bab ii landasan teori a. penelitian yang relevan 1 ...repository.ump.ac.id/5184/3/dwi kurniasih bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian dengan judul Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf Pada
Karangan Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Karangsalam Kecamatan Susukan
Kabupaten Banjarnegara, Tahun Pelajaran 2003-2004 karya Marsinah dari
Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2004 .
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur kohesi dan koherensi
yang terdapat pada karangan siswa. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa 87,57%
dari seluruh paragraf karangan siswa kelas VI SDN 3 Karangsalam yang diteliti
memiliki hubungan yang kohesif. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan,
meliputi; referensi, subsitusi, elipsis, dan konjung.0si. Penanda kohesi leksikal
ditandai dengan repetisi, sinonim, antonim, hiponim, dan ekuivalensi. Penanda
koherensi yang ditemukan meliputi, kausalitas, kontras, aditif, rincian, temporal,
perian, posesif dan kronologis.
2. Penelitian dengan judul Kajian Morfologik Nomina Dalam Novel “Sampai
Maut Memisahkan Kita” Karya Mira W. Penelitian ini cara pengambilan
datanya dari novel “Sampai Maut Memisahkan Kita” karya Mira W.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Data penelitian ini
diambil dari novel “Sampai Maut Memisahka Kita” Karya Mira W. Nomina tersebut
dianalisis dengan kajian morfologik. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa 100%
pada nomina atau kata benda yang dikelompokkan sesuai dengan jenisnya masing-
masing. Jenis nomina tersebut diantaranya yaitu nomina bernyawa (45), nomina tak
bernyawa (16), nomina tak terbilang (1), nomina konkret (4), nomina abstrak (18),
nomina reduplikasi (2), dan nomina kolektif (25).
9
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
10
B. Kajian Teori
1. Kelas kata
a. Pengertian Kelas Kata
Hadiwidjoyo (1999:56) kelas kata adalah jenis atau golongan kata. Mengenai
jenis kata memang dapat sangat memudahkan orang memilih kata yang akan
digunakan dalam pengungkapan. Usaha menggolong-golongkan kata dalam bahasa
indonesia bukanlah hal yang baru. Setiap pakar bahasa atau para ahli bahasa
mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengani jenis kata yang dikelompokan
dalam bahasa Indonesia. Sakri (dalam Hadiwidjoyo, 1999:57-58) membedakan
delapan golongan kata, terbagi dalam dua gugus, yaitu gugus kata perkara (kata
benda, kata cacah, kata kerja, dan kata sifat) dan kata sarana (kata depan, kata tokok,
kata hubung, dan kata piah).
b. Kriteria Penggolongan/ Kelas Kata Nomina
Kelas kata dibagi menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja, kata sifat, dan
kata tugas. Dari keempat jenis penggolongan kata tersebut, yang dibahas dalam
penelitian adalah kata Benda atau Nomina. Muslich (2008:110), nomina adalah kata
dari semua benda dan segala sesuatu yang dibendakan. Misalnya: tuhan, angin, meja,
rumah, batu, mesin dan lain-lain. Disisi lain Alwi, dkk. (2003:213) dari segi semantis
nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau
pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, meja, kucing, dan kebangsaan adalah
nomina. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nomina adalah kata
yang mengacu pada nama benda atau yang dibendakan. Misalnya: meja, batu, mesin,
kucing dan sebagainya. Sedangkan contoh yang dibendakan yaitu pekerjaan,
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
11
kebangsaan, pemikiran dan kerakyatan. Keraf (1980:65) kata ganti menurut sifat dan
fungsinya debedakan atas:
1) Kata Ganti Orang atau Pronomina Personalia
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang
dibendakan. Bila diperhatikan dengan cermat ata benda yang terdapat dalam kalimat-
kalimat biasanya digunakan untuk menggantikan kata ganti orang yang asli, selalu
atau biasanya menggantikan kedudukan orang I dan orang II. Jarang terjadi pada
orang III. Mudah dipahami, mengingat dalam hubungan percakapan atau percakapan
sehari-hari. Orang pertama selalu berusaha untuk menghilangkan kehadiran orang II,
terutama bila orang II itu kedudukannya lebih tinggi dari orang I. Pronomina
berfungsi sebagai nominal yang menggantikan benda-benda atau orang. Djajasudarma
(1993:36) pronomina dalam bahasa indonesia dibedakan menjadi:
a) Pronomina persona I : tunggal : aku, saya;
jamak : kami (ekslusif), kita (inklusif)
b) Pronomina persona II : tunggal : engkau, kamu
jamak : kamu sekalian, kalian
c) Pronominal persona III : tunggal : ia, dia
jamak : mereka
2) Kata Ganti Empunya atau Pronomina Possessiva
Kata ganti empunya adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang
dalam kedudukan sebagai pemiliki: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka (Keraf,
1980:67). Sebanarnya pembagian ini dalam bahasa Indonesia tidak perlu, sebab yang
disebut kata ganti empunya itu sama saja dengan kata ganti orang dalam fungsinya
sebagai pemilik. Dalam fungsinya sebagai pemilik ini, kata-kata ini mengambil
bentuk-bentuk ringkas dan dirangkaikan saja di belakang kata-kata yang
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
12
diterangkannya. Bentuk-bentuk ringkas ini yang diletakkan di belakang sebuah kata
disebut bentuk enklitis. Bentuk enklitis ini dipakai juga untuk menunjukan fungsi kata
ganti orang, bila kata agnti orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti suatu
kata depan. Contoh:
Bajuku = baju aku
Bajumu = baju kamu
Bajunya = baju n + ia dan lain lain
3) Kata Ganti Penunjuk atau Pronomina Demonstrativa
Kata ganti penunjuk adalah kata-kata yang menunjuk dimana terdapat sesuatu
benda (Keraf, 1980:68). Dalam Kata yang digunakan untuk penunjukan yaitu sana,
sini, situ, di sana, di situ, di sini, ke sana, ke sini, ke situ. Kata sana, sini dan situ
termasuk golongan kata ganti tempat yang jauh dari pembicara dan lawan bicara. Kata
sini menggantikan tempat yang dekat dengan pembicara, dan kata situ menggantikan
tempat yang dekat dengan lawan bicara. Di samping itu, juga menggantikan tempat
yang tidak begitu jauh dari pembicara dan lawan bicara (Ramlan, 1993:22).
4) Kata Ganti Penghubung atau Pronomina Relativa
Djajasudarma (1993:38) menyatakan pronomina relatif adalah kata agnti yang
menghubungkan unsur nomina (pronomina), di dalam bahasa Indonesia. Kata ganti
penghubung ialah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda
yang terdapat dalam induk kalimat (Keraf, 1980:68). Kata ganti penghubung dalam
bahasa Indonesia yang umum diterima adalah yang. Dalam bahasa Indonesia kata
yang mula-mula tidak mempunyai fungsi relatif sebagai dirasakan sekarang. Dahulu
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
13
yang hanya berfungsi sebagai penentu atau penunjuk. Lambat-laun fungsi itu sudah
tidak dirasakan lagi. Walaupun demikian masih dalam pemakaian sehari-hari Contoh:
Yang buta dipimpin
Yang lumpuh diusung
Ia berkata kepada sekalian yang hadir
Yang besar harus memberi contoh kepada yang kecil
Kata yang sebenarnya terjadi dari kata: ia (sebagai penunjuk) dan ng sebagai
penentu. Ia sebenarnya adalah kata ganti orang III tunggal yang juga dipergunakan
sebagai penunjuk. Dengan demikian fungsi yang sejak dari awal perkembangannya
hingga sekarang dapat diurutkan menjadi tiga. Ketiga tersebut yaitu (i) sebagai
penunjuk, (ii) sebagai penentu (penekan) dan, (iii) sebagai penghubung dan pengganti.
Selain kata penghubung yang, terdapat lagi satu kata ganti penghubung yang lain,
yang menggantikan suatu keterangan atau tempat ialah tempat (Keraf, 1980:69).
Contoh:
Rumah tempat kami tinggal
Lemari tempat saya menyimpan buku
Sumur tempat saya meninba air
5) Kata Ganti Penanya atau Pronomina Interrogativa
Kata ganti penanya adalah kata yang menanyakan tentang benda, orang atau
sesuatu keadaan (Keraf, 1980:70). Kata ganti penanya digunakan untuk menanyakan
sesuatu hal yang dianggap penting. Fungsi dari kata ganti penanya ini untuk
memperoleh informasi dari mitra tutur. Kata ganti penanya ini digunakan sesuai
dengan kebutuhan untuk hal yang dipertanyakan. Djajasudarma (1993:37) kata ganti
penanya dalam bahasa Indonesia ialah
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
14
a) Siapa : untuk menanyakan orang atau jabatan, asal (keterangan tentang
orang)
b) Apa : menanyakan benda, persitiwa, profesi
c) Mana : untuk menanyakan lokasi, biasanya bergabung dengan preposisi:
dimana, ke mana, dari mana.
Kata ganti penanya digunakan untuk bertanya atau menanyakan orang, benda,
sifat, keadaan, waktu atau tempat. Selain digunakan sebagai kata ganti penanya. Kata
ganti penanya juga dapat dipakai lagi dengan bermacam-macam penggabungan
dengan kata depan (Keraf, 1980:70) antara lain sebagai berikut: mengapa, berapa,
buat apa, dengan siapa, untuk siapa, kepada siapa, dari mana, ke mana. Kata depan
merupakan kata yang menghubungkan kata benda dengan bagian kalimat. Selain itu
dari kata-kata tersebut ada pula kata ganti penanya yang lain yang bukan menanyakan
orang atau benda tetapi menanyakan keadaan, perintah dan sebagainya: mengapa,
berapa, bagaimana, bilamana, kenapa (pengaruh bahasa jawa) dan betapa.
6) Kata Ganti Tak Tentu atau Pronomina Indeterminativa
Keraf (1980:70) Kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang menggantikan atau
menunjukan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Kata ganti
tak tentu ini digunakan untuk menunjukan keadaan. Fungsi kata ganti tak tentu ini
untuk memperoleh informasi dengan keadaan yang sebenarnya. Kata ganti ini sering
digunakan dalam setiap paragraf untuk menanyakan atau menunjukan suatu keadaan.
Keadaan tersebut didapatkan dari perorangan atau lebih.
Masing-masing siapa-siapa seseorang para
Setiap orang barang sesuatu barang siapa
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
15
Kata barang dalam bahasa Melayu lama masih mempunyai peranan yang
cukup penting; dalam bahasa Indonesia tidak terlalu produktif lagi;
Barang siapa melanggar peraturan itu harus ditindak dengan tegas. Barang siapa yang dikerjakannya pasti berhasil. Berilah aku barang sedikit.
c. Penggolongan Nomina: Orang, Buah, Ekor
Alwi, dkk (2003:282-283) bahasa Indonesia memiliki sekelompok kata yang
membagi-bagi nomina maujud dalam kategori tertentu. Mausia, misalnya disertai oleh
penggolongan orang, binatang oleh penggolongan ekor, dan surat oleh penggolongan
pucuk. Penggolong seperti itu semata-mata didasarkan pada konvensi masyarakat
yang memakai bahasa itu. Manusia dan Binatang memiliki kedudukan khusus dengan
adanya pengolongan orang dan ekor. Berikut ini adalah beberapa kata penggolong
dalam bahasa Indonesia.
Orang untuk manusia Ekor untuk binatang Buah untuk buah-buahan atau hal lain yang ada diluar golongan manusia dan binatang Batang untuk pohon, rokok, atau barang lain yang berbentuk bulat panjang Bentuk untuk cincin, gelang, atau barang lain yang dapat dibengkokkan atau dilenturkan Bidang untuk tanah, sawah, atau barang lain yang luas dan datar Belah untuk mata, telinga, atau benda lain yang berpasangan helai untuk kertas, rambut, kain, atau benda lain yang tipis dan halus Bilah untuk pisau, pedang, atau benda lain yang tajam Utas untuk benang, tali, atau benda lain yang kecil dan panjang Potong untuk baju, celana, atau bagian/potongan suatu barang Tangkai untuk Bunga, pena, atau benda lain yang bertangkai Butir untuk kelereng, telur, atau benda lain yang bulat dan kecil Pucuk untuk surat atau senapan Carik untuk kertas Rumpun untuk padi, bambu, atau tumbuhan lain yang berkelompok Keping untuk uang logam Biji untuk mata, jagung, kelereng, padi Kuntum untuk bunga Patah untuk kata Laras untuk senapan Kerat untuk roti, daging
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
16
d. Subkategorisasi Nomina
Selain digunakan sebagai kata ganti. Nomina dalam jenisnya dibagi menjadi
tiga. Ketiga jenis nomina tersebut dikelompokan sesuai dengan jenisnya masing-
masing. Kridalaksana (1994:69-70) subkategorisasi nomina dilakukan dengan
membedakan tiga macam. Pertama, nomina bernyawa dan tak bernyawa. Kedua,
nomina terbilang dan tak terbilang. Ketiga, nomina kolektif dan bukan kolektif.
Dibawah ini penjelasan mengenai ketiga subkategorisasi nomina tersebut.
1) Nomina bernyawa dan tak bernyawa
Nomina bernyawa adalah nomina yang menyatakan nama diri. Misalnya
Martha, Savitri, Hermin, Sis, dan sebagainya; nomina untuk kekerabatan, misalnya
nenek, kakek, ibu, bapak, adik; nomina yang menyatakan orang atau yang
diperlalukan seperti orang, misalnya tuan, nyonya, nona. Nomina tak bernyawa adalah
nomina nomina yang tidak menyatakan nama diri. Misalnya nama lembaga seperti:
DPR, MPR, UUD. Nama yang menyatakan bahasa seperti: Bahasa Indonesia, Bahasa
Sunda, dan Bahasa Jawa. Menyatakan waktu seperti: Senin, Selasa, Januari, Oktober,
1983, pukul 8, sekarang, dulu, besok, kini. Nama konsep geografis (termasuk tempat),
seperti: Bali, Jawa, utara, selatan, hilir, mudik, hulu.
2) Nomina terbilang dan tak terbilang
Nomina terbilang ialah nomina yang dapat dihitung seperti kantor, kampung,
kandang, buku, wakil, sepeda, meja, kursi, pensil, orang. (catatan: cairan dna biji-
bijian, dan tepung-tepungan harus dihitung dengan mempergunakan takaran).
