titipan laporan rd

55
SKENARIO 5 PAK SONY ISTRINYA KECEWA Pak Sony seorang laki-laki yang bekerja sebagai sopir bus datang ke poliklinik dengan keluhan mengalami penurunan ketajaman penglihatan sejak 3 hari yang lalu. Sudah ke optik tidak menemukan kacamata yang cocok. Tidak ada riwayat memakai kacamata sebelumnya, mata merah, maupun trauma pada mata. Saat bekerja pak Sony sering merasa haus dan banyak minum serta sering kencing di jalan raya. Setiap malam ia sering merasa lapar sehingga selalu masak 2 bungkus mie instan sebelum tidur. Berat badannya dirasakan menurun sejak 1 bulan yang lalu, kedua tangan dan kaki juga sering kesemutan. Bahkan akhir-akhir ini pak Sony sering minum jamu sehat lelaki karena merasa vitalitasnya menurun sehingga istrinya selalu merasa kecewa. Trigger : Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 100x/menit, RR : 24mmHg, Suhu : 37 o C, BB : 110 Kg, TB : 160 cm, Glukosuria : +3, GDS : 160 mm/dl, GD 2 Jam : 340 mg/dl,. I. KLARIFIKASI ISTILAH - Vitalitas : sumber kesehatan emosi yang penting karena tubuhlah yang merasakan semua jenias emosi yang dibutuhkan. (Wjongkoko, 2010) 1

Upload: audina-rakhma-putry

Post on 22-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Laporan tutorial blok X skenario 4 Retinopati Diabetikum

TRANSCRIPT

Page 1: Titipan laporan RD

SKENARIO 5

PAK SONY ISTRINYA KECEWA

Pak Sony seorang laki-laki yang bekerja sebagai sopir bus datang ke

poliklinik dengan keluhan mengalami penurunan ketajaman penglihatan sejak 3

hari yang lalu. Sudah ke optik tidak menemukan kacamata yang cocok. Tidak ada

riwayat memakai kacamata sebelumnya, mata merah, maupun trauma pada mata.

Saat bekerja pak Sony sering merasa haus dan banyak minum serta sering kencing

di jalan raya. Setiap malam ia sering merasa lapar sehingga selalu masak 2

bungkus mie instan sebelum tidur. Berat badannya dirasakan menurun sejak 1

bulan yang lalu, kedua tangan dan kaki juga sering kesemutan. Bahkan akhir-akhir

ini pak Sony sering minum jamu sehat lelaki karena merasa vitalitasnya menurun

sehingga istrinya selalu merasa kecewa.

Trigger :

Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 100x/menit, RR : 24mmHg, Suhu : 37oC,

BB : 110 Kg, TB : 160 cm, Glukosuria : +3, GDS : 160 mm/dl, GD 2 Jam : 340

mg/dl,.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

- Vitalitas : sumber kesehatan emosi yang penting karena

tubuhlah yang merasakan semua jenias emosi yang dibutuhkan.

(Wjongkoko, 2010)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa pak Sony mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari

yang lalu?

2. Mengapa pak Sony tidak menemukan kacamata yang cocok untuk

mengatasi keluhannya?

3. Apa penyebab pak Sony merasa sering haus, banyak makan, sering

buang air kecil, kesemutan, BB menurun, dan vitalitas menurun?

4. Bagaimana hubungan keluhan penyerta pak Sony dengan keluhan

sekarang?

5. Bagaimana hubungan pekerjaan pak Sony dengan keluhan sekarang?

1

Page 2: Titipan laporan RD

6. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?

7. Apakah diagnois banding dari keluhan pada skenario?

III. ANALISA MASALAH

1. Mengapa Pak Soni mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari

yang lalu?

Berdasarkan penyebabnya, penurunan ketajaman pengelihatkan

dapat dibagi menjadi 5 yaitu : (Ilyas, 2014)

a. Mata merah dengan pengelihatan normal

b. Mata merah dengan pengelihatan turun mendadak

c. Pengelihatan turun mendadak tanpa mata merah

d. Pengelihatan turun perlahan tanpa mata merah

e. Trauma mata

Pada skenario kali ini pasien mengeluh mengalami

penurunan ketajaman pengelihatan sejak 3 hari yang lalu dan mata

merah disangkal, itu berarti penurunan ketajaman pengelihatan

pasien diklasifikan ke dalam pengelihatan turun perlahan tanpa mata

merah. Penyakit yang termasuk pengelihatan turun perlahan tanpa

mata merah adalah katarak, retinopati dan glaukoma.(Ilyas, 2014)

2. Mengapa pak Sony tidak menemukan kacamata yang cocok untuk

mengatasi keluhannya?

Bantuan lensa koreksi seperti kacamata diperuntukkan kepada

seseorang yang mengalami gangguan refraksi pada lensanya, supaya

cahaya yang masuk ke dalam mata jatuh tepat pada retina. Jika

seseorang tidak cocok dengan menggunakan lensa koreksi maka

kemungkinan orang tersebut tidak memiliki kelainan refraksi dan

apabila jika dikasih kacamata tidak berpengaruh brarti bukan pada

lensa kelainannya. (Ilyas, 2012)

3. Apa penyebab pak Sony merasa sering haus, banyak makan, sering

buang air kecil, kesemutan, BB menurun, dan vitalitas menurun?

