a. konsep dasar metodologi penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... ·...

31
METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme Written by Mudjia Rahardjo Friday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50 “Metodologi penelitian membuat ilmu menjadi ilmiah, dan memahaminya adalah sebuah keniscayaan bagi setiap ilmuwan” A. Konsep Dasar Metodologi Penelitian Sebelum membahas paradigma dan metode penelitian, penting untuk dibahas lebih dahulu mengenai konsep dasar “metodologi penelitian” dari sisi bahasa, lebih tepatnya secara semantik. “Metodologi” berasal dari kata bahasa Inggris, yakni “ methodology ”. Kata “ methodolo gy ” sendiri merupakan gabungan dari kata “ method ” yang artinya “cara”, dan “ logy ” atau “ logos ” yang berarti “ilmu”. “Metodologi” berarti ilmu tentang cara, cara melakukan sesuatu. Sedangkan “penelitian” merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris “ research ” yang berasal dari kata “ re ” dan “ search ”. Secara harfiah, re diartikan kembali atau ulang dan search berarti mencari atau menemukan, sehingga kata “ research” artinya mencari kembali. Sering kali kata “ research ” diterjemahkan menjadi “riset” dalam bahasa Indonesia dan maknanya sedikit bergeser. Sebab, “riset”, bukan dari “ri” dan “set”. Selain “penelitian”, banyak yang menerjemahkan kata “ 1 / 31

Upload: others

Post on 19-Jul-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

“Metodologi penelitian membuat ilmu menjadi ilmiah, dan memahaminya adalah sebuahkeniscayaan

bagi setiap ilmuwan”

A. Konsep Dasar Metodologi Penelitian

Sebelum membahas paradigma dan metode penelitian, penting untuk dibahas lebih dahulumengenai konsep dasar “metodologi penelitian” dari sisi bahasa, lebih tepatnya secarasemantik. “Metodologi” berasal dari kata bahasa Inggris, yakni “methodology”. Kata “methodology ” sendirimerupakan gabungan dari kata “method” yang artinya “cara”, dan “logy” atau “logos” yang berarti “ilmu”. “Metodologi” berarti ilmu tentang cara, cara melakukan sesuatu.

Sedangkan “penelitian” merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris “research” yangberasal dari kata “re” dan “search”. Secara harfiah, re diartikan kembali atau ulang dan search berarti mencari atau menemukan, sehingga kata “research” artinya mencari kembali. Sering kali kata “research” diterjemahkan menjadi “riset” dalam bahasa Indonesia dan maknanya sedikit bergeser.Sebab, “riset”, bukan dari “ri” dan “set”. Selain “penelitian”, banyak yang menerjemahkan kata “

1 / 31

Page 2: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

research” menjadi “penyelidikan” atau “pemeriksaan”. Di Indonesia untuk bidang-bidang ilmu tertentukata “kajian” atau “studi” sering disepadankan dengan kata “penelitian”, yakni kegiatan yangberkaitan dengan mengumpulkan, memproses dan menginterpretasi data.

Dalam pengertian paling sederhana, penelitian (research) berarti melakukan pencarian ulangatau penemuan kembali atas sesuatu. Sesuatu itu apa? Sesuatu itu ialah pola, keteraturan,hukum, sistem, dalil, rumus, atau proposisi dari suatu fenomena atau peristiwa. Para penelitiyakin bahwa semua peristiwa di dunia ini, baik menyangkut peristiwa alam, sosial maupunkemanusiaan berjalan mengikuti keteraturan atau pola tertentu.

Secara nalar logis dapat dikatakan bahwa sesuatu yang dicari kembali atau ditemukan ulang ituadalah sesuatu yang sudah ada. Hanya belum diketahui atau belum ditemukan karena belumdicari. Atau kalau pun dicari, cara mencarinya dan alat yang dipakai salah, sehingga tidak bisaditemukan. Bagi para pengikut aliran positivistik (yang akan dibahas selanjutnya), ilmu sosialtidak jauh berbeda dengan ilmu alam. Menurut mereka, gejala sosial atau kemanusiaan yangmenjadi kajian utama ilmu sosial dan humaniora juga memiliki keteraturan atau pola yang terusberlangsung.

Metode penelitian itu dapat diibaratkan sebagai sebuah cara untuk mencari sesuatu. Agarsesuatu yang dicari itu dapat ditemukan, maka diperlukan alat dan cara menggunakannyadengan tepat. Jika alat dan caranya salah, maka upaya pencarian “sesuatu” itu akan sia-siaalias gagal. Sebagai contoh, orang ingin menangkap ikan dengan menggunakan gunting, ataumenangkap burung dengan sarung. Atau, ingin mengetahui persepsi atau pendapat seseorangtentang sebuah kebijakan publik menggunakan observasi.

Contoh lainnya, misalnya seorang peneliti ingin mengetahui kompetensi orang dalam bidangtertentu dengan menggunakan wawancara. Itu semua merupakan contoh yang tidak tepatdalam menggunakan alat untuk mencapai tujuan tertentu. Wujud materi yang hendak dicarimenentukan alat (materials determine a means), bukan sebaliknya. Dengan demikian dapatdisimpulkan wujud sesuatu yang diteliti menentukan alat dan cara untuk menelitinya.

2 / 31

Page 3: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Penggunaan istilah “research” mengandaikan bahwa sebenarnya keteraturan, pola, kaidah,ataupun hukum yang mengatur jalannya fenomena alam ( naturalsciences), sosial (social sciences) dan kemanusiaan (humanity) sudah ada dan berlangsung. Prof. Soetandyo Wignjosoebroto menyebutnya sebagai “the pre-established order”, yang bertolak dari kehendak eksternal yang mencitrakan dan mencitakan hadirnya suatukeselarasan yang sempurna dan final.

Tugas peneliti adalah untuk menemukan keteraturan atau dalil untuk dijadikan pedoman dalamkehidupan. Ini tentu tidak mudah, sehingga tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Selaindidukung minat dan semangat yang tinggi, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan yangmemadai sebagai bekal bagi seseorang untuk menjalankan tugas penelitian (baca: menjadipeneliti). Berpikir sistematis, kritis, logis dan cermat juga merupakan syarat untuk dapatmelakukan penelitian dengan baik. Karena harus memenuhi syarat demikian, maka penelitianmemerlukan sebuah disiplin ilmu yang disebut “metodologi penelitian”.

