bab ii landasan teori 2.1. bank 2.1.1. pengertian bankeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3401/3/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Bank
2.1.1. Pengertian Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima
simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kemudian bank juga dikenal
dengan sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat
yang membutuhkannya. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat
untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam
bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air,
pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya (Kasmir, 2014).
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998, bank adalah suatu badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Kasmir (2014:24) secara sederhana bank diartikan sebagai
lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan kembali
kepada masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
10
2.1.2. Perbankan Syariah
Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, Pasal 1 Ayat (1) mengatakan bahwa Perbankan Syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha
syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Syariah adalah suatu
sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum islam.
Pembentukan sistem ini dikarenakan adanya larangan dalam agama Islam
dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk
berinvestasi pada usaha-usaha yang haram. Sistem perbankan
konvensional tidak dapat menjamin hal-hal tersebut.
Menurut (Antonio : 2001) Tujuan utama dari pendirian dari lembaga
keuangan berlandaskan etika Islam adalah sebagai upaya kaum muslimin
untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan
alquran dan as-sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit and loss
sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an yaitu
adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional.
2.1.3. Aktivitas Bank
Menurut Kasmir (2014: 24) sebagai lembaga keuangan, aktivitas bank
sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Aktivitas pihak
perbankan secara sederhana dapat dikatakan adalah menghimpun dan
menyalurkan dana kepada masyarakat umum. Aktivitas perbankan yang
11
pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal
dengan istilah didunia perbankan adalah kegiatan yang disebut funding.
Aktivitas perbankan yang kedua adalah memutar kembali dana yang
telah dihimpun dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat
dalam bentuk pinjaman atau dikenal dengan istilah kredit (lending). Dalam
pemberian kredit juga dikarenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit
(debitur) dalam bentuk bunga dan biaya administrasi. Semakin besar atau
semakin mahal bunga simpanan, maka semakin besar pula bunga pinjaman
dan demikian pula sebaliknya.
2.1.4. Fungsi-fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank pada umumnya adalah menghimpun
dana dari masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial
intermediary. Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso (2006: 9)
fungsi bank terdiri dari :
1. Agent of trust (jasa dengan kepercayaan)
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik
dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan
mau menitipkan dananya di bank karena adanya kepercayaan. Masyarakat
percaya bahwa uangnya tidak akan disalah gunakan oleh bank, uangnya
akan dikelola dengan baik. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan
atau menyalurkan dananya pada debitor atau masyarakat apabila dilandasi
adanya unsur kepercayaan.
12
2. Agent of development (jasa untuk pembangunan)
Kegiatan perekonomian masyarakat disektor moneter dan disektor riil
tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling
mempengaruhi. Kegiatan bank berupa menghimpun dan menyalurkan dana
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan
distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Kelancaran dari
kegiatan investasi, kegiatan distribusi, konsumsi ini tidak lain adalah
kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent of service (jasa pelayanan)
Disamping melakukan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat
secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang,
penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian
tagihan.
2.1.5. Peran Bank
Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2006: 11- 12), bank
mempunyai peranan yang penting dalam sistem keuangan, yaitu :
1. Pengalihan Asset (Asset Translation)
Pengalihan Asset, yaitu pengalihan asset atau dana yang liquid dari
unit surplus (Lenders) kepada unit devisit (borrowers). Pengalihan asset
membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
13
Sumber dana tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus yang
jangka waktu dapat diatur sesuai dengan pemilik dana.
2. Transaksi (Transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk
melakukan transaksi barang dan jasa dengan mengeluarkan produk-produk
yang dapat memudahkan kegiatan transaksi diantaranya giro,deposito,
saham, tabungan dan sebagainya.
3. Efisiensi (Efficiency)
Bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang
saling membutuhkan seperti peminjam dan investor yang menimbulkan
masalah insentif, sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan menambah
biaya. Dengan adanya bank sebagai broker maka masalah tersebut dapat
teratasi.
4. Likuiditas (Liquidity)
Menawarkan produk dana dari pihak yang kelebihan likuiditas dengan
berbagai alternatif tingkat likuiditas dalam bentuk produk-produk berupa
giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Untuk kepentingan likuiditas
para pemiliki dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingannya karena produk-produk tersebut mempunyai tingkat
likuiditas yang berbeda-beda.
14
2.1.6. Sumber Dana Bank
Menurut Kasmir (2014: 58) dimaksud dengan sumber dana bank
adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya.
Adapun sumber- sumber dana tersebut adalah sebagi berikut :
1. Sumber Dana Pertama
Dana yang berasal dari modal itu sendiri yaitu modal setoran dari para
pemegang sahamnya.
2. Sumber Dana Kedua
Dana berupa simpanan dari pihak masyarakat, merupakan sumber dana
terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran
keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana
lain.
3. Sumber Dana Ketiga
Dana pinjaman dari pihak luar dan juga merupakan tambahan dana jika
bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan
kedua diatas.
