strategi pemasaran penerbangan berkonsep low cost …repository.ub.ac.id/6082/1/hawa bunga...
TRANSCRIPT
STRATEGI PEMASARAN PENERBANGAN
BERKONSEP LOW COST CARRIER (LCC) DAN DAYA
SAING PERUSAHAAN
(STUDI PADA MASKAPAI PENERBANGAN PT. GARUDA INDONESIA CITILINK)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
HAWA BUNGA YOWANDA
NIM. 135030301111001
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
MINAT KHUSUS BISNIS INTERNASIONAL
MALANG
2017
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI Jl. MT. Haryono 163, Malang 65145, Indonesia
Telp. : +62-341-553737, 568914, 558226 Fax : +62-341-558227
http://fia.ub.ac.id E-mail: [email protected]
CURRICULUM VITAE PENULIS
1. NAMA (DAN GELAR) : Hawa Bunga Yowanda
2. TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR : Malang, 7 Mei 1995
3. NOMOR INDUK MAHASISWA (NIM) : 135030301111001
4. ALAMAT (DI MALANG) : Jl. Kepuh IX-A No. 16 RT. 06/RW. 05, Kel. Bandungrejosari,
Kec. Sukun, Kota Malang
5. NO TELP. (FIXED PHONE) : -
NO.HANDPHONE : 082233968896
6. ALAMAT ASAL : -
7. NO. KTP : 3573044707950009
8. NO TELP. (FIXED PHONE) : -
9. NO.HANDPHONE : -
10. ALAMAT E-MAIL : [email protected]
11. JURUSAN : Ilmu Administrasi Bisnis
12. PROGRAM STUDI : Administrasi Bisnis
13. MINAT/ KONSENTRASI : Bisnis Internasional
14. JUDUL TULISAN/ JURNAL : Strategi Pemasaran Perusahaan Berkonsep Low Cost
Carrier (LCC) dan Daya Saing Perusahaan (Studi Pada PT.
Garuda Indonesia Citilink Cabang Surabaya)
15. TAHUN JURNAL : 2017
16. CO-AUTHOR : M. Kholid Mawardi, S.Sos, M.Si, Ph.D
Hawa Bunga Yowanda, 2017, Strategi Pemasaran Berkonsep Low Cost Carrier
(LCC) dan Daya Saing Perusahaan (Studi pada Maskapai Penerbangan PT.
Garuda Citilink). Skripsi. Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya. Dosen Pembimbing : M. Kholid Mawardi, M.AB, Ph.D. 115
halaman + xiv
RINGKASAN
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 51 tahun 2000 yang
mengijinkan siapa saja bisa membuka maskapai penerbangan hanya dengan memiliki
modal minimal satu pesawat. Dengan adanya regulasi tersebut, persaingan bisnis
antar maskapai penerbangan semakin terbuka lebar, sehingga diharapkan maskapai
penerbangan Indonesia mempunyai daya saing yang kuat. Adapun tujuan dalam
penelitian ini yaitu untuk menganalisis strategi pemasaran maskapai penerbangan
berkonsep LCC di PT. Garuda Indonesia Citilink.
Fokus penlitian ini meliputi: pertama, bagaimana strategi pemasaran yang
diterapkan maskapai penerbangan berkonsep low cost carrier di PT. Garuda
Indonesia Citilink. Kedua, bagaimanakah dampak penerapan low cost carrier
terhadap daya saing perusahaan. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data dengan Teknik dokumentasi, observasi,
dan wawancara. Sumber data berasal dari data primer melalui wawancara dengan
informan dari pegawai PT. Garuda Indonesia Citilink, sedangkan data sekunder digali
dari situs internet dan laporan terkait lainnya. Metode analisis data menggunakan
model analisis data Miles dan Huberman yaitu pengumpulan data, kondensasi data,
penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian strategi pemasaran yang diterapkan oleh PT. Garuda
Indonesia Citilink sudah cukup baik ditinjau dari analisis teori daya saing Porter.
Perusahaan mampu mearik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama
dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan, memberikan inovasi yang
berkelanjutan, pengoptimalan proses efisiensi untuk memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada pelanggan. PT. Garuda Indonesia Citilimk dalam beberapa tahun
terkahir, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam hal jumlah penumpang,
frekuensi penerbangan, dan rute penerbangan, karena dengan murahnya harga tiket
yang disediakan semakin dapat dijangkau konsumen lapisan bawah.
Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian ini yaitu Pemerintah selaku
Regulator transportasi udara di Indonesia hendaknya mendukung dari penerapan
strategi LCC pada maskapai penerbangan di Indonesia, salah satu hal yang paling
membantu maskapai penerbangan yang menerapkan strategi LCC adalah dengan
menyediakan bandar udara khusus LCC dan juga mengaturnya dalam payung hukum
yang jelas dalam bentuk perundang-undangan.
Kata Kunci: Strategi Pemasaran, Low Cost Carrier, Daya Saing
Hawa Bunga Yowanda, 2017, The marketing strategi with the concept of Low
Cost Carrier (LCC) and firm's competitive capability (The study done in
Maskapai Airport PT. Garuda Citilink). Thesis. Business Administration
department, Administrative learning faculty, Brawijaya University. Advisor : M.
Kholid Mawardi, M.AB, Ph.D. 115 pages + xiv
SUMMARY
The determination of Transportation Minister in Republic of Indonesia No.
51 of 2000 allows anyone to open an airline with only a minimum capital of one
aircraft. By the existence of regulation, business competition among airlines is
increasingly wide open, so it is expected that Indonesian airlines have strong
competition. The purpose of this study is to analyze the marketing strategy of LCC
concept airlines in PT. Garuda Indonesia Citilink.
The focus of this research includes: first, how the marketing strategy is
applied by the airline concept of low cost carrier in PT. Garuda Indonesia Citilink.
Second, how does the impact of low cost carrier implementation on the company
competition. The method used is qualitative with descriptive research type. The data
is collected with documentation, observation, and interview techniques. Sources of
data derived from primary data through interviews with informants from PT. Garuda
Indonesia Citilinks' employee, while secondary data is extracted from internet sites
and other related reports. Data analysis method uses Miles and Huberman data
analysis model which is data collection, data condensation, data presentation, and
conclusion.
The result of marketing strategy research which is applied by PT. Garuda
Indonesia Citilink is good enough in terms of Porter's competitive theory analysis.
The company is able to attract new customers and retain old customers by improving
service quality, providing continuous innovation, optimizing the efficiency process to
provide a better service to customers. PT. Garuda Indonesia Citilink in the last few
years, experienced rapid growth in terms of the number of passengers, flight
frequency, and flight routes, because the cheap ticket prices provided more affordable
for low average consumers.
The suggestion that can be submitted based on this research is that the
government as the air transport regulator in Indonesia should be supported from the
implementation of LCC strategy to the airlines in Indonesia, one things that mostly
help airlines to implement LCC strategy is by providing LCC special airport and also
arranging it into a clear legal umbrella in the form of legislation
Keywords: Marketing Strategy, Low Cost Carrier, Competitive Capability
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi
Pemasaran Penerbangan Berkonsep Low Cost Carrier (LCC) Dan Daya Saing
Perusahaan (Studi Pada PT. Garuda Indonesia Citilink Cabang Surabaya)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
segala hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang;
2. Ibu Prof. Dr. Dra. Endang Siti Astuti, M.Si selaku Ketua Jurusan Administrasi
Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
3. Bapak Dr. Wilopo, M.AB selaku Ketua Program Studi Administrasi Bisnis
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang;
4. Bapak M. Kholid Mawardi S.Sos, M.AB, Ph.D selaku Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan baik secara teoritis maupun
moril sehingga skrispsi ini dapat terselesaikan dengan baik;
5. Orang tua dan keluarga penulis, Papa Muji Sri Siswanto dan Mama Endang Dewi
Purbaayuningsih (almh.), Mudjianto Family’s, kakak penulis, Adam Gegi
Yowanda dan istrinya Zahroh Nisful Lailiyah serta adik penulis, Akbar Yoga
Dewantara
6. Bapak Arie Triono, selaku Supervisor Customer Service PT. Garuda Indonesia
Citilink Surabaya dan Ibu Juwita Della Juandani, selaku Customer Service PT.
Garuda Indonesia Citilink yang telah meluangkan waktunya untuk membantu
dalam tahap penelitian untuk penyusunan skripsi ini
7. Hafiz Alfiansyah Izzudin, partner berjuang dalam segala situasi dan kondisi, yang
selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan
memberikan dukungan moril yang luar biasa kepada penulis;
8. Keluarga besar HMI Komisariat Ilmu Administrasi yang telah memberikan
banyak ilmu yang bermanfaat, pengalaman yang tiada tara dan dukungan untuk
menjadi insan yang lebih baik;
9. Teman-teman Forsilader 2013, khususnya Haffiyanti K. Nugraha, Rabithah M.
Sukma, Ratna Safitri, Darin I. Aulia Dewi, Linda Fidyani, Cik Ida Kumalasari,
Nuki Septyaning yang tidak henti-hentinya memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi;
10. Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan dorongan kepada penulis,
Faridatul Aliyah, Nur Faizah, Eli Ernawati, Putri Arini, Olivin Pratiwi, Trias
Amelia, Ami Fajar Hikmah, Dwy Rahmawati, Silvi Arini;
11. Bagi semua pihak yang telah membantu dan berkontibusi dalam penyusunan
skripsi ini
Malang, 7 Mei 2017
Hawa Bunga Yowanda
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Gambar 2-1 Segitiga Jasa .............................. Error! Bookmark not defined.
2. Gambar 2-2 Kekuatan Bersaing dalam Industri ............Error! Bookmark not
defined. 3. Gambar 2-3 Lingkungan Bisnis ..................... Error! Bookmark not defined.
4. Gambar 3-1 Triangulasi "Teknik" Pengumpulan Data ..Error! Bookmark not
defined.
5. Gambar 3-2 Model Interaktif Analisa Data .... Error! Bookmark not defined.
6. Gambar 4-1 Struktur Organisasi PT. Garuda Indonesia Citilink ............ Error!
Bookmark not defined. 7. Gambar 4-2 Logo Citilink Sebelum Adanya Perubahan Error! Bookmark not
defined. 8. Gambar 4-3 Logo Citilink Setelah Adanya Perubahan ..Error! Bookmark not
defined. 9. Gambar 4-4 Pesawat Citilink Boeing 737-300 Error! Bookmark not defined.
10. Gambar 4-5 Pesawat Citilink Airbus A320 .... Error! Bookmark not defined.
11. Gambar 4-6 Rute Penerbangan Citilink di Indonesia ....Error! Bookmark not
defined. 12. Gambar 4-7 Alur Jasa Pelayanan Penerbangan Citilink Error! Bookmark not
defined.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................... Error! Bookmark not defined. MOTTO................................................................................... Error! Bookmark not defined. TANDA PERSETUJUAN SKIRPSI ....................................... Error! Bookmark not defined. TANDA PENGESAHAN MAJELIS PENGUJI..................... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ......................... Error! Bookmark not defined. RINGKASAN .......................................................................... Error! Bookmark not defined. SUMMARY ............................................................................. Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ............................................................. Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 1 DAFTAR GAMBAR ............................................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL ................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN................................................... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ................................................ Error! Bookmark not defined. 1.2 Perumusan Masalah ........................................ Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan Penelitian ............................................ Error! Bookmark not defined. 1.4 Maanfaat Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined. 1.5 Sistematika Penulisan ..................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I : PENDAHULUAN ............................... Error! Bookmark not defined.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...................... Error! Bookmark not defined.
BAB III : METODE PENELITIAN ................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ............ Error! Bookmark not defined.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ............ Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined. 2.1 Tinjauan Empiris ............................................ Error! Bookmark not defined.
2.1.1 Tantri (2006) .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Rahman (2003) ...................................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Tinjauan Teoritis............................................. Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Industri Jasa Angkutan Udara ............. Error! Bookmark not defined.
2.2.2 Pengorganisasian Angkutan Udara ...... Error! Bookmark not defined.
2.2.3 Strategi Bersaing ................................... Error! Bookmark not defined.
2.2.4 Teori Daya Saing ................................... Error! Bookmark not defined.
2.2.5 Lingkungan Bisnis ................................. Error! Bookmark not defined.
2.2.6 Model Umum Low Cost Carrier (LCC) ............. Error! Bookmark not
defined.
BAB III METODE PENELITIAN.................................... Error! Bookmark not defined. 3.1 Jenis Penelitian ................................................ Error! Bookmark not defined. 3.2 Fokus Penelitian .............................................. Error! Bookmark not defined.
3.3 Lokasi Penelitian ............................................. Error! Bookmark not defined. 3.4 Sumber Data.................................................... Error! Bookmark not defined. 3.5 Metode Pengumpulan Data............................. Error! Bookmark not defined. 3.6 Metode Analisis Data ...................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................. Error! Bookmark not defined. 4.1 Profil Perusahaan ............................................ Error! Bookmark not defined.
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ................. Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ..................... Error! Bookmark not defined.
4.1.3 Lokasi Perusahaan ................................ Error! Bookmark not defined.
4.1.4 Tujuan Perusahaan ............................... Error! Bookmark not defined.
4.1.5 Nilai Budaya Perusahaan ...................... Error! Bookmark not defined.
4.1.6 Struktur Organisasi .............................. Error! Bookmark not defined.
4.1.7 Logo Perusahaan ................................... Error! Bookmark not defined.
4.1.8 Produk Citilink ...................................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Strategi Pemasaran Low Cost Carrier CitilinkError! Bookmark not defined. 4.2.1 Unsur-Unsur Bauran Pemasaran ......... Error! Bookmark not defined.
4.3 Relevansi Strategi Low Cost Carrier Terhadap Daya Saing ................ Error! Bookmark not defined.
4.3.1 Indikator Daya Saing Citilink ............... Error! Bookmark not defined.
4.3.2 Dampak Penerapan Low Cost Carrier .. Error! Bookmark not defined.
BAB V PENUTUP ............................................................. Error! Bookmark not defined. 5.1 Kesimpulan...................................................... Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISTILAH ................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Tabel 4-1 Jenis Perawatan Pesawat Citilink ... Error! Bookmark not defined.
2. Tabel 4-2 Kinerja Finansial Citilink............... Error! Bookmark not defined.
3. Tabel 4-3 Kinerja Operasional Citilink .......... Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persaingan di industri penerbangan Indonesia semakin meningkat, ditunjukan
dengan semakin banyak pemain maskapai penerbangan yang masuk ke pasar
Indonesia, tidak hanya maskapai domestik, tetapi juga maskapai internasional.
Ukuran pasar domestik yang besar menarik para maskapai penerbangan untuk masuk
berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data dari Centre for Asian Pasific
Aviation (CAPA) (2010) menunjukan bahwa pasar domestik Indonesia merupakan
yang terbesar nomor dua belas di seluruh dunia. Situasi kompetisi ini ditunjang
dengan pertumbuhan daya beli konsumen kelas menengah dan mobilisasi konsumen
yang semakin tinggi, sehingga mendorong perusahaan maskapai penerbangan untuk
dapat lebih cermat lagi membaca keinginan pasar dan memberikan pilihan kepada
konsumen.
Di Indonesia transportasi udara sangat digemari konsumen terutama dengan
kehadiran konsep Low Cost Carrier. Low Cost Carrier (LCC) merupakan model
penerbangan yang unik dengan menerapkan strategi penurunan biaya operasional
(operating cost) dan efisiensi cost di semua lini, maskapai melakukan hal-hal diluar
kebiasaan maskapai pada umumnya. Beberapa karakteristik dari maskapai low cost
2
carrier (LCC) atau penerbangan berbiaya murah adalah standratisasi pada kabin dan
armada pesawat, menghilangkan tipe kelas bisnis dalam layanan, mengurangi atau
menghilangkan layanan dalam pesawat (atau dalam kata lain, layanan tetap diberikan
namun biaya diluar harga tiket), menyederhanakan proses ticketing melalui teknologi
IT dengan mnggunakan tiket elektronik, beroperasi pada penerbangan-penerbangan
berjarak pendek (poin to poin), menyederhanakan atau menghilangkan program
mileage (member), menggunakan bandara sekunder untuk meminimalisir biaya
layanan bandara pada jam sibuk, memanfaatkan penggunaan armada pesawat secara
maksimal untuk meminimalisir biaya pewawatan armada.
Pelayanan yang minimize ini berakibat dalam hal penurunan cost, namun
faktor safety tetap dijaga untuk menjamin keselamatan penumpang sampai ke tujuan.
LCC adalah redefinisi bisnis penerbangan yang menyediakan harga tiket yang
terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. Intinya produk yang ditawarkan
senantiasa berprinsip low cost untuk menekan dan mereduksi operational cost
sehingga bisa menjaring segmen pasar bawah yang lebih luas.
Kompetisi para maskapai penerbangan di pasar penerbangan Low Cost
Carrier membuat alternative pilihan konsumen semakin tinggi, mendorong
perusahaan untuk menguatkan merek mereka dan mengembangkan strategi untuk
memperkuat posisi merek di pasar. Fenomena LCC sebagai salah satu strategi
penerbangan di Indonesia menyadarkan masyarakat bahwa sekarang ini semua orang
bisa melakukan perjalanan menggunakan pesawat udara dengan harga yang
3
terjangkau dan tidak lagi seperti jaman dahulu dimana penggunaan transportasi udara
hanya monopoli orang-orang dari kalangan menengah keatas saja.
Pada prinsipnya untuk menilai kualitas strategi low cost, digunakan dimensi
pengukuran terhadap instrumen yang melingkupi strategi low cost. Menurut
Manurung (2010:63) dalam maskapai penerbangan, performance bentuk layanan jasa
yang diberikan kepada konsumen berdasarkan model layanan LCC (Low Cost
Carrier) mempunyai dimensi:
1. Harga
Harga merupakan perbedaan paling utama dalam sebuah layanan jasa. Konsep
harga diusung oleh sebuah maskapai penerbangan juga disesuaikan dengan konsumen
yang sensitif terhadap waktu dan sensitif terhadap harga.
2. Keberagaman rute penerbangan
Model bisnis yang menggunakan LCC akan diseimbangkan dengan struktur
yang sangat rendah. Airport fees yang dituntut oleh sebuah bandara akan menjadi
bagian penting dalam tolak ukur dalam bisnis maskapai penerbangan. Sehingga
penerbangan dengan LCC akan memilih bandara yang menuntut airport charges
yang rendah, sehingga awal dari bisnis maskapai penerbangan LCC tidak disertai
dengan jumlah rute pesawat yang beragam. Beberapa dari maskapai menyiasati
dengan minimnya rute namun dengan memilih rute-rute yang sering menjadi pilihan
konsumen.
3. Frekuensi Penerbangan
4
Keragaman rute yang diberikan oleh maskapai penerbangan memiliki
keuntungan dengan menghilangkan wasted time yang dirasakan oleh penumpang,
karena tidak adanya waktu penumpang yang terbuang karena menunggu sebuah
penerbangan.
4. Distribution
Maskapai penerbangan yang menggunakan layanan LCC telah membuat
banyak keuntungan dengan menggunakan e-bussines. Hal ini terlihat dengan
penggunaan website pada sebuah maskapai penerbangan yang dapat membantu
konsumen untuk melihat jadwal penerbangan dan melakukan pemesanan tiket,
bahkan biasanya sebuah maskapai memberikan potongan harga pada internet
booking. Selain itu banyak maskapai menggunakan call center yang tidak dikenai
biaya sedikitpun.
Salah satu penyedia jasa transportasi udara low cost yang ada di Indonesia
adalah Citilink. Citilink adalah Strategic Business Unit (SBU) dari PT. Garuda
Indonesia yang melayani penerbangan point-to-point dengan konsep Low Cost
Carrier. Citilink diluncurkan dengan alasan untuk menggarap pasar menengah ke
bawah. Citilink beroperasi dengan menawarkan penerbangan murah yang dapat
dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat dengan mengedepankan ketepatan
waktu.