2

Page 3: Titipan laporan RD

Sering haus dan banyak buang air kecil.

Adanya hiperosmolaritas sehingga ginjal tidak mampu

memfiltrasi dan merabsorpsi glukosa. Maka terjadi peningkatan

ekskresi glukosa lalu adanya durasi osmotik kemudian

menyebabkan dehidrasi ekstra sel dan membuat orang tersebut

sering haus dan banyak buang air kecil.

Penurunan berat badan dan banyak makan.

Pada orang dengan diabetes, glukosa dalam darah tidak bisa

masuk kedalam sel karena penurunan jumlah insulin. Karena

glukosa tidak bisa masuk maka sel kekurangan bahan untuk

melakukan metabolisme. Oleh karena itu sel mnegirimkan implus

ke otak untuk memberitahu bahwa sel kurang nutrisi. Sehingga

otak mengirim implus ke hati untuk meningkatkan pemecahan

glukosa cadangan yang ada di hati (glukoneogensis,

glukogenolisis) selain itu juga memecah adiposa cadangan yang

ada untuk energi dan katabolisme. Namun walaupun seperti itu

glukosa tetap tidak bisa masuk ke dalam sel, sehingga proses

tersebut akan terus berlangsung hingga cadangan energi menipis

atau bahkan habis dan inilah yang membuat berat badan turun.

Kesemutan dan oran vitalitas menurun

Akibat hiperglikemi sehingga asupan nutrisi darah tidak sampai

ke perifer dan sel yang kurang nutrisi (starvasi seluler), maka

glukosa tidak mampu diangkut oleh insulin ke jaringan tubuh

(massa otot) kemudian sel ototpun memetabolisme cadangan

glikogen dan memakai asam lemak bebas keton akhirnya

menimbulkan penurunan penurunan massa otot, kelemahan otot,

dan mudah lelah (kesemutan,impotensi). (Price, 2006)

4. Bagaimana hubungan keluhan penyerta pak Sony dengan keluhan

sekarang?

3

Page 4: Titipan laporan RD

Karena hormon insulin tidak bekerja dengan baik atau kurangnya

produksi insulin dalam tubuh, sehingga glukosa menumpuk di dalam

darah.

Kadar glukosa darah bisa meningkat.

Ginjal akan membuang air lebih banyak untuk mengencerkan

sejumlah besar glukosa. Sehingga penderita menjadi sering buang air

kecil (Poliuri)

Akibat dari banyak buang air kecil, penderita akan merasakan rasa

haus yang berlebihan karena kehilangan cairan (Polidipsi).

Karena glukosa yang tidak dapat diserap ke sel, dan kalorinya

terbuang begitu saja, maka penderita akan merasa lemas karena

kekurangan kalori.

Sehingga penderita akan merasa lapar yang berlebihan sehingga

banyak makan (Polifagi). (Price, 2006)

Kesemutan dan organ vitalitas menurun

Starvasi seluler (sel kekurangan nutrisi)

Glukosa tidak mampu diangkut oleh insulin kejaringan tubuh (massa

otot)

Sel otot memetabolisme cadangan glikogen dan memakai asam

lemak bebas (keton)

Terjadi penurunan massa otot, keleamahan otot, dan mudah lelah

(keram, impotensi). (Price, 2006)

4

Page 5: Titipan laporan RD

5. Bagaimana hubungan pekerjaan pak Sony dengan keluhan sekarang?

Adanya konsumsi makanan dan minuman yang mengandung sukrosa

buatan yang tinggi, pleh karena pengaturan pola hidup yang tidak

diatur tersebut menyebabkan gula darah meningkat sehingga aliran

darah mengental dan dapat menyebabkan arteroskelrosis. Serta akibat

dari adanya penurunan penglihatan yang disebabkan oleh kerusakan

sawar di retina sehingga sangat mengganggu pekerjaan pak Sony

dimana pekerjaannya tersebut mengandalkan penglihatan. (Sudoyo,

2007)

6. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?

Orang muda yang mengalami diabetes tipe I baru mengalami

retinopati diabetik paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini

sedangkan pasien dengan diabetes tipe II dapat sudah mengalami

retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan mungkin retinopati

merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu.(Vaughan,

2011)

7. Apakah diagnois banding dari keluhan pada skenario?

Retinopati diabetik

Katarak diabetik

Glaucoma

Klasifikasi Retinopati Diabetik : (Vaughan, 2014)

Retinopati diabetik non proliferatif 

Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari

keterlibatan retina akibat diabetes mellitus yang ditandai dengan

adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam retina.

Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel

darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler retina ke

retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang

memiliki konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan

menimbulkan gangguan pada ketajaman penglihatan.

5

Page 6: Titipan laporan RD

Retinopati diabetik preproliferatif 

Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka

gejala iskemia melebihi gambaran retinopati diabetika dasar.

Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip

kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut

sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan

mikro infark lapisan serabut saraf. Gejala yang lain adalah

kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar

phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu

pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan pendek

antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi

fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang iskhemis, non

perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler .

Retinopati diabetik proliferative 

Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan

pembuluh darah baru yang rapuh sehingga dapat

mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang

banyak. Biasanya terdapat di permukaan papil optik di tepi

posterior daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi

neovascularisasi disebut rubeosis. Pembuluh darah baru

berproliferasi di permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum)

dan terangkat bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan

mengakibatkan hilangnya daya penglihatan mendadak.

6

Page 7: Titipan laporan RD

IV. Sistematika Masalah

7

Page 8: Titipan laporan RD

V. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan (etiologi, patogenesis, klasifikasi,

deteksi dini, faktor resiko, pencegahan, penatalaksanaan) retinopati

diabetik.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan (etiologi, patogenesis, klasifikasi,

penatalaksanaan) katarak diabetik.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan (etiologi, patogenesis, klasifikasi,

penatalaksanaan) glukoma.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang (funduscopy,

tekanan intraoculer, slitlamp)

VI. BELAJAR MANDIRI

VII. BERBAGI INFORAMASI

1. Retinopati Diabetik

Definisi

Retinopati diabetika yaitu proses degenerasi akibat hipoksia

di retina karena penyakit diabetes mellitus. Ditandai dengan

kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol

prekapiler retina, kapiler-kapiler, dan vena-vena. Diagnosis

retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan

pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan

mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik

dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas

mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui

sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut. (Sudoyo, 2007)

Epidemiologi

Berdasarkan The DiabCare Asia 2008 Study, 42%

penyandang DM di Indonesia mengalami komplikasi retinopati yang

6,4% di antaranya adalah retinopati DM proliferatif. (Ilyas, 2014)

Etiologi

8

Page 9: Titipan laporan RD

Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak

terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang

menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati

dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.

Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-

faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah terjadi karena

adanya perubahan dinding arteri, adanya komposisi darah abnormal,

dan meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan

terbentuknya mikrothrombi. (Sudoyo, 2007)

Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya

kebocoran kapiler, selanjutnya terjadi insudasi dinding kapiler dan

penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding

haemorhagik deng oedem perikapiler. Perdarahan kapiler dapat terjadi

di retina. Hemoragi tidak terjadi intravitreal tapi ada dalam ruang

vitreoretinal yang tersisakarena vitreus mengalami retraksi. Aliran

darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi

hipoksia relatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-

pembuluh darang yang baru. Perubahan arterosklerotik dan

insufisiensi koroidal. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi

diabetes. (Sudoyo, 2007)

9

Page 10: Titipan laporan RD

Patofisiologi

Skema 1.1 Patofisiologi Hiperglikemis Kronis(Sudoyo, 2007)

Lanjutan…

10

Page 11: Titipan laporan RD

Skema 1.2 Patofisiologi Retinopati Diabetik(Sudoyo, 2007)

Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis

yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik:

1. Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil

dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim

aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa,

glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi

kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang

tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun

dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat

akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi

bengkak akibat proses osmotik. (Sudoyo, 2007)

Sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga

menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai

prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-

ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi

sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf. (Sudoyo,

2007)

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose

reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan

sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya

retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum

menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati. (Sudoyo,

2007)

2. Pembentukan Protein Kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel

endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de

11

Page 12: Titipan laporan RD

novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari

glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi

trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan

vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan

komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran

darah vaskular retina. (Sudoyo, 2007)

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan

terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah

intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi

trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya

trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan

peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks

ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan

terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi

endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen

vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara

bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi

vaskular retina. (Sudoyo, 2007)

3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen

secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan

menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling

sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan

permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1

sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses

tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi

vaskular retina. (Sudoyo, 2007)

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan

kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan

sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM

dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa

maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan

12

Page 13: Titipan laporan RD

akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel. (Sudoyo,

2007)

4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau

enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside

(O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa

pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan

akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah

kerusakan sel.(Sudoyo, 2007)

R etinopati D iabetik (lanjutan)

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi

akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik

dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di

retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina

dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian

impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita

retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan

kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula

sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan

hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. (Sudoyo,

2007)

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan

funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan

sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial

Growt Factor(VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular

terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai

jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,

terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian

lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai

mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa

mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya

dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga

13

Page 14: Titipan laporan RD

dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina

biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang

melayang-layang pada penglihatan.(Sudoyo, 2007)

Klasifikasi Retinopathy Diabetik

1. RETINOPATI DIABETIK NON PROLIFERATIF 

Merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat diabetes

mellitus yang ditandai dengan adanya: (Vaughan, 2011)

a. Microaneurisma

b. Hemoragi dan eksudat dalam retina

Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel

darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler retina ke retina. Bila

proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang memiliki

konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan menimbulkan

gangguan pada ketajaman penglihatan. (Vaughan, 2011)

1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat ≥1 tanda berupa

dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang

kecil atau eksudat keras.

2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥1

tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan,

eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.

3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥1 tanda berupa

perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina,

dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.

4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥2 tanda

pada retinopati non proliferative berat. (Vaughan, 2011)

2. RETINOPATI DIABETIK PREPROLIFERATIF 

Bertambahnya progresifitas sumbatan mikrovaskular maka

gejala iskemia melebihi gambaran retinopati diabetika dasar.

Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip

kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut

14

Page 15: Titipan laporan RD

sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan

mikro infark lapisan serabut saraf. (Vaughan, 2011)

Gejala lain: kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi

vena (boxcar phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina,

yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan

pendek antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada

angiografi fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang

iskemik, non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler.

(Ratna, 2011)

3. Retinopati diabetik proliferative 

Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan

pembuluh darah baru yang rapuh sehingga dapat mengakibatkan

kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang banyak. Biasanya

terdapat di permukaan papil optik di tepi posterior daerah non

perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovascularisasi disebut

rubeosis. Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan

posterior corpus vitreum dan dapat terangkat bila corpus vitreum

goyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya

penglihatan mendadak. (Vaughan, 2011)

a. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi):

Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD)

yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa disertai

perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja

di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

b. Retinopati proliferatif risiko tinggi

Apabila ditemukan 3 / 4 dari faktor resiko berikut:

Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina

Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus

optikus

Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang

mencakup > ¼ daerah diskus

15

Page 16: Titipan laporan RD

Perdarahan vitreus, adanya pembuluh darah baru yang jelas

pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru

yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran yang

paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan

resiko tinggi. (Vaughan, 2011)

Tabel 1.1 Sistem klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS (Vaughan,2011)

Gambar 2.1 Retinopati Diabetik(Ratna, 2011)

Kepala panah terbuka : Mikroaneurisma

16

Page 17: Titipan laporan RD

Panah : Hard exudates (merupakan deposit lipid

pada retina)

Kepala panah hitam : cotton-wool spots, menandakan infark

serabut saraf dan eksudat halus (Ratna, 2011)

Gamabar 2.2 Retinopati Diabetikum (Ratna, 2011)

Tanda panah menunjukan preretinal neovascularisation. (Ratna,

2011)

Penegakan Diagnosis

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan

melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus

photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode

diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of

Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. (Ilyas, 2014)

Metode Deteksi Dini di Pelayanan Primer

Tidak dideteksinya RD sejak dini meningkatkan kemungkinan

seorang penyandang DM menjadi buta. Dengan deteksi dini dan

penatalaksanaan yang segera di awal perjalanan penyakit, kebutaan

akibat RD dapat dicegah. Sangat disayangkan Pedersen hanya

mendapatkan angka yang rendah untuk pemeriksaan deteksi dini RD

oleh penyandang DM dalam dua tahun penelitiannya. Pemeriksaan

funduskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk penegakan

diagnosis RD. (Andonegui, 2008)

17

Page 18: Titipan laporan RD

Menjadi pertanyaan bagi kita dan seharusnya perhatian bagi

perhimpunan profesi spesialis mata apakah pemeriksaan funduskopi

menjadi kompetensi dokter umum. Penelitian lain di Brisbane,

Australia menunjukkan sensitivitas dan spesifitas diagnostik RD oleh

dokter umum menggunakan funduskopi adalah 87% dan 95%.16

Penelitian lain di Spanyol menunjukkan indeks Kappa pemeriksaan

retinografi oleh dokter umum adalah 80%-95%. Pada beberapa pusat

kesehatan komunitas di daerah berpenghasilan rendah di Amerika

10,9% pasien yang difunduskopi oleh dokter umum memiliki

gambaran sesuai dengan RD. (Andonegui, 2008)

Saat ini, penelitian untuk mencari alat diagnostik yang memudahkan

deteksi dini dilakukan di pelayanan primer terus dilakukan. Salah

satunya adalah deteksi dini menggunakan pencitraan retina digital

yang meningkatkan angka rujukan pasien curiga RD ke rumah sakit

yang memiliki dokter mata (Soewondo, 2010)

Dukungan Edukasi dan Promosi Kesehatan

Sarana deteksi dini yang dapat diterapkan di pelayanan primer sebagai

upaya pencegahan sekunder harus didukung oleh edukasi dan promosi

kesehatan. Artikel CPD dalam JInMA edisi Agustus 2011

menitikberatkan peran dokter umum untuk edukasi mengenai kontrol

DM dan pemeriksaan mata rutin. Edukasi mengenai kontrol DM

tersebut sesuai dengan penelitian yang memperoleh prevalensi RD

lebih tinggi pada pasien DM yang disertai dengan sindrom metabolik

dibanding tanpa sindrom metabolik. (Murthy, 2009)

Skrining Retinopathy Diabetic

Deteksi dan terapi retinopati diabetik sejak dini penting

dilakukan. Kelainan-kelainan yang mudah terdeteksi timbul sebelum

pengelihatan terganggu. Skrining retinopati diabetik harus dilakukan

dalam 3 tahun sejak diagnosis diabetes tipe I, pada saat diagnosis

diabetes tipe II, dan selanjutnya setahun sekali pada keduanya.

(Vaughan, 2013)

18

Page 19: Titipan laporan RD

Faktor Resiko : (Vaughan, 2013)

Hiperglikemi

Hiperkolesterolemia

Hipertensi

Merokok

Pada skenario selain pasien memiliki faktor resiko utama dari

Hiperglikemi diduga pasien juga memiliki kebiasaan merokok yang

menyebabkan peningkatan faktor resiko terkena retinopati diabetik.