Sedangkan nomina tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat didampingi oleh
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
17
numeralia seperti udara, kebersihan, kesucian, kemanusiaan. Nomina terbilang jika
terdapat dalam kalimat akan dengan mudah dipahami. Nomina tak terbilang jika
dalam kalimat penggunaanya tidak dapat terlihat, tapi itu merupakan nomina.
3) Nomina kolektif dan bukan kolektif
Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubsitusikan dengan mereka atau
dapat diperinci atas anggota atau atas bagian-bagian. Nomina kolektif dibagi menjadi
dua yaitu nomina dasar dan nomina turunan. Nomina kolektif terdiri atas nomina
dasar seperti: tentara, puak, keluarga, dan nomina turunan seperti: wangi-wangian,
tepung-tepungan, minuman. Nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya
termasuk nomina bukan kolektif. Di bawah ini adalah contoh nomina kolektif.
Asinan cairan hadirin keluarga
Aubade catatan Jemaah kepulauan
Senada dengan pendapat Kridalaksana, Chaer (2011:87-88) berpendapat ada
tiga macam kata benda. Tiga kata benda tersebut yaitu kata benda yang jumlahnya
dapat dihitung, kata benda yang jumlahnya tak terhitung, dan kata benda yang
menyatakan nama khas. Dalam Chaer (2011:87-88) nomina terhitung dan tidak
terhitung dipisah dalam pembagiannya. Disisi lain Kridalaksana (1994:70)
menyebutkan nomina terbilang dan tidak terbilang menjadi satu aspek. Dalam
Kridalaksana nomina kolektif dan bukan kolektif termasuk dalam kategorisasi nomina
terbilang dan tidak terbilang. Nomina yang menyatakan nama khas (Chaer, 2011:88)
termasuk dalam nomina bernyawa. Dari kedua pendapat tersebut maka ada dua
subkategori kata benda benda bernyawa dan tak bernyawa serta kata benda terbilang
dan tak terbilang. Dalam dua macam subkategorisasi nomina tersebut ditempatkan
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
18
sesuai dengan jenisnnya masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
mengenai pembagian jenis nomina.
e. Aturan Penggunaan Kata Benda (Nomina)
Secara umum kata benda dapat digunakan sebagai subjek, objek atau
keterangan di dalam kalimat. Tetapi secara khusus penggunaannya tergantung dari
jenis kata kerja atau kata sifat yang menjadi predikat di dalam kalimat itu (Chaer,
2011:88-90). Nomina tersebut digunakan sesuai dengan tataran kalimat-kalimatnya.
Nomina yang digunakan dalam setiap kalimat menduduki fungsi yang berbeda-beda.
Fungsi tersebut bisa berupa fungsi subjek maupun objek. Di bawah ini adalah aturan
penggunaan kata benda (nomina).
1) kata benda orang dapat digunakan:
(a) sebagai pelaku perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Ayah membaca Koran.
- Penyakitnya sudah diperiksa dokter.
(b) sebagai sasaran perbuatan, baik dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Hasan dimarahi buguru karena sering terlambat.
- Polisi telah menangkap pencuri itu.
(c) sebagai penyerta atau yang berkepentingan dari suatu perbuatan dalam fungsi
subjek atau objek.
Contoh: - Adik dibelikan ayah sepasang sepatu baru.
- Pak Hamid membacakan murid-murid cerita baru.
2) Kata benda yang menyatakan „hewan‟ dapat digunakan:
(a) sebagai pelaku perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Anjing itu menggonggong saya.
- Tanaman kami habis dimakan keong.
(b) sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Jangan kau pukuli saja kuda itu.
- Koala, beruang Australia, kini dijaga kelestariannya.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
19
3) kata benda yang menyakan „tumbuhan‟ digunakan sebagai sasaran perbuatan
baik dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Ibu membeli pepaya.
- Kangkung ditanam orang dirawa-rawa
4) kata benda yang menyatakan „alat atau perkakas‟ dapat digunakan:
(a) sebagai alat perbuatan dalam fungsi keterangan.
Contoh: - Adik menulis dengan pensil.
- Dengan pisau dikupasnya manga itu.
(b) sebagai „tempat terjadinya perbuatan‟ dalam fungsi keterangan.
Contoh: - Kami duduk di kursi.
- Buku-buku itu disimpan ayah di dalam lemari.
5) Kata benda yang menyatakan „benda alam‟ dapat digunakan:
(a) sebagai pelaku keadaan dalam fungsi subjek.
Contoh: - Matahari bersinar dengan terang.
- Kota kami terendam banjir sehari semalam.
(b) sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Sungai ini akan kami bendung.
- Para ahli akan meneliti pulau itu.
(c) sebagai „tempat perbuatan‟ dalam fungsi keterangan.
Contoh: - Penduduk di desa mandi dan mencuci di sungai.
- Dia berasal dari desa di kaki Gunung Galunggung.
6) Kata benda yang menyatakan „hal atau peristiwa‟ dapat digunakan sebagai:
(a) sasaran perbuatan dalam fungsi objek maupun subjek.
Contoh : - Polisi terus meneliti kasus kecelakaan lalu lintas itu.
- Pengembangan bahasa sedang digiatkan pemerintah
(b) pelaku atau penyebab terjadinya perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun
objek.
Contoh : - Peraturan baru itu menguntungkan pegawai baru
- Kami dirugikan benar oleh pembongkaran itu.
7) Kata benda yang menyatakan „bahan‟ dapat digunakan:
(a) sebagai pelaku perbuatan keadaan dalam fungsi subjek.
Contoh: - Semen ini sudah mengeras.
- Gula ini akan mencair bila dipanaskan.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
20
(b) sebagai sasaran perbuatan keadaan dalam fungsi subjek maupun objek.
Contoh: - Kakak membeli semen dua sak.
- Terigu ini dibeli ibu tadi pagi.
(c) sebagai „bahan perbuatan atau pekerjaan‟ dalam fungsi keterangan.
Contoh: - Patung-patung ini terbuat dari semen putih.
- Ayah menambal ember yang bocor itu dengan dempul.
8) Kata benda yang menyatakan „zat‟ dapat digunakan:
(a) sebagai pelaku perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Air telah menghanyutkan segala isi desa itu.
- Pohon besar itu roboh ditumbang angin.
(b) sebagai „sasaran perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Semua makhluk hidup memerlukan air. - Kami ingin menghirup udara segar di daerah itu.
9) Kata benda yang menyatakan nama khas dapat digunakan sebagai tempat berlakunya perbuatan atau kejadian.
Contoh: - Dia dilahirkan di Jakarta. - Minggu depan kami akan berangkat ke TimorTimur.
10) Kata benda yang menyatakan lembaga atau badan hukum dapat digunakan:
(a) sebagai pelaku perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek Contoh: - Pemertintah akan melebarkan jalan ini. - Masalah itu sudah dibahas oleh kabinet.
(b) sebagai sasaran perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Perusahaan itu diminta memberi ganti rugi kepada para
korban. - Gubernur telah banyak membantu yayasan itu.
f. Ciri-Ciri Pronomina
Nomina sering juga disebut dengan kata benda. Nomina dapat dilihat dari tiga
segi. Ketiga segi tersebut diantaranya segi semantis, segi sintaksis, dan segi bentuk.
Dari segi semantis, dikatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia,
binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari segi sintaktisnya, nomina
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Alwi, 2003:213).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
21
1) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi
subjek, objek atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat
pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan
dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.
2) Nomina tidak dapat diingkari dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah bukan.
Untuk mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai kata bukan: Ayah
saya bukan guru.
3) Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun
dengan diantarai oleh kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah
nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku
yang baru dan rumah yang mewah.
g. Nomina Sebagai Pembangun Kesinambungan Topik
Nomina merupakan kata dari semua benda atau segala sesuatu yang
dibendakan. Nomina dalam paragraf mempunyai fungsi sebagai pembangun
kesinambungan topik. Nomina dikatakan sebagai pembangun kesinambungan topik
jika kalimat-kalimatnya mempunyai hubungan. Kesinambungan topik meliputi unsur
kohesi dan koherensi. Unsur kohesi dan koherensi meliputi beberapa aspek. Jika
sebuah paragraf yang mengandung aspek leksikal dan di dalamnya terdapat nomina
yang membangun paragraf maka paragraf tersebut menjadi berkesinambungan.
Misalnya, penggunaan nomina sebagai pronomina dan penunjukan tempat. Sebagai
contoh kata Hartono dalam paragraf diubah menjadi kata dia. Hartono merupakan
nomina, dan kata dia merupakan pronomina dari Hartono.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
22
h. Nomina sebagai pembangun kohesi dan koherensi
Kohesi dan koherensi merupakan cara untuk membangun kesinambungan
topik. Kohesi selalu berhubungan dengan koherensi, sering juga tidak terlihat
perbedaan nyata antara kohesi dan koherensi. Alwi dkk (2003:427) berpendapat
bahwa Kohesi merupakan hubungan perkaitan antar proposisi yang dinyatakan secara
eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang
membentuk wacana. Kohesi dibagi menjadi dua yaitu kohesi leksikal dan kohesi
gramatikal. Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana
(Baryadi, 2002:29). Nomina dalam aspek kohesi dan koherensi berperan sebagai
pembangun. Misalnya nomina sebagai kohesi leksikal subsitusi kata gelar dengan
titel. Satuan lingual nomina gelar yang telah disebut digantikan oleh satuan lingual
nomina pula yaitu kata titel.
i. Nomina Sebagai pembangun Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal termasuk dalam aspek keutuhan wacana. Kohesi leksikal ialah
hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis (Sumarlam, 2003:34). Salah satu
pendukung kohesi leksikal yaitu nomina. Nomina merupakan kata yang mengacu pada
manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Alwi dkk, 2003:213). Nomina
dalam hal ini yaitu berperan sebagai pembangun yang terdapat pada antar kalimat.
Jika nomina terdapat pada wacana yang di dalamnya mengandung aspek leksikal
maka nomina tersebut sebagai pembangun. Pembangun nomina dalam leksikal
terdapat berbagai macam di antaranya yaitu sinonim, antonim, hiponim, repetisi,
kolokasi dan ekuivalensi.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
23
j. Nomina Sebagai Pembangun Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal merupakan salah satu kohesi dalam aspek keutuhan wacana.
Kohesi gramatikal merupakan keterikatan antara bagian-bagian wacana secara
gramatikal (Baryadi, 2002:17-18). Kohesi gramatikal mempunyai beberapa tiga
macam sub di antaranya yaitu referensi, subsitusi, elipsis. salah satu pendukung kohesi
gramatikal yaitu nomina. Nomina dalam hal ini berperan sebagai pembangun kohesi
gramatikal. Pembangun nomina tersebut terdapat pada antar kalimat. Sebagai contoh
Jika terdapat sebuah nomina dalam paragraf yang di dalamnya mengandung aspek
gramatikal maka nomina tersebut sebagai pembangun. Pembangun nomina dalam
kohesi gramatikal tersebut bisa berupa referensi yang berkaitan dengan kata ganti.
Mulyana (2005:18) Kata ganti dapat berupa kata ganti orang pertama, kedua, dan
ketiga. kata ganti orang (pronomina persona) pertama, yakni (saya, aku), kata ganti
orang kedua (kamu, engkau, anda, kalian), dan kata ganti orang ketiga (dia, mereka).
2. Pengertian Wacana
Istilah “wacana” berasal dari bahasa sanskerta wac/wak/vak, artinya „berkata‟,
„berucap‟ Douglas (dalam Mulyana, 2005:3). Bentuk ana yang muncul di belakang
adalah sufiks (akhiran), yang bermakna „membedakan‟ (nominalisasi). Jadi, kata
wacana dapat diartikan sebagai „perkataan‟ atau „tuturan‟. Kata wacana berasal dari
vacana “bacaan” dalam bahasa sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke
dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, wacana atau wacana atau “wicara,
kata, ucapan”. Kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu kemudian diserap ke dalam
bahasa Indonesia menjadi wacana “ucapan, percakapan, kuliah” Poerwadarmita
(dalam Baryadi, 2002:1).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
24
Chaer (2007:267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai
satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis)
atau pendengar (dalam wacana lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan
gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina yang
disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada
dalam wacana tersebut. Dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan wacana adalah perkataan atau tuturan yang merupakan satuan
bahasa yang lengkap dan tertinggi. Contoh:
(2) Dilarang merokok
Contoh kalimat (2) di atas berisi wacana “Dilarang merokok”. Wacana di atas
bisa terdapat di SPBU dan Bus efisiensi. Jika wacana dilarang merokok terdapat pada
area SPBU, itu menandakan pada semua orang yang berada di area tersebut untuk
tidak merokok karena bisa menyebabkan kebakaran. Sebaliknya jika wacana tersebut
berada di Bus efisiensi maka asap rokok yang berada di Bus tersebut akan mengkristal
karena terkena pendingin ruangan (AC). Pengkristalan tersebut akan menyebabkan
gangguan pernafasan pada penumpang.
3. Pengertian Paragraf
Ramlan (1993:1) paragraf adalah bagian dari suatu karangan dan dalam bahasa
lisan merupakan bagian dari suatu tuturan. Paragraf terdiri dari sejumlah kalimat, atau
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
25
dengan kata lain merupakan kumpulan dari sejumlah kalimat meskipun ada juga yang
hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata, misalnya kalimat penutup pada surat
yang sering hanya berupa kata terima kasih. Paragraf dapat dijelaskan sebagai bagian
dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang
mengungkapkan suatu informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya. Disisi lain,
sakri (1992:1) menyatakan paragraf disebut juga sebagai alinea. Kata paragraf diserap
ke dalam bahasa Indonesia dari kata Inggris paragraph, sedangkan kata alinea berasal
dari bahasa Belanda dengan ejaan yang sama. Kata Belanda itu berasal dari kata latin
a linea, yang berarti „mulai dari baris baru‟. Dari kedua pendapat di atas peneliti
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan paragraf adalah kumpulan dari sejumlah
kalimat yang saling berkaitan satu sama lain untuk mengungkapkan suatu informasi
dengan satu ide pokok sebagai pengendali, jika kalimat-kalimat tidak saling berkaitan,
maka pembaca akan sulit memahami isi atau informasi paragraf tersebut.
