatasnya sarana dan prasarana olahraga, minimnya kompetisi yang rutin serta

kurangnya penghargaan terhadap atlet-atlet yang berprestasi Adhyaksa Dault, Hal

actual Keolahragaan Indonesia,(Jakarta: Majalah Forum Olahraga Diknas 2004).

Manajemen sarana dan prasarana diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan

sarana dan prasarana dalam rangka menunjang proses belajar mengajar dan latihan

olahraga. Selain optimalisasi pemanfaatannya juga perawatannya. Sedangkan

kegiatannya meliputi perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpangan

inventarisasi dan penghapusan serta penataan Mulyasa E, Menjadi Kepala Sekolah

Profesional, Dalam Kontek Menyukseskan MBS dan KBK , (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya. 2004), h. 49-50.Dengan manajemen sarana dan prasarana, diharapkan

dapat menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan rapai serta kenyamanan bagi

para siswa, baik pada proses belajar mengajar atau latihan serta tempat

tinggal/asrama serta proses belajar dan mengajar serta latihan olahraga yang lebih

efisien dan efektif.

10. Manajemen keuangan/pendanaan

Manajemen keuangan/pendanaan ini merupakan salah satu sumber yang

sangat vital yang harus dikelola dengan baik terprogram dan terawasi agar suatu

tujuan dapat tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Dalam

manajemen keuangan ini berpusat pada fungsi-fungsi manajemen keuangan yaitu;

bagaimana memanfaatkan keuangan untuk suatu tujuan dan bagaimana cara

mendapatkan keuangn untuk suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Sedangkan tugas manajemen keuangan meliputi tiga fase, yaitu financial

planning, implementation, and evaluation Silverterzr, h 2. Perencanaan finansial

biasa disebut dengan budgeting dimana kegiatan berhubungan dengan sumber daya

yang tersedia. Pelaksanaan anggaran adalah kegiatan yang didasarkan pada

rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan.

Sedangkan evaluasi merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran yang

telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam melaksanakan kegiatan, pengelola sebagai manajer keuangan harus

dapat merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan melakukan pengawasan

29

terhadap keberadaan keuangan yang ada. Pada Pusat pembinaan dan latihan olahraga

pelajar (PPLP) sumber keuangan/pendanaan diperoleh dari pemerintah, pemerintah

daerah, dan dapat diupayakan melalui bantuan masyarakat; pemerintah dan

pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggara n penyelenggaraan PPLP melalui

anggaran pendapatan dan belanja negara (APB N), anggaran pendapatan dan belanja

daerah (APBD). Deputi Iptek Olahraga.

11. Atlet

Merupakan produk dari sebuah pembinaan, sehingga prestasi pplpd karate

dipengaruhi oleh para atlet itu sendiri. Atlet juara adalah hasil perpaduan antara atlet

berbakat dengan proses pembinaan yang benar demgan perbandingan sumbangan

atlet 60% dan proses pembinaan 40%. (Menpora, 1997 : 132).

Menurut Suharno (1985 : 2), faktor-faktor yang menentukan pencapaian

prestasi/sub maksimal atlet ada dua macam yaitu faktor endogen dan faktor eksogen.

Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari atlet itu sendiri, sedang faktor

eksogen adalah faktor dari luar atlet yang meliputi pelatih, tempat, alat,

perlengkapan, keuangan, organisasi, lingkungan, dan partisipasi pemerintah. Dalam

proses pencapaian prestasi pplpd karate, peran atlet dan unsure lain harus bersatu

dan tidak terpisah-pisah atau jalan sendiri-sendiri.

Kamiso (1991 : 131) mengatakan “seseorang atlet harus mempunyai psikis

yang baik yang meliputi komponen intelegensia, mental, emosi dan kepribadian”.

Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Intelegensia ialah berhubungan dengan kecerdasan, kemampuan, kecakapan,

dan kepandaian.

2) Mental ialah menyangkut kemauan, daya juang, tahan menderita, semangat.

3) Emosi ialah keadaan tergeraknya seseorang oleh rangsangan dari dalam atau

dari luar yang dirasakan sebagai marah, senang, benci, sedih, bahagia dan

sebagainya.

4) Kepribadian ialah moral (tingkah laku baik dan buruk), tata susila, tata karma,

sopan santun, kejujuran, social, kedisiplinan.

