bab 2 mata local anasthetics
DESCRIPTION
tinjauan pustaka local anasthetin in segment anteriorTRANSCRIPT
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Operasi mata segmen anterior umumnya dilakukan dengan anestesi lokal.
Teknik anastesi lokal semakin populer pada operasi mata. Saat ini ahli anastesi
menyediakan teknik anestesi yang bervariasi. Setiap teknik mempunyai resiko dan
keuntungan masing-masing, dan berhasil jika dilakukan dengan benar. Pemilihan
teknik didasarkan pada individualisasi sesuai dengan kebutuhan pasien. 1
Operasi mata telah dilakukan dengan sedikit atau tanpa anestesi selama
hampir 1000 tahun. Pada tahun 1884, Carl Koller menemukan hidroklorida kokain
sebagai agen anestesi topikal pada operasi mata dan Herman Knapp menggunakan
kokain untuk injeksi retrobular.1,2
Anastesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa
disertai kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan
bersifat reversibel. Obat anastesi lokal terutama berfungsi untuk mencegah atau
menghilangkan sensasi nyeri dengan memutuskan konduksi impuls saraf yang
bersifat sementara.3,4
Dalam oftalmologi, general anastesi jarang sekali digunakan. Prosedur
yang dikerjakan pada mata dan adneksanya merupakan pendekatan terbaik dengan
variasi regional atau local anastesia. Anastesi dapat diperoleh dengan
memblocking nervus sensoris yang mempersarafi mata dan kulit kelopak serta
jaringan sekitarnya. anastesi jenis ini biasa disebut dengan “block”. Local
anastesi dapat juga dicapai dengan dalam jangka waktu yang lebih cepat dengan
injeksi langsung pada jaringan, tanpa memblocking nervus yang mempersarafi.
Sebagai tambahan, karena permukaan mata lebih banyak terpapar dengan dunia
luar, maka untuk memudahkan dapat dilakukan pemberian anastesi secara
langsung dengan cara penggunaan tetes mata.3,4,5
1
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
Untuk itulah penulis ingin membahas lebih dalam mengenai anastesi lokal
pada anterior segmen, selain sebagai tugas telaah ilmiah, juga sebagai syarat
untuk menjalani kegiatan kepanitraan senior (KKS) di departemen Ilmu Penyakit
Mata RSUP Haji Adam Malik Medan. Telaah ilmiah ini juga diharapkan dapat
digunakan pembaca untuk menambah ilmu, khususnya mengenai anastesi lokal
pada segmen anterior.
2
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mekanisme Kerja Anastesi
Obat anastesi lokal diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan
struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester. Masing-masing golongan
mempunyai kaitan pada struktur kimianya.3
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anastesi lokal:
Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
Aman
Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat
pada membrane mukosa
Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka
waktu yang yang cukup lama
Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil
terhadap pemanasan.7
Golongan amida, meliputi bupivakain, dibukain, etidokain, lidokain,
mepivakain dan prilokain. Golongan ini dihidrolisis oleh enzim mikrosom hepar
dan diekskresikan melalui ginjal. Golongan ester, meliputi benzokain,
kloroprokain, kokain, prokain dan tetrakain. Golongan ini dihidrolisis di dalam
plasma dan hepar oleh enzim pseudokolinesterase dan diekskresikan melalui
ginjal.3
Semua obat anastesi bekerja dengan memblok transmisi impuls neural dari
ujung saraf pada kulit kelopak, konjungtiva atau kornea kedalam badan sel saraf
dan kembali keotak. Secara kimiawi, hal ini terjadi penghambatan sodium channel
dan pencegahan depolarisasi nervus, oleh karena itu, terjadi penghambatan
konduksi impulse secara fisiologis.4,7
3
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
Tergantung dari formulasi anastesinya, onset kerja dan durasi dapat
dikontrol. Pertama obat anastesi sangat cepat dimetabolisme, kerja jangka
panjangnya dapat bertahan selama beberapa jam. Durasi kerja dari anastesi lokal
tergantung dari efek terhadap fisiologis obat tersebut. Pada konsentrasi rendah,
kebanyakan obat anastesi lokal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah.