Namun, faktor penerbangan murah sendiri saja tidak dapat menarik pelaggan
mengingat banyaknya maskapai penerbangan Low Cost Carrier yang sudah berdiri di
5
Indonesia. Apalagi Citilink masih merupakan bagian dari PT. Garuda Indonesia.
Strategi bisnis yang digunakan tentunya akan berbeda karena target pasar masing-
masing maskapai juga berbeda. Dalam segi brand image, melihat hampir semua para
pesaing besar Citilink memiliki basis operasi di Jakarta, sedangkan basis operasi
Citilink berada di Surabaya, tentuta srategi pemasaran Citilink perlu diperluas. Hal
tersebut dapat diperkuat melalui perluasan geografis, operasi, sistem kerja, promosi,
sampai dengan segi pelayanan, kualitas, dan harga. Citilink harus tetap menjaganya
sehingga kepercayaan pelanggan dapat dengan mudahnya diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan peninjauan dan
penelitian dengan mengangkat judul “Strategi Pemasaran Penerbangan Berkonsep
Low Cost Carrier (LCC) dan Daya Saing Perusahaan. (Studi pada Maskapai
Penerbangan PT. Garuda Indonesia Citilink)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya
maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana strategi pemasaran yang diterapkan maskapai penerbangan
berkonsep low cost carrier di PT. Garuda Indonesia Citilink?
2. Bagaimanakah dampak penerapan low cost carrier terhadap daya saing
perusahaan?
6
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan strategi pemasaran berkonsep low cost carrier
di PT. Garuda Indonesia Citilink.
2. Untuk mengetahui dampak strategi pemasaran berkonsep low cost carrier
terhadap daya saing perusahaan
1.4 Maanfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang pemasaran yang berkaitan dengan strategi
pemasaran berkonsep LCC pada maskapai penerbangan di Indonesia.
2. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan, sebagai bahan
masukan yang obyektif dalam penetapan keputusan strategi pemasaran
berkonsep LCC guna pengembangan perusahaan di masa yang akan datang.
7
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah dan penjelasan
permasalahan secara umum, perumusan masalah serta batasan masalah yang
dibuat, tujuan dari pembuatan tugas akhir dari sistematika penulisan buku ini
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan teori-teori yang mendukung untuk dijadikan landasan
ilmiah yang berkaitan dengan judul dan keseluruhan permasalahan yang diteliti
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi uraian mengenai metode-metode yang digunakan dalam
penelitian ini secara berturut-turut dibahas mengenai metode penelitian, jenis
penelitian, sumber data, dan analisis data
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang gambaran umum obyek penelitian, deskripsi data,
analisis data, dan pembahasan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan pada hasil
pembahasan dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, selain itu juga
disertakan dengan saran-saran yang bersifat praktis dan akademis.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Empiris
2.1.1 Tantri (2006)
Penelitian dengan judul Low Cost Airline dan Jaminan Keselamatan
Penumpang. Harga murah dipelopori oleh Citilink milik Malaysia. Gebrakan
mereka tidak hanya dilakukan di Indonesia saja tetapi di Malaysia, Thailand, dan
Singapura, bahkan di ketiga tempat tersebut sudah terlebih dahulu merasakan
gebrakan mereka sebelum Indonesia. Hanya kurang dari dua tahun armada
Citilink berkembang dadi dua pesawat Boeing 737-300 hingga menjadi 14
pesawat. Ternyata dengan harga tiket sangat rendah airline mampu mengalahkan
pesaing-pesaingnya dan bahkan kemudian berkembang pesat. Diakui oleh CEO
Citilink bahwa Low Cost Carrier bukanlah hal baru di dunia penerbangan, namun
untuk di Asia, Citilink mengaku adalah yang pertama.
Penawaran tiket murah oleh airline di Indonesia muncul tidak lama
setelah terjadinya peristiwa penyerangan gedung WTC di New York pada 11
September 2001. Tragedi ini menurunkan secara drastis jumlah operasi airline di
Amerika sebagai dampak menurunnya jumlah penumpang pesawat terbang di
dalam negri. Penumpang takut menghadapi risiko kematian. Gejala menurunnya
jumlah penumpang penerbangan makin bertambah dengan maraknya wabah SRS
(flu burung) di dunia tahun 2003 yang mengakibatkan orang khawatir berpergian
ke luar negeri. Wabah ini bermula dari Hongkong. Tidak lama setelah itu muncul
airline yang menawarkan tiket murah ke Indonesia. Hal itu disusul dengan
munculnya operator baru lain yang menawarkan tiket murah. Hingga pertengahan
bulan Maret 2006 telah mencapai 25 maskapai penerbangan. Kedua peristiwa di
atas kelihatan jelas berhubungan antara satu dengan lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis secara mendalam opini
yang timbul di era low cost ini bahwa dengan low cost berarti banyak hal yang
dikurangi agara fasilitas tersedia cocok dengan harga. Sangat kebetulan
bersamaan itu muncul banyak kecelakaan pesawat. Sehingga timbul opini umum
bahwa dengan adanya low cost berarti keamanan tidak terjamin, karena fasilitas
keselamatan disesuaikan dengan tingkat harga tiket.
Ruang lingkup penulisan ini adalah sekitar hal keselamatan pesawat dan
tingkat pelayanan penumpang di era low cost saat ini. Metodologi yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menganalisis secara rasional
bahwa kecelakaan pesawat terbang yang memakan korban manusia lebih banyak
pada kelalaian operatornya (tidak memenuhi standart minimal sekalipun
dilakukan pemeriksaan keselamatan pesawat terbang) ketimbang kekurangan
dana akibat penerapan low cost.
Kesimpulan penelitian Tantri adalah sebagai berikut:
a. Tiket murah tidak identik dengan kecelakaan. Banyak maskapai bertiket
murah yang mempunyai armada lebih mudah daripada maskapai
tradisional dan sangat mengerti bahwa keselamatan adalah nomor satu.
b. 70% hingga 75% kecelakaan adalah akibat kesalahan manusia bukan
mesin atau peralatan. Ketika Boeing seri 200 jatuh, maka seluruh Boeing
dengan tipe sama harus diperiksa ulang dan kalua perlu grounded
c. Untuk mencegah kecelakaan maka airline harus menerapkan ketentuan-
ketentuan keselamatan di atas ketentuan minimal serta menjalani
pemeriksaan pesawat secara rutin sehari-harinya seperti pre-flight check,
transit check, daily check, atau might stop check. Juga weekly dan letter
check (A,B,C,D check)
d. Langkah-langkah rasional dalam pengurangan cost hingga bisa menjadi
low cost carrier adalah dengan cara, pertama, menghilangkan pelayanan-
pelayanan yang tidak perlu namun tidak akan mengecewakan penumpang
bisa dihilangkan. Penumpang bersedia menukarkan dengan fasilitas tiket
murah. Misalnya dalam hal makanan, memilih tempat duduk sendiri,
mengurus bagasi sendiri. Kedua, dalam hal harga pesawat, sewa landasan,
ketinggian penerbangan dan efisiensi dari kru pesawat. Jadi pengurangan
bukan pada hal yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan.
Dari segi daya saing airline tidak cukup hanya mengandalkan keunggulan
komparatif tetapi cukup hanya mengandalkan keunggulan kompetitif. Dengan
kata lain harus efisien.
2.1.2 Rahman (2003)
Penelitian dengan judul Low Cost Airline dan Perkembangannya Di
Indonesia. Low cost, juga disebut dengan no frills atau budget airline adalah
perusahaan penerbangan berjadwal (scheduled carrier) dengan biaya yang jauh
lebih rendah (Pender dan Baum 2000). Penghematan biaya tersebut sesuai dengan
sifat operasinya yaitu jumlah seat yang lebih banyak dan utilisasi pesawat terbang
perhari yang lebih tinggi (Doganis, 2001). Pertumbuhan low cost airline dalam
beberapa tahun ini adalah dramatis. Terutama di Amerika Serikat dan Eropa
Barat. Analisis perkembangan Low Cost Carrier Strategy pada perusahaan
penerbangan di Indonesia dilihat seberapa besar kemungkinan dan implementasi
low cost carrier strategy pada perusahaan penerbangan di Indonesia. Mengingat
perang diskon atau perang tarif telah terjadi serta jumlah perusahaan penerbangan
cenderung semakin bertambah, maka kemungkinan implementasi low cost carrier
strategy akan sangat besar namun tidak mudah menentukan, pada aspek apa low
cost strategy diimplementasikan. Perkembangan dan kecenderungan tersebut
dapat diukur dengan pendekatan Doganis (2001) dan strategi Southwest Airlines.
Dengan menggunakan pendekatan Doganis, yaitu penghematan biaya
“low cost carrier” adalag sesuai dengan sifat operasinya, yaitu jumlah seat yang
lebih banyak dan utilitas pesawat terbang yang lebih tinggi, maka ada 2 kelompok
perusahaan penerbangan. Kelompok pertama perusahaan penerbangan dengan
utilisasi lebih tinggi. Sebagian perusahaan penerbangan di Indonesia saat
sekarang termasuk dalam kelompok ini, karena frekuensi penerbangan telah
meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini nampak pada
iklam/promosi yang dilakukan perusahaan tersebut di media cetak dan elektronik.
Kelompok kedua perusahaan penerbangan yang di samping utilisasi lebih tinggi
juga dengan jumlah seat yang lebih banyak.
Kesimpulan penelitian Rahman adalah sebagai berikut:
a. Low Cost Carrier merupakan fenomena lanjutan dari deregulasi
perusahaan penerbangan yang dimulai pada tahun 1978 di Amerika
Serikat. Berkembang di Amerika Serikat dan Eropa.
b. Contoh Low Cost Carrier yang gagal People Express. Sedangkan contoh
yang berhasil adalah Southwest Airline, yang merupakan Low Cost Airline
dalam suatu sistem yang integral
c. Perusahaan penerbangan domestik di Indonesia yang telah memasuki era
perang tariff masih belum dapat menerapkan low cost carrier secara
integral karena adanya faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol, baik dari
lingkungan eksternal maupun internal perusahaan
d. Namun dalam aspek tertentu model low cost airline telah muncul di
Indonesia, seperti PT. Garuda Indonesia Citilink, penambahan seat di
pesawat, utilisasi pesawat ditingkatkan, dan lain-lain.
2.1.3 Putra (2015)
Penelitian dengan judul Pengaruh Low Cost Carrier Terhadap
Kepercayaan Pelanggan Pada Citilink. Kesimpulan penelitian Putra
adalah sebagai berikut:
a. Low Cost Carrier Tanggapan responden terhadap low cost carrier pada
Citilink dalam kategori “Baik”, yang artinya low cost carrier yang dimiliki
Citilink sesuai dengan persepsi konsumen, harapan konsumen dan
kebutuhan konsumen. Low cost carrier menjadi variabel yang
mempengaruhi kepercayaan pelanggan pada konsumen citilink. Hal ini
membuktikan bahwa konsumen citilink memperhatikan harga yang
terjangkau yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen dengan
memiliki banyak aspek didalamnya . Hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa hasil pengalaman konsumen dalam memakai jasa akan
menghasilkan penilaian konsumen terhadap jasa tersebut.
b. Kepercayaan Pelanggan Tanggapan responden terhadap kepercayaaan
pelanggan citilink juga dinilai termasuk dalam kategori “Baik”, yang
artinya hal ini membuktikan bahwa konsumen memilih menggunakan
Citilink.,Didukung dengan adanya low cost yang baik dan mempunyai
manfaat sehingga terciptanya kepercayaan pelanggan dalam memilih dan
menggunakan Citilink.
c. Pengaruh Low Cost Carrier Secara Parsial Terhadap Kepercayaan
Pelanggan Pada Citilink Low cost carrier berpengaruh signifikan terhadap
kepercayaan pelanggan pada citilink dengan persentase pengaruh sebesar
47,4% sedangkan sisanya sebesar 52,6% yang salah satunya dipengaruhi
faktor lain seperti kualitas pelayanan
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Industri Jasa Angkutan Udara
Pengangkutan udara menurut Konversi Warsawa 1929 adalah meliputi
jangka waktu selama bagasi atau kargo tersebut berada di dalam pengawasan
pengangkut, baik di pelabuhan udara atau di dalam pesawat udara, atau di tempat
lain dalam hal terjadinya pendaratan di luar pelabuhan udara. (Pasal 18 ayat (3)
Konversi Warsawa Tahun 1929.)
Angkutan udara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1995
adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat untuk mengangkut
penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandara ke
bandara yang lain atau beberapa bandara. (Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun
1995 tentang Angkutan Udara.)
Angkutan Udara menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk
mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari
satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; pasal 1 ayat (13)).
Menurut Rustian Kamaluddin (2003:3), transportasi adalah kegiatan
pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
Unsur – unsur transportasi meliputi : 1. Manusia yang membutuhkan 2. Barang
yang dibutuhkan 3. Kendaraan sebagai alat/sarana 4. Jalan dan terminal sebagai
prasarana transportasi 5. Organisasi (pengelola transportasi) Transportasi sebagai
dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta
pertumbuhan industrilisasi.
Dengan adanya transportasi menyebabkan adanya speialisasi atau
pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat dan
budaya suatu bangsa dan daerah kebutuhan akan angkutan tergantung fungsi bagi
kegunaan seseorang (personal place utility).
Menurut Nasution (2004:238) sistem transportasi udara meliputi atas alat
angkut (vechiles) yaitu pesawat terbang, jalur penerbangan (ways) yaitu jaringan
penerbangan air traffic control telekomunikasi dan navigasi, lampu landasan dan
meteorology penerbangan. Terminal yaitu landasan taxy way, appon terminal
penumpang dan barang, listrik dan air, pemadam kebakaran, ground handling
equipment, hangar, kesehatan penerbangan, perkantoran, jaringan jalan raya dan
pemagaran bendera.
Nasution (2004:238) menjelaskan hal-hal yang menyangkut manajemen
angkutan udara yaitu:
a. Sifat Jasa Angkutan Udara
Jasa penerbangan memiliki keunggulan dari jasa moda lainnya, seperti
kecepatan sangat tinggi dan dapat digunakan secara fleksibel karena tidak
terikat dengan alam, kecuali cuaca. Sifat atau karakteristik umum jasa
angkutan udara adalah sebagai berikut:
1) Produksi yang dihasilkan tidak dapat disimpan dan dipegang, tetapi
dapat ditandai dengan seat-km tersedia dan ton-km tersedia
2) Permintaan jasa angkutan udara bersifat delived demand, yaitu sebagai
akibat adanya permintaan-permintaan di lokasi lain atau bersifat elastis
3) Selalu menyesuaikan teknologi maju. Perusahaan penerbangan pada
dasarnya bersifat dinamis yang dengan cepat menyesuaikan
perkembangan teknologi pesawat udara. Penyesuaian teknologi maju
tidak hanya dibidang teknologi permesinan pesawat terbang saja,
tetapi juga dibidang-bidang lainnya, seperti sistem informasi
manajemen, metode-metode, peraturan-peraturan, dan prosedur serta
kebijakan
4) Selalu ada campur tangan pemerintah, seperti pada umumnya
kegiatan-kegiatan transportasi menyangkut hajat hidup orang banyak.
Selain itu, juga untuk menjaga keseimbangan antar penumpang dan
operator (dalam hal ini menyangkut pertarifan), jumlah investasi yang
besar dan menjamin keselamatan penerbangan.
b. Fungsi jasa angkutan udara menurut Nasution (2004: 239-240), terdapat
beberapa fungsi produk jasa angkutan udara yang harus tercapai, yaitu
melaksanakan penerbangan yang aman (safety), melaksanakan
penerbangan yang tertib dan teratur (regulaity), melaksanakan
penerbangan yang nyaman (comfortable), dan melaksanakan penerbangan
yang ekonomis.
1) Safety
Perusahaan penerbangan harus mengutamakan faktor keselamatan di
atas segala-galanya dalam mengoprasikan pesawat dari satu rute
tertentu ke rute tertentu. Syarat keselamatan penerbangan meliputi
kelayakan pesawat, realese sheet, flight planning, air traffic control
kelengkapan navigator bag dan peta.
2) Comfortability
Perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar penumpang mendapat
kenyamanan selama penerbangan berlangsung
3) Regulatory
Mengoprasionalkan pesawat udara harus dilaksanakan sesuai dengan
jadwal penerbangan yang telah ditentukan secara tepat dan teratur
serta sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh penumpang
4) Economy for Company
Bilamana safety dan passenger comfort telah berjalan baik, maka
tibalah saatnya bagi perusahaan untuk menikmati hasil dari
pengoprasian pesawat terbang
Keempat fungsi jasa angkutan udara tersebut diatas dilaksanakan secara
teapt agar jasa angkutan udara yang dihasilkan harus mencapai tiga
sasaran, yaitu kualitas pelayanan memberikan kepuasan kepada
penumpang atau pemakai jasa angkutan (user), dengan biaya oprasi
penerbangan seminimal mungkin, serta tepat waktu yaitu sesuai dengan
jadwal penerbangan (quality, cost, and delivery). Apabila suatu
perusahaan penerbangan melaksanakan keempat fungsi jasa angkutan
secara efektif dan efisien, dan mencapai ketiga sasaran dalam
menghasilkan jasa angkutan udara tersebut, maka akan menambah daya
saing suatu perusahaan penerbangan dan dapat meningkatkan pendapatan
perusahaan penerbangan:
a) Kecepatan, indikatornya km/jam
b) Keselamatan, indikatornya jumlah kecelakaan dibandingkan jumlah
penerbangan
c) Kenyamanan, (comfort)
d) Kapasitas angkutan, indicator seat-km tersedia dan ton-km tersedia
e) Frekuensi penerbangan
f) Keteraturan penerbangan
g) Terjangkau, indicator tarifnya relative rendah dan terjangkau
c. Jenis Perusahaan Angkutan Udara
Menurut Nasution (2004:243) dalam bidang angkutan udara pada
umumnya dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu:
1) Direct Air Carrier, yaitu perusahaan-perusahaan penerbangan yang
langsung menyediakan dan memproduksi jasa angkutan udara.
Kelompok perusahaan ini dapat dikelompokan dalam tiga jenis berikut
yaitu:
a) Perusahaan penerbangan yang berjadwal (schedule/regulair) yang
terdiri atas perusahaan penerbangan daerah dan perusahaan
penerbangan perintis
b) Perusahaan penerbangan charter (air charter), perusahaan
penerbangan tidak berjadwal dan yang menyediakan jasa angkutan
kepada umum dengan sistem kontrak yang dibedakan atas
perusahaan penerbangan tidak berjadwal (air charter) dan
perusahaan penerbangan taxi udara (air taxi)
c) Perusahaan penerbangan umum (general aviation), yaitu oprasi
penerbangan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi atau
instansi yang bersangkutan untuk membantu kelancaran usahanya.
2) Indirect Air Carrier, perusahaan yang non penerbangan namun turut
sebagai mata rantai proses kelancaran jasa angkutan udara yang
disediakan. Perusahaan yang termasuk kelompok ini adalah EMKU
(Ekspedisi Muatan Kapal Udara), cargo forwards, air express dan
handling asent dan lain-lain.
Menurut Soegijatna Tjakranegara (1995) pengangkutan pada dasarnya
mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu:
1. Kegunaan Tempat (Place Utility)
Menimbulkan nilai dari suatu barang tertentu karena dapat
dipindahkan itu, dari tempat di mana barang yang berlebihan kurang
diperlukan di suatu tempat, di mana barang itu sangat dibutuhkan di
tempat lain karena langka. Dalam arti perkataan lain, bahwa di daerah
mana barang dihasilkan dalam jumlah yang berkelebihan nilainya akan
turun, dibandingkan jika di suatu tempat barang tersebut sangat sukar
didapatnya. Tetapi dengan dipindahkan, dikirimkan barang tersebut
atau diangkut ke daerah lain maka harga kebutuhan dapat
disamaratakan.