(Vaughan, 2013)

Penatalaksanaan dan Pencegahan Retinopati Diabetik

Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah

pencegahan dan pengendalian pada : (Vaughan, 2014)

Hiperglikemia

Hipertensi sistemik

Hiperkolesterolemia

Terapi : (Vaughan, 2014)

Terapi yang dilakukan tergantung pada lokasi dan keparahan dari

retinopatinya.

Mata dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis

sebaiknya dipantau dengan ketat tanpa dilakukan laser

Jika telah bermakna klinis diperlukan:

Focal laser : lesi setempat

Grid laser : lesi difus

Laser Argon (grid laser) cukup hasilkan bakaran sinar karena

parut laser dapat meluas dan mempengaruhi penglihatan

Jika digunakan dalam bawah ambang batas micropulse laser tidak

tampak retina yang terbakar memberi hasil lebih efektif dengan

dengan parut lebih sedikit

Bagian Mata FKUI-RSCM membuat klasifikasi untuk retinopati

diabetik berdasarkan derajat keparahannya yaitu : (Vaughan, 2014)

19

Page 20: Titipan laporan RD

Derajat I (ringan)

Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada

fundus okuli.

Derajat II (sedang)

Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan

atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.

Derajat III (berat)

Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,

neovaskularisasi, dan proliferasi pada fundus okuli.

Penatalaksanaan berdasarkan derajat keparahan:

Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan

Pemeriksaan hanya perlu dievaluasi setahun sekali.

Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hingga sedang

tanpa edema makula yang nyata. (Vaughan, 2014)

Harus menjalani pemeriksaan rutin setiap enam sampai 12 bulan.

Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hingga sedang

dengan edema makula signifikan. (Vaughan, 2014)

Memerlukan laser photocoagulation untuk mencegah perburukan.

Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi

setiap 2-4 bulan. (Vaughan, 2014)

Retinopati DM nonproliferatif derajat berat

Dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulatio.

Hal ini perlu dilakukan terutama bila penderita berisiko tinggi

sehingga jika tidak dilakukan tindakan retinopati DM nonproliferatif

bisa  menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita retinopati jenis ini

harus dievaluasi setiap tiga hingga empat bulan pasca tindakan.

Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada

penderita retinopati DM proliferatif. (Vaughan, 2014)

Macam-macam tindakan untuk penatalaksanaan retinopati diabetik:

1. Fotokoagulasi Laser

Scatter (Panretinal) Photocoagulation (PRP)

20

Page 21: Titipan laporan RD

Dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat

atau retinopati diabetik resiko tinggi.

Focal Photocoagulation

Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di

tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari

tengah fovea.

Grid Photocoagulation

Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan

bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.

(Vaughan, 2014)

2. Vitrektomi

Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami

kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami

neovaskularisasi aktif.

Vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami

ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,

RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami

perbaikan. (Vaughan, 2014)

3. Injeksi Anti VEGF

Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.

Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan

dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi

juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan

kematian sel endotel.

Tambah virektomi untuk mengurangi perdarahan selama

pembedahan dan mengurangi perdarahan retina kambuahan

pascaoperasi.

Avastin diberikan via intra vitreal dengan dosis 0,1 mL.

Lucentis diberikan via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.

(Vaughan, 2014)

Pencegahan

1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata

21

Page 22: Titipan laporan RD

Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga

lima tahun setelah diagnosis.

Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita

retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.

Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat

diagnosis ditegakkan. (Vaughan, 2014)

Tabel 1.2 Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina.

(Vaughan, 2014)

2. Kontrol Glukosa Darah, kolesterol, dan tekanan darah

Kontrol glukosa darah, kolesterol, dan tekanan darah secara

intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara

sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati

diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara

klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan

mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi

dengan sinar laser. (Vaughan, 2014)

Rekomendasi yang dianjurkan : (Vaughan, 2014)

HbA1c < 6,5-7%

Tekanan Darah < 130/85 mmHg

Kolesterol < 100 mg/dL

Komplikasi : (Ilyas, 2014)

a. Kebutaan

b. Ablasio Retina

c. Perdarahan Vitreus Rekuren

22

Page 23: Titipan laporan RD

d. Glaukoma neovaskular

Prognosis

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat

mempertahankan atau menunda retinopati. Tanpa

pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat

menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. (Ilyas, 2014)

2. Katarak

Katarak merupakan suatu keadaan dimana lensa mata yang

biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Kelainan ini bukan suatu

tumor atau pertumbuhan jaringan di dalam mata, tetapi merupakan

keadaan lensa menjadi berkabut, Bila kekeruhan lensa semakin

meningkat, maka penglihatan akan menjadi keruh dan dapat berakhir

dengan kebutaan. Lamanya mengalami diabetes melitus merupakan

faktor resiko yang paling signifikan dalam menimbulkan katarak.

Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena

bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga

mengenai seluruh lensa. (Ilyas, 2011)

Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim

aldose reductase, akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular

menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat

hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak.

Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya

menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan

akumulasi dari sorbitol membuat keadaan hiperosmotik sehingga

cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik. Kemudian

perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu permeabilitas

membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium , asam

amino, dan myoinositol lebih tinggi  didalam lensa dibandingkan

jaringan sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi

perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk

23

Page 24: Titipan laporan RD

didalam lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi

gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan kekeruhan pada

lensa. Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi

dalam 3 bentuk : (Ilyas, 2011)

1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata,

pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa

berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa ,

kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal

kembali.

2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi

katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat

snow flake atau bentuk piring subkapsular

3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara

histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.

Pengobatan yang dapat dilakukan dapat berupa :

1. Aldose-Reductase Inhibitors

Zat ini dapat memperlambat pembentukan dari katarak diabetikum,

AR inhibitor yang bersifat untuk preventif ditambah dengan

pengobatan dari diabetesnya menunjukan tidak ada tanda-tanda

dari degenerasi, pembengkakan ataupun gangguan pada lensanya

dibandingkan dengan pasien yang diberikan AR ini dengan yang

tidak diobati untuk diabetesnya. (Ilyas, 2011)

2. Pengobatan dengan anti oksidan

Diberikan anti oksidan yang berguna untuk menghambat

pembentukan katark,  akibat stress oksidatif yang merusak

jalur polyol secara tidak langsung. (Ilyas, 2011)

Bedah fakoemulsifikasi adalah pintu gerbang untuk memasuki

bedah refraktif untuk katarak. (Sukardi, 2004)

3. Glaukoma

24

Page 25: Titipan laporan RD

Glaukoma adalah keadaan dimana tekanan bola mata

seseorang demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan

penggangguan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada

sebagian atau seluruh lapang pandangan. (Vaughan, 2013)

Patofisiologi

Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat

produksi cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan

pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma tekanan

intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya

diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan,

tegangan dan regangan. (Vaughan, 2013)

a. Tekanan

Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata

berupa dinding korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya

neuron apabila penekan pada sklera tidak benar. (Vaughan, 2013)

b. Tegangan

Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan.

Tegangan yang rendah dan ketebalan yang relatif besar

dibandingkan faktor yang sama pada papil optik ketimbang

sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik

dapat mengalami robekan dibawah otot rektus lateral. (Vaughan,

2013)

c. Regangan

Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan

nyeri. (Vaughan, 2013)

Etiologi

Badan siliar memproduksi terlalu banyak cairan mata sedang

pengeluarannya pada anyaman trabekulum normal (glaukoma

hipersekresi).

25

Page 26: Titipan laporan RD

Hambatan pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari

bilik mata belakang kedepan bilik mata depan (glaukoma

blockade pupil).

Pengeluaran dari sudut mata tinggi (glaukoma simpleks,

glaukoma sudut tertutup, glaukoma sekunder akibat

geniosinekia). (Vaughan, 2013)

Klasifikasi

1) Glaukoma primer

Penyebab tidak diketahui, dibagi atas dua petunjuk :

a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks atau glaukoma

simplek).

b. Glaukoma sudut tertutup (galukoma sudut sempit).

Bersifat diturunkan, pada pasien usia di atas 40 tahun.

Biasanya mengenai kedua mata. (Vaughan, 2013)

2) Glaukoma sekunder

Akibat kelainan didalam bola mata, yang dapat disebabkan :

Kelainan lensa, katarak imatur, hiperatur, dan dislokasi lensa.

Kelainan uvea, uveitis anterior.

Trauma, hifem, dan inkerserasi iris.

Pasca bedah, blockade pupil, goniosinekia. (Vaughan, 2013)

3) Glaukoma kongenital

Konginetal primer, dengan kelainan konginetal lain.

Infatil, tanpa kelainan konginetal lain. (Vaughan, 2013)

4) Galukoma absolut. (Vaughan, 2013)

1. Galukoma Primer

a. Glaukoma primer sudut terbuka

(Glaukoma simpleks, glaukoma kronik, wide angle glaucoma)

Perjalanan penyakit kronik, bisa tanpa gejala dan berakhir

dengan kebutaan.

26

Page 27: Titipan laporan RD

Tekanan pada bola mata selamanya di atas batas normal atau

lebih besar dari 24 mmHg.

Lapang pandangan memperlihatkan gambaran khusus

kampus glukoma seperti melebarnya titik buta, skotoma

bjerrum dan skotoma tangga ronne.

Mengenai ke-2 mata dan sering derajat beratnya penyakit

tidak sama.

Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi

glaukomatosa papil.

Pada pemeriksaan genioskopi terlihat sudut bilik mata

terbuka lebar.

Sudut bilik mata depan terbuka, hambatan aliran humor

akuesus mungkin terdapat pada trabekulum, kanal schlemn

dan pleksus vena didaerah intrasklera.

Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan proses

degenerasi dari trabekulum ke kanal schlemn.

Terlihat penebalan dan sclerosis dari serat trabekulum,

vakuol dalam endotel dan endotel yang hiperselular yang

menutupi trubekulum dan kanal schlemn.

Biasanya pada usia 40 tahun atau lebih, penderita DM,

pengobatan kortikosteroid lokal ataupun sismetik yang lama,

riwayat glaukoma pada keluarga. (Vaughan, 2013)

Tanda glaukoma simpleks : (Ilyas, 2011)

Bilateral.

Herediter.

Tekanan intra ocular yang meninggi.