Metodologi penelitian berlaku untuk semua ilmu pengetahuan. Artinya, setiap ilmu wajibmenggunakan metodologi penelitian untuk pengembangan, termasuk ilmu sosial. Tetapi tokoh-tokoh seperti Auguste Comte, Emile Durkheim, Karl Marx, dan John Stuart Mill, dan Max Weberyang secara terus menerus menanyakan di mana keilmiahan ilmu sosial? Jawabannya ada ditangan peneliti. Menurut Neuman (2000: 63) adalah metodologi penelitian yang menjadikanilmu pengetahuan ilmiah. Semua ilmu mesti menggunakan seperangkat prinsip dan logikailmiah yang sama. Yang membedakan di antara masing-masing ilmu ialah bidang atau objekkajiannya saja. Prinsip dan ukuran ilmiah adalah sama untuk semua ilmu.

Fokus utama pembahasan metodologi penelitian ialah bagaimana cara melakukan penelitiandengan baik dan membuahkan hasil maksimal. Hasil yang dimaksudkan itu ialah ilmupengetahuan yang benar. Menurut Riyanto (2018: 358), kebenaran dalam ilmu pengetahuanmemiliki pengandaian yang tak bisa disangkal, yaitu metodologi. Dengan “metodologi”dimaksudkan “kesadaran” akal budi manusia untuk mengejar dan menggapai kebenaran baru.Kebenaran baru, atau sebut saja “new knowledge”, hanya akan lahir dari kesadarankesangsian budi kita akan apa-apa yang sudah ada, yang merupakan kebenaran lama. Bilaorang tidak memiliki kesadaran sangsi akan kebenaran lama, orang tidak akan bisa memasukisuatu wahana pengembaraan akal budi untuk sampai pada kebenaran baru.

3 / 31

Page 4: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Antara metodologi penelitian dan ilmu pengetahuan terdapat hubungan tak terpisahkan.Menurut Popper ilmu berkembang bukan karena semakin banyak pengetahuan, tetapi karenasemakin sedikit kesalahan. Tidak ada gunanya banyak pengetahuan tetapi campur-aduk antarayang benar dengan yang salah. Ilmu maju karena ada yang mengajukan teori, tetapi juga adayang menguji teori. Teori gagal dalam pengujian akan gugur, teori lulus pengujian akandipertahankan sampai ada pengujian yang lebih ketat. Sebagai aktivitas ilmiah, metodepenelitian dapat digunakan untuk menentukan dan mengukur benar dan salahnya ilmu.

Sajian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khasanah kepada para mahasiswa, dosendan peminat bidang penelitian agar tumbuh semangat pengembangan ilmu pengetahuansesuai bidang masing-masing. Sebab, saat ini di masyarakat akademik terjadi kehausanbacaan yang membahas metodologi penelitian secara mendalam. Walau sudah sangat populerdi kalangan akademisi dan peneliti, istilah “metodologi penelitian” sering tidak dipahami secarautuh dari sisi konsep dasar dan hakikatnya. Masih banyak yang berpikir “metodologi penelitian”adalah sebuah disiplin ilmiah yang muncul begitu saja layaknya ilmu-ilmu praktis, tidak adahubungannya dengan filsafat, dan hanya menyangkut hal-hal teknis dalam pencarian ilmu.Tentu itu sebuah pandangan yang salah.

Metodologi penelitian merupakan buah pemikiran filsafat dan menjadi satu-satu alat yang palingsyah untuk mencari ilmu pengetahun. Tak dapat dielakkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuanditentukan oleh kemajuan penelitian. Tidak seperti tulisan-tulisan yang bersifat kefilsafatan yangbiasanya sangat sulit dipahami, tulisan pada naskah ini dibuat dengan bahasa sederhana untukkemudahan pemahaman, walaupun sulit dihindari penggunaan istilah-istilah dalam pemikiranfilsafat yang bisa saja sangat asing bagi pemula.

Diakui kajian yang bersentuhan dengan wilayah filsafat memang tidak mudah. Sebab filsafat itusendiri menurut Suriasumantri (1983: 4) sebagai cara berpikir yang radikal dan menyeluruh,suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Karena itu, wajar jika tidakbanyak orang tertarik dengan dunia filsafat, apalagi filsafat metodologi penelitian.

Melalui metodologi penelitian kita diajarkan tidak saja bagaimana berpikir sistematis, kritis,holistik, dan logis, tetapi juga mengajukan pertanyaan berkualitas. Pertanyaan yangdimaksudkan di sini ialah pertanyaan penelitian. Sebab, belajar berfilsafat tidak hanya belajarmenjawab pertanyaan yang diajukan orang lain kepada kita, tetapi juga belajar mengajukanpertanyaan yang baik.

4 / 31

Page 5: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Tulisan ini diawali dengan hasil pelacakan literatur sejarah filsafat ketika awal mula manusiaMesir Kuno menyusun ilmu, ditiru oleh orang-orang Babilonia dan Hindu, diteruskan olehfilsuf-filsuf Yunani Kuno yang mengembangkan aliran pemikiran filsafat Barat hingga lahirnyametodologi penelitian yang tradisional sampai metode kritis yang dianggap sebagai anti tesisdalam perkembangan metodologi penelitian.

B. Pengaruh Aliran Rasionalisme dan Empirisisme dalam MetodologiPenelitian

Secara historis kegiatan ilmiah yang kelak menjadi penelitian memiliki akar sejarah yang sangatpanjang. Menurut George J. Mouly, manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yangbersifat empirik yang memungkinkan mereka untuk memahami keadaan dunia. Usahamula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsaMesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan aktivitaskeilmuan telah mereka lakukan jauh sebelum itu (Suriasumantri, 1983: 86; Bawani, 2016: 47).

Kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang Mesir saat itu ialah mencari tahu ihwal banjir SungaiNil yang terjadi setiap tahun dan bagaimana mengatasinya. Sebab, banjir itu meresahkanmereka. Mereka mencatat kapan terjadinya banjir yang terus saja berulang, dan menemukankeajegan waktu terjadinya banjir. Dari peristiwa banjir mereka berinisiatif menyusunpengetahuan tentang sistem almanak dan survei. Almanak ialah sebuah sistem perhitunganyang bertujuan untuk pengorganisasian waktu dalam periode tertentu. Di dalamnya adapenanggalan (daftar hari, minggu, bulan, hari-hari raya dalam setahun) yang disertai dengandata keastronomian, ramalan cuaca dan sebagainya.

Sistem almanak terus disempurnakan hingga akhirnya menjadi kalender sampai sekarang.Tentang bagaimana mengatasi banjir, mereka lakukan dengan survei kewilayahan di sekitarSungai Nil, yang kemudian melahirkan geometri, yakni ilmu tentang bentuk, ukuran, dan sifatruang yang diawali dari konsep pangkal, yakni titik. Dari titik, kemudian dikembangkan menjadigaris dan garis akan menyusun sebuah bidang. Survei yang awalnya adalah upaya mengatasibanjir kelak menjadi salah satu metode penelitian kuantitatif yang handal.

Keberhasilan membuat sistem pengetahuan awal dari peristiwa alam berupa banjir diikuti olehbangsa Babilonia (sekarang Iraq) dan Hindu yang memberikan sumbangan berharga dalampengem- bangan ilmu pengetahuan awal, walaupun tidak seintensif bangsa Mesir. BangsaBabilonia merasa takjub dengan apa yang telah dilakukan oleh bangsa Mesir Kuno. Sepertitidak mau kalah dengan mereka, bangsa Babilonia menciptakan sistem hitungan matematikdan pemerintahan yang efektif, mendirikan birokrasi, sistem perpajakan dan sebagainya untuk

5 / 31

Page 6: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

menjalankan tata kehidupan bernegara. Mereka adalah bangsa yang mulai belajar hidupbersama dengan orang lain dalam satu peradaban.

Jejak peradaban bangsa Babilonia berupa lempengan-lempengan tanah liat yang di atasnyaada tulisan bagaimana mereka mengembangkan sistem perkalian, pembagian yang rumit,pecahan, persamaan kuadrat dan kubik. Selain menemukan sistem hitungan dalammatematika, orang Babilonia juga dikenal sebagai bangsa yang pertama kali menulis dari kiri kekanan. Atas prestasinya, bangsa Babilonia pun dikenal sebagai salah satu bangsaberperadaban maju.

Bangsa Mesir tidak saja pandai mengatasi banjir yang kemudian melahirkan pengetahuan,tetapi juga membangun piramida yang begitu tersohor di seluruh dunia. Membangun piramidayang berdiri kokoh hingga hari ini tidak mungkin tanpa bekal ilmu seperti matematika, teknik,arsitektur, dan pengetahuan praktis lainnya. Piramida itu dicatat sebagai salah satu warisankeajaiban dunia. Bangsa Mesir menyimpan begitu banyak keajaiban masa lalunya. Karyaorang- orang Mesir Kuno menjadi bukti peninggalan kemajuan peradaban mereka. Tidak hanyabangsa Mesir, bangsa China dan India juga menyumbang kemajuan ilmu. Jika bangsa Indiakesohor di bidang matematika dan penemuan angka nol, maka bangsa China yangmenemukan kompas, mesiu dan mesin cetak (Suriasumantri, 1983: 11).

Seolah melengkapi dan melanjutkan prestasi bangsa Mesir, pada sekitar 600 tahun sebelummasehi para tokoh Yunani Kuno seperti Plato (428-427 SM), Socrates (469-399 SM), danAristoteles (384–322 SM) mempelopori pengembangan ilmu dengan titik berat pada upayapengorganisasiannya sehingga menghasil- kan ilmu-ilmu astronomi, kedokteran, dan logikaformal (silogisme) yang menjadi dasar penjabaran secara deduktif pengetahuan danpengalaman manusia. Sejak saat itu bangsa Yunani Kuno diposisikan sebagai perintis danpeletak dasar metodo- logi keilmuan secara sistematis (Bawani, 2016: 47).

Melalui pemikiran para filsuf Yunani Kuno peradaban Barat berkembang pesat hingga erarenaisans (abad ke-14 sampai ke-17) ketika saintis- saintis Barat seperti Galileo Galilei (1564-1642) dan Isaac Newton (1643- 1727) muncul untuk mereaksi pemikiran gereja yang bersifatpredestinasi. Predestani adalah sebuah doktrin gereja yang menyatakan bahwa semuaperistiwa di alam semesta ini telah ditentukan oleh Tuhan sehingga bersifat final. Saat itu gerejabukan hanya sebagai institusi keagamaan, tetapi juga ilmu pengetahuan. Tetapi padakenyatannya, aplikasi pemikiran dua ilmuwan itu baru pada awal abad ke-19. Premis dasarsaintifik Galilean- Newtonian menjadi peletak dasar epistemologik bagi perkembangan fisikamodern (Wignjosoebroto, ,,: 1).

6 / 31

Page 7: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Selanjutnya di era Rene Descartes (1596- 1650), seorang filsuf Perancis, pemikiran filsafatBarat berkembang melalui gagasannya yang disebut rasionalisme. Descartes sangatdipengaruhi oleh pemikiran Platonian. Menurut aliran rasionalisme sumber utama pengetahuanialah reasons (nalar)dengan cara berpikir logis. Nalar atau akal yang merupakan bawaan manusia sejak lahir jugadigunakan untuk mengukur benar tidaknya pengetahuan.

Menurut aliran rasionalisme, ide tentang kebenaran sebenarnya telah ada pada diri manusia.Pikiran manusia dapat mengetahui ide tersebut, namun tidak menciptakannya, dan tidak pulamempelajarinya lewat pengalaman. Dengan kata lain, ide tentang kebenaran diperoleh dariberpikir secara rasional. Sistem pengetahuan dibangun secara koheren di atas landasanpernyataan yang sudah pasti. Maka aliran ini disebut rasionalisme.