30

12. Pelatih

Pelatih yang baik harus memahami prinsip-prinsip ilmu bisa menerangkan

dan menunjukkan ketrampilan pada pemain. Menurut Suharno (1985 : 4) tugas

utama pelatih adalah membina dan mengembangkan bakat atlet menuju prestasi

maksimal. Seorang pelatih tidak hanya menguasai karate saja, tetapi juga mencakup

disiplin bidang lain yang luas, ilmu pengetahuan lain yang mendukung ilmu

kepelatihan seperti : (1) psikologi olahraga, (2) biomekanika gerakan manusia, (3)

fisiologi.

Rusli Lutan (1987 : 74) mengatakan “Pelatih adalah komponen yang

penting, karena proses pembinaan prestasi merupakan kegiatan belajar dan berlatih

dilapangan setelah terjadi interaksi antara pelatih dengan atlet”. Pelatih menduduki

posisi kunci dalam menciptakan pembaharuan yang berasal dari luar. Pelatih

dituntut untuk memiliki ciri-ciri antara lain : bersifat ilmiah, berperilaku inovatif dan

kreatif.

Pelatih adalah suatu profesi, pelatih diharapkan dapat memberikan pelayanan

sesuai dengan standar/ukuran professional yang ada. Salah satu standar profesi

menentukan adalah pelayanan kepelatihan harus diberikan sesuai dengan

perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan bidang tersebut. Jadi, penting sekali bagi

pelatih menjadi konsumen aktif penelitian yang dihasilkan oleh ilmuwan olahraga.

Melatih olahragawan-olahragawan yang berbakat untuk mencapai prestasi yang

maksimal, agar dalam pertandingan dapat menjadi juara atau menang diperlukan

pelatih yang menguasai ilmu melatih, baik kepelatihan secara umum maupun ilmu

kepelatihan khusus sesuai dengan cabang olahraga.

Demi efektifnya latihan, seorang pelatih harus membatasi jumlah anak

asuhnya. Makin banyak pemain yang ditangani sesungguhnya akan makin tidak

berhasil pekerjaan seorang pelatih. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya tidak

ada dua pemain yang memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang sama. Seorang

pelatih harus dapat menilai pemain satu-persatu. Pelatih harus dapat melihat

kekurangan masing-masing pemaindan dapat memperbaikinya. Disamping itu

pelatih harus dapat menilai kelebihan dan mengusahakan peningkatan kemampuan

dan pemanfaatan dari kelebihan tersebut. Adakalanya pelatih harus keras, dan

31

pelatih harus mengalah. Hubungan pelatih dengan atlet yang baik menurut Harsono

(1988 : 57). Kepercayaan pelatih terhadap pelatih adalah faktor penting dan ini

dapat merupakan kunci keberhasilan seorang pelatih. Kepercayaan merupakan

modal penting untuk peningkatan dan kemajuan latihan, oleh karena itu biasanya

atlet akan lebih cepat belajar dan menguasai materi yang diajarkan oleh pelatih

tersebut.

Seorang pelatih disamping mampu dibidang cabang olahraga menurut

junusul (2000 : 29) pelatih juga mempunyai tugas sebagai (1) pemimpin, (2) seorang

guru, (3) orangtua, (4) sebagai model, (5) ahli strategi, (6) pelatih sebagai motivator.

Menurut Kamiso (1991 : 143) pelatih yang baik harus mempunyai

kemampuan dalam berbagai hal :

a. Evaluasi olahragawan

Seorang pelatih yang baik harus tahu mengumpulkan, menganalisa

kemudian mengambil interpretasi dari data-data yang diambil dari segenap

latihan dan pertandingan.

b. Keberanian

Pelatih harus berani mengambil keputusan pada kenyataan yang

dikumpulkan tanpa memandang kedudukan olahragawan dalam masyarakat.

Pelatih harus berani melindungi olahragwan dari cedera dan cemoohan

penonton.

c. Wibawa

Pelatih yang wibawa akan menimbulkan kepercayaan dan dengan adanya

kepercayaan tujuan akan tercapai. Tindakan yang emosional bertentangan

dengan pendidikan yang terbaik adalah suatu contoh kurang efektif dalam

memperoleh hasil yang diinginkan.

d. Sportif

Sifat jujur, disiplin, penuh pengabdian. Pelatih yang baik dapat

menguasai perasaannya sehngga dapat tersenyum dan member selamat ke[pada

yang menang, sekalipun olahragwan kalah.

e. Pengetahuan dan Kecakapan

32

Seorang pelatih harus mengenal cabang olahraganya sampai mendetail.

