bab ii landasan teori a. 1. pengertian pendidikan
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Secara fitrahnya, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan mulai dari
dalam kandungan hingga meninggal dunia, tentu ada proses yang harus dilewati. Bentuk atau
pola pertumbuhan dan perkembangan manusia yang berproses semuanya atas atau ketetapan
oleh Allah Swt sebagai ketentuan atau sunatullah.1
Istilah pendidikan jika dilihat dalam bahasa Inggris adalah education, berasal dari
bahasa latin educare, dapat diartikan pembimbingan keberlanjutan (to lead forth). Maka
dapat dikatakan secara arti etimologis adalah mencerminkan keberadaan pendidikan yang
berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara
teoritis, para ahli berpendapat pertama; bagi manusia pada umumnya, pendidikan
berlangsung sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefinisikan bahwa
sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapapun untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu
sebelum mendidik anak keturunannya. Pendapat kedua; bagi manusia individual, pendidikan
dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih di dalam kandungan. Memperhatikan kedua
pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pendidikan melekat erat pada dan di
dalam diri manusia sepanjang zaman.2
Sedangkan, menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
1 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm, 12 2 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm, 77
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.3 Hal senada juga di utarakan oleh menurut Ki Hajar
Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan Pendidikan adalah tuntutan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.4
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-
tama anak mendapatkan pengaruh. Karena itu, keluarga merupakan pendidik yang tertua
bersifat informal dan kodrati. Lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak
manusia itu ada, dan tugas itu adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar
anak dapat berkembang secara baik. Tugas mendidik anak pada hakikatnya tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain, kecuali itu kalaupun anaknya dimasukkan ke lembaga
sekolah misalnya, tugas dan tanggung jawab mendidik yang berada ditangan orang tuanya
tetap melekat padanya. Pendidikan di luar keluarga adalah sebagai bantuan dan meringankan
beban saja. 5
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “Keluarga” adalah : ibu bapak
dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.6 Keluarga
merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana
untuk mewujudkan kehidupan yang tenteram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta
dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya
perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku pengasuhan.
2. Metode Pendidikan Orang Tua Dalam Islam
a. Pendidikan Keteladanan
3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS (Bandung: Citra
Umbara. 2006), hlm, 72 4 Diakses dari https://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli pada tanggal 22 Juli
2019 Pukul 22.00 Wib 5 Hadari Nawawi, Organisasi dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hlm 11. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta:Balai
Pustaka), hlm, 5996
Yaitu suatu pola atau metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik
kepada anak didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah
satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW dan dianggap paling banyak
pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Sebagai umat Islam,
sudah seharusnya mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW, karena dalam dirinya telah
ada keteladanan yang mencerminkan ajaran al-Qur’an.
Menurut Al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci
merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk.7Orang
tuanya merupakan arsitek atau pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain,
sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan
peniru ulung. Semua informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan ataupun
pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak
tersebut.
Ibu memengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan, menumbuhkan rasa
diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan ayah memengaruhi anaknya
melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan
arah dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.8
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun) akan
berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab kebaikan di waktu
kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa dewasa kelak, maka
lingkungan keluarga harus sebanyak mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan
keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat
memengaruhi tingkah laku anak.
b. Pendidikan dengan adat kebiasaan
7 Haya Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, Terj. Amir Hamzah Fachrudin,
“Ensiklopedi Wanita Muslimah” (Jakarta: Darul Falah, 1998), hlm, 247 8 Abdurrahman ‘Isawi, Anak dalam Keluarga (Jakarta: Studia Press, 1994), hlm, 35
Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi
beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor,
yaitu: faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik.
Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya.
Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoretis dari orang
tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang
tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan
keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan)
dan persiapan.
Pada umur kanak-kanak kecenderungan anak adalah meniru apa yang dilakukan
oleh orang-orang di sekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun bapak ibunya.
Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur
yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan
menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai
ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik.
Karena tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik.
Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memeroleh bimbingan, arahan, dan
adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan
terpengaruh informasi yang dilihat dan didengar dari semua perilaku orang-orang di
sekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas
kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.
c. Pendidikan dengan Nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Pemberi nasihat
dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan
mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan.
Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik. Anak tidak
akan melaksanakan nasihat tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga
tidak melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoretis saja, tapi segi praktislah yang akan
mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui
perasaan. Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat
pembawaan yang biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata-kata atau nasihat harus
diulang-ulang. Nasihat akan berhasil atau memengaruhi jiwa anak, tatkala orang tua mampu
memberikan keadaan yang baik.9
Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa-apa yang telah
diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentu di samping memberikan nasihat yang baik
juga ditunjang dengan teladan yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh
oleh kata-kata yang didengarnya dan juga tingkah laku yang sering dilihatnya dalam
kehidupan sehari-hari dari pagi hari sampai sore hari.
Nasihat juga harus diberikan sesering mungkin kepada anak-anak pada masa atau
tingkat Sekolah Dasar, sebab anak sudah bersosial dengan teman sebayanya. Agar apa-apa
yang telah diberikan dalam keluarganya tidak mudah luntur atau terpengaruh dengan
lingkungan barunya.
d. Pendidikan dengan Perhatian
Orang tua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya, baik
kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang
bersifat rohani adalah anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial,
9 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun (Bandung: Ma’arif, 1993), hlm,
334.
disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.10
Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui perkembangan anaknya. Ibu adalah
pembentuk pribadi putra putrinya lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap
hari waktu Ibu banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak lebih
dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam
mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.
Darosy menjelaskan bahwa ibu adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Ibu
sebagai pencipta, ibu sebagai pemelihara suasana. Peran ini tidak bisa digantikan oleh
siapapun. Prinsip-prinsip dasar kehidupan, seperti agama, nilai kebenaran, nilai kebaikan dan
keburukan, perilaku-perilaku dasar pada pola pendidikan anak dalam keluarga. Sehingga
seorang ibu harus berusaha menjadi sahabat anak-anaknya sebagai jembatan emas
menyatukan anak dan orang tua dalam hubungan yang akrab dan mesra.11
Dari uraian di atas maka bisa ditarik sebuah pemahaman bahwa pendidikan perhatian
sangat penting dalam perkembangan perilaku anak, perhatian sekecil apapun akan sangat
mempengaruhi atau memberi dampak pada anak.
e. Pendidikan dengan memberikan hukuman
Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah
tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang
ditempuh oleh pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sebab hukuman merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang
benar.12 Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada orang dengan teladan
dan nasihat saja sudah cukup, tidak memerlukan hukuman. Tetapi pribadi manusia tidak
10 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim,
“Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak” (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm, 123 11 Darosy Endah Hyoscyamina, Cahaya Cinta Ibunda (Semarang: DNA Creative House, 2013), hlm,
136 12 Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan,
“Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam” (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm, 341.
sama seluruhnya. Seorang pendidik haruslah mengenal siapa dan bagaimana watak anak
didiknya, karena terkadang perilaku negatif yang dimunculkan bentuk dari proses
kecerdasannya. Sehingga orang tua atau pendidik harus hati-hati dalam menyikapinya agar
tidak terjadi trauma pada anak yang dapat mematahkan daya kreatif dan inovasinya.
Dari pemaparan di atas mengenai pendidikan dalam keluarga Islam, dapat ditarik
sebuah pemahaman bahwa pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan yang
didasarkan pada tuntunan agama Islam yang diterapkan dalam keluarga yang dimaksudkan
untuk membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang
Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral, budi pekerti, spiritual atau
pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
Orang tua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa: “orang tua artinya
ayah dan ibu”. Menurut Miami sebagaimana dikutip oleh Kartono dikemukakan bahwa:
“orang tua adalah pria dan wanita yang terkait dalam perkawinan dan siap sedia untuk
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.13
Orang tua terdiri dari ayah, ibu serta saudara adik dan kakak. Orang tua atau biasa
disebut juga dengan keluarga, atau yang identik dengan orang yang membimbing anak
dalam lingkungan keluarga. Meskipun orang tua pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu
orang tua kandung, orang tua asuh, dan orang tua tiri. Tetapi yang kesemuanya itu
dalam bab ini diartikan sebagai keluarga. Sedangkan pengertian keluarga adalah
suatu ikatan laki-laki dengan perempuan sesuai dengan hukum dan undang-undang
perkawinan yang sah.14
13 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memadu Anak, Sari Psikologi Terapan, (Jakarta: Rajawali Press,
1982), hlm, 48 14Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm, 318
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan
hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga.
Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-
anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga,
karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan
oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.15
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa orang tua adalah
dua orang yang terdiri dari Ayah dan Ibu yang memiliki peran dan tanggung jawab terhadap
anak-anak dalam sebuah keluarga.
C. Pola Asuh
a. Pengertian Pola Asuh
Gaya pola asuh adalah kumpulan dari perilaku, praktek dan ekspresi nonverbal
orangtua yang bercirikan kealamian dari interaksi orangtua kepada anak sepanjang situasi
yang berkembang.16
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.17
Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing
(membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin(mengepalai dan menyelenggarakan)
satu badan atau lembaga.18
Menurut Kohn yang dikutip Chabib Thoha bahwa pola asuh merupakan sikap orang
15 H Hendi dan Rahmadani Wahyu Suhendi, Pengantar Studi Sosiolog Keluarga, (Bandung:
Pustaka Setia, 2000), hlm, 41 16 Darling, N., & Steinberg, L. Parenting style as context: An integrative model.
(Psychological Bulletin, 113(3),1993), hlm, : 487-496. 17Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :BalaiPustaka, 1988), hlm, 54 18TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaandan Pengembangan Bahasa, KamusBesar Bahasa Indonesia,
(Jakarta :BalaiPustaka, 1988), Cet. Ke-1, hlm, 69
tua dalam berhubungan dengan anaknya. Perilaku ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara
lain dari cara orang tua memberi peraturan pada anak, cara memberikan hadiah dan
hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian dan
tanggapan terhadap keinginan anak.19
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pola asuh orang
tua yaitu, tindakan atau sikap orang tua dalam berinteraksi kepada anaknya. Pengasuhan
orang tua diharapkan dalam memberikan kedisiplinan terhadap anak, memberikan
tanggapan yang sebenarnya agar anak merasa orang tuanya selalu memberikan perhatian
yang positif terhadapnya. Jadi pola asuh bisa dimaknai sebagai cara atau metode yang
digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002: 257-258) ada empat macam bentuk pola asuh
yang diterapkan oleh masing-masing orang tua, bentuk-bentuk pola asuh itu adalah, pola asuh
otoriter, pola asuh demokrasi, pola asuh penelantaran dan pola asuh permisif. Dari keempat
macam pola asuh itu bentuk pola asuh demokrasilah pola asuh paling baik diterapkan oleh orang
tua dalam mengasuh anak-anaknya.
b. Jenis-jenis Pola Asuh
1) Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting)
Pola asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang lebih mengutamakan membentuk
kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi
dengan ancaman-ancaman. Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri di antaranya 1) anak harus
tunduk dan patuh pada kehendak orang tua. 2) pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak
sangat ketat. 3) anak hampir tidak pernah diberi pujian. 4) orang tua yang tidak mengenal
kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.20
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter, anak memiliki sifat dan perilaku,
19 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam… hlm, 110 20 Al-Tridhonanto dan Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis ,(Jakarta: Gramedia,
2014), hlm. 14
seperti mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah
terpengaruh, mudah stress, tidak punya arah masa depan yang jelas, dan tidak bersahabat.
Pola ini bisa membunuh potensi dan perkembangan berpikir anak yang
mengakibatkan prilaku anak yang tidak kompeten dalam hal apapun selalu dibayangi
rasa takut. Anak yang memiliki orang tua otoriter biasanya kurang bahagia dalam hidupnya,
adanya rasa takut, kurang percaya diri ketika bergaul dengan orang lain, apalagi jika orang
lain berada setingkat di atasnya dalam status sosial, dan adanya rasa takut untuk memulai
atau mengerjakan sesuatu yang diinginkannya, serta dalam komunikasi dengan lingkungan
biasanya kurang aktif, anak yang dihasilkan dari orang tua yang bersikap otoriter
memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter sebagai
berikut:
1) Orang tua menerapkan peraturan yang ketat dan tidak bisa dilanggar.
2) Anak tidak mempunyai peluang untuk mengutarakan pendapatnya.
3) Anak harus mematuhi semua peraturan yang ditentukan.
4) Pada umumnya orangtua lebih sering menghukum anak baik secara lisan maupun
fisik.
5) Tidak adanya apresiasi dari orangtua, jarang memberikan hadiah ataupun pujian.21
2) Pengasuhan Otoritatif (Authoritatif Parenting)/ Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap
kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang
tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik
bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang
menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk
mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk
21 Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda, 2006), hlm, 51
bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.22 Pola asuh seperti ini menjadikan anak untuk
hidup mandiri, namun masih menempatkan batasan dan kendali pada tindakan anak.
Biasanya terjadi diskusi antara orang tua dan anak dalam menyelesaikan suatu persoalan, hal
ini dilakukan dengan santai dan dari hati ke dalam hati. Pola ini akan memberikan dampak
baik pada perilaku anak dan anaknya kompeten secara sosial. Anak yang memiliki orang tua
dengan pola asuh otoritatif perilakunya lebih ceria, mampu mengendalikan diri dan secara
umum mandiri serta hasil akhirnya anak tersebut memiliki prestasi yang baik. Perilaku anak
dari orang tua otoritatif memiliki kemampuan cara bersosialisasi yang hangat dan bisa
membuat nyaman orang di sekelilingnya, mampu bekerja sama dengan orang dewasa, dan
mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Adapun ciri-ciri pola asuh sebagai berikut:
1) Anak -anak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat.
2) Pemberian hukuman jika anak melakukan kesalahan.
3) Pemberian apresiasi dan hadiah kepada anak atas prestasinya.
4) Posisi orangtua lebih kepada pembimbing yang berfungsi sebagai pengarah bukan
memaksakan kehendak.
5) Dalam memberikan pendidikan biasanya orangtua memberikan penjelasan logis
dengan contoh dan pengibaratan yang real atau nyata agar bisa dipahami dan
dimengerti oleh anak.
6) Orangtua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.23
Dalam bertindak/ berprilaku kepada anak selalu memberikan alasan kepada anak,
mendorong untuk saling membantu dan bertindak secara objektif. Orang tua cenderung tegas,
tetapi kreatif dan percaya diri, mandiri, bahagia, serta memiliki tanggung jawab sosial. Orang
tua memiliki sikap bebas namun masih dalam batas-batas normatif. Anak dari orang tua
22 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam… hlm, 110 23 Jurnal Jaka Wisnu Saputra, Perkembangan Emosional Anak Usia 4-5, 2013, Diakses dari
http://jurnalilmiah-sosioemosionalanak.blogspot.com 12 April 2019 Pukul 22.00 Wib
seperti ini akan tumbuh menjadi anak yang mandiri tegas terhadap diri sendiri, ramah
dengan teman sebaya, dan mau bekerja sama dengan orang tua. Mereka juga kemungkinan
berhasil secara intelektual dan sosial.
3) Pengasuhan yang Mengabaikan (Permisif)
Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang mengutamakan kebebesan,
memberikan hak penuh kepada anak dalam memilih dan melakukan hal – hal yang mereka
sukai. Pola asuh permisif dari Baumrind memiliki kesamaan dengan pola asuh menghambat
dari Hauser, karena dalam penerapan pola asuh ini orang tua tidak mengarahkan anak untuk
menjadi lebih matang dan dewasa, menjadikan anak tidak memahami identitasnya, karena dia
selalu terbiasa tidak mandiri.
Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya, orang
tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian.24 Pola seperti ini biasanya orang tua
sangat cuek dan kurang peduli terhadap kehidupan anaknya. Anak yang memiliki orang tua
tipikal kurang peduli dan cuek biasanya merasa bahwa kehidupan orang tua lebih penting
daripada diri mereka sendiri, sehingga karena kurangnya perhatian tidak jarang anak-anak
melakukan hal yang di luar batas untuk menarik perhatian. Anak-anak dari orang tua seperti
ini secara umum biasanya tidak memiliki kemampuan sosial dan juga tidak memiliki
kemampuan pengendalian diri yang baik. Pola asuh seperti ini menurut peneliti juga sangat
tidak tepat digunakan, dimana anak-anak yang masih membutuhkan perhatian dan
pengawasan tidak seharusnya dibiarkan bebas atau diberikan kebebasan seutuhnya, karena
pola asuh seperti ini hasilnya lebih cenderung anak-anak bisa terjerumus ke dalam hal yang
negatif.
4) Pengasuhan Yang Menuruti (Indulgent Prenting)
Suatu pola dimana orang tua sangat terlibat penuh dengan anak tetapi tidak menaruh
24 Hadi Subroto M.S., Mengembangkan Kepribadian Anak Balita, (Jakarta: Gunung, 1997), hlm. 59.
banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada mereka. Hasilnya, anak tidak akan bisa belajar
untuk mengendalikan tingkah lakunya sendiri dan selalu mempunyai pemikiran bahwa apa
yang diinginkan akan tercapai. Anak yang berasal dari orang tua yang selalu memenuhi atau
mengikuti keinginan anaknya sangat jarang bisa menghargai dan menghormati orang lain dan
juga pada umumnya memiliki kesulitan untuk mengendalikan tingkah lakunya. Anak seperti
ini sangat egois, memikirkan dirinya sendiri, selalu ingin diperhatikan, berprilaku
pembangkang tidak taat aturan, biasanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
teman seumurnya. Pola asuh seperti ini menurut peneliti juga kurang tepat karena pola asuh
yang selalu menuruti apa yang diinginkan oleh anak-anak akan menimbulkan sikap egois dan
tidak punya jiwa sosial atau peduli terhadap lingkungannya. Adapun ciri-ciri pola asuh
menuruti sebagai berikut:
1) Orangtua terlalu memberikan kebebasan tanpa adanya pengawasan yang berarti.
2) Anak biasanya tidak diberikan apresiasi berupa hadiah ataupun pujian dari orang
tuanya.
3) Orangtua tidak memberikan hukuman sebagai efek jera pada anaknya yang berbuat
kesalahan .
4) Orang tua kurang pengawasan perilaku anaknya.
5) Orangtua hanya memenuhi kebutuhan materi saja.25
D. Perilaku Remaja
1. Pengertian Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescenc yang berarti to grow atau to grow
maturity.26 Elizabeth B. Hurlock Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin
(adolescene), kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti “tumbuh”
25 Jurnal Jaka Wisnu Saputra, Perkembangan Emosional Anak Usia 4-5, 2013, Diakses dari
http://jurnalilmiah-sosioemosionalanak.blogspot.com 12 April 2019 Pukul 22.00 Wib 26 Yudrik Jahja, Pikologi Perkembangan ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, Cet ke-4), hlm, 227
atau “tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja (adolescence) adalah merupakan masa yang
sangat penting dalam rentang kehidupan manusia, merupakan masa transisi atau peralihan
dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Orang-orang zaman purbakala memandang
masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang
kehidupan anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.
Istilah adolescence yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang sangat luas,
yakni mencangkup kematangan mental, sosial, emosional, pandangan ini di ungkapkan oleh
Piaget dengan mengatakan, Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-
kurangnya dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif,
kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang
mencolok.
Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya
untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.27
Masa remaja merupakan bagian dari fase perkembangan dalam kehidupan seorang
individu. Masa yang merupakan periode transisi dari masa anak ke dewasa ini ditandai
dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial dan berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan. WHO mendefinisikan remaja merupakan anak usia 10-19
tahun. Undang-Undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak mengatakan
remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.28
Menurut Undang-Undang Perburuhan, remaja adalah anak yang telah mencapai umur
16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri.
27
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), hlm, 206 28
Sarwono Sarlito W, Psikologi Remaja,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm, 9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja jika sudah berusia 18
tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah. Menurut Undang-Undang
Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk
menikah yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
Menurut Hurlock remaja adalah anak dalam rentang usia 12-18 tahun.
Secara umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi menjadi tiga fase
batasan umur, yaitu:
a. Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.
b. fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.
c. fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.29
Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian usia pada remaja yang
dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15 tahun termasuk bagian remaja awal, usia 15-18
tahun bagian remaja tengah, dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun. Dengan mengetahui
bagian-bagian usia remaja kita akan lebih mudah mengetahui remaja tersebut ke dalam
bagiannya, apakah termasuk remaja awal atau remaja tengah dan remaja akhir. Dalam
penelitian ini remaja ditingkat SMP yaitu 12-15 tahun atau remaja awal.
2. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan, pada masa ini terjadi
perubahan-perubahan yang sangat pesat yakni baik secara fisik, maupun
psikologis, ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja ini diantaranya:
a) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada remaja awal yang dikenal
sebagai masa strong dan masa stress. Peningkatan emosional ini merupaknan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi
sosial peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru,
29 Desmita, Psikologi Perkembangan Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, Cet Ke -6), hlm, 212
yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang
ditunjukan pada remaja misalnya mereka di harapkan untuk tidak lagi bertingkah
seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan tanggung jawab. Kemandirian dan
tanggung jawab ini akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, dan akan
Nampak jelas pada remaja akhir yang dalam hal ini biasanya remaja sedang duduk di
masa sekolah
b) Perubahan yang cepat secara fisik yang juga di sertai kematangan seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka
sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat baik perubahan internal maupun
eksternal. Perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi.
Sedangkan perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh
sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c) Perubahan yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama
masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak
digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih menantang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi
berhungan dengan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga
dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
d) Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak- kanak
menjadi kurang penting karena sudah mendekati masa dewasa.
e) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi,
tetapi disisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut,
serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut
Sedangkan menurut Hurlock, seperti halnya dengan semua periode-periode yang
penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya, ciri-ciri tersebut seperti:30
a) Masa remaja sebagai periode yang penting. Yaitu perubahan-perubahan yang dialami
masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan
akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b) Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini masa kanak-kanak dianggap
belum dapat sebagai orang dewasa. Status remja tidak jelas, keadaan ini memberi
waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c) Masa remaja sebagai periode perubahan. Yaitu perubahan pada emosi perubahan
tubuh, minat dan Pengaruh (menjadi remaja yang dewasa dan mandiri) perubahan pada
nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d) Masa remaja sebagai periode mencari Identitas. Diri yang di cari berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya dan apa pengaruhnya dalam masyarakat
e) Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berprilaku yang kurang baik. Hal ini
yang membuat banyak orang tua yang menjadi takut.
f) Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendirian orang lain
sebagaimana yang di inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-
cita.
g) Masa remaja sebagai periode Ambang masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan
atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di
30 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm, 207
dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan
merokok, minum-minuman keras menggunakan obat-obatan.31
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa remaja adalah periode
perubahan, baik perubahan fisik maupun non fisik, mulai dari perubahan fisik yang akan
nampak berbeda dari masa anak-anak, hingga perilaku dan kebutuhan.
3. Tugas-Tugas Masa Remaja
Perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan perilaku-perilaku
kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas pda
perkembangan masa remaja menurut Elizabet B.Hurlock adalah sebagai berikut:
a) Mampu menerima keadaan fisiknya
b) Mampu menerima dan memahami Pengaruh seks usia dewasa
c) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
d) Mencapai kemandirian emosional.
e) Mencapai kemandirian ekonomi.
f) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk
melakukan pengaruh sebagai anggota masyarakat
g) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.
h) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa
i) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
j) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.32
Beberapa point di atas menegaskan bahwa tugas remaja itu adalah mempersiapkan
31 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan… hlm, 207 32 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan…hlm, 212
dirinya untuk lebih mandiri dalam semua hal, mandiri secara ekonomi, emosional dan lain-
lain karena hal itu penting untuk persiapan memasuki masa berikutnya yaitu perkawinan dan
membentuk keluarga sendiri.
4. Perilaku
Perilaku atau yang disebut behavior adalah semua aktivitas yang dilakukan manusia
pada umunya. Perilaku atau yang biasa di sebut perilaku mengandung makna yang luas.