Aliran ini sangat mengagungkan peran subjek dan mengesampingkan objek. Ini dianggapsebagai salah satu kelemahan rasionalisme. Pengagungannya pada subjek mengakibatkansikap superior para penganut aliran ini terhadap penganut aliran lain.

Mengutip Descartes, Riyanto (2018) menyata- kan pengetahuan itu awalnya adalah persoalanrelasi manusia (subjek) dengan dunia (objek). Karena merupakan relasi, pengetahuan tundukpada ranah subjek (manusia) dan ranah objek (dunia). Manusia ialah entitas berpikir (rasio) –“res cogitans” (itu yang berpikir). Yang berpikir itu ialah akal budi. Selanjutnya berpikir itu apa? Berpikir ialahbertanya, menyang- sikan, mempertanyakan kebenaran lama. Bertanya tentang apa? Bertanyatentang dunia dan segala apa yang di dalamnya. Aktivitas bertanya kemudian menjadi“paradigma” ilmu pengetahuan. Sejak Descartes, semua manusia disebut sebagai makhluk“rasional”, dalam arti manusia bertanya dan terus mencari jawaban. Aliran ini sering jugadisebut sebagai aliran rasionalisme Cartesian.

Penganut aliran rasionalisme mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada pertanyaan tentang“kebenaran” yang pasti. Sebab, setiap orang itu mempunyai ukuran kebenaran menurutrasionalnya dirinya, sehingga sulit diperoleh konsensus tentang kebenaran. Karena itu, makamuncul aliran pemikiran baru yang disebut empirisisme. Empirisisme lahir sebagai reaksiterhadap rasionalisme. Aliran ini dikembangkan oleh David Hume (1711- 1776) yangdipengaruhi pemikiran Aristotelian. Walau Aristoteles adalah murid Plato, tetapi gagasanAristoteles bertolak belakang dengan sang gurunya (Plato). Menurut empirisisme, pengetahuandiperoleh bukan melalui nalar, melainkan pengalaman melalui perantaraan indra (

7 / 31

Page 8: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

senses).

Munculnya aliran pemikiran empirisisme ternyata tidak lepas dari peran filsuf-filsuf muslimkenamaan. Menurut Suriasumantri (1983: 10) para sarjana muslim seperti al-Kindi (809-873),Al-Farobi (881-961), Ibnu Sina (980-1037), dan Ibnu Rusyd (1126-1198), juga Al-Khawarizmi(780-850) sang ahli aljabar serta Al-Battani (850-923) di bidang geometri adalah parapenggagas aliran empirisisme yang sangat berpengaruh dalam dunia pemikiran Barat.

Lebih lanjut, empirisisme menolak secara keras bawaan manusia berupa akal. Pengetahuan apriori juga tidak ada di benak penganut aliran ini. Pengetahuan yang benar menurut empirisisme ialahyang dapat dibuktikan melalui pengalaman. Pengetahuan itu harus objektif (sesuai denganobjek atau realitasnya). Sekadar contoh, jika Presiden Joko Widodo sering mengatakanIndonesia adalah sebuah negara besar dengan 17. 000 pulau di dalamnya, maka menurutaliran empirisisme angka 17. 000 itu harus bisa dibuktikan, tidak lebih dan kurang. Objektif ituartinya sesuai dengan objeknya.

Bagaimana cara memperoleh pengetahuan objektif? Hume membawa kita ke kesadaran“pengalaman empirik”. Misalnya, pertanyaan panas itu apa? Cara yang paling mudah ialahdengan mengalaminya sendiri. Agar diperoleh pengalaman yang pasti, maka diciptakan alatukur yang memastikan diperolehnya data. Aliran ini juga sering disebut aliran empirisismeHumian.

Karena mengandalkan kemampuan indra, aliran ini juga memiliki kelemahan, yakniketerbatasan indra manusia dalam menangkap objek. Sebagai contoh, puncak gunung selalutampak indah dari jauh, tetapi sangat berbeda ketika didekati. Begitu juga laut, dari kejauhantampak menawan oleh indra manusia. Puncak gunung dan pemandangan laut adalah objekyang menipu. Jika rasionalisme mengagungkan subjek, maka empirisisme mengagungkanobjek-objek yang sebenarnya tidak akan pernah sama dengan yang ditangkap oleh indra,sebab semua adalah fatamorgana.

Setelah munculnya empirisisme, pertanyaan- nya ialah apakah dengan pendekatan empirislebih mendekatkan kita kepada kebenaran? Menurut Suriasumantri, ternyata juga tidak. Sebab,gejala yang terdapat dalam pengalaman baru mempunyai arti jika diberikan tafsiran terhadapmereka. Fakta, yang ada sebagai diri sendiri, tidaklah mampu berkata apa-apa. Kitalah yang

8 / 31

Page 9: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

memberi mereka sebuah arti; sebuah nama, sebuah tempat atau apa saja. Di samping itu, jikakita hanya mengumpulkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang kita temui dalampengalaman kita lalu apa gunanya semua kumpulan pengetahuan itu bagi kita?

Dalam perjalanannya, kedua belah pihak saling menyadari akan kelebihan dan kekuranganmasing- masing. Walaupun awalnya saling bertentangan, keduanya akhirnya dapat bertemudan saling melengkapi. Jika rasionalisme memberikan kerangka dasar pemikiran yang koherendan logis, maka empirisisme kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran.Keduanya diakui sebagai metode pencarian pengetahuan yang syah hingga saat ini. Tidakhanya proses pencarian pengetahuan yang keduanya saling melengkapi, tetapi juga dalammenentukan prasyarat ilmiah suatu pengetahuan.

Jika rasionalisme mensyaratkan reasonable dan logical sebagai syarat kebenaran, makadalam empirisisme kebenaran harus secara empirik dapat dibuktikan (empirically verifiable). Gabungan kedua aliran membentuk metode keilmuan, yakni “coherent, reasonable/logical and verifiable”. Rasionalisme yang mengagungkan nalar menjadi cikal bakal kelahiran filsafat positivisme(Rahardjo, 2004: 19), walau banyak juga yang beranggapan empirisisme menyumbangkelahiran positivisme. Bisa juga disebut aliran positivisme lahir karena perjumpaan dua aliranrasionalisme dan empirisisme (sebagaimana digambarkan pada matrik berikut).