4. Macam-Macam paragraf
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi tiga. Paragraf
tersebut yaitu paragraf pembuka, penghubung, dan penutup (Akhadiah, 1995:145-
146). Paragraf pembuka, penghubung, dan penutup mempunyai fungsi tersendiri.
Fungsinya yaitu untuk memperoleh paragraf yang baik dalam merangkaikannya.
Paragraf tersebut dibangun berdasarkan kalimat-kalimat. Menurut Keraf (2004:71-74)
berdasarkan sifat dan tujuannya, alinea-alinea dapat dibedakan atas:
a. Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah
yang akan diuraikan. Sebab itu paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
26
perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang
akan dikaruniakan. Paragraf pembuka ini jangan terlalu panjang supaya tidak
membosankan. Paragraf pembuka (awal) mempunyai dua kegunaan, yaitu selain
supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan tentang tujuan
dari penulisan itu (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:71) berpendapat bahwa alinea
pembuka merupakan alinea yang digunakan untuk mrmbuka atau menghantarkan
karangan itu, atau menghantarkan pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Dalam
alinea pembuka harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup
menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yang akan segera diuraikan. Kedua
pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa paragraf pembuka dan aliena pembuka
yaitu sama, bahwa sebelum menulis sebuah paragraf harus mempunyai pokok bahasan
supaya pembaca mengerti isi dari makna paragraf tersebut.
b. Paragraf Penghubung
Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung. Paragraf
penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu secara
kuantitatif paragraf inilah yang paling panjang, dan antara paragraf dengan paragraf
harus saling berhubungan secara logis (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:73) alinea
penghubung adalah semua alinea yang terdapat antara alinea pembuka dan alinea
penutup. Dalam alinea penghubung, inti persoalan yang akan dikemukakan penulis
terdapat dalam alinea ini. Sebab dalam membentuk alinea penghubung harus
diperhatikan agar hubungan antara alinea dengan alinea itu teratur, serta disusun
secara logis. Dari pendapat di atas bahwa paragraf penghubung dan alinea
penghubung yaitu sama bahwa paragraf penghubung harus berisi inti persoalan yang
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
27
akan kemukakan, persolan tersebut ditulis dengan pertanyaan sehingga memperoleh
suatu paragaf yang saling berhubungan.
c. Paragraf Penutup
Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya paragraf ini berisi
kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penutup berisi penegasan
kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf penghubung.
Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah karangan tidak boleh terlalu
panjang (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:73) alinea penutup adalah alinea yang
dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain
alinea ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam
alinea-alinea penghubung. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa
paragraf penutup dan alinea penutup mempunyai arti yang sama yaitu paragraf atau
alinea yang mengakhiri sebuah kalimat yang di dalamnya berisi rincian-rincian
kalimat yang akhirnya sampai pada kesimpulan.
5. Syarat Paragraf Yang Baik
Seperti halnya dengan kalimat, sebuah paragraf juga harus mempunyai syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut yaitu untuk mendukung kepaduan paragraf.
Paragraf dikatakan baik jika kalimat-klimatnya mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Untuk mengembangkan paragraf yang baik melalui beberapa tahapan. Akhadiah
(1999:148-153) dalam mengembangkan paragraf ada tiga persyaratan yaitu kesatuan,
kepaduan, dan kelengkapan.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
28
a. Kesatuan
Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi
paragraf ialah mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam
pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak
berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap
mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari
topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan
mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan (Akhadiah, 1999:148). Sementara
Sakri (1992:2) mengemukakan bahwa kesatuan artinya seluruh uraiannya terpusat
pada satu gagasan saja. Dari pendapat di atas terbukti bahwa paragraf harus
mempunyai kesatuan supaya mempunyai keruntutan dan tidak terlepas dari topik yang
dibicarakan.
Contoh:
(3) Setiap Negara pada dasarnya harus mampu menghidupi keluarganya
sendiri dari kondisi, posisi, dan potensi wilayahnya masing-masing. Tetapi
tidak setiap wilayah kondisinya memungkinkan, posisinya
menguntungkan, atau mempunyai potensi yang cukup untuk memberikan
kesejahteraan kepada rakyat yang bermukim di wilayah itu, sehingga
harus mencukupinya dari tempat lain yang hampir selalu menyangkut
kepentingan negara lain. Untuk itu dibinalah hubungan internasional yang
memungkinkan terbukanya peluang bagi setiap negara untuk mencukupi
kebutuhannya dari negara lain melalui jalan damai. Namun, untuk
mencukupi kebutuhan ini tidak jarang pula ditempuh jalan kekerasan.
Oleh sebab itu, masalah utama setiap negara selain meningkatkan
kesejahteraan negaranya, juga mempertahankan eksistensinya yang
meliputi kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan bangsa, dan keutuhan
wilayahnya.
b. Kepaduan
Syarat paragraf yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau
kepaduan. Satu paragraf merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
29
masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang
mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah dengan mudah
memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena adanya
loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan
memperlihatkan adanya kepaduan. Jadi, kepaduan atau koherensi dititikberatkan pada
hubungan antara kalimat dengan kalimat (Akhadiah, 1999:150). Pendapat lain juga
diungkapkan oleh Sakri (1992:2) bahwa paragraf harus mempunyai kesetalian, artinya
kalimat di dalamnya berhubungan sesamanya dengan bermakna bagi pembaca.
Dengan diperolehnya kalimat-kalimat yang saling berhubungan maka pembaca dapat
dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena
loncatan pikiran yang membingungkan.
Contoh:
(4) Pengajaran bahasa sebagai proses belajar-mengajar di dalam lingkungan
lembaga kependidikan formal, memiliki tiga peranan pokok yang
berhubungan dengan pembinaan bahasa. Pertama, pengajaran bahasa
merupakan proses yang memungkinkan pelajar memiliki kegairahan dan
keterampilan menggunakan bahasa yang diajarkan. Kedua, pengajaran
bahasa merupakan jalur penyebarluasan penggunaan bahasa dan sarana
peningkatan mutu penggunaan bahasa yang diajarkan, tertutama
dikalangan generasi muda. Ketiga, pengajaran bahasa merupakan salah
satu jalur yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana evaluasi pembinaan dan
pengembangan bahasa dan sumber data tambahan bagi pembinaan dan
pengembangan bahasa selanjutnya.
c. Kelengkapan
Suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang
cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu
paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas
dengan pengulangan-pengulangan (Akhadiah, 1999:152). Sakri (1992:2) bahwa
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
30
paragraf harus memiliki isi yang memadai yakni memiliki sejumlah rincian yang
terpilih dengan patut sebagai pendukung gagasan utama paragraf. Dari kedua
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf yang mengandung kelengkapan
merupakan paragraf yang seluruh kalimat-kalimatnya mempunyai keselarasan untuk
mendukung gagasan utama paragraf dan kejelasan topik. Paragraf yang mempunyai
keselarasan maka pembaca mampu memahami isi paragraf tersebut.
Contoh:
(5) Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat
atau penggemar jenis binatang laut, seperti halnya penggemar penghuni
darat atau burung-burung yang indah. Tidak ada penyediaan dana untuk
melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya
untuk panda dan harimau. Jenis makhluk laut tertentu, tiba-tiba punah
sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan
Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar
menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati
mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan
kepiting begal yang biasa menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian
barat Laut Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari
mana dana diperoleh untuk melindungi semuanya ini?
6. Topik dan Kesinambungan Topik
Topik berasal dari bahasa Yunani topoi, yang artinya „tempat‟. Secara
mendasar, topik diartikan sebagai pokok pembicaraan. Dalam wacana, topik menjadi
ukuran kejelasan wacana. Topik (topic) adalah perihal yang dibicarakan dalam
wacana Poedjasoedarmo (dalam Baryadi, 2002:54). Hal ini berarti topik menjiwai
seluruh bagian wacana. Topiklah yang menyebabkan lahirnya wacana dan
berfungsinya wacana dalam proses komunikasi verbal karena suatu wacana akan lahir
jika ada yang dibicarakan dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi jika
mengandung sesuatu yang dibicarakan. Topik memiliki kedudukan yang sentral dalam
wacana. Karena kedudukannya itu, topik selalu diacu dan dipertahankan oleh kalimat-
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
31
kalimat sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan kesinambungan topik.
Dengan begitu yang dimaksud dengan kesinambungan topik adalah keterkaitan antara
topik kalimat satu dengan topik kalimat yang lainnya dalam rangka mempertahanka
topik utama paragraf. Tentang kesinambungan topik, itu dapat diuraikan terkait
dengan penelitian ini, berikut ini diuraikan.
a. Cara Menciptakan Kesinambungan Topik
Cara menciptakan kesinambungan topik yaitu ada empat cara. Pertama
kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina, pronomina sebagai konstituen
yang terganti bersifat koreferensial, yaitu memiliki referen yang sama (Baryadi,
2002:63). Kedua yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan pengulangan. Ketiga
yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan ekuivalensi leksikal yaitu menulis
kembali ungkapan yang dinilai sama. Keempat yaitu kesinambungan topik diciptakan
dengan pelesapan, yaitu melesapkan topik yang sudah disebut. Pelesapan
menimbulkan konsituen zero (Ø), suatu konstituen yang tidak terwujud secara
formatif, tetapi maknanya dapat dipahami karena zero berkoferensi dengan topik yang
sudah disebut (Baryadi, 2002:63).
1) Kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain
(Alwi, 2003:249). Dari segi fungsinya dapat dikatakan bahwa pronomina menduduki
posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan dalam macam
kalimat tertentu juga predikat. Ciri lain yang dimiliki pronomina ialah acuannya dapat
berpindah-pindah karena bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis,
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
32
siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan. Pronomina
yang digunakan sebagai kata ganti orang atau partisipan wacana secara berganti-ganti
pada sebuah wacana. Partisipan itu sebagai pembicara (persona pertama), pendengar
(persona kedua), atau yang dibicarakan (persona ketiga). Kesinambungan topik yang
diciptakan dengan pronomina untuk memperoleh suatu paragraf yang mempunyai
keterkaitan antara topik satu dengan lainnya.
Contoh:
(6) Liliani mulai melibatkan diri ke dalam narkotika sejak masih duduk
dikelas terakhir sekolah dasar. Sejak ia mulai meningkat remaja, tekanan
batin yang dialaminya semakin terasa menyiksa. Dia dianggap tidak ada,
diacuhkan, diajak bicarapun tidak, bahkan dimarahi pun tak pernah dia
rasakan, apalagi sampai pukul.
Pada contoh paragraf (6) di atas tampak bahwa kesinambungan topik
diciptakan dengan pronomina. Paragraf tersebut, diciptakan dengan pronomina karena
pada paragraf di atas terdapat kata liliani yang digantikan menjadi ia, dia, dan nya
yang menunjuk pada liliani. Kata liliani yang terdapat pada kalimat pertama. Ia, dia,
dan nya terdapat pada kalimat kedua dan ketiga. Dari penggunaan pronomina yang
terdapat pada paragraf di atas akan memperoleh kesinambungan topik.
2) Kesinambungan topik diciptakan dengan pengulangan kata
Pengulangan atau reduplikasi adalah proses penurunan kata dengan
perulangan, baik secara utuh maupun secara sebagian (Alwi, 2003:238). Baryadi
(2002:25) pengulangan merupakan kohesi leksikal yang berupa pengulangan
konstituen yang telah disebut. Pengulangan juga merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan hubungan yang kohesif antarkalimat. Hal ini bertujuan untuk
memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Senada dengan Alwi dan
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
33
Baryadi, Ramlan (1993:30) ialah adanya unsur pengulang yang mengulang unsur yang
terdapat pada kalimat di depannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
repetisi atau pengulangan adalah pengulangan antarkalimat yang sudah disebutkan
sebelumnya. Pengulangan tersebut digunakan untuk memperoleh suatu
kesinambungan topik dalam paragraf.
Contoh:
(7) Latihan adalah salah satu aspek human capital. Latihan dapat dilakukan
di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan di luar
pekerjaan umumnya bersifat formal. Latihan yang dilakukan di luar
pekerjaan dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan pegawai baik
secara horizontal maupun vertical.
Pada contoh paragraf (7) di atas topik pada kalimat pertama diulang pada
kalimat-kalimat berikutnya. Dalam contoh yang demikian kesinambungannya
diciptakan dengan pengulangan. Kata yang diulang pada kalimat-kalimat di atas
adalah kata Latihan yang terdapat pada kalimat pertama, kedua, dan ketiga.
Pengulangan tersebut terletak pada awal kalimat disetiap kalimatnya. Pengulangan
tersebut termasuk dalam pengulangan anafora yaitu pengulangan kata atau frasa
pertama pada kalimat berikutnya yang terdapat pada kata latihan.
3) Kesinambungan topik diciptakan dengan ekuvalensi leksikal
Ekuvalensi merupakan hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu
dengan satuan lingual lain dalam sebuah paradigma (Sumarlam, 2003:44). Dalam hal
ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukan
adanya hubungan kesepadanan. Ekuivalensi memiliki nilai kebenaran yang sama satu
dengan yang lain sehingga saling dapat menggantiakan. Oleh karena itu ekuivalensi
akan menghasilkan kata yang sebanding atau kekerabatan dengan kata yang lain pada
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
34
sebuah paragraf. Kesinambungan topik yang diciptakan dengan ekuivalensi leksikal
untuk memperoleh suatu paragraf yang didalamnya terdapat kata yang memiliki
kesepadanan yang sama sehingga memperoleh suatu paragraf yang mempunyai
kepaduan atau kesinambungan.
Contoh:
(8) Rudyard Joseph Kipling lahir dari orang tua berkebangsaan Inggris di
Bombay, india, 3 Desember 1865. Selama lima tahun yang dihabiskan
Kipling muda bersama orang tuanya, dua pengaruh menonjol sebagai
pembentuk karirnya yang menyeluruh. Dari ayahnya Jhon Lockwood
Kipling, seniman dan guru seni. Rudyard tak ragukan lagi menerima
kehalusan perasaan dan minatnya dalam seni. Dari “ayah-ayah” penduduk
asli yang merawati ia dan adiknya, Kipling muda memperoleh minatnya
yang kekal pada negeri kelahirannya.