Harus memiliki pengalaman, kecakapan yang cukup dari cabanng olahraganya

dan pada waktunya dapat mendemontrasikan. Bilamana dia dapat

mempraktekkan model-model serangan musuh,berarti mengadakan persiapan

yang baik untuk menang.

f. Dugaan (interpretation) dan pengalaman

Seorang p[elatih yang baik haruslah selalu kreatif, suka menduga-duga

gagasan baru dalam setiap saat mengenai permainan baru, teknik baru dan

strategi baru. Dia mem[perhatikan setiap permainan baru, kemudian dipikirkan

untuk memajukan atletnya. Adlah keliru bahwa gagasan tanpa pengalaman

sebelumnya sebagai hal yang tak bermanfaat. Hasil-hasil diskusi dengan pelatih-

pelatih lain, pertandingan yang disaksikan, buku-buku, majalah-majalah

olahraga yang dibacannya adalah semua merupakan deretan bahan dalam

gudang pengalaman yang sangat bermanfat untuk menyusun ide baru.

g. Kehendak untuk menang

Seorang pelatih yang baik haruslah senantiasa menginginkan

kemenangan bagi regunya. Kata “menanng” adalah kata yang paling berharga

dalam rumah tangga seorang pelatih. Peranan istri pelatih adalah penting, harus

jadi pendoronng karier suaminya, harus maklum kalau suaminy jarang dirumah,

dia bertindak sebagai asistennya.

h. Kalah-Menang dan Sikap Pelatih

Sikap pelatih dapat dinilai untuk menentukan kemenangan dalam satu

pertandingan dengan ukuran kecakapan dan latihan, keuletan dan kondisi fisik,

maka ukuran kalah menang adalah pelatih tak peduli bagaimana tentang

keunggulan dan kekurangan daripada atletnya. Seorang pelatih yang menerima

kekalahan dengan puas, senang, adalah pelatih yang sudah kehabisan usaha.

i. Humor

Untuk dapat hidup sebagai mahluk social orang ahrus memiliki rasa

humor. Untuk menilai setiap kegagalan dan kekalahan yang dihadapi setiap hari,

akan tetap hidup tenang dan bahagia dalam kehidupan pelatih. Peranan suka

33

humor akan membantu menghilangkan segala kepahitan dan pertentangan hidup

ini dan merubahnya menjadi rasa gembira.

j. Sosial

Pelatih lebih dri orang lain mempunyai hubungan yang erat dengan

masyarakat. Suksesnya kebanyakan tergantung kepada kemampuanya untuk

mengerti masyarakat dan persahabatan dengan setiap individu dimana

diperlukan bantuannya. Kemampuan bersahabat tergantung pada kesosialan

pelatih, kemampuannya untuk menyelami pendapat orang lain, berbicara baik

tentng kesenangan orang lain dan selalu bersedia saling membantu dalam

keadaan saling memerlukan.

k. Kesehatan dan Energi

Kerja seorang pelatih itu sangat memerlukan banyak tenaga. Dia harus

bekerja rutin tiap hari dan malam hari (melatih, mengenal cirri-ciri tim lain,

menganalisa film olahraga, persiapan bertanding, ceramah). Dalam sehari-hari

pelatih merupakan seorang pemimpin dan teladan dalam semangat dan tenaga.

Kondisi sehat sangat dibutuhkan seorang pelatih untuk menopang tugas sehari-

hari.

l. Kepemimpinan

Pelatih harus merupakan seorang individu yang dinamis, yang dapat

memimpin dan memberikan motivasi keda olahragwan maupun kepada

pembantu-pembantunya untuk mencapai tujuan. Juga menjadi teladan baik

dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam tugas.