2.2. Laporan Keuangan
2.2.1. Pengertian Laporan Keuangan
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menurut Ikatan Akuntan
Indonesia (2005: 1) adalah : “Laporan Keuangan adalah suatu penyajian
terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja suatu entitas serta
15
mengemukakan bahwa laporan keuangan adalah bagian dari proses
pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi necara, laporan laba
rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan dalam
berbagai cara seperti sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana,
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan.
Laporan keuangan menurut Machfoedz dan Mahmudi (2008:1.18)
adalah hasil akhir dari proses akuntansi. Proses akuntansi dimulai dari
bukti transaksi, kemudian dicatat dalam harian yang disebut jurnal,
kemudian secara periodik dari jurnal dikelompokkan ke dalam buku besar
sesuai dengan transaksinya, dan tahap terakhir dan proses akuntansi adalah
penyusunan laporan keuangan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan yaitu dapat memberikan informasi mengenai kondisi keuangan
perusahaan saat ini atau periode-periode tertentu. Karena hal ini sangat
bermanfaat bagi perusahaan untuk mengetahui serta menjelaskan materi
laporan keuangan lain yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan suatu perusahaan. Adapun laporan keuangan tersebut terdiri dari
Neraca atau Laporan Laba/Rugi atau hasil usaha, Laporan Arus Kas,
Laporan Perubahan Posisi Keuangan.
16
2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut informasi posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan suatu keputusan.
Menurut Kasmir (2013: 11), tujuan laporan keuangan adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan informasi mengenai jenis dan jumlah aktiva (harta)
yang dimiliki perusahaan saat ini.
2. Memberikan informasi mengenai jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan saat ini.
3. Memberikan informasi mengenai jenis dan jumlah pendapatan
yang diperoleh pada suatu periode tertentu.
4. Memberikan informasi mengenai jumlah biaya dan jenis biaya
yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahaan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva dan modal perusahaan.
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam suatu periode.
7. Informasi keuangan lainnya.
17
Tujuan laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan
perusahaan dengan aktivitas kegiatan perusahaan. Adapun tujuan laporan
keuangan yaitu :
1. Informasi laporan keuangan yang dihasilkan dari kinerja dan aset
perusahaan sangat dibutuhkan oleh sejumlah pengguna laporan
keuangan, baik sebagai bahan evaluasi maupun sebagai bahan
perbandingan dalam melihat dampak keuangan yang bisa timbul
dari suatu keputusan ekonomis yang diambil.
2. Informasi keuangan perusahaan diperlukan untuk menilai dan
meramalkan apakah perusahaan dimasa sekarang dan pada masa
yang akan datang mampu menghasilkan keuntungan baik sama
ataupun lebih meguntungkan.
3. Informasi perubahan posisi keuangan perusahaan memberikan
suatu manfaat dalam menilai aktivitas investasi atau pendanaan dan
juga operasi perusahaan selama periode tertentu, selain sebagai
penilaian kemampuan perusahaan atau laporan keuangan yang
bertujuan dalam bahan pertimbangan suatu pengambilan
keputusan.
2.2.3. Jenis-Jenis Laporan Keuangan Bank
Menurut Taswan dalam bukunya “Akuntansi Perbankan” (2008: 244)
sama seperti dengan lembaga lainnya, bank juga memiliki beberapa jenis
18
laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan SAK SKAPL. Artinya
laporan keuangan dibuat sesuai dengan standar yang telah ditemukan.
Dalam praktiknya jenis-jenis laporan keuangan bank adalah sebagai
berikut :
1. Neraca
2. Laporan Komitmen dan Laporan Kontinjensi
3. Laporan Laba Rugi
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan atas Laporan Keuangan
6. Laporan Keuangan Gabungan dan Konsolidasi
Sedangkan dilihat dari segi waktunya, laporan keuangan bank terbagi
menjadi 3 bagian yaitu :
1. Laporan Keuangan Bulanan
a. Laporan bulanan oleh bank kepada Bank Indonesia untuk
posisi bulan januari sampai dengan desember akan
diumumkan pada Home page Bank Indonesia.
b. Laporan keuangan bulanan merupakan keuangan bank
secara individu yang merupakan gabungan antara kantor
pusat bank dengan seluruh kantor bank.
2. Laporan Keuangan Triwulan
a. Laporan Keuangan Triwulan Posisi Akhir Maret dan
September.
19
b. Laporan Keuangan Triwulan Posisi Juni
c. Laporan Keuangan Triwulan Posisi Akhir Desember.
3. Laporan Keuangan Tahunan
Laporan keuangan tahunan bank dimaksudkan untuk
memberikan informasi berkala mengenai kondisi bank secara
menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan kinerja bank.
Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
transparansi kondisi keuangan bank kepada publik dan menjaga
kepercayaan masyarakat lembaga perbankan.
2.2.4. Kesehatan Bank
Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara cara yang sesuai
dengan peraturan perbankan yang berlaku (Sigit Triandaru dan Totok
Budisantoso, 2006: 51).