Pada contoh paragraf (8) di atas, terdapat cara menciptakan kesinambungan
topik dengan ekuvalensi kelsikal. Pada paragraf pertama berhubungan dengan
paragraf kedua, ketiga dan keempat. Topik pada kalimat pertama disebut dengan
konstituen yang secara leksikal berekuivalen pada kalimat selanjutnya. Konstituen
Rudyard Joseph Kipling secara leksikal berekuivalen dengan Kipling muda pada
kalimat kedua dan keempat serta Rudyard pada kalimat ketiga. Ketiga kata tersebut,
memiliki nilai kebenaran yang sama satu dengan yang lain sehingga saling
menggantikan.
4) Kesinambungan topik diciptakan dengan pelesapan
Pelesapan adalah kohesi gramatikal yang berupa pelesapan (zero) konstituen
yang telah disebut (Baryadi, 2002:24). Pelesapan menimbulkan konstituen zero (ø),
satu konstituen yang tidak terwujud secara formatif, tetapi maknanya dapat dipahami
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
35
karena zero berkoferensi dengan topik yang sudah disebut. Sementara Ramlan
(1993:24) yang dimaksud dengan pelesapan ialah adanya unsur kalimat yang tidak
dinyatakan secara tersurat pada kalimat berikutnya. Dari kedua pendapat di atas
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelesapan adalah makna yang dinyatakan
tersurat atau konstituen zero yang terletak pada kalimat berikutnya. Kesinambungan
topik yang diciptakan dengan pelesapan akan tercipta makna yang tersurat. Tetapi
dengan makna yang tersurat itu akan menjadikan paragraf yang berkesinambungan
karena satu sama lain saling berkaitan. Pelesapan ini adalah pelesapan yang berbentuk
nomina.
Contoh)
(9) ROAST BEEF
Bahan:
i. 11/4 daging has dalam
ii. 1,4 kg lemak sapi yang dipotong kecil-kecil
iii. 250 gram mentega/margarin
Cara pembuatannya:
a. Daging dikeringkan dengan kertas, kemudian bungkus Ø dengan daun
papaya
b. Bubuhi Ø dengan garam agar bisa lunak
c. Diamkan Ø semalam di lemari es
d. Lelehkan lemak sapi dalam penggorengan, lalu masukkan daging ke
dalamnya
e. Jangan Ø dibolak balik dahulu, biarkan Ø sampai berwarna kecoklat-
coklatan
f. Setelah itu angkatlan Ø
Pada contoh paragraf (9) di atas kesinambungan topik diciptakan dengan
pelesapan. Pelesapan tersebut yaitu melesapkan kata daging pada kalimat (a) sampai
dengan kalimat (f). Contoh di atas yaitu melesapkan topik yang sudah disebut.
Pelesapan menimbulkan suatu konstituen zero (ø) yang tidak terwujud secara formatif,
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
36
tetapi maknanya dapat dipahami karena zero berkoferensi dengan topik yang sudah
disebut. Kata yang dilesapkan pada paragraf tersebut yaitu kata daging.
7. Kesinambungan Topik
Kesinambungan topik dapat diciptakan dengan pronomina, pengulangan kata,
ekuivalensi leksikal dan pelepasan. Di atas sudah dijelaskan bagaimana cara
menciptakan kesinambungan topik dengan pronomina, pengulangan kata, ekuivalensi
leksikal, dan pelesapan. Keempat cara tersebut untuk memperoleh suatu topik dalam
paragraf atau wacana yang berkesinambungan. Selain kesinambungan topik dapat
diciptakan dengan empat cara. Kesinambungan topik juga berkaitan dengan kohesi
dan koherensi. Tanpa kohesi dan koherensi wacana tersebut tidak berkesinambungan,
karena dalam wacana harus dibangun unsur kohesi dan koherensi sebagai aspek
keutuhan wacana. Kohesi dan koherensi merupakan penghubung bentuk dan makna
bagian-bagian wacana sehingga membentuk wacana yang utuh (Baryadi, 2002:39). Di
bawah ini adalah penjelasan dari kohesi dan koherensi.
8. Kohesi
Kohesi merupakan aspek formal dalam bahasa, maka dengan demikian kohesi
merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan
tuturan (Tarigan, 2010:93). Kohesi diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara
struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moeliono (dalam Mulyana,
2005:26) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-
kalimat yang kohesif. Konsep kohesif pada dasarnya mengacu pada hubungan bentuk.
Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun
suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Untuk memperoleh wacana
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
37
yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan hubungan
kohesif suatu unsur dalam wacana dapat diinterpretasikan. Alwi, dkk. (2003: 427)
kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit
oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk
wacana. Dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan kohesi adalah kepaduan bentuk dalam sebuah kalimat-kalimat yang bersifat
kohesif, artinya kalimat-kalimat yang disusun mempunyai keterkaitan satu sama lain
sehingga membentuk suatu wacana yang padu.
Unsur-unsur kohesi wacana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah
hubungan leksikal antar bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur
secara kohesif. Kohesi gramatikal merupakan keterkaitan antara bagian-bagian
wacana secara gramatikal. Unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi),
substitution (subsitusi), ellipsis (elipsis), dan conjuction (konjungsi). Unsur kohesi
leksikal terdiri atas sinonim (persamaan), antonim (lawan kata), hiponim (hubungan
bagian atas isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi
(Mulyana, 2005:27-29).
a. Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan
penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Rani, 2004:97). Kohesi gramatikal digunakan
untuk menghubungkan ide antarkalimat satu dengan yang lainnya. Hubungan
gramatikal dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk bahasa yang digunakan. Baryadi
(2002:17-18) kohesi gramatikal adalah keterikatan antara bagian-bagian wacana
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
38
secara gramatikal. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kohesi gramatikal adalah bagian dari kohesi untuk memperoleh
suatu aspek keutuhan wacana atau keterkaitan secara gramatikal. Kohesi gramatikal
dibagi menjadi tiga. Ketiga kohesi gramatikal tersebut yaitu referensi (penunjukan/
pengacuan), subsitusi (penyulihan) dan, elipsis (pelesapan). Piranti kohesi gramatikal
digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat (Rani, 2004:97).
1) Referensi (penunjukan)
Referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan
dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok
kata atau satuan gramatikal lainnya (Ramlan dalam Mulyana, 2005:27). Referensi
merupakan perilaku pembicara atau penulis. Jadi yang menentukan referensi suatu
tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling
mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh pengujarnya. Pendengar
atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud oleh pembicara dalam
ujarannya itu. Terkaan itu hanya bersifat relatif, bisa benar, bisa pula salah (Hamid
Hasan Lubis, 1993:29). Baryadi (2002:18) berpendapat bahwa referensi merupakan
salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk
satuan lingual yang mendahului atau mengikutinya. Dari kedua pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan referensi (penunjukan) adalah bagian dari
kohesi gramatikal sebagai penunjukan kelompok kata.
Dalam konteks wacana, penunjukan (referensi) terbagi atas dua jenis, yaitu
penunjukan eksoforik (di luar teks) dan penunjukan endoforik (di dalam teks).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
39
Referensi endoforik terbagi dalam dua pola, yaitu anafora dan katafora. Referensi
eksoforik adalah interpretasi terhadap kata yang terletak diluar teks yaitu pada konteks
situasi. Referensi ini membawa kita keluar teks, seperti, misalnya, tampak pada
bentuk demonstratif itu di dalam kalimat itu bukan saya. Referensi yang eksoforik
tidak berfungsi kohesif karena tidak memadukan dua elemen bersama-sama ke dalam
teks. Ia mengacu kepada lingkungan, konteks situasi, yang menjadi lokasi
berlangsungnya suatu percakapan. Sebagai pengacuan yang situasional, eksoforik
tidak sama arti dengan referensial. Satuan-satuan leksikal memiliki arti referensial jika
satuan satuan itu menamai sesuatu, entah objek, kelas objek, objek, proses, dan
sebagainya. Sebaliknya, sebuah satuan eksoforik tidak menamai sesuatu, ia Cuma
menandai bahwa pengacuan mesti dilakukan kepada konteks situasi (Kris Budiman,
1999:29).
Referensi endoforik yaitu interpretasi terletak di dalam teks itu sendiri.
Referensi ini merupakan referensi intratekstual yang mengacu kepada sesuatu yang
teridentifikasikan di dalam teks di sekelilingnya. Referensi endoforik termasuk
kategori umum untuk menamakan pengacuan ke dalam teks (Kris Budiman, 1999:32).
Referensi endoforik dibagi menjadi referensi endoforik anaforik dan referensi
endoforik katafora. Referensi endoforik anafora adalah hubungan antara bagian yang
satu dengan bagian lainnya dalam teks. Referensi endoforik katafora adalah mengacu
kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya. Baik referensi yang bersifat
anafora maupun katafora menggunakan pronomina persona, pronomina demonstratif
atau penunjuk, dan pronomina (Rani dkk, 2004:99-100).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
40
a) Referensi persona (Kata Ganti)
Menurut Rani (2004: 100) referensi persona adalah diektis yang mengacu pada
orang secara berganti-ganti. Kata ganti meliputi kata ganti diri I tunggal (saya, aku),
kata ganti diri I jamak (kami, kita), kata ganti diri II tunggal (kamu, engkau, anda),
kata ganti diri II jamak (kalian, kamu sekalian), kata ganti diri III tunggal (dia, ia,
beliau), kata ganti diri III jamak (mereka). Disisi lain Alwi (2003:249) pronomina
persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina
persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada
orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang
dibicarakan (pronomina persona ketiga). Di antara pronomina itu, ada yang mengacu
pada jumlah satu atau lebih dari satu. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa referensi persona adalah kata ganti yang menunjuk pada kata ganti pertama,
kata ganti orang kedua, kata ganti orang ketiga. Contoh:
(10) Saya melihat bebek-bebek parjan berada di parit yang menuju ke
sawah. Mereka berebutan ikan-ikan kecil dan cacing. Saya sangat
senang melihat pemandangan itu (Esti, 2004: 4).
Contoh paragraf (10) di atas terdapat frasa bebek –bebek parjan. Paragraf di
atas menyatakan jumlah nomina lebih dari satu. Frasa bebek-bebek parjan digantikan
menjadi kata mereka pada kalimat kedua. Dari contoh paragraf hubungan keduanya
saling menggantikan tanpa menyulitkan hubungan antarkalimat. Hubungan itu
diciptakan untuk memperoleh makna yang lain tapi acuannya tetap sama.
b) Referensi Demonstratif
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
41
Rani (2004:102) referensi demonstratif merupakan kata deiktis yang dipakai
untuk menunjuk (menggantikan) nomina. Lycos (dalam Rani, 2004:102) menjelaskan
bahwa pronomina demonstratif, seperti juga dalam pronomina persona terdapat
komponen ketertentuan, yaitu yang ini dan yang itu. Selain itu, dalam pronomina
demonstratif tedapat juga komponen berjarak dan tidak berjarak dalam hal
demonstratif, baik menuju sesuatu yang dekat maupun yang jauh. Mulyana (2005:18)
bahwa referensi demonstratif ialah kata ganti penunjuk: ini, itu, di sana, di situ. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa referensi demonstratif adalah kata ganti
yang digunakan sebagai penunjukan. Referensi demonstratif dibedakan menjadi dua,
yaitu pengacuan demonstratif tempat dan pengacuan demonstratif waktu. Referensi
demonstratif yang menyatakn tempat yaitu ini, itu, di sana, di sini, dan ke sana.
Referensi demonstratif yang menyakatan waktu yaitu, setiap dan saat. Contoh:
(11) Jauh di seberang sana, saya lihat pegunungan dari timur ke barat. Benar-
benar amat menyenangkan bila saya berada di sawah mengantar
makanan dan minuman para pekerja (Esti, 2003).
Contoh paragraf (11) di atas penggunaan kohesi gramatikal referensi
demonstratif dengan kata sana. Kata sana pada kalimat di atas mengacu pada tempat
yang jauh dari pembicara. Dengan kata lain Esti berada di sawah yang jauh dari
pegunungan Serayu ketika menuturkan kalimat itu. Kata sana yang terdapat pada
kalimat pertama, dan kata di sawah yang terdapat pada kalimat kedua. Kedua kata
tersebut merupakan pengganti untuk menunjukan tempat.
c) Referensi Komparatif
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
42
Referensi komparatif ialah deiktis yang menjadi bandingan bagi antesedennya.
Kata yang termasuk katagori referensi demonstratif antara lain: sama, persis, identik,
serupa, segitu, selain, berbeda, dan sebagainya (Rani, 2004:104). Disisi lain Mulyana
(2005:18) referensi komparatif merupakan penggunaan kata yang bernuansa
perbandingan. Sumarlam (2003:27) referensi komparatif (perbandingan) adalah salah
satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang
mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak,
perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan
misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan,
persis seperti, dan persis sama dengan. Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan
yang dimaksud dengan referensi komparatif adalah bagian dari kohesi gramatikal
yang digunakan untuk menunjukan perbandingan. Contoh:
(12) Ibu bangun pagi-pagi sekali. Setelah melakukan shalat subuh, ibu segera
memasukan tempe yang telah jadi ke dalam karung plastic untuk dibawa ke
pasar. Tidak berbeda dengan ibu yang bekerja sangat keras, saya
menyiapkan makan pagi setelah sembayang. Aku telah terbiasa
melakukannya sejak aku kelas lima (Priatin, 2003: 1).
Contoh paragraf (12) di atas terdapat pengacuan komparatif. Pengacuan
komparatif ialah deiktis yang menjadi bandingan bagi antesedennya. Pengacuan
komparatif tersebut terletak pada frasa tidak berbeda dengan pada kalimat kedua.
Kata tidak berbeda dengan pada paragraf tersebut membandingkaan antara aktivitas
Sang Ibu dengan Puji Priatin yang harus bekerja keras. Frasa tersebut merupakan frasa
yang digunakan untuk membandingkan isi paragraf tersebut.
