bab ii landasan teori 2.1. gempa bumi

29
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi Gempa merupakan suatu fenomena getaran atau guncangan pada permukaan bumi akibat pelepasan energi secara tibatiba dari dalam bumi yang menghasilkan gelombang seismik. Gempa juga merupakan salah satu fenomena alam yang menghasilkan energi besar dan bersifat destruktif, terutama untuk daerah-daerah tempat peradaban manusia berkembang. Menurut Prawirodikromo (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa kerusakan akibat gempa bumi dibagi menjadi 2 bagian pokok, yaitu kerusakan pada infrastruktur dan bangunan fisik di atas permukaan tanah dan kerusakan lingkungan dari dalam tanah dan merambat dampaknya ke permukaan tanah. Kerusakan tanah yang umum terjadi diantaranya adalah penurunan tanah (settlement), perilaku abnormal pada stabilitas lereng seperti tanah longsor (landslide and slope stability problems), batu longsor (rockslides), batu jatuh (rockfalls), dan yang paling fenomenal dalam dekade ini adalah likuifaksi (liquefaction). Pembelajaran mengenai proses terjadinya gempa dan karakteristiknya perlu dilakukan untuk meminimalisir efek kerusakan yang ditimbulkan di masa yang akan datang. 2.1.1. Pengelompokan Jenis Tanah Setiap jenis tanah memiliki karakteristik yang beragam berdasarkan kecepatan rambat gelombang, test penetrasi standar, dan kuat geser niralir. Karena karakteristik yang berbeda tersebut maka terdapat pengelompokan jenis tanah berdasarkan SNI 1726-2019 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pengelompokan jenis tanah Kelas Situs Cepat Rambat Gelombang Geser Rata- rata, Vs (m/detik) Hasil Test Penetrasi Standar Rata-rata, N atau NCH Kuat Geser Niralir Rata-rata, Su (kPa) SA (Batuan keras) > 1500 N/A N/A SB (Batuan) 750 1500 N/A N/A SC (Tanah keras, sangat padat dan batuan lunak) 359 750 > 50 ≥ 100

Upload: others

Post on 03-Jan-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Gempa Bumi

Gempa merupakan suatu fenomena getaran atau guncangan pada

permukaan bumi akibat pelepasan energi secara tiba–tiba dari dalam bumi yang

menghasilkan gelombang seismik. Gempa juga merupakan salah satu fenomena

alam yang menghasilkan energi besar dan bersifat destruktif, terutama untuk

daerah-daerah tempat peradaban manusia berkembang.

Menurut Prawirodikromo (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa

kerusakan akibat gempa bumi dibagi menjadi 2 bagian pokok, yaitu kerusakan pada

infrastruktur dan bangunan fisik di atas permukaan tanah dan kerusakan lingkungan

dari dalam tanah dan merambat dampaknya ke permukaan tanah. Kerusakan tanah

yang umum terjadi diantaranya adalah penurunan tanah (settlement), perilaku

abnormal pada stabilitas lereng seperti tanah longsor (landslide and slope stability

problems), batu longsor (rockslides), batu jatuh (rockfalls), dan yang paling

fenomenal dalam dekade ini adalah likuifaksi (liquefaction). Pembelajaran

mengenai proses terjadinya gempa dan karakteristiknya perlu dilakukan untuk

meminimalisir efek kerusakan yang ditimbulkan di masa yang akan datang.

2.1.1. Pengelompokan Jenis Tanah

Setiap jenis tanah memiliki karakteristik yang beragam berdasarkan

kecepatan rambat gelombang, test penetrasi standar, dan kuat geser niralir. Karena

karakteristik yang berbeda tersebut maka terdapat pengelompokan jenis tanah

berdasarkan SNI 1726-2019 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pengelompokan jenis tanah

Kelas Situs

Cepat Rambat

Gelombang Geser Rata-

rata,

Vs (m/detik)

Hasil Test

Penetrasi

Standar

Rata-rata,

N atau NCH

Kuat Geser Niralir

Rata-rata,

Su (kPa)

SA (Batuan keras) > 1500 N/A N/A

SB (Batuan) 750 – 1500 N/A N/A

SC (Tanah keras, sangat padat

dan batuan lunak) 359 – 750 > 50 ≥ 100

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

12

Tabel 2.1 (lanjutan)

Kelas Situs

Cepat Rambat

Gelombang Geser Rata-

rata,

Vs (m/detik)

Hasil Test

Penetrasi

Standar

Rata-rata,

N atau NCH

Kuat Geser Niralir

Rata-rata,

Su (kPa)

SD (Tanah sedang) 175 - 350 15 – 50 50 – 100

SE (Tanah lunak)

< 175 < 15 < 50

Atau setiap tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah

dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Indeks plastisitas, PI > 20

2. Kadar air, 𝑤 ≥ 40 %

3. Kuat geser tak terdrainase Su < 25 kPa

SF (Tanah khusus, yang

membutuhkan investigasi

geoteknik spesifik dan analisis

respons spesifik)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih

dari karakteristik berikut:

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban

gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif,

tanah tersementasi lemah

- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3

m)

- Lempung berplastiitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m

dengan indeks plastisitas PI > 75)

- Lapisan lempung lunak/setengah teguh (ketebalan H > 35 m

dengan Su <50 kPa)

Keterangan: N/A = Tidak dapat dipakai

Sumber: SNI 1726-2019

Berdasarkan Tabel 2.1, terdapat nilai Vs, N, dan Su yang merupakan nilai

rata-rata berbobot besaran itu dengan tebal lapisan tanah sebagai besaran

pembobotnya. Dijelaskan dalam SNI 1726-2019, nilai tersebut diperoleh melalui

persamaan-persamaan sebagai berikut:

�̅�𝑠 = ∑ 𝑡𝑖

𝑚𝑖=0

∑ 𝑡𝑖𝑚𝑖=0 /𝑣𝑠𝑖

..................................................................................................... (2.1)

�̅� = ∑ 𝑡𝑖

𝑚𝑖=0

∑ 𝑡𝑖𝑚𝑖=0 /𝑁𝑖

...................................................................................................... (2.2)

𝑆�̅�= ∑ 𝑡𝑖

𝑚𝑖=0

∑ 𝑡𝑖𝑚𝑖=0 /𝑆𝑢𝑖

..................................................................................................... (2.3)

Keterangan:

m : Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar

ti : Tebal lapisan tanah ke-i

vsi : Kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan tanah ke-i

Ni : Nilai hasil Test Penetrasi Standar (SPT) lapisan tanah ke-i

Sui : Kuat geser niralir lapisan tanah ke-i

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

13

2.1.2. Percepatan Puncak Batuan Dasar (PGA) di Indonesia

Percepatan puncak batuan dasar (PGA) adalah besaran yang sama dengan

percepatan tanah maksimum yang terjadi pada saat gempa di lokasi tertentu

(Douglas, 2003). Nilai PGA sama dengan amplitudo percepatan absolut terbesar

yang tercatat pada akselerogram di suatu lokasi selama gempa tertentu. Guncangan

gempa umumnya terjadi di ketiga arah. Oleh karena itu, PGA sering kali dipecah

menjadi komponen horizontal dan vertikal. PGA horizontal umumnya lebih besar

daripada PGA dalam arah vertikal tetapi hal ini tidak selalu benar, terutama di dekat

gempa bumi besar.

