bab ii landasan teori a. 1. pengertian pendidikan

22
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Secara fitrahnya, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan mulai dari dalam kandungan hingga meninggal dunia, tentu ada proses yang harus dilewati. Bentuk atau pola pertumbuhan dan perkembangan manusia yang berproses semuanya atas atau ketetapan oleh Allah Swt sebagai ketentuan atau sunatullah. 1 Istilah pendidikan jika dilihat dalam bahasa Inggris adalah education, berasal dari bahasa latin educare, dapat diartikan pembimbingan keberlanjutan (to lead forth). Maka dapat dikatakan secara arti etimologis adalah mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara teoritis, para ahli berpendapat pertama; bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefinisikan bahwa sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapapun untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anak keturunannya. Pendapat kedua; bagi manusia individual, pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih di dalam kandungan. Memperhatikan kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pendidikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia sepanjang zaman. 2 Sedangkan, menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan 1 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm, 12 2 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm, 77

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Secara fitrahnya, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan mulai dari

dalam kandungan hingga meninggal dunia, tentu ada proses yang harus dilewati. Bentuk atau

pola pertumbuhan dan perkembangan manusia yang berproses semuanya atas atau ketetapan

oleh Allah Swt sebagai ketentuan atau sunatullah.1

Istilah pendidikan jika dilihat dalam bahasa Inggris adalah education, berasal dari

bahasa latin educare, dapat diartikan pembimbingan keberlanjutan (to lead forth). Maka

dapat dikatakan secara arti etimologis adalah mencerminkan keberadaan pendidikan yang

berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara

teoritis, para ahli berpendapat pertama; bagi manusia pada umumnya, pendidikan

berlangsung sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefinisikan bahwa

sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapapun untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu

sebelum mendidik anak keturunannya. Pendapat kedua; bagi manusia individual, pendidikan

dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih di dalam kandungan. Memperhatikan kedua

pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pendidikan melekat erat pada dan di

dalam diri manusia sepanjang zaman.2

Sedangkan, menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

1 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm, 12 2 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm, 77

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.3 Hal senada juga di utarakan oleh menurut Ki Hajar

Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan Pendidikan adalah tuntutan

di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai

anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.4

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-

tama anak mendapatkan pengaruh. Karena itu, keluarga merupakan pendidik yang tertua

bersifat informal dan kodrati. Lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak

manusia itu ada, dan tugas itu adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar

anak dapat berkembang secara baik. Tugas mendidik anak pada hakikatnya tidak bisa

dilimpahkan kepada orang lain, kecuali itu kalaupun anaknya dimasukkan ke lembaga

sekolah misalnya, tugas dan tanggung jawab mendidik yang berada ditangan orang tuanya

tetap melekat padanya. Pendidikan di luar keluarga adalah sebagai bantuan dan meringankan

beban saja. 5

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “Keluarga” adalah : ibu bapak

dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.6 Keluarga

merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana

untuk mewujudkan kehidupan yang tenteram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta

dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya

perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku pengasuhan.

2. Metode Pendidikan Orang Tua Dalam Islam

a. Pendidikan Keteladanan

3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS (Bandung: Citra

Umbara. 2006), hlm, 72 4 Diakses dari https://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli pada tanggal 22 Juli

2019 Pukul 22.00 Wib 5 Hadari Nawawi, Organisasi dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hlm 11. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta:Balai

Pustaka), hlm, 5996

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

Yaitu suatu pola atau metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik

kepada anak didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah

satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW dan dianggap paling banyak

pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Sebagai umat Islam,

sudah seharusnya mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW, karena dalam dirinya telah

ada keteladanan yang mencerminkan ajaran al-Qur’an.

Menurut Al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci

merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk.7Orang

tuanya merupakan arsitek atau pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain,

sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan

peniru ulung. Semua informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan ataupun

pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak

tersebut.

