bab ii landasan teori 2.1 teori uphoff€¦ · konsisten sebagai alat analisa, baik secara teoritis...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Uphoff
Pentingnya membangun institusi lokal sudah menjadi perhatian lembaga
donor internasional (misalnya USAID dan Bank Dunia) untuk meningkatkan
produktivitas atas bantuan investasi pembangunan yang selama ini mereka
sumbangkan. Selama ini pendekatan institusi yang digunakan hanya untuk
membangun institusi ditingkat nasional yang justru tidak membawa kesuksesan.
Dengan latar belakang seperti ini, maka menurut Uphoff kajian tentang institusi
lokal menjadi penting.
Disadari bahwa peran institusi lokal untuk mempromosikan pembangunan
masih dirasakan kurang memiliki kemampuan. Karenanya insitusi lokal perlu
diberikan investasi yang seimbang dengan investasi bagi pengembangan insitusi
ditingkat nasional. Pertanyannya adalah investasi seperti apakah yang harus
diberikan untuk insitusi lokal.
Menjawab pertanyaannya tersebut, Uphoff dalam tulisannya menawarkan
analisis untuk mengembangkan institusi lokal yang paling sesuai, jelas tugasnya,
dan dukungan seperti apa yang dibutuhkan. Teknik analisis yang digunakan
adalah dengan cara melakukan perbandingan dan menyusun semua pekerjaan
yang harus dilakukan institusi lokal, memberikan kategori-kategori yang
konsisten sebagai alat analisa, baik secara teoritis dan maupun atas pengalaman
yang relevan, seperti pada kegiatan local institutional development (LID).1
Temuan Uphoff, paling tidak ada ada beberapa tugas institusi lokal; (1)
manajemen sumber daya alam, (2) infrastruktur pedesaan, (3) pengembangan
sumber daya manusia, (4) pembangunan pertanian, dan (5) perusahaan non-
1Uphoff, Norman: “Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook With
Cases”. Kumarin Press. 1986. Analyzing Option for Local Institutional Development
(introduction pp1-19)
8
pertanian. Tiga aktifitas pertama mengarah pada faktor ekonomi produksi
berhubungan dengan lahan, modal dan tenaga kerja, untuk menghasilkan keluaran
yang pada gilirannya menjadi masukan untuk proses produksi dalam aktifitas
pengembangan pertanian dan perusahaan non-pertanian. Dua aktifitas lainnya
menyediakan bahan pokok guna melengkapi penyediaan kebutuhan akan barang-
barang dan jasa. Kelima tugas ini saling berinteraksi sehingga terlihat lebih
kompleks.
Terlepas dari kekompleksitasan persoalan, kebutuhan akan kehadiran institusi
adalah untuk melakukan pengendalian agar dapat menjadi saluran untuk diakses
oleh semua orang, sesuai dengan jenis aktivitas yang menjadi lingkup
kegiatannya. Sesuai dengan jenis aktivitasnya, Esman dan Uphoff (1984)
mengkategori tingkatan institusi lokal; (1) local administration, (2) local
government, (3) membership organization, (4) cooperatives, (5) service
organisation, (6) private business. Karenanya dapat disimpulkan bahwa kisaran
tugas institusi lokal adalah dari pelayanan masyarakat kepada sektor swasta.
Ditingkat lokal dalam menghadapi berbagai masalah ekonomi, sosial, budaya,
agama, politik dan lain-lain, masyarakat secara kreatif telah membentuk institusi
tradisional yang telah berevolusi dan memperoleh dukungan masyarakat.
Sayangnya belum ada pengakuan karena lemahnya kemampuannya disamping
tidak tersedianya informasi yang cukup tentang keberadaannya. Walaupun
demikian mereka telah memiliki pola tanggungjawab, komunikasi, mobilisasi
sumberdaya, dan lain-lain di tengah kehidupan masyarakat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dikembangkan.
Sejauh ini, pengertian antara institusi dan organisasi digunakan secara
tertukar sehingga menghasilkan ambigu; (1) organisasi yang bukan institusi,
misalnya firma pengacara baru, (2) institusi yang bukan organisasi, misalnya
“hukum”, dan (3) institusi yang merupakan organisasi (atau sebaliknya), misalnya
pengadilan. Atas dasar pemahaman tersebut, Uphoff mendefinisikan organisasi
sebagai struktur hasil interaksi peran yang dapat bekerja dalam basis formal atau
informal. Namun tidak semua organisasi adalah institusi, namun apabila telah
9
mendapat status istimewa dan legitimasi untuk memenuhi kebutuhan dan harapan
normatif anggotanya dalam jangka waktu yang lama, maka organisasi itu
“diinstitusionalisasi”.