PGA dapat ditentukan nilainya berdasarkan Peta Gempa Indonesia Tahun

2019 yang disediakan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 1726-

2019 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan

gedung dan non-gedung sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta persebaran Percepatan Puncak Batuan Dasar (PGA) di Indonesia tahun 2019

(Sumber: SNI 1726-2019)

Dalam perhitungan analisis percepatan pada permukaan tanah harus

menganalisis lapisan tanah pada lokasi penelitian, dalam hal ini data lapisan tanah

diperoleh berdasarkan pengujian SPT dan CPT. Selanjutnya nilai amplifikasi PGA

dapat ditentukan berdasarkan pengelompokan jenis tanah seperti yang disajikan

pada Tabel 2.2.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

14

Tabel 2.2 Nilai amplifikasi PGA berdasarkan pengelompokan jenis tanah

Kelas Situs PGA ≤ 0,1 PGA = 0,2 PGA = 0,3 PGA = 0,4 PGA = 0,5 PGA ≥ 0,6

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

SC 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2

SD 1,6 1,4 1,3 1,2 1,1 1,1

SE 2,4 1,9 1,6 1,4 1,2 1,1

SF Perlu investigasi geoteknik khusus dan analisis respon situs yang spesifik

Sumber: SNI 1726-2019

Untuk proses analisis evaluasi potensi likuifaksi dibandingkan terhadap

percepatan tanah puncak pada lokasi studi, kelas situs, magnitude gempa, dan

karakteristik sumber sesuai dengan percepatan gempa maksimum yang diketahui

berdasarkan peta gempa. Percepatan puncak batuan dasar ditentukan dengan

mempertimbangkan pengaruh amplifikasi spesifik, FPGA sesuai dengan kelas situs

tanah pada lokasi yang ditinjau, dicocokkan dengan Tabel 2.2. Dijelaskan dalam

SNI 1726-2019 nilai percepatan tanah puncak dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

𝑃𝐺𝐴𝑀 = 𝐹𝑃𝐺𝐴 × 𝑃𝐺𝐴 ...................................................................................... (2.4)

Keterangan:

PGAM : Percepatan puncak gempa di permukaan tanah yang telah disesuaikan

dengan pengaruh amplifikasi kelas situs tanah

FPGA : Faktor amplifikasi berdasarkan kelas situs tanah pada Tabel 2.2

PGA : Percepatan puncak gempa di batuan dasar.

2.2. Likuifaksi

Likuifaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah secara

tiba-tiba akibat getaran gempa. Lapisan tanah yang rawan terjadi likuifaksi adalah

lapisan tanah yang terdiri dari lapisan pasir lepas. Casagrande (1975) dalam

komentarnya mengenai penelitian tanah likuifaksi menjelaskan lapisan pasir akan

berubah menjadi seperti cairan pada waktu terjadi guncangan (gempa bumi)

sehinga tekanan air pori meningkat, karena tekanan airnya meningkat, jarak antar

partikel pasir menjadi semakin renggang, hal ini menyebabkan kekuatan dan daya

dukung lapisan tanah tersebut berkurang drastis sehingga tidak mampu menopang

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

15

beban di atasnya. Ilustrasi mengenai keruntuhan tanah akibat likuifaksi disajikan

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ilustrasi keruntuhan tanah akibat likuifaksi

(Sumber: Sasaki Y. et al, 2012)

2.2.1. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulumb

Dalam kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, suatu material mengalami

keruntuhan akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan tegangan geser.

Hubungan antara ketahanan geser, tegangan normal, kohesi dan sudut gesekan

internal dijelaskan oleh Das (1983) melalui persamaan Coulomb (1776) sebagai

berikut:

𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎𝑛 𝑡𝑎𝑛 (∅) ...................................................................................... (2.5)

Keterangan:

𝜏𝑓 : Ketahanan geser (kg/cm2)

C : Kohesi antara partikel (kg/cm2)

𝜎𝑛 : Tegangan normal

Ø : Sudut geser internal

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

16

Persamaan 2.5 dituangkan dalam grafik kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb

sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Grafik kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb

(Sumber: Das, 1983)

Dengan jarak partikel yang rapat interaksi antara partikel solid akan saling

mengikat satu sama lain. Adanya rongga berupa pori antar partikel membuat

partikel solid akan memampat ketika diberikan tegangan. Jika ada air yang mengisi

pori tersebut maka air juga ikut menahan tegangan yang diberikan. Seperti sifat

fluida lainnya, air tidak dapat menahan tegangan yang diberikan dan berusaha untuk

keluar. Tekanan yang disebabkan oleh fenomena ini disebut tekanan air pori.

Naiknya tekanan air yang disebabkan oleh gempa, nilai tegangan efektif tanah pun

akan berkurang. Kondisi ini dapat dinyatakan dengan persamaan yang dinyatakan

oleh Das (1983) sebagai berikut:

𝜎𝑣′ = 𝜎𝑣 − 𝑢 ...................................................................................................... (2.6)

Keterangan:

𝜎𝑣′ : Tegangan efektif (kg/cm2)

𝜎𝑣 : Tegangan normal total (kg/cm2) = 𝛾𝑠 × 𝐻

𝑢 : Tekanan air pori (kg/cm2) = 𝛾𝑤 × 𝐻

𝛾𝑠 : Berat jenis tanah jenuh (kg/m3)

𝛾𝑤 : Berat jenis air pori (kg/m3)

𝐻 : Tebal lapisan tanah (m)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

17

Likuifaksi terjadi karena tanah kehilangan ketahanan gesernya. Berdasarkan

Persamaan 2.5 dan Persamaan 2.6, untuk kehilangan ketahanan gesernya tanah

harus kehilangan ikatan kohesi antar partikelnya. Kriteria ini hanya dapat dipenuhi

oleh tanah pasir yang tidak berkohesi dan lepas, serta berada dalam keadaan jenuh.

Grafik keruntuhan untuk tanah pasir disajikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Grafik kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb tanah pasir

(Sumber: Das, 1983)

2.2.2. Analisis Kuantitatif Potensi Likuifaksi

Analisis potensi likuifaksi secara kuantitatif dilakukan apabila salah satu

kriteria dalam analisa potensi likuifaksi secara kualitatif terpenuhi, sehingga perlu

dilakukan analisis lanjutan untuk memperkuat prediksi terhadap likuifaksi. Metode

yang sering digunakan untuk proses analisis potensi likuifaksi secara kuantitatif

adalah metode simplified seed dan untuk menganalisis tingkat kerusakan akibat

likuifaksi digunakan metode liquefaction potential index (LPI).

