bab ii landasan teoretis a. deskripsi teori 1. hakikat ...repository.ump.ac.id/7268/3/muhamad robani...
TRANSCRIPT
14
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Deskripsi Teori
1. Hakikat Menulis dan Proses Menulis
Pada bagian ini berturut-turut disajikan hakikat menulis, proses menulis,
jenis-jenis tulisan, dan unsur-unsur tulisan. Berikut adalah uraian singkat
mengenai bagian-bagian tersebut.
a. Hakikat Menulis
Menulis menurut Tarigan (1998:21) adalah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh
seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut kalau
mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut. Suriamiharja (1985: 2)
mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan berkomunikasi untuk
mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kehendak kepada orang lain secara
tertulis. Widowson (1979 : 60) menjelaskan bahwa menulis merupakan kegiatan
komunikasi antara penulis dan pembaca.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa menulis merupakan
kegiatan menuangkan ide, gagasan, pesan, perasaan tentahg suatu masalah oleh
penulis yang ingin disampaikan secara tertulis kepada pembaca.
Dalam konteks kiat berbahasa (language art), Farris (1993) (Tim UPI,
2008: 229). mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang paling
kompleks untuk dipelajari siswa. Di sekolah dasar khususnya, menulis merupakan
14
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
15
keterampilan yang sulit diajarkan sehingga bagi guru, kegiatan mengajarkan
menulis merupakan tugas yang paling sulit dilakukan.
Senada dengan pendapat di atas, Mulyati (2008 : 13) menyatakan bahwa
menulis adalah keterampiklan produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis
dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis
keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini karena menulis tidak sekedar menyalin
kata-kata dan kalimat, melainkan juga mengembangkan pikiran-pikiran dalam
struktur tulisan yang teratur.
Dalam menulis, penulis dituntut untuk memiliki keterampilan-keterampilan
yang diperlukan. Keterampilan-keterampilan mikro berikut adalah keterampilan
yang perlu dimiliki penulis untuk:
1) menggunakan ortografi dengan benar, termasuk penggunaan ejaan,
2) memilih kata-kata yang benar,
3) menggunakan bentuk kata dengan benar,
4) mengurutkan kata-kata dengan benar,
5) menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca,
6) memilik genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju,
7) mengupayakan ide-ide atau informasi utama didukung secara jelas ole
hide-ide atau informasi tambahan,
8) mengupayakan terciptanya paragraf dan keseluruhan tulisan koheren
sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang
disajikan,
9) membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
16
mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui untuk ditulis (Mulyati,
2008 : 14).
Dalam perkembangan menulis, Suwignyo (1997, dalam Tim UPI, 2008)
menyatakan bahwa menulis kadang-kadang berkembang secara
berkesinambungan, kadang-kadang tak dapat dikenali, dan kadang-kadang juga
menunjukkan perkembangan yang luar biasa/mengejutkan. Hal ini nampak pada
kemampuan menulis siswa di sekolah dasar. Ketika siswa diberikan pelajaran
keterampilan menulis, ada anak yang dengan cepat dapat melaksanakan tugas
mengarang, tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan.
b. Proses Menulis
Menulis merupakan proses berpikir dan menuangkan pemikiran itu dalam
bentuk wacana (karangan). Sebagai proses berpikir, ada tahapan-tahapan yang
dilalui seseorang ketika melakukan kegiatan menulis.
Tim UPI ( 2008 : 229 – 230 ) mengemukakan bahwa menulis merupakan
kegiatan yang dapat dipandang sebagai (a) suatu keterampilan, (b) proses
bernalar/berpikir, (c) kegiatan transformasi, (d) kegiatan komunikasi, dan (e)
sebuah proses.
Menulis sebagai suatu keterampilan berarti bahwa sebagaimana
keterampilan berbahasa lain, maka menulis pun perlu dilatihkan secara berulang-
ulang dan ajeg. Latihan yang terus menerus dan konsisten akan memberikan
keterampilan menulis yang lebih baik pada siswa.
Menulis sebagai proses bernalar/berpikir berarti bahwa dalam menulis
penulis dituntut memiliki penalaran yang baik sehingga tulisan yang dihasilkan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
17
lebih baik. Hasil menulis antara lain berbentuk paragraf. Paragraf merupakan hasil
ungkapan gagasan, ide, perasaan yang diperoleh dari kegiatan berpikir secara
kritis dan kreatif. Dalam menulis paragraf, siswa tentu akan berpikir tentang
gagasan, ide, atau perasaan apa yang akan ditulis sehingga menghasilkan tulisan
yang baik.
Sebagai suatu kegiatan transformatif, dalam menulis diperlukan kemampuan
mengelola cipta, rasa, karsa dalam bahasa tulis. Selain itu juga diperlukan
kemampuan menggunakan bahasa tulis yang mencakup penguasaan kaidah tata
tulis, diksi, kalimat, paragraf, dan sebagainya.
Menulis juga merupakan kegiatan berkomunikasi, dalam arti bahwa dalam
menulis, penulis mempertimbangkan orang lain (pembaca) karena tulisan yang
dihasilkan ditujukan tidak hanya untuk diri sendiri. Dalam menulis harus
mempertimbangkan apa, siapa, kapan, untuk tujuan apa, dan sebagainya sehingga
tulisan itu komunikatif.
Beberapa pakar mengemukakan pendapatnya tentang menulis dipandang
sebagai proses. Menurut Harmer (2004 : 4-5), proses menulis adalah tahapan yang
dilalui oleh penulis untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk tulisan final
(karangan). Proses ini meliputi isi subjek tulisan (content of writing), jenis apa
yang ditulis (type of writing), misalnya menulis daftar belanja, menulis surat, esai,
laporan, atau novel, dan media untuk menulis (medium) (pena dan kertas,
komputer, dll. Dari semua hal di atas, terdapat empat elemen utama dalam proses
menulis, yaitu planning (perencanaan), drafting (penyusunan draf), editing
(refleksi dan revisi), dan final version (draf akhir). Proses menulis digambarkan
sebagai berikut :
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
18
Planning drafting editing final draft
Gambar 2.1 Tahapan Menulis Harmer
Senada dengan Harmer, Mulyati (2008: ) juga melukiskan proses menulis
terdiri atas empat tahap yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Diagram Tahapan Menulis
Seorang penulis merencanakan tulisannya, kemudian menulis, melakukan
revisi, dan selesailah tulisannya. Namun demikian, kenyataannya adalah bahwa
proses menulis tidaklah sesederhana itu. Dalam menulis, seorang memulai dengan
membuat perencanaan, kemudian yang bersangkutan langsung menulis, merevisi
tulisannya, lalu menulis lagi, merevisi lagi, dan menulis lagi. Tahapan itu
dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh tulisan akhir. Proses tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.3 Proses Menulis (Mulyati, 2008 : 15)
Perencanaan Tulisan
Revisi Menulis
Perencanaan Tulisan
Revisi Menulis
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
19
Proses menulis yang dapat membangkitkan semangat siswa di sekolah
dideskripsikan oleh Murray (Tim UPI, 2008: 231). Menurutnya, menulis
diberikan sebagai proses berpikir yang terus-menerus, proeses eksperimentasi, dan
proses review. Aktivitas menulis berkembang dalam tiga tahap: perencanaan
(rehearsing), penyusunan konsep (drafting), dan perbaikan (revising).
Tahap perencanaan adalah tahap penulis berusaha menemukan apa yang
akan ditulis. Pada kegiatan ini, guru dapat mendorong siswa untuk
menemukan/menentukan topik dengan cara curah pendapat sehingga
menungkinkan anak berpikir dan menulis berbagai hal tentang orang, tempat, atau
peristiwa yang bermakna bagi mereka.
Tahap berikutnya adalah penyusunan konsep (drafting). Pada tahap ini
kegiatan menulis masih bersifat sementara. Penulis menuangkan pikiran-pikiran
dan mempertimbangkannya untuk disampaikan kepada orang lain. Pada tahap ini
seolah-olah terjadi dialog penulis dengan dirinya.