2. Kegunaan Waktu (Time Utility)
Menimbulkan sebab karena barang-barang dapat diangkut atau dikirim
dari satu tempat ke tempat lain atau dari part or origin diangkut ke
tempat tertentu dimana benda atau barang sangat dibutuhkan menurut
keadaan, waktu, dan kebutuhan. Jika kita tinjau hal tersebut di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengangkut memegang peranan
penting dalam mewujudkan ekonomi dan perdagangan sebagai sarana
pokok penunjang yang menimbulkan eksternal ekonomi di sektor-
sektor perdagangan industri dan pertanian.
2.2.2 Pengorganisasian Angkutan Udara
Menurut Nasution (2004:271-291) menyatakan bahwa dalam
mengorganisasikan operasi penerbangan untuk mencapai fungsi jasa angkutan
udara, harus ditentukan tingkat pelayanan pada penumpang, standart keuangan
dan biaya, persediaan, dan penjualan tiket.
a) Pelayanan Penumpang
Dalam merancang proses pelayanan jasa penerbangan didasarkan pada
kerangka kerja merupakan segitiga jasa, dimana terdapat empat elemen yang
harus dipertimbangkan dalam memproduksi jasa, yaitu pelanggan, manusia,
strategi, dan sistem keempat elemen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2-1.
Keterangan Gambar 2-1 dari segitiga jasa adalah:
1) Pelanggan berasa ditengah-tengah segitiga karena pelayanan jasa harus
selalu terpusat pada kebutuhan pelanggan. Manusia adalah tenaga kerja
dari perusahaan jasa. Strategi adalah pandangan atau filosofi yang
digunakan untuk menuntun segala aspek pelayanan jasa. Sistem adalah
sistem fisik dan prosedur yang digunakan dalam memberikan pelayanan
kepada penumpang
2) Garis dari pelanggan ke strategi menunjukan bahwa strategi harus
menempatkan pelanggan dengan memberikan pelayanan kebutuhan dan
keinginan pelanggan yang memuaskan
3) Garis dari pelanggan ke sistem menunjukkan bahwa sistem (prosedur dan
peralatan) harus dirancang sesuai dengan yang ada dalam pikiran
pelanggan terhadap layanan yang diinginkan
Sumber: Nasution 2004
Gambar 2-1 Segitiga Jasa
4) Garis dari pelanggan ke manusia menunjukkan bahwa setiap karyawan
dalam suatu perusahaan harus melayani pelanggan baik secara langsung
atau tidak langsung
5) Garis dari manusia ke sistem menunjukkan bahwa karyawan dalam
perusahaan harus dirancang menjadi sederhana, cepat, dan sangat mudah
dioprasikan, memberikan pelayanan berdasarkan pada sistem yang baik
6) Garis dari strategi ke sistem menunjukan bahwa sistem harus mengikuti
strategi secara logis, tetapi hal ini jarang sekali terjadi
7) Garis dari strategi ke manusi menunjukan bahwa setiap orang dalam
organisasi harus mengetahui strategi perusahaan
Strategi jasa menentukan bidang bisnis yang diterjuni, strategi jasa
memberikan pengarahan untuk mendesain sistem pelayanan dan pengukuran.
Dalam mendesain produk jasa selalu terikat dengan alat atau fasilitas yang
digunakannya, seperti pesawat udara. Dalam mendesain sistem proses pelayanan
harus didasarkan pada jumlah kontak atau hubungan dengan penumpang.
b) Standart Keuangan dan Biaya
Keuangan dan biaya perusahaan penerbangan menurut penelitian di Amerika,
sebagian modal perusahaan (70%) terdiri atas saham-saham dan sisanya
pinjaman jangka panjang. Dana yang diperlukan bagi modal kerjanya berasal
dari penyusutan dan keuntungan. Pesatnya kemajuan teknologi menyebabkan
masa penyusutan pesawat semakin singkat, yaitu 8-9 tahun sehingga dana
yang disisihkan semakin besar, yang menjadi sumber utama pembiayaan yaitu
sebesar 75-80%. Sumber pembiayaan lainnya adalah keuntungan bersih yang
turut membiayai perusahaan sebesar 20-25%. Struktur biaya operasi pesawat
dibedakan menjadi lima kelompok menurut Nasution (2004:276), antara lain:
1) Flight operating cost yang merupakan direct operating cost, yaitu direct
flying operations, flight maintenance, dan flight equipment ownership
2) Ground operating cost/system administrative expenses, yaitu resevations
and sales, traffic servicing and servicing
3) System operating yang merupakan direct operating cost, yaitu system
promotional cost, system administrative cost, ground maintenance and
ground equipment ownership
4) Total operating cost = 1+2+3
5) System non operating cost
c) Persediaan Logistik
Proses penyelenggaraan logistic penerbangan adalah suatu rangkaian tindakan
atas kegiatan menurut aturan yang tetap dan teratur, yaitu pemesanan,
penerimaan, pengoprasian, dan penyaluran untuk dipakai. Bahan bakar dan
suku cadang adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting yang harus
disediakan dalam jumlah yang cukup. Kekurangan bahan bakar dan suku
cadang mengakibatkan terganggunya proses produksi, sedangkan terlalu
banyak persediaan mengakibatkan pemborosan dana. Dalam pengendalian
persediaan didasarkan pada standart kualitas persediaan yang meliputi hal-hal
berikut ini:
1) Jumlah kebutuhan/pemakaian bahan bakar dan suku cadang dalam suatu
periode tertentu
2) Jumlah pembelian yang ekonomis pada setiap pembelian
3) Jumlah persediaan penyelamat (safety stock) yang merupakan persediaan
minimal
4) Re-order point (ROP) yaitu penjumlahan dari safety stock dengan
penggunaan waktu tunggu
5) Jumlah persediaan maksimal
d) Penjualan tiket dan reservasi
Target perusahaan adalah mendapatkan muatan sebanyak mungkin baik
melalui sistem online maupun tidak untuk mencapai turnover sebesar
mungkin dan menambah pendapatan penyeimbang dengan menjual tiket
pernerbangan asing. Produk airline tidak dapat disimpan keran produksi dan
penjualan berada pada waktu yang berhimpitan. Tempat duduk dan ruang
kosong tidak terjual pada waktu terbang merupakan total loss yang tidak
dapat dibatalkan. Usaha untuk mengurangi tempat duduk dan ruang kosong,
perusahaan melakukan penjualan dengan berbagai cara seperti own sales,
agent sales, dan sales through other carrier (interline).
1) Own sales
Penumpang yang datang sendiri ke kantor penjualan airline, dinamakan
walk-in passangers dan biasanya terdiri dari orang-orang yang tinggal
disekitar kantor penjualan airline tersebut
2) Agen sales
Penyaluran penjualan melalui agen mempunyai keuntungan, karena agen-
agen yang ditunjuk oleh airline dapat tersebar luas di beberapa lokasi,
sehingga menambah jumlah sales outlet
3) Sales through other carrier (interlinee)
Airlines IATA dapat saling menjual pada dinas-dinas penerbangan
masing-masing dengan mendapat komisi penjualan seperti agen penjualan
biasa
2.2.3 Strategi Bersaing
a. Pengertian Strategi
Menurut David (2006:16), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan
jangka panjang. Menurut Rangkuti (2008:183) strategi adalah perencanaan induk
yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana perusahaan akan mencapai
semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan
sebelumnya. Kedua definisi dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan sarana
yang digunakan oleh sebuah alasan yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Sebelum mengidentifikasikan tentang strategi lebih jauh, perusahaan juga
perlu mengidentifikasi misi perusahaan. Menurut Rangkuti (2008:181) misi
adalah pernyataan yang menyebutkan alasan mengapa perusahaan tersebut harus
ada. Mengembangkan strategi yang baik adalah sulit, tetapi akan jauh lebih
mudah jika misi sudah didefinisikan dengan baik. Misi disebut juga inti dari
strategi yaitu apa yang ingin dicapai strategi, setelah misi organisasi ditetapkan
maka masing-masing bidang fungsional dalam perusahaan menetapkan misi
pendukungnya yang meliputi marketing, keuangan, dan produksi guna
mendukung misi perusahaan.
b. Manajemen Strategis
Menurut David (2006:5) manajemen strategis (strategic management)
adalah proses yang sangat interaktif yang membutuhkan koordinasi efektif antara
manajer, pemasaran, keuangan/akuntansi, litbang, dan sistem informasi
manajemen.
Menurut Wheelen (2001:4) manajemen strategis adalah serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam
jangka panjang. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung
pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang
sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru, Porter (2007: 38-43)
terdapat enam sumber utama rintangan masuk, yaitu:
a. Skala Ekonomis (Econommics of Scale)
Menggambarkan turunnya biaya satuan (unit costs) suatu produk (atau
operasional atau fungsi yang dilakukan untuk menghasilkan produk)
apabila volume absolut per periode meningkat.
b. Diferensiasi Produk
Diferensiasi produk artinya perusahaan tertentu mempunyai identifikasi
merek dan kesetiaan pelanggan, yang disebabkan oleh pengiklanan,
pelayanan pelanggan, perbedaan produk di masa yang lampau, atau
sekedar karena merupakan perusahaan pertama yang memasuki industri.
Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang
baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan
yang ada.
c. Kebutuhan Modal
Kebutuhan untuk menanamkan sumber daya finansial yang besar supaya
dapat bersaing menciptakan hambatan masuk, terutama jika modal
tersebut diperlukan untuk periklanan garis depan yang tidak dapat kembali
atau untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
d. Biaya Bersih Pemasok (Switching Costs)
Hambatan masuk tercipta dengan adanya biaya beralih pemasok, yaitu
biaya satu kali (one time costs) yang harus dikeluarkan pembeli ketika
harus berpihak dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok lainnya.
Biaya peralihan ini dapat meliputi biaya melatih kembali karyawan, biaya
peralatan perlengkap yang baru, dan waktu untuk menguji atau menerima
sumber baru, kebutuhan akan bantuan teknis sebagai akibat dari
ketergantungan pada perkayasaan penjual, desain ulang produk, atau
bahkan biaya psikis karena merusak hubungan.
e. Akses Saluran Distribusi
Hambatan masuk dapat ditimbulkan karena adanya kebutuhan ddari
pendatang baru untuk mengamankan distribusi produknya. Ketika saluran
distribusi untuk produk tersebut telah ditangani oleh perusahaan yang
sudah mapan, perusahaan baru harus membujuk saluran tersebut supaya
menerima produknya melalui cara-cara penurunan harga, kerjasama dalam
promosi, dan sebagainya.
f. Biaya Tak Menguntungkan Beda dari Skala
Perusahaan yang mapan barangkali mempunyai keunggulan biaya yang
tidak dapat ditiru oleh pendatang baru yang akan masuk tanpa melihat
berapapun besarnya dan berapapun pencapaian skala ekonomi dari para
pendatang baru ini.
Perusahaan yang mengalami rintangan masuk, harus memiliki strategi
ataupun berbagai pendekatan menuju kepada hasil laba yang maksimal atas
investasi yang tinggi bagi perusahaan. Pada tingkat yang paling luas terdapat tiga
strategi generik, menurut Porter (2007: 71-76), yang konsisten secara intern yang
dapat digunakan sendiri-sendiri maupun dalam bentuk kombinasi guna
menciptakan posisi aman untuk suatu perusahaan atau untuk memenangkan
persaingan suatu industri. Tiga strategi generik tersebut antara lain:
a. Keunggulan biaya menyeluruh (cost leadership), meliputi
pemaksimalan konstruksi perangkat kebijakann manajemen dan
financial. Strategi ini bertujuan untuk mencapai keunggulan biaya
menyeluruh dalam industri melalui yang besar terhadap pengendalian
biaya. Pengendalian biaya untuk mencapai biaya rendah akan
membuat perusahaan mendapatkan hasil laba diatas rata-rata dalam
industrinya meskipun ada kekuatan persaingan yang besar tanpa
mengabaikan mutu, pelayanan dan bidang-bidang lainnya.
b. Diferensiasi, yaitu mendeferensiasikan produk atau jasa yang
ditawarkan perusahaan dengan menciptakan sesuatu yang unik.
Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam
bentuknya. Strategi ini merupakan strategi yang baik untuk
menghasilkan laba di atas laba rata-rata dalam suatu industri karena
strategi ini menciptakan posisi yang aman untuk mengatasi
persaingan.
c. Fokus terhadap segmen pembeli, segmen lini produk, atau pasar
geografis tertentu seperti halnya diferensiasi, fokus dapat bermacam-
macam bentuknya. Strategi ini didasarkan pada pemikiran bahwa
perusahaan dengan demikian akan mampu melayani target strategisnya
yang sempit secara lebih efektif dan efisien ketimbang pesaing yang
akan bersaing lebih luas. Strategi fokus dapat berarti bahwa
perusahaan mempunyai posisi biasa rendah dengan target strategisnya
diferensiasi, atau kedua-duanya.
c. Pengertian Strategi Pemasaran
Menurut Tjiptono, Chandra, dan Adriana (2008:283), strategi pemasaran
merupakan rencana yang menjabarkan ekspektasi perusahaan akan dampak dari
berbagai aktifitas atau program pemasaran terhadap permintaan produk atau lini
produknya di pasar sasaran tertentu. Strategi pemasaran mengandung keputusan
dasar tentang pengeluaran pemasaran, bauran pemasaran, dan alokasi pemasaran.
Strategi pemasaran seperti yang telah dirumuskan oleh Cravens (1996:76)
Strategi pemasaran sebagai analisis, strategi pengembangan, dan pelaksanaan
kegiatan dalam pemilihan strategi pasar sasaran produk pada tiap unit bisnis,
penetapan tujuan pemasaran, dan pelaksanaan, serta pengelolaan strategi program
pemasaran penentuan posisi pasar yang dirancang untuk memenuhi kegiatan
konsumen pasar sasaran. Selanjutnya dirumuskan sebagai berikut yaitu strategi
pemasaran dari setiap perusahaan merupakan suatu rencana keseluruhan untuk
mencapai tujuan. Dengan demikian, penentuan strategi pemasaran dapat
diarahkan pelaksaannya yaitu:
a. Konsumen yang dituju
b. Kepuasan seperti apakah yang diinginkan oleh konsumen
c. Marketing mix seperti apakah yang dipakai untuk memberikan
kepuasan kepada konsumen
Setelah identifikasi oleh konsumen jadi pilihan, maka keinginan dari
konsumen dapat diketahui dan kemudian dapat ditentukan pula kombinasi dari
marketing mix yang paling baik atau sesuai. Strategi pemasaran yaitu seleksi atas
pasar sasaran, penentuan posisi bersaing dan pengembangan marketing mix yang
efektif untuk mencapai dan melayani klien yang dipilih.
Strategi pemasaran dibutuhkan pendekatan-pendekatan analisis. Tjiptono
(1997:7) berpendapat bahwa, kemampuan strategi pemasaran suatu perusahaan
untuk menghadapi setiap perubahan kondisi pasar dan faktor biaya tergantung
pada faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
a. Faktor Lingkungan
Analisa terhadap faktor lingkungan seperti pertumbuhan populasi serta
peraturan pemerintah sangat penting untuk mengetahui pengaruh yang
ditimbulkan pada bisnis perusahaan. Termasuk di dalamnya juga
perkembangan teknologi, tingkat inflasi, dan gaya hidup juga harus
dipertimbangkan sesuai dengan produk dan pasar perusahaan.
b. Faktor Pasar
Setiap perusahaan penting untuk selalu mempertimbangkan serta
memperhatikan faktor-faktor seperti ukuran pasar, tingkat
pertumbuhan, trend dalam sistem distribusi, pola perilaku pembeli,
permintaan musiman, segmen pasar yang ada pada saat ini atau yang
dapat dikembangkan lagi, dan peluang-peluang yang belum terpenuhi.
c. Persaingan
Perusahaan perlu memahami siapa pesaingnya, bagaimana posisi
produk/pasar pesaingnya, dana pa bentuk strategi mereka, kekuatan
dan kelemahan pesaing, struktur biaya pesaing, serta kapasitas
produksi para pesaing yang ada.
d. Analisis Kemampuan Internal
Perusahaan perlu menilai kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya
dibandingkan dengan para pesaingnya. Penilaian tersebut didasarkan
pada teknologi, sumber daya financial, kemampuan pemanufakturan,
kekuatan pemasaran, dan basis pelanggan yang dimiliki.
e. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen perlu mendapat perhatian dikarenakan sangat
bermanfaat bagi pengembangan produk, penetapan harga, pemilihan
saluran distribusi, serta penentuan strategi promosi. Analisa perilaku
konsumen dapat dilakukan dengan melalui riset pasar, baik itu dengan
cara observasi maupun menggunakan metode survey.
f. Analisis Ekonomi
Perusahaan dapat memperkirakan pengaruh peluang pemasaran
terhadap kemungkinan mendapatkan laba. Analisa ekonomi itu sendiri
terdiri dari analisis terhadap komitmen yang diperlukan, penilaian
resiko/laba, analisis faktor ekonomi pesaing.
d. Strategi Fungsional Pemasaran
Peran fungsi pemasaran adalah mencapai sasaran perusahaan dengan
menghasilkan penjualan produk/jasa yang menguntungkan di pasar sasaran.
Strategi fungsional pemasaran harus memedomani para manajer pemasaran dalam
menentukan siapa akan menjual apa, dimana, kepada siapa, berapa banyak, dan
bagaimana caranya. Strategi ini biasanya meliputi empat komponen yang disebut
bauran pemasaran yaitu produk, harga, tempat (distribusi) dan promosi.
Menurut Tjiptono (2004:31-32) 4P tradisional tersebut diperluas dan
ditambahkan dengan empat unsur lainnya, yaitu People, Process, Physical
Evidence, dan Customer Service. Kepuasan mengenai setiap unsur bauran
pemasaran ini saling berkaitan satu sama lain. Kendati demikian, tingkat
kepentingan yang ditekankan pada masing-masing unsur antar jasa yang
ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan
keinginan pelanggan. Dalam konteks ini, produk bisa berupa apa saja (baik yang
berwujud fisik maupun tidak) yang dapat ditawarkan kepada pelanggan potensial
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. Keputusan bauran produk
yang dihadapi pemasar jasa bisa sangat berbeda dengan yang dihadapi pemasar
barang. Aspek pengembangan jasa baru juga memiliki keunikan khusus yang
berbeda dengan barang, yakni jasa baru sukar diproteksi dengan paten.
a. Produk (Product), produk merupakan bentuk penawaran organisasi
jasa yang ditunjukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui
pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
b. Harga (Pricing), keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan
strategi seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan
tingkat diskriminasi harga diantara berbagai kelompok pelanggan.