Ibu memengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan, menumbuhkan rasa

diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan ayah memengaruhi anaknya

melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan

arah dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.8

Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun) akan

berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab kebaikan di waktu

kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa dewasa kelak, maka

lingkungan keluarga harus sebanyak mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan

keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat

memengaruhi tingkah laku anak.

b. Pendidikan dengan adat kebiasaan

7 Haya Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, Terj. Amir Hamzah Fachrudin,

“Ensiklopedi Wanita Muslimah” (Jakarta: Darul Falah, 1998), hlm, 247 8 Abdurrahman ‘Isawi, Anak dalam Keluarga (Jakarta: Studia Press, 1994), hlm, 35

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi

beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor,

yaitu: faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik.

Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya.

Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoretis dari orang

tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang

tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan

keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan)

dan persiapan.

Pada umur kanak-kanak kecenderungan anak adalah meniru apa yang dilakukan

oleh orang-orang di sekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun bapak ibunya.

Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur

yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan

menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai

ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik.

Karena tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik.

Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memeroleh bimbingan, arahan, dan

adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan

terpengaruh informasi yang dilihat dan didengar dari semua perilaku orang-orang di

sekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas

kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.

c. Pendidikan dengan Nasihat

Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Pemberi nasihat

dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan

mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik. Anak tidak

akan melaksanakan nasihat tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga

tidak melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoretis saja, tapi segi praktislah yang akan

mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.

Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui

perasaan. Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat

pembawaan yang biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata-kata atau nasihat harus

diulang-ulang. Nasihat akan berhasil atau memengaruhi jiwa anak, tatkala orang tua mampu

memberikan keadaan yang baik.9

Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa-apa yang telah

diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentu di samping memberikan nasihat yang baik

juga ditunjang dengan teladan yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh

oleh kata-kata yang didengarnya dan juga tingkah laku yang sering dilihatnya dalam

kehidupan sehari-hari dari pagi hari sampai sore hari.

Nasihat juga harus diberikan sesering mungkin kepada anak-anak pada masa atau

tingkat Sekolah Dasar, sebab anak sudah bersosial dengan teman sebayanya. Agar apa-apa

yang telah diberikan dalam keluarganya tidak mudah luntur atau terpengaruh dengan

lingkungan barunya.

d. Pendidikan dengan Perhatian

Orang tua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya, baik

kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang

bersifat rohani adalah anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti

perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial,

9 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun (Bandung: Ma’arif, 1993), hlm,

334.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.10

Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui perkembangan anaknya. Ibu adalah

pembentuk pribadi putra putrinya lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap

hari waktu Ibu banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak lebih

dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam

mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.

Darosy menjelaskan bahwa ibu adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Ibu

sebagai pencipta, ibu sebagai pemelihara suasana. Peran ini tidak bisa digantikan oleh

siapapun. Prinsip-prinsip dasar kehidupan, seperti agama, nilai kebenaran, nilai kebaikan dan

keburukan, perilaku-perilaku dasar pada pola pendidikan anak dalam keluarga. Sehingga

seorang ibu harus berusaha menjadi sahabat anak-anaknya sebagai jembatan emas

menyatukan anak dan orang tua dalam hubungan yang akrab dan mesra.11

Dari uraian di atas maka bisa ditarik sebuah pemahaman bahwa pendidikan perhatian

sangat penting dalam perkembangan perilaku anak, perhatian sekecil apapun akan sangat

mempengaruhi atau memberi dampak pada anak.

e. Pendidikan dengan memberikan hukuman

Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah

tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang

ditempuh oleh pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Sebab hukuman merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang

benar.12 Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada orang dengan teladan

dan nasihat saja sudah cukup, tidak memerlukan hukuman. Tetapi pribadi manusia tidak

10 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim,

“Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak” (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm, 123 11 Darosy Endah Hyoscyamina, Cahaya Cinta Ibunda (Semarang: DNA Creative House, 2013), hlm,

136 12 Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan,

“Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam” (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm, 341.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

sama seluruhnya. Seorang pendidik haruslah mengenal siapa dan bagaimana watak anak

didiknya, karena terkadang perilaku negatif yang dimunculkan bentuk dari proses

kecerdasannya. Sehingga orang tua atau pendidik harus hati-hati dalam menyikapinya agar

tidak terjadi trauma pada anak yang dapat mematahkan daya kreatif dan inovasinya.