SCHOOLS OF EPISTEMOLOGY OF KNOWLEDGE: From Rationalism to Empiricism

Number

Dimensions

9 / 31

Page 10: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Rationalism (West) (Plato).. 428-427 SM,

Ideas appear first, embedded in humans as creatures

Plato is idealism

Empiricism (East) Aristoteles, (384-322 SM )

Ideas appear from observation or experience,

Aristoteles is realism

1.

Sources of knowledge

Reasons, Knowledge starts from ratio, and self-consiousness, It starts from subject,

Experiences through human senses

(objective truth is always based on reality),

All starts from reality,

10 / 31

Page 11: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

It starts from object,

2.

Figures

Rene Descartes, 1596-1650, (to

know means to remember),

G.W. Leibniz, Baruch Spinoza Immanuel Kant,

John Locke, George Berkeley, David Hume,

(to know is to experience using human senses)

3.

Mode of thinking

Deduction

11 / 31

Page 12: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Induction

 

 

(from general to spesific)

(from spesific to general)

4.

Theory of Truth

Coherence (something is correct when when it is consistent and

logical)

12 / 31

Page 13: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Correspondence (Something is correct when it is based on the

reality)

5.

Resulted Type of Knowledge

A priori (no need to verify). Truth is determined by reasons and intellectual

institutions

Aposteriori (truth is obtained only after being verified,

Truth is objective and universal

The beginning of positivism

Antara Positivisme, Interpretivisme, dan Refleksifisme

Positivisme ialah sebuah aliran pemikiran dalam filsafat yang sejak awal abad ke-19 amatmempengaruhi banyak pemikiran di berbagai bidang ilmu tentang kehidupan manusia. Jikadirunut ke belakang, sebenarnya aliran ini sudah muncul di awal era renaisans ketikasaintis-saintis ilmu pengetahuan alam di Barat seperti Galileo Galliae dan Isaac Newton muncul

13 / 31

Page 14: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

mereaksi ajaran gereja yang predestini teologik final, tetapi aplikasi baru terjadi pada awal abadke-19. Seorang filsuf Perancis bernama Auguste Comte (1798 - 1857) tidaklah bisa dilepaskandari riwayat kelahiran dan aplikasi positivisme di bidang kajian tentang tertib kehidupanmanusia (Wignjosoebroto,..., 1).

Aliran positivisme sering juga disebut aliran empirisisme, behaviorisme dan sainsisme. Aliran iniberkembang akibat sangat terobsesi dan dipengaruhi oleh ilmu-ilmu kealaman yang tergolongAristotelian. Ia bertumpu pada pandangan bahwa realitas itu pada hakikatnya bersifat materidan kealaman. Manusia pun menurut positivisme hakikatnya bersifat materi. Yang disebut jiwatidak ubahnya dengan kertas putih (tabula rasa) yang hakikatnya semacam film kamera padadiri manusia; ia sekadar “photocopy” atau gambaran “hasil potret” pengalaman indrawi manusia(Faisal, 1998: 3).

Gagasan positivisme Auguste Comte mempero- leh banyak respons dari para filsuf selanjutnya.Misalnya, filsuf Inggris John Stuart Mill (1806-1873) mengembangkan dan memodifikasigagasan positivisme Auguste Comte. Emile Durkheim menguat- kannya sebagai dasar berpikirmencari pengetahuan yang tepat (Neuman, 2000: 66)

Ada beberapa landasan yang mendasari positivisme sebagai sebuah paradigma berpikir yangberangkat dari paham Galilean-Comtean, yakni kebenaran itu sesuatu yang logis, ada buktinyadan dapat diukur dengan angka, yang menjadi objek ilmu pengetahuan ialah sesuatu yangtampak sebagai fakta (bukan sesuatu yang ada di balik yang tampak). Tertib kehidupan terjadisebagai hasil aksi-reaksi -- dalam hubungan sebab akibat (causality). Semua tatananberlangsung menurut nalar logis yang ketat dan kenyataan niscaya bersifat stabil dan terpola,sehingga bisa ditemukan atau dirumuskan hukum-hukumnya.

Selanjutnya positivisme melahirkan metode penelitian kuantitatif yang menghendaki databerupa angka dan menggunakan eksperimen, survei, dan statistik sebagai alat analisis data.Model kerja para pengikut positivisme mencari ukuran yang tepat dan keras, penelitian objektif,menguji hipotesis, menganalisis data angka secara cermat.

Prinsip yang tegas menurut positivisme ialah hanya ada satu logika ilmu, ilmu alam sebagaisatu- satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak segala aktivitas yang berkenaandengan metafisik. Semua harus terukur dengan jelas dan berdasarkan data empirik sertamenghindari pengetahuan spekulatif. Ilmuwan ialah orang yang tidak pernah berhenti mencaripengetahuan. Semakin dalam sesuatu dipelajari, semakin ditemukan kompleksitas dan terus

14 / 31

Page 15: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

menarik untuk dipelajari, sehingga pencarian pengetahuan tidak mengenal kata akhir.

Proses penelitian kuantitatif berlangsung secara linier dengan prinsip logiko-hipotetiko-verifikatif. Dimulai dari rumusan masalah, perumusan hipotesis, penyusunan alat pengukuran(instrumen pengukuran), dilanjutkan dengan pengumpulan data, menganalisis data,merumuskan temuan, dan terakhir menyusun laporan penelitian. Disebut prosesnya linierartinya tahap kedua tidak mungkin dilakukan tanpa tahap pertama selesai. Tahap ketiga tidakmungkin dilakukan tanpa tahap kedua selesai lebih dahulu, dan seterusnya.