Dalam konsentrasi dan volume tinggi kebalikannya, dapat terjadi dilatasi
pembuluh darah. 5
2.2 Jenis Anastesi Lokal pada Segmen Anterior Mata
2.2.1 Anastesi topikal
Anastesi topikal berguna untuk sejumlah prosedur diagnostic dan
terapeutik, termasuk tonometri, pembuangan benda asing atau jahitan, gonioskopi,
kerokan konjungtiva, dan tindakan bedah ringan pada kornea dan konjungtiva,
dan test fungsi air mata juga menggunakan anastesi topikal juga. Satu dua tetes
biasanya sudah cukup, namun dosisnya dapat diulang selama tindakan
berlangsung.3
Anestesi lokal memblok ujung saraf trigeminal hanya pada kornea dan
konjungtiva, meninggalkan struktur intraokular di segmen anterior. Proparacaine,
tetracaine, dan benoxinate adalah obat anastesi yang paling umum digunakan.
Untuk praktisnya dikatakan bahwa obat ini memiliki potensi anastetik yang
ekuivalen. Larutan cocain 1-4% juga dapat dipakai sebagai anastesia topikal. 8,12
Tetracaine banyak digunakan dalam anastesi topikal dan dapat digunakan
untuk penggunaan tunggal baik dalam drop atau ampul. Proparacaine dan
benoxinate efektif untuk ujung saraf kornea melalui pemberian topikal. Formula
tersebut merupakan formulasi dengan tingkat osmotic yang tinggi dan
memberikan rasa perih dan terbakar merupakan formulasi dengan tingkat osmotic
yang tinggi, dan memberikan rasa perih dan terbakar saat diberikan. Kadang –
kadang dilusi anastesi topikal yang diimbangi dengan larutan garam dapat
4
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
mengurangi perasaan tidak nyaman ketika tetesan pertama diteteskan. Drop
anastesi topikal tidak boleh diresepkan untuk penggunaan pasien dirumah.3,4
1. Proparacaine hydrochloride (ophtaine, dll )
Sediaan : larutan 0,5 % sediaan kombinasi proparacain dan flourescen
tersedia sebagai flouracaine.
Dosis : 1 tetes dan diulangi bila perlu
Mula dan lama kerja : anastesi mulai bekerja dalam 20 detik dan bertahan 10-
15 menit
Catatan : paling sering iritasinya diantara obat – obat mata topikal
2. Tetracaine hydrochloride (pontocaine)
Sediaan : larutan 0,5 % dan salep 0,5 %
Dosis : 1 tetes dan diulangi bila perlu
Mula dan lama kerja : mulai bekerja dalam 1 menit dan bertahan selama 15 –
20 menit
Catatan : nyeri saat diteteskan
3. Benoxinate hydrochlodirde
Sediaan : larutan 0,4%
Dosis : 1 tetes dan diulangi bila perlu
Mula dan lama kerja : mulai bekerja 1-2 menit dan bertahan selama 10 – 15
menit.
Catatan : benoxinate 0,4 % dan flourescin dapat dipakai sebelum tonometri
aplanasi. 8
2.2.2 Anastesi Suntikan
5
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
Khususnya salah satu anastesi amida yang dikombinasikan dengan long-
act ester anastesi untuk mendapatkan efek anastesi sensorik dan motorik jangka
panjang. Campuran tersebut dapat disuntikan langsung ke dalam cone otot orbita ,
memblok nervus mototik dan sensoris mata. Penyuntikan anastesi juga dapat
diberikan pada m.orbicularis (van lint block), kedalam nervus ketujuh
sebagaimana penyuntikan sebagaimana penyuntikan ini melintasi tulang maxilla,
untuk memblok nervus (O’brien blok) atau langsung dimasukkan ke dalam
foramen stylomastoid, untuk memblok motorik otot wajah secara lengkap dari
samping (Atkinson block).3
Lidokain, procain, mepivacain adalah anastesi local yang umum dipakai
untuk operasi mata. Obat yang bekerja lebih lama seperti bupivacaine dan
etidocaine sering dicampurkan dengan anastesi lain untuk memperpanjang kerja.