Dari pemaparan di atas mengenai pendidikan dalam keluarga Islam, dapat ditarik

sebuah pemahaman bahwa pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan yang

didasarkan pada tuntunan agama Islam yang diterapkan dalam keluarga yang dimaksudkan

untuk membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang

Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral, budi pekerti, spiritual atau

pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Orang Tua

1. Pengertian Orang Tua

Orang tua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa: “orang tua artinya

ayah dan ibu”. Menurut Miami sebagaimana dikutip oleh Kartono dikemukakan bahwa:

“orang tua adalah pria dan wanita yang terkait dalam perkawinan dan siap sedia untuk

memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.13

Orang tua terdiri dari ayah, ibu serta saudara adik dan kakak. Orang tua atau biasa

disebut juga dengan keluarga, atau yang identik dengan orang yang membimbing anak

dalam lingkungan keluarga. Meskipun orang tua pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu

orang tua kandung, orang tua asuh, dan orang tua tiri. Tetapi yang kesemuanya itu

dalam bab ini diartikan sebagai keluarga. Sedangkan pengertian keluarga adalah

suatu ikatan laki-laki dengan perempuan sesuai dengan hukum dan undang-undang

perkawinan yang sah.14

13 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memadu Anak, Sari Psikologi Terapan, (Jakarta: Rajawali Press,

1982), hlm, 48 14Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm, 318

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan

hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga.

Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-

anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam

kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga,

karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan

oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.15

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa orang tua adalah

dua orang yang terdiri dari Ayah dan Ibu yang memiliki peran dan tanggung jawab terhadap

anak-anak dalam sebuah keluarga.

C. Pola Asuh

a. Pengertian Pola Asuh

Gaya pola asuh adalah kumpulan dari perilaku, praktek dan ekspresi nonverbal

orangtua yang bercirikan kealamian dari interaksi orangtua kepada anak sepanjang situasi

yang berkembang.16

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.17

Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing

(membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin(mengepalai dan menyelenggarakan)

satu badan atau lembaga.18

Menurut Kohn yang dikutip Chabib Thoha bahwa pola asuh merupakan sikap orang

15 H Hendi dan Rahmadani Wahyu Suhendi, Pengantar Studi Sosiolog Keluarga, (Bandung:

Pustaka Setia, 2000), hlm, 41 16 Darling, N., & Steinberg, L. Parenting style as context: An integrative model.

(Psychological Bulletin, 113(3),1993), hlm, : 487-496. 17Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :BalaiPustaka, 1988), hlm, 54 18TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaandan Pengembangan Bahasa, KamusBesar Bahasa Indonesia,

(Jakarta :BalaiPustaka, 1988), Cet. Ke-1, hlm, 69

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

tua dalam berhubungan dengan anaknya. Perilaku ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara

lain dari cara orang tua memberi peraturan pada anak, cara memberikan hadiah dan

hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian dan

tanggapan terhadap keinginan anak.19

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pola asuh orang

tua yaitu, tindakan atau sikap orang tua dalam berinteraksi kepada anaknya. Pengasuhan

orang tua diharapkan dalam memberikan kedisiplinan terhadap anak, memberikan

tanggapan yang sebenarnya agar anak merasa orang tuanya selalu memberikan perhatian

yang positif terhadapnya. Jadi pola asuh bisa dimaknai sebagai cara atau metode yang

digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002: 257-258) ada empat macam bentuk pola asuh

yang diterapkan oleh masing-masing orang tua, bentuk-bentuk pola asuh itu adalah, pola asuh

otoriter, pola asuh demokrasi, pola asuh penelantaran dan pola asuh permisif. Dari keempat

macam pola asuh itu bentuk pola asuh demokrasilah pola asuh paling baik diterapkan oleh orang

tua dalam mengasuh anak-anaknya.