Menurut Veithzal Rivai, dkk (2012: 465) Kesehatan atau kondisi
keuangan dan non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak
terkait, baik pemilik, manajemen bank, bank pemerintah (melalui Bank
Indonesia) dan pengguna jasa bank. Dengan diketahuinya kondisi suatu
bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevalusi kinerja
bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri
20
perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam
akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi bank. Perubahan
eksposur risiko bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi
profil risiko bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi bank secara
keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi bank bersifat dinamis
sehingga sistem penilaian kesehatan bank senantiasa disesuaikan agar lebih
mencerminkan kondisi bank yang sesungguhnya, baik saat ini maupun
waktu yang akan datang. Pengaturan kembali hal tersebut antara lain
meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kuantitatif dan kualitatif)
dan penambahan faktor penilaian bilamana perlu. Bagi perbankan, hasil
penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana
dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang, sedangkan
bagi Bank Indonesia dapat digunakan sebagai sarana penetapan kebijakan
dan implementasi strategi pengawasan, agar pada waktu yang ditetapkan
bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan bank yang
tepat.
2.2.5. Metode RGEC (Risk Profile - GCG - Earning - Capital)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13 tahun 2011 Pasal 6,
bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara individual
dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank Rating/RBBR)
dengan cakupan penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut : Profil
21
Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas
(earnings) dan Permodalan (capital) atau disingkat menjadi metode RGEC
yang diatur dalam PBI No.6/10/PBI/2004. Dalam Surat Edaran (SE)
Bank Indonesia No/13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian terhadap faktor-
faktor RGEC terdiri dari:
1. Penilaian Profil Risiko (Risk Profile)
Penilaian terhadap faktor risiko (Risk Profile) merupakan penilaian
terhadap Risiko Inheren, Kualitas Penerapan Manajemen Risiko dalam
aktivitas operasional bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8
(delapan) risiko yang meliputi penilaian terhadap risiko kredit, risiko
pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik,
risiko kepatuhan dan risiko reputasi (PBI No.13/1/PBI/2011. Dalam
penelitian ini peneliti mengukur faktor risk profile dengan menggunakan 2
indikator yaitu faktor risiko kredit dengan menggunakan rumus Financing
Performing Loan (NPF) dan risiko likuiditas dengan rumus Financing to
Deposit Ratio (FDR). Adapun pengertian dari penilaian risk profile sebagai
berikut :
a. Penilaian Risiko Inheren
Risiko ini merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada
kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang
tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Penetapan
22
Risiko Inheren untuk masing-masing jenis risiko dikategorikan ke
dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3
(moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high).
Berikut ini adalah parameter/indikator yang wajib dijadikan acuan oleh
bank dalam memulai Risiko Inheren :
1) Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah risiko yang timbul karena adanya
pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank,
yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain adalah suku
buku dan nilai tukar. Pada perbankan syariah tidak melandaskan
operasionalnya berdasar risiko pasar. Dalam menilai Risiko
inheren atas Risiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan
adalah (i) volume dan komposisi portofolio (ii) kerugian potensial
(potential loss) Risiko Suku Bunga dalam banking book (Interest
Rate Risk in Banking Book/IRRBB);serta (iii) strategi dan
kebijakan bisnis.
2) Risiko Kredit
Adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak
memenuhi kewajibannya. Pada bank umum, pembiayaan disebut
pinjaman, sementara di bank syariah disebut pembiayaan,
sedangkan untuk balas jasa diberikan atau diterima pada bank
umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase
23
yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam menilai Risiko inheren
atas Risiko Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah (i)
komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas
penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii) strategi
penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana; dan (iv)
faktor eksternal.
3) Risiko Likuiditas
Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber
utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank
menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat dijual untuk
memenuhi kebutuhan dananya, maka resiko likuiditasnya bisa
lebih rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat-surat
berharga membatasi pendapatan, karena tidak dapat memperoleh
tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan.
Faktor kuncinya adalah bank tidak dapat leluasa memaksimumkan
pendapatan karena adanya desakan kebutuhan likuiditas.
Likuiditas yang tinggi membuat dana titipan kurang memenuhi
syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana.
Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka
bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika
dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep
24
investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap
kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang
dilaksanakan, di dalamnya terdapat pula risiko untuk menerima
kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling
berbagi baik keuntungan maupun risiko. Dalam menilai Risiko
inheren atas Risiko Likuiditas, parameter/indikator yang digunakan
adalah (i) komposisi dari aset, kewajiban, dan transaksi rekening
administratif; (ii) konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii)
kerentanan pada kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada
sumber-sumber pendanaan.
4) Risiko Operasional (operational risk)
Menurut defenisi Basel Commiite, risiko operasional adalah
risiko akibat dari kurangnya sistem informasi atau sistem
pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak
diharapkan. Risiko ini lebih dekat dengan kesalahan manusiawi
(human error), adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya
proses internalnya, kegagalan sistem atau adanya problem
eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Tidak ada
perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank
konvensional terkait dengan risiko risiko operasional. Dalam
menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional,
parameter/indikator yang digunakan adalah (i) karakteristik dan
kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia ; (iii) teknologi
25
informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal
maupun eksternal; dan (v) kejadian eksternal.
