bab ii landasan pustaka a. landasan teori 1. pengertian bankeprints.mercubuana-yogya.ac.id/563/2/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Bank
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup orang banyak (Kasmir, 2010).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998
tentang perbankan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk pinjaman atau kredit dalam bentuk-benbtuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Dalam buku Kelembagaan Perbankan oleh Dr. Thomas Suyatno dkk
menjelaskan bahwa terdapat pengertian bank yang dapat kita lihat pada tiga
sisi dimana bank menjadi penerima kredit atau bank as loan recipients, bank
menjadi pemberi kredit atau bank as a creditor dan yang terakhir bank
menjadi pemberi kredit bagi masyarakkat atau bank as a lender for the
community yang melalu sumber yang memang berasal dari modal sendiri,
tabungan atau simpanan masyarakat maupun melalui penciptaan uang bank
atau bank money creation.
10
2. Jenis – Jenis Bank
a. Bank Konvensional
1) Pengertian Bank Konvensional
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian
bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998
dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”,
yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
11
2) Kegiatan Usaha Bank Konvensional
Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2013), kegiatan usaha
Bank Konvensional terdiri dari :
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu;
a) Memberikan kredit;
b) Menerbitkan surat pengakuan utang;
c) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya antara lain :
i) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh
bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada
kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
ii) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang
masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.
iii) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan
pemerintah.
iv) Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
v) Obligasi.
vi) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1)
tahun.
vii) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
12
dengan satu (1) tahun
viii) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau
meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
ix) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga;
x) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga;
xi) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak;
xii) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
bursa efek;
xiii) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat;
xiv) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan
lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
xv) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
xvi) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi
13
ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
xvii) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau
perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna
usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
xviii) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat
harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
xix) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku; dan
xx) Melakukan kegiatan usaha bank berupa Penitipan dengan
Pengelolaan/Trus.
b. Bank Syariah
1) Pengertian Bank Syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah
bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Antonio
14
dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank
Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank
Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam
dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-
ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata
cara bermuamalat secara Islam.
2) Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya
berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus
menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan
dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah
sebagai berikut :
a) Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio,2009).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
i) Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima
titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang
yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
15
atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan
perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun
aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk
safe deposit box.
ii) Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima
titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat
memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung
jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang
titipan. Semua manfaat dan keuntungan diperoleh dalam
penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima
titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan
tabungan.
b) Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian
hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana
(Antonio,2009). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
adalah:
i) Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara
16
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad
mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
(1) Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis.
(2) Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib dimana mudharib memberikan batasan
kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan
obyek investasi.
ii) Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-
17
musyarakah:
(1) Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan,
wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
(2) Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan
dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang
dari mereka memberikan modal musyarakah.
c) Pinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual
beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang
dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank
menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah
harga beli ditambah keuntungan (margin) (Antonio, 2009).
Implikasinya berupa:
1) Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati
oleh penjual dan pembeli.
2 ) Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan
penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya
dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan
18
tersebut diterima sesuai syarat- syarat tertentu. Bank dapat
bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi
salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan
cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
3) Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen
yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya
dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi
teknis, kualitas dan kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai
pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan dengan cara istishna’ maka hal ini disebut
istishna paralel.
d) Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
hak kepemilikan atas barang itu sendiri. (Antonio,2009). Al-ijarah
terbagi kepada dua jenis:
i) Ijarah, sewa murni.
ii) Ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan
19
sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa.
e) Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang
diberikan bank (Antonio,2009). Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini antara lain:
i) Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
ii) Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
iii) Al-Hawalah
Al-Hawalah Adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan
pada Factoring (anjak piutang), Post-dated check, dimana
bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.
iv) Ar-Rahn
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
20
Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
v) Al-qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk
ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan
sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan
shadaqah.
3) Sistem Operasional Bank Syariah
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan
uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam
rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut
kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya
modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi:
a) Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank
konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang
mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga
21
kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori
tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan
dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan
deposito.
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah
tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk
penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari
sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
i) Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik
(owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian
gedung, tanah, perlengkapan dan sebagainya yang secara
tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning
asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal
yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan.
Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja
bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana
lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham
dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui
musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation
pada saham perseroan bank.
ii) Titipan (Wadi’ah)
22
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam
memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip
titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-
wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan
bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah
sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
iii) Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah
mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara
pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana
(mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana
sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor
murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari
bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau
kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
b) Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan
dengan tiga model, yaitu:
i) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki
barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli
ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan
23
murabahah, salam dan istishna’.
ii) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan
jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi
ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli,
namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila
pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada
ijarah obyek transaksinya jasa.
iii) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha
kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi
hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah
dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan
mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang
dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh,
wakalah, dan kafalah.
4) Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum
pembiayaan dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan
bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang
dibiayai dan lingkungan kerja.
24
1) Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi
duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian
yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif
belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki
pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam
perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi maupun
ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
2) Lembaga Penyelesai Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah
pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional.
Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya
di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan
hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan
Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara
bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama
Indonesia.
a) Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi
unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank
25
konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah
yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-
produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan
Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat
Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin
efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas
Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan
Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu
mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
b) Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas
dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak
akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur
yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal
pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat
didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan
kaidah-kaidah syariah.
c) Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang
sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan
shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin
integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank
26
syariah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan
tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh
fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punishment,
diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. Secara
garis besar perbandingan bank syariah dengan bank
konvensional dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel II.1.
Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional.
Bank Syariah Bank Konvensional
1.Melakukan investasi-investasi yang
halal saja.
2.Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli
atau sewa.
3.Berorientasi pada keuntungan (profit
oriented) dan kemakmuran dan
kebahagian dunia akhirat.
4.Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan.
5.Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah
1. Investasi yang halal dan
Haram
2 2. Memakai perangkat bunga
1. 3. Profit oriented
4. Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk kreditur-debitur.
5.Tidak terdapat/tidak terdapat
dewan sejenis
(Antonio , 2009)
27
3. Laporan Keuangan
Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input informasi
yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Banyak pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, mulai dari
investor atau calon investor sampai dengan manajemen perusahaan itu sendiri.
Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai likuiditas,
profitabilitas, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi banyak
pihak-pihak yang berkepentingan. Harapan tersebut pada gilirannya akan
mempengaruhi nilai perusahaan.
Dalam laporan keuangan, angka-angka yang berdiri sendiri sulit dikatakan
baik tidaknya. Untuk itu diperlukan pembanding yang bisa dipakai untuk
melihat baik tidaknya angka yang dicapai oleh perusahaan, oleh karena itu
diperlukan analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan. Rata-rata industri bisa dan biasa digunakan sebagai pembanding.
Meskipun rata-rata industri ini bukan merupakan pembanding yang paling
tepat karena beberapa hal, misalnya karena perbedaan karakteristik rata-rata
perusahaan dalam industri dengan perusahaan tersebut. Tetapi rata-rata
industri tetap bisa dipakai untuk perbandingan (Hanafi; 2003).
4. Definisi Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai
pihak (stakeholders) seperti investor, kreditor, analis keuangan, konsultan
keuangan, pemerintah dan pihak manajemen sendiri. Laporan keuangan yang
berupa laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif suatu
28
perusahaan, bila disusun secara baik dan akurat, dapat memberikan
gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang dicapai oleh
suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu. Keadaan inilah yang akan
digunakan untuk menilai kinerja perusahaan.
Martono (2007) mengemukakan arti dari kinerja keuangan, yaitu:
“Kinerja keuangan merupakan hasil dari kegiatan operasi perusahaan
yang disajikan dalam bentuk angka-angka keuangan. Hasil dari kegiatan
perusahaan pada periode sekarang harus dibandingkan dengan kinerja
keuangan pada periode yang lalu, anggaran laporan posisi keuangan dan
laporan laba rugi komprehensif, serta rata-rata kinerja keuangan perusahaan
sejenis.”
Jumingan (2006) menyebutkan kinerja keuangan merupakan gambaran
kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu menyangkut aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan
indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas.
Penilaian aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana
merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran bank
sebagai lembaga intermediasi. Penilaian kondisi likuiditas bank adalah untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya
kepada para deposan. Sedangkan penilaian aspek profitabilitas adalah untuk
mengetahui kemampuan bank dalam menciptakan profit. Dengan kinerja
bank yang baik pada akhirnya akan berdampak baik bagi pihak internal
maupun bagi pihak eksternal bank.
29
Berkaitan dengan analisis kinerja keuangan, bank memiliki
beberapa tujuan, yaitu:
a. Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank, terutama
kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai
pada tahun berjalan maupun pada tahun sebelumnya.
b. Untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua
aset yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien.