Pada umumnya, aspek-aspek ini mirip dengan yang biasa dijumpai
pemasar barang. Akan tetapi, ada pula perbedaannya, yaitu
karakteristik intangible jasa menyebabkan diskriminasi harga dalam
pasar jasa tersebut, sementara banyak pula jasa yang dipasarkan oleh
sector public dengan harga yang disubsidi atau bahkan gratis. Hal ini
menyebabkan komplesitas dalam penerapan harga jasa.
c. Promosi (Promotion), bauran promosi tradisional meliputi berbagai
metode untuk mengkominikasikan manfaat jasa kepada pelanggan
potensial dan actual. Metode-metode tersebut terdiri atas periklanan,
promosi penjualan, direct marketing, personal selling, dan public
relations. Meskipun secara garis besar bauran promosi untuk barang
yang sama dengan jasa, promosi jasa sering kali membutuhkan
penekanan tertentu pada upaya peningkatan kenampakan tangibilitas
jasa. Selain itu, dalam kasus pemasaran jasa, personal produksi juga
menjadi bagian penting dalam bauran promosi.
d. Tempat (Place), keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses
terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. Keputusan ini meliputi
keputusan lokal fisik.
e. Orang (People), bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital
dalam bauran pemasaran bila produksi dapat dipisahkan dengan
konsumsi, sebagaimana yang dijumpai dalam kasus pemasaran barang
manufaktur, pihak manajemen biasanya dapat mengurangi pengaruh
langsung sumber daya manusia tersebut output akhir yang diterima
pelanggan. Oleh sebab itu, bagaimana sebuah mobil dibuat umumnnya
bukanlah faktor penting bagi pembeli mobil tersebut. Konsumen tidak
terlalu memusingkan apakah karyawan produksi berpakaian acak-
acakan, berbahasa kasar ditempat kerja atau datang terlambat ke
tempat kerjanya, yang penting bagi pembeli adalah kualitas mobil
yang dibelinya. Dilain pihak, dalam industri jasa, setiap orang
merupakan part-time marketer yang tindakan dan perilakunya
memiliki dampak langsung pada output yang diterima pelanggan. Oleh
sebab itu, setiap organisasi jasa (terutama yang tingkat kontaknya
dengan pelanggan tinggi) harus secara jelas menentukan apa yang
diharapkan dari setiap karyawan dalam interaksinya dengan
pelanggan. Untuk mencapai standart yang ditetapkan, metode-metode
rekrutmen, pelatihan, pemotivasian, dan penilaian kinerja karyawan
tidak dapat dipandang semata-mata sebagai keputusan personalia,
semua ini juga merupakan keputusan bauran pemasaran yang penting
f. Physical Evidence, karakteristik intangible pada jasa menyebabkan
pelanggan potensial tidak bisa menilai suatu jasa sebelum
mengonsumsinya. Ini menyebabkan resiko yang dipresepsikan
konsumen dalam keputusan pembelian semakin besar. Oleh sebab itu,
salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah upaya
mengurangi tingkat resiko tersebut dengan tersebut dengan jalan
menawarkan bukti fisik dari karakteristik jasa. Bukti fisik ini bisa
dalam berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif
dan memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap, penampilan
staff yang rapid an sopan, seragam pilot dan pramugari mencerminkan
kompetensi mereka, dekorasi internal dan eksternal bangunan yang
atraktif.
g. Proses (Process). Proses produksi atau operasi merupakan faktor
penting bagi konsumen high-contact service yang sering kali berperan
juga sebagai co-produser jasa angkutan. Pelanggan restoran misalnya,
sangat terpengaruh oleh cara staff melayani mereka dan lamanya
menunggu selama proses produksi. Berbagai isu muncul sehubungan
dengan batas antara produsen dan konsumen dalam hal alokasi fungsi
produksi. Misalnya, sebuah restoran bisa saja mengharuskan para
pelanggannya untuk mengambil makanannya sendiri dari counter
tertentu atau menaruh piring dan alat makan yang sudah mereka pakai
ditempat khusus. Dalam bisnis jasa, manajemen pemasaran dan
manajemen operasi terkait erat dan sulit dibedakan dengan tegas.
h. Pelayanan Pelanggan (Customer Service). Makna layanan pelanggan
berbeda antar organisasi. Dalam sector jasa, layanan pelanggan dapat
diartikan sebagai kualitas total jasa yang dipersepsikan oleh
pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung jawab atas unsur bauran
pemasaran ini tidak bisa diasosiasi hanya pada departemen layanan
pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua
produksi, baik yang diperkerjakan oleh organisasi jasa maupun oleh
pemasok. Manajemen kualitas jasa yang ditawarkan kepada pelanggan
berkaitan erat dengan kebijakan desain produk dan personalia.
(Tjiptono, 2004:31-32)
e. Unsur-unsur Utama Pemasaran
Menurut Rangkuti (2008:49), unsur-unsur utama pemasaran dapat
diklasifikasikan menjadi tiga unsur utama, yaitu:
a. Unsur Strategi Persaingan
Unsur strategi persaingan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1) Segmentasi pasar
Segmentasi pasar adalah tindakan mengindentifikasi dan membentuk
segmen kelompok atau konsumen secara terpisah.
Masing-masing segmen konsumen ini memiliki karakteristik,
kebutuhan produk, dan bauran pemasaran tersendiri.
2) Targeting
Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar
yang akan dimasuki
3) Positioning
Positioning adalah penetapan posisi pasar. Tujuan positioning adalah
untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing
produk yang ada dipasar ke dalam benak konsumen.
b. Unsur Tatik Pemasaran
Terdapat dua unsur tatik pemasaran, yaitu :
1) Diferensiasi, yang berkaitan dengan cara membangun strategi
pemasaran dalam berbagai aspek dalam perusahaan. Kegiatan
membangun strategi pemasaran inilah yang membedakan diferensiasi
yang dilakukan suatu perusahaan dengan yang dilakukan oleh
perusahaan lain.
2) Bauran pemasaran, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan mengenai
produk, harga, promosi, dan tempat
c. Unsur Nilai Pemasaran
Nilai pemasaran dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu :
1) Merek atau barang, yaitu nilai yang berkaitan dengan nama atau nilai
yang dimiliki atau melekat pada suatu perusahaan.
2) Pelayanan atau service, yaitu nilai yang berkaitan dengan pemberian
jasa pelayanan kepada konsumen.
3) Proses, yaitu nilai yang berkaitan dengan prinsip perusahaan untuk
membuat setiap karyawan terlibat dan memiliki rasa tanggung jawab
dalam proses memuaskan konsumen, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
2.2.4 Teori Daya Saing
Perusahaan yang tidak mempunyai daya saing akan ditinggalkan oleh
pasar. Karena tidak memiliki daya saing berarti tidak memiliki keunggulan, dan
tidak unggul berarti tidak ada alasan bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di
dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Daya saing berhubungan dengan
bagaimana efektivitas suatu organisasi di pasar persaingan, dibandingkan dengan
organisasi lainnya yang menawarkan produk atau jasa-jasa yang sama atau
sejenis. Perusahaan-perusahaan yang mampu menghasilkan produk atau jasa yang
berkualitas baik adalah perusahaan yang efektif dalam arti akan mampu bersaing.
Porter (1995:5) mengatakan : “ competition is at the core of the success or
failure of firms”. Persaingan adalah inti dari kesuksesan atau kegagalan
perusahaan. Terdapat dua sisi yang ditimbulkan oleh persaingan, yaitu sisi
kesuksesan karena mendorong perusahaan-perusahaan untuk lebih dinamis dan
bersaing dalam menghasilkan produk serta memberikan layanan terbaik bagi
pasarnya, sehingga persaingan dianggapnya sebagai peluang yang memotivasi.
Sedangkan sisi lainnya adalah kegagalan karena akan memperlemah perusahaan-
perusahaan yang bersifat statis, takut akan persaingan dan tidak mampu
menghasilkan produk-produk yang berkualitas, sehingga persaingan merupakan
ancaman bagi perusahaannya.
Beradasarkan analisis kompetitif, Porter menyatakan bahwa walaupun
suatu perusahaan memiliki banyak kekuatan dan kelemahan dalam berhadapan
dengan para pesaing. Terdapat dua jenis dasar keunggulan kompetitif yang dapat
dimiliki oleh suatu perusahaan yaitu biaya rendah dan deferensiasi yang sangat
ditentukan oleh struktur industri. Keduanya dihasilkan dari kemampuan
perusahaan dalam menaggulangi kelima kekuatan dengan lebih baik
dibandingkan pesaingnya. Menurut Porter (1985) ada dua jenis dasar competitive
advantage yang bisa dimiliki oleh perusahaan yaitu low cost dan differentiation.
Atas dasar itu ada tiga strategi generik untuk bisa mencapai hasil yang lebih baik
dari rata-rata di dalam suatu industri. Ketiga strategi generik itu terdiri dari: cost
leadership, differentiation dan focus.
1. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)
Strategi Biaya Rendah (cost leadership) menekankan pada upaya
memproduksi produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit
yang sangat rendah. Produk ini (barang maupun jasa) biasanya ditujukan kepada
konsumen yang relatif mudah terpengaruh oleh pergeseran harga (price sensitive)
atau menggunakan harga sebagai faktor penentu keputusan. Dari sisi perilaku
pelanggan, strategi jenis ini amat sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang
termasuk dalam kategori perilaku low-involvement, ketika konsumen tidak
(terlalu) peduli terhadap perbedaan merek, (relatif) tidak membutuhkan
pembedaan produk, atau jika terdapat sejumlah besar konsumen memiliki
kekuatan tawar-menawar yang signifikan.
Strategi ini membuat perusahaan mampu bertahan terhadap persaingan
harga bahkan menjadi pemimpin pasar (market leader) dalam menentukan harga
dan memastikan tingkat keuntungan pasar yang tinggi (di atas rata-rata) dan stabil
melalui cara-cara yang agresif dalam efisiensi dan kefektifan biaya.
2. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)
Strategi Pembedaan Produk (differentiation), mendorong perusahaan
untuk sanggup menemukan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi sasarannya.
Keunikan produk (barang atau jasa) yang dikedepankan ini memungkinkan suatu
perusahaan untuk menarik minat sebesar-besarnya dari konsumen potensialnya.
Berbagai kemudahan pemeliharaan, features tambahan, fleksibilitas,
kenyamanan dan berbagai hal lainnya yang sulit ditiru lawan merupakan sedikit
contoh dari diferensiasi. Strategi jenis ini biasa ditujukan kepada para konsumen
potensial yang relatif tidak mengutamakan harga dalam pengambilan
keputusannya (price insensitive).
3. Strategi Fokus (focus)
Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam
suatu segmen pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani
kebutuhan konsumen yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan
keputusannya untuk membeli relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam
pelaksanaannya – terutama pada perusahaan skala menengah dan besar –, strategi
fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua strategi generik lainnya: strategi
biaya rendah atau strategi pembedaan karakteristik produk. Strategi ini biasa
digunakan oleh pemasok “niche market” (segmen khusus/khas dalam suatu pasar
tertentu; disebut pula sebagai ceruk pasar) untuk memenuhi kebutuhan suatu
produk — barang dan jasa — khusus.
Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup
(market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu
diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak
tertarik untuk bergerak pada ceruk tersebut). Strategi ini akan menjadi lebih
efektif jika konsumen membutuhkan suatu kekhasan tertentu yang tidak diminati
oleh perusahaan pesaing.
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing adalah :
1) Lokasi
Memperhatikan lokasi usaha sangat penting untuk kemudahan
pembeli dan menjadi faktor utama bagi kelangsungan usaha. Lokasi
usaha yang strategis akan menarik perhatian pembeli. Menurut Frans
(2003:439) : letak atau lokasi akan menjadi sangat penting untuk
memenuhi kemudahan pelanggan dalam berkunjung, konsumen tentu
akan mencari jarak tempuh terpendek. Walau tidak menutup
kemungkinan konsumen dari jarak jauh juga akan membeli, tapi
persentasenya kecil.
2) Harga
Menurut Sunarto (2004:206) Harga adalah jumlah dari seluruh
nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau
menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga menentukan apakah
sebuah supermarket, minimarket, atau swalayan banyak dikunjungi
konsumen atau tidak. Faktor harga juga berpengaruh pada seorang
pembeli untuk mengambil keputusan. Harga juga berhubungan dengan
diskon, pemberian kupon berhadiah, dan kebijakan penjualan.
Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan
sejumlah uang. Demi mendapatkan sebuah barang atau jasa yang
diinginkannya seorang konsumen harus rela membayar sejumlah uang.
Bagi pelangggan yang sensitif bias anya harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value for
money yang tinggi (Irawan, 2008:38).
3) Pelayanan
Program pelayanan / service seringkali menjadi pokok pemikiran
pertama seorang pengelola supermarket/minimarket. Pelayanan
melalui produk berarti konsumen dilayani sepenuhnya melalui
persediaan produk yang ada, produk yang bermutu. Pelayanan melalui
kemampuan fisik lebih mengacu kepada kenyamanan peralatan
(trolley atau keranjang belanja), tempat parkir yang nyaman,
penerangan ruangan yang baik, juga keramahan dari karyawan.
4) Mutu atau kualitas
Keyakinan untuk memenangkan persaingan pasar akan sangat
ditentukan oleh kualitas produk yang dihasilkan perusahaan.
Berkenaan dengan kualitas produk, Muhardi dalam bukunya Strategi
Operasi Untuk Keunggulan Bersaing mengutip pendapat Adam dan
Ebert yang menyatakan: “product quality is the appropriateness of
design specifications to function and use as well as the degree to
which the product conforms to the design specifications”. Kualitas
produk ditunjukkan oleh kesesuaian spesifikasi desain dengan fungsi
atau kegunaan produk itu sendiri, dan juga kesesuaian produk dengan
spesifikasi desainnya. Jadi suatu perusahaan memiliki daya saing
apabila perusahaan itu menghasilkan produk yang berkualitas dalam
arti sesuai dengan kebutuhan pasarnya.
5) Promosi
Semakin sering suatu supermarket/swalayan melakukan promosi,
semakin banyak pengunjung dalam memenuhi kebutuhannya. Promosi
bisa dilakukan melalui berbagai iklan baik di media cetak, elektronik,
maupun media lain.
Sunarto (2004:298) mengatakan bahwa promosi penjualan terdiri dari
insentif jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan atau penjualan produk
atau jasa, yang mana promosi penjualan ini mencakup suatu variasi yang luas dari
alat-alat promosi yang didesain untuk merangsang respons pasar yang lebih cepat,
atau yang lebih kuat.
B. Identifikasi Pesaing
Ada 4 (empat) tingkat persaingan, berdasarkan tingkat subtitusi produk
menurut Kotler, yaitu:
1) Persaingan Merek, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para
pesaingnya adalah perusahaan lain yang menawarkan produk dan atau
jasa serupa pada pelanggan yang sama dengan harga yang sama
2) Persaingan Industri, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para
pesaingnya adalah semua perusahaan yang membuat produk atau kelas
produk yang sama.
3) Persaingan Bentuk, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para
pesaingnya adalah semua perusahaan yang memproduksi produk yang
memberikan jasa yang sama.
4) Persaingan Generik, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap
para pesaingnya adalah semua perusahaan yang bersaing untuk
mendapatkan rupiah konsumen yang sama.
C. Strategi peningkatan daya saing
Dalam usaha untuk memperoleh keunggulan bersaing menurut Kotler
(2001:295) yaitu dengan membangun hubungan pelanggan yang didasarkan pada
:
1) Nilai bagi pelanggan merupakan perbedaan antara nilai total bagi
pelanggan dan biaya total pelanggan terhadap penawaran pemasaran
(‘laba’ bagi pelanggan)
2) Kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja yang diberikan oleh
sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Jika kinerja produk
kurang dari yang diharapkan, maka pembelinya tidak puas. Kepuasan
pelanggan terhadap pembelian tergantung pada kinerja nyata sebuah
produk, relatif terhadap harapan pembeli.
D. Manfaat Peningkatan Daya Saing
Dalam lingkungan persaingan yang semakin kompetitif dan adanya situasi
pasar yang dinamis, maka setiap perusahaan tidak mungkin lagi untuk
menghindari persaingan, tetapi yang harus dilakukan adalah menghadapi tingkat
persaingan tersebut dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya disini
diartikan sebagai upaya yang dilakukan secara optimal dan berkesinambungan
untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan lebih baik lagi di masa yang
akan datang (Muhardi 2007:53).
E. Kekuatan Bersaing dalam Industri
Sumber: Porter, 1998
Gambar 2-2 Kekuatan Bersaing dalam Industri
Setiap perusahaan, baik yang bergerak di bidang jasa maupun nonjasa,
dalam melakukan kegiatan bisnis memerlukan strategi yang mampu
menempatkan perusahaan pada posisi yang terbaik, mampu bersaing serta terus
berkembang dengan mengoptimalkan semua potensi sumber daya yang dimiliki
(Sitepu, 2005). Perusahaan jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan
perusahaan nonjasa. Pemasaran jasa penerbangan merupakan suatu proses
penyesuaian antara permintaan penumpang pada saat ini, permintaan potensial,
permintaan masa depan, dan penawaran dari suatu maskapai penerbangan
(Natalisa, 1995).
Menurut Pitelis (2008) “competitiveness”is both elusive and controversial,
sedangkan Porter (1993) menyatakan, bahwa “persaingan adalah inti dari
keberhasilan”. Agar dapat memenangkan setiap persaingan, setiap perusahaan
harus memiliki strategi bersaing. Menurut Porter (1993) “Strategy is about
competitive position, about differentiating yourself in the eyes of the customer,
about adding value through a mix of activities different from those used by
competitors”. Tujuan akhir strategi bersaing adalah untuk menanggulangi
kekuatan lingkungan demi kepentingan perusahaan. Aturan atau lingkungan
persaingan yang ada pada industri terdiri atas 5 kekuatan bersaing (gambar 2-2),
yaitu masuknya pesaing baru, ancaman dari produk pengganti (substitusi),
kekuatan penawaran (tawar-menawar) pembeli, kekuatan pertawaran pemasok,
dan persaingan di antara pesaingpesaing yang ada. Kekuatan kolektif dari kelima
kekuatan bersaing akan menentukan kemampuan perusahaan di dalam suatu
industri untuk memperoleh tingkat laba rata-rata atas investasi yang dilakukan.
Namun, masing-masing kekuatan bersaing memiliki corak dan karakter pengaruh
yang berbeda–beda (Porter, 1998).
Keunggulan bersaing adalah suatu posisi dimana sebuah perusahaan
menguasai sebuah ajang persaingan bisnis (Porter, 1998). Keunggulan bersaing
yang berkelanjutan (Sustainable Competitive Advantage/ SCA) adalah keunggulan
yang tidak mudah ditiru, membuat suatu perusahaan dapat merebut dan
mempertahankan posisinya sebagai pimpinan pasar. Karena sifatnya yang tidak
mudah ditiru, keunggulan bersaing yang berkelanjutan merupakan satu strategi
bersaing yang dapat mendukung kesuksesan suatu perusahaan untuk jangka
waktu yang lama. Aaker (1998) menyatakan bahwa di dalam suatu strategi
setidaknya terdapat empat faktor yang menjadi syarat terciptanya keunggulan
bersaing yang berkelanjutan (SCA), yaitu basis persaingan (basic of competition),
arena bersaing (where you compete), pesaing (whom you compete against), dan
cara bersaing (how to complete). Secara umum Aaker mengidentifikasi lima
kekuatan strategis SCA, yaitu diferensiasi (differentiation), biaya-rendah (low-
cost), fokus, kepeloporan (preemption), dan sinergi (synergi).
2.2.5 Lingkungan Bisnis
Kebijakan, perencanaan, dan keputusan pemasaran diimplementasikan
dalam lingkungan eksternal perusahaan. Jenis lingkungan eksternal perusahaan
dan perubahannya terjadi bersamaan dengan peluang dimasa depan, ancaman, dan
keterbatasan pada aktifitas organisasi. Jenis lingkungan perusahaan yang
mempengaruhi konsumen dan perusahaan sangat beragam. Jenis lingkungan
pemasaran perusahaan menurut Proctor (2000:122-134). Berdasarkan Gambar 2-3
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Lingkungan Politik (Political Environment)
Kondisi lingkungan politik dapat memberikan pengaruh meski sering kali
tidak begitu nyata dirasakan. Dengan kata lain, jika suasana pengelolaan
negara tidak penuh gejolak, perusahaan bisa memasarkan produknya
dengan aman
b. Trens in Distribution
Tren dapat mempengaruhi lingkungan secara tidak langsung, tetapi dapat
menentukan kelangsungan pemasaran perusahaan. Ada kecenderungan-
kecenderungan yang harus dibaca oleh orang pemasaran. Untuk itu, cara
melihat yang kreatif dibutuhkan disini. Kecenderungan-kecenderungan
baru adalah tren yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari
c. Lingkungan Budaya (Cultural Environment)
Lingkungan budaya merupakan institusi dan kekuatan yang
mempengaruhi nilai-nilai dasar masyarakat, persepsi, preferensi, dan
perilaku. Dengan demikian pengaruh yang diberikannya pada kita sebagai
pemasar sangat kuat dan luas. Pada prinsipnya, ada dua nilai budaya yang
menjadi perhatian kita, yaitu nilai inti (core values), dan secondary values.
Nilai inti biasanya tak terlalu banyak mengalami pergeseran. Atau
kalaupun berubah, biasanya membutuhkan waktu yang lama.
d. Kompetisi (Competition)
Dunia bisnis adalah dunia yang keras. Salah satu yang membuat dunia ini
penuh dengan intrik adalah karena persaingan.
e. Lingkungan Teknologi (Technologycal Environment)
Pemahaman terhadap pengaruh teknologi, baik terhadap perilaku
kosnumen, maupun terhadap proses bisnis yang dijalankan, sangat
menentukan perkembangan perusahaan
f. Lingkungan Ekonomi
Perekenomian memiliki pengaruh penting pada aktivitas lingkungan
pemasaran seperti Produk Domestik Bruto (PDB) seluruh negara, yang
pada akhirnya memengaruhi pendapatan masyarakat
g. Lingkungan Hukum
Hidup dan kehidupan bisnis perusahaan tidak terlepas dari perkembangan
hokum dan kebijakan pemerintahan negara dimana mereka menjalankan
kegiatan bisnisnya. Berbagai macam regulasi dan deregulasi diberbagai
bidang dilaksanakan pemerintah mempunyai dampak positif atau negative
secara langsung ataupun secara tidak langsung. Kondisi hokum pada suatu
negara merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi
keberlangsungan dari suatu perusahaan.
Sumber: Proctor (2000:123)
Gambar 2-3 Lingkungan Bisnis
Faktor sosial budaya, politik, kebijakan ekonomi, tren distribusi dan
kemajuan teknologi berdampak pada selera dan kebutuhan konsumen terhadap
barang atau jasa bahkan berdampak pada barang atau jasa yang diproduski oleh
perusahaan itu sendiri. Faktor konsumen dan kompetisi mempengaruhi strategi
pemasaran perusahaan dalam menawarkan barang atau jasa kepada konsumen
Perusahaan jasa merupakan perusahaan yang selalu mengalami perubahan
seiring perubahan lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Lovelock (2007:8-
14) faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan dinamis dalam pelayanan jasa,
yaitu:
a. Merubah pola peraturan pemeritah
b. Melonggarkan batasan-batasan perhimpunan professional terhadap
pemasaran
c. Privatisasi beberapa perusahaan jasa pemerintah dan nirbala
d. Inovasi telekomunikasi
e. Pertumbuhan jaringan jasa dan waralaba
f. Internasionalisasi dan globalisasi
g. Tekanan untuk meningkatkan produktivitas
h. Gerakan kualitas jasa
i. Ekspansi bisnis sewa-beli dan penyewaan
j. Manufaktur sebagai penyedia jasa
k. Tekanan pada organisasi pemerintah dan nirlaba untuk mencari sumber
pendapatan baru
l. Perekrutan dan promosi manajer yang inovatif
2.2.6 Model Umum Low Cost Carrier (LCC)
Menurut Rahman (2003:16) low cost carrier (LCC) disebut dengan no
frills dan bugded airline adalah perusahaan penerbangan berjadwal (schedule
carrier) dengan biaya jauh lebih rendah dibandingkan perusahaan pada
umumnya. Penerapan LCC ini bisa menggeser penurunan tarif pesawat sampai
separuhnya. Hal ini disebabkan, konsep LCC ini lebih mengedepankan volume
penumpang ketimbang harga (yield oriented) seperti diterapkan operator
penerbangan kebanyakan. Tentu saja penerapan LCC ini membawa konsekuensi
tersendiri bagi penumpang pesawat. Karena tarifnya amat murah, produk
maskapai yang memberlakukan LCC pun sangat simple. Selama penerbangan
misalnya, penumpang tidak disuguhi makanan (no meals), tanpa reservasi tiket,
tempat duduk yang disediakan airlines pun lebih sempit.
Low Cost Carrier (LCC) merupakan bentuk diferensiasi produk dari
perusahaan penerbangan. Hakekatnya, perusahaan penerbangan yang
menggunakan konsep LCC adalah perusahaan yang menggabungkan Direct Air
Carrier terjadwal dengan Indirect Air Carrier Cargo. Tidak ada bentuk khusu
LCC yang digunakan oleh perusahaan penerbangan. Akan tetapi ada yang
menjadi karakteristik perusahaan penerbangan yang menggunakan konsep LCC.
Ada pun kerangka dasar kegiatan operasi Southwest Airlines menurut Doganis
dalam Rahman (2003:16) yaitu:
a. Product features Tarif (fares) murah, simpleunrestred, point to point, no
interling
b. Distribusi melalui agen perjalanan dan penjualan langsung, tanpa tiket khusus
seperti kebanyakan airlines yang mengusung konsep full service carrier
c. Dalam penerbangan hanya terdapat satu kelas tunggal, kepadatan tinggi, tidak
ada pengaturan tempat duduk, tidak ada makanan, hanya makanan kecil dan
minuman ringan saja
d. Frekuensi penerbangan yang tinggi
e. Ketepatan waktu keberangkatan sangat terpercaya
Ciri-ciri maskapai penerbangan yang menerapkan konsep low cost carrier
sebagai konsep bisnis perusahaan antara lain: (www.google.com)
1) Semua penumpangnya adalah kelas ekonomi, tidak ada penerbangan kelas
premium atau bisnis
2) Kapasitas penumpangnya lebih banyak daripada kapasitas pesawat dengan
layanan tradisional sehingga terlihat penumpang berdesak-desakan. Hal
ini untuk menaikkan revenue pesawat mengingat tarif yang sangat murah
3) Maskapai tersebut memiliki satu tipe pesawat untuk memudahkan training
dan meminimize biaya maintenance dan penyediaan spare part cadangan.
Biasanya pesawatnya baru/umurnya masih muda sehingga hemat dalam
konsumsi bahan bakar
4) Maskapai menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tariff
atau tariff sub classis dengan harga mulai dari tariff diskon hingga
mencapai 90%
5) Tidak memberikan layanan catering, di pesawat umumnya hanya
disuguhkan air mineral
6) Kursi yang disediakan tidak melalui pemesanan, siapa penumpang yang
masuk lebih dahulu dalam pesawat, dia yang pertama memilih kursi yang
dia tempati
7) Penerbangan dilakukan di pagi buta atau malam hari untuk menghindari
biaya yang mahal pada layanan bandara pada saat jam-jam sibuk
8) Rute yang diterbangi sangat sederhana biasanya point ke point untuk
menghindari miss conection di tempat transit dan dampak delay dari
akibat delay flight sebelumnya
9) Memberlakukan penanganan ground handling yang cepat dan pesawatnya
mempunyai utilisasi jam terbang yang tinggi
10) Maskapai melakukan penjualan langsung (direct sales), biasanya via call
center dan internet untuk meminimize cost channel distribusi. LCC tidak
dijual melalui travel agent, dan tidak menggunakan channel distrusi GDS
(Global Distribution System) seperti Abacus, Galileo, dll
11) Penjualan tidak menggunakan tiket konvensional, cukup secarik kertas
berupa kupon untuk mereduksi ongkos cetak tiket
12) Seringkali maskapai melakukan ekspansi promosi besar-besaran untuk
memperkuat positioning dan komunikasi karena menerapkan strategi
direct sales
13) Karyawannya melakukan multi role dalam pekerjaannya, seringkali pilot
dan pramugari juga sebagai cleaning service saat ground handling.
Disamping itu LCC menerapkan outsourching dan karyawan kontrak
terhadap sumber daya manusia non vital, termasuk pekerjaan ground
handling pesawat bandara
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 Tahun 2009,
dalam pasal 97 ditetapkan tiga jenis pelayanan yang diberikan oleh maskapai
kepada penumpangnya yaitu:
a) Maskapai dengan standart pelayanan maksimum (full service) adalah
bentuk pelayanan maksimum yang diberikan perusahaan kepada
penumpang selama penerbangan sesuai dengan jenis kelas pelayanan
penerbangan
b) Maskapai dengan standart pelayanan menengah (medium service) adalah
bentuk pelayanan sederhana yang diberikan perusahaan kepada
penumpang selama penerbangan
Maskapai dengan standart pelayanan minimum (no frills) adalah bentuk pelayanan
minimum yang diberikan perusahaan kepada penumpang selama penerbangan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Suatu masalah yang memiliki nilai ilmiah dalam penelitian agar dapat
diketahui dengan pasti memerlukan adanya pendekatan dengan mempergunakan
suatu metode tertentu. Metode yang dimaksud adalah uraian tentang cara
bagaimana sesuatu dapat diperoleh, dianalisis, dan didapatkan suatu hasil dari
analisa tersebut.
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif, dengan pendekatan kualitatif disini akan dijelaskan mengenai apa dan
bagaimana jenis penelitian tersebut, yang menurut Malholtra dalam Simamora
(2004:107) penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan sesuatu, umumnya karakteristik atau fungsi pasar.
Demikian pula Hadari dalam Simamora (2005:107) mengemukakan
bahwa riset deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (orang, lembaga,
masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana adanya. Metode deskriptif biasanya hanya melaporkan
keadaan yang sesungguhnya ada.
Berdasarkan pada uraian di atas maka dalam penulisan ini metode yang
dipergunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat individu & kelompok, keadaan, gejala tertentu,
atau frekuensi adanya hubungan yang tertentu antara satu gejala dengan gejala
lainnya yang terdapat dalam lingkungan internal ataupun lingkungan eksternal
yang mempengaruhi perusahaan dalam mencapai tujuan dari bisnis yang sedang
dijalankan.
3.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada lingkungan perusahaan jasa yang
mempengaruhi perusahaan dan daya saing perusahaan, adapun fokus/variable
yang mempengaruhi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya dari
penelitian ini adalah:
1. Strategi pemasaran perusahaan adalah:
a. Products
1) Nama perusahaan (merk) yang dijual.
2) Strategi Low Cost Carrier (LCC) yang ditawarkan perusahaan.
b. Pricing
1) Tingkat penetapan harga yang akan ditawarkan oleh perusahaan untuk
calon penumpang.
2) Cara penghitungan harga yang akan ditawarkan kepada penumpang.
3) Tarif yang ditawarkan perusahaan kepada penumpang.
c. Promotion
Strategi promosi yang telah diajukan oleh perusahaan selama ini meliputi
periklanan, promosi, penjualan, public relation.
d. Place
1) Bandara/airport yang digunakan oleh perusahaan.
2) Terminal keberangkatan/kedatangan digunakan oleh perusahaan
3) Tempat dimana penumpang dapat melakukan pembelian tiket
e. People
1) Standart penetapan pegawai
f. Physical Evidence
1) Seragam yang digunakan oleh karyawan
2) Bahan tiket yang akan diberikan perusahaan kepada penumpang
3) Jenis pesawat yang digunakan
4) Tahun pembuatan pesawat
5) Tempat perawatan pesawat
g. Process
1) Pengambilan gambaran dari awal penumpang melakukan pembelian
tiket
2) Penumpang datang di bandara
3) Pemberangkatan penumpang
4) Penumpang tiba ditempat tujuan
h. Pelayanan pelanggan (Customer Service)
1) Bentuk layanan Low Cost Carrier (LCC) yang diterapkan perusahaan
2) Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada penumpang, baik
sebelum berangkat, dalam perjalanan, dan sesampainya di tujuan
3) Penganganan klaim yang dilakukan oleh perusahaan
2. Daya Saing Perusahaan
Menurut Porter (1985) ada dua jenis dasar competitive advantage yang
bisa dimiliki oleh perusahaan yaitu low cost dan differentiation. Atas dasar itu aa
tiga strategi generik untuk bisa mencapai hasil yang lebih baik dari rata-rata di
dalam suatu industri. Ketiga strategi generik itu terdiri dari: cost leadership,
differentiation dan focus.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada maskapai penerbangan PT. Garuda
Indonesia Citilink di Bandara Juanda Sidoarjo. Alasan pemilihan perusahaan
karena PT. Garuda Indonesia Citilink merupakan salah satu perusahaan maskapai
penerbangan di Indonesia yang menyatakan menerapkan konsep low cost carrier
secara penuh sebagai konsep bisnis dan merupakan strategi pemasarannya untuk
masuk dalam pasar persaingan industri penerbangan di Indonesia.
3.4 Sumber Data
1. Data Primer
Menurut Maholtra (2005:120) data primer adalah data yang dibuat oleh
peneliti untuk maksud khusu menyelesaikan permasalahan yang sedang
ditangani. Data primer didapat Bapak Arie Triono, selaku Supervisor
Customer Service PT. Garuda Indonesia Citilink Surabaya dan Ibu Juwita
Della Juandani, selaku Customer Service PT. Garuda Indonesia Citilink
Surabaya.
2. Data Sekunder
Menurut Maholtra (2005:120) data sekunder adalah data yang telah
dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi, data sekunder juga dapat dikumpulkan secara cepat dan mudah
dengan biaya yang relatif murah, dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Data sekunder penelitian didapatkan media cetak, media online, dan
berbagai sumber yang dapat digunakan untuk meningkatkan kegiatan
pelaksanaan penelitian.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah pelaksanaan pengmpulan
data dalam rangka pengukuran dan pengujian hipotesa (Surakhmad, 2004:109).
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh peneliti dalam
penulisan skripsi ini adalah dengan metode Triangulasi, yaitu peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan
data dari sumber yang sama. Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara (interview)
Menurut Singarimbun (1985:145) bahwa wawancara adalah salah satu
bagian terpenting dari setiap survei. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan
informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada
responden. Proses wawancara akan dilakukan dengan dua karyawan pada PT.
Garuda Indonesia Citilink Surabaya.
2. Observasi (Pengamatan)
Kata lain dari metode observasi menurut (Narbuko, 1997:70) yaitu
pengamatan. Istilah dari pengamatan itu sendiri merupakan pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-
gejala yang diselidiki.
3. Dokumentasi
Menurut Arikunto (1996:148) metode dokumentasi ini berasal dari kata
dokumen yang mempunyai arti barang – barang tertulis yang ada.
Teknik pengambilan data yang didefinisikan di atas telah peneliti
paparkan dalam gambar 3-1. Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam
– macam cara pada sumber yang sama):
Observasi
Dokumentasi
Wawancara
Mendalam
Sumber
Data
Sumber: Sugiyono, 2012:242
Gambar 3-1 Triangulasi "Teknik" Pengumpulan Data
3.6 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data, yaitu analisis kualitatif.
Analisis kualitatif yaitu serangkaian kegiatan menganalisis data dalam objek
penelitian yang bersifat bukan angka, membandingakannya dengan teori-teori
tertentu untuk memperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisa data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan analisa model interaktif. Menurut Miles
dan Huberman (2014) dalam analisa model interaktif ada tiga komponen analisis,
yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis ini dilakukan
dalam bentuk interaktif pada setiap komponen utama tersebut.
Sumber: Miles and Huberman, Analisis Data Kualitatif, 2014
Data
Collection
Conclusion:
drawing/verifying
Data Display
Data
Condensation
Gambar 3-2 Model Interaktif Analisa Data
a. Reduksi Data (Data Reduction) Data yang diperoleh peneliti di lapangan
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi direduksi dengan cara
merangkum, memilih dan memfokuskan data. Pada tahap ini, peneliti
melakukan reduksi data dengan cara memilah-milah, mengkategorikan dan
membuat abstraksi dari catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi.
b. Penyajian Data (Data Display) Penyajian data dilakukan setelah data selesai
direduksi atau dirangkum. Data yang diperoleh dari hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk CW
(Catatan Wawancara), CL (Catatan Lapangan) dan CD (Catatan
Dokumentasi). Data yang sudah disajikan dalam bentuk catatan wawancara,
catatan lapangan dan catatan dokumentasi diberi kode data untuk
mengorganisasi data, sehingga peneliti dapat menganalisis dengan cepat dan
mudah. Peneliti membuat daftar awal kode yang sesuai dengan pedoman
wawancara, observasi dan dokumentasi. Masing-masing data yang sudah
diberi kode dianalisis dalam bentuk refleksi dan disajikan dalam bentuk teks.
c. Kesimpulan, Penarikan atau Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif model interaktif adalah
penarikan kesimpulan dari verifikasi. Berdasarkan data yang telah direduksi
dan disajikan, peneliti membuat kesimpulan yang didukung dengan bukti
yang kuat pada tahap pengumpulan data. Kesimpulan adalah jawaban dari
rumusan masalah dan pertanyaan yang telah diungkapkan oleh peneliti sejak
awal.
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Garuda Indonesia Citilink adalah Strategic Business Unit (SBU)
dari PT Garuda Indonesia yang melayani penerbangan point-to-point dengan
konsep LCC (Low Cost Carrier) menggunakan izin Air Opperator Certificate
(AOC) 121 yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan Republik
Indonesia sebagai maskapai penerbangan niaga berjadwal milik induk
perusahaan PT. Garuda Indonesia. Pada awalnya beroperasi PT. Garuda
Indonesia Citilink menggunakan lima pesawat jenis Fokker F28 2000MK,
3000MK dan 4000MK (65-85 tempat duduk) yang sudah tidak di
operasionalkan lagi oleh induk perusahaan PT. Garuda Indonesia.
Penerbangan erdana dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2001 dengan rute
Surabaya-Balikpapan-Tarakan-Balikpapan-Surabaya.
Dalam perkembangannya, pada Juli 2004 PT. Garuda Indonesia
Citilink mengganti seluruh pesawat Fokker F28 tersebut dengan alasan
pesawat-pesawat tersebut sudah tidak efisien dari segi operasional, selain
berumur tua dan ketiadaan suku cadangnya dipasaran dunia oleh PT. Garuda
Indonesia selaku induk perusahaan kelima pesawat jenis Fokker F28 2000MK,
3000MK, 4000MK diganti dengan empat pesawat jenis Boeing 737-300 (148
tempat duduk). Namun pada Januari 2008, manajemen PT. Garuda Indonesia
2
memutuskan PT. Garuda Indonesia Citilink untuk sementara berhenti
beroperasi untuk menata ulang kebijakan dan strategi perusahaan.
Penataan tersebut dilaksanakan dalam rangka menyiapkan PT. Garuda
Indonesia Citilink sebagai true low cost carrier (LCC) maskapai berbasis
biaya operasi rendah yang sebenarnya mampu menghadapi ketatnya persaigan
bisnis penerbangan. Pembenahan PT. Garuda Indonesia Citilink tersebut
mencakup berbagai aspek perusahaan, baik manajemen maupun operasional.
PT. Garuda Indonesia Citilink saat ini sedang dalam proses menjadi bisnis
sendiri sebagai anak perusahaan PT. Garuda Indonesia. PT. Garuda Indonesia
Citilink nantinya akan mengelola sumber daya (resources) secara mandiri,
baik pesawat, sumber daya manusia, pemasaran produk, termasuk aspek
keuangan, sehingga keberadaannya semakin fokus dalam menggeluti bisnis
penerbangan berkonsep LCC.