13. Latihan

a. Pengertian latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama latihan dalam olahraga

prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang

paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan

sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan

olahraganya. Berkaitan dengan latihan, Harsono (1988: 101) menyatakan, “Latihan

34

adalah proses yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara

berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihan atau

pekerjaannya”. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) bahwa, “Latihan suatu

proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan

dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah

beban latihan untuk mencapai tujuan”. Hal senada dikemukakan Yusuf Adisasmita

dan Aip Syarifuddin (1996:145) bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari

berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah

jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”.

Pengertian latihan yang diungkapkan oleh tiga ahli tersebut pada prinsipnya

mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa,

latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan

kontinyu, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin

meningkat.

b. Prinsip-Prinsip Latihan

Prinsip latihan pada dasarnya merupakan suatu pedoman dalam memberikan

beban latihan, sehingga beban latihan dapat dilakukan dengan baik dan akan terjadi

peningkatan. Hal ini sesuai dengan tujuan prinsip latihan yang dikemukakan

Sudjarwo (1993: 21) bahwa, “Tujuan prinsip latihan yaitu agar pemberian dosis

latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”. Prinsip-prinsip

latihan yang harus diperhatikan dalam latihan menurut Andi Suhendro (1999: 3.7)

meliputi: “(1) Prinsip beban lebih, (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3)

Prinsip spesialisasi, (4) Prinsip individual, (5) Prinsip latihan bervariasi”.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, prinsip latihan yang harus

diperhatikan meliputi lima aspek yaitu prinsip beban lebih, prinsip perkembangan

menyeluruh, prinsip spesialisasi, prinsip individual dan prinsip latihan bervariasi.

Penerapan prinsip-prinsip latihan yang tepat akan lebih memperbesar pencapaian

tujuan latihan yang diinginkan.

35

c. Komponen-Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah

kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan

kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai,

jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya

intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih

merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua

aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas.

Semua komponen dibuat sedemikian dalam berbagai model yang sesuai

dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang

dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara

pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan

penampilannya yang telah direncanakan. Cabang olahraga yang banyak menentukan

keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka kompleksitas latihan

merupakan hal yang sangat diutamakan. Komponen-komponen latihan yang harus

diperhatikan sebagai berikut :

1) Volume Latihan

Sebagai komponen utama, volume adalah prasyarat yang sangat penting

untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik.

Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah ukuran

yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang

dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang

ditempuh”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP. (1993: 32) adalah

“Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran".

Pengertian seri atau set, menurut M. Sajoto (1995:34) adalah, “Suatu rangkaian

kegiatan dari satu repetisi”.

Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua

cabang olahraga yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang

olahraga yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik. Hanya

jumlah pengulangan latihan yang tinggi yang dapat menjamin akumulasi jumlah

36

keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara kuantitatif.

Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan

jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting

untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun

waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu

akan lebih tinggi pula intensitasnya.

Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan

dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan

geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Suharno HP.

(1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau

tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan

maupun pertandingan”.

Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang

diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan

yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang

ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila

intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Menurut Andi Suhendro (1999: 3.24) “Density merupakan ukuran yang

menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan

demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam

waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin

efisiensi latihan, menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas

yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara

rangsangan latihan dan pemulihan.

Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung

langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan.

Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menuntut interval istirahat

yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang

37

dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada

intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan

terhadap organismenya pun juga rendah.

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan

dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi,

dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan.

Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan

permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot,

khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan

lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang

kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi

yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam

Bompa (1983: 28) bahwa, “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga

perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”.

Komponen-komponen latihan yang telah disebutkan di atas harus

dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk memperoleh hasil

latihan yang optimal, komponen-komponen latihan tersebut haru diterapkan

dengan baik dan benar.

14. SENTRA OLAHRAGA

Istilah sentera sering disebut juga dengan area, sudut kegiatan (activity

center), sudut belajar (learning centre) atau sudut minat (interst centre), sentra

dapat diartikan sebagai permainan dan kegiatan yang disusun sedemikian rupa

untuk memberikan semangat pada kegiatan pembelajaran secara khusus, yaitu

yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, musik, seni, sains, balok

bangunan dan seni berbahasa (gilley , 1980) Sentra juga dapat diartikan sebagai

zona atau area bermain anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang

berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung

perkembangan anak dalam 3 jenis bermain, yaitu bermain sensorimotor atau

bermain fungsional, bermain peran dan bermain pembangunan (depdiknas

38

2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sentra berarti tempat yang

berada ditengah-tengah (pusat). Selanjutnya olahraga adalah salah satu bentuk

dari upaya peningkatan kualitas manusia yang diarahkan pada pembentukan

watak dan kepribadian, disilpin dan sportivitas yang tinggi, serta peningkatan

prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Disamping itu

prestasi olahraga merupakan salah satu tolak ukur suatu kemajuan bangsa yang

mempunyai peran sangat strategis bagi upaya pembentukan dan peningkatan

kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan. Jadi dari pengertian diatas

sentra olahraga dapat diartikan suatu tempat, wadah atau pusat pembinaan dan

pengembangan kegiatan olahraga prestasi yangb dilakukan oleh masyarakat

dengan bakat dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai kondisi dan

nilai budaya untuk peningkatan prestasi. (Kementerian Pemuda dan Olahraga

Republik Indonesia, 2011).

Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan

kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral

dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin mempererat dan membina persatuan dan

kesatuan bangsa, memperkokoh ketahanan nasional serta mengangkat harkat

martabat dan kehormatan bangsa. Undang-undang No 3 Tahun 2005 tentang

sistem keolahragaan nasional mengisyaratkan perlunya pengelolaan sentra

olahraga sebagai pusat pembinaan dan peningkatan olahraga. Sentra olahraga

prestasi berdasarkan peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga No 193

tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian pemuda dan olahraga

merupakan salah satu tugas dan fungsi Asisten Deputi Sentra Keolahragaan,

Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga.

B. Penelitian yang Relevan

Dalam penulisan proposal tesis ini, penulis menggunakan penelitian (tesis) yang

sudah ada sebagai bahan untuk mendapatkan gambaran penelitian ini. Penelitian

tersebut berjudul : (1) “Manajemen Perkumpulan Sepakbola Argomulyo dan Persatuan

Sepakbola Kalasan Kabupaten Sleman Yogyakarta”, yang disusun oleh Subarkah dari

39

Prograam Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Tahun 2004. dan (2) “Analisis

Manajemen Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) pencak silat di Jawa

Tengah” disusun oleh Mohammad Ali Mashar dari Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Tahun 2012. (2) “Pelaksanaan Manajemen Pusat Pembinaan dan

Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di Sumatera Utara. Disusun oleh Sabaruddin Yunis

Bangun Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Tahun2008.

Kebijakan pemerintah dibidang olahraga prestasi pada fase pembibitan

merupakan jawaban dari tidak stabilnya prestasi olahraga nasional dengan landasan

Undang-Undang No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Revitalisasi

pembinaan olahraga dilakukan melalui panataan ulang proses pembibitan dengan

menjamin keterlaksanaan system pembinaan fase pembibitan. Kebijakan pemerintah

dibidang pembibitan diarahkan pada penataan ulang pola pembinaan. Pada fase

pembibitan, sistem pembinaan dilakukan melalui; 1) pemanduan dan pengembangan

bakat, 2) pengembangan sentra pembibitan olahraga, 3) pemberdayaan PPLP dan SKO,

4) penyelenggaraan sistem kompetisi, (Imran Akhmad) yang membedakan dengan

penelitian saya adalah penelitian ini hanya terfokus pada pengembangan sentra

pembibitan olahrga saja, sedangkan penelitian saya memfokus kan pada manajemen

PPLPD karate sebagai sentra olahraga Jawa Tengah.

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan teknis penyelenggaraan Pusat Pembinaan dan

Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang dipayungi oleh Keputusan Menteri Negara

Pemuda dan Olahraga dan didasari juga dengan Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005,

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 , bahwa untuk menumbuh kembangkan suatu

pusat pembinaan perlu dirancang suatu menejemen untuk menata kembali sistem

pengelolaan, maka harus adanya sebuah perencanaan pengorganisasian, penggerakan

dan pengawasan sehingga manajemen pembinaan prestasi berjalan dengan baik.

Idealnya hal-hal yang telah disebutkan tadi sesuai dengan prosedur dari pusat yaitu :

40

1. Struktur Organisasi

Didalam sebuah organisasi pembinaan prestasi dikoordinir oleh seorang

penanggung jawab yang mengkoordinasi seluruh kegiatan dan mengadakan

evaluasi secara berkala. Penanggung jawab dibantu oleh ketua pelaksana yang

melaksanakan kegiatan dan menyampaikan laporan penyelenggaraan kepada

penanggung jawab. Kemudian ketua pelaksana dalam melaksanakan kegiatan

dibantu oleh bidang sarana dan prasarana, bidang kepelatihan, bidang akademik

dan bidang umum, selanjutnya baru kepada pelatih dan atlet.