5) Risiko Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung
atau lemahnya perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya
kontrak. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank
syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko hukum. Dalam
menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum, parameter/indikator
yang digunakan adalah (i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan
perikatan; dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan
perundang-undangan.
6) Risiko Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi
negatif yang terkait dengan usaha bank atau persepsi negatif
terhadap bank. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara
bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko reputasi.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi,
parameter/indikator yang digunakan adalah (i) pengaruh reputasi
negatif dari pemilik bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran
etika bisnis; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis bank;
26
(iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitahuan negatif
bank; serta (v) frekuensi dan materialitas keluham nasabah.
7) Risiko Stratejik
Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan
bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap
perubahan eskternal. Tidak adanya perbedaan yang cukup
signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait
dengan risiko stratejik. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko
Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah (i) kesesuaian
strategi bisnis bank dengan lingkungan bisnis; (ii) strategi berisiko
rendah dan berisiko tinggi; (iii) posisi bisnis bank; dan (iv)
pencapaian rencana bisnis bank.
8) Risiko Kepatuhan
Risiko yang sebabkan bank tidak memenuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain
yang berlaku. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara bank
syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko kepatuhan.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan,
parameter/indikator yang digunakan adalah (i) jenis dan
sginifikansi pelanggaran yang dilakukan; (ii) frekuensi pelanggaran
yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan Bank; dan (iii)
27
pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku
umum untuk transaksi keuangan tertentu.
b. Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko mencerminkan
penilaian terhadap kecukupan sistem pengendalian risiko yang
mencakup seluruh pilar penerapan manajemen risiko sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penilaian Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan
merupakan penilaian terhadap empat aspek yang saling terkait yaitu:
1) Tata Kelola Risiko
Tata Kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap (i) perumusan
tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko; serta (ii)
kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi
termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan
Komisaris dan Direksi.
2) Kerangka Manajemen Risiko
Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap (i)
strategi manajemen risiko yang searah dengan tingkat risiko yang
akan diambil dan toleransi risiko; (ii) kucukupan perangkat
organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko
28
secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab;
dan (iii) kecukupan kebijakan,prosedur dan penetapan limit.
3) Proses Manajemen Risiko, Kecukupan Sumber Daya Manusia,
dan Kecukupan Sistem Informasi Manajemen
Proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia,
dan kecukupan sistem informasi manajemen mencakup evaluasi
terhadap (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko; (ii) kecukupan sistem informasi manajemen;
serta (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko.
4) Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko
Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi
terhadap (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii)
kecukupan kaji ulang oleh pihak independen dalam Bank baik oleh
Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI).
5) Ukuran Penilaian Risiko Risk Profile (Risiko Profile)
Penelitian ini mengukur risiko kredit menggunakan rasio Non
Performing Financing (NPF), risiko pasar dengan rasio Interest
Rate Risk (IRR) dan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR), Loan
to Asset Ratio serta Cash ratio. Tetapi peneliti hanya menghitung
29
rasio NPF untuk risiko kredit dan FDR untuk mengukur risiko
likuiditas.
a. Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non
Performing Financing (NPF) dihitung dengan rumus :
NPF = 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛𝑥 100%
Sumber: Lampiran SE BI No. 13/24/DPNP/2011
Tabel 1.
Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko Non Performing
Financing (NPF)
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat NPF < 7%
2 Sehat 7% NPF < 10%
3 Cukup Sehat 10% NPF < 13%
4 Kurang Sehat 13% NPF < 16%
5 Tidak Sehat NPF > 16%
Sumber : (Lampiran SK DIR BI No.30/12/KEP/DIR)
b. Risiko likuiditas dengan menggunakan rasio Financing
to Deposit Ratio (FDR) dihitung dengan rumus :
1) Financing to Deposit Ratio (FDR)
30
FDR = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑥 100%
Sumber : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.
06/23/DPNP/2004
Tabel 2.
Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (FDR)
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat FDR < 75%
2 Sehat 75% ≤ FDR < 85%
3 Cukup Sehat 85% ≤ FDR < 100%
4 Kurang Sehat 100% ≤ FDR < 120%
5 Tidak Sehat FDR ≥ 120%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No.06/23/DPNP/2004
2. Penilaian Good Corporate Governance (GCG)
Pasal 7 ayat (2) pada PBI nomor: 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum menyebutkan bahwa Penilaian terhadap
faktor GCG merupakan penilaian terhadap manajemen Bank atas
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum dengan
memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penetapan
peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis atas (i) pelaksanaan
31
prinsip-prinsip GCG bank; (ii) kecukupan tata kelola (governance) atas
struktur, proses, dan hasil penerapan GCG pada bank; serta (iii) informasi
lain yang terkait dengan GCG bank yang didasarkan pada data dan
informasi yang relevan.
a. Ukuran Penilaian Risiko Good Corporate Governance (GCG)
Penilaian risiko Good Corporate Governance berpedoman pada
Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 yang dilakukan oleh
bank berdasarkan self Assessment.