Sebagai aliran pemikiran, positivisme tak luput dari kelemahan. Salah satu di antaranya ialahpandangannya terhadap manusia sebagai makhluk mekanik yang bertindak hanya jika adastimulus atau rangsangan dari luar dirinya. Manusia diposisikan sebagai aktor pasif yangsemua tindakannya ditentukan oleh hukum sosial di luar dirinya sebagai “external causes”.Akibatnya, positivisme dianggap tidak dapat membawa ke perubahan kehidupan yang lebihbaik. Konflik, keadilan, dan ketimpangan hidup dianggap sebagai konsekwensi dari hukumsosial yang sifatnya pasti. Selain itu, aliran positivisme dianggap antidemokratik, dan tidakhumanis dalam meng- gunaan akal.

Lahirlah aliran interpretivisme yang lebih idealistik dan humanistik, sebagai reaksi terhadappositivisme yang bersifat otomatik dan mekanik. Ada dua tokoh penting di balik interpretivisme,yakni ahli sosiologi dari Jerman bernama Max Weber (1864- 1920) dan filsuf Jerman WilhelmDilthey (1833-1911). Menurut Dilthey ada dua jenis pengetahuan yang berbeda secaramendasar, yaitu “Erklarung” atau penjelasan dan “verstehen” atau pemahaman.

Atas dasar penjelasan Dilthey, manusia adalah makhluk berkehendak yang yang bertindak atasdasar interpretasi dan pemaknaan. Tidak ada tindakan manusia yang tiba-tiba tanpaberdasarkan kesadaran bertujuan. Manusia adalah makhluk berkesadaran atau intentionalhuman beings. Tugas ilmu sosial ialah menggali makna tindakan manusia dan menemukan bagaimanamanusia mengkonstruksi makna dalam latar kehidupan alamiah. Paradigma interpretifberkeyakinan bahwa kenyataan bersifat cair dan mengalir, karena merupakan hasilkesepakatan dan interaksi manusia.

Aliran interpretivisme mendasari metode penelitian kualitatif yang akar filsafatnya berasal darialiran sosiologi pemaknaan (interpretivist sociological tradition) yang dikenalkan oleh MaxWeber dengan menyebut istilah v

15 / 31

Page 16: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

erstehen. Weber dapat disebut sebagai founding father aliran ini. Tradisi pemikiran ini disebut tradisi pemikiran Jerman yang lebih humanistik,memandang manusia sebagai manusia, lebih terobsesi dan dipengaruhi oleh filsafatrasionalisme (idealisme) Platonian.

Tentu Weber tidak sendirian, karena filsafat fenomenologi juga sangat kuat mempengaruhitradisi penelitian ini. Selain fenomenologi (Husserl, sebagai salah satu tokohnya), etnografi(Taylor), etnometodologi (Garfinkel), dan interaksionisme simbolik (Blumer) juga memperkayametode penelitian kualitatif.

Proses penelitian kualitatif tidak linier seperti penelitian kuantitatif dengan prinsip logiko-hipotetiko-verifikatif, melainkan logiko-induktif- abstraktif, yakni suatu logika yang bertitik tolakdari “khusus ke umum”. Konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar“kejadian” yang diperoleh ketika kegiatan di lapangan berlangsung. Teoretisasi yangmemperlihatkan hubungan antar- kategori (atau hubungan antarvariabel dalam penelitiankuantitatif) juga dikembangkan atas dasar data yang diperoleh ketika kegiatan di lapanganberlangsung. Karenanya, antara kegiatan pengum- pulan data dan analisis data menjadi takmungkin dipisahkan satu sama lain (Faisal, 1998: 6). Karena memahami kenyataan, lebih-lebihkenyataan sosial, tidak mungkin lepas dari unsur subjektivitas peneliti, maka fenomenologi,sebagai salah satu jenis penelitian kualitatif, menegaskan bahwa suatu kenyataan objektifadalah fenomen (empirik) yang dimaknai oleh subjek yang mengamatinya. Supaya penelitisungguh memahami kenyataan sosial, maka dia wajib mendengarkan dengan berempati(termasuk perasaan) subjek penelitian. Pemahaman dengan empati demikian dapatmenghindarkan peneliti dari kekeliruan memahami realitas secara subjektif. Inilah yang disebut verstehen oleh Weber, yakni memahami suatu peristiwa yang dialami subjek dari sisi pandangan subjekitu sendiri, bukan dari sisi peneliti ((Budianto, 2018: 386).

Menurut Faisal (1998: 4) istilah memahami atau “verstehen” menurut Weber adalah idiomkhusus dalam penelitian kualitatif. Idiom tersebut merupakan padanan dari istilah “menjelaskan”atau “ explain” dalam penelitiankuantitatif. Secara sengaja digunakan istilah “memahami” (bukan menjelaskan), karena yangdiburu bukanlah “faktor penyebab” atau “kausalitas” dari sesuatu fenomena melainkanalasan-alasan maknawi (reasons) dari para pelaku sesuatu tindakan atau praktik sosial itu sendiri. Bisa ditambahkan di sini“penyebab” atau “causes

16 / 31

Page 17: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

” itu sesuatu yang datang dari luar diri pelaku (external causes), sedangkan “alasan” atau “reasons” itu datangnya dari dalam diri pelaku tindak sosial. Karena itu, sering juga dinyatakan “external causes” versus “internal reasons” untuk menyebut salah satu perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.

Selanjutnya aliran pemikiran yang disebut terakhir, yakni fenomenologi, etnografi, etnometodo-logi, interaksionisme simbolik tidak hanya menyumbang atau memperkaya metode penelitiankualitatif, tetapi menjadi jenis penelitian kualitatif, selain studi kasus, grounded theory dan studiteks yang berkembang pesat beberapa dasa warsa terakhir. Penelitian bidang-bidang ilmuseperti pendidikan, sejarah, politik, ekonomi, bahasa, hingga agama tentu dapat memanfaatkansemua aliran tersebut untuk memperkaya khasanah penelitian.

Interpretivisme pun tak luput dari kelemahan di mata para pengritiknya. Jika positivismedianggap menempatkan manusia sebagai pribadi pasif yang bertindak hanya karena adanyafaktor-faktor penyebab di luar dirinya, maka sebaliknya interpretivisme menempatkan manusiasebagai aktor aktif dalam tindakan sosial secara berlebihan dan sangat subjektif. Selain itu,aliran ini lebih fokus pada proses metodologi ketimbang hasil, sehingga melupakan tujuanutama ilmu pengetahuan, yakni untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. MenurutNeuman (2000: 76) karena mengagungkan ide sebagai unsur utama manusia melakukantindakan, aliran ini menganggap ide lebih penting daripada kondisi nyata suatu peristiwa,fokusnya hanya pada peristiwa lokal, di tataran mikro,dan berlangsung sesaat sehinggamengabaikan konteks yang lebih luas dan berjangka panjang.

Selain positivisme dan interpretivisme, masih ada satu lagi aliran pemikiran yang kemudianmenjadi paradigma penelitian, yakni refleksifisme. Jika positivisme melahirkan metodekuantitatif, dan interpretivisme melahirkan metode kualitatif, maka refleksifisme melahirkanmetode penelitian kritis (Neuman, 2000: 65). Tokoh-tokoh di balik metode kritis ialah Karl Marx(1818-1883), Sigmund Freud (1856-1939),   Theodor   Adorno   (1903-1969),  Erich Fromm(1900- 1980),  dan  Herbert  Marcuses  (1898-1979), Jurgen Habermas (1929- ), dan PierreBourdieu (1930-2002).

Sesuai namanya, pendekatan kritis lahir dari kumpulan kritik terhadap beberapa pendekatanyang sudah ada. Prinsip dasar metode penelitian kritis ialah ada sebagian masyarakat yang

17 / 31

Page 18: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

tertindas dan terpinggirkan akibat kemajuan atau inovasi-inovasi di bidang teknologi yangdigunakan oleh para pemilik modal dan penguasa. Kemajuan teknologi sering digunakanpenguasa untuk menjinakkan masyarakat.

Di masyarakat modern terdapat kesadaran palsu (false consciousness) yang diproduksi secaramassal oleh media sebagai alat penguasa. Lembaga- lembaga pendidikan pun dianggapsebagai institusi kepanjangan tangan penguasa. Ilmu pengetahuan yang mesti netral juga takluput dari penggunaan yang salah untuk menjustifikasi kebijakan dan keputusan penguasa.Menurut paradigma refleksif kenyataan niscaya penuh dengan pertentangan, dan dipengaruhioleh struktur terselubung yang mendasarinya.

Pendekatan kritis lahir dengan tujuan membangun masyarakat untuk dapat menggunakan dayamereka demi perbaikan hidup. Aliran ini menempatkan teori dalam praktik kehidupan danhasilnya digunakan untuk mengubah atau mmemperbaikinya. Pengetahuan dalam pandanganaliran kritis utamanya diperoleh dari aktivitas baik dalam upaya mengubah lingkungan maupunmelalui interaksi dengan orang lain.

Berikut secara ringkas diuraikan perbedaan mendasar masing-masing paradigma sebagaiberikut:

 

NO.

 

AKSIOMA

18 / 31

Page 19: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

PARADIGMA

POSITIVISME

INTERPRE-

TIFISME

REFLEKSIFIS-

ME

1.

Hakikat Realitas

tunggal, dapat dipilah-pilah

jamak, holistik

wacana penindasan

19 / 31

Page 20: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

2

Hubungan

terpisah

interaktif

enabler/pem

 

peneliti

(peneliti tidak

(peneliti

ber-dayaan

 

20 / 31

Page 21: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

dengan

harus ke

harus ke

 

 

yang

lapangan/bole

lapangan).

 

 

diteliti

21 / 31

Page 22: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

h orang lain).

instrumenn

 

 

 

 

ya peneliti

 

 

 

 

22 / 31

Page 23: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

sendiri

 

3.

Kemungki

-nan gene- ralisasi

generalisasi yang bebas konteks

generalisasi terikat pada konteks

transferabilit as

4.

Kemungki nan hubungan sebab akibat

23 / 31

Page 24: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

hubungan antara sebab akibat jelas

hubungan sebab dan akibat tidak jelas

pihak yang lebih dominan menguasai yang lemah (the powerful dominates the weak)

5.

Peranan nilai (value)

bebas nilai (value free)

(Penelitian dengan metode yang sama akan menghasilkan nilai yang sama)

terikat pada nilai

(value bound) penelitian dengan metode dan objek yang sama dapat memperole h hasil berbeda

ada nilai baik dan nilai jelek

(good values and bad values)

24 / 31

Page 25: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Peneliti memperjuang

-kan good values

6.

Objek

menekankan produk

menekanka n proses

realitas tertindas (oppressed reality)

7

Posisi teori

masalah-teori- data (apriori)

masalah- data-teori

25 / 31

Page 26: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

piranti perjuangan

 

 

Logico- hipotetico- verifikatif

(a posteriori)

 

induktif

(a means of struggle)

(deduktif)

26 / 31

Page 27: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

 

 

8

Tujuan (dalam kaitan dengan teori)

menguji teori

membangu n teori

operasionalis a-si teori

(teori sebagai piranti perjuangan)

9

Tingkat subjektivi- tas

Objektif

27 / 31

Page 28: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

subjektif

Kritis

D. Penutup

Dari pelacakan literatur sejarah ilmu, dapat dikatakan metodologi penelitian memiliki akarfilosofis yang sangat panjang. Dimulai dari aktivitas ringan bangsa Mesir Kuno mengatasi banjirSungai Nil sekitar 1200 tahun sebelum masehi. Dari peristiwa banjir, mereka menyusun sistemalmanak, melakukan survei dan menghasilkan ilmu geometri. Walau sangat mungkin merekatelah melakukan kegiatan keilmuan jauh sebelum itu. Prestasi bangsa Mesir menjadi inspirasiorang-orang Babilonia dan Hindu untuk menirunya. Mereka juga mengembangkan ilmu,terutama ilmu matematika dan administrasi pemerintahan, birokrasi, dan perpajakan sebagaisarana hidup bersama dengan orang lain dalam satu wadah peradaban.

Melanjutkan prestasi bangsa Mesir, pada sekitar 600 tahun sebelum masehi para tokoh YunaniKuno seperti Plato (428-427 SM), Socrates (469-399 SM), dan Aristoteles (384–322 SM)mempelopori pengembangan ilmu yang menghasilkan ilmu-ilmu astronomi, kedokteran, danlogika formal (silogisme).