Berbeda dengan organisasi, institusi secara umum dipahami sebagai
sekumpulan norma dan perilaku yang tetap sepanjang waktu dengan cara memberi
tujuan yang bernilai kolektif. Apakah sebuah institusi telah diinstitusionalisasikan
tergantung pada penilaian orang-orang dalam komunikasinya dalam menerima
manfaat (ekonomi, sosial, politik, dan etika) sehingga rela untuk bertindak atau
berkorban untuk membenarkan keberadaannya secara terus-menerus. Namun
dalam beberapa hal „institusi‟ sering dianggap negatif, tidak bersahabat dan kaku,
sehingga kehilangan legitimasi dari anggotanya sehingga dapat menurun peran
dari insitusi tersebut.
Dengan berkembangnya organisasi dan institusi modern, maka dirasa perlu
untuk menjelaskan pengertian lokal sehingga tidak salah sasaran. Istilah lokal
sendiri memiliki memiliki pengertian berbeda-beda tergantung dari apakah itu
dilihat dari perspektif luar insitusi atau dari sudut pandang anggotanya sendiri.
Batas lokal umumnya digunakan adalah pada area yang berperan sebagai batasan
geografis (pasar desa) dimana terdapat sekelompok komunitas dalam melakukan
perdagangan dan hubungan kerjasama satu sama lain, walaupun dalam
kenyataannya sering ambigu. Untuk itu dalam menentukan batas lokal dapat
dilihat persepsi orang-orang terhadap minat dan orientasi dari tindakan kolektif
akan berubah ketika unit tindakan potensial termasuk jumlah „orang luar‟ yang
signifikan. Tantangan lain yang juga perlu diperhatikan adalah menghubungkan
perkembangan terkait dengan kebutuhan dan kemampuan individu serta
rumahtangga, melalui jalur komunikasi dan aliran sumber daya ditingkat lokal.
Selain persoalan pengertian lokal, konsep tindakan kolektif dan manfaat
bersama juga penting untuk dipahami dalam mengembangkan kelembagaan lokal.
Kepentingannya adalah pada level institusi manapun akan melibatkan tidak hanya
usaha individu. Mereka menggambarkan „tindakan kolektif‟ dimana minat,
sumber daya, ide, dan ideal banyak orang yang muncul bersama-sama. Institusi
10
bertindak sebagai saluran untuk tindakan kolektif yang ditegakkan oleh manfaat
gabungan, legitimasi, dan harapan bersama. Hal ini kemudiaan memunculkan
semacam sangsi sosial (sangsi hukuman) bagi setiap indivdu yang melanggar
kewajiban dari institusi yang telah disepakati bersama.
Dalam banyak hal manfaat institusi cenderung menjadi manfaat publik,
karena nilai dari institusi tersebut dalam lingkup komunitas yang terlibat
membawa dampak pada kegiatan-kegiatan komunitas itu sendiri. Konsep manfaat
dari perspektif ahli ekonomi dikatakan sebagai „eksternalitas‟ positif. Semakin
sulit sebuah organisasi yang menghendaki semua mendapat manfaat (barang dan
jasa) karena memberikan berkontribusi pada bagian yang sama, maka akan
semakin kecil kemungkinan organisasi itu hidup atau bertahan. Ada tiga macam
masalah tindakan kolektif mempunyai implikasi yang berbeda untuk
perkembangan institusi lokal. Perbedaannya, apakah tindakan kolektif diperlukan
untuk menciptakan manfaat bersama, dan juga apakah kelompok tersebut dapat
mengasingkan orang-orang yang tidak membantu menciptakan manfaat bersama :
1. Masalah tindakan kolektif dalam menggunakan atau melindungi sumber
daya yang sudah ada, individu manapun yang tidak bekerjasama dapat
mengambil manfaat dari pengeluaran individu lain. Tugas pengaturan
perilaku menghendaki sanksi berat. Sanksi sosial melalui institusi lokal
mungkin tidak cukup kuat untuk menghalangi penyalahgunaan properti
bersama.