Dalam konteks bisnis PT. Garuda Indonesia selaku induk perusahaan,
PT. Garuda Indonesia Citilink tetap konsisten menggarap pasar middle-down
(kelas menengah dan menengah ke bawah) yang hanya membutuhkan
transportasi yang murah, sederhana, dan cepat, sedangkan PT. Garuda
Indonesia juga tetap menggarap pasar middle-up (kelas menengah dan
menengah ke atas) yang membutuhkan pelayanan yang prima setiap
penerbangannya. Dalam kegiatan usahanya keduanya berkonsentrasi dalam
segmen pasar yang berbeda. Sejak awal berdirinya, pada tahun 2001 PT.
Garuda Indonesia Citilink memang dirintis PT. Garuda Indonesia untuk
melaksanakan penggarapan pasar middle-down.
3
PT. Garuda Indonesia Citilink beroperasi kembali pada bulan
September 2008 dengan basis operasi di Surabaya, mula-mula dengan
menggunakan dua pesawat jenis Boeing 737-300 (148 tempat duduk).
Direncakan secara bertahap, armada Citilik akan bertambah menjadi lima
pesawat Boeing 737-300 pada tahun pertama operasinya yang merupakan
hibah dari induk perusahaan PT. Garuda Indonesia.
Dengan motto Enjoy Simplicity, PT. Garuda Indonesia Citilink
menawarkan kemudahan dalam proses pemesanan tempat duduk dan
pembayaran melalui website www.citilink.co.id. Dari Surabaya, PT. Garuda
Indonesia Citilink melayani enam kota tujuan, yaitu Jakarta, Batam,
Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar.
Citilink telah menjadi maskapai yang paling cepat berkembang di
Indonesia sejak tahun 2011, ketika mengambil A320 pertama dan percepatan
ekspansi sebagai bagian dari upaya oleh grup Garuda untuk bersaing lebih
agresif pada segment budget traveler.
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Visi yang dimiliki oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan di
bidang jasa penerbangan adalah “Menjadi Perusahaan Penerbangan Pilihan
Utama di Indonesia”. Dilandasi oleh visi tersebut, misi yang hendak dicapai
perusahaan adalah:
a. Safety, selalu mengutamakan keselamatan pada setiap penerbangan
b. Security, menekankan keamanan pada setiap penerbangan
c. Reliability, mengutamakan ketepatan waktu dari setiap penerbangan
4
4.1.3 Lokasi Perusahaan
Lokasi pendirian perusahaan pertama kali di Jakarta yaitu tepatnya
dikantor pusat PT. Garuda Indonesia namun untuk mendukung penerapan dari
konsep yang direncanakan sejak awal oleh PT. Garuda Indonesia, PT. Garuda
Indonesia Citilink yang berkonsep low cost carrier (LCC), maka sejak bulan
september 2008 kantor pusat PT. Garuda Indonesia Citilink dipindahkan ke
Juanda Sidoarjo sebagai Secondary Airpotrs adapun alamat baru kantor pusat
PT. Garuda Indonesia Citilink berada di Jl. Raya Juanda No. 3 Blok C2
Juanda Business Centre Sidoarjo, Jawa Timur
4.1.4 Tujuan Perusahaan
Tujuan perusahaan merupakan sasarn yang telah ditetapkan, dimana
dalam tujuan terseut merupakan suatu pedoman yang harus dicapai dalam
rangka mempertahankan perusahaan maupun perkembangan di masa yang
akan datang. Adapun tujuan perusahaan PT. Garuda Indonesia Citilink adalah
sebagai berikut:
a. Tujuan jangka pendek:
1) Meningkatkan tingkat isian penumpang (Load Factor)
2) Meningkatkan rentabilitas perusahaan
3) Menjaga komitmen dan likuiditas perusahaan
4) Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap pelayanan perusahaan penerbangan berkonsep Low Cost
Carrier (LCC)
b. Tujuan jangka panjang:
5
1) Mencapai tingkat keuntungan yang stabil
2) Memperkuat posisi perusahaan dalam bersaing
3) Mempertahankkan solvabilitas perusahaan
4) Menggandakan perluasan (eskpansi) perusahaan ke berbagai rute
tujuan yang potensial
4.1.5 Nilai Budaya Perusahaan
1) Memproduksi jasa yang tinggi dan bersaing
2) Menciptakan kegiatan ekoomi nasional dan menciptakan
kesempatan kerja
3) Menjadikan sumber daya manusia perusahaan lebih efektif, efisien,
produktif, dan bermotifasi tinggi
4) Mengusahakan keuntungan yang bermanfaat bagi pemegang saha.
Yaitu pemerintah dan bangsa Indonesia
4.1.6 Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang meujudkan suatu
pola yang tetap dan saling berhubungan antara bidang kerja. Orang-orang
yang menunjukan kedudukan dan wewenang serta tanggung jawab masing-
masing dalam suatu sistem kerjasama. Bentuk struktur organisasi dalam tiap-
tiap perusahaan serta tergantung masing-masing bagian dalam perusahaan
tersebut. Semakin banyak tugas-tugas dan kewajiban yang ada dalam
perusahaan tersebut tentunya akan berpengaruh pula dalam pembagian tugas
dan wewenang dapat diketahui. Hal ini dapat diuraikan dalam pembagian
kerja. Dengan adanya struktur organisasi maka tugas dan wewenang lebih
6
jelas sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih pekerjaan, karena anggota
organisasi bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan struktur
organisasi maka segala tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara efektif
dan efisien.
Struktur organisasi Citilink berkembang secara dinamis dan bersifat
sentral. Jadi semua kebijakan, keputusan, dan wewenang semua kegiatan
bisnis atau usaha masing-masing divisi menjadi tanggung jawab kepala
cabang/pimpinan cabang PT. Garuda Citilink. Struktur organisasi di PT
Garuda Indonesia ditetapkan dalam suatu keputusan tersendiri dengan
mengikuti pola struktur fungsional dan staf. Secara keseluruhan PT. Garuda
Indonesia Citilink dipimpin oleh seorang Managing Directur yang
bertanggung jawab pada masing-masing divisi yang dibawahnya.
Berdasarkan hirarki organisasi, pegawai dengan jabatan yang lebih
rendah secara otomatis bertanggung jawab langsung kepada pegawai yang
memiliki jabatan diatasnya
7
Sumber: PT. Garuda Indonesia Citilink
Gambar 4-1 Struktur Organisasi PT. Garuda Indonesia Citilink
8
Adapun tugas dan tanggung jawab dari masing-masing yang terdapat
dalam struktur organisasi tersebut adalah :
A. CEO
1. Menentukan dan menetapkan berbagai kebijakan perusahaan secara
umum
2. Bertanggung jawab kepada stakeholder (pemegang saham)
3. Menetapkan tujuan, rencana, dan kebijakan perusahaan secara umum
4. Memonitor perkembangan perusahaan
B. Executive Vice President Strategy and Corporate Affairs
1. Merencanakan kegiatan jangka panjang perusahaan dari segi
perencanaan perusahaan, sumber daya manusia, komunikasi dan
keamanan
C. Executive Vice President Finance
1. Menangani keuangan perusahaan yang verhubungan dengan
manajemen treasury, akuntansi, dan pengendalian keuangan
D. Executive Vice President Commercial
1. Bertanggung jawab atas kegiatan niaga perusahaan seperti
pengembangan dan perencanaan pemasaran, manajemen jaringan,
pelayanan penumpang, manajemen pendapatam dan manajemen
control
9
E. Executive Vice President Maintenance
1. Bertanggung jawab atas merawat dan memelihara perusahaan,
memeriksa keadaan pesawat serta mengendalikan semua penerbangan
Citilink dan mengendalikan jika terjadi kerusakan pesawat
F. Executive Vice President Operation
1. Bertanggung jawab atas kegiatan operasional perusahaan, pelayanan
kabin, keselamatan penerbangan, mengawasi dan merencanakan
kegiatan operasional
G. General Manager
1. Merencanakan, mengkoordinasikan, mengelola, mengembangkan,
membina Citilink dengan konsep “Low Cost Operating – basic service
delivery” dapat diterapkan dengan tujuan memudahkan penumpang
melakukan perjalanan udara
H. Network and Marketing Management Manager
1. Merencanakan, mengkoordinasikan, mengelola, mengembangkan
fungsi network dan marketing manajemen Citilink yang meliputi
routing, scheduling, product, promotion, pricing, dan alternative
distribution channel agar konsep “basic delivery service” dapat
diterapkan dengan tujuan memudahkan penumpang melakukan
perjalanan udara
10
I. Service Management Manager
1. Merencanakan, mengkoordinasikan, mengelola, mengembangkan
fungsi layanan Citilink yang meliputi : call center, jalur distribusi,
ground service dan in flight agar konsep “basic delivery service”
dapat diterapkan dengan inovasi yang bertujuan memudahkan
penumpang melakukan perjalanan udara
2. Membuat rencana kerja dan anggaran manajemen pelayanan
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan operasional dengan cabang,
unit terkait dan pihak ketiga
J. Performance Management Manager
1. Merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan, dan
melaksanakan semua kinerja Citilink
2. Mengembangkan CIS (Citilink Integrated System) sebagai sistem
administrator pembukuan penumpang
K. Finance Manager
1. Melakukan koordinasi dengan semua unit di financial accounting
2. Mengelola dan menganalisa data keuangan
3. Mengelola pendistribusian pelaporan kinerja
4. Memonitor penyelesaian penyusunan konsep laporan keuangan
Citilink
5. Menganalisa keakuratan laporan keuangan CSR (Citilink Sales
Report)
11
6. Mencatat penjualan via bank
7. Mengontrol kesesuaian laporan penjualan bank terhadap rekenening
koran
8. Kontrol pencapaian budget pendapatan Citilink
L. Operation Manager
1. Mengendalikan semua penerbangan Citilink supaya dapat berjalan
dengan tepat waktu serta mengendalikan jika terjadi irregularsities
M. Maintanance Manager
1. Bertanggung jawab menangani perawatan dan perbaikan pesawat jika
terjadi kerusakan
N. Marketing Specialist
1. Memberi masukan serta koordinasi dengan semua branch office dalam
mengambil kebijaksanaan serta mengusulkan perubahan harga
2. Menganalisa dan mengevaluasi perubahan harga yang dilakukan oleh
competitor Citilink pada rute yang sama
3. Mengusulkan perubahan harga satu atau beberapa rute yang dipandang
perlu kepada manager Citilink network dan marketing management
O. Service Specialist
1. Menentukan spesifikasi dan persyaratan ground handling
2. Menentukan spesifikasi barang cetak Citilink
3. Mengkoordinasikan spesifikasi, persyaratan dan seragam awak kabin
dan cockpit
12
4. Menentukan spesifikasi dan standart crew meal, food, and beverages
P. Performance Specialist
1. Mengembangkan aplikasi web untuk umum dan call center
4.1.7 Logo Perusahaan
Sumber: google.co.id (diakses pada tanggal 14 Mei 2017)
Gambar 4-2 Logo Citilink Sebelum Adanya Perubahan
Logo Citilink berubah setelah melakukan program rebranding yang
dilaksanakan di pertengahan tahun 2011, dan Citilink mempunyai motto “Fun,
Affordable, and Reliable” dengan warna hijau yang digunakan. Citilink telah
mengadopsi hijau sebagai warna baru perusahaan, dan livery pesawat pola
streamline pada ekor pesawat yang berdasarkan “bulu elang” bergaris dari livery
Garuda yang baru didesain ulang.
13
Sumber: google.co.id (diakses pada tanggal 14 Mei 2017)
Gambar 4-3 Logo Citilink Setelah Adanya Perubahan
Warna hijau yang menjadi identitas Citilink diambil dari salah satu warna
Corporate Garuda yaitu biru, hijau, orange, dan silver. Hijau dianggap memiliki
arti dinamis, muda, dan terus tumbuh berkembang.
Para livery baru dimaksudkan untuk mengasosiasikan Citilink dengan
catatan terbukti Garuda tinggi kualitas pelayanan. Warna perusahaan baru hanya
salah satu segi dari perbaikan Citilink tentang pemasaran dan strategi komunikasi,
dimaksudkan untuk menjangkau khalayak luas. Makeover Citilink mencakup
interior pesawat yang direnovasi, kantor tiket yang didesain ulang, seragam baru
awak kabin dan situs ditingkatkan.
Citilink juga ingin menampilan bahwa Citilink adalah penerbangan yang
mencirikan Indonesia dengan yang dilakukan oleh para pilot dan pramugari ketika
sedang dalam penerbangan, para pramugari dan pilot akan berpantun untuk
14
memeritahu ketika pesawat akan take off dan landing. Karena pantun merupakan
salah satu budaya bangsa yang sangat mencirikan Indonesia.
4.1.8 Produk Citilink
Citilink menjual jasa yang melayani penerbangan antar kota, Citilink
mengoperasikan lima pesawat baru Boeing B737-300, masing-masing dengan
kapasitas kursi 148. Saat ini Citilink juga telah menambahkan tiga Airbus Modern
A320 Jet dengan kapasitas 180 kursi.
Sumber: google.co.id (diakses pada tanggal 14 Mei 2017)
Gambar 4-4 Pesawat Citilink Boeing 737-300
15
Sumber: google.co.id (diakses pada tanggal 14 Mei 2017)
Gambar 4-5 Pesawat Citilink Airbus A320
Jarinngan harian Citilink melayani rute penerbangan Surabaya, Batam,
Banjarmasin, Denpasar, Balikpapan, Medan, Jogjakarta, Semaranng, Padang,
Pekanbaru dan Makassar dari dua base di Jakarta dan Surabaya.
Sumber: garuda-indonesia.com (diakses pada tanggal 27 Mei 2017)
16
Gambar 4-6 Rute Penerbangan Citilink di Indonesia
4.2 Strategi Pemasaran Low Cost Carrier Citilink
Strategi pemasaran adalah pola pikir pemasaran yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan pemasarannya. Strategi pemasaran erisi strategi
spesifik untuk pasar sasaran, penetapan posisi, bauran pemasaran dan
besarnya pengeluaran pemasaran (Kotler; 2004:81).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran dapat
dinyatakan sebagai dsara tindakan yang mengarah pada kegiatan atau usaha
pemasaran, dari suatu perusahaan, dalam kondisi persaingan dan lingkungan
selalu berubah agar mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi dalam penetapan
strategi pemasaran yang akan dijalankan perusahaan haruslah terlebih dahulu
melihat situasi dan kondisi pasar serta menilai posisinya dipasar. Dengan
mengetahui keadaan dan situasi serta posisinya dipasar dapat ditentukan
kegiatan pemasaran yang harus dilakukan
4.2.1 Unsur-Unsur Bauran Pemasaran
4.2.2.1 Product
1) Perusahaan ini bergerak di bidang jasa angkutan udara. Produk
pelayanan penerbangan PT. Garuda Indonesia Citilink sampai saat
ini berupa pelayanan penerbangan antar kota tujuan dengan 22 rute
penerbangan perhari
17
2) Strategi yang ditawarkan yaitu untuk menekan biaya yang
dikeluarkan dalam mendukung penerapan dari konsep Low Cost
Carrier pada PT. Garuda Indonesia Citilink pengurangan tersebut
meliputi:
a) Setiap penumpang hanya diizinkan untuk membawa ke atas
pesawat satu buah tas tanga standar dengan berat maksimum
5kg dengan ukuran 50x36x15cm
b) Tas yang tidak memenuhi berat dan/atau ukuran standar
tersebut harus dimasukan ke dalam bagasi pesawat. Biaya
untuk penitipan bagasi adalah Rp. 5.000/kg. Bagasi cuma-
cuma tidak akan diberikan untuk penumpang pada waktu
tertentu, hal ini dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia Citilink
karena semakin berat bawaan yang dibawa oleh pesawat maka
semakin besar pula bahan bakar yang dikeluarkan oleh pesawat
c) PT. Garuda Indonesia Citilink memisahkan biaya ekstra seperti
airport tax, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan lain
sebagainya dari biaya pokok, sehingga biaya penerbangan itu
sendiri terlihat sangat murah
d) Langsung mematikan mesin pesawat pada saat turn around
(berhenti di darat). Menggantikannya dengan menghidupkan
generator setelah penumpang masuk ke dalam pesawat, hal ini
dilakukan untuk mengurangi biaya bahan bakar
18
e) PT. Garuda Indonesia Citilink menggunakan kursi dari bahan
kulit, sehingga mudah dibersihkan
f) Pemakaian satu tipe pesawat yaitu Boeing 737-300 juga
berkaitan dengan penghematan biaya yang diterapkan PT.
Garuda Indonesia Citilink. Karena, semakin beagam jenis
pesawat yang dipakai, maka makin besar pula biaya yang harus
dikeluarkan untuk pemeliharaan dan suku cadang
g) Setiap pesawat PT. Garuda Indonesia Citilink hanya terdapat
dua orang awak kabin yang melayani penumpang saat di
pesawat
h) Penghapusan service ekstra seperti makanan/minuman untuk
penumpang dan digantikan dengan penjualan makanan kecil
atau minuman atau gift, yang harus dibayar penumpang yang
menghendai. Hasil penjualan ini digolongkan sebagai
penghasilan tambahan oleh operator penerbangan
i) Penumpang didorong untuk membeli tiket pada intenet, hal ini
berguna untuk menghindari kebutuhan akan counter tiket dan
staf tiket, sehingga menghemat sewa tempat dan gji staf
j) Pada waktu tertentu tidak ada reservasi tempat duduk
penumpang, sehingga penumpang diharuskan untuk melakukan
boarding dini dan cepat. Ini suatu bentuk penghematan waktu
19
k) Skema reservasi dini, dimana harga tiket akan naik saat tempat
duduk pesawat makin terbatas atau makin penuh. Hal ini akan
memaksa penumpang untuk melakukan reservasi dini dimana
makin dini kita memesan maka harga tiket akan semakin
murah. Biasanya pembatalan reservasi akan mengakibatkan
hilangnya sebagian besar (hampir 100%) harga tiket yang
sudah dibayarkan.
l) Skema single class (satu kelas) ekonomi untuk semua
penumpang. Memudahkan dan menyederhanakan sistem
boarding
m) Penggunaan satu jenis pesawat memudahkan,
menyederhanakan, serta memangkas biaya perawatan dan suku
cadang, tanpa mengorbankan kualitas perawatan
n) Memakai terminal sekunder dan meminimalisir penggunaan
fasilitas tambahan seperti garbarata (belalai penumpang) yang
akan memangkas biaya airport service tentunya. Penumpang
harus berjalan kaki ke pesawat
o) Rute PT. Garuda Indonesia Citilink biasanya difokuskan pada
penerbangan jarak yang pendek dan turn around yang juga
pendek (tidak lebih dari 25 menit) per rute penerbangan agar
dapat mengoptimalkan penggunaan pesawat
20
p) Awak pesawat dipekerjakan secara berganda, misalnya
pramugari atau pramugara juga bertindak sebagai pekerja
pembersih atau sebagai gate officer, sehingga memangkas
biaya operasional dan jumlah personil secara keseluruhan
q) Fuel hedging program biasanya dilakukan secara terencana dan
merupakan salah satu perencanaan terpenting, karena biaya
bahan bakar termasuk salah satu biaya terbesar dalam industri
penerbangan
r) Pemesanan tiket lewat online (intenet). Pemesanan ini akan
menghemat tenaga kerja bagian ticketing, tidak perlu agen
yang fee-nya juga berpengaruh pada harga.
s) Tidak menyediakan transportasi bagi pilot dan awak kabin,
mereka harus datang sendiri ke bandara
t) Mempunyai pusat pelatihan pilot dan awak kabin serta
simulator pesawat sendiri sehingga menghemat biaya training
(pelatihan)
u) Menyewa kantor penjualan yang sederhana, tidak ada furnitur
mahal
3) Penerapan strategi pemasaran yang digunakan manajemen PT.
Garuda Indonesia Citilink saat ini, adalah:
a) Overbooking, adalah praktek yang segaja menjual lebih
banyak tempat duduk kepada penumpang dibandingkan jumlah
21
tempat duduk yang tersedia di pesawat. Penerbangan
memanfaatkan kelebihan pesawat tersebut untuk menutup
kekurangan pesanan akibat pembatalan no-shows. Tanpa
menjual lebih (overbooking), sekitas 5 persen dari tempat
duduk yang tersedia dalam suatu keberangkatan pesawat tidak
dipergunakan
b) Discount allocation, adalah proses untuk menentukan jumlah
potongan harga yang akan ditawarkan dalam suatu perjalanan.
Penerbangan menawarkan potongan harga untuk merangsang
permintaan agar tidak ada tempat duduk yang kosong.
Penawaran potongan harga tiket harus dibatasi pada
penerbangan yang padat untuk menyediakan tempat bagi
penumpang yang membayar dengan harga tinggi yang
terlambat booking. Oleh karena itu penerbangan
memberlakukan tempat duduk sebagai sumber langka dan
harus diolah secara cerdas terutama kalau berkaitan dengan
potongan tiket
c) Traffic management, adalah proses mengontrol pemesanan
tempat oleh penumpang di tempat keberangkatan dan di tempat
tujuan untuk menyiapkan pasar campuran (Multiple-flight
connecting markets versus single-flight markets) agar dapat
memaksimalkan pendapatan
22
4.2.2.2 Pricing
PT. Garuda Indonesia Citilink merupakan maskapai pertama
penerbangan niaga berjadwal di Indonesia sejak 1 Februari 2009 yang
menghapuskan biaya bahan bakar (Fuel Surcharge) yang dibebankan
kepada penumpang sejak melonjaknya harga minyak dunia di pertengahan
tahun 2006.
PT. Garuda Indonesia Citilink ternyata tidak mengatur sendiri
penetapan penentuan harga yang dilimpahkan kepada calon penumpang,
melainkan ada keterlibatan pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas
Perhubungan untuk membantu menetapkan ketentuan harga yang
diberikan kepada calon penumpang
Berikut adalah kutipan penjelasan yang didapat langsung dari
laman resmi dephub.go.id (diakses pada tanggal 27 Mei 2017):
"Tarif PJP2U atau PSC itu sudah dimasukkan ke dalam komponen
tiket Citilink Indonesia, sehingga penumpang tidak perlu lagi
membayarnya di bandara. Penerapan PSC on Ticket membuat
penumpang tidak repot, memperpendek waktu antrian saat check in
atau mempercepat waktu penumpang menuju ruang keberangkatan,"
jelas Daryanto.
Sebagaimana diketahui, PJP2U atau PSC adalah tarif yang
dikenakan pengelola bandara kepada penumpang atas ketersediaan
23
fasilitas dan pelayanan saat di bandara. Citilink nantinya akan
menyerahkan biaya PJP2U atau PSC tersebut kepada pengelola
bandara sesuai dengan skema yang telah disepakati.
CEO PT Citilink Indonesia, Arif Wibowo ditempat terpisah
menjelaskan, selain kerjasama dengan PT Angkasa Pura II, Citilink
Indonesia juga menjalin kerjasama dengan pengelola bandara lainnya
yakni PT Angkasa Pura I dan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kementerian Perhubungan dalam menerapkan ketentuan PSC on
Ticket ini.
4.2.2.3 Promotion
Promosi yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia untuk
mendapatkan konsumen misalnya adalah:
1) Memberikan harga yang lebih murah apabila melakukan
pembelian jauh-jauh hari dari tanggal rencana keberangkatan
24
2) Memberikan potongan harga apabila membeli lebih dari satu orang
tiket penerbangan dengan satu kode booking untuk satu rute,
tanggal, dan jam yang sama atau pembelian langsung pulang pergi
dengan nama yang sama pada saat pemberangkatan
3) Memberikan promo bagasi lebih banyak kepada penumpang untuk
waktu-waktu tertentu
4) Menjual tempat duduk yang jika tidak ditawarkan pun akan
kosong. Pesawat yang terisi penuh juga memberi kesan yang lebih
baik dari maskapai itu kepada penumpang, yang meyakinkan
mereka bahwa maskapai itu berjalan baik
5) Menjual tempat duduk berminggu-minggu sebelumnya, mengisi
penuh pesawat lebih dari yang dapat dilakukan sebelumnya.
Banyak penumpang pesawat lebih dari yang dapat dilakukan
sebelumnya. Banyak penumpang pesawat yang memesan
berbulan-bulan sebelumnya untuk terbang ke tujuan tertentu
sehingga dapat menikmati harga yang jauh lebih murah meskipun
mereka tidak yakin dapat terbang pada tanggal tersebut
6) Menarik keingintahuan dari prospek yang bahkan tidak akan
berpikir untuk terbang. Setiap orang terbiasa dengan harga tiket
tinggi untuk tiket udara, jadi ketika harga tiket lebih murah
ketimbang bus mulai muncul dipermukaan, setiap orang tertarik
untuk melakukan perjalanan udara
25
7) Menggiring sebagian prospek menjadi pelanggan yang membayar
harga regular jika tempat duduk murah terjual habis.
Memungkinkan karena frekuensi mengunjungi situs web PT.
Garuda Indonesia Citilink dengan harapan mendapatkan tiket
dengan harga promosi dapat menggiring penumpang untuk
membeli tiket harga regular yang masih jauh lebih murah
ketimbang yang ditawarkan maskapai udara lain
8) Menciptakan pemasaran dari mulut ke mulut melalui iklan dan
pengalaman penumpang yang telah menggunakan jasa PT. Garuda
Indonesia Citilik, penumpang yang puas merupakan wiraniaga
yang potensial bagi perusahaan
9) Memperkuat posisi sebagai maskapai biaya rendah melalui iklan
regular dan publisitas gratis regular di media tentang tiket harga
rendah meruakan kombinasi yang kuat yang secara permanen akan
menorehkan nama PT. Garuda Indonesia Citilink dibenak
pelanggan
4.2.2.4 Place
Sampai saat ini seluruh bandar udara di Indonesia belum
mendukung adanya penerapan dari konsep Low Cost Carrier karena
bandara-bandara di Indonesia belum memiliki terminal khusus Low Cost
Carrier Terminal (LCCT). Perbedaan pelayanan yang diberikan pengelola
26
bandara kepada penumpang yang menggunakan maskapai penerbangan
berkonsep low cost carrier dengan maskapai lainnya untuk bandara-
bandara Indonesia tidak memiliki perbedaan semua memakai ruang
tunggu dan kedatangan yang sama, yang membedakan hanyalah
pengurangan fasilitas jasa yang diberikan oleh pengelola bandara utuk
menekan biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. Garuda Indonesia Citilink
memutuskan untuk tidak memakai semua fasilitas semacam jambatan
layang yang menghubungkan ruang kedatangan dengan pesawat dan
memilih memarkir pesawat agak jauh dari terminal sehingga sewa yang
dibayar tidak terlalu mahal, tidak menggunakan fasilitas bus untuk
menjemput dan mengantar penumpang dari dan ke pesawat.
Untuk membeli tiket PT. Garuda Indonesia Citilink, penumpang
dapat membeli tiket melalui Channel Distribution berikut ini:
1) Website Citilink
Calon penumpang dapat membeli tiket PT. Garuda Indonesia
Citilink di www.citilink.co.id dan melakukan pembayaran
menggunakan kartu kredit Visa, Mastercard, juga melalui Klik
BCA
2) Kantor Penjualan Tiket PT. Garuda Indonesia Citilink
PT. Garuda Indonesia Citilink memiliki kantor penjualan tiket di
berbagai kota tujuan yang menjadi rute tujuan penerbangan
Citilink di Indonesia. Penumpang dapat melakukan pembelian tiket
27
di kantor penjualan dengan cara walk in ke kantor penjualan PT.
Garuda Indonesia Citilink
3) Travel Agent ysng menjadi salah satu Sales Member Agent PT.
Garuda Indonesia Citilink (SMAC).
4) Social Media / Online Shop juga merupakan salah satu media yang
menyediakan jasa pembelian tiket pesawat yang relative mudah
dan semua orang dapat mengaksesnya
4.2.2.5 People
Guna mendukung dalam penerapan konsep low cost carrier yang
diusung oleh PT. Garuda Indonesia Citilink awak kabin memperkerjakan
karyawan muda, menggunakan seragam yang sportif, hal ini dapat
memudahkan awak kabin bergerak dengan cepat dan siap untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi penumpang yang menggunakan jasa
penerbangan sebagai pengantar perjalanan penumpang. Setiap
penerbangan dalam satu rute hanya menempatkan 2 orang yang bertugas
sebagai pramugari/pramugara untuk melayani penumpangnya di dalam
pesawat
4.2.2.6 Physical Evidence
Saat ini PT. Garuda Indonesia Citilink menggunakan tiga unit
pesawat berjenis Boeing 737-300 dengan kapasitas kursi 148 orang dan
28
juga beberapa pesawat baru Airbus Modern A320 dengan kapasitas
mencapai 180 orang untuk mendukung operasional perusahaan. Dengan
utilisasi (pemakaian) rata masing-masing pesawat lebih dari 10 jam sehari,
dan mengenai perawatan pesawat yang dilakukan oleh pabrikan untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka pesawat terbang akan
menjalani pemeriksaan secara rutin sehari-hari. Pada tabel 4-1 terdapat
penjabaran tentang jenis perawatan pesawat dan fungsinya.
PT. Garuda Indonesia Citilink melakukan perawatan pesawatnya
di PT. Garuda Maintenance Facilities Aero Asia (GMF AeroAsia) yang
merupakan anak perusahaan PT. Garuda Indoenesia Citilink yang
bergerak di bidang maintenance (perbaikan dan perawatan) pesawat
terbang. Selain berfungsi sebagai operation support Garuda Indonesia,
PT. Garuda Maintenance Facilities Aero Asia (GMF AeroAsia) juga
melayani pemeliharaan pesawat terbang milik maskapai penerbangan lain.
Tabel 4-1 Jenis Perawatan Pesawat Citilink
No. Jenis Perawatan Waktu Perawatan Fungsi Perawatan
29
1. Pre-flight Check
Setiap pagi sebelum
pesawat
diberangkatkan
Harus dilakukan sedekat
mungkin sebelum tiap kali
pesawat berangkat
beroperasi, maksimal dua
jam sebelumnya.
Memastikan seluruh
transaksi penumpang
benar dan memastikan
bahwa pesawat dalam
keadaan baik
2.
Daily Check / Might
Stop Check
Setelah pesawat
landing
Memeriksa pesawat untuk
memastikan bahwa pada
pesawat tidak terdapat
satu pun kerusakan
struktur, semua sistem
berfungsi dengan
sebagaimana mestinya,
dan servis yang
diharuskan telah
30
dilakukan
3. Weekly Check
Dilakukan
pemeriksaan seminggu
sekali
Pemeriksaan komponen,
pemeriksaan keliling
pesawat secara visual
untuk mendeteksi ada atau
tidaknya ketidaksesuaian,
melakukan pengamanan
lebih lanjut, dan
pemeriksaan sistem
operasional
4.
Letter Check
(A-Check)
Pemeriksaan setelah
pesawat menempuh
300 jam terbang
(dikerjakan pada
malam hari)
Perawatan pesawat jenis
ini hanya melakukan
pemeriksaan pada pesawat
terbang untuk memastikan
kelaikan mesin, sistem-
sistem, komponen-
komponen, dan struktur
pesawat untuk beroperasi.
31
5.
Letter Check
(B-Check)
Pemeriksaan setelah
pesawat menempuh
1.800-2.000 jam
terbang (biasanya
dilakukan bersamaan
dengan C-Check)
Perawatan pesawat dalam
skala kecil ini hanya
meliputi proses
pembersihan, pelumasan,
penggantian ban apabila
sudah aus, penggantian
baterai, dan inspeksi
struktur bagian dalam
6.
Letter Check
(C-Check)
Pemeriksaan setelah
pesawat menempuh
4.000 jam terbang
(diperlukan waktu
sekitar 10 hari)
Perawatan pesawat tipe ini
merupakan inspeksi
komprehensif termasuk
bagian-bagian yang
tersembunyi, sehingga
kerusakan dan keretakan
di bagian dalam dapat
ditemukan.
7.
Letter Check
(D-Check)
Pemeriksaan setelah
Pemeriksaan jenis ini
adalah perawatan yang
32
pesawat menempuh
30.000 jam terbang
(diperlukan waktu
sekitar 32 hari)
paling detail, menyeluruh,
dan paling intensif
terhadap pesawat
Sumber: PT. Garuda Indonesia Citilink (data diolah)
4.2.2.7 Process
PT. Garuda Indonesia Citilink menggunakan electronic ticketing
dalam kegiatan operasional penjualan tiket. E-ticket adalah sebuah metode
pembelian tiket penumpang pesawat tanpa harus memerlukan pencetakan
kertas sebagai bukti pembayaran tiket. Semua data pembelian tiket sudah
masuk dalam server sistem airline, sehingga mempermudah proses
transaksi penjualan/pembelian tiket. Sistem e-ticket ini memiliki banyak
keuntungan atau kelebihan, antara lain, proses transaksi pemesanan atau
pembayaran tiket lebih cepat dan mudah karena bisa dilakukan melalui
online website. Memperkecil kemungkinan tiket hilang ataupun dicuri,
dan penumpang tidak perlu lagi repot membawa tiket karena cukup
menunjukan kartu identitas serta code booking saat akan melakukan
check-in. Bagi perusahaan biaya penerbitan/percetakan tiket dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan
Sebenarnya proses transaksi menggunakan paper tiket dan e-ticket
relative sama. perbedaannya hanya terletak pada bukti transaksi. Jika
33
dalam penerapan paper tiket, maka penumpang mendapatkan tiket yang
dicetak oleh PT. Garuda Indonesia Citilink. Sedangkan pada e-ticket,
penumpang hanya memperoleh itinerary receipt (tanda terima rinci
perjalanan penumpang) terdiri daro code booking, nama calon
penumpang, jadwal keberangkatan, kota keberangkatan, dan kota tujuan
yang dapat dicetak sendiri oleh penumpang. Tujuan PT. Garuda Indonesia
Citilink menggunakan e-ticket yaitu untuk memperkecil biaya pelayanan
airlines dan mengurangi biaya pembayaran tenaga kerja. Agar dapat
menekan pengeluaran perusahaan.
Sebenarnya proses transaski menggunakan paper tiket dan e-ticket
relative sama. perbedaannya hanya terletak pada bukti transaksi. Jika
dalam penerapan paper tiket, penumpang mendapatkan tiket yang dicetak
oleh PT. Garuda Indonesia Citilink. Sedangkan, pada e-ticket, penumpang
hanya memperoleh itinerary receipt (tanda terima rincian perjalanan
penumpang) terdiri dari code booking, nama calon penumpang, jadwal
keberangkatan, kota keberangkatan dan kota tujuan yang dapat dicetak
sendiri oleh penumpang. Tujuan penerapan e-ticket yaitu untuk
memperkecil biaya pelayanan airlines dan mengurangi biaya pembayaran
tenaga kerja. Agar dapat menekan pengeluaran perusahaan. Pada tabel 4-7
terdapat alur jasa pelayanan yang ditetapkan oleh PT. Garuda Indonesia
Citilink.
34
Proses pemesanan dan pembelian tiket PT. Garuda Indonesia
Citilink melalui internet dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber: PT. Garuda Indonesia Citilink
Gambar 4-7 Alur Jasa Pelayanan Penerbangan PT. Garuda Indonesia Citilink
4.2.2.8 Pelayanan Penumpang (Customer Service)
Ketetapan waktu merupakan hal yang sangat penting bagi para
penumpang, manajemen PT. Garuda Indonesia Citilink bekerja keras
untuk memastikan bahwa penerbangan beroperasi tepat waktu, juga
mengikuti dan mematuhi Peraturan Meteri Perhubungan Republik
Meninggalkan bandara
Penumpang membuka
website Citilink
Menerima bagasi
Check in dan penyerahan
bagasi
Tiba di bandara
keberangkatan
Membeli tiket
Menerima boarding pass
(bukti masuk pesawat)
Pelayanan selama
penerbangan
Turun dari pesawat
Security check Naik pesawat
35
Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pengeyelanggaraan Angkutan
Udara Pasal 36.
Penundaan penerbangan kadang-kadang terjadi dan hal tersebut
tidak dapat dihindari, akibat penundaan dapat berdampak pada perjalanan
penumpang. Berikut adalah beberapa kebijakan dari PT. Garuda Indonesia
Citilink apabila penerbangan menggalami penundaan (delay):
a. Apabila penerbangan ditunda selama lebih dari satu jam,
penumpang yang tidak terbang berhak mendapatkan salah satu dari
bantuan PT. Garuda Indonesia Citilink berikut ini:
1) Pengalihan ke penerbangan PT. Garuda Indonesia Citilink
lainnya dengan rute yang sama, asalkan masih tersedia kursi
kosong
2) Pengembalian uang secara penuh untuk bagian perjalanan yang
terkena dampak penundaan. Pajak, asuransi, dan biaya
tambahan untuk bahan bakar dikembalikan secara penuh
b. Apabila penerbangan ditunda selama lebih dari dua jam, maka
penumpang akan mendapatkan makanan ringan dan minuman dari
pihak PT. Garuda Indonesia Citilink
c. Apabila penundaan penerbangan diperkirakan selama tiga jam atau
lebih, maka penerbangan tersebut akan langsung dibatalkan
36
Bagasi yang telah dititipkan rusak, hilang, atau mengalami
penundaan penyerahan selama penerbangan, penumpang diharapkan harus
segera memberitahu petugas PT. Garuda Indonesia Citilink di bandara dan
mengisi formulir kehilangan dan kerusahan baran bawaan yang dititipkan
kedalam bagasi pesawat. Batas kewajiban yang diberikan oleh PT. Garuda
Indonesia Citilink dalam hal kehilangan atau kerusakan barang bagasi
yang dititipkan oleh penumpang kedalam pesawat adalah Rp. 10.000 per
kg
Jadwal penerbangan dapat diubah hanya satu kali sampai 48 jam
sebelum waktu keberangkatan yang dijadwalkan untuk penerbangan awal,
asalkan masih tersedia kursi kosong. Biaya administrasi saat ini adalah
Rp. 200.000 per penumpang per penerbangan sekali jalan. Bagi
penumpang yang ingin membatalkan perjalannya bisa menghubungi
perwakilan setempat di masing-masing bandara tujuan atau kantor
operasional PT. Garuda Indonesia Citilink di Surabaya untuk melakukan
perubahan yang diperlukan. Apabila harga tiket untuk penerbangan yang
baru lebih tinggi dari pada harga tiket pernerbangan awal, maka harus
membayar selisihnya. Akan tetapi, apabila harga tiket untuk penerbangan
baru lebih murah, maka tidak menerima pengembalian uang selisih harga
Salah satu langkah efisiensi yang dilakukan PT. Garuda Indonesia
Citilink adalah dengan memfungsikan Operation Control Center (OCC) di
Surabaya. OCC menjadi sentral informasi seluruh pesawat PT. Garuda
37
Indonesia Citilink dari seluruh bandara di Indonesia. Di ruangan OCC
terdapat data calon penumpang dari dan ke kota tujuan tertentu
menggunakan pesawat Citilink. Jadi jika ada calon penumpang yang
terpaksa menunda keberangkatannya karena berhalangan, dapat
terdekteksi. Dengan adanya OCC, tidak perlu lagi membuka kantor
perwakilan di setiap bandara di Indonesia. Cukup mengontrol arus
pesawat dan penumpang dari Surabaya. Lewat cara ini, biaya operasional
PT. Garuda Indonesia Citilink jadi lebih efisien, yang pada akhirnya
penumpang dapat menikmati penerbangan murah selama menggunakan
pesawat PT. Garuda Indonesia Citilink.