2. Sistem Rekrutmen

Mekanisme perekrutan melalui adanya seleksi yang disesuaikan dengan kriteria

yang dibutuhkan yaitu dengan seleksi dan kualifikasi berupa persyaratan

administrasi dan persyaratan teknis.

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang utama bagi kelancaran

dan keberhasilan pelaksanaan latihan, seperti fasilitas latihan yaitu berupa gedung

yang didalamnya ada lapangan dari matras, kemudian peralatan fitness, peralatan

olahraga karate misalnya hand protector, legguard, body protector, gamsil, samsak

dan fasilitas asrama berupa kamar tidur, ruang makan, kamar mandi, ruang belajar,

mushola dan dapur.

4. Pendanaan

Merupakan salah satu sumber daya yang sangat vital, dengan sumber uang

maka seluruh aspek dapat berjalan sebagaimana mestinya, sebagai dasar

konpensasi bagi seluruh sumberdaya manusia yang ada. Sumber keuangan pada

PPLPD Karate ini diperoleh dari APBD. Sedangkan untuk penyaluran dananya

yaitu manajemen keuangan meliputi tiga fase, yaitu financial planning,

implementation, and evaluation. Perencanaan financial biasa disebut dengan

budgeting dimana kegiatan berhubungan dengan sumber daya yang tersedia.

Pelaksanaan anggaran adalah kegiatan yang didasarkan pada rencana yang telah

dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Sedangkan evaluasi

merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian terhadap sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya. Pendanaan ini digunakan untuk biaya operasional asrama

41

dan kebutuhan atlet dan pelatih salah satunya yaitu gaji atlet dan pelatih

perbulannya. Dengan dikelolanya manajemen pendanaan ini yang meliputi :

penyusunan anggaran, pengadaan dan sumber dana, pemanfaatan dana,

pertanggungjawaban dan pengerjaaan data-data keuangan diharapkan dimasa yang

akan datang dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan.

5. Pelaksanaan Latihan

Kegiatan pada bidang pelaksanaan latihan ini meliputi (a) pengusulan dan

pembuatan program pembinaan, (b) program jangka pendek (c) program jangka

panjang.

a) Pengusulan dan Pembuatan Program Latihan

Pembuatan usulan perencanaan program latihan oleh pengelola :

membuat usulan, selalu kita tekankan kepada pelatih agar membuat

program latihan yang baik dan benar, agar prestasi yang diharapkan

dapat tercapai. Yang terlibat dalam perencanaan pembuatan program

latihan yaitu pengelola dan pelatih, dan selalu dilakukan evaluasi dalam

pembuatan perencanaan program latihan.

b) Program Jangka Pendek

Dilakukannya program jangka pendek ini biasanya untuk

mempersiapkan pertandingan-pertandingan (kompetisi) didaerah-daerah,

kalau jangka menengah apabila pengprov-pengprov memanfaatkan atlet

sebagai uji tanding. Dalam program jangka pendek ini cenderung

bertujuan pada fase persiapan umum dan evaluasi-evaluasi.

c) Program Jangka Panjang

Perencanaan program jangka panjang untuk dilakukannya

pertandingan-pertandingan (kompetisi) untuk prestasi puncak dimana

didalamnya telah dilaksanakan persiapan umum dan persiapan khusus

untuk program latihannya.

Jika proses manajemen PPLPD karate dalam struktur organisasi, rekrutmen,

sarana dan prasarana, pendanaan dan pelaksanaan latihan ini berjalan dengan

semestinya sesuai dengan prosedur yang ada, yaitu sesuai dengan petunjuk pelaksanaan

PPLP pusat serta dapat meningkatkan kelebihan-kelebihan yang ada pada proses

42

manajemen yang sudah ada maka pihak yang terkait didalamnya seperti; pengelola,

atlet, pelatih, dan lainnya akan menghasilkan pembinaan yang berkualitas dengan tugas

masing-masing.