5. Manfaat Penilaian Kinerja Keuangan
Aspek utama dari kinerja keuangan yaitu tercapainya keseimbangan yang baik
antara hutang dan ekuitas. Hutang mempunyai peranan penting dalam
perekonomian. Pemerintah, pengusaha bahkan perorangan membiayai banyak
bisnisnya menggunakan hutang. Sucipto (2003) menyebutkan bahwa penilaian
kinerja keuangan dimanfaatkan oleh manajemen untuk hal – hal sebagai
berikut:
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisian melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum. Dalam mengelola perusahaan,
manajemen menetapkan sasaran yang akan dicapai dimasa yang akan
datang dan didalam proses tersebut dinamakan planning.
b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberhentian. Penilaian kinerja akan
menghasilkan data yang dapat dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan yang bersangkutan dengan karyawan yang dinilai berdasarkan
kinerjanya.
30
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan. Jika manajemen puncak tidak mengenal kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya, sulit bagi manajemen untuk mengevaluasi
dan memilih program pelatihan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
karyawan.
d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka. Dalam organisasi perusahaan, manajemen
atas mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada manajemen dibawah
mereka.
e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Bringham dan Houston (2001) menyebutkan bahwa dalam penilaian
kinerja keuangan perusahaan perlu dilakukan analisis terhadap laporan
keuangan yang mencakup (1) perbandingan kinerja perusahaan dengan
perusahaan lain dalam industri yang sama, dan (2) evaluasi kecenderungan
posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu yang ditentukan. Laporan
keuangan perusahaan dapat menjadi petunjuk posisi keuangan perusahaan
pada waktu tertentu maupun operasinya selama beberapa periode yang lalu.
Hasil pengukuran tersebut juga dapat dijadikan alat evaluasi kinerja
manajemen selama ini apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak.
Jika berhasil mencapai target yang ditentukan mereka dikatakan berhasil
mencapai target untuk periode atau beberapa periode. Namun, sebaliknya jika
gagal atau tidak berhasil mencapai telah ditentukan, ini akan menjadi
31
pelajaran bagi manajemen bagi periode kedepan. Kegagalan ini harus
diselidiki dimana letak kesalahan dan kelemahannya, sehingga kejadian
tersebut tidak terulang.
6. Analisa Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan menurut Bringham dan Houston (2001) dapat
diukur dengan menggunakan analisa rasio keuangan untuk mengetahui
keunggulan dari kekuatan suatu perusahaan dan secara simultan mengkoreksi
kelemahan perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan metode umum
yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan di bidang keuangan.
Rasio merupakan alat yang memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya
sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan
finansial berupa neraca dan laporan laba rugi.
7. Rasio Keuangan
Menurut Irawati (2005) rasio keuangan merupakan teknik analisis dalam
bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi
keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu , ataupun hasil-hasil usaha
dari suatu perusahaan pada satu periode tertentu dengan jalan membandingkan
dua buah variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan baik daftar
neraca maupun laba rugi.
a. Rasio Permodalan (Solvabilitas)
Bank pada umumnya dan bank syariah pada khususnya adalah
lembaga yang didirikan dengan orientasi laba. Kekuatan aspek permodalan
ini memungkinkan terbangunnya kondisi bank yang dipercaya oleh
32
masyarakat. Pengertian modal bank berdasar ketentuan Bank Indonesia
dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan
kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang
didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau
primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital. Komponen
modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan
yang dibentuk dari laba setelah pajak, dengan perincian sebagai berikut :
1) Modal disetor
Modal disetor adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh
pemiliknya. Bank yang berbadan hukum koperasi, modal disetor terdiri
atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.
2) Agio saham
Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank
sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
3) Cadangan umum
Cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba bersih
setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran dasar masing-
masing.
4) Cadangan tujuan
Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang
disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat
umum pemegang saham atau rapat anggota.
33
5) Laba ditahan
Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh
rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak
dibagikan.
6) Laba tahun lalu
Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi
pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan
sebagai modal hanya sebesar 50%. Jika bank mempunyai saldo rugi
pada tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor
pengurang dari modal inti.
7) Laba tahun berjalan
Laba tahun berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku
berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku
berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%.
Jika bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian
tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
8) Bagian Kekayaan
Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan
keuangannya dikonsolidasikan. Bagian kekayaan bersih tersebut adalah
modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan
bank pada anak perusahaan tersebut. Anak perusahaan adalah bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas
34
sahamnya dimiliki oleh bank.
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk
dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan
dengan modal, dengan perincian sebagai berikut:
a) Cadangan revaliasi aktiva tetap
Cadangan revaliasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari
selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat
persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
b) Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan adalah
cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun
berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang
mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian
atau seluruh aktiva produktif.
c) Modal kuasi
Modal kuasi adalah modal yang didukung oleh instrumen atau
warkat yang sifatnya seperti modal.
d) Pinjaman subordinasi
Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi
berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan
pemberi pinjaman, mendapat persetujuan dari bank Indonesia,
minimal berjangka 5 tahun dan pelunasan sebelum jatuh
tempo harus atas persetujuan Bank Indonesia.
35
Dalam kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991
(Pakfeb’91), Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum
menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Prosentase kebutuhan modal
minimum ini disebut Capital Adequacy Ratio (CAR).
Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan
modal bank (capital adequacy) didasarkan kepada rasio atau
perbandingan antara modal yang dimiliki bank dan jumlah
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Aktiva dalam
perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca
maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin
dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen
yang disediakan bagi pihak ketiga.
Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum
bank adalah sebagai berikut:
i) ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan
nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan
dengan bobot risiko dari masing-masing pos aktiva neraca
tersebut.
ii) ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara
mengalikan nilai nominal rekening administratif yang
bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos
rekening tersebut.
36
iii) Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva
administratif.
iv) Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan
antara modal bank (modal inti + modal pelengkap) dan
total ATMR. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
CAR = Modal Bank x 100%
Total ATMR
v) Hasil perhitungan rasio diatas, kemudian dibandingkan
dengan kewajiban penyediaan modal minimum (yakni
sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,
dapatlah diketahui apakah bank yang bersangkutan telah
memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak.
Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan
kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100%
atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi
ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila
hasilnya kurang dari 100%, modal bank tersebut tidak
memenuhi ketentuan CAR.
b. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas
Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam Rupiah maupun
37
valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar
bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening
administratif. Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan:
1) Prospek usaha
2) Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur
3) Kemampuan membayar
Berdasarkan analisis dan penilaian terhadap faktor penilaian
mengenai prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan
mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas
kredit ditetapkan menjadi:
1) Lancar (Pass)
2) Dalam perhatian khusus (special mention)
3) Kurang lancar (sub standard)
4) Diragukan (doubtful)
5) Macet (loss)
Aktiva produktif bermasalah (NPL) merupakan aktiva produktif
dengan kualitas aktiva kurang lancar diragukan, dan macet. Besarnya NPL
dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPL = Total Kredit Bermasalah x 100%
Total Seluruh Kredit
c. Rasio Rentabilitas (Earning)
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank
38
yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).
1) Return on Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar
ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
pengamanan aset. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
ROA = Laba Bersih x 100%
Total Aktiva
2) Return on Equity (ROE)
ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal
sendiri. Rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROE = Laba Bersih x 100%
Modal Sendiri
Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik
pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para
investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang
bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). Dengan demikian rasio
ROE merupakan indikator penting bagi para pemegang saham dan calon
investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba
bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio
ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan.
39
3) Rasio Efisiensi (Rasio Biaya Operasional)
Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya
operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
BO/PO = Biaya operasional x 100%
Pendapatan Operasional
4) Rasio Likuiditas (Liquidity)
Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi
kewajiban hutang-hutangnya,dapat membayar kembali semua depositonya,
serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi
penangguhan. Rasio likuiditas ini dilakukan untuk menganalisis
kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam
penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit
Ratio (LDR).
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit
yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali
kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan
kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi
rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
40
LDR = Total pembiayaan x 100%
Dana Pihak Ketiga
5) Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio profitabilitas adalah kemampuan bank dalam menghasilkan laba
selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengetahui efektifitas
manajemen dalam menjalankan usaha (Sawir, 2005).
Rasio ini merupakan gambaran perbankan dalam mendapatkan tingkat
laba yang diperolehnya dari usaha yang telah dilakukan serta
mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi dari manajemen dalam
mengelola usahanya. Rasio yang digunakan yaitu return on asset ratio
(ROA), return on equity ratio (ROE) dan profit to expenses ratio (PER).
Rasio ini menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan dalam hubungannya dengan volume penjualan,
jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan
(Syamsuddin, 2004). Rasio ini menunjukkan hasil akhir dari seluruh
kebijakan keuangan dan keputusan operasional dalam menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan (Brigham dan Houston, 2010). Rasio
profitabilitas ini dapat dihitung dengan beberapa rasio diantaranya: gross
profit margin, net profit margin, return on investment dan return on
equity (Harahap, 2006: 305).
41
B. Peneliti Terdahulu
Teori manajemen keuangan menyediakan banyak variasi indeks untuk
mengukur kinerja suatu bank, salah satu diantaranya adalah rasio keuangan.
Penelitian tentang perbandingan kinerja bank sudah dilakukan oleh beberapa
orang peneliti, antara lain:
42
Tabel II.2 Peneliti Terdahulu
NO JUDUL PENELITIAN PENULIS
HASIL PENELITIAN
1 ANALISIS PERBANDINGAN
KINERJA KEUANGAN
BANK UMUM SYARIAH
DENGAN BANK UMUM
KONVENSIONAL
DI INDONESIA (SKRIPSI)
Widya
Wahyu
Ningsih
2012
Hasil uji statistic
independent sample t-test
menunjukkan rasio
CAR, LDR, NPL, BOPO,
dan ROA Bank Umum
Syariah berbeda secara
signifikan dengan Bank
Umum Konvensional
2 ANALISIS PERBANDINGAN
KINERJA KEUANGAN
ANTARA PERBANKAN
KONVENSIONAL DENGAN
PERBANKAN SYARIAH
DIINDONESIA
(SKRIPSI)
Fivtina
Marbelanty
2015
Hasil penelitian
menunjukkan ada perbedaan
yang signifikan dalam kinerja
keuangan bank konvensional
dan bank syariah. Namun,
kinerja keuangan secara
keseluruhan bank
konvensional dan bank
syariah sama-sama baik,
karena bank konvensional
yang lebih baik dalam rasio
profitabilitas dan efisiensi
rasio, sedangkan bank
syariah lebih baik dalam
43
rasio likuiditas dan risiko dan
solvabilitas rasio
3 ANALISIS PERBANDINGAN
KINERJA KEUANGAN
PERBANKAN SYARIAH
DENGAN PERBANKAN
KONVENSIONAL
(PERIODE 2002-2011)
(SKRIPSI)
Anggraini
2012
Hasil dari penelitian bahwa
ada perbedaan
signifikan antara perbankan
syariah dengan perbankan
konvensional
Namun, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kinerja
perbankan
syariah tidak lebih baik jika
dibandingkan dengan
perbankan
konvensional
4
ANALISIS PERBANDINGAN
KINERJA KEUANGAN
PERBNKAN SYARIAH
Ema
Rindawati
tahun
Rata-rata rasio keuangan
perbankan syariah lebih baik
secara signifikan
44
DENGAN PERBANKAN
KONVENSIONAL (SKRIPSI)
2007 dibandingkan dengan
perbankan konvensional
5 ANALISIS PERBANDINGAN
KINERJA KEUANGAN
PERBANKAN SYARIAH
DENGAN PERBANKAN
KONVENSIONAL DENGAN
MENGGUNAKAN
RASIO KEUANGAN
(STUDI KASUS PADA PT.
BANK SYARIAH MUAMALAT
INDONESIA Tbk
DENGAN PT. BANK RAKYAT
INDONESIA Tbk PERIODE
2003-2008)
Kiki
Maharani
2010
kinerja keuangan Perbankan
syariah berbeda dengan
kinerja keuangan perbankan
konvensional.
45
C. Kerangka Pikir
Gambar II.1
Kerangka Pikir
D. Hipotesa Penelitian
Sebagaimana ditulis oleh J. Supranto (2001) yang dikutip dari Abustan
bahwa hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan yang mungkin benar dan
sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, pemecahan
persoalanmaupun dasar penelitian lebih lanjut, anggapan sebagai satu hipotesis
BANK
Bank Syariah Bank Konvensional
Laporan Keuangan
Analisa Rasio
Keuangan
CAR LDR NPL ROA BOPO
Kinerja Keuangan
46
juga merupakan data tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan
digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan
memakai data hasil observasi.
Dengan pertimbangan tersebut penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perbankan syariah
dengan perbankan konvensional berdasarkan Rasio CAR
H2 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perbankan syariah
dengan perbankan konvensional berdasarkan Rasio NPL
H3 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perbankan syariah
dengan perbankan konvensional berdasarkan Rasio LDR
H4 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perbankan syariah
dengan perbankan konvensional berdasarkan Rasio ROA
H5 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perbankan syariah
dengan perbankan konvensional berdasarkan Rasio BOPO