Di tangan para filsuf Yunani Kuno peradaban Barat berkembang hingga era renaisans (abadke-14 sampai ke-17) ketika Galileo Galilei (1564- 1642) dan Isaac Newton (1643- 1727) munculuntuk mereaksi pemikiran gereja yang dogmatik dan teleologik final.

Kemajuan pemikiran filsafat Barat mencapai puncak ketika Rene Descartes (1596-1650)mengembangkan gagasan pemikiran yang disebut rasionalisme. Rasionalisme menganggapsumber utama pengetahuan ialah reasons (nalar). Melalui nalar, manusia dapatmengembangkan ilmu pengetahuan di berbagai bidang.

Dari rasionalisme muncul empirisisme, dikembangkan oleh David Hume (1711- 1776) yang

28 / 31

Page 29: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh bukan melalui nalar, melainkan pengalamanmelalui perantaraan indra (senses). Pengetahuan yang benar menurut empirisisme ialah yangdapat dibuktikan. Pengetahuan itu harus objektif (sesuai dengan objek atau realitasnya).

Walaupun bertentangan, keduanya akhirnya dapat bertemu dan saling melengkapi. Jikarasionalisme melahirkan pendekatan deduktif dalam proses pencarian pengetahuan, makaempirisisme melahirkan pendekatan induktif. Tidak hanya proses pencarian pengetahuan yangkeduanya saling melengkapi, tetapi juga dalam menentukan prasyarat ilmiah suatupengetahuan. Keduanya menyepakati bahwa kebenaran ilmu pengetahuan itu memenuhisyarat “reasonable/logical and verifiable”. Artinya, ilmu yang benar ialah yang masuk akal, logis,terjaga koherensinya, dan dapat dibuktikan secara indrawi.

Dengan nalar, manusia dapat mengenal pengetahuan yang benar dan yang salah. Itusebabnya, banyak yang berpendapat bahwa rasionalisme yang mengagungkan nalar menjadicikal bakal kelahiran filsafat positivisme, walau banyak juga yang menyatakan empirisisme jugamenyumbang kelahiran positivisme.

Dari positivisme lahir metode penelitian kuantitatif, seperti penelitian korelasi, eksperimen,survei, sensus dan sebagainya, yang begitu dominan selama puluhan tahun dalampengembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan   alam. Sebagai sebuah aliranpemikiran, positivsime tidak luput dari kelemahan, yang akhirnya melahirkan aliran pemikiraninterpretivisme. Dari interpretivisme lahir metode penelitian kualitatif dengan berbagai jenisnya.

Kedua aliran pemikiran itu juga dikritik oleh para filsuf yang akhirnya melahirkan aliranpemikiran refleksif. Dari aliran refleksif lahir metode penelitian kritis. Kendati hanya terbataspada bidang ilmu tertentu, metode kritis sudah sangat dikenal oleh para peneliti beberapadekade terakhir.

Demikian perjalanan metodologi penelitian sebagai sebuah disiplin yang syah untukmemperoleh ilmu pengetahuan. Metodologi penelitian berkembang melalui relung-relungpemikiran filsafat yang sangat panjang, ribuan tahun sebelum masehi. Selain kompetensi danketrampilan teknis dalam melakukan penelitian, para peneliti dan ilmuwan sudah seyogyanyamemahami sejarah ilmu dan akar-akar metodologi penelitian sehingga memperoleh gambaranutuh secara filosofis bagaimana ilmu tentang penelitian ini lahir, berkembang, dan digunakanoleh para ilmuwan.

29 / 31

Page 30: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Karena metodologi penelitian hakikatnya ialah ilmu untuk mencari pengetahuan ilmiah, makapenguasaan terhadap metodologi penelitian yang mendalam akan membantu penelitimemahami hakikat ilmu dengan prinsip dan syarat-syarat ilmiah. Sebaliknya, kekuranganpengetahuan metodologi bisa menyebabkan kegagalan dalam pencarian pengetahuan yangbenar!

DAFTAR PUSTAKA

Bawani, Imam. 2016. Metodologi Penelitian Pendidikan Islam. Sidoarjo: Khasanah IlmuSidoarjo.

Budianto, Antonius Sad. 2018. “Penelitian Sosial dalam Berteologi”. Dalam A. Tjatur Raharsodan Yustinus (ed.). Metodologi Riset Studi Filsafat Teologi. Malang: Penerbit Dioma.

Faisal, Sanapiah. 1998. “Filosofi Akar Tradisi Penelitian Kualitatif”. Pelatihan Metode PenelitianKualitatif. Kumpulan Materi. Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BMPTSI)Wilayah VII-Jawa Timur. Surabaya. 24-27 Agustus 1998.

Neuman, W. Lawrence. 2000. Fourth Edition, Social Research Methods: Qualitative andQuantitative Approach . Needham Height: A Pearson EducationCompany.

Rahardjo, M. Dawam. 2004. “Pendekatan Ilmiah terhadap Fenomena Keagamaan”. DalamTaufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.). Metodologi Penelitian Agama: Suatu Pengantar.Yogyakarta: Tiara Wacana.

Riyanto, F.X. Eko Armada. 2018. Relasionalitas: Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan,Fenomen. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

30 / 31

Page 31: A. Konsep Dasar Metodologi Penelitianmudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/505... · 2020-06-11 · Mesir Kuno, kira-kira 1200 tahun sebelum masehi, walau sangat dimungkinkan

METODOLOGI PENELITIAN: Antara Rasionalisme dan Empirisisme

Written by Mudjia RahardjoFriday, 06 March 2020 05:34 - Last Updated Friday, 06 March 2020 05:50

Suriasumantri, Jujun S. (ed.) 1983. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Wignjosoebroto, Soetandyo. (tanpa tahun). “Positivisme dan Doktrin Positivisme dalam Hukumdan Ilmu Normatif (Ajaran) Lainnya, dan Kritik-Kritik Terhadap Doktrin ini”, Makalah lepas.

31 / 31