2) Subsitusi (penggantian)
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
43
Subsitusi adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur lain yang
acuannya tetap sama, dalam hubungan antar bentuk lain yang lebih besar dari pada
kata, seperti frase atau klausa Halliday, Hasan dan Quirk (dalam Rani, 2004:105).
Subsitusi merupakan hubungan leksikogramatikal, yakni hubungan tersebut ada pada
level tata bahasa dan kosakata; dengan alat penyulihnya berupa kata, frase, atau kalusa
yang maknanya berbeda dari unsur subsitusinya. Secara umum, pengganntian itu
dapat berupa kata ganti orang, tempat dan sesuatu hal. Kridalaksana (dalam Tarigan,
2009:96) yang dimaksud dengan subsitusi yaitu proses atau hasil penggantian unsur
bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur
pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu. Disisi lain, subsitusi
(penyulihan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian
kata/frasa tertentu (yang telah disebut) dengan kata/frasa lain dalam paragraf untuk
memperoleh unsur pembeda (Tugiati, 2004:46). Dari ketiga pendapat di atas peneliti
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan subsitusi adalah penggantian unsur lain
untuk memperoleh unsur pembeda tetapi acuannya tetap sama.
Di bawah ini contoh dari subsitusi:
(13) Setelah empat lima kali mendatangi desa, akhirnya dr. Rien merasa
diterima oleh masyarakat setempat. Ia pun mulai berani sedikit-sedikit
berbicara tentang kesehatan, kebersihan, dan keluarga berencana.
Contoh paragraf (13) di atas kalimat-kalimat dibangun berdasarkan unsur gramatikal
substusi. Subsitusi merupakan penggantian unsur lain yang maknanya lebih besar
untuk memperoleh unsur pembeda. Subsitusi di atas adalah kata ia, dan kalimat
pertama terdapat kata dr. Rien yang disubsitusikan menjadi ia. kata ia pada kalimat
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
44
(13) berfungsi sebagi penanda hubungan penggantian, menggantikan dr. Rudi yang
tercantum pada kalimat (2). Walaupun penggunaan subsitusi di atas menggunakan
kata dan frasa tetapi keduanya saling berkesinambungan tanpa menyulitkan bacaan
paragraf tersebut.
3) Elipsis (pelesapan)
Elipsis adalah adanya unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara tersurat pada
kalimat berikutnya. Sekalipun tidak dinyatakan secara tersurat, kehadiran unsur
kalimat itu dapat diperkirakan (Ramlan, 1993:24). Chaer (2007:270) Elipsis yaitu
penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan
elipsis, karena tidak diulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi
lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung atau kalimat di
dalam wacana itu. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu
unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Tujuan
pemakaian elipsis ini, salah satunya yang terpenting, ialah untuk mendapatkan
kepraktisan bahasa, yaitu agar bahasa yang digunakan menjadi lebih singkat, padat
dan mudah dimengerti dengan cepat (Mulyana, 2005:28). Dari kedua pendapat di atas
maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ellipsis yaitu pelesapan
atau penghilangan dengan sengaja pada kalimat dengan kalimat berikutnya agar
bahasa yang digunakan menjadi lebih singkat sehingga struktur gramatikal atau
kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
Di bawah ini contoh dari elipsis:
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
45
(14) Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal dari
Yogyakarta. ø Yang duduk di ujung sana itu namanya Ahmad; dia berasal
dari berasal dari Jakarta. Ø Teman saya yang duduk di sebelah gadis
berbaju merah itu namanya Nurdin; dia berasal dari Medan.
Contoh paragraf (14) di atas kalimat-kalimatnya dibangun berdasarkan unsur
gramatikal pelesapan (elipsis). Elipsis merupakan penghilangan bagian kalimat yang
sama yang terdapat kalimat yang lain. Kalimat (a) dilesapkan pada kalimat (b) dan
kalimat (c). Pelesapan tersebut yaitu frasa teman saya. Dengan demikian kalimat
tersebut berbunyi teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal dari
Yogyakarta. Teman saya yang duduk di ujung sana itu namanya Ahmad; dia
berasal dari Jakarta. Temna saya yang duduk di sebelah gadis berbaju merah itu
namanya Burdin.
b. Kohesi Leksikal
Secara umum kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu
mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau mengikuti.
Kohesi leksikal merupakan hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk
mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (Mulyana, 2005:29). Kata-kata yang
memiliki hubungan leksikal itu merupakan hubungan penanda hubungan leksikal.
Tujuan digunakan aspek leksikal itu diantaranya ialah untuk mendapatkan efek
intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya. Disisi
lain (Ramlan, 1993:30) hubungan leksikal adalah hubungan yang disebabkan oleh
adanya kata-kata yang secara leksikal memiliki pertalian. Dari kedua pendapat di atas
peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kohesi leksikal adalah bagian
dari kohesi sebagai penanda hubungan yang memiliki pertalian dan keserasian dalam
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
46
wacana. Unsur kohesi leksikal terdiri dari: sinonim, antonim, hiponim, repetisi,
kolokasi, dan ekuivalensi.
1) Sinonim (padan kata)
Sinonim (Ramlan, 1993:36) merupakan satuan bahasa, khususnya kata atau
frase, yang bentuknya berbeda tetapi maknanya sama atau mirip. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Baryadi (2002:27) sinonim adalah kohesi leksikal yang berupa
relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen yang satu dengan konstituen yang
lain. Sinonim merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan
wacana. Sinonim juga berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Dari pendapat di atas
terbukti bahwa sinonim merupakan salah satu kohesi leksikal yang mempunyai
kesamaan makna agar mendukung kepaduan dalam wacana. Sinonim dapat dibedakan
menjadi lima macam, yaitu sinonim morfem (bebas) dengan morfem (terikat), sinonim
kata dengan kata, sinonim kata dengan frasa atau sebaliknya, sinonim frasa dengan
frasa, sinonim klausa kalimat dengan klausa/kalimat (Baryadi, 2003: 38).
a) Sinonim Morfem (bebas) dengan Morfem (terikat)
Morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan
bentuk yang lain (Chaer, 2007:1479). Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah
morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan (Chaer,
2007:151). Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan
bagus adalah termasuk morfem bebas. Sebaliknya yang dimaksud dengan morfem
terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
47
muncul dalam pertuturan. Berkenaan dengan morfem terikat ada beberapa hal yang
harus dikemukakan, salah satunya yaitu klitika. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat
yang kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat
dipisahkan. Klitika -ku dalam konstruksi bukuku bisa dipisah menjadi buku baruku.
Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang
dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti,
seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah
klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti -lah, -nya, dan -ku pada
konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku (Chaer, 2007:151-153)
Contoh:
(15) Sudah tiga hari kamu tidak masuk sekolah. Padahal tidak memberi tahu
kepada bapak dan ibu gurumu. Mengapa akhir-akhir ini kamu sering
membols? (Sogono, 2001: 3).
Pada contoh pararaf (15) di atas terdapat sinonim morfem bebas dan morfem
terikat. Morfem bebas pada paragraf diatas terdapat pada kalimat pertama pada kata
kamu. Morfem terikat pada paragraf di atas terdapat pada kalimat kedua pada kata
mu. Jadi morfem bebas kamu bersinonim dengan morfem terikat mu. Sinonim
tersebut mendapat bentuk klitika.
b) Sinonim Kata dengan Kata
Kata yaitu satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah
deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer,
2007:162). Relasi sinonim bersifat dua arah karena ujaran A bersinonim dengan
ujaran B, maka satuan ujaran B itu bersinonim dengan satuan ujaran A. Secara
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
48
konkret kata betul bersinonim dengan kata benar, kama kata benar itu pun bersinonim
dengan kata betul. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama
persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor. pertama, faktor tempat
atau wilayah. Misalnya, kata saya dan beta adalah dua buah kata yang bersinonim.
Namun, kata saya dapat digunakan di mana saja, sedangkan kata beta hanya cocok
untuk wilayah Indonesia bagian timur, atau dalam konteks masyarakat yang berasal
dari Indonesia bagian timur. Kedua, faktor sosial. Umpamanya, kata saya dan aku
adalah dua buah kata yang bersinonim. Tetapi, kata saya dapat digunakan oleh siapa
saja dna kepada siapa saja; sedangkan kata aku hanya dapat digunakan terhadap orang
yang sebaya, yang dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah
kedudukan sosialnya. Ketiga, faktor keformalan. Misalnya kata uang dan duit adalah
dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata uang dapat digunakan dalam ragam
formal dan tak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal
(Chaer, 2007:297-298).
Contoh:
(16) (a) Aku sangat suka belajar dengan Karlina. (b) Dia siswa yang pandai di
kelasku. (c) Dia pintar mengerjakan soal matematika. (d) Dia sering
membantu aku mengerjakan PR matematika (Sukarsih, 2003: 5).
Pada contoh paragraf (16) di atas terdapas sinonim kata dengan kata. Kalimat
(b) kata pandai bersinonim dengan kata pintar pada kalimat (c). Kedua kata tersebut
mempunyai hubungan sinonim kata dengan kata. Sinonim kata dengan kata tersebut
terdapat pada antar kalimat. Contoh paragraf di atas mempunyai hubungan yang
berkesinambungan secara leksikal.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
49
c) Sinonim Kata dengan Frasa atau Sebaliknya
Kata yaitu satuan bahasa yang memiliki satu pengertia; atau kata adalah
deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer,
2007:162). Sinonim kata dengan frasa yang terjadi antarkalimat akan membentuk
kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal. Misalnya terdapat frasa hujan
dan badai pada kalimat pertama dengan kata musibah pada kalimat berikutnya. Selain
itu, kepaduannya juga didukung adanya pemakaian kata musibah itu dengan realisasi
peristiwa yang digambarkan secara rinci melalui ungkapan yang terdapat pada
paragraf tersebut. Dalam sejarah studi linguistik istilah frase banyak digunakan
dengan pengertian yang berbeda-beda. Tetapi frase itu pasti terdiri lebih dari sebuah
kata. Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi
sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007:222).
Contoh:
(17) Hari minggu itu, orang-orang bekerja Bakti memperbaiki saluran air
yang menuju ke sawah. Telah banyak rerumputan yang tumbuh di parit
itu, ini mengganggu jalannya air (Mariah, 2003:2).
Pada contoh paragraf (17) di atas terdapat sinonim kata dan frasa yang terjadi pada
kalimat-kalimat di atas. Walaupun kata dan frasa mempunyai makna tersendiri tetapi
keduanya memiliki hubungan sinonim. Sinonim kata dengan frasa yang terjadi
antarkalimat akan membentuk kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal.
Frasa saluran air pada kalimat pertama bersinonim dengan kata parit pada kalimat ke
dua. Frasa saluran air terdapat pada kalimat pertama dan air terdapat pada kalimat
kedua.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
50
d) Sioninim Frasa dengan Frasa
Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi
sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007:222). Aspek leksikal sinonim frasa dengan
frasa berperan dalam aspek keutuhan wacana. Sinonim frasa dengan frasa yang terjadi
antarkalimat akan membentuk kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal.
Kepaduannya didukung olek aspek leksikal sinonim misalnya dalam terdapat frasa
pandai bergaul pada kalimat pertama dengan frasa beradaptasi dengan baik pada
kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan.
Contoh:
(18) Pak Martaji belajar membuat besek sejak masih anak-anak. Pekerjaan
mengayam itu juga dia ajarkan kepada Karim, anaknya. Karena Karim
pandai, dia bisa membuat anyaman lain yang lebih mahal kalau dijual
(Wasis, 2003:2).
Pada contoh paragraf (18) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal
sinonimi. Sinonim tersebut terdapat pada frasa membuat besek pada kalimat pertama
dengan frasa pekerjaan menganyam pada kalimat kedua. Kalimat pertama dan kedua
mempunyai hubungan sinonim. Sinonim merupakan kata atau frasa yang bentuknya
berbeda tetapi maknanya sama atau mirip. Sinonim tersebut merupakan sinonim frasa
dengan frasa yang terjadi dalam paragraf.
e) Sinonim Klausal Kalimat dengan Klausal/Kalimat
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
51
Kalimat merupakan susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang
lengkap (Chaer, 2007:240). Yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar atau
intonasi final. Konstituen dasar itu biasanya berupa klausal. Jadi, pada sebuah klausal
diberi intonasi final, maka akan terbentuklah kalimat itu. Kalusal adalah satuan
sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam
konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat;
dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan (Chaer,
2007:231). Sinonim klausal kalimat dengan klausal/kalimat yang terjadi antarkalimat
akan membentuk kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal. Dari kepaduan
wacana secara leksikal tersebut akan menjadikan paragraf lebih efisien.
Contoh:
(19) Bapak dan Ibuku berjualan di pasar desa. Bapakku menjual alat-alat
rumah tangga. Ibuku menjual tempe yang dibuatnya. Mereka berdagang
di tempat itu sejak aku belum lahir (Priatin, 2003: 6).
Pada contoh paragraf (19) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal sinonim.
Sinonim pada paragraf di atas menunjukan ketidaksengajaan Priatin menulis
paragrafnya dengan menggunakan hubungan sinonim klausa. Kalusal merupakan
satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata . Hal tersebut terdapat pada kalimat
pertama dengan berjualan di pasar desa dan pada kalimat terakhir dengan berdagang
di tempat itu. Penggunaan sinonim klausal kalimat tersebut untuk mempertahankan
hubungan sinonim klausal kalimat dalam paragraf.
2) Antonim (lawan kata)
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
52
Kata antonim berasal dari kata yunani kuno, yaitu onoma yang artinya „nama‟
dan anti yang berarti melawan. Secara harfiah antonim berarti nama lain untuk benda
yang lain. Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain;
atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang
lain. Antonim disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup
konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja.
Oposisi makna atau antonim juga merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu
mendukung kepaduan makna wacana secara semantis. Baryadi (2002:28) antonim
adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat kontras atau
berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Disisi lain
Verhar (dalam Chaer, 2013:88) mendefinisikan antonim sebagai ungkapan (biasanya
berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dapat
dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Dari kedua pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa antonim adalah bagian dari kohesi leksikal yang maknanya
berlawanan. Oposis dalam penelitian ini meliputi oposisi mutlak, oposisi hubungan,
dan opisisi kutub.
Di bawah ini contoh dari antonim:
(20) Bapak dan Ibu Guru SD 3 Karangsalam sedang mengikuti rapat di
kantor. Anak-anak semuanya dibubarkan (Karlina, 2003: 20).
Pada contoh paragraf (20) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal
antonim. Antonim merupakan relasi makna yang bersifat kontras antara konstituen
satu dengan konstituen yang lain. kata bapak berantonim dengan ibu. Kata bapak
dan ibu tersebut berada dalam satu kalimat. Antonim pada pragraf tersebut tergolong
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
53
oposisi hubungan. Oposisi hubungan adalah opisisi makna yang bersifat saling
melengkapi.
3) Hiponim (hubungan bagian atau isi)
Baryadi (2002:26) hiponim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna
leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang
lain. Relasi makna tersebut terlihat dari hubungan antara konstituen yang memiliki
makna umum dengan konstituen yang memiliki makna khusus. Konstituen yang
bermakna umum disebut superordinat dan konstituen yang bermakna khusus disebut
hiponim. Disisi lain menurut Ramlan (1993:37) hiponim sama dengan sinonim,
sebenarnya juga merupakan pengulangan, hanya dalam hiponim unsur pengulangan
mempunyai makna yang mencakupi makna unsur terulang, atau sebaliknya makna
unsur terulang mencakup makna unsur pengulang. Unsur hiponim yang mencakupi
makna unsur yang lain disebut superordinate, dan unsur yang lain disebut subordinat.
Hiponim adalah satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) maknanya dianggap merupakan
bagian dari makna yang lain (Tugiati, 2004:53). Dari ketiga pendapat di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hiponim adalah pengulangan yang
mencakupi makna unsur terulang yang dianggap merupakan bagian dari makna yang
lain.
Di bawah ini contoh dari hiponim:
(21) Setelah ibu dan aku menyalami nenek. Kami duduk-duduk di depan
rumah nenek. Aku sangat senang berada di depan rumah nenek sebab
banyak jenis bunga yang ditanam di halaman rumah. Ada mawar,
melati, kenikir, dan kenanga (Kodrat, 2003: 2).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
54
Pada contoh paragraf (21) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal
hiponim. Dalam aspek hiponim ada yang menjadi hipernim atau superordinatnya.
Hiponim merupakan bagian dari makna yang lain. Kalimat-kalimat di atas yang
merupakan hipernim atau superordinatnya adalah bunga. Sementara itu mawar,
melati, kenikir, dan kenanga adalah hiponimnya.
4) Repetisi (pengulangan)
Repetisi atau pengulangan di sini bukanlah proses reduplikasi yang merupakan
salah satu proses morfologis, misalnya rumah menjad rumah-rumah dan berjalan
menjadi berjalan-jalan, melainkan pengulangan sebagai penanda hubungan antar
kalimat. Repetisi adalah kohesi leksikal yang berupa pengulangan konstituen yang
telah disebut (Baryadi, 2002:25). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Sumarlam
(2004:34) repetisi merupakan pengulangan satual lingual (bunyi, suku kata, atau
bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks
yang sesuai. Repetisi juga disebut sebagai pengulangan satuan lingual yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dari kedua
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan repetisi adalah
pengulangan kata atau frasa dengan bentuk yang sama yang terdapat pada antar
kalimat. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau
kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi
anafora, repetisi episfora, repetisi simploke, repetisi simploke, repetisi epanalepsis
(Sumarlam, 2003:34).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
55
a) Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang
dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut (Sumarlam, 2003:34). Pengulangan
ini digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang diulang pada kalimat secara
berturut-turut. Tujuan pemakaian repetisi epizeuksis yaitu untuk mengulang kata atau
frasa dalam paragraf. Pengulangan epizeuksis juga merupakan pengulangan yang
sering digunakan dalam setiap kalimat-kalimat. Di dalam isi paragraf juga mempunyai
kata atau frasa yang dianggap penting sehingga mengalami pengulangan epizeuksis.
Contoh:
(22) Nenek sangat memanjakan adikku. Apapun diperbolehkan bila yang
meminta adikku. Adikku boleh banyak memakan gula kelapa, boleh
bermain di parit, boleh meminta jajan, boleh tidak mandi, boleh tidak
sembahyang. Nenek bilang aku tidak boleh seperti adik, karena aku
sudah besar (Soiman, 2003:2).
Pada contoh paragraf (22) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi.
Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi epizeuksis. Repetisi
epizeuksis terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang dianggap penting
dan diulang secara berturut-turut. Terlihat pada kata boleh diulang secara berturut-
turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu dalam
paragraf yang ditulis Soiman tersebut. Penggunaan pengulangan epizeuksis di atas
menjadikan paragraf lebih padu.
b) Repetisi Tautotes
Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata/frasa)
beberapa kali dalam sebuah kontruksi (Sumarlam, 2004:35). Pengulangan ini
digunakan untuk menyatakan kata atau frasa beberapa kali dalam sebuah kontruksi.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
56
Tujuan pemakaian repetisi tautotes yaitu untuk mengulang beberapa kata atau frasa
dalam paragraf. Pengulangan tautotes juga merupakan pengulangan yang sering
dilibatkan dalam paragraf. Di dalam isi paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang
sebagai pengulangan. Contoh:
(23) Pak Martaji seorang pengrajin bamboo. Membuat besek adalah pekerjaan
setiap hari, dia juga mahir membuat kepang dan membuat tampah. Besek-
beseknya dijual di Sokaraja untuk bungkus gethuk goreng (Wasis,
2003:1).
Pada contoh paragraf (23) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi.
Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi tutotes. Repetisi tautotes
terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang diulang beberapa kali dalam
sebuah kontruksi. Terlihat pada kata membuat yang diulang beberapa kali dalam
kontruksi yang ditulis wasis. Penggunaan pengulangan tautotes di atas menjadikan
paragraf lebih efisien.
c) Repetisi Anafora
Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam, 2003:35). Pengulangan
ini digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang pengulangannya pada awal
kalimat dilanjutkan pada kalimat berikutnya yang terletak pada awal kalimat. Tujuan
pemakaian repetisi anafora yaitu untuk mengulang kata frasa dalam paragraf.
Pengulangan tautotes juga merupakan pengulangan yang digunakan dalam kalimat-
kalimat. Di dalam paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang pengulangannya
terletak diawal kalimat. Contoh:
(24) Berkali-kali jala dilemparkan ke air sungai. Berkali-kali pula jala hanya
menangkap ranting dan daun bamboo. Rupanya tadi sing ada orang
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
57
menebang bamboo, kemudian ranting dan daunnya di buang di sungai
(Kodrat, 2003: 4).
Pada contoh paragraf (24) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi.
Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi anafora. Repetisi anafora
terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang pengulangannya diawal kalimat
pada kalimat berikutnya. Terlihat pada frasa berkali-kali pada kalimat pertama
diulang pada kalimat kedua dalam paragraf yang ditulis kodrat. Penggunaan
pengulangan anafora di atas menjadikan paragraf tersebut lebih efisien.
d) Repetisi epistrofa
Repetisi episfora adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris
atau akhir kalimat secara berturut-turut (Sumarlam, 2003:35). Pengulangan ini
digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang diulang pada akhir kalimat. Tujuan
pemakaian pengulangan epistrofa yaitu untuk mengulanga kata atau frasa dalam
paragraf. Pengulangan epistrofa juga merupakan pengulangan yang sering digunakan
dalam setiap kalimat-kalimat. Di dalam isi paragraf juga mempunyai kata atau frasa
yang diulang pada akhir kalimat sehingga mengalami pengulangan epistrofa.
Dibawah ini contoh dari repetisi episfora:
(25) (a) Musim panen sekarang sangat menyenangkan. (b) Bapakku di sawah.
(c)Ibuku di sawah. (d) Kakaku di sawah. (e) Semuanya bekerja
memanen dan mengusung padi ke rumah (Karlina, 2003: 3)
Pada contoh paragraf di atas (25) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal
repetisi. Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi epistrofa. Repetisi
epistrofa terjadi bila dalam paragraf tersebut mengalami pengulangan yang terletak
pada akhir kalimat. Terlihat pada kata sawah diulang secara berturut-turut pada
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
58
kalimat kedua ketiga dan keempat. Penggunaan pengulangan epistrofa di atas
menjadikan paragraf tersebut lebih padu.
e) Repetisi simploke
Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada awal dan
akhir beberapa kalimat berturut-turut (Sumarlam, 2003:36). Pengulangan ini
digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang diulang pada awal kalimat dan
akhir kalimat. Tujuan pemakaian repetisi simploke yaitu untuk mengulang kata atau
frasa yang terdapat dalam paragraf. Pengulangan simploke juga merupakan
pengulangan yang sering digunakan dalam setiap kalimat-kalimat. Di dalam isi
paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang merupakan pengulangan simploke.
Contoh:
(26) Di sungai keluarga kami mandi. Di sungai keluarga jasman, tetanggaku
mandi. Di sungai orang-orang di desaku mandi (Kodrat, 2003 : 2)
Pada paragraf (36) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi. Kohesi
leksikal repetisi dalam paragarf ini yaitu repetisi simploke. Repetisi simploke terjadi
bila dalam paragraf tersebut kata yang mengalami pengulangan pada awal kalimat dan
akhir kalimat. Terlihat pada frasa di sungai dan diakhiri dengan kata mandi.
Penggunaan pengulangan simploke di atas menjadikan paragraf tersebut menjadi lebih
padu.
f) Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa ditengah-
tengah baris atau kalimat secara berturut-turut (Sumarlam, 2004:36). Pengulangan ini
digunakan untuk menyatakan pengulangan pada tengah-tengah kalimat secara
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
59
berturut-turut. Tujuan pemakaian repetisi mesodiplosis sebagai pengulangan kata atau
frasa yag terdapat dalam paragraf. Pengulangan simploke juga merupakan
pengulangan yang sering digunakan dalam setiap kalimat-kalimat. Di dalam isi
paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang pengulangannya terletak pada tengah
kalimat sehingga mengalami pengulangan mesodiplosis. Contoh:
(27) Bibi Sarti berjualan makanan kecil di pasar. Dia membuat makanan itu
sendiri. Dia bisa membuat meniran. Dia bisa membuat kue kukus. Dia
juga bisa membuat serabi (Priatin, 2003: 3).
Pada contoh paragraf (27) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi.
Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf di atas yaitu repetisi mesodiplosis. Repetisi
mesodiplosis terjadi bila dalam paragraf t terdapat kata atau frasa yang diulang
ditengah-tengah kalimat. Terlihat pada frasa bisa membuat yang diulang pada tengah-
tengah kalimat dalam paragraf yang ditulis Priatin. Penggunaan pengulangan
mesodiplosis di atas menjadikan paragraf tersebut lebih padu.
g) Repetisi epanalepsis
Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada
awal kalimat yang di ulang pada akhir kalimat yang bersangkutan (Sumarlam,
2003:37). Pengulangan ini digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang diulang
pada awal dan akhir kalimat dalam satu kalimat. Tujuan pemakaian repetisi
epanalepsis yaitu untuk mengulang kata atau frasa dalam paragraf. Pengulangan
epanalepsis juga merupakan pengulangan yang sering digunakan dalam setiap
kalimat-kalimat. Di dalam isi paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang diulang
pada kalimat yang bersangkutan sehingga mengalami pengulangan epanalepsis.
Dibawah ini contoh dari repetisi epanalepsis:
(28) Ibuku sangat terampil membuat tempe, kalau salah membuat tempe
tentu bukan ibuku. Aku ingin juga seperti ibuku kelak. Aku bisa
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
60
menjual banyak tempe bila dijual di kota, bukan seperti ibuku yang
hanya menjual di pasar desa (Priatin, 2003: 2).
Pada paragraf (28) di atas kepaduaannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi.
Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi epanalepsis. Repetisi
epanalepsis terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang diulang pada awal
dna akhir kalimat yang bersangkutan. Terlihat pada kata ibuku di awal dan di akhir
kalimat tersebut. Penggunaan pengulangan epanalepsis di atas menjadikan paragraf
tersebut lebih efisien dan padu.
h) Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata/frasa terakhir dari kalimat
menjadi kata/frasa pertama pada kalimat berikutnya (Sumarlam, 2003:37).
Pengulangan ini digunakan untuk menyatakan kata yang terletak pada akhir kalimat
menjadi pengulangan pertama pada kalimat berikutnya. Tujuan pemakaian repetisi
anadiplosis yaitu untuk mengulanga kata atau frasa dalam paragraf. Pengulangan
anadiplosis juga merupakan pengulangan yang sering digunakan dalam setiap kalimat-
kalimat. Di dalam isi paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang diulang dari akhir
kalimat menjadi awal kalimat sehingga mengalami pengulangan anadiplosis.
(29) Pak Martaji, sekeluarga membuat besek. Membuat besek itulah yang
menjadi sumber penghasilan mereka (Wasis, 2003: 3).
Pada contoh paragraf (29) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal
repetisi. Kohesi leksikal repetisi dalam paragarf ini yaitu repetisi anadiplosis. Repetisi
anadiplosis terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang mengalami
pengulangan pada akhir kalimat menjadi awal kalimat pada kalimat berikutnya.
Terlihat pada kalimat pertama frasa membuat besek berada diakhir kalimat dan
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
61
diulang diawal kalimat kedua. Penggunaan pengulangan anadiplosis di atas
menjadikan paragraf tersebut lebih padu.
5) Kolokasi (sanding kata)
Kolokasi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang berdekatan
antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002:28). Kolokasi
atau pendamping ini kemudian membentuk suatu makna tertentu. Kolokasi merupakan
pertalian kata yang satu sama lainnya saling mengharapkan kemunculannya.
Kemunculan kata atau frasa akan membentuk kombinasi yang menghasilkan makna
baru. Disisi lain (Sumarlam, 2003:43) bahwa kolokasi atau sanding kata merupakan
asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara
berdampingan. Kedua pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
kolokasi ialah penggunaan kata atau farasa yang digunakan secara berdampingan.
Dibawah ini contoh dari kolokasi:
(30) Agar batu bata yang saya cetak baik hasilnya. Saya mencontoh cara Ayah. Pertama membuang batu atau kerikil dari tanah bahan batu bata. Setelah bersih dari batu, tanah dicampur dengan air dan diinjak-injak sampai halus. Setelah betul-betul campur ditinggal istirahat. Setelah istirahat campuran dicetak (Saunan, 2003: 4).
Pada contoh paragraf (30) di atas kepaduannya didukung aspek leksikal kolokasi.
Kolokasi yang disebut sebagai sanding memiliki peranan kepaduan wacana. Kolokasi
di atas ditandai dengan hadirnya kata atau frasa yang ada dalam satu paragraf.
Kolokasi tersebut yaitu dalam jaringan pembuatan batu bata, seperti batu bata, cetak
batu, kerikil, tanah, dan air. Pemakaian makna yang berdekatan pada paragraf di atas
menjadikan paragraf tersebut mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
62
6) Ekuivalensi (kesepadanan)
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu
dengan satuan lingual lain dalam sebuah paradigma (Sumarlam, 2003:44). Dalam hal
ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukan
adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli,
dibeli, membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang
sama yaitu beli. Demikian pula belajar, mengajar, pelajar, pengajar, dan pelajaran
yang dibentuk dari bentuk asal ajar juga merupakan hubungan ekuivalensi. Tugiati
(2004:53) menyatakan ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan
lingual dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah wacana atau karangan. Dalam
hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan
adanya hubungan kesepadanan. Ekuivalensi juga akan menghasilkan kata yang
sebanding atau kekerabatan dengan kata yang lain pada sebuah paragraf. Dibawah ini
contoh dari ekuivalensi:
(31) Apabila nira yang direbus sudah hampir kental, aku menyiapkan
cetakannya. Aku belum bisa mencetak gula. Pekerjaan mencetak ibuku
yang melakukannya. Gula dicetak di atas tampah. Cetakan gula
biasanya dari bambu yang tidak terlalu besar yang dipotong-potong
(Yuniati, 2003: 4).
Pada contoh paragraf (31) di atas adanya hubungan kesepadanan. Kesepadanan
tersebut terdapat pada kalimat kelima, ketiga dan keempat. Kesepadanan paragraf di
atas menjadi lebih padu karena mempunyai kesamaan dalam hubungan kata.
Hubungan kesepadanan di atas yaitu hubungan makna antara kata cetakan, mencetak,
dan dicetak. Kata cetakan pada kalimat kelima, mencetak pada kalimat ke tiga,
dicetak pada kalimat ke empat.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
63
9. Koherensi
Kohesi selalu berhubungan dengan koherensi. Diantara keduanya juga tidak
terlihat perbedaan yang nyata. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila dalam
sejumlah pustaka pengertian kohesi dan koherensi sering disamakan. Tetapi kedua
istilah tersebut harus dibedakan karena keduanya memiliki perbedaan. Moeliono
(dalam Tutut Tugiati, 2004:54) mendefinisikan koherensi sebagai keterpautan makna
dalam wacana. Sebuah wacana disebut memiliki koherensi apabila kalimat-kalimat
yang ada di dalamnya memiliki keterpautan makna. Ini hanya bisa terjadi apabila
hubungan antar kalimat di dalam paragraf menunjukkan kesetalian dan keruntutan
yang logis. Disisi lain Keraf (2004:43) berpendapat bahwa koherensi atau kepaduan
yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-
unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Dari kedua pendapat
tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan koherensi
adalah kepaduan atau keterpautan kalimat yang membentuk wacana. Koherensi
dibedakan menjadi delapan jenis yaitu koherensi rincian, oherensi temporal,koherensi
perian, koherensi posesif, koherensi Kausalita, koherensi kontras, koherensi aditif dan,
koherensi kronoligis. Berikut adalah penjelasan dan contoh dari delapan koherensi
tersebut.
a. Koherensi Rincian
prinsip penafsiran rincian berkaitan dengan menghadirkan kalimat-kalimat
yang berfungsi sebagai penjelas. Tugiati (2004:56) menyatakan koherensi rincian
adalah paragraf koheren yang ditunjang dengan kalimat-kalimat penjelas yang
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
64
berfungsi merinci gagasan utama. Dengan adanya sebuah paragraf yang mengandung
rincian maka paragraf itu menjadi lebih baik, karena setiap kalimat yang dituliskan
terdapat kata-kata yang merincikan satu sama lain. Hal ini bertujuan memperjelas
kata-kata penjelas pada sebuah wacana. Kata-kata penjelas yang terdapat pada antar
kalimat masih berhubungan atau satu lingkup dengan kata kunci. Contoh:
(32) Hasil panen ayah ada 15 karung yang beratnya 1 ton lebih. Hasil panen
itu separohnya dijual seharga Rp. 750.000,-. Hasil penjualan gabah
dipergunakan untuk membeli termos, baju, sepatu, dan kursi. Sisanya
untuk keperluan sehari-hari (Darsono, 2003: 5).
Pada contoh paragraf (32) di atas kalimat-kalimatnya mempunyai hubungan koherensi
rincian. Adanya koherensi rincian dalam paragraf akan menjadikan paragraf menjadi
lebih padu. terlihat bahwa kalimat pertama yang merupakan kalimat pokok dirinci
dengan menghadirkan kalimat-kalimat penjelas. Kalimat-kalimat penjelas tersebut
yaitu kalimat kedua, ketiga, dan keempat. Kalimat ketiga berisi pada kata termos,
baju, sepatu dan kursi.
b. Koherensi Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu.
Berdasarkan konteksnya dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya
suatu situai (peristiwa, keadaan, proses). Koherensi temporal dapat dimulai dari
proposisi yang menunjukkan tahap awal dan dilanjutkan oleh tahap berikutnya. Jika
dalam paragraf terdapat koherensi temporal yang menunjukan keterangan waktu
secara berurutan dan teratur, paragraf tersebut menjadi lebih baik dan padu. Temporal
adalah koherensi antar kalimat yang memberikan keterangan waktu atau runtun waktu
pada suatu paragraf. Di bawah ini adalah contoh dari koherensi temporal
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
65
(33) Pak Hadi adalah orang yang rajin di desa Karangsalam. Mulai tahun
1999, dia membuka usaha peternakan ayam potong. Waktu itu ayam
yang dipelihara hanya 500ekor. Sekarang dia memperluas lahan
peternakannya dengan membuat kandang lagi. Ayam yang dipelihara
pun sudah berjumlah 2000 ekor (Putu, 2003: 2).
Pada contoh paragraf (33) di atas kalimat kedua memiliki koherensi temporal
dengan penggunaan keterangan waktu. Penggunaan koherensi temporal dalam
paragraf menjadi lebih padu. Keterangan waktu di atas terdapat pada kalimat kedua
dan kalimat keempat. Terdapat pada frasa mulai tahun 1999 dan sekarang. Frasa
mulai tahun 1999 pada kalimat pertama dan kata sekarang terdapat pada kalimat
keempat.
c. Koherensi Perian
Koherensi perian adalah koherensi antarkalimat yang memberikan ide pokok
dengan kalimat-kalimat yang berfungsi memperjelas gagasan supaya paragraf menjadi
koheren. Koherensi perian biasanya bersifat deskripsif karena hanya menggambarkan
runtutan peristiwa. Dalam kalimat-kalimat yang dituliskannya terdapat gagasan pokok
di dalam paragraf. Kepaduan antara kalimat satu dengan kalimat lain akan
berkesiambungan sehingga menjadi kalimat yang runtut dan padu. Kalimat-kalimat
penjelas akan mengacu pada satu pokok bahasan dalam sebuah paragraf atau wacana.
Contoh:
(34) Kambing yang sehat tubuhnya tegap, mata bersinar, dan bulunya
mengkilap. Kakinya tidak bengkok waktu berdiri. Biasanya kambing
yang seperti itu baik sekali untuk diternakan (Esti, 2003: 3).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
66
Pada contoh paragraf (34) di atas memiliki hubungan koherensi perian. Koherensi
perian tersebut terdapat pada kalimat pertama dan kedua. Kalimat pertama dan kedua
memiliki penghadiran kata, frasa, dan kalimat yang memerikan ciri kambing yang
sehat. Antara rincian dan perian mempunyai perbedaan. perbedaannya yaitu rincian
menjelaskan benda, benda yang ada pada paragraf rincian, sedangkan perian
menjelaskan mengenai ciri-ciri yang ada pada paragraf perian.
d. Koherensi Posesif
Suatu paragraf akan menjadi koheren dengan hadirnya hubungan milik.
Hubungan milik umumnya untuk memperjelas jati diri suatu bagian yang ada dalam
sebuah paragraf. Hubungan posesif akan menghadirkan kata, frasa, atau kalimat yang
menegaskan kepemilikan yang muncul sesudah kata gagasan pokok. Kalimat-kalimat
hubungan posesif ini tertuju pada satu gagasan pokok. Koherensi posesif dapat
ditandai dengan kata, ku, -nya, kami.
(35) Ibuku membuat gula merah dan nira kelapa yang bapakku ambil dari
pohon-pohon kelapa di kebun kami. Gula merah ibuku sangat bersih
dan kering, sehingga penampung mau membayar lebih mahal dari gula
yang dibuat oleh ibu Gatot, teman sekelasku yang agak basah dan
kurang bersih (Yuniati, 2003: 1).
Pada contoh paragraf (35) di atas memiliki hubungan koherensi posesif. Koherensi
posesif terdapat pada kalimat pertama dan kedua. Paragraf di atas didominasi oleh
hadirnya koherensi posesif. Koherensi posesif di atas dinyatakan dengan ibuku,
bapakku, kebun kami, ibu Gatot, dan teman sekolahku. Penggunaan koherensi
posesif dalam paragraf di atas adanya hubungan milik dan menjadikan paragraf
tersebut lebih padu.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
67
e. Koherensi Kausalitas
Kausalitas merupakan hubungan sebab dan akibat dari dua kondisi yang
berhubungan. Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Mengapa sampai
terjadi begini?”, atau kalimat yang satu bermakna sebab dan kalimat lainnya menjadi
akibat. Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukan
penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya.
Hubungan kausaliatas dalam wacana tentu perlu aspek-aspek koherensi yang baik.
Koherensi kausalitas adalah koherensi kausalitas yang ditandai dengan penggunaan
konjungsi yang menunjukan hubungan sebab akibat, seperti oleh sebab itu, maka,
dengan demikian dan sebagainya.
(36) Di desa tempat tinggal saya tidak ada orang yang menanam tomat.
Harga tomat di warung cukup mahal. Oleh sebab itu, ayah berencana
akan menanam tomat. Rencananya tanaman tomat akan ditanam di
ladang (Eko, 2003: 4).
Pada contoh paragraf (36) di atas paragrafnya dibangun oleh koherensi kausalitas.
Paragraf yang ditulis eko tersebut memiliki hubungan kausalitas. Hubungan kasualitas
tersebut terdapat pada kalimat kedua. Kalimat ketiga di atas berkoherensi dengan
kalimat sebelumnya yang ditandai dengan konjungsi oleh sebab itu. Frasa oleh sebab
itu terdapat pada kalimat kedua.
f. Koherensi Kontras
kontras menunjukan adanya hal yang dipertentangkan atau dilawankan.
Pengontrasan yang dimaksudkan untuk memperjelas gagasan dengan cara
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
68
memaparkan keadaan yang sebaliknya. Hubungan pertentangan terjadi ada dua ide
yang menunjukkan kekontrasan dalam paragraf. Untuk menyatakan adanya hubungan
pertentangan dapat digunakan konjungsi pertentangan. Misalnya konjungsi
pertentangan akan tetapi, tetapi, sebaliknya, dan namun. Dengan demikian yang
dimaksud dengan koherensi kontras adalah kepaduan antar kalimat yang di dalamnya
terdapat hubungan yang dipertentangkan atau dilawankan. Contoh:
(37) Setiap pagi, setiap, pukul 06.30 saya menengok kandang ayam. Ayam-ayam kelihatan sehat-sehat. Akan tetapi waktu aku menengok ke kandang yang lain, ayam disitu banyak yang sakit. (d) Aku terkejut dan hampir saja menangis (Sumarni, 2003: 4)
Pada contoh paragraf (37) di atas mempunyai hubungan koherensi yang dikontraskan.
Kalimat yang dikontraskan pada paragraf di atas yaitu kalimat kedua. Pengontrasan
pada paragraf menunjukan adanya hubungan yang dipertentangkan. Tampak bahwa
kalimat kedua dan ketiga dikontraskan sehingga paragraf tersebut memiliki koherensi
kontras. Koherensi kontras di atas melalui penggunaan konjungsi akan tetapi.
g. Koherensi Aditif
Aditif berkenaan dengan dengan penambahan, penambahan tersebut untuk
memperjelas gagasan yang akan disampaikan. Penambahan tersebut terletak pada
sebuah kalimat-kalimat yang menunjukan keakditifan. Koherensi aditif ini juga
digunakan kata konjungsi. Konjungsi aditif ini bertujuan untuk menghubungkan
bagian yang bersifat menambahkan informasi yang terjadi dalam sebuah paragraf.
Dengan demikian yang dimaksud dengan koherensi aditif adalah kepaduan antar
kalimat yang di dalamnya terdapat penambahan kasus, atau ide agar memperjelas
gagasan yang disampaikan. Contoh:
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
69
(38) Agar tempe tidak busuk, kebersihan harus diperhatikan membuatnya.
Ragi harus baru. Di samping itu setelah tempe dibungkus, jangan terlalu
lama ditimbun. Kalau terlalu lama, akan panas yang menyebabkan
tempe akan mudah membusuk (Yuniati, 2003: 3).
Pada contoh paragraf (38) di atas susunan kalimat-kalimatnya menggunakan
koherensi aditif. Koherensi aditif di atas terdapat pada kalimat kedua. Penggunaan
aditif dalam paragraf yaitu untuk menambahakan kasus atau ide dalam paragraf.