Tahap ketiga adalah tahap perbaikan yang merupakan tahap akhir. Dalam
tahap perbaikan ini terdapat kemungkinan terjadi pada proses perencanaan dan
penyusunan konsep lebih lanjut.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Tompkins (1994). Sebagai suatu
proses, Tompkins (Sukino, 2010: 20) menjelaskan bahwa menulis merupakan
rangkaian kegiatan mulai dari menyusun rencana (pramenulis/prewriting),
menulis draf (pengedrafan/drafting), memperbaiki draf (perbaikan/revising),
menyunting draf (editing), dan pemublikasian tulisan (publishing). Berikut ini
adalah penjelasan dari kegiatan menurut Tompkins.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
20
1) Pramenulis (prewriting)
Pada tahap ini siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis.
Murray (1985) mengatakan tahap ini sebagai tahap penemuan menulis.
Menurutnya, lebih dari 70% waktu tersita pada tahap prapenulisan. Aktivitas
dalam tahap ini meliputi: a) memilih topik, b) membatasi topik, c) memikirkan
tujuan, bentuk, dan sasaran (audiens), d) memanfaatkan dan mengorganisasi
gagasan-gagasan, dan e) menyusun kerangka karangan (Sukino, 2010: 24).
Pada kegiatan ini, guru menggunakan berbagai strategi pramenulis yang
diimplementasikan di muka kelas untuk membantu siswa memilih topic/tema
dan menentukan kelancaran proses menulis. Apabila tema yang guru sampaikan
tidak sesuai dengan minat siswa, dipastikan pembelajaran menulis akan
terhambat Oleh karena itu, dalam memilih tema/topik hendaknya disesuaikan
dengan minat mareka.
Ketika siswa mengumpulkan gagasan-gagasan dan informasi serta
mencoba menyusun kerangka garis besarnya, guru dapat melakukan kolaborasi
melalui curah pendapat (brainstorming), membuat kluster (clustering) atau
menyusun daftar ide/ gagasan sehingga topic/tema yang dipilih merupakan tema
yang sesuai dengan minat dan keinginan siswa. Kegiatan bersama ini juga dapat
dilakukan melalui kegiatan membaca buku, melakukan observasi, atau
menggunakan carta dan gambar.
2) Penyusunan draf tulisan (drafting)
Pada tahap ini siswa menulis dan menyaring gagasan-gagasan mereka
melalui sejumlah konsep. Dalam hal ini siswa dihimbau untuk tidak merasa
takut melakukan kesalahan. Kesempatan dalam menuangkan ide, gagasan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
21
dilakukan dengan memperhatikan ejaan, tanda baca, dan kesalahan mekanikal
yang lain. Aktivitas dalam tahap ini meliputi a) menulis draft kasar, b) menulis
konsep utama, dan c) menekanknan pada pengembangan isi (Sukino, 2010: 25).
3) Perbaikan (revising)
Pada tahap ini siswa membaca kembali tulisan yang telah dibuatnya untuk
selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian ide berkaitan
dengan penggarapan tulisannya. Siswa berkesempatan untuk merevisi
kekeliruannya, baik dalam penempatan gagasan, penyusunan tulisan, atau terkait
dengan isi tulisan. Perbaikan tersebut bisa hasil pemikiran penulisnya atau hasil
diskusi dalam kelompok, atau balikan dari teman-teman kelompoknya. Siswa
bertukar hasil tulisan berupa draf kasar. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini
adalah 1) membaca ulang draf kasar, 2) menyempurnakan draf kasar dalam
proses menulis, dan 3) memperbaiki bagian yang mendapat balikan dari
kelompok menulis (Tim UPI, 2008 : 232).
4) Penyuntingan (editing)
Penyuntingan perupakan penyempurnaan tulisan sampai pada bentuk
akhir. Fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus
berganti pada kesalahan mekanik. Siswa menyempurnakan tulisan dengan
mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanik lainnya. Tujuannya adalah tulisan siap
menjadi “ siap baca secara optimal” (Smith, 1982, dalam Tim UPI : 233).
Aktivitas pada tahap ini adalah meliputi: 1) mengambil jarak dengan
tulisan, 2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan, dan 3) mengoreksi
kesalahan.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
22
5) Pemublikasian (publishing)
Pada tahap akhir penulisan siswa mempublikasikan tulisan mereka dan
menyempurnakannya dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan
teman atau siswa lain, orang tua, dan komunitas mereka sebagai penulis.
Kegiatan pada tahap ini dapat dilakukan misalnya dengan membacakan di depan
kelas hasil tulisan/paragraf yang telah dibuat. Di sini bisa dilakukan berbagi
hasil tulisan (sharing) (Tim UPI, 2008 : 233).
Dari beberapa pendapat di atas, pada intinya, menulis sebagai suatu proses
meliputi tahap-tahap tertentu, yaitu merencanakan, menulis, perbaikan, dan
menulis akhir. Kemungkinan yang terjadi adalah tidak setiap tahap dilalui sesuai
dengan tahapan yang ada, namun ada tahap-tahap lain yang dilakukan secara
berulang-ulang sampai mendapatkan tulisan yang dikehendaki. Apabila tulisan
akhir telah sesuai yang dikehendaki , maka barulah tulisan itu dipublikasikan,
dan pada tahap ini pun masih dapat dilakukan perbaikan seperlunya.
c. Jenis-jenis Tulisan
Rusyana (1998 : 12) mengelompokkan tulisan berdasarkan fungsinya, yaitu
lukisan, bahasan, kisahan, dan cakapan. Weaver (1957) dan Morris (1964)
mengelompokkan tulisan menjadi empat jenis yaitu ekspositoris, naratif,
argumentatif, dan deskriptif (Tim UPI, 2008 : 230).
Berbeda dengan Weaver maupun Morris, Brook dan Warren (1979) (Tim
UPI, 2008:230) mengelompokkan jenis tulisan dalam empat jenis tetapi tidak
termasuk narasi, melainkan terdiri atas ekspositoris, persuatif, argumentatif, dan
deskriptif.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
23
Tarigan (2009 : 18) mengklasifikasi tulisan berdasarkan bentuknya, yaitu
tulisan (karangan) eksposisi, deskripsi, narasi, dan persuasi. Senada dengan
Tarigan, Alwasilah menyebut empat jenis tulisan dengan pokoknya EDAN, yakni
eksposisi, deskripsi, argumentasi, dan narasi (Alwasilah, 2007: 111). Fahrudin
(1988: 145) mengemukakan bahwa bentuk tulisan yang sesuai dengan maksud
penulis adalah pemaparan (eksposisi), pemerian (deskripsi), pengisahan (narasi),
pendalihan (argumentasi) dan pengimbauan (persuasi).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya
tulisan terdiri atas lima jenis, yaitu eksposisi, narasi, deskripsi, argumentasi, dan
persuasi. Berikut adalah penjelasan masing-masing jenis tulisan tersebut.
1) Karangan Narasi
Alwasilah (2007:125) menyatakan bahwa istilah narasi berasal dari bahasa
Inggris narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan), dan to narrate
(bercerita). Karangan berbentuk narasi adalah karangan yang menyajikan
serangkaian peristiwa menurut urutan kejadian atau kronologis atau dengam
maksud memberi arti kepada seluruh atau serentetan kejadian sehingga pembaca
dapat memetik hikmah dari cerita itu.
Akhadiah (Mulyati, 2008:7.21) mengatakan bahwa karangan narasi adalah
jenis karangan yang berusaha menceritakan suatu peristiwa baik bersifat nyata
atau rekaan, dan di dalamnya terdapat unsur pelaku, tempat terjadinya suatu
peristiwa, waktu terjadinya peritiwa, suasana dan juru cerita. Masih dalam
Mulyati (2008:7.21)), Suhendar (1997) mengungkapkan hal senada bahwa narasi
merupakan bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
24
peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
peristiwa itu.
Menurut Keraf (Sukino, 2010: 57), karangan narasi sasaran utamanya
adalah tindakan-tindakan yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa
yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Oleh karena itu, unsur utama dalam
narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian
waktu.
Narasi bisa berisi fakta, bisa pula fiksi atau rekaan hasil imajinasi
pengarang. Narasi berbentuk fakta seperti biografi (riwayat hidup seseorang) dan
autobiografi (riwayat hidup seseorang yang ditulis sendiri).
Narasi yang berisi rekaan biasanya berbentuk novel, cerita pendek, cerita
bersambung dan cerita bergambar (Marahimin, 1999: 93).