Anastesi local sangat aman bila dipakai hati – hati. Namun dokter harus sadar
akan potensi toksik sistemik bila terjadi penyerapan cepat dari tempat suntikan,
pada kelebihan dosis atau tanpa sengaja suntikan intravena.8
Penambahan hyalorunidase memudahkan penyebaran anastesi dan
memperpendek onset sampai 1 menit. Dengan alasan ini, hyalorunidase sering
dipakai pada penyuntikan retrobulbar sebelum ekstraksi katarak. Sampai 4-5 cc,
dapat disuntikkan dibelakang bola mata dengan relative aman. Anastesi suntik
yang paling banyak dipakai optalmolog pada pasien tua, yang rentan terhadap
aritmia jantung. Karenanya jangan pakai epinefrin dengan konsenterasi melebihi
1 : 200.000. 5,8
1. Lidocain hydrochloride (xylocaine)
Berkat kerjanya yang cepat dan lama (1-2 jam), lidokain menjadi anastesi
local yang paling sering dipakai. Anastesi ini dua kali lebih poten daripada
prekain. Sampai 30 cc larutan 1% tanpa epinefrin, dapat dipakai dengan
aman. Pada operasi katarak, 15 – 20 cc umumnya lebih cukup. Dosis
maksimal yang aman adalah 4,5 mg/Kg tanpa epinefrin dan 7 mg/Kg dengan
epinefrin.
6
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
2. Procaine hydrochloride (novacaine)
Sediaan : larutan 1%, 2% dan 10%
Dosis : kira – kira 50 cc larutan 1% dapat disuntikkan tanpa menimbulkan
efek sistemik. Dosis maksimal yang aman adalah 10 mg/Kg
Lama kerja : 45 – 60 menit
3. Bupivacaine hydrochloride (marcaine, sensorcaine)
Sediaan : larutan 0,25%, 0,5% dan 0,75%
Dosis ; larutan 0,75% paling sering dipakai dalam ophtalmologi. Dosis aman
maksimum untuk dewasa adalah 250 mg dengan epinefrin dan 200 mg tanpa
epinefrin. Bupivacaine sering dicampur dengan lidocain dengan perbandingan
50 : 50.
4. Etiocaine hydrochloride (duranest)
Sediaan : larutan 1% dan 1,5 %
Dosis : dosis maksimum yang aman adalah 4 mg/Kg tanpa epinefrin dan 5,5
mg/Kg dengan epinefrin. Obat ini sering dicampurkan dengan lidokain untuk
anastesi local pada bedah mata
Mula dan lama kerja : mula kerja lebih lambat daripada lidocaine, namun
lebih cepat dari pada bupivicaine. Lama kerja kira- kira dua kali lidocaine
( 4-8 jam ).8
2.3 Teknik Anastesi pada Mata
2.3.1 Anastesi Retrobulbar
7
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
Anestesi retrobulbar merupakan gold standard anestesi pada mata. Dalam
teknik ini, anastesi lokal diinjeksi dibelakang dalam mata berbentuk kerucut pada
otot ekstraokular. Jarum tipe 25 ditusukkan pada kelopak mata bawah perbatasan
pertengahan dan 1/3 lateral orbita (biasanya 0,5 cm medial ke lateral kantus).
Pasien diintruksikan agar melihat ke supranasal pada saat jarum ditusukkan 3,5
cm di bagian apex otot conus. Setelah aspirasi untuk menghindari injeksi
intravaskuler, 3-5 ml dari anastesi lokal injeksikan dan jarum digerakkan kembali.
Pemblokan nervus fasial diperlukan untuk mencegah berkedip. Karena gerakan
kontrol ekstraconal, otot oblik superior sering tetap berfungsi. Pemilihan anastesi
lokal bervariasi, tapi lidokain dan bupivakain yang paling banyak dipakai.