Tabel 3.
Kriteria Penetapan Peringkat Good Corporate Governance (GCG)
Peringkat Keterangan
1 Sangat Baik
2 Baik
3 Cukup Baik
4 Kurang Baik
5 Tidak Baik
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP Tahun 2013
3. Penilaian Earnings (Rentabilitas)
Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja
rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan rentabilitas, dan
manajemen rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan
32
tingkat, trend, struktur, stabilitas rentabilitas bank, dan perbandingan
kinerja bank dengan kinerja per grup baik melalui analisis aspek kuantitatif
maupun kualitatif. Indikator rentabilitas yaitu ROA, ROE, dan BOPO.
Ukuran penilaian terhadap faktor earning sebagai berikut :
a. Return On Assets (ROA)
Return On Assets (ROA) merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan bersih dikaitkan
dengan pembayaran deviden. Rasio ini dirumuskan dengan:
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑥 100%
Sumber : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.
13/24/DPNP/2011
Tabel 4.
Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas Return On Assets
(ROA)
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat Perolehan laba sangat tinggi
(rasio ROA diatas 2%)
2 Sehat Perolehan laba tinggi (rasio
ROA berkisar antara 1,26%
33
sampai 2%)
3 Cukup Sehat Perolehan laba cukup tinggi
(rasio ROA berkisar antara
0,51% sampai 1,25%)
4 Kurang Sehat Perolehan laba lebih rendah
atau cenderung mengalami
kerugian (rasio ROA
mengarah negatif, rasio
dibawah 0%)
5 Tidak Sehat Bank mengalami kerugian
yang besar (ROA negatif,
rasio dibawah 0%)
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP Tahun
2011
b. Return On Equity (ROE) dihitung dengan rumus:
ROE = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 𝑥 100%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011
34
Tabel 5.
Matrik Kriteria Penetapan Peringkat Return On Equity (ROE)
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat Perolehan laba sangat sehat
(rasio diatas 20%)
2 Sehat Perolehan laba tinggi (rasio
ROE berkisar antara
12,51% sampai dengan
20%)
3 Cukup Sehat Perolehan laba cukup tinggi
(rasio ROE berkisar antara
5.01% sampai dengan
12,5%)
4 Kurang Sehat Perolehan laba rendah atau
cenderung mengalami
kerugian (ROE mengarah
negatif rasio berkisar antara
0% sampai 5%)
5 Tidak Sehat Bank mengalami kerugian
yang besar (ROE negatif,
rasio dibawah 0%)
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011
35
c. Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
dihitung dengan rumus:
BOPO = 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑥 100%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011
Tabel 6.
Matrik Kriteria Penetapan Peringkat Beban Operasional dan
Pendapatan Operasional (BOPO)
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat Tingkat efisiensi sangat
baik (rasio BOPO kurang
dari 83%)
2 Sehat Tingkat efisiensi baik (rasio
BOPO berkisar antara 83%
sampai dengan 85%)
3 Cukup Sehat Tingkat efisiensi cukup baik
(rasio BOPO berkisar antara
85% sampai dengan 87%)
4 Kurang Sehat Tingkat efisiensi cukup baik
(rasio BOPO berkisar antara
87% sampai dengan 89%)
36
5 Tidak Sehat Tingkat efisiensi sangat
buruk (rasio BOPO diatas
89%)
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011
4. Penilaian Capital (Permodalan)
Penilaian atas faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan
permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam melakukan
perhitungan permodalan, bank wajib mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian
kecukupan permodalan, bank juga harus mengaitkan kecukupan modal
dengan Profil Risiko bank. Semakin tinggi risiko bank, semakin besar
modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi risiko tersebut.
a. Ukuran Penilaian Risiko Capital (Permodalan)
Penilaian faktor capital diukur dengan menggunakan Capital
Adequacy Ratio (CAR) dengan rumus berikut :
CAR = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑡𝑖+𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑙𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑥 100%
Sumber : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.
13/24/DPNP/2011
37
Tabel 7.
Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat CAR > 12%
2 Sehat 9% ≤ CAR < 12%
3 Cukup Sehat 8% ≤ CAR < 9%
4 Kurang Sehat 6% ≤ CAR < 8%
5 Tidak Sehat CAR ≤ 6%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/24/DPNP Tahun
2011
Tabel 8.
Matriks Peringkat Komposit (PK) Tingkat Kesehatan Bank
Peringkat Penjelasan
PK 1 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum
Sangat Sehat sehingga dinilai sangat mampu
menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian,
antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas,
dan permodalan yang secara umum sangat baik.
Apabila terdapat kelemahan maka secara umum
38
kelemahan tersebut tidak signifikan.