Sudut COA yang terbuka.

Bola mata yang tenang.

Lapang pandangan yang mengecil dengan macam-macam

skotoma yang khas.

Penggaungan saraf optik.

Perjalanan penyakitnya yang lambat progresif.

27

Page 28: Titipan laporan RD

b. Glaukoma primer sudut tertutup

(Glaukoma kongresif akut, angle closure glaucoma, closed

angle glaucoma)

Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan

mendadak dari tekanan intra okuler, yang disebabkan

penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar iris,

sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus

melalui trabekula, menyebabkan : (Ilyas, 2011)

Meningginya tekanan intra okuler.

Sakit yang sangat dimata secara mendadak.

Menurunnya ketajaman pengelihatan secara mendadak.

Tanda-tanda kongesti dimata (mata merah, kelopak mata

bengkak).

Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit :

Bulbus okuli yang memendek.

Tumbuhnya lensa.

Kornea yang kecil.

Tebalnya iris. (Ilyas, 2011)

Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit :

Akomodasi.

Dilatasi pupil.

Lensa letaknya lebih kedepan.

Kongesti badan siliar. (Ilyas, 2011)

Glaukoma sudut tertutup akut

Diabetes mellitus telah dihubungkan dengan 1∕3 kasus

glaukoma neovaskular, 1∕3 kasus oklusi vena retina sentral,

dan kondisi yang beragam pada sisa 1∕3 nya lagi – dengan

penyakit oklusi karotis.(Ilyas, 2011)

Glaukoma neovaskular merupakan sebuah akibat yang

berpotensi merusak dari penyakit serius yang mendasari baik

28

Page 29: Titipan laporan RD

sistemik maupun okuler. Penyakit mata yang bertanggung

jawab untuk neovaskularisasi iris atau neovaskularisasi sudut

yang pada akhirnya menjadi glaukoma neovaskular hampir

selalu berupa iskemia alami. Faktor angiogenesis tersebar,

termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskuler, telah

terdeteksi pada retina dan vitreus manusia dan hewan di

bawah kondisi hipoksia, mengakibatkan pertumbuhan

pembuluh darah baru. Secara klinis tiga kondisi umum yang

bertanggung jawab untuk pembentukan glaukoma

neovaskular adalah retinopati diabetik, oklusi vena retina

sentral dan penyakit obstruksi arteri karotis. (Ilyas, 2011)

4. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Funduskopi

Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk

melihat anatomi interna dari mata. Pemeriksaan dengan oftalmoskop

dinamakan oftalmoskopi atau funduskopi.

Funduskopi dibedakan menjadi funduskopi langsung dan

funduskopi tidak langsung. Funduskopi langsung memberikan

gambaran normal atau tidak terbalik pada fundus okuli. Funduskopi

tak langsung memberikan bayangan terbalik, dan kecil, serta lapangan

penglihatan yang luas di dalam fundus okuli pasien.

Pada funduskopi, kita dapat melihat discus opticus, pembuluh

darah retina, macula lutea, dan gambaran lesi pada retina.

Funduskopi merupakan pemeriksaan pertama untuk retinopati

diabetikum. (Ilyas, 2012)

29

Page 30: Titipan laporan RD

Gambar 4.1.1. Retinopati DM Nonproliferatif derajat sedang dengan

edema makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan edema makula

dan perdarahan pre-retina (B). (Sitompul, 2011)

2. Slitlamp

Definisi

Adalah mikroskop binokular yang terpasang pada meja dengan

sumber cahaya khusus yang dapat diatur. Seberkas cahaya celah pijar

yang lurus dijatuhkan pada bola mata dan menyinari potongan sagital

optik mata. (Vaughan,2013)

Fungsi

a. Mengamati bagian anterior segmen mata. (detil-detil tepi palpebra

dan bulu mata, permukaan konjungtiva palpebra dan bulbaris,

lapisan air mata, kornea, iris dan aqueos )

b. Melalui pupil yang dilebarkan lensa kristalina dan humor viterous

dapat dilihat.

c. Pembesaran yang kuat mampu menampakan sel-sel abnormal

pada aquos seperti sel darah merah atau putih atau granul-grnaul

pigmen.(scaba L,2013)

Persiapan pemeriksa

a. Siapkan slitlamp, atur focus lensa dan dioptri sesuai keadaan dan

refraksi pemeriksa.

30

Page 31: Titipan laporan RD

b. Informed concern kepada penderita mengenai pemeriksaan dengan

slitlamp.

c. Persteujuan tindakan dari pasien.

d. Pasien disiapkan posisinya.

Prosedur

a. Tekan tombol POWER slitlamp dan monitor.

b. Redupkan lampu ruangan jika perlu

c. Bersihkan mata klien dengan kapas bersih

d. Minta klien untuk meletakkan dagu di tempat yang telah

disediakan pada slitlamp namun jika terlalu tinggi tekan DOWN

dan UP jika terlalu rendah.

e. Minta klien melihat fokus ke depan.

f. Dan arah ke alat ketitik mata yang diperlukan untuk mendapatkan

hasil.

g. Capture jika sudah mendapatkan hasil maka muncul di monitor.

(Sidarta,Ilyas.2011)

3. Pemeriksaan Tekanan Intraokuler

a. Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan palpasi

Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa

Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa

Teknik :

Mata ditutup.

Pandangan kedua mata menghadap kebawah.

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien.

Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang

kornea bergantian.

Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola

mata. (Bruce, 2006)

Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan dan di

samakan dengan lidah yang di tekan di pipi. Tinggi rendahnya

tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi,

31

Page 32: Titipan laporan RD

N+2 : lebih tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst.

(Hirano, 2010)

Keuntungan : cara ini sangat baik pada kelainan mata bila

tonometer tidak dapat dipakai atau sulit

Kekurangan : cara ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena

terdapat faktor subjektif. (Hirano, 2010)

b. Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan Tonometer Schiotz

Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan

permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada

sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan

menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan

tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan

tergantung beban tonometer. (Bruce, 2006)

Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain

0.5%)

Teknik :

Pasien diminta rileks dan tidur telentang.

Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak

merasa perih.

Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari,

jangan sampai bola mata tertekan.

Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer

Schiotz diletakkan pada permukaan kornea tanpa menekannya

Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15.

Apabila dengan beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang

dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr. (Bruce, 2006)

Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer

schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam mmHg. Pada

tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25

mmHg pasien menderita glaucoma. Pada glaukoma akut dapat

mencapai 40-80 mmHg (Hirano, 2010)

32

Page 33: Titipan laporan RD

Tabel 4.2.1 Tekanan bola mata. (Bruce, 2006)

Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita

myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi

karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan

tiroid.

Gamabar 4.2.1 Tonometer Schiotz (Bruce, 2006)

c. Tonometer aplanasi goldman

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra

ocular dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sclera dengan

mendatarkan permukaan kornea. Tekanan merupakan tenaga dibagi

dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata harus

diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan

jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann

jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10 dikonversi dalam

mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi tidak

diperhatikan kekakuan sclera karena pada tonometer ini

pengembangan dalam mata 0.5 mm 3 sehingga tidak terjadi

33

Page 34: Titipan laporan RD

pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz ,

pergerakan cairan bola mata sebanyak 7-14 mm3 sehingga

kekakuan sclera memegang peranan dalam penghitungan tekanan

bola mata. (Bruce, 2006)

Alat :

Slit lamp dengan sinar biru

Tonometer Aplanasi

Flouresein strip

Obat anastesi local

Teknik :

Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain

0.5%.

Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada

daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari

slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann.

Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp

dan dahinya tepat dipenyangganya.

Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan

10mmHg.

Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan.

Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran

pada kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar

berhimpit dengan bagian dalam.

Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang

member gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan

tersebut merupakan TIO dalam mmHg. (Bruce, 2006)

34

Page 35: Titipan laporan RD

Gambar

4.3.2.

Pembacaan Tekanan pada Tonometer Aplanasia. (Bruce, 2006)

Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah

dianggap menderita glaucoma. (Bruce, 2006)

Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah

dianggap menderita glaucoma. (Bruce, 2006)

Gambar

1.2.Tonometer Aplanasia. (Bruce, 2006)

KESIMPULAN

35

Page 36: Titipan laporan RD

Pak Sony seorang laki-laki datang dengan keluhan penglihatan menurun

dan sudah ke optik tetapi tidak menemukan kacamata yang cocok. Pak sony juga

mengeluh sering buang air kecil, sering merasa haus, sering merasa lapar,

kesemutan, dan merasa vitalitasnya menurun. Dari pengakuan pak Sony dengan

tidak menemukan kacamata yang cocok, menandakan bahwa pak Sony tidak

mengalami gangguan refraksi pada matanya. Dari keluhan yang lain menunjukkan

bahwa pak Sony juga mengalami hiperglikemia, hal ini dapat dipastikan dengan

melihat hasil pemeriksaan gula darah post prandial pak Sony yaitu 340 mg/dl.

Keluhan penurunan penglihatan pak Sony bisa diakibatkan karena

penyakit diabetes melitus yang dimiliki oleh pak Sony. Diabetes melitus yang

sudah kronis bisa mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah

intraokular, sehingga bisa mengakibatkan pecahnya pembuluh darah intraokular

yang bisa mengakibatkan gangguan penglihatan.

Dari hasil yang didapatkan diatas dapat ditentukan diagnosis bandingnya

antara lain retinopati diabetikum, katarak diabetes, dan glaukoma. Untuk

memastikan diagnosis utama perlu pemeriksaan penunjang antara lain funduskopi,

pemeriksaan tekanan intraokular, dan slitlamp.

SARAN

Hambatan

36

Page 37: Titipan laporan RD

1. Mahasiswa kurang termotivasi dalam mencari informasi sehingga referensi

yang didapat pun tidak bervariasi.

2. Waktu yang disediakan kurang sehingga masih ada masalah atau informasi

yang belum diselesaikan dan disampaikan.

3. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui

powerpoint sehingga terasa membosankan.

Harapan

1. Mahasiswa harus meningkatkan motivasinya dalam mencari inforasi.

2. Waktu yang disediakan seharusnya ditambah agar semakin banyak informasi

yang didapat.

3. Mahasiswa harus kreatif dalam membuat powerpoint agar tutorial tidak

membosankan.

DAFTAR PUSTAKA

37