Untuk menghidupkan karangan, disamping uraian biasa dalam narasi sering
kali terlihat adanya dialog antartokoh cerita. Lukisan watak, pribadi, kecerdasan,
sikap, atau tingkat pendidikan tokoh dalam cerita yang disajikan akan dapat lebih
mengena apabila ditampilkan dalam bentuk dialog.
2) Karangan Deskripsi
Kata deskripsi berasal dari kata bahasa latin describere yang berarti
menggambarkan atau memerikan suatu hal. Dari segi istilah, deskripsi adalah
suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu dengan keadaan sebenarnya,
sehingga pembaca mencitrai(melihat, mendengar, mencium, merasakan) apa yang
dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya. Karangan jenis ini bermaksud
menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat dan gerak-geriknya,
atau sesautu yang lain kepada pembaca (Tim UPI, 2008: 135).
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
25
Menurut Alwasilah (2007: 114), deskripsi adalah gambaran verbal ikhwal
manusia, objek, penampilan, pemandangan, atau kejadian. Cara penulisan ini
menggambarkan sesuatu sedemikian rupa sehingga pembaca dibuat mampu
seolah merasakannya, melihat, mendengar, atau mengalami sebagaimana
dipersepsi oleh panca indera.
Mengenai tulisan deskripsi, Sukino (2010: 63) mengatakan bahwa tulisan
deskripsi selalu berusaha melukiskan dan mengemukakan sifat, tingkah laku
seseorang, suasana atau keadaan suatu tempat atau sesuatu yang lain. Misalnya,
suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan saling menolong dapat
dilukiskan dalam bentuk deskripsi.
Berdasarkan objek yang dideskripsikan, terdapat karangan deskripsi orang
dan deskripsi tempat. Deskripsi orang terdiri atas beberapa aspek, yaitu: a)
keadaan fisik, b) deskrispi keadaan sekitar, c) deskripsi watak atau tingkah
perbuatan, deskripsi gagasan tokoh, dan deskripsi tempat.
3) Eksposisi Eksposisi
Kata eksposisi berasal dari kata exposition yang berarti membuka atau
memulai. Alwasilah (2007: 111) menyatakan bahwa:
eksposisi adalah tulisan yang tujuan utamanya mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan. Penulis berniat memberi informasi atau petunjuk kepada pembaca. Eksposisi mengandalkan strategi pengembangan alinea/paragraf seperti pemberian contoh, proses, sebab-akibat, klasifikasi, definisi, analisis, komparasi, dan kontras. Menurut Tim UPI ( 2008 : 139), karangan ekposisi adalah karangan yang
bertujuan utama memberi tahu, mengupas, manguraikan, atau menerangkan
sesuatu. Masalah yang disampaikan atau dikomunikasikan adalah informasi, yang
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
26
dapat berupa: 1) data faktual, misalnya tentang kondisi yang benar terjadi,
bagaimana sesuatu bisa bekerja, atau bagaimana suatu operasi diperkenalkan, dan
2) suatu analisis atau penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta.
Secara singkat dan padat, menurut Sukino (2010: 68) karangan eksposisi
merupakan karangan yang berusaha menerangkan sesuatu hal atau sesuatu
gagasan. Supaya paparan bertambah jelas, dalam karangan eksposisi sering kali
dipergunakan contoh-contoh, ilustrasi, gambar-gambar, tabel dan sebagainya
dalam uraian.
4) Karangan Argumentasi
Mengenai karangan argumentasi, Alwasilah (2007: 116) menjelaskan bahwa
argumentasi adalah karangan yang membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran
dari sebuah pernyataan (statement). Sedangkan Sukino (2010: 70) mengatakan
bahwa karangan argumentasi ini merupakan karangan yang mengemukakan
argumen, alasan, bukti atau contoh yang dapat meyakinkan. Maksud tulisan ini
adalah meyakinkan pembaca agar membenarkan pendapat, gagasan, dan
keyakinan penulis.
Tim UPI (2008: 144) merangkum bahwa karangan argumentasi adalah
karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk
membangun suatu simpulan. Karangan argumentasi ditulis dengan maksud untuk
memberikan alasan, memperkuat atau menolak gagasan, pendirian, atau pendapat.
Secara sederhana setiap argumen selalu menjelaskan pertalian antara dua
pernyataan atau asersi (assertion) yang biasanya diurutkan. Asersi pertama
merupakan alas an bagi asersi kedua.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
27
Banyak ahli mengatakan bahwa karangan argumentasi merupakan karangan
yang lebih sulit dari pada karangan lain. Hal ini seperti diungkapkan oleh Keraf
(2007), Alwasilah (2007), dan Tarigan (2009) Sukino (2010: 71). Kesulitan itu
terletak dalam upaya untuk meyakinkan orang lain agar terpengaruh dan
kemudian bertindak seperti yang diinginknan yang tentu ada persyaratannya. Di
sinilah pengarang/penulis dituntut untuk berpikir secara logis dan kritis.
Karangan argumentasi dikembangkan dengan dua teknik, yaitu teknik
induktif dan deduktif (Alwasilah, 2007:116). Teknik induktif adalah penyusunan
argumentasi yang dilakukan dengan mengemukakan lebih dahulu bukti-bukti
kemudian diambil kesimpulan umum. Sedangkan pengembangan argumentasi
dengan teknik deduktif adalah penyusunan argumentasi yang dimulai dengan
suatu kesimpulan yang umum yang kemudian disusul uraian mengenai hal-hal
yang khusus.
5) Karangan Persuasi
Karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya-bujuk,
berdaya-ajak, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran
pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan secara implisit atau eksplisit
yang dilontarkan oleh penulis. Perbedaan karangan persuasi dengan argumentasi
adalah pada karangan persuasi selain menggunakan logika, perasaan juga
memegang peranan penting. Keterlbatan unsur logika dalam peruasi menyebabkan
persuasi sering menggunakan prinsip arggumentasi. Sebaliknya, kita tidak akan
dapat menerima ide orang lain jika tidak disertai penalaran. Oleh karena itu,
struktur karangan persuasi kadang-kadang sama dengan karangan argumentasi,
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
28
tetapi diksinya berbeda. Diksi pada karangan argumentasi mencari efek tanggapan
penalaran, sedangkan pada karangan persuasi diksinya mencari efek tanggapan
emosional.
Di samping itu, karangan argumentasi memiliki ciri khas yaitu karangan
yang berupaya membuktikan suatu kebenaran sebagai digariskan dalam proses
penalaran penulis. Sebaliknya, persuasi berusaha mencapai suatu persetujuan atau
persesuaian kehendak penulis dengan pembacanya, yang merupakan proses
meyakinkan pembaca agar pembaca mau menerima apa yang diinginkan penulis.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh penulis untuk dapat
menyusun karangan persuasi yang efektif adalah memanfaatkan alat-alat persuasi
yang berupa: (1) bahasa, (2) nada, (3) detail, (4) pengaturan/pengorganisasian, dan
(5) kewenangan.
2. Konsep Paragraf
a. Pengertian Paragraf
Paragraf disebut juga alinea. Paragraf berasal kata Inggris paragraph yang
terbentuk dari kata bahasa Yunani para- yang berarti sebelum, dan grafein
‘menulis’ atau ‘menggores’. Sedangkan kata alinea berasal dari bahasa Belanda
yang diambil dari kata Latin a linea yang artinya ‘mulai dari baris baru’ (Sakri,
2001 : 1).
Menurut Sakri (2001: 1), paragraf merupakan satuan terkecil sebuah
karangan. Isinya membentuk satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang
disampaikan oleh penulis dalam karangannya.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
29
Tarigan (2009 :11) mengemukakan pengertian paragraf adalah seperangkat
kalimat yang tersusun secara logis dan sistematis yang merupakan satu kesatuan
ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok. Sementara itu,
Akhadiah (2002 : 145) mengatakan bahwa paragraf merupakan inti penuangan
buah pikiran dalam sebuah karangan. Menurutnya, paragraf terkandung satu unit
buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf itu, mulai dari
kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas
sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat tersebut saling bertautan dalam
suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.
Pendapat Mulyati (2008: 5.22) menyebutkan bahwa paragraf merupakan
bentuk karangan terkecil. Dikatakan demikin karena sebuah paragraf memiliki
satu gagasan utama, disebut juga topik utama atau pikiran utama, yang
disampaikan penulis kepada pembaca melalui serangkaian tulisan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, paragraf merupakan satuan terkecil
dari karangan yang terdiri atas beberapa kalimat dan mengungkapkan satu
gagasan pokok (topik) sehingga membentuk satu kesatuan yang logis dan
sistematis.
b. Fungsi Paragraf
Fungsi paragraf sebagaimana dijelaskan oleh Tarigan (2009:3) adalah
sebagai berikut:
1) menampung fragmen pikiran atau ide pokok; 2) alat untuk memudahkan pembaca memahami jalan pikiran pengarang; 3) alat bagi pengarang untuk mengembangkan jalan pikiran secara
sitematis;
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
30
4) pedoman bagi pembaca mengikuti dan memahami alur pikiran pengarang;
5) sebagai penanda bahwa pikiran baru dimulai; 6) dalam keseluruhan karangan, paragraf berfungsi sebagai pengantar,
transisi, dan konklusi (penutup).
Senada dengan Tarigan, secara singkat Akhadiah (2002:145) menyatakan
bahwa kegunaan paragraf yang utama adalah untuk menandai pembukaan topik
baru, atau pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya (yang baru). Kegunaan
lain dari paragraf adalah untuk menambah hal-hal penting atau untuk memerinci
apa yang sudah diutarakan dalam paragraf sebelumnya atau paragraf terdahulu.
c. Unsur-unsur Paragraf
Sebuah paragraf yang lengkap dan padu tidak terlepas dari keterpaduan
antara unsur-unsur yang membentuk paragraf tersebut. Tarigan (2009: 13)
mengemukakan empat unsur paragraf sebagai berikut:
1) transisi (transision). 2) kalimat topik (topic sentence). 3) kalimat pengembang (development sentence), dan 4) kalimat penegas (punch-line).
Unsur transisi merupakan bagian bagian yang menghubungkan
antarparagraf. Keterpaduan kalimat dalam sebuah paragraf sehingga dapat
menjadi paragraf yang utuh karena dihubungkan oleh kata-kata penghubung.
Kalimat topik dalam sebuah paragraf merupakan unsur utama terbentuknya
sebuah paragraf. Hal ini bukan berarti unsur lain tidak penting, namun sebuah
paragraf dibuat berdasarkan kalimat topik yang kemudian dikembangkan oleh
kalimat-kalimat pengembang/pelengkap.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
31
Berikutnya unsur kalimat penegas biasanya terdapat pada paragraf berjenis
campuran. Kalimat penegas dibuat untuk menegaskan kembali kalimat topik yang
terletak di awal kemudian di akhir paragraf dipertegas kembali sebagai bentuk
pengulangan
d. Jenis-jenis Paragraf
Djago Tarigan (1995: 29) membagi paragraf atas sembilan (9) jenis, yaitu:
(1) paagraf deduksi, (2) paragraf induksi, (3) paragraf campuran, (4) paragraf
perbandingan, (5) paragraf pertanyaan, (6) paragraf sebab akibat, (7) paragraf
contoh, (8) paragraf perulangan, dan (9) paragran definisi. Di bawah ini adalah
penjelasan masing-masing jenis paragraf tersebut.
1) Paragraf deduksi yaitu paragraf yang diawali kalimat topik sebagai pernyataan umum dan diikuti oleh kalimat penunjang atau kalimat penjelas sebagai pernyataan khusus.
2) Paragraf induksi yaitu paragraf yang diawali dengan kalimat-kalimat khusus kemudian diikuti kalimat umum sebagai suatu simpulan.
3) Paragraf campuran yaitu paragraf yang terdiri atas kalimat utama di awal paragraf kemudian diikuti kalimat penjelas dan diakhiri kalimat penutup pengulangan kalimat utama yang ada di awal paragraf. Pengulangan merupakan penegas kembali kalimat utama.
4) Paragraf perbandingan yaitu paragraf yang isinya membandingkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Selain itu, pada paragraf perbandingan juga merupakan perincian yang lebih konkret.
5) Paragraf pertanyaan adalah paragraf yang kalimat topiknya merupakan kalimat tanya atau dalam bentuk pertanyaan dan kalimat-kalimat pengembang berikutnya merupakan jawabannya.
6) Paragraf sebab akibat adalah paragraf yang kalimat topiknya merupakan sebab atau akibat dari pernyataan kaliamt penjelas, kemudian dikemukakan sebab atau akibat dari kalimta penjelas.
7) Paragraf contoh yaitu pengembangan kalimat topik dengan memberkan contoh-contoh dengan maksud untk memperjelas kalimat topik.
8) Paragraf pengulangan yaitu pengembangan kalimjta topik dengan cara mengulang kembali kata atau kelompok kata pada kalimta penjelas.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
32
9) Paragraf definisi yaitu paragraf yang dikembangkan dengan menjelaskna kalimat topik agar jelas isinya (Tarigan, 1995 : 29). Keraf (2001: 70) membagi jenis paragraf dalam empat jenis, yaitu paragraf
deduktif, paragraf induktif, paragraf campuran, dan paragraf
deskriptif. Pembagian paragraf menurut Keraf ini didasarkan pada letak posisi ide
utama.
Akhadiah (2002: 18) membedakan paragraf berdasarkan tujuannya, yaitu
paragraf pembuka, penghubung, dan penutup. Berikut ini penjelasan jenis
paragraf tersebut.
1) Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah
yang akan diuraikan. Oleh karena itu, paragraf pembuka harus dapat menarik
minat dan perhatian pembaca. Paragraf ini jangan terlalu panjang agar tidak
membosankan. Paragraf pembuka mempunyai dua kegunaan, selain menarik
perhatian, juga berfungsi menjelaskna tentang tujuan dari penulisan itu.
2) Paragraf penghubung
Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung. Paragraf
penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh karena itu, secara
kuantitastif paragraf inilah yang paling panjang, dan antara paragraf dengan
paragraf harus saling berhubungan secara logis.
3) Paragraf penutup
Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya pragraf ini berisi
kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga pada pargraf penutup berisi
penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
33
penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah karangan tidak
boleh terlalu panjang, tapi juga tidak berarti harus diputus begitu saja. Penulis
harus dapat menjaga perbandingan antara paragraf pembuka, penghubung,
maupun penutup.
Menurut Adjat Sakri (2001 : 56), jenis-jenis paragraf terdiri atas paragraf
pembuka, paragraf pengembang, paragraf perangkai, dan paragraf pamungkas
(penutup). Selain itu, Sakri (2001 : 63) juga menyebutkan jenis-jenis paragraf
lainnya sebagai berikut:
1) paragraf lantas (langsung), yakni paragraf yang dimulai dengan pokok bahasan. pembaca langsung diberi tahu mengenai masalah yang dibahas dalam paragraf;
2) paragraf rampat, yakni paragraf yeng terdapat pada bagian akhir setelah didahului dengan serangkaian rincian. paragraf rampat seolah mengajak pembaca berkelana dari rincian satu ke rincian yang lain sampai pada paragraf akhir;
3) paragraf rincian, yaitu paragraf yang tidak mempunyai pernyataan pokok bahasan, seluruh paragraf terdiri atas pernyataan rincian;
4) paragraf tanya, paragfraf yang dibuka dengan pertanyaan. pertanyaan diajukan untuk menarik pembaca, agar pembaca lebih ingin tahu akan jawaban penulis atas pertanyaan;
5) paragraf terbagi, yaitu satu paragraf yang terdiri atas dua atau beberapa.
Menurut hemat penulis, pendapat Tarigan dan Akhadiah-lah yang lebih
mudah diterapkan dalam pembelajaran paragraf. Dari pendapat-pendapat tentang
jenis-jenis paragraf di atas, pada umumnya menyatakan bahwa setiap karangan
minimal terdapat paragraf pembuka, paragraf penghubung/perangkai/rincian, dan
paragraf penutup. Ditinjau dari letak pokok pikiran dan isi penalaran terdapat
paragraf induktif-deduktif, paragraf campuran, paragraf tanya, dan paragraf
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
34
lainnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa secara umum sebuah karangan terdapat jenis
paragraf awal, isi, dan paragraf akhir.
e. Syarat –syarat Paragraf
Sebuah paragraf untk dikatagorikan paragraf yang baik, haruslah
memenuhi persayaratan. Syarat-syarat paragraf yang baik seperti dikemukakan
oleh beberapa ahli berikut.
Akhadiah (2002: 148) menyebutkan tiga syarat sebuah paragraf, yaitu
kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan. Paragraf dianggap memiliki kesatuan jika
kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan
dengan topik.
Paragraf harus memenuhi kepaduan atau koherensi, artinya adanya
hubungan antara kalimat dengan kalimat. Kepaduan dalam sebuah paragraf
dibangun dengan memperhatikan: (1) unsur kebahasaan yang digambarkan
dengan: repetisi atau pengulangan kata kunci, kata ganti, kata transisi atau
ungkapan penghubung, dan paralelisme; dan (2) pemerincian dan urutan isi
paragraf. Perincian dapat diurutkan secara kronologis, logis (sebab-akibat, akibat-
sebab, umum-khusus, khusus-umum), urutan spasial (ruang), menurut proses, atau
dari sudut pandang satu ke sudut pandang lain.
Paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang
cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama.
Dengan kalimat yang berbeda, Sakri (2001: 2) juga menyebutkan tiga
syarat paragraf yang baik, yaitu paragraf harus memiliki kesatuan, kesetalian, dan
memiliki isi yang memadai.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
35
Djago Tarigan (2008: 36) menyebutkan setidaknya ada enam syarat
sebuah paragraf dikatakan paragraf yang baik, yaitu (1) isi paragraf harus berpusat
pada satu hal saja, (2) isi paragraf harus relevan dengan isi karangan, (3) paragraf
harus koheren dan unity, (4) kalimat topik harus dikembangkan dengan jelas dan
sempurna, (5) struktur paragraf harus bervariasi disesuaikan dengan latar belakang
pembaca, sifat media tempat karangan diterbitkan, dan sifat/tuntutan kalimat
topik, dan (6) paragraf harus tertulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dari beberapa syarat yang disajikan di atas, penulis sependapat dengan
Tarigan, sebab syarat paragraf yang disampaikan Tarigan telah mencakup apa
yang disampaikan oleh Akhadiah maupun Sakri. Dengan kata lain, apa yang
diuraikan oleh Tarigan memperjelas dan memperkuat pendapat kedua tokoh
tersebut. Namun demikian, penulis berpendapat, syarat ke-enam dari Tarigan,
bahwa paragraf harus ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
apabila karangan yang dibuat memang berbahasa Indonesia, syarat ini mutlak ada,
akan tetapi, bagaimana apabila paragraf ditulis dengan bahasa selain bahasa
Indonesia? Oleh karena itu, penulis berpendapat, bahwa syarat ke-enam adalah
paragraf ditulis dengan memperhatikan tata tulis dan tata bahasa sesuai dengan
bahasa yang digunakan.
f. Metode Pembentukan Paragraf
Sebagaimana diungkapkan di atas bahwa paragraf yang baik harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Demikian pula dalam hal pembentukan paragraf.
Menurut Keraf (2001:67), syarat pembentukan paragraf adalah harus ada kesatuan
dan kepaduan paragraf.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
36
1. Kesatuan Paragraf
Keraf (2001: 67) menyatakan bahwa kesatuan paragraf adalah paragraf
yang mengemukakan dengan jelas maksud atau tujuan suatu tema tertentu.
Kesatuan tidak berarti bahwa paragraf hanya memuat satu hal saja, tetapi sebuah
paragraf dapat juga memiliki beberapa hal atau perincian. Unsur-unsur yang
membangun paragraf tersebut harus menunjang sebuah maksud atau tema tunggal.
Apa yang disampaikan oleh Keraf sesuai dengan pendapat Akhadiah dkk..
(2002: 148) bahwa dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran / gagasan
pokok atau satu topik yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut
sehingga membentuk sebuah gagasan.
2. Kepaduan Paragraf (koherensi)
Keraf (2001: 67) juga menyatakan bahwa sebuah paragraf harus memiliki
koherensi yang baik antara kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut.
Akhadiah (2002: 150) mempertegas pendapat Keraf, bahwa kepaduan atau
koherensi dititikberatkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat. Satu
paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-
masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang
mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat lebih mudah memahami jalan
pikiran penulis tanpa hambatan loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan
pikiran yang teratur menunjukkan adanya kepaduan. Kepaduan sebuah paragraf
dibangun dengan memperhatikan unsur (1) kebahasaan dan (2) perincian atau
urutan isi paragraf.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
37
3 . Kedudukan Pembelajaran Menulis Paragraf dalam Kurikulum SD
Tim Depdiknas (2006: 317) menjelaskan bahwa bahasa memiliki peran
sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan
merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,
berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan
menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada
dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Lebih lanjut Tim Depdiknas (2006) menjelaskan, bahwa standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan:
a. peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;
b. guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
38
berbahasa dan sumber belajar; c. guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar
kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya;
d. orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;
e. sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;
f. daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Adapun tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar adalah sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi adalah sebagai berikut.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. (Tim Depdiknas, 2006: 318).
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek: 1)
mendengarkan, 2) berbicara, 3) membaca, dan 4) menulis. Di antara keempat
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
39
keterampilan berbahasa dan bersastra tersebut, pada penelitian ini hanya akan
menitikberatkan pada keterampilan aspek menulis.
Sebagaimana diketahui, bahwa menulis bersifat keterampilan produktif.
Keterampilan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar
mengajar. Keterampilan menulis hendaknya dilatihkan secara terus menerus dan
berulang-ulang agar memperoleh kemampuan sesuai yang diharapkan dalam
standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar aspek menulis.
Standar isi memuat kemampuan/kompetensi aspek menulis yang harus
dimiliki siswa sejak siswa memasuki sekolah sampai siswa meninggalkan kelas
VI. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar itu sebagaimana tercantum pada
Lampiran 2 halaman 117.
Sesuai dengan fokus pada penelitian bahwa penelitian ini hendak
mengungkap kemampuan menulis paragraf bagi siswa kelas IV, standar
kompetensi yang diharapkan adalah “(2) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun
anak” dengan kompetensi dasar (KD) 8.1 ” menyusun karangan tentang berbagai
topik sederhana dengan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda
titik, tanda koma, dan lain-lain).”
4. Strategi dalam Pembelajaran Menulis
a. Latar Belakang
Pembelajaran menulis merupakan proses belajar mengajar menulis di
sekolah dasar. Pembelajaran menulis di SD meliputi pembelajaran menulis
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
40
permulaan bagi siswa kelas I sampai dengan kelas II, serta pembelajaran menulis
lanjut untuk kelas IV sampai dengan VI.
Dalam penelitian ini, pembelajaran menulis yang dimaksud adalah
pembelajaran menulis lanjut, yang dimulai dari kelas IV. Pembelajaran menulis
lanjut berisikan kegiatan-kegiatan berbahasa tulis yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari pada umumnya dan bidang pekerjaan pada khususnya.
Pembelajaran menulis lanjut di SD menekankan pada penulisan berbagai bentuk
tulisan, misalnya surat, prosa, puisi, pidato, laporan, naskah drama, pengumuman,
iklan, cara meringkas bacaan, mengisi formulir, dan sebagainya.
Di kelas tinggi kegiatan menulis karangan sudah diperkenalkan. Namun
dalam kurikulum secara tersurat tidak ditemukan jenis/ragam karangan.
Sebagaimana diketahui, bahwa ada bermacam ragam bentuk karangan, yaitu
narasi, eksposisi, deskripsi, argumentasi, dan persuasi.
Kurikulum yang berlaku dewasa ini adalah kurikulum 2006 yang
pelaksanaannya tertuang dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan)
yang bernafaskan PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan). Untuk mengimplementasikan pembelajaran yang PAKEM maka
perlu dilaksanakan pendekatan yang mendukungnya. Salah satu pendekatan
pembelajaran menulis yang memenuhi kriteria tersebut adalah pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan model strategi berpikir-
berpasangan-berbagi(think-pair-share /TPS).
b. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Model
Pembelajaran
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
41
Dalam pembahasan mengenai implementasi kurikulum atau proses
pembelajaran kita selalu ditemukan dengan istilah pendekatan, strategi, metode,
teknik, dan model pembelajaran. Istilah-istilah tersebut memiliki kemiripan
makna sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya.
1) Pendekatan
Menurut Joni (1993) dalam Atikah dkk. (2008: 1.23) pendekatan adalah
cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara memandang
terhadap pembelajaran. Contoh, pendekatan komunikatif dalam pembelajaran
bahasa, berarti pembelajaran bahasa yang memfokuskan pada fungsi-fungsi
komunikasi terutama aspek fungsional dan struktur bahasa (Azies dan Wasilah,
2006 : 4).
Dilihat dari pendekatannya, menurut Killen (1998) terdapat dua pendekatan
pembelajaran, yaitu pembelajaran yang pusat pada siswa ( student centered
approach) dan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered approach)
(Atikah,dkk. 2008 : 1.23)
2) Strategi
Strategi menurut Raka Joni (1993, dalam Atikah,dkk. 2008: 1.23) adalah
ilmu atau kiat di dalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan
dikerahkan untuk mnencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, Kemp
(Komalasari, 2010: 55) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. J.R. David menyatakan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
42
bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan, artinya
strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa
ketercapaian tujuan pembelajaran (kompetensi dasar)dan perencanaan merupakan
acuan utama dalam proses belajar mengajar. Untuk merancang dan melaksanakan
strategi yang efektif, seorang guru harus memiliki kemampuan memilih metode
pembelajaran yang bervariasi.
Dalam pendekatan kontekstual, Tim Depdiknas (2003: 4-8) mengemukakan
tujuh (7) strategi pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) belajar berbasis masalah; (2)
pengajaran autentik; (3) belajar berbasis inquiri; (4) belajar berbasis proyek; (5)
belajar berbasis kerja, (6) belajar berbasis jasa layanan, dan (7) belajar kooperatif
(cooperative learning).
3) Metode Pembelajaran
Hernawan (Atikah,dkk. 2008: 1.24) berpendapat bahwa kaitannya dengan
pembelajaran, metode adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan
siswa. Karena metode lebih menekankan pada peran guru maka sering disebut
metode mengajar. Komalasari secara jelas membedakan strategi dengan metode.
Jika trategi bersifat konseptual, maka metode merupakan cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Komalasari, 2010: 56).
Metode-metode dalam pembelajaran antara lain metode: ceramah, tanya
jawab, tugas, diskusi, demonstrasi, brainstorming, debat, dan lain-lain.
4) Teknik
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
43
Teknik merupakan cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan metode secara spesifik. Menurut Joni (1993) teknik
pembelajaran mengacu pada ragam khas penerapan suatu metode sesuai dengan
latar penerapan tertentu, seperti kemampuan dan kebiasaan guru, kesiapan siswa,
ketersediaan alat/sarana prasarana, dan sebagainya (Atikah, 2008 : 1.25).
5) Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan rangkaian antara pendekatan, strategi,
metode, dan teknik menjadi satu kesatuan yang utuh. Model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. secara singkat dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran adalah bingkai atau bungkus dari penerapan suatu pendekatan,
strategi, metode, dan teknik pembelajaran (Komalasari, 2010 : 57).
Dari beberapa istilah tersebut, guru dapat mengimplementasikannya dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat berdaya guna dan
berhasil guna.
5. Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Berbagi-Berpasangan-Berbagi
a. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) merupakan pendekatan
pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Holubec
dalam Nurhadi dkk., 2004: 60). Usaha kerja sama masing-masing anggota
kelompok mengakibatkan manfaat timbal balik sedemikian rupa sehingga semua
anggota kelompok memperoleh prestasi, kegagalan maupun keberhasilan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
44
ditanggung bersama. Siswa mengetahui bahwa prestasi yang dicapai disebabkan
oleh dirinya dan anggota kelompoknya, siswa merasakan kebanggaan atas
prestasinya bersama anggota kelompoknya.
Situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dituntut untuk bekerja
sama dalam suatu tugas bersama, siswa harus mengoordinasikan usaha-usahanya
untuk menyelesaikan tugas. Pada pembelajaran kooperatif dua atau lebih individu
saling tergantung untuk suatu penghargaan apabila mereka berhasil sebagai suatu
kelompok.
Menurut Holubec dalam Nurhadi dkk. (2004: 60) pembelajaran kooperatif
memerlukan pendekatan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa
yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar guna mencapai tujuan
bersama. Tiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota yang heterogen berdasarkan
kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras. Ada 5 (lima) unsur pembelajaran
kooperatif yaitu saling ketergantungan, akuntabilitas individu, keterampilan
antarpersonal, peningkatan interaksi tatap maka, dan pemrosesan.
Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam tim (team) untuk menuntaskan tujuan belajar, 2. Tim terdiri dari siswa-siswa yang mempunyai tingkat keberhasilan tinggi,
sedang, dan rendah, 3. Bila memungkinkan tim merupakan campuran suku, budaya dan jenis
kelamin 4. Sistem penghargaan diorientasikan baik pada kelompok maupun individu
(Estiti, 2006:8),
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang memiliki
latar belakang dan kondisi yang berbeda untuk bekerja saling bergantung satu
sama lain atas tugas-tugas bersama sehingga mereka belajar untuk menghargai
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
45
satu sama lain meskipun mereka berbeda ras, budaya, kelas sosial maupun
kemampuan.
Ada banyak model pembelajaran kooperatif. Komalasari (2010: 62)
menuliskan model-model pembelajaran kooperatif meliputi strategi: (1) kepala
bernomor (Numbered Head Together), (2) skrip kooperatif (Cooperative Script),
(3) tim siswa kelompok prestasi (Student Teams Achievement Division/STAD),
(4) berpikir berpasangan berbagi (Think-Pair-Share/TPS), (5) model Jigsaw, (6)
melempar bola salju (Snowball Throwing), (7) Team Games Tornament (TGT),
(8) kooperatif terpadu membaca dan menulis (Cooperative Integrated Reading
And Composition/CIRC), dan (9) dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray).
b. Model Berpikir-Berpasangan-Berbagi (Think Pair Share/TPS)
Model Berpikir-Berpasangan-Berbagi (think pair share) dikembangkan
oleh Frank Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland tahun 1985.
Model Berpikir-Berpasangan-Berbagi memiliki prosedur secara eksplisit dapat
memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu
satu sama lain (Ibrahim dalam Estiti, 2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa
mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Metode Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan salah satu strategi
dalam pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan waktu kepada siswa untuk
berpikir sehingga strategi ini punya potensi kuat untuk memberdayakan
kemampuan berpikir siswa. Peningkatan kemampuan berpikir siswa akan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
46
meningkatkan hasil belajar atau prestasi belajar siswa dan kecakapan
akademiknya.
Siswa dilatih bernalar dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan
masalah yang diberikan oleh guru. Guru juga memberikan kesempatan siswa
untuk menjawab dengan asumsi pemikirannya sendiri, kemudian berpasangan
untuk mendiskusikan hasil jawabannya kepada teman sekelas untuk dapat
didiskusikan dan dicari pemecahannya bersama-sama sehingga terbentuk suatu
konsep.
Strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi adalah salah satu strategi dalam
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Arends (1997) dalam Trianto (2010: 83) menyatakan bahwa Berpikir-
Berpasangan-Berbagi merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Pada strategi ini, resitasi atau diskusi membutuhkan
pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang
digunakan dalam Berpikir-Berpasangan-Berbagi dapat memberi siswa lebih
banyak waktu berpikir, untuk merespon, dan saling membantu.
6. Langkah-langkah strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi
Ada tiga fase (langkah) dalam strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi
(Trianto, 2010: 83-84) sebagai berikut.
a. Langkah 1 : Berpikir (Thinking) Guru memberikan pertanyaan atau masalah yang berkaitan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
47
b. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing) Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan apa yang
telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus diidentifikasikan. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c. Langkah 3 : Berbagi (Sharing) Pada langkah akhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan
keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan melaporkan (Arends,1997 dalam Trianto, 2010: 84).
Secara teknis, langkah-langkah atau prosedur pembelajaran yang
menggunakan strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi sebagaimana dikemukakan
oleh Frank Lyman (1985, dalam Trianto 2010: 85) adalah sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru. c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya. e. Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada
pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
f. Guru memberi kesimpulan. g. Penutup.
7. Keunggulan dan kelemahan strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi
Strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan salah satu strategi
pembelajaran dengan metode diskusi yang dapat meningkatkan partisipasi siswa
dalam belajar. Keunggulan-keunggulan dari strategi ini antara lain adalah sebagai
berikut.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
48
a. Strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi melibatkan semua siswa secara
langsung dalam proses pembelajaran.
b. Hampir semua topik yang dibahas dapat dilakukan dengan strategi
Berpikir-Berpasangan-Berbagi.
c. Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan
pelajarannya masing-masing.
d. Melalui Berpikir-Berpasangan-Berbagi dapat menumbuhkembangkan
cara berpikir dan bersikap ilmiah.
e. Dengan terlibatnya siswa dalam pembelajaran melalui pengajuan
pendapat dan mempertahankan pendapat, siswa dapat memperoleh
kepercayaan diri yang tinggi.
f. Melalui Berpikir-Berpasangan-Berbagi dapat memupuk sikap sosial
dan demokratis, menghargai orang lain, dan sikap terbuka menerima
saran dan kritik dari orang lain.
Adapun kelemahan dari strategi ini adalah sebagai berikut.
a. Perlunya perencanaan yang matang dan waktu yang banyak.
b. Jalannya pembelajaran kemungkinan dikuasai/didominasi oleh siswa-
siswa yang “menonjol”.
c. Kadang-kadang arah dan hasil pembelajaran menyimpang dari topik
yang sedang dibahas.
d. Siswa yang tidak biasa belajar secara kelompok merasa asing dan sulit
untuk bekerja sama.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
49
Model pembelajaran dengan menggunakan Berpikir-Berpasangan-Berbagi
digambarkan pada gambar berikut.
Gambar 2.4 Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berbagi
(Soleha, 2009: 17, dengan penyesuaian)
8. Prosedur Penilaian Menulis Paragraf
a. Pengertian Penilaian
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam melakukan evaluasi, yaitu
evaluasi (evaluation), pengukuran (measurement), dan penilaian (assessment).
Arikunto (2010:2) menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menetukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan. Tyler (1950) dalam Mardapi (2008:9) mengatakan bahwa evaluasi
adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai.
Pengukuran menurut Allen dan Yen (Mardapi, 2008: 1) adalah penetapan
angka dengan cara sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Menurut
Prinsip Belajar Mengajar Pretes
Sintaks Berpikir-Berpasangan-Berbagi:
1. Penyampaian inti materi&Kompetensi.
2. Tahap Berpikir (T), siswa berfikir masalah.
3. Siswa berpasangan (P) dan menyampaikan hasil pemikiran
4. Guru memimpin pleno, siswa saling berbagi hasil diskusi
5. Pengarahan oleh guru tentang pokok masalah
6. Guru dan siswa membuat kesimpulan
Proses Belajar Mengajar
Siswa
Guru
Meningkatkan hasil belajar
Pembelajaran berkualitas
Saling menghargai
Bekerja sama
Hasil Belajar
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
50
Arikunto (2010 : 1 ) pengukuran mengacu pada kegiatan membandingkan sesuatu
hal dengan ukuran tertentu sehingga sifatnya kuantitatif. Komalasari (2010:146)
memberikan pengertian pengukuran sebagai proses menerapkan alat ukur
terhadap sesuatu objek, bisa barang ataupun gejala menurut aturan-aturan tertentu.
Penilaian (assessment) dalam dunia pendidikan merupakan proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik (Komalasari, 2010:146) . Kegiatan mengumpulkan informasi
sebagai bukti dijadikan dasar menetapkan (judgement) terjadinya perubahan
sebagai hasil belajar. Keputusan lulus atau tidak, telah mencapai KKM (kriteria
ketuntasan minimal) atau belum, dan sebagainya merupakan bentuk penilaian.
Depdiknas (2007) melalui Permendiknas nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian menyebutkan bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta
didik.
Menurut Griffin dan Nix (Mardapi, 2008: 1), pengukuran, asesmen, dan
evaluasi adalah hierarki. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan
kriteria, asesmen menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, dan evaluasi
merupakan penetapa nilai atau implikasi suatu perilaku.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pengukuran,
asesmen, dan evaluasi merupakan satu kesatuan, dan dalam setiap evaluasi
melibatkan kegiatan pengukuran maupun assesmen.
Hubungan antara pengukuran, penilaian dan evaluasi digambarkan sebagai
berikut.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
51
Gambar 2.5. Hubungan Evaluasi,Penilaian, dan Pengukuran
(Komalasari,2010:147)
b. Penilaian Otentik : Pengertian dan Karakteristik
Sesuai dengan pelaksanaan KTSP yang menekankan pada pendekatan
pembelajaran kontekstual (Contextual Learning) maka penilaian yang dilakukan
pun menuntut penilaian yang lebih akurat. Penilaian yang sesuai dan sedang
dikembangkan seiring dengan pelaksanaan KTSP adalah penilaian otentik.
Penilaian otentik sebagaimana dikemukakan oleh Mueller (Nurgiantoro,
2010: 9) adalah suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk
menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan esensi
pengetahuan dan keterampilan. Dalam penilaian otentik, kemampuan peserta
didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan
bermakna lebih ditekankan. Peniaian ini juga menekankan pada pengukuran
kinerja (doing something), menerapkan pengetahuan yang dimiliki. Dengan
demikian penilaian otentik mementingkan penilaian proses sekaligus penilaian
hasil.
Evaluasi Penilaian Pengukuran
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
52
Ada langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penilaian otentik. Mueller
(Nurgiantoro, 2010: 17) mengemukakan empat langkah, yaitu (a) penentuan
standar, (b) penetuan tugas otentik, (c) pembuatan kriteria, dan (d) pembuatan
rubrik.
Jenis-jenis penilaian otentik yang dapat dilakukan menurut Depdiknas
(2007) yaitu (a) penilaian kinerja, (b) observasi sistematik, (c) pertanyaan terbuka,
(d) portofolio, (e) penilaian pribadi, dan (f) jurnal. Perbedaan penilaian otentik
dengan penilaian tradisional, antara lain dari jenisnya, bahwa penilaian tradisional
menggunakan tes untuk mengukur kognitif, sedangkan dalam otentik menekankan
pada langkah nyata dan bermakna, sebagaimana jenis –jenis penilaian tersebut.
c. Penilaian Otentik Kompetensi Menulis
Pembelajaran bahasa Indonesia meliput empat aspek, yaitu mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek memiliki karakteristik
tersendiri sehingga dalam menentukan jenis penilaiannya juga berbeda.
Kemampuan menulis merupakan kemampuan menyampaikan gagasan lewat
tulisan. Orang menulis karena ada sesuatu yang ingin disampaikan. Bahasa hanya
merupakan sarana, karena pada hakikatnya ggasan yang ingin disampaikan itu yng
diutamakan. Aspek bahasa dan gagasan merupakan unsur bentuk dan isi,
keduanya saling memengaruhi. Unsur bentuk berkaitan dengan bagaimana cara
mengungkapkan dan cara memilih bahasa yang tepat, sedangkan unsur isi
berkaitan dengan apa yang ingin diungkapkan (Nurgiantoro, 2010: 76).
Secara lebih luas, Nurgiantoro menjelaskan bahwa:
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
53
Selain pertimbangan dari segi kebahasaan dan gagasan, pemilihan tugas membuat karya tulis harus juga mempertimbangkan bentuk, jenis, atau ragam yang secara nyata dibutuhkan dalam kebutuhan di dunia nyata. Jenis atau ragam tulisan yang bagaimana yang biasa digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti untuk keperluan kantor, jurnalistik, penerbitan dan lain-lain seperti surat-menyurat, membuat rangkuman, meringkas buku atau tulisan lain, menulis resensi buku, menulis berita, menulis laporan, menulis artikel, iklan, dan sebagainya. Jadi, tugas menulis tidak hanya mempertimbangkan unsur bentuk (kebahasaaan) dan isi (pesan) saja, melainkan juga ragam tulisan yang dibuat. Tugas menulis mempertimbangkan ketiga hal tersebut adalah tugas menulis yang benar-benar bermakna, tugas otentik. (Nurgiantoro, 2010 : 77).
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan membuat indikator yang akan
diukur capaiannya lewat tugas-tugas otentik, misalnya sebagai berikut.
Kelas IV, Semester 2
Menulis
Standar Kompetensi:
1. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam
bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak.
Kompetensi Dasar:
8.1 Menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana dengan
memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dll.)
8.2 Menulis pengumuman dengan bahasa yang baik dan benar serta
memperhatikan penggunaan ejaan
Indikator:
1.2.1 Menyusun karangan dengan topik tertentu dengan menggunakan ejaan
yang baik dan benar.
1.2.2 Menyusun pengumuman dengan bahasa dan ejaan yang baik dan benar.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
54
Masih menurut Nurgiantoro, ia menguraikan profil penilaian untuk
mengarang, diantaranya dengan skor penilaian Hartfield yang lebih rinci, jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan. Hartfield menitikberatkan pada unsur-unsur
karangan. Penilaian yang menekankan pada unsur-unsur karangan dikategorikan
sebagai penilaian analitik (analytic assessment). Hasil pemikiran Burhan
Nurgiantoro yang mengacu pada pendapat Hartfield tersebut sebagaimana tabel
berikut.
Tabel 2.1 Profil Penilaian Karangan Hartfield
Nama siswa : ................................................................................................ Judul : .................................................................................................
ASPEK SKOR KRITERIA
ISI
27-30 22-26 17-21 13-16
Sangat Baik, Sempurna: padat informasi, substansif, pengembangan tesis tuntas, relevan dengan permaslahan dan tuntas Cukup – baik: inforrmasi cukup, substansi cukup, pengembangan tesis terbatas, relevan dengan masalah tetapi tdk lengkap Sedang-cukup : Informasi terbatas, substansi kurang, pengembangan tesis tak cukup, permasalahan tak cukup Sangat kurang : tak berisi, tank substansif, tak ada pengembangan,tak ada permasalahan
OR
GA
NISA
SI
18-20 14-17 10-13 7 - 9
Sangat Baik, Sempurna: ekspresi lancar, gagasan diungkap dengan jelas, tertata dengan baik, urutan logis, kohesif Cukup – baik: kurang lancar, kurang terorganisir tetapi ide utama nampak, bahan pendukung terbatas, urutan logis logis tapi tak lengkap, Sedang-cukup : tak lancar, gagasn kacau, terpotong-potong, , urutan tak logis, Sangat kurang : tak komunikatif, tak teroganisir, tak layak nilai
KO
SAK
AT
A
18-20 14-17 10-13 7 - 9
Sangat Baik, Sempurna: pemanfaatn kata canggih, pilihan dan ukapan kata tepat, menguasai pembantukan kata Cukup – baik: pemanfaatn kata agak canggih, pilihan dan ukapan kata kadang-kadang kurang tepattapi tak mnengganggu Sedang-cukup : pemanfaatn kata terbatas, sering terjadi kesalahan penggunaan kosakata dan dapat merusak makna Sangat kurang: pemanfaatn potensi asal-asalan, pengetahuan kosa kata rendah, tak layak nilai
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
55
BA
HA
SA
22-25 18-21 11-17 5-10
Sangat Baik, Sempurna: konstruksi kompleks dan efektif, tejadi sedikit kesalahan bentuk bahasa Cukup – baik: konstrusi sederhana dan efektif, kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi kesalahan tapi tak kabur. Sedang-cukup : konstruksi terjadi kesalahan serius, makna membingungkan atau kabur Sangat kurang: tak menguasai aturan sintaksis, terdapat banyak kesalahan, tak komunikatif, tak layak nilai,
ME
KA
NIK
5 4 3 2
Sangat Baik, Sempurna: menguasai aturan penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan Cukup – baik: kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan, tapi tak mengaburkan makna Sedang-cukup : sering terjadi kesalahan ejaan, makna membungungkan/kabur Sangat kurang: tak menguasai aturan penulisan, terdapat banyak kesalahan ejaan, tulisan tak terbaca, tak layak nilai
JUMLAH PENILAI : KOMENTAR
(Nurgiantoro, 2010 : 441 -442)
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli dengan menggunakan strategi
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) termasuk model pembelajaran
berpikir berpasangan berbagi (think-pair-share) antara lain adalah sebagai berikut.
Lorning (1993) melakukan penelitian efek dari strategi pembelajaran
kelompok dalam interaksi lisan pada siswa dan perolehan prestasi berdasarkan
perubahan konsep bidang ilmu pengetahuan umum, hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelompok siswa yang menggunakan strategi cooperative learning
memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi di banding kelompok siswa yang
tidak menggunakan strategi tersebut.
Slavin (dalam Trianto, 2010: 87) pada tahun 1986 melakukan penelitian
prestasi dari efek pembelajaran kooperatif yang dilakukan dari tahun 1972 sampai
tahun 1986 dengan hasil penelitian yaitu tidak ada efek negatif dari pembelajaran
kooperatif terutama pada pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam, bahasa
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
56
Inggris, membaca, dan menulis menunjukkan peningkatan prestasi akademik
yang signifikan.
Teti Sobari (2006) dalam laporan tesis yang berjudul “Pembelajaran
Menulis Paragraf dalam Karangan Argumentasi dengan Menggunakan Model
Kooperatif Tipe Jigsaw di SMU PGII 2 Bandung” menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis
paragraf dalam karangan argumentasi. Kualitas pembelajaran menulis dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif lebih baik.
Komalasari (2005) dalam Laporan Penelitian berjudul “Peningkatan
Kompetensi Siswa dalam Mata Pelajaran PKn melalui Penerapan CTL di kelas
VII-1 SMP Negeri 44 Bandung,” menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran
kooperatif siswa tidak hanya menerima apa yang disajikan guru dlam
pembelajaran, tetapi bisa juga belajar dari siswa lainnya, sekaligus mempunyai
kesempatan membelajarkan siswa lain. Di samping itu, melalui strategi ini
meningkatkan siswa belajar dari pada pengalaaman belajar secara individual.
Hasil penelitiaannya juga menunjukkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi
(Komalasari, 2010 : 217-218).
Siti Sri Jayati (2005) dalam tesisnya berjudul “Upaya Peningkatan
Kompetensi Menulis Wacana Eksposisi dan Argumentasi Siswa Kelas II SLTP
Negeri I Pleret dengan Metode Pembelajaran Kontekstual” menunjukan bahwa
penerapan metode pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kompetensi
siswa menulis wacana eksposisi dan wacana argumentasi dalam hal keruntutan
dan kepaduan paragraf, kepaduan kalimat, ketepatan penggunaan kalimat,
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
57
penggunaan kata dan penggunaan ejaan dan tanda baca. Melalui pembelajaran
kontekstual juga dapat meningkatkan aktivitas, kreativitas, suka bekerja sama,
menghargai dan lebih menumbuhkan rasa percaya diri.
C. Kerangka Berpikir
Strategi Berpikir-Berpasangan-Berbagi yang yang efektif dalam
pembelajaran menulis paragraf dengan memperhatikan karakteristik pembelajaran
menulis yang merupakan ekspresi pikiran, gagasan, pendapat yang dimiliki siswa
berdasarkan daya nalar akan dapat meningkatkan keterampilan para siswa dalam
hal menulis paragraf. Hal ini sangat logis terjadi mengingat strategi Berpikir-
Berpasangan-Berbagi yang penerapannya didukung dengan kegiatan yang
memberikan peluang kepada siswa untuk aktif dan kreatif melalui kegiatan
berpikir, berpasangan, dan berbagi dalam memecahkan masalah (membuat
paragraf).
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban yang masih bersifat sementara terhadap
masalah yang diteliti, sampai terbukti melalui data-data yang terkumpul
(Arikunto, 2007: 68). Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. ada perbedaan hasil belajar dengan menggunakan strategi berpikir-
berpasangan-berbagi dalam pembelajaran keterampilan menulis paragraf;
dan
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012
58
2. penggunaan strategi berpikir-berpasangan-berbagi dalam pembelajaran
keterampilan menulis lebih efektif dalam daripada pembelajaran menulis
secara konvensional.
Efektivitas Penggunaan Strategi..., Muhamad Robani, Program Pascasarjana UMP, 2012