2. Orang-orang perlu mengkontribusikan sumberdaya sebagai kondisi untuk
menciptakan manfaat yang dibicarakan di atas, mungkin saja untuk
menutup akses pada manfaat itu oleh alat institusi. Dalam sejumlah
konteks pembangunan pertanian, penghubungan kontribusi seperti itu
mungkin saja asalkan institusi lokal yang terlibat didesain sesuai dengan
hal tersebut.
3. Masalah free-rider menjadi penting dimana penciptaan manfaat bersama
tergantung pada tindakan kolektif, dan mencegah yang bukan kontributor
mendapat manfaat adalah hal yang sulit. Peranan pemerintah lokal atau
11
lembaga administrasi lokal kemungkinan menjadi lebih besar ketika
masalah serius untuk mengumpulkan manfaat eksternal muncul.
Untuk menjawab masalah di atas, hal yang penting untuk dilakukan adalah
melakukan penilai komparatif keuntungan dari institusi lokal. Misalnya prinsip
ekonomi keuntungan komparatif bermanfaat untuk membuat keputusan alokasi
sumberdaya, dan dapat memberi panduan dalam menilai alternatif untuk
perkembangan institusi. Pertimbangan penilaian seperti itu berguna pada dua
level:
1. Kapankah institusi lokal menjadi lebih efektif atau efisien dalam
meningkatkan dan mempertahankan aktivitas tertentu untuk pembangunan
(desa), atau kapankah hal ini lebih baik diserahkan pada institusi nasional?
2. Jika beberapa manfaat lokal diketahui, jenis institusi lokal manakah yang
mungkin paling cocok dan mengapa?
3. Apakah satu jenis institusi lokal lebih tepat daripada yang lain untuk
mencapai tujuan tertentu?
Untuk menjawab, kami menemukan sejumlah konsep dan perbedaan yang
membantu, walaupun tidak semuanya sama-sama relevan untuk semua lingkup
kegiatan. Perbedaan dalam pendistribusian manfaat dan biaya kegiatan adalah
pengaruh yang penting pada keuntungan komparatif. Institusi lokal lebih bisa
bertahan ketika manfaatnya dirasakan segera, nyata, terkonsentrasi secara lokal,
dan sesuai dengan biayanya. Lingkup kegiatan melibatkan proses dasar yang
berbeda, yang mempengaruhi keuntungan komparatif dari bermacam-macam jenis
institusi lokal. Saling ketergantungan karena suatu kegiatan antar penduduk lokal
baik sebagai manajer, pengguna, atau produsen, membutuhkan kerjasama atau
akomodasi, akan mempengaruhi keuntungn institusi lokal.
2.2 Kearifan Lokal
Kearifan lokal menurut UU No. 32/2009 tentang perlindungan dan
pengelolahan lingkungan hidup Bab : I Pasal I Butir 30 adalah : nilai-nilai luhur
yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan
12
mengelolah lingkungan hidup secara lestari. Menurut Ridwan,(2007), kearifan
lokal sering disebut local wisdomdapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
sesuatu objek, peristiwa, yang terjadi dalam ruangan tertentu.Dimana wisdom
dipahami sebagai kemampuan seorang dalam menggunakan akal pikirannya
dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu objek, atau
peristiwa yang terjadi. Adapun kearifan menurut Keraf,(2010), kearifan lokal
adalah sebagai berikut:
Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan komunitas ekologis.Jadi kearifan lokal ini bukan hanya
menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan
bagaimana relasi yang baik diantara manusia melainkan juga menyangkut
pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia alam dan
bagaimana relasi diantara semua penghuni komunitas ekologis ini harus di
bangun. Hal tersebut menunjukan bahwa:
1) Kearifan tardisional adalah milik komunitas.
2) Kearifan tardisional adalah pengetahuan tardisional.
3) Kearifan tardisional bersifat holistik.
4) Kearifan tardisional bersifat sebagai aktifitas moral.
5) Kearifan tardisional bersifat lokal.
Menurut Apriyanto, (2008),kearifan lokal adalah berbagai nilai yang
diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi
pedoman hidup mereka.
Manusia menjadi penentu terhadap segala aktivitas yang ada di
lingkungannya, keseluruhan komponen sifat, fungsi, gerak, ruang komunikasi
mengisyaratkan bahwa manusia sebagai makluk sosial dengan perilakunya
mempengaruhi kelangsungan hidup dalam masyarakat. Kehidupan kolektif yang
merupakan modal bersama dalam bermasyarakat menunjukan bahwa bangunan
etika, moral, spiritual, sosio-psikologi serta ikatan emosional merupakan fondasi
pemersatu untuk memperkokoh sebuah masyarakat.
13
Inilah yang menjadi kunci dalam kehidupan bermasyarakat dengan ciri
masyarakat berkarakter yang mampu membimbing individu dengan segala
perubahan-perubahan yang terjadi di masa sekarang ini. Kearifan lokal atau dalam
bahasa inggris local wisdom yang merupakan konsep yang ingin peniliti jelaskan
secara ringkas dalam bab ini.
Menurut Ridwan, (2007), kearifan lokal atau sering disbut local wisdom
dapat dipahami sebagai usaha dengan meggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek, atau peristiwa yang terjadi dalam
ruangan tertentu. Pengertian diatas, disusun secara etimologi, dimana
wisdomdipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal
pikiranya dalam bertindak atau, bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu,
objek, atau peristiwa yang terjadi. Istilah wisdom sering diartikan
sebagai“kearifan kebijaksanaan”.
Menurut Nugroho, (2007), kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, pada halaman 19 yang didalamnya mengandung pengetahuan
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Satu kesamaan dalam defenisi
tentang kebudayaan adalah Variabel yang menyusun kebudayaan sehingga
dikatakan demikian, dan semua itu memiliki sumber yang sama adalah
masyarakat.
Jadi, masyarakat sangat memiliki peranan yang penting dan banyak dalam
bentuk kebudayaan. Dalam hal ini, tentunya sifat solid yang dimiliki oleh
masyarakat sebagai suatu kesatuan komunitas yang membentuk budaya, akan
mampu mempertahankanya. Dalam pengertian antropologi yag juga merupakan
rumpun ilmu-ilmu sosial, salah satu tokoh terkemuka Clifford Geertz dalam
bukunya yang berjudul pengetahuan lokal mengemukakan sebuah fakta
bagaimana temuan-temuan penelitianya pada masyarakat jawa yag memberikan
pelajaran-pelajaran moral, fenomena kehidupan sehari-hari.
14
2.3 Kebudayaan
2.3.1 Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-
Determinism.Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganik.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian
nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.3.2 Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
15
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
1. alat-alat teknologi.
2. sistem ekonomi.
3. Keluarga.
4. Kekuasaan politik.
2.3.3 Organisasi Ekonomi
Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama), organisasi kekuatan (politik),Wujud
dan komponen(sunting), Wujud: Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan
dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
2.3.4 Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
2.3.5 Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
2.3.6 Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat,
antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan
16
yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah
kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau
komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
2.3.7 Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,
konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata,
dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti
televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan
mesin cuci.
2.3.8 Kebudayaan non Material
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.
2.3.9 Lembaga Sosial
Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam
konteks berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang
terbentuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada
tatanan sosial masyarakat. Contoh di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa
wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi
atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang
wanita memilik karier.
2.3.10 Sistem Kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun sistem
kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi sistem
penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi
dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka
berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
17
2.3.11 Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat,
drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti
di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini
perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat
mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat
kedaerahan, setiap akan membangun bagunan jenis apa saja harus meletakan janur
kuning dan buah – buahan, ini sebagai simbol yang mempunyai arti disetiap derah
berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang dan mungkin tidak terlihat
masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
2.3.12 Bahasa
Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap
wilayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat kompleks. Dalam
ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami.
Bahasa memiliki sudut unik dan kompleks, yang hanya dapat dimengerti oleh
pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekompleksan bahasa ini harus
dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan
memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
2.3.13 Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi).
2. Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta
memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-
cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan
rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang
hidup dari pertanian paling sedikit mengenal sembilan macam teknologi
tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
1. alat-alat produktif.
2. Senjata.
18
3. Wadah.
4. alat-alat menyalakan api.
5. Makanan.
6. Pakaian.
7. tempat berlindung dan perumahan.
8. alat-alat transportasi.
9. Sistem mata pencaharian.
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada
masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
a) Berburu dan meramu.
b) Beternak.
c) Bercocok tanam di ladang.
d) Menangkap ikan.
2.3.14 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes, mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat
dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang
bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri
atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan
seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga
mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga
bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk
oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum,
yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa
dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia
19
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak
dapat mereka capai sendiri.
2.4 Konsep Peranan
Pengertian peranan menurut Soekanto,peran lebih banyak menunjukan pada
fungsi,penyesuaian diri sebagai suatu proses, jadi tepatnya bahwa seseorang
menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan suatu
peranan. Selanjutnya ditemukan aspek-aspek peran sebagai berikut:
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang
dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat dilakukan sebagai perilaku individu yang penting sebagai
stuktur sosial masyarakat.
Soerjono Soekanto, (2006: 212), berpendapat bahwa “Peranan merupakan
aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”.
Poerwadarminta,(1995) peranan berasal dari kata peran yaitu pemain
sandiwara, kemudian sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang
terutama.Peranan(role) adalah merupakan aspek dinamis dari status, apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan maka
ia telah menjalankan suatu peranan. Sehingga antara status dan peranan tidak
dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain, demikian pula
sebaliknya dimana tak ada peranan tanpa kedudukan atau tak ada kedudukan
tanpa peranan.Sebagaimana halnya dengan kedudukan maka peranan juga
mempunyai arti bahwa manusia mempunyaimacam-macam peranan yang berasal
dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal ini mengandung arti bahwa peranan
tersebut menentukan apa yang diperbuat oleh masyarakat dan sekaligus
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya.Thoha
mendefenisikan peranan sebagai suatu perilaku yang teratur yang ditimbulkan
20
karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya sesuatu kantor yang mudah
dikenal.
Dalam hubungan timbal balik diatas,kedudukan dan peranan individu
mempunyai arti penting karena langgengnya masyarakat tergantung dan
keseimbangan kepentingan individu. Peranan lebih banyak menempuh pada
fungsi penyusuaian diri dan sebagai suatu proses.
Menurut Davis, (1972), peranan adalah keterlibatan mental pikiran dan emosi
perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha yang bersangkutan. Motivasi
seseorang untuk ikut dan terlibat dalam suatu kegiatan, sangat ditentukan oleh
situasi, kondisi toleransi, keadaan dan tempat dimana dia akan berperanserta.
Seseorang dapat berperanserta aktif dalam suatu kegiatan apabila mengetahui
haknya, mengetahui kewajibannya, memiliki tanggungjawab dan memiliki
kesempatan.
Mubiyanto,(1985), menyatakan peranan merupakan kesediaan untuk
membentuk berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang
tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri.
2.5 Defenisi Hukum Adat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb)
yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang
sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai
budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi
suatu sistem. Karena istilah adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia
menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum
kebiasaan.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai
hukum kebiasaan. Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan
hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa
bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang
diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum
adat dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
21
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan
hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein
das sollen). Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang
merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang
dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada adat itu
sendiri.
Menurut Ter Haar, yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori
keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-
peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang
mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku
secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh
keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan
tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Dalam tulisannya,
Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga
masyarakat.
Syekh,menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan
persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya
yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak
pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang
peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang
berada di belakang fakta-fakta yang menuntut bertautnya suatu peristiwa dengan
peristiwa lain.
Menurut Cornelis van Vollenhoven,hukum adat adalah keseluruhan aturan
tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan di pihak
lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laku positif memiliki makna
hukum yang dinyatakan berlaku di sini dan sekarang. Sedangkan sanksi yang
dimaksud adalah reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas suatu pelanggaran
terhadap norma (hukum). Sedang kodifikasi dapat berarti sebagai berikut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi berarti himpunan
berbagai peraturan menjadi undang-undang; atau hal penyusunan kitab
22
perundang-undangan; atau penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan
asas-asas tertentu dalam buku undang-undang yang baku.
Menurut Djojodigoeno,kodifikasi adalah pembukuan secara sistematis suatu
daerah / lapangan bidang hukum tertentu sebagai kesatuan secara bulat (semua
bagian diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas (diatur semua soal
yang mungkin terjadi).
Ter Haar, membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan
pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.Hukum adat lahir dan
dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum adat, terutama
keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang
membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal
pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili
sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau
kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan
senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya
tidak-tidaknya ditoleransi.
Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam
bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas
pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut
tidak hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu
didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan
nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan
anggota-anggota persekutuan tersebut.
1. Penegak Hukum Adat.
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani
dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga
keutuhan hidup sejahtera.
2. Aneka Hukum
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh Agama seperti : Agama :
Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali
23
dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan
Maluku dipengaruhi agama Kristen. Sebagai contoh dari berbagai peradaban :
1. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
2. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
3. Pengakuan Adat oleh Hukum Formal.
Mengenai persoalan penegakhukum adat Indonesia, ini memang sangat
prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan
identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Maka pada tanggal 24 Juni
1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan
terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat"
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut
meliputi:
1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum,
dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam
praktiknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk
mengelola ketertiban di lingkungannya.
2.6 Desa Adat
Dalam UU Desa No 6 Tahun 2014, Desa adat adalah sebuah kesatuan
masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan
identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat Desa berdasarkan hak asal usul.
24
2.7 Lembaga Adat
Lembaga adat merupakan salah satu bagian dari lembaga sosial yang memiliki
peran untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat di tempat
lembaga itu berada.
Menurut Yesmil Anwar dan Adang (2013;204) menjelaskan bahwa, Lembaga
sosial berfungsi sebagai pedoman bagi manusia dalam setiap bersikap dan
bertingkah laku. Lembaga sosial berfungsi sebagai unsur kendali bagi manusia
agar tidak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat. Dan secara individual lembaga sosial mempunyai
fungsi ganda dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu: 1. Mengatur diri pribadi
manusia agar ia dapat bersih dari perasaan-perasaan iri, dengki, benci, dan hal-hal
yangmenyangkut kesucian hati nurani. 2. Mengatur prilaku manusia dalam
masyarakat agar tercipta keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan
umum.
Dalam hal ini manusia diharapkan dapat berbuat sopan dan ramah terhadap
orang lain agar dapat tercipta pula suatu kedamaian dan kerukunan hidup
bersama. Sementara menurut Soerjono Soekanto dalam Yesmil dan Adang
(2013:205), Pada dasarnya lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi,
yaitu antara lain:
1. Memberi pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapai masalah-masalah dalam
masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan.
2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberikan
pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial
(social control), yaitu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku
anggota - anggotanya.
Lembaga adat merupakan kata yang berasal dari gabungan antara kata
lembaga dan kata adat. Kata lembaga dalam bahasa Inggris disebut dengan
institution yang berarti pendirian, lembaga, adat dan kebiasaan. Dari pengertian
25
literatur tersebut, lembaga dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang
menunjukkan kepada pola perilaku manusia yang mapan terdiri dari interaksi
sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan. Sehingga
lembaga adat adalah pola perilaku masyarakat adat yang mapan yang terdiri dari
interaksi sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai adat yang
relevan. Menurut ilmu budaya, lembaga adat diartikan sebagai suatu bentuk
organisasi adat yang tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-
peranan, dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas
formal dan sanksi hukum adat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan dasar.
Lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh
suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta
menyelesaikan hal- hal yang berkaitan dengan adat.
2.8 Penelitian Terdahulu
Dari penelitian ini, adapun penelitian yang sudah di teliti terlebih dahulu yang
terkait dengan peran lembaga adat, budaya serta kearifan lokal antara lain
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Peneliti Judul Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
Ita Suryani MENGGALI
KEINDAHAN
ALAM DAN
KEARIFAN
LOKAL
SUKU
BADUY (Studi
Kasus Pada
Acara Feature
Dokumenter
“Indonesia
Bagus” di
Stasiun
Televisi
NET.TV)
Mendeskripsik
an bagaimana
suku Baduy
tetap menjaga
alam dan
lingkungan,
kearifan lokal,
adat istiadat
serta pola
kehidupan
sosial budaya
dan ekonomi.
Menggunakan
penelitian
studi kasus
dan
menggunakan
jenis
penelitian
deskriptif-
pendekatan
kualitatif.
“Hal yang menarik dari
masyarakat Baduy yaitu
kearifan lokal mereka
mengenai pandangan terhadap
alam semesta. Masyarakat
Baduy sangat menjaga
keseimbangan dan keselarasan
dengan alam. Maka dari itu,
masyarakat Baduy sangat
menjaga ajaran tentang
menjaga alam serta
melestarikan. Hal tersebut
yang menciptakanmasyarakat
Baduy hidup berdampingan
dengan alam secara harmonis.
Selain itu. masyarakat Baduy
tidak mengeksploitasi alam,
26
mereka menggunakan
seperlunya yang ada di alam
dan disertai dengan pelestarian.
Masyarakat Baduy memiliki
kepercayaan bahwa alam
adalah salah satu titipan maha
kuasa yang harus dijaga dan
dilestarikan. Hal itu sesuai
dengan prinsip ajaran dan
filosofis suku Baduy yaitu
“lojor teu meunang dipotong,
pondok teu meunang
disambung”. Ada pula prinsip
hidup lain masyarakat Baduy
yang selaras dengan alam
adalah petatah-petitih suku
Baduy yaitu: Gunung tak
diperkenankan dilebur Lembah
tak diperkenankan dirusak
Larangan tak boleh di rubah
Panjang tak boleh dipotong
Pendek tak boleh disambung
yang bukan harus ditolak yang
jangan harus dilarang yang
benar haruslah dibenarkan.
Ni Wayan
Sartini
MENGGALI
NILAI
KEARIFAN
LOKAL
BUDAYA JAWA
LEWAT
UNGKAPAN
(BEBASAN,
SALOKA, DAN
PARIBASA)
Mendiskripsik
an Nilai
Kearifan Lokal
Budaya Jawa
Lewat
Ungkapan
(Bebasan,
Saloka, dan
Paribasa)
Pendekatanku
alitatif dan
jenis
penelitian
deskriptif.
Ungkapan-ungkapan dalam
bahasa Jawa mengandung
banyak nilai ajaran moral
yang mungkin bisa diterima
oleh etnis lain. Nilai-nilai itu
antara lain (a) ungkapan
yang menggambarkan
hubungan manusia dengan
Tuhan, (b)ungkapan yang
menggambarkan hubungan
manusia dengan manusia, (c)
ungkapan yang
menggambarkan sikap dan
pandangan hidup, (d)
ungkapan yang
menggambarkan tekad kuat.
Di samping itu, ada ungkapan
yang mencerminkan sikap
yang buruk dan tidak perlu
dikembangkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Budaya dalam wujudnya
27
Dari hasil penelitian diatas, memiliki kesamaan yaitu terkait dengan kebudayaan
dan kearifan lokal. Adapun perbedaan yang lebih spesifik dari apa yang penulis
teliti sekarang yaitu mengenai peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan
dapat berupa budaya materi
dan nonmateri. Keduanya
menjadi alat perekat
masyarakat. Budaya dapat
diamati melalui unsur bahasa,
antara lain melalui kosakata
dan ungkapan-ungkapannya.
Konsep nilai budaya materi
dianggap bernilai tinggi bila
dibandingkan dengan budaya
nonmateri (cara berpikir, cara
memandang sesuatu) pada
zamannya. Kecenderungan
sekarang konsep nilai budaya
nonmateri semakin pudar
karena pengaruh konsep
kehidupan materi yang
dianggap sebagai ciri
kebudayaan modern.
Zulkarnain
, Asdi
Agustar,
Rudi
Febriaman
syah
KEARIFAN
LOKAL
DALAM
PEMANFAAT
AN DAN
PELESTARIA
N
SUMBERDA
YA PESISIR
(Studi Kasus di
Desa Panglima
Raja
Kecamatan
Concong
Kabupaten
Indragiri Hilir
Propinsi Riau)
Mengidentifika
si dan
menganalisis
peran
kelembagaan
lokal yang
berkaitan
dengan
kearifan lokal
tersebut.
Penelitian ini
menggunakan
metode studi
kasus dengan
pendekatan
kualitatif,
menghasilkan
data deskriptif.
Peran lembaga adat terhadap
kearifan lokal mengalami
kemunduran sejakzaman
kerajaan. Pemerintahan
nasional meneruskan saja
sistem dan cara-cara yang
sudah berlaku. Lembaga
pemerintahan desa dalam hal
ini belum berperan maksimal
dalam mengakomodir nilai-
nilai kearifan lokal secara
partisipatif. Oleh karna itu
Peran lembaga pemerintahan
desa diharapkan mampu
membuat perdes yang
mangakomodir nilai, norma
dan prinsip yang dianut
masyarakat lokal.
28
lokal. Namun penelitian ini akan menjadi acuan bagi penulis untuk meneliti yang
terkait dengan kebudayaan dan kearifan lokal.
2.9 Kerangka Pikir
Gambar 1.
Kerangka Pikir