2.2.2.1. Metode Simplified Seed

Metode Simplified Seed adalah metode yang digagas oleh Seed dan Idriss

pada 1971. Metode ini menganalisis likuifaksi menggunakan data standard

penetration test (SPT). Semenjak terjadinya gempa Niigata, fenomena likuifaksi

menjadi sorotan setiap terjadinya gempa. Pengamatan di lapangan saat gempa

terjadi dilakukan untuk mendapatkan data–data yang diperlukan untuk mengenal

likuifaksi lebih jauh. Kumpulan data–data ini digunakan untuk membentuk korelasi

empiris terkait terjadi atau tidaknya fenomena likuifaksi terhadap guncangan pada

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

18

tanah dan karakteristik dasar dari tanah non-kohesi. Oleh Kramer (1996) sebaran

data yang dikumpulkan oleh Seed et al. dibuat dalam bentuk grafik seperti yang

disajikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Korelasi antara 𝜏𝑎𝑣/𝜎0′ dan (N1)60

(Sumber: After Seed et al, 1975)

Gambar 2.5 menunjukkan korelasi antara suatu lokasi dengan tanah pasir

terhadap gempa dengan kekuatan 7.5 SR. Setiap titik berkoresponden dengan salah

satu hasil birung pada suatu kejadian gempa. Dalam metode ini digunakan

perbandingan dua parameter yaitu cyclic stress ratio (CSR) dan cyclic resistance

ratio (CRR) dari tanah untuk menganalisis potensi terjadinya likuifaksi akibat

gempa bumi.

2.2.2.1.1. Cyclic Stress Ratio (CSR)

CSR merupakan nilai perbandingan antara tegangan geser rata-rata yang

diakibatkan oleh gempa dengan tegangan vertikal efektif di tiap lapisan. Nilai CSR

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

19

pada suatu lapisan tanah sangat dipengaruhi oleh nilai percepatan gempa (a).

Metode ini digagas oleh Seed dan Idriss (1971) yang dijelaskan kembali oleh

Boulanger dan Idriss (2014) dalam bukunya. Seed dan Idriss mengusulkan suatu

prosedur untuk mengevaluasi ketahanan tanah terhadap likuifaksi dengan

menggunakan pendekatan tegangan. Intensitas gerakan tanah pada lokasi tersebut

direpresentasikan sebagai (τav/σ’o) pada ordinat vertikal dengan (τav) adalah rata-

rata tegangan geser puncak dan (σ’o) adalah effective overburden pressure.

Dengan menganggap nilai percepatan rata-rata akibat gempa adalah 65%

dari percepatan maksimum, maka nilai tegangan geser rata-rata dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

𝜏𝑐𝑦𝑐 = 0,65𝑎𝑚𝑎𝑥

𝑔𝜎𝑣 .......................................................................................... (2.7)

Karena kolom tanah tidak berprilaku seperti sebuah struktur yang kaku pada

saat terjadi gempa (tanah dapat mengalami deformasi), maka Seed dan Idriss (1971)

memasukkan sebuah faktor reduksi kedalaman (rd) terhadap persamaan tersebut

sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

𝜏𝑐𝑦𝑐 = 0,65𝑎𝑚𝑎𝑥

𝑔𝜎𝑣 𝑟𝑑 ..................................................................................... (2.8)

Untuk mendapatkan nilai CSR maka kedua sisi dinormalisasi dengan

tegangan vertikal efektif, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

𝐶𝑆𝑅 = 𝜏𝑐𝑦𝑐

𝜎′𝑣= 0,65

𝑎𝑚𝑎𝑥

𝑔

𝜎𝑣

𝜎′𝑣 𝑟𝑑 ...................................................................... (2.9)

Keterangan:

𝑎𝑚𝑎𝑥 : Percepatan maksimum di permukaan tanah

𝑔 : Percepatan gravitasi bumi = 9,81 m/s2

𝜎′𝑣 : Tegangan vertikal efektif

𝜎𝑣 : Tegangan vertikal total

rd : Faktor reduksi terhadap tegangan

Faktor reduksi rd merupakan nilai yang dapat mengurangi tegangan di

dalam tanah. Semakin jauh ke dalam tanah maka faktor reduksi akan semakin kecil.

Nilai rd adalah faktor nonlinier pengurangan beban yang bervariasi terhadap

kedalaman. Besar dari nilai reduksi pada tanah berdasarkan kedalamannya telah

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

20

disempurnakan oleh Boulanger dan Idriss (2014) dalam presentasi grafik seperti

yang disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Grafik Faktor Reduksi (rd)

(Sumber: Seed dan Idriss, 1971)

Nilai rd akan mempengaruhi besarnya nilai CSR (Cyclic Stress Ratio) pada

suatu lapisan tanah. Semakin kecil nilai rd maka akan semakin kecil pula nilai CSR

sehingga potensi terjadinya likuifaksi juga akan semakin kecil. Perhitungan nilai rd

dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kedalaman lokasi yang ditinjau melalui

persamaan Boulanger dan Idriss (2014) sebagai berikut:

a) Persamaan rd untuk kedalaman z ≤ 34 meter

𝑟𝑑 = 𝑒𝑥𝑝 (𝛼(𝑧) + 𝛽(𝑧)𝑀) ......................................................... (2.10)

𝛼(𝑧) = −1,102 − 1,126 𝑠𝑖𝑛 (𝑧

11,28+ 5,142) ............................... (2.11)

𝛽(𝑧) = 0,106 − 0,118 𝑠𝑖𝑛 (𝑧

11,28+ 5,142) .................................. (2.12)

b) Persamaan rd untuk kedalaman z > 34 meter

𝑟𝑑 = 0,12 𝑒𝑥𝑝 (0,22 × 𝑀) .......................................................... (2.13)

Keterangan:

𝑧 : Kedalaman tanah (meter)

𝑀 : Besaran gempa

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

21

2.2.2.1.2. Cyclic Resistance Ratio (CRR)

Nilai Cyclic Resistance Ratio (CRR) merupakan nilai ketahanan suatu

lapisan tanah/daya tahan tanah terhadap tegangan cyclic. Nilai CRR dapat diperoleh

melalui beberapa cara, diantaranya berdasarkan hasil pengujian lapangan yaitu hasil

pengujian Standard Penetration Test (SPT). Pada perhitungan nilai CRR, standar

untuk nilai SPT yang digunakan adalah nilai SPT untuk setiap hammer dengan

efisiensi 60% atau dinotasikan dengan (N1)60. Adapun persamaan untuk

memperoleh nilai tersebut dikemukakan oleh Youd (2001) adalah sebagai berikut:

(𝑁1)60 = 𝐶𝐸 𝐶𝑅 𝐶𝐵 𝐶𝑆 𝐶𝑁 𝑁𝑀 ........................................................................ (2.14)

Keterangan:

(𝑁)60 : Nilai N SPT yang dikoreksi dengan efisiensi pukulan 60%

𝐶𝐸 : Koreksi Energi, diperoleh melalui persamaan sebagai berikut:

𝐶𝐸 =𝐸𝑅𝑀

60 ............................................................................................ (2.15)

𝐸𝑅𝑀 : Rasio energi pemukul (%)

𝐶𝐵 : Koreksi diameter borelog (Skempton, 1986)

Cb = 1,0 untuk diameter borehole 65 mm – 115 mm

Cb = 1,05 untuk diameter borehole 150 mm

Cb = 1,15 untuk diameter borehole 200 mm

𝐶𝑅 : Koreksi panjang rod (Skempton, 1986)

Cr = 0,75 untuk panjang rod 3- 4 m

Cr = 0,85 untuk panjang rod 4-6 m

Cr = 0,95 untuk panjang rod 6-10 m

Cr = 1,0 untuk panjang rod sampai dengan 10 m

𝐶𝑆 : Koreksi metode sampling (Skempton, 1986)

Cs = 1,0 untuk metode sampling standard/with liner

Cs = 1,1 untuk metode sampling without liner

𝐶𝑁 : Faktor koreksi tegangan efektif

𝑁𝑀 : Jumlah pukulan pada prosedur standar SPT

Selanjutnya Nilai CN, adalah koreksi overburden dihitung menggunakan

persamaan yang dipopulerkan oleh Youd (2001) sebagai berikut:

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

22

𝐶𝑁 = 2,2

1,2+(𝜎′

𝑣𝑃𝑎

) ≤ 1,7 .................................................................................... (2.16)

Keterangan:

𝑃𝑎 : Tekanan atmosfer = 100 kPa = 1 kg/cm3

Nilai SPT juga dikoreksi terhadap analisis untuk pasir murni, sehingga

ekuivalensi nilai SPT (N1)60 untuk tanah yang tak berkohesi, persamaan yang

digunakan (Boulanger dan Idriss, 2014) adalah sebagai berikut:

(𝑁1)60𝐶𝑆 = (𝑁1)60 + ∆(𝑁1)60 ..................................................................... (2.17)

Dengan (𝑁1)60 adalah penambahan N-SPT akibat pengaruh nilai finest

content. Perhitungan untuk (𝑁1)60 dengan memperhatikan pengaruh fine content

menggunakan persamaan (Boulanger dan Idriss, 2014) sebagai berikut:

∆(𝑁1)60 =𝑒𝑥𝑝 𝑒𝑥𝑝 (1,63 + (9,7

𝐹𝐶+0,001) − (

15,7

𝐹𝐶+0,01)

2) ............................... (2.18)

Keterangan:

(𝑁1)60 : Nilai N-SPT terkoreksi

∆(𝑁1)60 : Nilai N-SPT akibat pengaruh nilai FC dalam %

𝐹𝐶 : Finest Content, kandungan pasir atau butiran halus dalam %

Pengaruh durasi getaran dari gempa juga berpengaruh terhadap perhitungan

nilai CRR. Parameter ini dinyatakan dalam earthquake magnitude scaling factor

(MSF) dan overburden stress efektif yang dinotasikan sebagai overburden

correction factor, Kσ. Nilai CRR yang terkoreksi kedua parameter tersebut dapat

dihitung dengan persamaan yang dikemukakan oleh Boulanger dan Idriss (2014)

sebagai berikut:

𝐶𝑅𝑅𝑀;𝜎′𝑣= 𝐶𝑅𝑅𝑀=7,5;𝜎′𝑣=1 × 𝑀𝑆𝐹 × 𝐾𝜎 ................................................. (2.19)

Keterangan:

𝐶𝑅𝑅 : Menurut kondisi magnitude (M) 7,5 dan tegangan efektif 1 atm

𝑀𝑆𝐹 : Magnitude Scalling Factor

𝐾𝜎 : Factor overburdern correction

Nilai CRR yang dicari dikembangkan dari kondisi Magnitude (M) = 7.5 dan

σ’v = 1 atm yang dihitung dengan menggunakan persamaan yang dijabarkan oleh

Boulanger dan Idriss (2014) sebagai berikut:

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

23

𝐶𝑅𝑅𝑀=7,5;𝜎′𝑣=1 = 𝑒𝑥𝑝{((𝑁1)60𝐶𝑆

14,1) + (

(𝑁1)60𝐶𝑆

126)

2

− ((𝑁1)60𝐶𝑆

23,6)

3

+ ((𝑁1)60𝐶𝑆

25,4)

4

− 2,8} ......... (2.20)

MSF (Magnitude Scaling Factor) merupakan nilai kekuatan gempa yang

menyebabkan likuifaksi. Nilai MSF dapat diperoleh dengan persamaan Idriss dan

Boulanger (2008) sebagai berikut:

𝑀𝑆𝐹 = 6,9 𝑒𝑥𝑝 𝑒𝑥𝑝 (−𝑀

4) − 0,058 ≤ 1,8 .................................................. (2.21)

Faktor koreksi overburden (overburden correction factor, Kσ), diusulkan

oleh Boulanger (2003). Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai faktor

koreksi ini menggunakan pendekatan dengan hubungan antara Kσ dan ∆(𝑁1)60

seperti ditunjukkan pada persamaan berikut:

𝐾𝜎 = 1 − 𝐶𝜎 𝑙𝑛 𝑙𝑛 (𝜎𝑣

𝑃𝑎) ≤ 1,1 .................................................................. (2.22)

Nilai 𝐶𝜎 diperoleh melalui persamaan yang dikemukakan oleh Boulanger

dan Idriss (2004) yang dijelaskan lebih lanjut dalam buku Boulanger dan Idriss

(2008) sebagai berikut:

Cσ =1

18,9−2,55√(𝑁1)60𝑐𝑠 ≤ 0,3 ........................................................................ (2.23)

2.2.2.1.3. Safety Factor (FS)

Dari kedua nilai parameter CSR dan CRR yang telah diperoleh dari

perhitungan, nilai safety factor (FS) dapat diperoleh dengan menggunakan

persamaan yang dijabarkan oleh Idriss dan Boulanger (2008) sebagai berikut:

𝐹𝑆 =𝐶𝑅𝑅𝑀;𝜎′𝑣

𝐶𝑆𝑅 ............................................................................................... (2.24)

Tingkat potensi terjadinya likuifaksi dapat diperoleh dari nilai FS yang telah

dihitung. Suatu lokasi atau lapisan tanah berpotensi terjadi likuifaksi apabila nilai

FS ≤ 1. Sedangkan lokasi atau lapisan tanah tersebut tidak berpotensi terjadi

likuifaksi apabila nilai FS > 1.

2.2.2.2. Metode Liquefaction Potential Index (LPI)

Metode ini dikembangkan oleh Iwasaki et al (1981) untuk memprediksi

tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh likuifaksi. Perbedaan dengan metode

simplified seed sebelumnya, metode LPI digunakan untuk menentukan pengaruh

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

24

likuifaksi di permukaan tanah, bukan potensi likuifaksi pada elemen tanah.

Beberapa asumsi yang digunakan dalam penggunaan metode LPI ini antara lain

sebagai berikut:

● Tingkat keparahan likuifaksi sebanding dengan ketebalan tanah yang

berpotensi terlikuifaksi.

● Tingkat keparahan likuifaksi sebanding dengan jarak lapisan tanah yang

terlikuifaksi dengan permukaan tanah.

● Tingkat keparahan likuifaksi berhubungan dengan nilai FS, namun hanya

nilai FS<1 yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan tersebut.

Ketika kedalaman tanah lebih dari besar 20 meter, maka pengaruh likuifaksi

dapat diabaikan karena tidak ada efek permukaan akibat likuifaksi yang pernah

terobservasi dalam rentang kedalaman tersebut. Persamaan perhitungan tingkat

keparahan likuifaksi yang diusulkan oleh Iwasaki et al (1981) adalah sebagai

berikut:

𝐼𝐿 = ∫ 𝐹 × 𝑤(𝑧) 𝑑𝑧 20

0; untuk kedalaman 0 – 20 m .................................... (2.25)

Keterangan:

𝐹 : Nilai FS yang telah dikoreksi

F = 1 – FS; untuk FS < 1

F = 0 ; untuk FS > 1

𝑤(𝑧) : 10 – 0,5 z

𝑧 : Titik tengah kedalaman (m)

Dari Persamaan 2.25, akan diperoleh nilai IL (liquefaction index) di mana

nilai ini akan dipergunakan untuk menentukan tingkat keparahan likuifaksi, seperti

yang disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Korelasi nilai IL terhadap potensi likuifaksi

IL (Liquefaction Index) Tingkat Kerentanan Likuifaksi

0 Sangat Rendah

0 < IL ≤ 5 Rendah

5 < IL ≤ 15 Tinggi

15 < IL Sangat Tinggi

Sumber: Iwasaki et al. 1982

Selain dari nilai LPI, tingkat kegagalan tanah akibat likuifaksi dapat

diestimasi berdasarkan data empiris. Menurut Li, et al (2006), batasan kegagalan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

25

tanah yang mengalami likuifaksi dapat didekati dengan menggunakan pendekatan

probabilitas seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.26 sebagai berikut.

𝑃𝐺 =1

1+(𝑒4,90−0,73𝐼𝐿)≤ 0,1 .............................................................................. (2.26)

Hubungan antara nilai probabilitas PG dengan resiko kegagalan tanah akibat

likuifaksi ditunjukkan oleh Tabel 2.4

Tabel 2.4 Korelasi nilai PG terhadap resiko kegagalan tanah akibat likuifaksi

Probabilitas Resiko Kegagalan Tanah Akibat Likuifaksi

0,9 < PG Extremely to absolutely certain

0,7 < PG ≤ 0,9 High

0,3 < PG ≤ 0,7 Medium

0,1 < PG ≤ 0,3 Low

PG ≤ 0,1 Extremely low to none

Sumber: Li, et al. 2006

2.3. Perbaikan Tanah

Metode yang akan dilakukan dalam mitigasi likuifaksi pada lingkup studi

kasus adalah dengan melakukan perbaikan tanah. Terdapat beberapa metode

perbaikan tanah yang dapat digunakan untuk mengurangi potensi likuifaksi dengan

meningkatkan kekuatan serta daya dukung tanah dan mengurangi penurunan

(settlement) yang mungkin akan terjadi. Beberapa metode perbaikan tanah

berdasarkan karakteristik tanah setempat disajikan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Macam-macam teknik perbaikan tanah berdasarkan karakteristik tanah setempat

(Sumber: Schaefer et al., 2012)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

26

Pada studi ini penulis memilih metode vibro-compaction atau stone column.

Pemilihan metode stone column sebagaimana yang telah dijelaskan pada latar

belakang studi ini dilandasi oleh teori Woodward (2005) yang menjelaskan jika

gradasi tanah setempat didominasi oleh pasir dan masuk ke dalam zona kesesuaian

metode stone column, maka kondisi tanah tersebut paling cocok untuk diterapkan

metode stone column karena ukuran butirnya yang memudahkan penetrasi vibroflot

untuk aplikasi penggetaran pada kedalaman yang direncanakan.

2.3.1. Metode Stone Column

Stone column atau dikenal juga dengan vibroreplacement adalah salah satu

metode perbaikan tanah yang merupakan kolom–kolom vertikal dari kerikil,

semacam tiang pancang tetapi dari bahan-bahan lepas yang dipadatkan. Kerikil

tersebut merupakan kerikil lepas yang tidak diikat oleh bahan pengikat semen atau

yang lainnya. Fungsi utama pemasangan stone column adalah untuk meningkatkan

daya dukung tanah yang lembek sehingga tanah lembek tersebut dapat menerima

beban yang lebih besar dan settlement yang terjadi akan berkurang. Gambar 2.8

menampilkan ilustrasi instalasi stone column. Beberapa manfaat dari metode stone

column lainnya adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi total settlement tanah

2. Memperpendek waktu konsolidasi

3. Mengurangi bahaya likuifaksi.

Gambar 2.8 Metode stone column

(Sumber: PT Rekakarya Geoteknik, 2018)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

27

2.3.2. Metode Pelaksanaan Stone Column

SNI 8460-2017 menjelaskan metode pelaksanaan stone columns dapat

dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut:

1. Proses kering (dengan) penghubung atas atau dry top-feed process: Pada

tanah berbutir kasar pada umumnya metode ini hanya dapat diterapkan

untuk tanah yang berada di atas muka air tanah. Metode ini umumnya

diaplikasikan dengan menggunakan vibroflot. Vibroflot dan batang

penyambungnya dimasukkan ke dalam tanah melalui getaran dan berat

sendiri vibroflot yang dibantu dengan semprotan udara bertekanan yang

dipompakan ke ujung vibroflot dengan menggunakan kompresor. Setelah

kedalaman rencana tercapai, vibroflot dipertahankan beberapa lama

untuk memastikan kestabilan lubang. Selanjutnya vibroflot diangkat

keluar lubang yang terbentuk, lubang segera diisi dengan material pengisi

berbutir kasar dengan sejumlah tertentu, lalu vibroflot diturunkan

kembali untuk memadatkan tanah berbutir tersebut. Proses mengangkat

vibroflot, mengisi lubang, menurunkan vibroflot untuk pemadatan

dilakukan berulang-ulang hingga material terisi penuh di dalam lubang

dan terbentuk stone column yang “terkunci” dengan tanah di sekitarnya.

Ilustrasi instalasi dengan dry top-feed process disajikan pada Gambar

2.9.

Gambar 2.9 Metode stone column dry top-feed process

(Sumber: After Taube, 2002)

2. Proses basah atau wet process: Proses basah ini digunakan apabila lubang

yang terbentuk dengan proses kering (dengan) penghubung atas tidak

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

28

stabil. Alat pemadat yang digunakan sama seperti sebelumnya, yaitu

vibroflot, hanya saja dalam proses ini air yang dipompakan dan bukan

udara. Lubang dibentuk dengan bantuan semprotan air (water jetting),

getaran dan berat sendiri vibroflot. Setelah mencapai kedalaman rencana,

vibroflot dapat digerakkan naik turun beberapa kali sambil air tetap

dipompakan, hal ini dimaksudkan untuk mengeluarkan lumpur dari

dalam lubang. Kemudian, dengan vibroflot tetap menggantung dalam

lubang dan aliran air tetap mengalir (aliran air dalam jumlah yang cukup

dan kontinu menjamin kestabilan lubang yang terbentuk), material

pengisi diisikan dari atas melalui lubang yang terbentuk. Vibroflot di

tarik secara perlahan-lahan, getaran vibroflot akan memadatkan tanah

berbutir yang diisikan dan membentuk stone column. Bilamana perlu

vibroflot dapat didorong turun kembali untuk lebih memadatkan stone

column yang dihasilkan. Proses ini memerlukan aliran air yang banyak,

dan juga perlu disediakan parit untuk mengalirkan lumpur ke tempat

penampung sementara.

3. Proses kering (dengan) penghubung bawah atau dry bottom-feed process:

Proses kering (dengan) penghubung bawah ini dilakukan dengan

menggunakan pipa penggetar yang dimasukkan ke dalam tanah dengan

menggunakan top mounted vibrator. Ujung bawah pipa penggetar

dilengkapi dengan sepatu yang dapat membuka secara otomatis saat pipa

ditarik ke atas dan menutup saat pipa didorong ke bawah. Saat ujung pipa

penggetar mencapai kedalaman rencana, material pengisi sejumlah

volume tertentu (tidak sekaligus sebesar volume lubang yang dihasilkan)

diisikan ke dalam pipa penggetar, kemudian pipa diangkat setinggi 2-3

m, saat ini material pengisi akan turun ke dalam lubang (saat ini udara

bertekanan dipompakan ke ujung pipa penggetar melalui pipa kecil yang

terpasang untuk menghilangkan dampak vakum dan membantu proses

turunnya material). Selanjutnya pipa penggetar didorong ke bawah

setinggi 1-2 m untuk memadatkan material pengisi dan membentuk stone

column. Sepanjang proses vibrator tetap bergetar. Proses pengisian pipa,

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

29

mengangkat dan mendorong kembali sambil tetap bergetar dilakukan

berulang-ulang ke arah atas lubang hingga proses pembentukan stone

column selesai. Karena sepanjang proses batang penggetar selalu berada

di dalam tanah, maka kestabilan lubang tidak menjadi masalah. Gambar

2.10 menampilkan ilustrasi dry bottom-feed process.

Gambar 2.10 Metode stone column dry bottom-feed process

(Sumber: After Taube, 2002)

2.3.3. Bahan Pengisi Stone Column

Material yang digunakan untuk membentuk stone columns, harus cocok

dengan peralatan yang digunakan dan dapat disalurkan ke dalam tanah dengan

lancar, baik dengan metode penghubung bawah (bottom feed) ataupun penghubung

atas (top feed). Gradasi tanah pengisi tipikal yang umum digunakan sebagaimana

disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Gradasi bahan pengisi tipikal

Proses Gradasi (mm)

Proses kering (dengan) penghubung atas (dry top-feed process) 40 - 75

Proses basah (wet process) 25 - 75

Proses kering (dengan) penghubung bawah (dry bottom-feed process) 8 - 50

Sumber: SNI Persyaratan Perancangan Geoteknik (8460-2017)

2.3.4. Perencanaan Stone Column

Perencanaan stone column meliputi perencanaan diameter, jarak dan

panjang stone column. Perencanaan tersebut berpengaruh terhadap kapasitas daya

dukung batas stone column sebagai stone column tunggal dan kelompok, overall

stability terhadap sliding, serta settlement yang terjadi setelah dipasang.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

30

1. Panjang dan Jarak Stone Column

Panjang stone column yang direncanakan diukur dari muka tanah asli

sampai dengan batas bawah perencanaan. Jarak stone column adalah

jarak antara pusat penampang stone column dengan pusat penampang

stone column di sebelahnya. Dengan demikian suatu kelompok stone

column mempunyai dua arah spacing, yaitu arah x dan arah y yang

besarnya sama. Selain itu spacing juga akan mempengaruhi besarnya

settlement pada stone column dan tanah di sekelilingnya.

2. Diameter dan Pola Stone Column

Stone column diidealisasikan sebagai suatu silinder dengan penampang

berbentuk lingkaran berdiameter (D). Diameter stone column

menentukan besarnya area replacement ratio dan besarnya distribusi

tegangan pada tanah dan stone column. Perencanaan diameter stone

column tergantung dari tipe tanah yang diperbaiki, beban yang harus

didukung tanah, dan pola pemasangannya. Pola pemasangan stone

column dibedakan menjadi dua pola, yaitu pola segitiga (equilateral

triangular pattern) dan pola bujur sangkar (square pattern) sebagaimana

yang disajikan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pola instalasi stone column

(Sumber: Cabe, 2007)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

31

Pola pemasangan segitiga memberikan bentuk segi enam pada

penampang unit cell sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.11, dan

pola bujur sangkar akan memberikan bentuk bujur sangkar. Kedua

bentuk penampang tersebut bisa didekati dengan bentuk lingkaran yang

mempunyai diameter De (diameter ekuivalen), dengan ilustrasi De

disajikan pada Gambar 2.12 dan 2.13. Adapun persamaan yang dapat

digunakan dijabarkan dalam Indian Standard 15284 bagian 1 (2003)

adalah sebagai berikut:

𝐷𝑒 = 1,13𝑠 ; Untuk pola instalasi segitiga ................................... (2.27)

𝐷𝑒 = 1,05𝑠 ; Untuk pola instalasi bujur sangkar ......................... (2.28)

Keterangan:

De : Diameter ekuivalen

s : Jarak antar stone column

Gambar 2.12 Ilustrasi diameter equivalen untuk pola pemasangan bujur sangkar

(Sumber: Indian Standard, 2003)

Gambar 2.13 Ilustrasi diameter equivalen untuk pola pemasangan segitiga

(Sumber: Indian Standard, 2002)

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

32

3. Area Replacement Ratio (Ar)

Volume tanah stone column yang akan menggantikan tanah asli,

memiliki pengaruh yang penting terhadap hasil dari perkuatan tanah, dan

mempengaruhi besarnya volume tanah yang akan tergantikan. Untuk

menghitung jumlah pergantian tanah yang dibutuhkan stone column,

ditetapkan rasio pergantian luas dengan rumus yang dijelaskan dalam

Indian Standard 15284 (2003) sebagai berikut:

𝐴𝑟 = 𝐴𝑠

𝐴 ......................................................................................... (2.29)

𝐴𝑐 = 𝐴−𝐴𝑠

𝐴 ..................................................................................... (2.30)

𝐴𝑆 = 0,907 (𝐷

𝑆)

2

; untuk pola segitiga sama sisi .......................... (2.31)

𝐴𝑆 = 1

4𝜋(𝐷)2; untuk pola bujur sangkar ...................................... (2.32)

𝐴 = 1

4𝜋(𝐷𝑒)2 ................................................................................ (2.33)

Keterangan:

𝐴𝑟 : Area replacement ratio stone column

𝐴𝑐 : Area replacement ratio tanah lunak

𝐴𝑠 : Luas penampang stone column

𝐴 : Luas penampang total 1 unit cell

𝐷 : Diameter stone column

𝐷𝑒 : Diameter equivalen

𝑠 : Jarak antar stone column

2.3.5. Evaluasi Perencanaan Stone Column

Analisis untuk perencanaan stone column relatif sulit, dikarenakan areal

yang perlu perbaikan mencakup wilayah yang sangat luas dan membutuhkan

jumlah stone column yang sangat banyak. Untuk menyederhanakannya, dalam

proses analisis luasan wilayah rencana dapat disederhanakan menjadi unit–unit sel

dengan luasan (A) yang diasumsikan terdiri dari satu kolom dengan penampang

(Ac) dan dianggap mempengaruhi tanah di sekitarnya. Menurut Priebe (1995)

kondisi sel dianggap ideal dengan asumsi:

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

33

● Kolom terdiri dari lapisan yang kaku

● Material dianggap tak termampatkan

● Bulk density kolom dan tanah diabaikan.

Karena asumsi di atas diterapkan, kolom tidak akan gagal pada end-bearing-

nya, dan untuk setiap penurunan tanah pada area beban yang akan

menggelembungkan kolom, panjang kolom dianggap konstan.

2.3.5.1. Metode Evaluasi Baez dan Martin

Menurut Baez dan Martin melalui komunikasi personal ke Byrne (1992)

yang dijelaskan Kembali dalam jurnalnya, pada metode ini asumsi dasar yang

digunakan mengenai evaluasi terhadap distribusi tegangan berdasarkan kekakuan

dari masing-masing elemen, shear strains antara material yang diperbaiki dan

material isi sama. Pada dasarnya pembebanan pada stone column tidak akan

menyebabkan displacement atau perpindahan pada arah tertentu selain dari

pergerakan tanah. Maka dari itu, dapat digunakan persamaan Baez dan Martin

(1993) sebagai berikut:

𝛾𝑠 = 𝛾𝑠𝑐 ......................................................................................................... (2.34)

𝜏𝑠

𝐺𝑠=

𝜏𝑠𝑐

𝐺𝑠𝑐 ............................................................................................................ (2.35)

Keterangan:

𝛾𝑠 : Shear strain pada tanah

𝛾𝑠𝑐 : Shear strain pada stone column

𝜏𝑠 : Shear stress pada tanah

𝜏𝑠𝑐 : Shear stress pada stone column

𝐺𝑠 : Shear modulus pada tanah

𝐺𝑠𝑐 : Shear modulus pada stone column

Dijelaskan dalam jurnal Baez dan Martin (1993), Seed dan Idriss (1971)

mengemukakan dengan mengasumsikan pendekatan sederhana untuk

memperkirakan nilai tegangan geser akibat gempa, diperoleh persamaan sebagai

berikut:

𝜏𝐴 ≈ 𝜏𝑠 𝐴𝑠 + 𝜏𝑠𝑐 𝐴𝑠𝑐 .................................................................................... (2.36)

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

34

𝜏𝑠𝑐 = 𝜏

[𝐴𝑟+ 1

𝐺𝑟 (1−𝐴𝑟)]

....................................................................................... (2.37)

𝜏𝑠 = 1

𝐺𝑟 𝜏𝑠𝑐 .................................................................................................... (2.38)

Keterangan:

𝜏 : Shear stress = 0,65𝑎𝑚𝑎𝑥

𝑔𝜎𝑣 𝑟𝑑 (Persamaan 2.8)

𝐴 : Luas area total per unit = As + Asc

𝐴𝑠 : Luas area tanah per unit

𝐴𝑠𝑐 : Luas area stone column

𝐴𝑟 : Replacement ratio = 𝐴𝑠𝑐

𝐴

𝐺𝑟 : Modulus ratio = 𝐺𝑠𝑐

𝐺𝑠

Dari persamaan–persamaan di atas, dapat disimpukan bahwa tegangan akan

terkonsentrasi pada stone column dengan proporsional terhadap rasio modulus

geser antara tanah dan stone column. Maka akan didapat tegangan pada material

stone column akan lebih kaku, sedangkan tegangan geser tanah akan lebih kecil

tanpa adanya pemasangan stone column.

Pergantian luasan tanah yang digantikan oleh material stone column dapat

meningkatkan modulus geser tanah sehingga mempengaruhi nilai CSR tanah.

Besaran faktor koreksi nilai CSR akibat modulus geser gabungan material stone

column dengan tanah dapat dihitung melalui persamaan Baez dan Martin (1993)

sebagai berikut:

𝐾𝐺 = 𝜏𝑠

𝜏=

𝐶𝑆𝑅1

𝐶𝑆𝑅 ........................................................................................... (2.39)

Untuk analisis evaluasi stone column dengan menggunakan metode ini,

salah satu data yang dibutuhkan adalah data modulus geser tanah. Nilai modulus

geser tanah diperoleh melalui persamaan yang diusulkan oleh Rollins et al (1998)

sebagai berikut:

𝐺 = 𝐸

2(1+𝜇) .................................................................................................... (2.40)

Keterangan:

𝐺 : Modulus geser tanah

𝐸 : Modulus elastisitas tanah (Tabel 2.6)

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

35

𝜇 : Poisson’s ratio

Nilai modulus elastisitas tanah sesuai dengan jenis tanah yang diketahui,

disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Perkiraan nilai modulus elastisitas tanah

Jenis Tanah E (kN/m2)

Pasir

Berlanau 5000-20000

Tidak padat 10000-25000

Padat 50000-81000

Pasir dan Kerikil

Padat 100000-200000

Tidak padat 50000-150000

Sumber: Bowles, 1997

2.3.5.2. Metode Evaluasi Priebe

Hasil perbaikan tanah yang diharapkan dengan pemasangan stone column

dengan mengasumsikan bahwa material kolom bergeser pada kondisi awal

sementara tanah di sekelilingnya bereaksi secara elastik. Didapatkan nilai no yang

merupakan notasi dari faktor perbaikan yang diusulkan oleh Priebe (1995), dengan

no diperoleh dari persamaan sebagai berikut:

𝑛0 = 1 + 𝐴𝑐

𝐴 [

5− 𝐴𝑐𝐴

4 ×𝐾𝑎𝑐 ×(1−𝐴𝑐𝐴

)− 1] ................................................................. (2.41)

Keterangan:

𝑛0 : Initial improvement

𝐴𝑐 : Luas penampang stone column

𝐴 : Luas penampang cell unit

𝐾𝑎𝑐 : Koefisien tekanan tanah aktif

Nilai dari Kac diperoleh melalui persamaan Priebe (1995) sebagai berikut:

𝐾𝑎𝑐 = (45ᴼ −Ø𝑐

2) ......................................................................................... (2.42)

Keterangan:

Ø𝑐 : Sudut geser material stone column

Pemampatan terhadap struktur akan tetap terjadi meski material pengisi

kolom sudah padat. Oleh sebab itu, setiap beban yang menyebabkan penurunan

tidak akan dibarengi penggelembungan pada kolom. Dengan diketahui nilai dari µs

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

36

= 1/3, maka persamaan Priebe (1995) digunakan untuk memperoleh nilai (AC/A)1

sebagai berikut:

(𝐴𝑐

𝐴)

1= −

4 × 𝐾𝑎𝑐 ×(𝑛0−2)+5

2 ×(4 × 𝐾𝑎𝑐−1) ±

1

2 × √[

4 × 𝐾𝑎𝑐 ×(𝑛0−2)+5

(4 × 𝐾𝑎𝑐−1)]

2

+ 16 × 𝐾𝑎𝑐 ×(𝑛0−1)

4 × 𝐾𝑎𝑐−1 .. (2.43)

Keterangan:

(𝐴𝑐

𝐴)

1 : Rasio luasan akibat kompresi pada kolom, nilai yang diambil ada yang

bernilai positif dan terkecil.

Kemampatan pada material kolom dapat dihitung dengan mereduksi nilai

dari faktor perbaikan (n1) seperti ditunjukkan pada persamaan berikut:

𝑛1 = [1

2+𝑓(µ𝑠,

𝐴𝐶𝐴

)

𝐾𝑎𝑐 ×𝑓(µ𝑠, 𝐴𝐶𝐴

) − 1] ................................................................................ (2.44)

𝑓 (µ𝑠, 𝐴𝐶

𝐴) =

(1− µ𝑠)×(1− 𝐴𝐶𝐴

)

1− 2µ𝑠 + 𝐴𝐶𝐴

........................................................................... (2.45)

𝐴𝐶

𝐴=

1 𝐴𝐶𝐴

+ 𝛥(𝐴𝐶𝐴

) ................................................................................................ (2.46)

𝛥 (𝐴𝐶

𝐴) =

1

(𝐴𝐶𝐴

)1

− 1 ........................................................................................... (2.47)

Pada poin sebelumnya, salah satu parameter yang dibutuhkan untuk analisis

potensi likuifaksi dengan metode simplified seed adalah nilai CSR. untuk

mengestimasikan secara kasar efisiensi stone column akan mempengaruhi nilai

CSR akibat gempa, dan dinotasikan dengan faktor α seperti ditunjukkan persamaan

sebagai berikut:

𝛼 =1

𝑛1 ............................................................................................................. (2.48)

Nilai faktor α kemudian digunakan sebagai faktor reduksi untuk

menghitung ulang nilai CSR baru (CSR1) melalui persamaan sebagai berikut:

𝐶𝑆𝑅1 = 𝐶𝑆𝑅 × 𝛼 .......................................................................................... (2.49)

2.3.5.3. Metode Evaluasi Baez

Pemadatan tanah yang berpotensi likuifaksi merupakan salah satu cara

untuk menurunkan potensi terjadinya likuifaksi. Berbeda dari dua metode yang

digagas sebelumnya yang lebih menitikberatkan perubahan dan koreksi terhadap

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

37

nilai CSR akibat stone column, metode Baez (1995) menitikberatkan pada

perhitungan pengaruh stone column terhadap perubahan kepadatan tanah yang

mengakibatkan perubahan nilai SPT dan nilai CRR.

Baez menggagas hubungan antara perbaikan tanah (n) sebagai variabel

Normalized Pre-SPT (nilai SPT sebelum dipasang stone column) yang berbeda

antar rasio luas stone column (Ar) seperti yang disajikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Kurva hubungan nilai SPT dengan Improvement Index untuk nilai Ar yang berbeda

(Sumber: Baez, 1995)

Nilai CRR diperoleh dari perhitungan nilai SPT dalam proses analisis

likuifaksi secara kuantitatif. Dari analisis tersebut kemudian digagas sebuah grafik

hubungan antara kondisi nilai SPT sebelum dan sesudah pemasangan stone column

(pre-SPT vs post-SPT) seperti yang disajikan pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Kurva hubungan nilai SPT sebelum (Pre-SPT) dan sesudah (Post-SPT) instalasi

stone column

(Sumber: Baez, 1995)

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

38

Dari grafik tersebut diperoleh persamaan regresi untuk kasus nilai Ar yang

bervariasi, seperti yang ditunjukkan persamaan sebagai berikut:

𝐴𝑟 =1

20,61𝑙𝑛 𝑙𝑛 ((

𝑥

0,776−0,0194𝑥) (

1

𝑦− 0,025)) .......................................... (2.50)

Dari persamaan ini kemudian digunakan untuk mencari nilai x dan y sebagai

nilai Pre-SPT dan Post-SPT, yang diperoleh melalui persamaan sebagai berikut:

𝑦 =𝑥

0,776𝑒−20,61𝐴𝑟+(0,025−0,019𝑒−20,61𝐴𝑟)𝑥 ......................................................... (2.51)

Keterangan:

𝑦 : Nilai post-SPT

𝑥 : Nilai pre-SPT

𝐴𝑟 : Rasio luas stone column terhadap luas tanah tributary

Berdasarkan Persamaan 2.50, diperoleh grafik hubungan antara post-SPT

dan pre-SPT yang disajikan pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Kurva hubungan Pre-SPT dan Post-SPT Persamaan 2.49

(Sumber: Baez, 1995)

Dari grafik dan persamaan tersebut, nilai SPT baru akibat pengaruh stone

column digunakan untuk melakukan perhitungan nilai CRR, guna mendapatkan

nilai yang baru, CRR1. Parameter CRR1 kemudian digunakan untuk menghitung

nilai Safety Factor yang baru, seperti disajikan pada Persamaan 2.24.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gempa Bumi

39

2.4. Analisis Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Analisis Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang direncanakan merupakan

output dari pekerjaan yang akan dilaksanakan. Tanpa RAB sangat mungkin terjadi

pembengkakan biaya karena pengadaan yang tidak sesuai dengan perencanaan.

Dalam merencanakan RAB diperlukan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) yang

disusun terdiri atas HSD tenaga kerja, HSD alat, dan HSD bahan. Analisis HSD

berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2016 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan

Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Setelah memperoleh data dari HSD masing-

masing, data tersebut masuk dalam dokumen HSPK seperti contoh tabel analisa

harga satuan pekerjaan galian dengan excavator pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Contoh analisa harga satuan pekerjaan galian 1 m3 dengan excavator

No Uraian Koef. Satuan Harga Satuan

(Rp)

Jumlah Harga

(Rp)

A Tenaga Kerja

1 Mandor 0,0293 OH 130.000,00 3.809,00

2 Pekerja 0,2933 OH 120.000,00 35.196,00

Jumlah Harga Tenaga Kerja 39.005,00

B Bahan

Jumlah Harga Bahan -

C Peralatan

1 Excavator (Long Arm) 0,0403 Jam 472.891,55 19.037,50

Jumlah Harga Peralatan 19.037,50

D Jumlah Harga (A+B+C) 58.042,50

E Overhead + Profit (10% × D) 5.804,25

F Harga Satuan Pekerjaan (D+E) 63.846,75

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016