Hialuronidase, merupakan hidriser dari jaringan penunjang polisakarida, sering
ditambahkan untuk penyebaran retrobulbar dari anastesi lokal. Keberhasilan blok
retrobulbar dihubungkan dengan adanya anastesi, akinesi dan mencegah refleks
okulosefalik (mata tidak dapat digerakan selama kepala berputar).
Injeksi retrobulbar biasanya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan
perdarahan (karena resiko perdarahan retrobulbar), miopia yang berat (panjang
bola mata meningkat dan beresiko untuk perforasi), atau trauma mata terbuka
(tekanan dari injeksi cairan belakang mata menyebabkan ektrusi intraokuler
menembus luka).6,9,10
Retrobulbar anesthesia.2
2.3.2 Anastesi Peribulbar
8
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
Anastesi peribulbar menjadi pilihan karena beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi jika menggunakan teknik retrobulbar. Pada teknik peribulbar,
jarum suntik hanya di sekitar orbita sehingga arah jarum tidak perlu dibelokkan ke
arah retrobulbar, dengan demikian sangat kecil resiko untuk mengalami
komplikasi berat seperti ruptur sklera ataupun trauma pada nervus optikus.
Efek anastesi dengan teknik peribulbar lebih lambat timbul dibandingkan
retrobulbar, yaitu membutuhan waktu sekitar 8-12 menit untuk efek anastesi dan
akinesia yang adekuat, sedangkan masa kerjanya sama dengan retrobulbar. Hal ini
mengingat pada teknik retrobulbar zat anastesi yang disuntikkan langsung
mencapai cabang utama saraf nervus III, IV, V dan VI yang berada di daerah
konus tempat insersi otot-otot ekstraokuler. Volume anestesi yang disuntikkan
lebih besar daripada injeksi retrobulbar biasanya 6-12 ml.Volume yang lebih
besar memungkinkan anestesi lokal untuk menyebar ke korpus adiposum seluruh
orbit, termasuk ruang intrakranial, dimana saraf yang akan diblokir berada.
Cara melakukan teknik peribulbar yaitu dimana jarum suntik tidak perlu
diarahkan ke daerah retrobulbar tetapi cukup tegak lurus saja menyusuri pinggir
orbita. Jarum yang digunakan adalah ukuran 25 dengan panjang jarum 1.25 inci.
Pada saat awal melakukan penyuntikan, yaitu pada lokasi daerah 1/3 temporal dan
ketika jarum baru masuk beberapa milimeter, dapat disuntikkan sedikit zat
anastesi (1 cc) untuk mengurangi rasa sakit. Kemudian jarum diteruskan sampai
mencapai daerah ekuator bola mata (kedalaman sekitar 3 cm), dimana sebanyak 4
cc cairan anastesi disuntikkan setelah sebelumnya dilakukan aspirasi untuk
memastikan bahwa tidak ada darah yang di aspirasi. Setelah itu jarum ditarik
tegak lurus sampai keluar dan dapat diberikan suntikan kedua yaitu pada bagian
atas di daerah nasal sebanyak 2 cc untuk menambah efek akinesia. 6,9,10
9
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
2.3.3 Anastesi Sub-Konjungtiva
Pada teknik subkonjungtiva digunakan jarum suntik ukuran 1 mL dengan
jarum 25 lalu disuntikkan larutan lidokain sebanyak 0,5-1 mL dibawah
konjungtiva. Daerah subkonjungtiva yang disuntik dipilih daerah superior, karena
merupakan daerah yang paling longgar. Upayakan juga agar saat menusukkan
jarum tidak mengenai pembuluh darah konjungtiva agar mencegah terjadinya
pendarahan subkonjungtiva. Pendarahan subkonjungtiva ini memang akan
menghilang setelah beberapa hari, tetapi secara kosmetik akan lebih baik jika kita
berupaya agar pendarahan subkonjungtiva seminimal mungkin. Arah bevel jarum
sebaiknya mengarah ke bagian sklera, agar zat anastesi dapat langsung masuk ke
rongga subkonjungtiva.
Apabila dirasakan efek anastesi kurang dapat diberikan suntikan tambahan
saat operasi berlangsung, misalnya pada bagian inferior bola mata. Setelah
penyuntikan, larutan anastesi yang masih berada dibawah jaringan subkonjungtiva
disebarkan dengan cara penekanan menggunakan putik kapas steril (cotton tip
applicator). Efek anastesi berlangsung cukup cepat yaitu 1-2 menit dan poperasi
dapat segera dimulai terutama jika melakukan operasi dengan teknik clear corneal
incision. 6,9,10
10
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
2.3.4 Anastesi Sub-Tenon
Anastesi sub-tenon dapat dijadikan pilihan karena memberikan beberapa
keuntungan seperti resiko anastesi yang sangat minimal dibandingkan dengan
teknik retrobulbar, tetap dapat mencapai akinesia dari bola mata, serta jumlah obat
anastesi yang digunaakan sangat sedikit (1-2 cc). Beberapa hal yang kurang
menguntungkan sehingga kita kurang tertarik dengan teknik sub-tenon yaitu
secara kosmetik masih menyebabkan terjadinya pendarahan sub-konjungtiva dan
harus menggunakan jarum jenis khusus, serta melakukannya lebih sulit
dibandingkan teknik anastesi subkonjungtiva.9,11
2.4 Komplikasi Anastesi Pada Mata
Komplikasi anastetik terutama berkaitan dengan tipe anastesia yang
digunakan. Komplikasi ini jarang terjadi pada anastesia topikal dan subtenon dan
sering terjadi pada anastesia retrobulbar dan peribulbar. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah :
1. Pendarahan retrobulbar
Hal ini dapat terjadi pada injeksi retrobulbar atau peribulbar. Biasanya
terdapat protopsis, bola mata yang tegang, dan kesulitan dalam membuka kelopak
mata. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah pemijatan dengan tangan
sesegera mungkin selama 15 – 20 menit. Hal ini akan menghentikan pendarahan .
Periksa tekanan intra okular dengan palpasi kemudian operasi dapat dilakukan .
tekanan intraokular dapat juga diturunkan dengan kantotomi lateral. Jika TIO
tidak dapat dilakukan maka pembedahan ditunda dan diberikan obat – obat anti
glaukoma.
2. Perforasi bola mata
Komplikasi ini sering ditemui selama atau dengan injeksi retrobulbar.
Terkadang dapat ditemukan juga kerusakan nervus optikus. Untuk menghindari
komplikasi ini maka sebaiknya anastesia peribulbar dilakukan dengan jarum
11
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
pendek. Diagnosis dini perforasi bola mata sangatlah penting. Biasanya
terdiagnosis dengan hipotoni mendadak. Penatalaksanaan dengan evaluasi mata
yang lengkap untuk mencari tempat perforasi. Lokasi perforasi ini biasanya
ditutup dengan krioterapi. Evaluasi perifer untuk mengecek status retina jika
terjadi break atau ablasio pada retina maka harus ditatalaksana dengan tepat.
3. Pendarahan subkonjungtiva
Keadaan ini biasanya didapatkan dengan anastesia peribulbar subtenon
dan injeksi retrobulbar. Untuk membedakannya dengan perdarahan retrobulbar,
warnanya merah segar dan TIO normal.
4. Kemosis
Diatasi dengan membuat insisi subkonjunctiva dan drainase cairan dari
pembengkakan.
5. Komplikasi terhadap nervus VII
Blok terhadap nervus fascial proximal mungkin menyebabkan disfagia
atau mungkin obstruksi respirasi dan menyebar ke glossofaringeal, vagus dan
nervus accesory spinal.
6. Alergi
Alergi terhadap anastesi dan hualoronidase sangatlah jarang.
7. Oculocardiac reflex
Kejadian ini sangat jarag terjadi, hal ini disebabkan karena terjadi reaksi
vasovagal. 9,10, 12
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
12
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
Anastesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa
disertai kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan
bersifat reversibel. Obat anastesi lokal terutama berfungsi untuk mencegah atau
menghilangkan sensasi nyeri dengan memutuskan konduksi impuls saraf yang
bersifat sementara.
Obat anastesi pada anastesi lokal mata bekerja dengan cara memblok
transmisi impuls neural dari ujung saraf pada kulit kelopak, konjungtiva atau
kornea ke dalam badan sel saraf dan kembali ke otak. Secara kimiawi, hal ini
terjadi akibat penghambatan sodium channel dan pencegahan depolarisasi nervus,
oleh karena itu, terjadi penghambatan konduksi impulse secara fisiologis.
Pada pemakaian anastesi lokal pada mata ada beberapa teknik yang bisa
dipilih mulai dari teknik topikal yang biasa dipakai pada pembedahan minor
sampai teknik retrobulbaris yang digunakan untuk operasi dalam skala yang lebih
besar. Layaknya semua operasi walaupun memakai teknik lokal masih memiliki
efek samping. Terutama pada pemakaian teknik retrobulbar dan subtenon. Efek
samping yang bisa timbul adalah pendarahan retrobulbar yang dikhawatirkan
dapat memicu terjadinya peningkatan TIO yang akan berakhir dengan terjadinya
glaukoma.
Meskipun ada berbagai teknik anestesi yang tersedia masing-masing
teknik memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Pemilihan teknik anestesi
harus didasarkan pada individual berdasarkan kebutuhan spesifik pasien serta ahli
anestesi dan dokter bedah yang terampil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jaichandran , VV. 2013. Ophtalmic Regional Anesthesia. Indian Journal of
Anesthesia.
13
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Prisca Meirinda HrpNIM : 080100020
2. Ripart, Jacques. 2013. Local and Regional Anesthesia for Eye Surgery. In
The New York School of Regional Anesthesia.
3. Duvall, B., Kershner, R., 2002. Anesthetics. In Ophtalmic Medications and
Pharmacology. Second Edition. USA: Slack Incorporated. 70-73.
4. Bartlett, J.D., Jaanus, J.D, 2008. Local Anesthetics. Fiscella, R. G.,
Holdeman, N.R., Prokopich, C.L., ed. In Clinical Ocular Pharmacology.
Fifth Edition. USA: Elsevier Inc. 85-95.
5. Crick, R.P., Khaw, P.T., 2003. Local Anaesthetic Agents. In a textbook of
Clinical Ophthalmology. 3rd edition. Singapore: World Scientific Publishing
Co.611-614.
6. Khurana, A.K., 2007. Ophtalmic Instruments and Operative Ophthalmology.
In Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: New Age
International Ltd.
7. Hopkins, G., Pearson, R., 2007. Local Anaesthetics. In Ophthalmic Drugs:
Diagnostic and Theurapeutic Uses. Fifth Edition. USA: Elsevier Inc. 139-
147.
8. Eva, R.P., Whitcher, J. P., 2008. Commonly used eye medications:
Introduction. In General Ophthalmology. 17th edition. USA: McGraw Hill.
1-2.
9. Ripart, J., Nouvellon, E., Chaumeron, A., 2005. Regional Anesthesia for Eye
Surgery. In Regional Anesthesia and Pain Medicine, Vol 30, No 1. 72-2
10. Salahuddin, A., 2010. Intra Peribulbar Block: A Modality in Ambulatory
Anesthesia for Ophthalmic Evisceration Surgery. In Anastesia & Critical
Care, Vol 28 No. 2 Mei 2010. 71-79
11. Fasih, U., et al., 2010. Safety and Efficcacy of Subtenon Anesthesia in
Anterior Segment Surgeries. 133-136
12. Rubin, A.P., 1995. Complication of local anaesthesia for ophthalmic surgery.
In British Journal of Anaesthesia. 93-96
14