titipan laporan rd
DESCRIPTION
Laporan tutorial blok X skenario 4 Retinopati DiabetikumTRANSCRIPT
SKENARIO 5
PAK SONY ISTRINYA KECEWA
Pak Sony seorang laki-laki yang bekerja sebagai sopir bus datang ke
poliklinik dengan keluhan mengalami penurunan ketajaman penglihatan sejak 3
hari yang lalu. Sudah ke optik tidak menemukan kacamata yang cocok. Tidak ada
riwayat memakai kacamata sebelumnya, mata merah, maupun trauma pada mata.
Saat bekerja pak Sony sering merasa haus dan banyak minum serta sering kencing
di jalan raya. Setiap malam ia sering merasa lapar sehingga selalu masak 2
bungkus mie instan sebelum tidur. Berat badannya dirasakan menurun sejak 1
bulan yang lalu, kedua tangan dan kaki juga sering kesemutan. Bahkan akhir-akhir
ini pak Sony sering minum jamu sehat lelaki karena merasa vitalitasnya menurun
sehingga istrinya selalu merasa kecewa.
Trigger :
Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 100x/menit, RR : 24mmHg, Suhu : 37oC,
BB : 110 Kg, TB : 160 cm, Glukosuria : +3, GDS : 160 mm/dl, GD 2 Jam : 340
mg/dl,.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
- Vitalitas : sumber kesehatan emosi yang penting karena
tubuhlah yang merasakan semua jenias emosi yang dibutuhkan.
(Wjongkoko, 2010)
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pak Sony mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari
yang lalu?
2. Mengapa pak Sony tidak menemukan kacamata yang cocok untuk
mengatasi keluhannya?
3. Apa penyebab pak Sony merasa sering haus, banyak makan, sering
buang air kecil, kesemutan, BB menurun, dan vitalitas menurun?
4. Bagaimana hubungan keluhan penyerta pak Sony dengan keluhan
sekarang?
5. Bagaimana hubungan pekerjaan pak Sony dengan keluhan sekarang?
1
6. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?
7. Apakah diagnois banding dari keluhan pada skenario?
III. ANALISA MASALAH
1. Mengapa Pak Soni mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari
yang lalu?
Berdasarkan penyebabnya, penurunan ketajaman pengelihatkan
dapat dibagi menjadi 5 yaitu : (Ilyas, 2014)
a. Mata merah dengan pengelihatan normal
b. Mata merah dengan pengelihatan turun mendadak
c. Pengelihatan turun mendadak tanpa mata merah
d. Pengelihatan turun perlahan tanpa mata merah
e. Trauma mata
Pada skenario kali ini pasien mengeluh mengalami
penurunan ketajaman pengelihatan sejak 3 hari yang lalu dan mata
merah disangkal, itu berarti penurunan ketajaman pengelihatan
pasien diklasifikan ke dalam pengelihatan turun perlahan tanpa mata
merah. Penyakit yang termasuk pengelihatan turun perlahan tanpa
mata merah adalah katarak, retinopati dan glaukoma.(Ilyas, 2014)
2. Mengapa pak Sony tidak menemukan kacamata yang cocok untuk
mengatasi keluhannya?
Bantuan lensa koreksi seperti kacamata diperuntukkan kepada
seseorang yang mengalami gangguan refraksi pada lensanya, supaya
cahaya yang masuk ke dalam mata jatuh tepat pada retina. Jika
seseorang tidak cocok dengan menggunakan lensa koreksi maka
kemungkinan orang tersebut tidak memiliki kelainan refraksi dan
apabila jika dikasih kacamata tidak berpengaruh brarti bukan pada
lensa kelainannya. (Ilyas, 2012)
3. Apa penyebab pak Sony merasa sering haus, banyak makan, sering
buang air kecil, kesemutan, BB menurun, dan vitalitas menurun?
2
Sering haus dan banyak buang air kecil.
Adanya hiperosmolaritas sehingga ginjal tidak mampu
memfiltrasi dan merabsorpsi glukosa. Maka terjadi peningkatan
ekskresi glukosa lalu adanya durasi osmotik kemudian
menyebabkan dehidrasi ekstra sel dan membuat orang tersebut
sering haus dan banyak buang air kecil.
Penurunan berat badan dan banyak makan.
Pada orang dengan diabetes, glukosa dalam darah tidak bisa
masuk kedalam sel karena penurunan jumlah insulin. Karena
glukosa tidak bisa masuk maka sel kekurangan bahan untuk
melakukan metabolisme. Oleh karena itu sel mnegirimkan implus
ke otak untuk memberitahu bahwa sel kurang nutrisi. Sehingga
otak mengirim implus ke hati untuk meningkatkan pemecahan
glukosa cadangan yang ada di hati (glukoneogensis,
glukogenolisis) selain itu juga memecah adiposa cadangan yang
ada untuk energi dan katabolisme. Namun walaupun seperti itu
glukosa tetap tidak bisa masuk ke dalam sel, sehingga proses
tersebut akan terus berlangsung hingga cadangan energi menipis
atau bahkan habis dan inilah yang membuat berat badan turun.
Kesemutan dan oran vitalitas menurun
Akibat hiperglikemi sehingga asupan nutrisi darah tidak sampai
ke perifer dan sel yang kurang nutrisi (starvasi seluler), maka
glukosa tidak mampu diangkut oleh insulin ke jaringan tubuh
(massa otot) kemudian sel ototpun memetabolisme cadangan
glikogen dan memakai asam lemak bebas keton akhirnya
menimbulkan penurunan penurunan massa otot, kelemahan otot,
dan mudah lelah (kesemutan,impotensi). (Price, 2006)
4. Bagaimana hubungan keluhan penyerta pak Sony dengan keluhan
sekarang?
3
Karena hormon insulin tidak bekerja dengan baik atau kurangnya
produksi insulin dalam tubuh, sehingga glukosa menumpuk di dalam
darah.
↓
Kadar glukosa darah bisa meningkat.
↓
Ginjal akan membuang air lebih banyak untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa. Sehingga penderita menjadi sering buang air
kecil (Poliuri)
↓
Akibat dari banyak buang air kecil, penderita akan merasakan rasa
haus yang berlebihan karena kehilangan cairan (Polidipsi).
↓
Karena glukosa yang tidak dapat diserap ke sel, dan kalorinya
terbuang begitu saja, maka penderita akan merasa lemas karena
kekurangan kalori.
↓
Sehingga penderita akan merasa lapar yang berlebihan sehingga
banyak makan (Polifagi). (Price, 2006)
Kesemutan dan organ vitalitas menurun
Starvasi seluler (sel kekurangan nutrisi)
↓
Glukosa tidak mampu diangkut oleh insulin kejaringan tubuh (massa
otot)
↓
Sel otot memetabolisme cadangan glikogen dan memakai asam
lemak bebas (keton)
↓
Terjadi penurunan massa otot, keleamahan otot, dan mudah lelah
(keram, impotensi). (Price, 2006)
4
5. Bagaimana hubungan pekerjaan pak Sony dengan keluhan sekarang?
Adanya konsumsi makanan dan minuman yang mengandung sukrosa
buatan yang tinggi, pleh karena pengaturan pola hidup yang tidak
diatur tersebut menyebabkan gula darah meningkat sehingga aliran
darah mengental dan dapat menyebabkan arteroskelrosis. Serta akibat
dari adanya penurunan penglihatan yang disebabkan oleh kerusakan
sawar di retina sehingga sangat mengganggu pekerjaan pak Sony
dimana pekerjaannya tersebut mengandalkan penglihatan. (Sudoyo,
2007)
6. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?
Orang muda yang mengalami diabetes tipe I baru mengalami
retinopati diabetik paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini
sedangkan pasien dengan diabetes tipe II dapat sudah mengalami
retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan mungkin retinopati
merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu.(Vaughan,
2011)
7. Apakah diagnois banding dari keluhan pada skenario?
Retinopati diabetik
Katarak diabetik
Glaucoma
Klasifikasi Retinopati Diabetik : (Vaughan, 2014)
Retinopati diabetik non proliferatif
Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari
keterlibatan retina akibat diabetes mellitus yang ditandai dengan
adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam retina.
Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel
darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler retina ke
retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang
memiliki konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan
menimbulkan gangguan pada ketajaman penglihatan.
5
Retinopati diabetik preproliferatif
Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka
gejala iskemia melebihi gambaran retinopati diabetika dasar.
Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip
kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut
sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan
mikro infark lapisan serabut saraf. Gejala yang lain adalah
kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar
phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu
pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan pendek
antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi
fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang iskhemis, non
perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler .
Retinopati diabetik proliferative
Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang rapuh sehingga dapat
mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang
banyak. Biasanya terdapat di permukaan papil optik di tepi
posterior daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi
neovascularisasi disebut rubeosis. Pembuluh darah baru
berproliferasi di permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum)
dan terangkat bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan
mengakibatkan hilangnya daya penglihatan mendadak.
6
IV. Sistematika Masalah
7
V. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan (etiologi, patogenesis, klasifikasi,
deteksi dini, faktor resiko, pencegahan, penatalaksanaan) retinopati
diabetik.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan (etiologi, patogenesis, klasifikasi,
penatalaksanaan) katarak diabetik.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan (etiologi, patogenesis, klasifikasi,
penatalaksanaan) glukoma.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang (funduscopy,
tekanan intraoculer, slitlamp)
VI. BELAJAR MANDIRI
VII. BERBAGI INFORAMASI
1. Retinopati Diabetik
Definisi
Retinopati diabetika yaitu proses degenerasi akibat hipoksia
di retina karena penyakit diabetes mellitus. Ditandai dengan
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol
prekapiler retina, kapiler-kapiler, dan vena-vena. Diagnosis
retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan
pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan
mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik
dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas
mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui
sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut. (Sudoyo, 2007)
Epidemiologi
Berdasarkan The DiabCare Asia 2008 Study, 42%
penyandang DM di Indonesia mengalami komplikasi retinopati yang
6,4% di antaranya adalah retinopati DM proliferatif. (Ilyas, 2014)
Etiologi
8
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak
terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang
menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati
dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.
Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-
faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah terjadi karena
adanya perubahan dinding arteri, adanya komposisi darah abnormal,
dan meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan
terbentuknya mikrothrombi. (Sudoyo, 2007)
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya
kebocoran kapiler, selanjutnya terjadi insudasi dinding kapiler dan
penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding
haemorhagik deng oedem perikapiler. Perdarahan kapiler dapat terjadi
di retina. Hemoragi tidak terjadi intravitreal tapi ada dalam ruang
vitreoretinal yang tersisakarena vitreus mengalami retraksi. Aliran
darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksia relatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-
pembuluh darang yang baru. Perubahan arterosklerotik dan
insufisiensi koroidal. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi
diabetes. (Sudoyo, 2007)
9
Patofisiologi
Skema 1.1 Patofisiologi Hiperglikemis Kronis(Sudoyo, 2007)
Lanjutan…
10
Skema 1.2 Patofisiologi Retinopati Diabetik(Sudoyo, 2007)
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis
yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik:
1. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil
dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim
aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa,
glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi
kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang
tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun
dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi
bengkak akibat proses osmotik. (Sudoyo, 2007)
Sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga
menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai
prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-
ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi
sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf. (Sudoyo,
2007)
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose
reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan
sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya
retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum
menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati. (Sudoyo,
2007)
2. Pembentukan Protein Kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel
endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de
11
novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi
trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran
darah vaskular retina. (Sudoyo, 2007)
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan
terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah
intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya
trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan
terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi
endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen
vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara
bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina. (Sudoyo, 2007)
3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen
secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan
menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1
sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses
tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi
vaskular retina. (Sudoyo, 2007)
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan
kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan
sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa
maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan
12
akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel. (Sudoyo,
2007)
4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau
enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside
(O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa
pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan
akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah
kerusakan sel.(Sudoyo, 2007)
R etinopati D iabetik (lanjutan)
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik
dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di
retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina
dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian
impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita
retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan
kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula
sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. (Sudoyo,
2007)
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan
funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan
sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial
Growt Factor(VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular
terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai
jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian
lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai
mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya
dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga
13
dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina
biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang
melayang-layang pada penglihatan.(Sudoyo, 2007)
Klasifikasi Retinopathy Diabetik
1. RETINOPATI DIABETIK NON PROLIFERATIF
Merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat diabetes
mellitus yang ditandai dengan adanya: (Vaughan, 2011)
a. Microaneurisma
b. Hemoragi dan eksudat dalam retina
Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel
darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler retina ke retina. Bila
proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang memiliki
konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan menimbulkan
gangguan pada ketajaman penglihatan. (Vaughan, 2011)
1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat ≥1 tanda berupa
dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang
kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥1
tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan,
eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥1 tanda berupa
perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina,
dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥2 tanda
pada retinopati non proliferative berat. (Vaughan, 2011)
2. RETINOPATI DIABETIK PREPROLIFERATIF
Bertambahnya progresifitas sumbatan mikrovaskular maka
gejala iskemia melebihi gambaran retinopati diabetika dasar.
Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip
kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut
14
sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan
mikro infark lapisan serabut saraf. (Vaughan, 2011)
Gejala lain: kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi
vena (boxcar phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina,
yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan
pendek antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada
angiografi fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang
iskemik, non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler.
(Ratna, 2011)
3. Retinopati diabetik proliferative
Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang rapuh sehingga dapat mengakibatkan
kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang banyak. Biasanya
terdapat di permukaan papil optik di tepi posterior daerah non
perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovascularisasi disebut
rubeosis. Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan
posterior corpus vitreum dan dapat terangkat bila corpus vitreum
goyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya
penglihatan mendadak. (Vaughan, 2011)
a. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi):
Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD)
yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja
di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b. Retinopati proliferatif risiko tinggi
Apabila ditemukan 3 / 4 dari faktor resiko berikut:
Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina
Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus
optikus
Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup > ¼ daerah diskus
15
Perdarahan vitreus, adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru
yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran yang
paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan
resiko tinggi. (Vaughan, 2011)
Tabel 1.1 Sistem klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS (Vaughan,2011)
Gambar 2.1 Retinopati Diabetik(Ratna, 2011)
Kepala panah terbuka : Mikroaneurisma
16
Panah : Hard exudates (merupakan deposit lipid
pada retina)
Kepala panah hitam : cotton-wool spots, menandakan infark
serabut saraf dan eksudat halus (Ratna, 2011)
Gamabar 2.2 Retinopati Diabetikum (Ratna, 2011)
Tanda panah menunjukan preretinal neovascularisation. (Ratna,
2011)
Penegakan Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan
melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus
photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode
diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. (Ilyas, 2014)
Metode Deteksi Dini di Pelayanan Primer
Tidak dideteksinya RD sejak dini meningkatkan kemungkinan
seorang penyandang DM menjadi buta. Dengan deteksi dini dan
penatalaksanaan yang segera di awal perjalanan penyakit, kebutaan
akibat RD dapat dicegah. Sangat disayangkan Pedersen hanya
mendapatkan angka yang rendah untuk pemeriksaan deteksi dini RD
oleh penyandang DM dalam dua tahun penelitiannya. Pemeriksaan
funduskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk penegakan
diagnosis RD. (Andonegui, 2008)
17
Menjadi pertanyaan bagi kita dan seharusnya perhatian bagi
perhimpunan profesi spesialis mata apakah pemeriksaan funduskopi
menjadi kompetensi dokter umum. Penelitian lain di Brisbane,
Australia menunjukkan sensitivitas dan spesifitas diagnostik RD oleh
dokter umum menggunakan funduskopi adalah 87% dan 95%.16
Penelitian lain di Spanyol menunjukkan indeks Kappa pemeriksaan
retinografi oleh dokter umum adalah 80%-95%. Pada beberapa pusat
kesehatan komunitas di daerah berpenghasilan rendah di Amerika
10,9% pasien yang difunduskopi oleh dokter umum memiliki
gambaran sesuai dengan RD. (Andonegui, 2008)
Saat ini, penelitian untuk mencari alat diagnostik yang memudahkan
deteksi dini dilakukan di pelayanan primer terus dilakukan. Salah
satunya adalah deteksi dini menggunakan pencitraan retina digital
yang meningkatkan angka rujukan pasien curiga RD ke rumah sakit
yang memiliki dokter mata (Soewondo, 2010)
Dukungan Edukasi dan Promosi Kesehatan
Sarana deteksi dini yang dapat diterapkan di pelayanan primer sebagai
upaya pencegahan sekunder harus didukung oleh edukasi dan promosi
kesehatan. Artikel CPD dalam JInMA edisi Agustus 2011
menitikberatkan peran dokter umum untuk edukasi mengenai kontrol
DM dan pemeriksaan mata rutin. Edukasi mengenai kontrol DM
tersebut sesuai dengan penelitian yang memperoleh prevalensi RD
lebih tinggi pada pasien DM yang disertai dengan sindrom metabolik
dibanding tanpa sindrom metabolik. (Murthy, 2009)
Skrining Retinopathy Diabetic
Deteksi dan terapi retinopati diabetik sejak dini penting
dilakukan. Kelainan-kelainan yang mudah terdeteksi timbul sebelum
pengelihatan terganggu. Skrining retinopati diabetik harus dilakukan
dalam 3 tahun sejak diagnosis diabetes tipe I, pada saat diagnosis
diabetes tipe II, dan selanjutnya setahun sekali pada keduanya.
(Vaughan, 2013)
18
Faktor Resiko : (Vaughan, 2013)
Hiperglikemi
Hiperkolesterolemia
Hipertensi
Merokok
Pada skenario selain pasien memiliki faktor resiko utama dari
Hiperglikemi diduga pasien juga memiliki kebiasaan merokok yang
menyebabkan peningkatan faktor resiko terkena retinopati diabetik.
(Vaughan, 2013)
Penatalaksanaan dan Pencegahan Retinopati Diabetik
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah
pencegahan dan pengendalian pada : (Vaughan, 2014)
Hiperglikemia
Hipertensi sistemik
Hiperkolesterolemia
Terapi : (Vaughan, 2014)
Terapi yang dilakukan tergantung pada lokasi dan keparahan dari
retinopatinya.
Mata dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis
sebaiknya dipantau dengan ketat tanpa dilakukan laser
Jika telah bermakna klinis diperlukan:
Focal laser : lesi setempat
Grid laser : lesi difus
Laser Argon (grid laser) cukup hasilkan bakaran sinar karena
parut laser dapat meluas dan mempengaruhi penglihatan
Jika digunakan dalam bawah ambang batas micropulse laser tidak
tampak retina yang terbakar memberi hasil lebih efektif dengan
dengan parut lebih sedikit
Bagian Mata FKUI-RSCM membuat klasifikasi untuk retinopati
diabetik berdasarkan derajat keparahannya yaitu : (Vaughan, 2014)
19
Derajat I (ringan)
Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada
fundus okuli.
Derajat II (sedang)
Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
Derajat III (berat)
Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, dan proliferasi pada fundus okuli.
Penatalaksanaan berdasarkan derajat keparahan:
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan
Pemeriksaan hanya perlu dievaluasi setahun sekali.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hingga sedang
tanpa edema makula yang nyata. (Vaughan, 2014)
Harus menjalani pemeriksaan rutin setiap enam sampai 12 bulan.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hingga sedang
dengan edema makula signifikan. (Vaughan, 2014)
Memerlukan laser photocoagulation untuk mencegah perburukan.
Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi
setiap 2-4 bulan. (Vaughan, 2014)
Retinopati DM nonproliferatif derajat berat
Dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulatio.
Hal ini perlu dilakukan terutama bila penderita berisiko tinggi
sehingga jika tidak dilakukan tindakan retinopati DM nonproliferatif
bisa menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita retinopati jenis ini
harus dievaluasi setiap tiga hingga empat bulan pasca tindakan.
Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada
penderita retinopati DM proliferatif. (Vaughan, 2014)
Macam-macam tindakan untuk penatalaksanaan retinopati diabetik:
1. Fotokoagulasi Laser
Scatter (Panretinal) Photocoagulation (PRP)
20
Dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat
atau retinopati diabetik resiko tinggi.
Focal Photocoagulation
Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di
tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari
tengah fovea.
Grid Photocoagulation
Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.
(Vaughan, 2014)
2. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami
neovaskularisasi aktif.
Vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami
ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan. (Vaughan, 2014)
3. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan
dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi
juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel.
Tambah virektomi untuk mengurangi perdarahan selama
pembedahan dan mengurangi perdarahan retina kambuahan
pascaoperasi.
Avastin diberikan via intra vitreal dengan dosis 0,1 mL.
Lucentis diberikan via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.
(Vaughan, 2014)
Pencegahan
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
21
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga
lima tahun setelah diagnosis.
Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita
retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.
Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan. (Vaughan, 2014)
Tabel 1.2 Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina.
(Vaughan, 2014)
2. Kontrol Glukosa Darah, kolesterol, dan tekanan darah
Kontrol glukosa darah, kolesterol, dan tekanan darah secara
intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara
sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati
diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara
klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi
dengan sinar laser. (Vaughan, 2014)
Rekomendasi yang dianjurkan : (Vaughan, 2014)
HbA1c < 6,5-7%
Tekanan Darah < 130/85 mmHg
Kolesterol < 100 mg/dL
Komplikasi : (Ilyas, 2014)
a. Kebutaan
b. Ablasio Retina
c. Perdarahan Vitreus Rekuren
22
d. Glaukoma neovaskular
Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat
mempertahankan atau menunda retinopati. Tanpa
pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. (Ilyas, 2014)
2. Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan dimana lensa mata yang
biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Kelainan ini bukan suatu
tumor atau pertumbuhan jaringan di dalam mata, tetapi merupakan
keadaan lensa menjadi berkabut, Bila kekeruhan lensa semakin
meningkat, maka penglihatan akan menjadi keruh dan dapat berakhir
dengan kebutaan. Lamanya mengalami diabetes melitus merupakan
faktor resiko yang paling signifikan dalam menimbulkan katarak.
Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena
bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga
mengenai seluruh lensa. (Ilyas, 2011)
Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim
aldose reductase, akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular
menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat
hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak.
Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan
akumulasi dari sorbitol membuat keadaan hiperosmotik sehingga
cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik. Kemudian
perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu permeabilitas
membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium , asam
amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan
jaringan sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi
perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk
23
didalam lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi
gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan kekeruhan pada
lensa. Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi
dalam 3 bentuk : (Ilyas, 2011)
1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata,
pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa
berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa ,
kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal
kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi
katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat
snow flake atau bentuk piring subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pengobatan yang dapat dilakukan dapat berupa :
1. Aldose-Reductase Inhibitors
Zat ini dapat memperlambat pembentukan dari katarak diabetikum,
AR inhibitor yang bersifat untuk preventif ditambah dengan
pengobatan dari diabetesnya menunjukan tidak ada tanda-tanda
dari degenerasi, pembengkakan ataupun gangguan pada lensanya
dibandingkan dengan pasien yang diberikan AR ini dengan yang
tidak diobati untuk diabetesnya. (Ilyas, 2011)
2. Pengobatan dengan anti oksidan
Diberikan anti oksidan yang berguna untuk menghambat
pembentukan katark, akibat stress oksidatif yang merusak
jalur polyol secara tidak langsung. (Ilyas, 2011)
Bedah fakoemulsifikasi adalah pintu gerbang untuk memasuki
bedah refraktif untuk katarak. (Sukardi, 2004)
3. Glaukoma
24
Glaukoma adalah keadaan dimana tekanan bola mata
seseorang demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan
penggangguan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada
sebagian atau seluruh lapang pandangan. (Vaughan, 2013)
Patofisiologi
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat
produksi cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan
pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma tekanan
intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya
diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan,
tegangan dan regangan. (Vaughan, 2013)
a. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata
berupa dinding korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya
neuron apabila penekan pada sklera tidak benar. (Vaughan, 2013)
b. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan.
Tegangan yang rendah dan ketebalan yang relatif besar
dibandingkan faktor yang sama pada papil optik ketimbang
sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik
dapat mengalami robekan dibawah otot rektus lateral. (Vaughan,
2013)
c. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan
nyeri. (Vaughan, 2013)
Etiologi
Badan siliar memproduksi terlalu banyak cairan mata sedang
pengeluarannya pada anyaman trabekulum normal (glaukoma
hipersekresi).
25
Hambatan pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari
bilik mata belakang kedepan bilik mata depan (glaukoma
blockade pupil).
Pengeluaran dari sudut mata tinggi (glaukoma simpleks,
glaukoma sudut tertutup, glaukoma sekunder akibat
geniosinekia). (Vaughan, 2013)
Klasifikasi
1) Glaukoma primer
Penyebab tidak diketahui, dibagi atas dua petunjuk :
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks atau glaukoma
simplek).
b. Glaukoma sudut tertutup (galukoma sudut sempit).
Bersifat diturunkan, pada pasien usia di atas 40 tahun.
Biasanya mengenai kedua mata. (Vaughan, 2013)
2) Glaukoma sekunder
Akibat kelainan didalam bola mata, yang dapat disebabkan :
Kelainan lensa, katarak imatur, hiperatur, dan dislokasi lensa.
Kelainan uvea, uveitis anterior.
Trauma, hifem, dan inkerserasi iris.
Pasca bedah, blockade pupil, goniosinekia. (Vaughan, 2013)
3) Glaukoma kongenital
Konginetal primer, dengan kelainan konginetal lain.
Infatil, tanpa kelainan konginetal lain. (Vaughan, 2013)
4) Galukoma absolut. (Vaughan, 2013)
1. Galukoma Primer
a. Glaukoma primer sudut terbuka
(Glaukoma simpleks, glaukoma kronik, wide angle glaucoma)
Perjalanan penyakit kronik, bisa tanpa gejala dan berakhir
dengan kebutaan.
26
Tekanan pada bola mata selamanya di atas batas normal atau
lebih besar dari 24 mmHg.
Lapang pandangan memperlihatkan gambaran khusus
kampus glukoma seperti melebarnya titik buta, skotoma
bjerrum dan skotoma tangga ronne.
Mengenai ke-2 mata dan sering derajat beratnya penyakit
tidak sama.
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi
glaukomatosa papil.
Pada pemeriksaan genioskopi terlihat sudut bilik mata
terbuka lebar.
Sudut bilik mata depan terbuka, hambatan aliran humor
akuesus mungkin terdapat pada trabekulum, kanal schlemn
dan pleksus vena didaerah intrasklera.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan proses
degenerasi dari trabekulum ke kanal schlemn.
Terlihat penebalan dan sclerosis dari serat trabekulum,
vakuol dalam endotel dan endotel yang hiperselular yang
menutupi trubekulum dan kanal schlemn.
Biasanya pada usia 40 tahun atau lebih, penderita DM,
pengobatan kortikosteroid lokal ataupun sismetik yang lama,
riwayat glaukoma pada keluarga. (Vaughan, 2013)
Tanda glaukoma simpleks : (Ilyas, 2011)
Bilateral.
Herediter.
Tekanan intra ocular yang meninggi.
Sudut COA yang terbuka.
Bola mata yang tenang.
Lapang pandangan yang mengecil dengan macam-macam
skotoma yang khas.
Penggaungan saraf optik.
Perjalanan penyakitnya yang lambat progresif.
27
b. Glaukoma primer sudut tertutup
(Glaukoma kongresif akut, angle closure glaucoma, closed
angle glaucoma)
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan
mendadak dari tekanan intra okuler, yang disebabkan
penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar iris,
sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus
melalui trabekula, menyebabkan : (Ilyas, 2011)
Meningginya tekanan intra okuler.
Sakit yang sangat dimata secara mendadak.
Menurunnya ketajaman pengelihatan secara mendadak.
Tanda-tanda kongesti dimata (mata merah, kelopak mata
bengkak).
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit :
Bulbus okuli yang memendek.
Tumbuhnya lensa.
Kornea yang kecil.
Tebalnya iris. (Ilyas, 2011)
Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit :
Akomodasi.
Dilatasi pupil.
Lensa letaknya lebih kedepan.
Kongesti badan siliar. (Ilyas, 2011)
Glaukoma sudut tertutup akut
Diabetes mellitus telah dihubungkan dengan 1∕3 kasus
glaukoma neovaskular, 1∕3 kasus oklusi vena retina sentral,
dan kondisi yang beragam pada sisa 1∕3 nya lagi – dengan
penyakit oklusi karotis.(Ilyas, 2011)
Glaukoma neovaskular merupakan sebuah akibat yang
berpotensi merusak dari penyakit serius yang mendasari baik
28
sistemik maupun okuler. Penyakit mata yang bertanggung
jawab untuk neovaskularisasi iris atau neovaskularisasi sudut
yang pada akhirnya menjadi glaukoma neovaskular hampir
selalu berupa iskemia alami. Faktor angiogenesis tersebar,
termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskuler, telah
terdeteksi pada retina dan vitreus manusia dan hewan di
bawah kondisi hipoksia, mengakibatkan pertumbuhan
pembuluh darah baru. Secara klinis tiga kondisi umum yang
bertanggung jawab untuk pembentukan glaukoma
neovaskular adalah retinopati diabetik, oklusi vena retina
sentral dan penyakit obstruksi arteri karotis. (Ilyas, 2011)
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Funduskopi
Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk
melihat anatomi interna dari mata. Pemeriksaan dengan oftalmoskop
dinamakan oftalmoskopi atau funduskopi.
Funduskopi dibedakan menjadi funduskopi langsung dan
funduskopi tidak langsung. Funduskopi langsung memberikan
gambaran normal atau tidak terbalik pada fundus okuli. Funduskopi
tak langsung memberikan bayangan terbalik, dan kecil, serta lapangan
penglihatan yang luas di dalam fundus okuli pasien.
Pada funduskopi, kita dapat melihat discus opticus, pembuluh
darah retina, macula lutea, dan gambaran lesi pada retina.
Funduskopi merupakan pemeriksaan pertama untuk retinopati
diabetikum. (Ilyas, 2012)
29
Gambar 4.1.1. Retinopati DM Nonproliferatif derajat sedang dengan
edema makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan edema makula
dan perdarahan pre-retina (B). (Sitompul, 2011)
2. Slitlamp
Definisi
Adalah mikroskop binokular yang terpasang pada meja dengan
sumber cahaya khusus yang dapat diatur. Seberkas cahaya celah pijar
yang lurus dijatuhkan pada bola mata dan menyinari potongan sagital
optik mata. (Vaughan,2013)
Fungsi
a. Mengamati bagian anterior segmen mata. (detil-detil tepi palpebra
dan bulu mata, permukaan konjungtiva palpebra dan bulbaris,
lapisan air mata, kornea, iris dan aqueos )
b. Melalui pupil yang dilebarkan lensa kristalina dan humor viterous
dapat dilihat.
c. Pembesaran yang kuat mampu menampakan sel-sel abnormal
pada aquos seperti sel darah merah atau putih atau granul-grnaul
pigmen.(scaba L,2013)
Persiapan pemeriksa
a. Siapkan slitlamp, atur focus lensa dan dioptri sesuai keadaan dan
refraksi pemeriksa.
30
b. Informed concern kepada penderita mengenai pemeriksaan dengan
slitlamp.
c. Persteujuan tindakan dari pasien.
d. Pasien disiapkan posisinya.
Prosedur
a. Tekan tombol POWER slitlamp dan monitor.
b. Redupkan lampu ruangan jika perlu
c. Bersihkan mata klien dengan kapas bersih
d. Minta klien untuk meletakkan dagu di tempat yang telah
disediakan pada slitlamp namun jika terlalu tinggi tekan DOWN
dan UP jika terlalu rendah.
e. Minta klien melihat fokus ke depan.
f. Dan arah ke alat ketitik mata yang diperlukan untuk mendapatkan
hasil.
g. Capture jika sudah mendapatkan hasil maka muncul di monitor.
(Sidarta,Ilyas.2011)
3. Pemeriksaan Tekanan Intraokuler
a. Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan palpasi
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa
Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa
Teknik :
Mata ditutup.
Pandangan kedua mata menghadap kebawah.
Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien.
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang
kornea bergantian.
Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola
mata. (Bruce, 2006)
Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan dan di
samakan dengan lidah yang di tekan di pipi. Tinggi rendahnya
tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi,
31
N+2 : lebih tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst.
(Hirano, 2010)
Keuntungan : cara ini sangat baik pada kelainan mata bila
tonometer tidak dapat dipakai atau sulit
Kekurangan : cara ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena
terdapat faktor subjektif. (Hirano, 2010)
b. Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan
permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada
sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan
menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan
tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan
tergantung beban tonometer. (Bruce, 2006)
Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain
0.5%)
Teknik :
Pasien diminta rileks dan tidur telentang.
Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak
merasa perih.
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari,
jangan sampai bola mata tertekan.
Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer
Schiotz diletakkan pada permukaan kornea tanpa menekannya
Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15.
Apabila dengan beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang
dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr. (Bruce, 2006)
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer
schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam mmHg. Pada
tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25
mmHg pasien menderita glaucoma. Pada glaukoma akut dapat
mencapai 40-80 mmHg (Hirano, 2010)
32
Tabel 4.2.1 Tekanan bola mata. (Bruce, 2006)
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita
myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi
karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan
tiroid.
Gamabar 4.2.1 Tonometer Schiotz (Bruce, 2006)
c. Tonometer aplanasi goldman
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra
ocular dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sclera dengan
mendatarkan permukaan kornea. Tekanan merupakan tenaga dibagi
dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata harus
diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan
jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann
jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10 dikonversi dalam
mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi tidak
diperhatikan kekakuan sclera karena pada tonometer ini
pengembangan dalam mata 0.5 mm 3 sehingga tidak terjadi
33
pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz ,
pergerakan cairan bola mata sebanyak 7-14 mm3 sehingga
kekakuan sclera memegang peranan dalam penghitungan tekanan
bola mata. (Bruce, 2006)
Alat :
Slit lamp dengan sinar biru
Tonometer Aplanasi
Flouresein strip
Obat anastesi local
Teknik :
Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain
0.5%.
Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada
daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari
slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann.
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp
dan dahinya tepat dipenyangganya.
Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan
10mmHg.
Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan.
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran
pada kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar
berhimpit dengan bagian dalam.
Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang
member gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan
tersebut merupakan TIO dalam mmHg. (Bruce, 2006)
34
Gambar
4.3.2.
Pembacaan Tekanan pada Tonometer Aplanasia. (Bruce, 2006)
Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah
dianggap menderita glaucoma. (Bruce, 2006)
Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah
dianggap menderita glaucoma. (Bruce, 2006)
Gambar
1.2.Tonometer Aplanasia. (Bruce, 2006)
KESIMPULAN
35
Pak Sony seorang laki-laki datang dengan keluhan penglihatan menurun
dan sudah ke optik tetapi tidak menemukan kacamata yang cocok. Pak sony juga
mengeluh sering buang air kecil, sering merasa haus, sering merasa lapar,
kesemutan, dan merasa vitalitasnya menurun. Dari pengakuan pak Sony dengan
tidak menemukan kacamata yang cocok, menandakan bahwa pak Sony tidak
mengalami gangguan refraksi pada matanya. Dari keluhan yang lain menunjukkan
bahwa pak Sony juga mengalami hiperglikemia, hal ini dapat dipastikan dengan
melihat hasil pemeriksaan gula darah post prandial pak Sony yaitu 340 mg/dl.
Keluhan penurunan penglihatan pak Sony bisa diakibatkan karena
penyakit diabetes melitus yang dimiliki oleh pak Sony. Diabetes melitus yang
sudah kronis bisa mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
intraokular, sehingga bisa mengakibatkan pecahnya pembuluh darah intraokular
yang bisa mengakibatkan gangguan penglihatan.
Dari hasil yang didapatkan diatas dapat ditentukan diagnosis bandingnya
antara lain retinopati diabetikum, katarak diabetes, dan glaukoma. Untuk
memastikan diagnosis utama perlu pemeriksaan penunjang antara lain funduskopi,
pemeriksaan tekanan intraokular, dan slitlamp.
SARAN
Hambatan
36
1. Mahasiswa kurang termotivasi dalam mencari informasi sehingga referensi
yang didapat pun tidak bervariasi.
2. Waktu yang disediakan kurang sehingga masih ada masalah atau informasi
yang belum diselesaikan dan disampaikan.
3. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui
powerpoint sehingga terasa membosankan.
Harapan
1. Mahasiswa harus meningkatkan motivasinya dalam mencari inforasi.
2. Waktu yang disediakan seharusnya ditambah agar semakin banyak informasi
yang didapat.
3. Mahasiswa harus kreatif dalam membuat powerpoint agar tutorial tidak
membosankan.
DAFTAR PUSTAKA
37