Perilaku itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui
pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respon seseorang.33 Menurut
Harlen perilaku merupakan kesiapan kecenderungan seseorang yang bertindak dalam
menghadapi suatu objek atau situasi tertentu. Dalam istilah kecenderungan, terkandung
pengertian arah tindakan yang akan dilakukan seseorang berkenaan dengan suatu objek.34
Menurut J.P. Chaplin, dalam Dictionary of Psychology yang dikutip oleh Ramayulis,
tingkah laku merupakan, sembarang respon yang mungkin berupa reaksi, tanggapan,
jawaban atau balasan yang dilakukan oleh organisme. Dan secara khusus tingkah laku juga
bisa berarti suatu perbuatan atau aktifitas.35
Dalam membahas perilaku sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Adapun macam-
macam perilaku adalah sebagai berikut:
a) Perilaku deskriptif
Perilaku yang menelaah secara kritis dan rasional tentang perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya
perilaku deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai
nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas
33 Djali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm, 114 34 Djali, Psikologi Pendidikan…hlm. 114 35 Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007, Cet. 8), hlm, 99
yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai
atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
b) Perilaku normatif
Perilaku yang menetapkan berbagai perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki
oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang
bernilai dalam hidup ini. Jadi, perilaku normatif merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal- hal yang buruk,
sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
c) Perilaku Islami
Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara mengartikan perkata.
Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yang berarti sistem prinsip
kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian
dengan kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”
yang mempunyai arti sesuatu (segala tindakan) yang berhubungan dengan agama.
Dengan demikian, perilaku Islami berarti segala tindakan perbuatan atau ucapan
yang dilakukan seseorang sedangkan perbuatan atau tindakan serta ucapan tadi akan ada
kaitannya dengan agama Islam, semuanya dilakukan karena adanya kepercayaan kepada
Tuhan dengan ajaran, kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan.
Di dalam agama ada ajaran-ajaran yang dilakukan bagi pemeluk-
pemeluknya, bagi agama Islam, ada ajaran agama yang harus dilakukan dan ada pula yang
berupa larangan. Ajaran-ajaran yang berupa perintah yang harus dilakukan di antaranya
adalah sholat, zakat, puasa, haji, menolong orang lain yang sedang kesulitan dan masih
banyak lagi. Sedangkan yang kaitannya dengan larangan itu juga banyak seperti
minum-minuman keras, judi, korupsi dan lain-lain.
Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung banyak aktivitas yang telah kita
lakukan baik itu yang ada hubungannya antara makhluk dengan sang Pencipta, maupun
antara makhluk dengan makhluk, itu pada dasarnya sudah diatur oleh agama.
Sedangkan pengertian perilaku islami adalah perilaku normatif manusia yang
normanya diturunkan dari ajaran Islam dan bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Aspek-aspek pembentukan perilaku islami di antaranya; a) bersihnya akidah, b) lurusnya
ibadah, c) kukuhnya akhlak, d) mampu mencari penghidupan, e) luasnya wawasan berfikir,
g) teratur urusannya, h) perjuangan diri sendiri, i) memperhatikan waktunya, j) bermanfaat
bagi orang lain.36
Adapun tujuan pembentukan perilaku islami yaitu; terbentuknya kedisiplinan, mampu
mengendalikan hawa nafsu serta memelihara diri dari perilaku menyimpang.37 Seorang
muslim haruslah mampu berperilaku islami terhadap Allah SWT, sesama manusia dan alam.
Salah satu ayat al-Qur’an yang mencerminkan perilaku islami sebagai berikut
لك ة وأمر بٱلمعروف وٱنه عن ٱلمنكر وٱصبر على ما أصابك إن ذ لو بني أقم ٱلص من عزم ي ل يحب كل مخت ر خدك للناس ول تمش في ٱلرض مرحا إن ٱلل ال فخور ٱلمور ول تصع
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S Lukman 17-18)38
Ayat di atas menerangkan bagaimana berperilaku dan berakhlah yang baik
sebagaimana yang diajakan oleh Lukmanul Hakim kepada anaknya yaitu mengerjakan yang
36 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Pengefektifan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm, 71 37 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Pengefektifan PAI di Sekolah…hlm, 71 38 Al-Qur’an Dan Terjemahan. Departemen Agama Republik Indonesia, 2018… hlm, 413
baik dan mencegah yang mungkar, bersabar terhadap masalah yang menimpa, jangan
memalingkan muka dari manusia atau sombong.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa perilaku Islam
yaitu perilaku yang mencerminkan perilaku berdasarkan pada asas Islam yang telah
ditentukan oleh Allah SWT yaitu menjauhi semua larangan Allah SWT berupa perilaku buruk
dan melakukan hal yang diperintahkan Allah SWT berupa perilaku baik.