4.3 Relevansi Strategi Low Cost Carrier Terhadap Daya Saing
4.3.1 Indikator Daya Saing Citilink
Konsep low cost carrier pada industri penerbangan nusantara
memang sedang banyak diminati, oleh karena itu salah satu tantangan bagi
maskapai penerbangan yang menggunakan konsep ini agar tidak
kehilangan pasarnya adalah dengan menarik pelanggan baru dan
mempertahankan pelanggan lama dengan meningkatkan kualitas
pelayanan, inovasi yang berkelanjutan, pengoptimalan proses efisiensi
untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan.
38
PT. Garuda Indonesia Citilink mempunyai kegiatan spesifik yang
dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan
pesaingnya. Competitive advantage ini dikemukakan oleh Porter yang
berupa 3 strategi generik yaitu:
1) Keunggulan biaya menyeluruh
2) Diferensiasi
3) Fokus
Tiga pendeketan strategis generik yang akan mengungguli
perusahaan lain dalam industri persaingan adalah:
1) Keunggulan Biaya Menyeluruh
PT. Garuda Indonesia Citilik berfokus pada penekanan biaya
secara terus menerus, namun tetap berupaya meningkatkan kualitas
pelayanan. Hal ini akan menghasilkan posisi median dibandingkan
dengan maskapai regional lainnya. Strategi ini diterapkan melalui dua
inisiatif yaitu:
a) Peralihan dari indirect sales model (agen) menjadi direct
salaes model (internet / call center), sehingga menekan biaya
penjualan
b) Pengoperasian armada baru yang dapat mengurangi biaya
perawatan dan biaya bahan bakar
39
2) Fokus
Fokus adalah mengkonsentrasikan perusahaan pada kelompok
pembeli, segmen lini produk, atau pasar wilayah geografis tertentu.
Strategi ini didasarkan pada pemikiran bahwa dengan fokus maka
perusahaan akan mampu melayani target strategisnya yang sempit
secara lebih efisien dan efektif dibandingkan pesaingnya.
Perusahaan senantiasa fokus meningkatkan kualitas pelayanan
kepada pelanggan dan perlindungan yang optimal bagi pelanggan.
Peningkatan kualitas pelayanan dilakukan pada semua rantai
perjalanan mulai dari tahap sebelum perjalanan (pre journey), selama
perjalanan (in journey) dan setelah perjalanan.
Perusahaan telah mengenalkan 28 titik penting yang dapat
dipengaruhi kepuasan pelanggan secara signifikan. Pada titik inilah
sumber daya perusahaan dikerahkan untuk ditingkatkan
kapabilitasnya, terutama melalui intervensi teknologi informasi dan
komunikasi
3) Diferensiasi
Memberikan penyekat terhadap persaingan karena adanya
loyalitas merk dari pelanggan dan mengakibatklan berkurangnya
kepekaan terhadap harga. Adapun diferensiasi yang bagus di berikan
PT. Garuda Indonesia Citilink kepada penumpangnya adalah dengan
40
memberikan bagasi secara cuma-cuma sesuai dengan peraturan
penerbangan, mengigat budaya yang dianut oleh bangsa Indonesia
berpergian dengan membawa barang yang banyak walaupun hal
tersebut bertentangan dengan konsep LCC pada bisnis perusahaannya
Strategi generik yang bisa diterapkan yaitu menggunakan strategi
pertumbuhan yaitu melalui:
a) Strategi Market Penetration yang bertujuan untuk meningkatkan
penjualan, melalui peningkatan usaha-usaha pemasaran yang lebih
giat. Misalnya promosi yang lebih gencar, memperbaiki saluran
distribusi, menjaga kualitas, dan menekan harga
b) Strategi Market Development yaitu usaha untuk meningkatan
penjualan melalui pembukaan rute baru yang potensial dan
menguntungkan sebagai daerah pemasaran yang baru
c) Strategi Product Development yaitu usaha untuk meningkatkan
penjualan melalui modifikasi produk atau jasa yang ada
4.3.2 Dampak Penerapan Low Cost Carrier
Setiap tahun, semua maskapai penerbangan yang memiliki LCC,
telah meningkat pemakaian jasanya. Kebutuhan perusahaan penerbangan
LCC di tiap tahun juga mengalami peningkatan. Dengan bertumbuhnya
41
LCC, tingkat pertumbuhan bisnis penerbangan dengan layanan full service
juga ikut naik. Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC
(Low Cost Carrier) merupakan model penerbangan dengan strategi
penurunan operating cost. Dengan melakukan efisiensi cost di semua lini,
maskapai melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai pada umumnya.
Sama seperti yang disampaikan SPC Citilink:
“… positinya terhadap operasional perusahaan LCC lebih efisien
dalam pengeluaran biaya dan pihak perusahaan pun bisa lebih
mengontrol biaya”
Tidak hanya dampak positif, ternyata dibalik kelebihannya LCC
juga mempunya kelemahan seperti yang dijelaskan oleh SPV dari pihak
Citilink Surabaya:
“…perusahaan kadang tidak bisa memahami kendala dilapangan yang
berkaitan dengan pengeluaran yang tidak menyangkut operasional,
seperti contohnya saja untuk penyampaian perubahan jadwal oleh call
center ke customer dalam LCC hanya diatur untuk penyampaian
secara SMS / outbond call yang tidak menyeluruh sehingga ada
beberapa customer yang tidak mendapatkan info dan juga untuk
dilapangan sendiri (airport) kami sering dihadapkan permasalahan
seperti ini sehingga akan muncul biaya-biaya yang seharusnya bisa
diminimalisir”
42
Dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia, masyarakat kelas
menengah kini banyak yang memanfaatkan jasa angkutan penerbangan.
Oleh sebab itu, bisnis penerbangan menjadi trend saat ini. Tetapi dampak
yang diberikan oleh masyarakat pengguna Low Cost Carrier kadang
negative, seperti yang disampaikan oleh SPV Citilink berikut:
“… sangat berdampak mbak, tapi kebanyakan negative penilaiannya
dikarenakan LCC serba diatur dan dikenakan biaya tambahan untuk
permintaan customer mengenai perubahan jadwal dan bagasi lebih
sehingga terkesan kaku di mata customer”
Masalah utama yang dihadapi oleh PT. Garuda Indonesia Citilink
yang menyebabkan hilangnya pangsa pasar adalah rute prefensi minimum
dan jadwal penerbangan yang diberikan kepada konsumen. Selain masalah
terkait rute dan jadwal penerbangan ada hal lain yang harus diperbaiki
oleh PT. Garuda Indonesia Citilink seperti: memperbaiki layanan yang
diberikan oleh pramugari, meningkatkan brand awareness, fitur produk
dan layanan yang ditawarkan, serta memperbaiki jadwal penerbangan
Citilink yang terkadang mengalami penundaan (delay).
43
Usulan pengembangan solusi bisnis untuk meningkatkan pangsa
pasar Citilink diawali dengan melakukan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang mendukung awak kapal (awak pesawat dan teknisi)
dan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan karyawan
dan juga menetukan deskripsi pekerjaan yang jelas agar terjadi adanya
efektif dan efisiennya proses operasional Citilink, mulai mengembangkan
kemitraan dengan bandara dan pengendalian lalu lintas udara yang
diharapkan dapat menciptakan koordinasi yang lebih baik dan dapat
memaksimalkan penggunaan pesawat terbang dan reputasi waktu dari
Citilink.
Dengan membaiknya strategi PT. Garuda Indonesia Citilink maka
dapat mengoptimalkan efisiensi operasional proses penerbangan Citilink
yang optimal, dan Citilink akan mampu memberikan harga tiket termurah
untuk konsumen (cost leadership strategy) dengan margin keuntungan
yang lebih baik.
Pada tabel 4-2 dan tabel 4-3 terdapat penyajian data terkait
dampak peningkatan kinerja secara finansial dan operasional dari
penerapan konsep low cost carrier pada PT. Garuda Indonesia Citilink
selama 5 tahun terakhir:
Tabel 4-2 Kinerja Finansial Citilink
44
(Disajikan dalam jutaan dollar )
Keterangan
Tahun
2016 2015 2014 2013 2012
Laporan Laba (Rugi)
Pendapatan
Usaha
506.886,21 470.034,36 403.544,10 273.398,83 73.397,95
Laba (Rugi)
Usaha
(2.793,07) 10.555,41 (13.542,91) (60.204,92) (31.545,12)
Laba (Rugi)
Bersih
(9.745,46) 3.561,88 (14.890,20) (48.480,18) (28.410,04)
EBITDAR 155.289,63 152.229,53 84.825,52 21.145,67 (14.894,70)
Laporan Posisi Keuangan
Aset 329.715,60 257.400,32 166.784,67 106.054,60 73.144,32
Liabilitas 319.379,30 239.846,68 209.441,43 131.034,79 50.155,55
Ekuitas 10.336,31 17.553,64 (42.656,76) (24.980,19) 22.988,77
Sumber: www.garuda-indonesia.com (diakses pada tanggal 5 Juni 2017)
Pada tahun 2016 pendapatan tercatat sebesar US$506,89 juta,
meningkat sebesar 7,84% dari tahun 2015 terutama karena kenaikan
45
pendapatan penumpang. Biaya usaha meningkat 10,93% menjadi sebesar
US$509,68 juta sehingga tercatat rugi usaha sebesar US$2,79 juta, atau
menurun signifikan dari pencapaian tahun lalu sebesar US$10,56 juta.
Dengan peningkatan biaya lain-lain maka tercatat rugi bersih sebesar
US$9,75 juta, terdapat penurunan kinerja dari tahun sebelumnya dengan
laba bersih sebesar US$3,56 juta. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh
kondisi persaingan yang ketat terutama pada kuartal pertama tahun 2016
serta besarnya biaya investasi ekspansi Citilink yang meningkatkan
produksi (ASK) 23,38% dibandingkan tahun 2015.
Aset per 31 Desember 2016 sebesar US$329,72 juta, meningkat
28,09% dari tahun 2015 karena kenaikan maintenance reserve fund &
security deposits. Liabilitas per 31 Desember 2016 sebesar US$319,38
juta, meningkat 33,16% karena ada kenaikan liabilitas lancar. Ekuitas per
31 Desember 2016 sebesar US$10,34 juta, menurun 41,12% dari tahun
2015.
Perusahaan jasa penerbangan yang menerapkan LCC dalam
beberapa tahun terkahir, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam
hal jumlah penumpang, frekuensi penerbangan, dan rute penerbangan,
karena dengan murahnya harga tiket yang disediakan semakin dapar
dijangkau konsumen lapisan bawah. Alasan lainnya pemilihan maskapai
penerbangan udara antara lain:
46
a) Pelayanan baik,
b) Tepat waktu,
c) Kepercayaan,
d) Pengalaman,
e) Fasilitas yang nyaman.
Tabel 4-3 Kinerja Operasional Citilink
Keterangan
Tahun
2016 2015 2014 2013 2012
Jumlah
Penumpang
11.079.426 9.374.965 7.550.753 5.344.920 2.860.993
ASK (000) 11.178.933 9.134.514 7.250.626 5.454.816 3.120.681
RPK (000) 8.581.511 7.296.576 5.766.142 4.197.935 2.238.353
SLF (%) 76.77 79.88 79.53 76.96 71.73
Frekuensi 78.784 64.599 52.593 39.010 24.148
Jumlah Kargo
(Kg)
74.234.227 55.441.444 105.274.000 76.888.000 48.326.000
Yield Penumpang
(Usc)
5.20 5.63 6.39 6.10 5.80
47
CASK (Usc) 4.47 4.80 5.63 6.07 6.46
CASK-excl Fuel
(Usc)
2.96 3.09 3.00 3.20 3.23
Jumlah Armada
8738-300/400 5 5 4 6 7
8737-500 3 3 - - -
A320-200 44 36 32 24 14
Total 52 44 36 30 21
Sumber: www.garuda-indonesia.com (diakses pada tanggal 5 Juni 2017)
Kemampuan konsumen untuk mendapatkan informasi yang terkait
dengan suatu jenis produk akan sangat berpengaruh pada proses
pengambilan keputusan untuk menggunakan produk barang atau jasa yang
bersangkutan. Kualitas maupun kuantitas suatu informasi yang diterima
oleh konsumen akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu
produk tertentu, hal ini sesuai dengan prinsip optimal information.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam industri penerbangan saat ini tingkat persaingan antar maskapai
penerbangan transportasi udara menjadi semakin tinggi, akibatnya industri jasa
penerbangan harus melakukan banyak inovasi dan menciptakan strategi baru
untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Terdapat beberapa maskapai
penerbangan yang menawarkan berbagai layanan termasuk layanan dengan
konsep Low Cost Carrier (LCC).
Prospek industri penerbangan LCC sangat cerah dan menjanjikan
mengingat potensi pasar baik masa kini maupun masa mendatang, dengan
menggunakan armada pesawat yang saat ini tidak lebih dari 12 tahun masa
engoperasiannya, mengandalkan kemajuan teknologi informasi untuk mengurangi
biaya-biaya yang tidak perlu disamping mengadakan penghematan biaya disegala
bidang, serta adanya pegawai yang terampil. Profit semaksimal mungkin akan
tercapai dan efiseiensi perusahaan akan selalu meningkat terus-menerus sehingga
asas kontinuitas perusahaan dapat dipertahankan.
Perusahaan jasa penerbangan yang menggunakan konsep LCC dalam
beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam hal
jumlah penumpang, frekuensi penerbangan, dan rute penerbangan. Harga tiket
yang disediakan mampu dijangkau oleh konsumen tingkat menengah kebawah
menjadi salah satu alasan LCC digemari oleh masyarakat.
Penerapan konsep LCC pada PT. Garuda Indonesia Citilink merupakan
salah satu strategi pemasaran yang digunakan untuk mempertahankan pasar dan
memperluas pangsa pasar. Meskipun banyak pengurangan harga pada biaya
operasional, tetapi PT. Garuda Indonesia Citilink tetap memperhatikan dan
meningkatkan kualitas pelayanan, ketepatan waktu, kepercayaan pelanggan,
fasilitas yang nyaman, dan kemudahan bagi konsumen untuk mendapatkan
informasi yang terkait akan sangat berpengaruh pada proses pengambilan
keputusan untuk menggunakan jasa yang bersangkutan.
Harga tiket yang murah menjadi daya tarik kuat bagi perusahaan untuk
meraih pelanggan, mengingat harga tiket alat transportasi lain yang sering kali
lebih mahal dengan waktu tempuh lebih lama. Kemudahan, kecepatan dan harga
yang terjangkau menjadi strategi perusahaan LCC dalam memenangkan pasar
transportasi udara. Implementasi konsep LCC di Indonesia memberikan banyak
dampak positif, yang sangar bermanfaat diantaranya:
a) Mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
Perekonomian nasional sangat terbantu dikarenakan kerugian akibat biaya
dan lamanya transportasi, dapat diminimalisir dengan konsep LCC yang
menawarkan tarif lebih rendah, dan lebih murah dari harga normal. Oleh
karena itu LCC baik bagi pergerakan sector transportasi di Indonesia yang
akhirnya juga sangat memberikan kontribusi ekonomi secara nasional
b) Pesatnya perkembangan penerbangan LCC menyebabkan alat transportasi
udara tidak hanya dinikmati oleh masyarakat kalangan atas. Pada saat ini
masyarakat menengah kebawah dapat ikut menikmati alat transportasi
udara karena biaya yang dapat dijangkau
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini maka Penulis memberikan saran
khusus kepada pemerintah Indonesia untuk lebih proaktif dalam mendukung
kesiapan maskapai LCC di Indonesia, baik dari segi peraturannya,
pengawasannya, serta harus mampu dalam menjamin iklim persaingan usaha
yang sehat. Mengingat bahwa model bisnis LCC di Indonesia masih tergolong
baru, perkembangan maskapai LCC sebaiknya diawasi lebih intensif. Sehingga
Penulis mengharapkan adanya peningkatan pengawasan dari seluruh lembaga
yang memiliki tugas dan tanggung jawab agar sesuai dengan regulatory
framework yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Boyd, Harper W, Orville C. Walker and Jean C. Larreche. 2000. Managemen
Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Alih
Bahasa: Imam Nurmawan. Edisi II. Jakarta: Erlangga
Cravens, David W. 1996. Pemasaran Strategis. Alih Bahasa: Lina Salim. Edisi 4,
Cetakan ke-3, Jakarta: Erlangga
David, Fred R. 2006. Manajemen Strategis : Konsep. Alih Bahasa. Ichsan Setiyo
Budi Edisi 10, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat
Hunger, J. David and Thomas L. Wheelen. 1996. Management Strategis.
Penterjemah; Julianto Agung. Edisi II. Yoyakarta: Penerbit ANDI
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. Gaung Persada
Kotler, Philip and Kevin L. Keller. 2009. Marketing Management. Alih Bahasa;
Benjamin Molan. Edisi ke dua belas, Jilid I. Jakarta: PT INDEKS
Lovelock, Christopher H dan Wright, Lauren K. 2007. Manajemen Pemasaran
Jasa. Alih Bahasa; Agus Widyantoro. Edisi II. Jakarta: PT INDEKS
Malholtra, Naresh K. 2005. Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan. Alih Bahasa;
Soleh Rusyadi Maryam. Edisi 4. Jakarta: PT INDEKS
Nasution, M.N, 2004. Manajemen Transportasi ed. II. Jakarta: Ghalia Indonesia
Porter, Michael E. 2007. Strategi Bersaing. Alih Bahasa; Sigit Suryanto.
Tangerang: KARISMA publishing Group
Proctor, Tony. 2000. Strategic Marketing: an Introduction, London & New York:
Routledge
Simamora, Bilson. 2004. Riset Pemasaran: Falsafah, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Umum
Sugiyono. 2007.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta
Tjiptono, Fandy. 2005.Pemasaran Jasa. Edisi Pertama. Malang: Bayu Media
Publishing
Tjiptono, Fandy, Georgius Chandra dan Dedi Andriana, 2008. Pemasaran
Strategik. Yogyakarta : Penerbit ANDI
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: ANDI
Tjakranegara, Soegijatna, 1995. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang,
Jakarta: Rineka Cipta
Republik Indonesia, 1995. Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1995 tentang
Angkutan Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 No. 68.
Sekretariat Negara. Jakarta
Jurnal
Darmawan, Adhytia dan Wandebori, Harimukti. 2013. Proposed Strategy
Improvement For Citilink Airline To Increase Market Share. The Indonesian
Journal Of Business Administration: School Of Business and Management.
Volume 2, No. 14. Juli
Rahman, M. Fathur, 2003. Low Cost Airline dan Perkembangannya di Indonesia.
Jurnal Manajemen Transportasi; Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi
Trisakti. Volume 04, No. 1. Februari
Tantri, Francis dan Riza S. Citasuara. 2002. Low Cost Carrier dan Jaminan
Keselamatan Penumpang, Jurnal Manajemen Transportasi: Sekolah Tinggi
Manajemen Transpor Trisakti. Volume VII, No. 1. November
Yulianti, 2005. Strategi Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan
Pendapatan Perusahaan Penerbangan Dalam Krisis Ekonomi. Jurnal
Manajemen Transportasi: Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi
Trisakti. Volume 04, No.1. Januari
Kuntjoroadi, Wibowo dan Safitri, Nurul. 2009. Analisis Strategi Bersaing dalam
Persaingan Usaha Penerbangan Komersial. Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu
Administrasi dan Organisasi, Volume 16, No. 1. Januari-April
Internet
Citilink Airlines, 2012, Company history, product, 2012, Quoted 0n 2012 from www.
citilink.co.id
www.garuda-indonesia.com/files/pdf/investor-relations/report/2016.pdf
www.dephub.go.id/post/read/FEBRUARI-CITILINK-TERAPKAN-PSC-ON-
TICKET-60250