b. Jenis-jenis Pola Asuh

1) Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting)

Pola asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang lebih mengutamakan membentuk

kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi

dengan ancaman-ancaman. Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri di antaranya 1) anak harus

tunduk dan patuh pada kehendak orang tua. 2) pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak

sangat ketat. 3) anak hampir tidak pernah diberi pujian. 4) orang tua yang tidak mengenal

kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.20

Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter, anak memiliki sifat dan perilaku,

19 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam… hlm, 110 20 Al-Tridhonanto dan Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis ,(Jakarta: Gramedia,

2014), hlm. 14

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

seperti mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah

terpengaruh, mudah stress, tidak punya arah masa depan yang jelas, dan tidak bersahabat.

Pola ini bisa membunuh potensi dan perkembangan berpikir anak yang

mengakibatkan prilaku anak yang tidak kompeten dalam hal apapun selalu dibayangi

rasa takut. Anak yang memiliki orang tua otoriter biasanya kurang bahagia dalam hidupnya,

adanya rasa takut, kurang percaya diri ketika bergaul dengan orang lain, apalagi jika orang

lain berada setingkat di atasnya dalam status sosial, dan adanya rasa takut untuk memulai

atau mengerjakan sesuatu yang diinginkannya, serta dalam komunikasi dengan lingkungan

biasanya kurang aktif, anak yang dihasilkan dari orang tua yang bersikap otoriter

memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter sebagai

berikut:

1) Orang tua menerapkan peraturan yang ketat dan tidak bisa dilanggar.

2) Anak tidak mempunyai peluang untuk mengutarakan pendapatnya.

3) Anak harus mematuhi semua peraturan yang ditentukan.

4) Pada umumnya orangtua lebih sering menghukum anak baik secara lisan maupun

fisik.

5) Tidak adanya apresiasi dari orangtua, jarang memberikan hadiah ataupun pujian.21

2) Pengasuhan Otoritatif (Authoritatif Parenting)/ Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap

kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang

tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik

bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang

menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk

mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk

21 Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda, 2006), hlm, 51

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk

berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.22 Pola asuh seperti ini menjadikan anak untuk

hidup mandiri, namun masih menempatkan batasan dan kendali pada tindakan anak.

Biasanya terjadi diskusi antara orang tua dan anak dalam menyelesaikan suatu persoalan, hal

ini dilakukan dengan santai dan dari hati ke dalam hati. Pola ini akan memberikan dampak

baik pada perilaku anak dan anaknya kompeten secara sosial. Anak yang memiliki orang tua

dengan pola asuh otoritatif perilakunya lebih ceria, mampu mengendalikan diri dan secara

umum mandiri serta hasil akhirnya anak tersebut memiliki prestasi yang baik. Perilaku anak

dari orang tua otoritatif memiliki kemampuan cara bersosialisasi yang hangat dan bisa

membuat nyaman orang di sekelilingnya, mampu bekerja sama dengan orang dewasa, dan

mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Adapun ciri-ciri pola asuh sebagai berikut:

1) Anak -anak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat.

2) Pemberian hukuman jika anak melakukan kesalahan.

3) Pemberian apresiasi dan hadiah kepada anak atas prestasinya.

4) Posisi orangtua lebih kepada pembimbing yang berfungsi sebagai pengarah bukan

memaksakan kehendak.

5) Dalam memberikan pendidikan biasanya orangtua memberikan penjelasan logis

dengan contoh dan pengibaratan yang real atau nyata agar bisa dipahami dan

dimengerti oleh anak.

6) Orangtua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.23

Dalam bertindak/ berprilaku kepada anak selalu memberikan alasan kepada anak,

mendorong untuk saling membantu dan bertindak secara objektif. Orang tua cenderung tegas,

tetapi kreatif dan percaya diri, mandiri, bahagia, serta memiliki tanggung jawab sosial. Orang

tua memiliki sikap bebas namun masih dalam batas-batas normatif. Anak dari orang tua

22 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam… hlm, 110 23 Jurnal Jaka Wisnu Saputra, Perkembangan Emosional Anak Usia 4-5, 2013, Diakses dari

http://jurnalilmiah-sosioemosionalanak.blogspot.com 12 April 2019 Pukul 22.00 Wib

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

seperti ini akan tumbuh menjadi anak yang mandiri tegas terhadap diri sendiri, ramah

dengan teman sebaya, dan mau bekerja sama dengan orang tua. Mereka juga kemungkinan

berhasil secara intelektual dan sosial.

3) Pengasuhan yang Mengabaikan (Permisif)

Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang mengutamakan kebebesan,

memberikan hak penuh kepada anak dalam memilih dan melakukan hal – hal yang mereka

sukai. Pola asuh permisif dari Baumrind memiliki kesamaan dengan pola asuh menghambat

dari Hauser, karena dalam penerapan pola asuh ini orang tua tidak mengarahkan anak untuk

menjadi lebih matang dan dewasa, menjadikan anak tidak memahami identitasnya, karena dia

selalu terbiasa tidak mandiri.

Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya, orang

tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian.24 Pola seperti ini biasanya orang tua

sangat cuek dan kurang peduli terhadap kehidupan anaknya. Anak yang memiliki orang tua

tipikal kurang peduli dan cuek biasanya merasa bahwa kehidupan orang tua lebih penting

daripada diri mereka sendiri, sehingga karena kurangnya perhatian tidak jarang anak-anak

melakukan hal yang di luar batas untuk menarik perhatian. Anak-anak dari orang tua seperti

ini secara umum biasanya tidak memiliki kemampuan sosial dan juga tidak memiliki

kemampuan pengendalian diri yang baik. Pola asuh seperti ini menurut peneliti juga sangat

tidak tepat digunakan, dimana anak-anak yang masih membutuhkan perhatian dan

pengawasan tidak seharusnya dibiarkan bebas atau diberikan kebebasan seutuhnya, karena

pola asuh seperti ini hasilnya lebih cenderung anak-anak bisa terjerumus ke dalam hal yang

negatif.

4) Pengasuhan Yang Menuruti (Indulgent Prenting)

Suatu pola dimana orang tua sangat terlibat penuh dengan anak tetapi tidak menaruh

24 Hadi Subroto M.S., Mengembangkan Kepribadian Anak Balita, (Jakarta: Gunung, 1997), hlm. 59.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada mereka. Hasilnya, anak tidak akan bisa belajar

untuk mengendalikan tingkah lakunya sendiri dan selalu mempunyai pemikiran bahwa apa

yang diinginkan akan tercapai. Anak yang berasal dari orang tua yang selalu memenuhi atau

mengikuti keinginan anaknya sangat jarang bisa menghargai dan menghormati orang lain dan

juga pada umumnya memiliki kesulitan untuk mengendalikan tingkah lakunya. Anak seperti

ini sangat egois, memikirkan dirinya sendiri, selalu ingin diperhatikan, berprilaku

pembangkang tidak taat aturan, biasanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan

teman seumurnya. Pola asuh seperti ini menurut peneliti juga kurang tepat karena pola asuh

yang selalu menuruti apa yang diinginkan oleh anak-anak akan menimbulkan sikap egois dan

tidak punya jiwa sosial atau peduli terhadap lingkungannya. Adapun ciri-ciri pola asuh

menuruti sebagai berikut:

1) Orangtua terlalu memberikan kebebasan tanpa adanya pengawasan yang berarti.

2) Anak biasanya tidak diberikan apresiasi berupa hadiah ataupun pujian dari orang

tuanya.

3) Orangtua tidak memberikan hukuman sebagai efek jera pada anaknya yang berbuat

kesalahan .

4) Orang tua kurang pengawasan perilaku anaknya.

5) Orangtua hanya memenuhi kebutuhan materi saja.25

D. Perilaku Remaja

1. Pengertian Remaja

Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescenc yang berarti to grow atau to grow

maturity.26 Elizabeth B. Hurlock Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin

(adolescene), kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti “tumbuh”

25 Jurnal Jaka Wisnu Saputra, Perkembangan Emosional Anak Usia 4-5, 2013, Diakses dari

http://jurnalilmiah-sosioemosionalanak.blogspot.com 12 April 2019 Pukul 22.00 Wib 26 Yudrik Jahja, Pikologi Perkembangan ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, Cet ke-4), hlm, 227

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

atau “tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja (adolescence) adalah merupakan masa yang

sangat penting dalam rentang kehidupan manusia, merupakan masa transisi atau peralihan

dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Orang-orang zaman purbakala memandang

masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang

kehidupan anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.

Istilah adolescence yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang sangat luas,

yakni mencangkup kematangan mental, sosial, emosional, pandangan ini di ungkapkan oleh

Piaget dengan mengatakan, Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah

tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-

kurangnya dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif,

kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang

mencolok.

Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya

untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya

merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.27

Masa remaja merupakan bagian dari fase perkembangan dalam kehidupan seorang

individu. Masa yang merupakan periode transisi dari masa anak ke dewasa ini ditandai

dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial dan berlangsung pada

dekade kedua masa kehidupan. WHO mendefinisikan remaja merupakan anak usia 10-19

tahun. Undang-Undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak mengatakan

remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.28

Menurut Undang-Undang Perburuhan, remaja adalah anak yang telah mencapai umur

16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri.

27

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), hlm, 206 28

Sarwono Sarlito W, Psikologi Remaja,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm, 9

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja jika sudah berusia 18

tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah. Menurut Undang-Undang

Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk

menikah yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.

Menurut Hurlock remaja adalah anak dalam rentang usia 12-18 tahun.

Secara umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi menjadi tiga fase

batasan umur, yaitu:

a. Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.

b. fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.

c. fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.29

Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian usia pada remaja yang

dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15 tahun termasuk bagian remaja awal, usia 15-18

tahun bagian remaja tengah, dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun. Dengan mengetahui

bagian-bagian usia remaja kita akan lebih mudah mengetahui remaja tersebut ke dalam

bagiannya, apakah termasuk remaja awal atau remaja tengah dan remaja akhir. Dalam

penelitian ini remaja ditingkat SMP yaitu 12-15 tahun atau remaja awal.

2. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan, pada masa ini terjadi

perubahan-perubahan yang sangat pesat yakni baik secara fisik, maupun

psikologis, ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja ini diantaranya:

a) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada remaja awal yang dikenal

sebagai masa strong dan masa stress. Peningkatan emosional ini merupaknan hasil dari

perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi

sosial peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru,

29 Desmita, Psikologi Perkembangan Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, Cet Ke -6), hlm, 212

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang

ditunjukan pada remaja misalnya mereka di harapkan untuk tidak lagi bertingkah

seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan tanggung jawab. Kemandirian dan

tanggung jawab ini akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, dan akan

Nampak jelas pada remaja akhir yang dalam hal ini biasanya remaja sedang duduk di

masa sekolah

b) Perubahan yang cepat secara fisik yang juga di sertai kematangan seksual. Terkadang

perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka

sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat baik perubahan internal maupun

eksternal. Perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi.

Sedangkan perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh

sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c) Perubahan yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama

masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak

digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih menantang. Hal ini juga

dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja

diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih

penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi

berhungan dengan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga

dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

d) Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak- kanak

menjadi kurang penting karena sudah mendekati masa dewasa.

e) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi,

tetapi disisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut,

serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

Sedangkan menurut Hurlock, seperti halnya dengan semua periode-periode yang

penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya, ciri-ciri tersebut seperti:30

a) Masa remaja sebagai periode yang penting. Yaitu perubahan-perubahan yang dialami

masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan

akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

b) Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini masa kanak-kanak dianggap

belum dapat sebagai orang dewasa. Status remja tidak jelas, keadaan ini memberi

waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola

perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

c) Masa remaja sebagai periode perubahan. Yaitu perubahan pada emosi perubahan

tubuh, minat dan Pengaruh (menjadi remaja yang dewasa dan mandiri) perubahan pada

nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

d) Masa remaja sebagai periode mencari Identitas. Diri yang di cari berupa usaha untuk

menjelaskan siapa dirinya dan apa pengaruhnya dalam masyarakat

e) Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berprilaku yang kurang baik. Hal ini

yang membuat banyak orang tua yang menjadi takut.

f) Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang

kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendirian orang lain

sebagaimana yang di inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-

cita.

g) Masa remaja sebagai periode Ambang masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan

atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di

30 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm, 207

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan

merokok, minum-minuman keras menggunakan obat-obatan.31

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa remaja adalah periode

perubahan, baik perubahan fisik maupun non fisik, mulai dari perubahan fisik yang akan

nampak berbeda dari masa anak-anak, hingga perilaku dan kebutuhan.

3. Tugas-Tugas Masa Remaja

Perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan perilaku-perilaku

kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas pda

perkembangan masa remaja menurut Elizabet B.Hurlock adalah sebagai berikut:

a) Mampu menerima keadaan fisiknya

b) Mampu menerima dan memahami Pengaruh seks usia dewasa

c) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

d) Mencapai kemandirian emosional.

e) Mencapai kemandirian ekonomi.

f) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk

melakukan pengaruh sebagai anggota masyarakat

g) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

h) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa

i) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

j) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.32

Beberapa point di atas menegaskan bahwa tugas remaja itu adalah mempersiapkan

31 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan… hlm, 207 32 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan…hlm, 212

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

dirinya untuk lebih mandiri dalam semua hal, mandiri secara ekonomi, emosional dan lain-

lain karena hal itu penting untuk persiapan memasuki masa berikutnya yaitu perkawinan dan

membentuk keluarga sendiri.

4. Perilaku

Perilaku atau yang disebut behavior adalah semua aktivitas yang dilakukan manusia

pada umunya. Perilaku atau yang biasa di sebut perilaku mengandung makna yang luas.

Perilaku itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui

pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respon seseorang.33 Menurut

Harlen perilaku merupakan kesiapan kecenderungan seseorang yang bertindak dalam

menghadapi suatu objek atau situasi tertentu. Dalam istilah kecenderungan, terkandung

pengertian arah tindakan yang akan dilakukan seseorang berkenaan dengan suatu objek.34

Menurut J.P. Chaplin, dalam Dictionary of Psychology yang dikutip oleh Ramayulis,

tingkah laku merupakan, sembarang respon yang mungkin berupa reaksi, tanggapan,

jawaban atau balasan yang dilakukan oleh organisme. Dan secara khusus tingkah laku juga

bisa berarti suatu perbuatan atau aktifitas.35

Dalam membahas perilaku sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan

kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Adapun macam-

macam perilaku adalah sebagai berikut:

a) Perilaku deskriptif

Perilaku yang menelaah secara kritis dan rasional tentang perilaku manusia, serta apa

yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya

perilaku deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai

nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas

33 Djali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm, 114 34 Djali, Psikologi Pendidikan…hlm. 114 35 Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007, Cet. 8), hlm, 99

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai

atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu

memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

b) Perilaku normatif

Perilaku yang menetapkan berbagai perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki

oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang

bernilai dalam hidup ini. Jadi, perilaku normatif merupakan norma-norma yang dapat

menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal- hal yang buruk,

sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

c) Perilaku Islami

Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara mengartikan perkata.

Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.

Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yang berarti sistem prinsip

kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian

dengan kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”

yang mempunyai arti sesuatu (segala tindakan) yang berhubungan dengan agama.

Dengan demikian, perilaku Islami berarti segala tindakan perbuatan atau ucapan

yang dilakukan seseorang sedangkan perbuatan atau tindakan serta ucapan tadi akan ada

kaitannya dengan agama Islam, semuanya dilakukan karena adanya kepercayaan kepada

Tuhan dengan ajaran, kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan.

Di dalam agama ada ajaran-ajaran yang dilakukan bagi pemeluk-

pemeluknya, bagi agama Islam, ada ajaran agama yang harus dilakukan dan ada pula yang

berupa larangan. Ajaran-ajaran yang berupa perintah yang harus dilakukan di antaranya

adalah sholat, zakat, puasa, haji, menolong orang lain yang sedang kesulitan dan masih

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

banyak lagi. Sedangkan yang kaitannya dengan larangan itu juga banyak seperti

minum-minuman keras, judi, korupsi dan lain-lain.

Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung banyak aktivitas yang telah kita

lakukan baik itu yang ada hubungannya antara makhluk dengan sang Pencipta, maupun

antara makhluk dengan makhluk, itu pada dasarnya sudah diatur oleh agama.

Sedangkan pengertian perilaku islami adalah perilaku normatif manusia yang

normanya diturunkan dari ajaran Islam dan bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Aspek-aspek pembentukan perilaku islami di antaranya; a) bersihnya akidah, b) lurusnya

ibadah, c) kukuhnya akhlak, d) mampu mencari penghidupan, e) luasnya wawasan berfikir,

g) teratur urusannya, h) perjuangan diri sendiri, i) memperhatikan waktunya, j) bermanfaat

bagi orang lain.36

Adapun tujuan pembentukan perilaku islami yaitu; terbentuknya kedisiplinan, mampu

mengendalikan hawa nafsu serta memelihara diri dari perilaku menyimpang.37 Seorang

muslim haruslah mampu berperilaku islami terhadap Allah SWT, sesama manusia dan alam.

Salah satu ayat al-Qur’an yang mencerminkan perilaku islami sebagai berikut

لك ة وأمر بٱلمعروف وٱنه عن ٱلمنكر وٱصبر على ما أصابك إن ذ لو بني أقم ٱلص من عزم ي ل يحب كل مخت ر خدك للناس ول تمش في ٱلرض مرحا إن ٱلل ال فخور ٱلمور ول تصع

Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan

cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang

menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh

Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan

janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S Lukman 17-18)38

Ayat di atas menerangkan bagaimana berperilaku dan berakhlah yang baik

sebagaimana yang diajakan oleh Lukmanul Hakim kepada anaknya yaitu mengerjakan yang

36 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Pengefektifan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2002), hlm, 71 37 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Pengefektifan PAI di Sekolah…hlm, 71 38 Al-Qur’an Dan Terjemahan. Departemen Agama Republik Indonesia, 2018… hlm, 413

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pengertian Pendidikan

baik dan mencegah yang mungkar, bersabar terhadap masalah yang menimpa, jangan

memalingkan muka dari manusia atau sombong.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa perilaku Islam

yaitu perilaku yang mencerminkan perilaku berdasarkan pada asas Islam yang telah

ditentukan oleh Allah SWT yaitu menjauhi semua larangan Allah SWT berupa perilaku buruk

dan melakukan hal yang diperintahkan Allah SWT berupa perilaku baik.