Kalimat kedua dan ketiga di atas berkoherensi aditif yang ditandai oleh konjungsi di
samping itu. Konjungsi di samping itu terdapat pada klaimat kedua.
h. Koherensi Kronologis
Koherensi kronologis sering ditunjukan oleh konjungsi yang menyatakan
hubungan waktu. Urutan waktu di sini yaitu menceritakan suatu peristiwa yang
disampaikan secara runtut dari awal hingga akhir. Koherensi kronologis yang
digunakan dalam setiap paragraf akan menjadikan paragraf tersebut menjadi lebih
jelas dan padu. Koherensi ini sering ditunjukkan oleh konjungsi yang menyatakan
hubungan temporal (lalu, kemudian, itu), penanda kala (dulu, sekarang), dan penanda
aspek (akan, belum, sudah). Bagian-bagian wacana didomonasi oleh koherensi
kronologis atau hubungan rangkaian waktu (Baryadi, 2002:32).
(39) Setelah pulang sekolah, saya meletakkan tas. Selanjutnya saya berwudlu
untuk mengerjakan shalat dhuhur. Sehabis shalat, saya makan siang
ditemani kakak. Kemudian saya tidur siang (Wasis, 2003: 4).
Pada contoh paragraf (39) di atas didominasi oleh konjungsi yang menunjukan
hubungan temporal. Hubungan termporal tersebut terdapat pada kalimat kedua dan
ketiga. Hubungan temporal tersebut yaitu ditandai dengan pemakaian frasa shalat
dhuhur dan sehabis shalat. Frasa shalat dhuhur pada kalimat kedua, dan frasa sehabis
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
70
shalat pada kalimat ketiga. dari penggunaan frasa di atas maka paragraf tersebut
mempunyai hubungan temporal.
10. Topik dalam Wacana
a. Topik Wacana
Menurut Mulyana (2005:39-40) topik berasal dari bahasa yunani topoi, yang
artinya „tempat‟. Anton M. Moeliono (dalam Mulyana, 2005:39-40) menjelaskan
bahwa wujud topik bisa berbentuk frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan
atau pembahasan. Dalam wacana, topik menjadi ukuran kejelasan wacana. Topik yang
jelas akan menyebabkan struktur dan isi wacana menjadi lebih jelas. Sebaliknya topik
yang tidak jelas, atau bahkan tulisan tanpa topik, menyebabkan tulisan menjadi kabur
dan sulit dimengerti maksudnya. Ada dua jenis topik yang perlu dibedakan, yakni
topik dalam kalimat, dan topik dalam wacana.
1) Topik kalimat
Topik kalimat merupakan kalimat utama dalam sebuah paragraf. Setiap
kalimat harus berisi keterangan mengenai topik kalimat. Topik kalimat dan kalimat
penjelas harus saling mendukung atau dengan kata lain setiap kalimat harus saling
berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu topik tertentu. Kalimat
utama bersifat umum. Maka dari itu, kalimat utama membutuhkan kalimat penjelas
yang bersifat khusus agar pembaca memahami makna paragraf tersebut. Hocket
(dalam Mulyana, 2005:40) membedakan topic dan comment dari suatu kalimat. Topic
is usually also subjek and comment is predicate. Subjek is the topic constituen of the
sentence. Contoh:
(40) Partono berlari
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
71
Partono sebagai topik (subjek)
Berlari sebagai komen (predikat)
(41) Ani menulis surat
Ani sebagai topik (subjek)
Menulis sebagai komen (predikat)
2) Topik wacana
Topik merupakan salah satu unsur yang penting dalam wacana. Topik dalam
wacana sangat diperlukan dalam satu penggal wacana. Pemilihan topik yang
dibicarakan dalam sebuah percakapan lebih lanjut mempunyai keaitan erat dengan
koherensi wacana. Topik yang sesuai dengan topik sebelumnya merupakan salah satu
upaya untuk menciptakan koherensi wacana. Topik wacana adalah proposisi yang
menjadi bahan utama pembicaraan atau percakapan. Dalam suatu dialog, pembicara
dapat berbicara tentang „satu topik‟ tertentu, atau „dua topik‟ yang berbeda. Satu topik
yang dibagi dan dibicarakan oleh dua atau banyak pembicara disebut sebagai „topik
tunggal‟, yaitu dialog yang hanya membicarakan satu topik. Dibawah ini adalah
contoh topik wacana:
(42) Ade : Saya ke Parangtritis, kemarin.
Joko : Ramai, ya?
Ade : Luar biasa. Ngga seperti biasanya. Orang berjubel di pantai.
Tapi setelah agak sore, sepi. Semua pulang.
Joko : Emang kenapa?
Ade : Hunjan!
Pada percakapan (42) di atas, Ade dan Joko berbagi dan berbicara tentang satu
topik, „pergi ke Parangtritis‟. Joko hanya mengikuti pembicaraan Ade. Topik ini bisa
berubah bila masing-masing pembicara menceritakan pengalamannya. Dalam konteks
ini, akan muncul „topik ganda‟‟. Dibawah ini adalah contoh dialog bertopik ganda.
(43) Ade : Kemarin saya ke Parangtritis. Indah tapi panas!
Joko : Saya juga pergi. Tapi kepangandaran.
Ade : Parangtritis ramai sekali.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
72
Joko : Pangandaran, apalagi. Luar biasa. Penuh orang!
Pada percakapan (43) topik besarnya adalah „rekreasi‟. Namun, masing-
masing pembicara saling berbagi cerita dan pengalaman sendiri-sendiri. Terlihat pada
percakapan ade dan joko yang membicarakan pengalamnya. Joko selalu mengimbangi
cerita Ade dengan cara menceritakan kisah banding. Hal ini yang menyebabkan
percakapan mereka tetap berjalan lancar dan koheren.
11. Topikalisasi
Topikalisasi ialah pemilihan dan penandaan topik, yaitu sesuatu yang
dibicarakan Wedhawati (dalam Mulyana, 2005:41) . Dalam wacana, topikalisasi
adalah proses saling mendukung antarbagian untuk membentuk gagasan utama. Untuk
dapat mengikuti proses dan mengetahui hasil akhir proses, diperlukan kecermatan
dalam memahami setiap paragraf atau bagian wacana agar dapat ditentukan makna
tunggal (kesatuan makna) sebagai gagasan utamanya. Proses topikalisasi wacana
dapat dengan mudah dikenali dan dipahami. prosesTopikalisasi dalam wacana ada dua
yaitu topikalisasi antarkalimat dan topikalisasi antarparagraf (Mulyana, 2005: 41-42).
a. Topikalisasi antarkalimat
Topikalisasi antarkaimat terjadi apabila sebuah topik atau gagasan utama
terdapat dalam suatu kalimat, dan kalimat-kalimat lainnya berfungsi sebagai
pendukungnya. Misalnya, topik “ucapan terimaksih”. Proposisi ini merupakan
gagasan utama (topik) yang perlu diperjelas sejumlah kalimat agar gagasan itu
menjadi jelas dan informatif (Mulyana, 2005:42).
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
73
(44) Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimaksih
kepada pihak-pihak yang berjasa dalam penyusunan skripsi ini.
Gagasan utama kalimat di atas adalah „ucapan terimaksih‟. Kalimat ini perlu
diperjelas dengan informasi mengapa perlu mengucapkan terimaksih, pihak siapa
yang dimaksud, dan apa peranan mereka. Di bawah ini adalah kalimat pendukung
yang menjawab pertanyaan dari kalimat di atas.
(45) a. Kepada Bapak Suwardi, M.Hum, yang telah menyisihkan waktu dalam
kesibukannya bersedia membimbing dengan penuh kesabaran.
(45) a. Mas Boy, yang selalu memberikan hal yang terbaik bagi saya.
Kalimat penjelas di atas menuju pada informasi inti sebagai gagasan atau topik
utama dalam suatu paragraf. Proses ini saling melengkapi dan menyebabkan bagian-
bagian dalam wacana menjadi utuh sebagai suatu kesatuan makna.
b. Topikalisasi antarparagraf
Topikalisasi antarparagraf terjadi apabila topik utama berada di dalam satu
paragraf, sedangkan paragraf lainnya menjadi pendukungnya (Mulyana, 2005:42). Di
bawah ini adalah contoh topikalisasi antarparagraf.
(46) Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terimaksih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rector UNY,
Dekan FBS, dan Kajur PBSI yang telah memberikan kesempatan dan
kemudahan kepada penulis.
Ucapan terimaksih, rasa hormat juga saya sampaikan kepada
kedua pembimbing, yakni Prof. Drs. Soeparno dan Dr. Susilo Supardo,
M.Hum. Beliau berdua adalah tempat penulis mencari bimbingan dan
pencerahan selama menulis skripsi ini.
Kepada teman sejawat, Haris, Ting, Budi Chil, Wiwin Black,
rasa terimakasih juga penulis sampaikan atas segala dorongan dan
semangat yang terus-menerus diberikan kepada penulis. Juga atas
pinjaman komputernya. Kepada Nicky, Jonbas, serta Nocky atas
pengumpulan datanya. Karena kalianlah saya dapat menyelesaikan studi
dengan baik.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
74
Akhirnya, ucapan terimakasih yang terbesar kepada mba’-mba’
saya yang memberikan bantuan finansial dan dukungan moral, dan
ponakan-ponakan saya yang imut, dengan kasih sayang dan cinta
merekalah saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Topik atau gagasan utama pada kutipan empat paragraf di atas berada pada
paragraf pertama, yaitu „ucapan terimaksih‟. Paragraf berikutnya menjadi pendukung
atau penjelas bagi gagasan itu. setelah menyampaikan terimaksih kepada para pejabat
di lingkungan kampus (paragraf pertama), disusul paragraf kedua yang berisi ucapan
terimaksih kepada pembimbing skripsi. Paragraf ketiga pada teman-teman sejawat,
dan paragraf terakhir kepada keluarga penulis skripsi. Masing-masing paragraf
bergerak menuju gagasan utama yang terdapat pada paragraf pertama. Proses seperti
inilah yang menyebabkan sejumlah paragraf dalam struktur wacana dapat
berhubungan dan bertalian dalam kesatuan makna yang utuh.
12. Laporan
a. Pengertian Laporan
Laporan merupakan bentuk komunikasi yang dapat dilakukan secara tertulis
atau lisan mengenai sesuatu hal tertentu sesuai dengan tujuan penulisannya. Laporan
adalah suatu keterangan mengenai suatu persitiwa atau perihal yang ditulis
berdasarkan berbagai data, fakta, dan keterangan yang melingkupi peristiwa atau
perihal tersebut. Laporan juga merupakan salah satu bentuk untuk menyampaikan
informasi, misalnya informasi tentang suatu kegiatan. Biasanya laporan dibuat oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk melaporkan kegiatan yang telah selesai
dilaksanakan (Puji, dkk. 2007:41). Ada beberapa syarat dalam membuat laporan,
yaitu:
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
75
1) Isi laporan harus benar, artinya sesuai dengan kenyataan yang dijumpai di
lapangan.
2) Isi laporan tidak boleh direkayasa.
3) Laporan hendaknya ditulis dengan kalimat-kalimat yang singkat, jelas dan mudah
dipahami.
Laporan yang baik harus ditulis secara ringkas dengan bahasa yang baik, jelas
serta lugas. Selain itu, bahasa laporan ditulis secara sederhana, alur ceritanya menarik,
bisa juga diselingi humor, dengan begitu pembaca akan penasaran untuk
menyelesaikan membaca atau menyimak laporan yang didengar. Dalam laporan
perjalanan juga disertai fakta yang akurat dan meyakinkan. Penulisan pada laporan
harus bersifatjelas serta tidak menimbulkan salah pengertian bagi pembacanya. Oleh
karena itu, laporan yang dibuat harus dapat dipertanggungjawabkan.
b. Macam-Macam Laporan
1) Ditinjau dari Cara Penyampaian
a) Laporan lisan, disampaikan secara lisan, biasanya dilakukan hal-hal yang perlu
segera disampaikan. Laporan lisan dapat dengan tatap muka, lewat telepon,
wawancara dan sebagainya.
b) Laporan tertulis, disampaikan secara lengkap dalam bentuk tulisan.
2) Ditinjau dari Bahasa yang digunakan
a) Laporan yang ditulis secara popular, yang menggunakan kata-kata sederhana,
kadang-kadang diselingi dengan kalimat humor atau lucu.
b) Laporan yang ditulis secara ilmiah, sebagai hasil peneliti. Biasanya isinya singkat
tetapi padat dan sistematis serta logis
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
76
3) Ditinjau dari isinya
a) Laporan kegiatan, misalnya pelaksanaan perkemahan, pelaksanaan ujian SKU,
SKK, Pramuka Garuda.
b) Laporan perjalanan, misalnya laporan wisata, pengembaran, penjelajahan dan
sebagainya.
c. Laporan perjalanan
Laporan perjalanan biasanya berupa tuturan yang melukiskan suatu
pengalaman selama dalam perjalanan. Laporan perjalanan adalah laporan yang dibuat
oleh seseorang atau sekelompok orang tertentu setelah melakukan perjalanan,
misalnya ekspedisi, penelitian atau sekedar jalan-jalan untuk disampaikan kepada
orang lain. Laporan dibuat ketika seseorang telah melakukan suatu kegiatan. Oleh
karena itu, laporan perjalanan biasanya berbentuk paparan atau narasi. Ada beberapa
hal yang penting yang dimuat dalam laporan perjalanan, yaitu:
1) Apa yang dilaksanakan dalam perjalanan.
2) Siapa yang melakukan perjalanan.
3) Kapan perjalanan itu dilakukan.
4) Mengapa perjalanan itu dilakukan.
5) Dimana perjalanan itu dilakukan.
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015
76
Peta Pikir
Penggunaan Kata Nomina pada Laporan Perjalanan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Tahun Pelajaran
2013-2014
Nomina
Jenis Nomina
Subkategorisasi
Nomina
Laporan Kunjungan Siswa
Topik dalam Wacana Kesinambungan Topik
T.antar Kalimat T. antar paragraf Kohesi Koherensi
K. Gramatikal K. Leksikal
Tautotes
Anavora
Referensi
Epistrofa
Eksoforik
Endoforik
Ref.persona
Ref. demons
Ref. Komparatif
Subsitusi
Elipsis
Sinonim
Antonim
Hiponim
Repetisi
Kolokasi
Ekvivalensi
Rincian
Temporal
Perian Epizeukasis
Simploke
mesodiblosis
Epanalepsis
Anadiblosis
Anafora
Katafora
76
Penggunaan Kata Nomina…, Dwi Kurniasih, FKIP UMP, 2015