PK 2 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum
Sehat sehingga dinilai mampu mengahadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan
kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin
dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain
risiko profile, penerapan GCG, rentabilitas, dan
permodalan yang secara umum baik. Apabila
terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan
tersebut kurang signifikan
PK 3 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum
Cukup Sehat sehingga dinilai cukup mampu
menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian,
antara lain risiko profile, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik.
Apabila terdapat kelemahan maka secara umum
kelemahan tersebut cukup signifikan dan apabila
tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen
dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.
PK 4 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum
Kurang Sehat sehingga dinilai cukup mampu
39
menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian,
antara lain risiko profile, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik.
Apabila terdapat kelemahan maka secara umum
kelemahan tersebut cukup signifikan dan apabila
tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen
dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.
PK 5 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum
Tidak Sehat sehingga dinilai cukup mampu
menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian,
antara lain risiko profile, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik.
Terdapat kelemahan maka secara umum sangat
signifikan sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan
dukungan dana dari pemegang saham atau sumber
dana dari pihak lain untuk memperkuat kondisi
keuangan bank.
Sumber : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No 13/24/DPNP
40
2.2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Pada penelitian sebelumnya analisis kesehatan bank dengan metode
RGEC sudah banyak digunakan dalam menilai tingkat kesehatan Bank,
diantara penelitian dilakukan oleh :
1. Pada penelitian ini dilakukan oleh Rika Saleo (2017). Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT Bank Mandiri Tbk
dengan menggunakan metode RGEC ini menunjukkan predikat pada
periode 2011 – 2015 kesehatan bank secara keseluruhan tergolong
Sehat. Tingkat kesehatan bank ditinjau dari aspek RGEC pada Bank
Mandiri Tbk tahun 2011,2012,2013,2014,dan 2015 Sehat sehingga
dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan
dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin
dari peringkat faktor-faktor penilaian antara lain profil risiko,
rentabilitas, dan permodalan secara umum sangat baik.
2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Paramartha dan Mustanda (2017)
yang berjudul Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Bank pada PT
Bank Central Asia, Tbk Berdasarkan Metode RGEC. Berdasarkan
pembahasan dan hasil penelitian, maka dapat diambil simpulan bahwa
penilaian kesehatan PT. Bank Central Asia Tbk tahun 2012 sampai
dengan 2014 yang diukur menggunakan pendekatan RGEC (Risk
Profile Good Corporate Governance, Earnings, Capital) secara
keseluruhan dapat dikatakan bank yang sangat sehat. Simpulan tersebut
didukung oleh : Penilaian faktor profil risiko dengan menggunakan
41
rasio NPL (Non Performing Loan) untuk risiko kredit selama periode
2012 hingga 2014 memperoleh predikat sangat sehat dan rasio LDR
(Loan to Deposit Ratio) untuk risiko likuiditas pada periode tahun 2012
memperoleh predikat sehat sedangkan pada periode 2013 hingga 2014
memperoleh predikat sangat sehat. Hal ini mengambarkan Bank
Central Asia mampu mengelola risiko-risiko yang timbul dari kegiatan
usaha yang dilakukan bank dengan baik , penilaian faktor GCG (Good
Corporate Governance) dengan menggunakan hasil self assesment
yang tercantum pada laporan tahunan Bank Central Asia selama
periode 2012 hingga 2014 memperoleh kategori sangat sehat.
Mencerminkan manajemen Bank Central Asia telah melakukan
penerapan GCG yang secara umum baik. Apabila terdapat kelemahan
dalam penerapan prinsip GCG, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh
bank , penilaian Faktor Rentabilitas menggunakan rasio ROA (Return
On Assets) dan NIM (Net Interest Margin) selama periode 2012 hingga
2014 memperoleh kategori predikat sangat sehat. Mencerminkan
rentabilitas Bank Central Asia yang sangat memadai, pencapaian
labanya telah melebihi target dan mendukung pertumbuhan
permodalan bank , penilaian faktor permodalan menggunakan rasio
CAR (Capital Adequacy Ratio) selama periode 2012 hingga 2014
memperoleh kategori sangat sehat. Mencerminkan bahwa Bank Central
Asia memiliki kualitas dan kecukupan modal yang sangat memadai
42
terhadap risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang
sangat kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas
usaha bank.
3. Pada penelitian yang dilakukan Dewi dan Candradewi(2018) yang
berjudul Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Metode Rgec Pada PT
Bank Tabungan Negara (Persero),Tbk tahun 204-2016. Berdasarkan
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan sebuah
bank yang dinilai berdasarkan dengan metode RGEC (risk profile,
good corporate governance, earnings, capital) pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk tahun 2014 – 2016 secara keseluruhan
bahwa Bank Tabungan Negara merupakan bank yang sehat. Pada tahun
2014 diperoleh predikat cukup sehat dengan komposit 3, dan periode
2015 sampai 2016 secara berturut-turut memperoleh Peringkat
Komposit 2 dengan predikat Sehat. Dapat dikatakan secara
keseluruhan bahwa Bank Tabungan Negara merupakan bank yang
sehat.
4. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tuti Alawiyah(2016) yang
berjudul “Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan
menggunakan Metode RGEC Pada Bank Umum BUMN yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2014”. Berdasarkan
hasil penelitian bahwa tingkat kesehatan bank umum BUMN dengan
menggunakan metode RGEC pada tahun 2012-2014 adalah sebagai
berikut: (1) Hasil penilaian Profil risiko (Risk profile) bank umum
43
BUMN dengan menggunakan 2 indikator yaitu faktor risiko kredit
dengan menggunakan rasio NPL (Non Performing Loan) dan risiko
likuiditas dengan rasio LDR ( Loan to Deposit Ratio) selama tahun
2012 - 2014 berturut-turut berada dalam kondisi yang sehat. Hal ini
terbukti dengan nilai rata-rata NPL (Non Performing Loan) bank
umum BUMN selama tahun 2012-2014 berturut-turut adalah 2,55
persen, 2,35 persen, dan 2,35 persen berada dalam kondisi sehat.
Sedangkan nilai rata-rata LDR ( Loan to Deposit Ratio) bank umum
BUMN selama tahun 2012-2014 berturut-turut adalah 85,50 persen,
90,94 persen, dan 90,59 persen berada dalam kondisi cukup sehat. (2)
Hasil penilaian Good Corporate Governance (GCG) bank umum
BUMN pada tahun 2012 diperoleh nilai rata-rata GCG (Good
Corporate Governance) sebesar 1,36 berada pada peringkat 1, yang
artinya pelaksanaan prinsip-prinsip GCG pada tahun tersebut telah
terlaksana dengan sangat baik. Selanjutnya pada tahun 2013 dan 2014
nilai rata-rata GCG (Good Corporate Governance) bank umum BUMN
masing-masing adalah 2,07 dan 1,78 berada pada peringkat 2, hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip GCG (Good
Corporate Governance) selama dua tahun tersebut telah berjalan
dengan baik. (3) Hasil penilaian Rentabilitas (Earnings) bank umum
BUMN dengan menggunakan dua rasio yaitu ROA (Return On Assets)
dan NIM (Net Interest Margin) selama tahun 2012-2014 berada dalam
kondisi sangat sehat. Hal ini terbukti dengan nilai rata-rata ROA
44
(Return On Assets) bank umum BUMN selama tahun 2012-2014
berturut-turut adalah 3,20 persen, 3,29 persen, dan 3,02 persen berada
dalam kondisi sangat sehat. Selanjutnya nilai rata-rata NIM (Net
Interest Margin) bank umum BUMN selama tahun 2012-2014
berturut-turut adalah 6,11 persen, 6,35 persen, dan 6,08 persen berada
dalam kondisi sangat sehat. Nilai rata-rata ROA (Return On Assest)
dan NIM (Net Interest Margin) yang diperoleh bank umum BUMN
tersebut menunjukkan bahwa bank umum BUMN telah berhasil
menjalankan kegiatan operasional perusahaan dengan efektif sehingga
mampu menghasilkan profitabilitas yang tinggi selama tahun 2012-
2014. (4) Hasil penilain Permodalan (Capital) bank umum BUMN
selama tahun 2012-2014 berada dalam kondisi sangat sehat, hal ini
dibuktikan dengan nilai rata-rata CAR (Capital Adequacy Ratio) bank
umum BUMN selama tiga tahun tersebut berturut-turut adalah 16,70
persen, 15,66 persen, dan 16,44 persen dengan kriteria sangat sehat.
Nilai rata-rata CAR (Capital Adequacy Ratio) tersebut berada di atas
standar minimal CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan
oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8 persen, hal ini menunjukkan
bahwa selama periode tersebut bank umum BUMN telah mampu
mengelola permodalan perusahaan sangat baik. (5) Hasil penilaian
tingkat kesehatan bank umum BUMN dilihat dari aspek RGEC (Risk
profile, Good Corporate Governance, Earnings, dan Capital) selama
tahun 2012-2014 menempati Peringkat Komposit 1 (PK-1). Sehingga
45
bank umum BUMN selama periode tersebut dinilai sangat mampu
menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari kriteria faktorfaktor
penilaian, antara lain risk profile, penerapan GCG, earnings, dan
capital yang secara umum sangat baik. Apabila terdapat kelemahan
maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan.
5. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hery Susanto,dkk (2016) yang
berjudul ‘Analisis Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan
Metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning,
Capital” (Studi Pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Yang terdaftar
di BEI Tahun 2010 – 2014). Berdasarkan pembahasan data-data yang
telah dijabarkan sebelumnya adalah sebagai berikut (1) Penilaian
tingkat kesehatan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dari faktor risk
profile yang penilaiannya berdasarkan dari penilaian risiko kredit
dengan menggunakan rasio NPL (Net Performing Loan)
mencerminkan bahwa pada tahun 2012 dan 2013 PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk. mendapatkan nilai predikat sangat baik dengan nilai
rasio NPL (Net Performing Loan) di bawah 2% yaitu sebesar 1,88%
pada tahun 2012 dan 1,91% pada tahun 2013, sedangkan pada tahun
2010, 2011 dan 2014 mendapatkan nilai predikat baik dengan nilai
rasio NPL diatas 2% yaitu sebesar 2,44% pada tahun 2010, 2,22% pada
tahun 2012 dan 2,15% pada tahun 2014. Dengan hasil tersebut, PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk. termasuk dalam kategori bank yang sehat
46
jika dilihat dari faktor risk profile yang penilaiannya berdsarkan dari
penilaian risiko kredit dengan menggunakan rasio NPL. Untuk
penilaian risiko likuiditas yang dihitung dengan menggunakan rasio
LDR (Loan to Deposit Ratio), PT. Bank Mandiri (Persero)Tbk
mendapatkan predikat baik, hal tersebut menunjukan bahwa PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk memiliki profitablitas yang baik terhadap
pengembalian kembali dana pihak ketiga. (2) Berdasarkan penerapan
metode GCG, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dari tahun 2010 sampai
dengan 2014 mendapatkan rata-rata predikat sangat baik, hanya pada
tahun 2012 saja PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mendapatkan predikat
baik. Dengan hasil tersebut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. berarti
telah melaksanakan prinsip-prinsip GCG sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia dan semuanya berjalan sangat efektif dan efisien. (3)
Berdasarkan faktor Earning atau rentabilitas yang penilaiannya
berdasarkan rumus ROA (Return On Assets) dan NIM (Net Interest
Margin), earning atau rentabilitas yang dimiliki PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk. jika dihitung dengan menggunakan rumus ROA (Return
On Assets) dan NIM (Net Interest Margin) mulai dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2014 berfluktuatif atau mengalami peningkatan
dan penurunan. Walaupun terjadi penurunan dan peningkatan nilai
ROA (Return On Assets) dan NIM (Net Interest Margin), nilai ROA
(Return On Assets) PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. masih berada
diatas 2%, menunjukan PT. Bank Mandiri(Persero) Tbk. dari tahun
47
2010 sampai 2014 mendapatkan predikat sangat baik dan nilai NIM
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. berada diatas 3% yang menunjukan
PT Bank Mandiri(Persero) Tbk. dari tahun 2010 sampai 2014
memiliki predikat sangat baik.(4) Berdasarkan faktor Capital atau
permodalan yang penilaiannya berdasarkan rumus CAR (Capital
Adequacy Ratio), nilai CAR (Capital Adequacy Ratio) PT Bank
Mandiri (Persero) Tbk. tahun 2010 sampai dengan 2014 memiliki
predikat sangat baik, hal tersebut menunjukan PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk. memiliki modal yang cukup besar untuk memenuhi
kewajiban yang dimiliki. (5) Berdasarkan analisis pengukuran tingkat
kesehatan bank dengan pendekatan metode RGEC maka dapat
disimpulkan bahwa PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Dari tahun 2010
sampai dengan 2014 merupakan bank yang berada pada kondisi sangat
sehat (Peringkat Komposit 1).
6. Pada penelitian yang dilakukan oleh Emilia (2017) yang berjudul “
Analisis tingkat kesehatan bank dengan metode RGEC (Risk Profile,
Good Corporate Governance, Earnings, and Capital) pada PT. BNI
Syariah. Berdasarkan pembahasan pada latar belakang, kajian pustaka,
metode penelitian, dan hasil penelitian, maka dapat diambil simpulan
bahwa penilaian kesehatan bank PT. BNI Syariah,Tbk tahun 2011
sampai 2015 yang diukur dengan menggunakan metode RGEC (Risk
Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital) secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa BNI Syariah merupakan bank yang
48
sehat. Penilaian faktor Profil risiko atau Risk Profile dengan
menggunakan rasio NPF (Non Performing Financing) untuk risiko
kredit dan FDR (Financing to Deposit Ratio) untuk risiko likuiditas
selama periode 2011-2015 memperoleh kategori sehat. Hal ini
menggambarkan bahwa BNI Syariah telah mengelolah risikonya yang
timbul dari kegiatan usaha bank dengan baik. Faktor GCG dengan
menggunakan Self Assesstment yang tercantum pada laporan tata kelola
perusahaan bank selama 2011 hingga 2015 memperoleh kategori sehat,
yang mencerminkan manajemen bank telah melakukan penerapan
GCG yang secara umum baik. Penilaian Rentabilitas menggunakan
rasio ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), dan BOPO
(Beban Operasional dan Pendapatan Operasional) selama tahun 2011
hingga tahun 2015 memperoleh kategori sehat, yang mencerminkan
rentabilitas yang sangat memadai, pencapaian laba melebihi target dan
mendukung pertumbuhan permodalan bank. Terakhir faktor
Permodalan yang menggunakan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio)
selama periode 2011 hingga tahun 2015 memperoleh kategori sehat
yang menunjukkan bahwa bank memiliki kualitas dan kecukupan
modal yang sangat memadai relatif terhadap risikonya, yang disertai
dengan pengelolaan permodalan yang sangat kuat sesuai dengan
karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha.