astigmatism dan rd

48
PENDAHULUAN Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal. 2 Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi. 2.3 Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan radial keratotomy. 1

Upload: sicilia-eha

Post on 05-Jan-2016

258 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kelainan mata

TRANSCRIPT

Page 1: Astigmatism Dan RD

PENDAHULUAN

Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya

berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi

perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang

bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut

astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada

bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek dibanding

jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal.2

Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada

kornea dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan

lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter

anterior- posterior bola mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital

atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi.2.3

Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan

menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik

pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan

radial keratotomy.

TINJAUAN PUSTAKA

1

Page 2: Astigmatism Dan RD

Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis

pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih

dari satu titik.3

Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3

milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada

penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir

25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.3,4

Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,

jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi

miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90%

di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand

tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.

Anatomi Dan Fisiologi

2

Page 3: Astigmatism Dan RD

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan

didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau

globe namun bentuknya tidak bulat sempurna.

Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata,

otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita

berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada

daerah apeks dan optik kanal.1

Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri

atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan

panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media

penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan

benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan

bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi

atau istirahat melihat jauh.1,2

Fisiologi Refraksi

Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk

difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu

3

Page 4: Astigmatism Dan RD

bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya

(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan

(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan

lainnya misalnya : kaca, air. Ketika  suatu berkas cahaya masuk ke medium

dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga

berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium

baru pada tiap sudut selain tegak lurus.

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin

besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya

berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan).

Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea

dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu

masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena

perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan

densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi

kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah

berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan

mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus

diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum

bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai

retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari

benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari

sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)

dianggap sejajar saat mencapai mata.

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak

yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber

cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu

mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama.

4

Page 5: Astigmatism Dan RD

Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam jarak

yang sama),  harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.

Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3

Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4

i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar

adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,

sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan

pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa

pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.

Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan

kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta

akibat pembedahan kornea.

ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin

bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga

semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami

kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.

iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

iv. Trauma pada kornea

v. Tumor

Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang

yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu

bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.

5

Page 6: Astigmatism Dan RD

Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan

bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai

dengan adanya kelainan

penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini

dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

i. Astigmatisme With the Rule

Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada

bidang horizontal.

ii. Astigmatisme Against the Rule

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari

pada bidang vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi

sebagai berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias

6

Page 7: Astigmatism Dan RD

terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola

ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau

Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

7

Page 8: Astigmatism Dan RD

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A

berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini

adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak

dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y

menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 7. Astigmatisme Mixtus

8

Page 9: Astigmatism Dan RD

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus

rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul

keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.

Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat

mutlak diberikan kacamata koreksi.

Tanda Dan Gejala

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan

gejala-gejala sebagai berikut :

- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang

tinggi.

- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan

untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita

astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti

membaca.

- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan

mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk

memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

9

Page 10: Astigmatism Dan RD

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala

sebagai berikut :

- Sakit kepala pada bagian frontal.

- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya

penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau

mengucek-ucek mata.

Diagnosis

1) Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam

penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media

penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah

setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi

yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada

pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu

penglihatan.5

2) Uji refraksi

i. Subjektif

Optotipe dari Snellen & Trial lens

Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak

pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang

diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan

mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-

masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila

dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,

6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila

dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan

kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam

penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila

setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan

maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada

keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6

10

Page 11: Astigmatism Dan RD

ii. Objektif

- Autorefraktometer

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan

menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,

cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.

Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi

dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.

- Keratometri

Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius

kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan

sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam

penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam

penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan

menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring

astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis

juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu

lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.

Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis

juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan

juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa

11

Page 12: Astigmatism Dan RD

silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat

kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien

melihat jelas.7

Gambar 8. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop

Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.

Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada

astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme

irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.7,8

5) Javal ophtalmometer

Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,

diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8

12

Page 13: Astigmatism Dan RD

Terapi

1) Koreksi lensa

Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.

Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat

membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah

jelas.

2) Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih

dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan

menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan

standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan

pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka

dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak

maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

3) Bedah refraksi

Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9

· Radial keratotomy (RK)

Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.

Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah

hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman

dari insisi.

· Photorefractive keratectomy (PRK)

13

Page 14: Astigmatism Dan RD

Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada

pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah

photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.

Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya

lebih baik pada waktu sebelum operasi.

KESIMPULAN

Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam-

macam derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang

datang pada mata akan difokuskan pada berbagai macam fokus pula. Terdapat

berbagai macam astigmatisma, antara lain simple astigmatisma, mixed

astigmatisma dan compound astigmatisma.

Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun

gejala klinis dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi.

Pasien juga sering mengeluhkan penglihatan mendua atau melihat objek

berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada

mata.

Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa

terdapat juga pilihan bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan

Photorefractive keratectomy (PRK).

14

Page 15: Astigmatism Dan RD

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada

usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali

lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Resiko mengalami

retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada

waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakan, retinopati hanya ditemukan hanya

kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun prevalensi meningkat menjadi 40-50%

dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik.

Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakan, sekitar 25 % sudah menderita

retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20 tahun,

prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai

derajat. Retinopati diabetik nonproliferatif (NPDR/Nonproliverative diabetic

retinopathy) merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada retinopati

diabetik.

Retinopati diabetika merupakan penyebab utama kebutaan di Amerika serikat

pada pasien berumur 20-64 tahun. Kira-kira 80% kebutaan pada umur 20-64 tahun

disebabkan oleh retinopati diabetik. Prevalensi kebutaan oleh karena retinopati

diabetik di Indonesia adalah 52,3%. Meskipun retinopati diabetik tidak dapat

dicegah dan disembuhkan secara total, banyak kasus kebutaan dapat dihindari

oleh karena kemajuan manajemen terapi diabetes melitus dan retinopati diabetik.

Diagnosis awal, pengobatan yang intensif dan kontrol rutin merupakan hal yang

sangat diperlukan pada pasien diabetes, dimana dapat mengurangi resiko kebutaan

15

Page 16: Astigmatism Dan RD

secara signifikan. Pengobatan yang intensif untuk mengontrol konsentrasi gula

darah sampai batas normal telah terbukti dapat menurunkan resiko

berkembangnya retinopati diabetik sebanyak 76 persen. Kebutaan yang

disebabkan oleh retinopati diabetik dapat dicegah setiap tahunnya jika dideteksi

secara dini. Oleh karena itu, perlu waktu yang optimal untuk terapi sebelum

pasien mengeluhkan gejala penglihatan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Retina

Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel

saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada

jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar

ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea.

Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler

retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke

dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel.

Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada

membran sel yang terletak di antara keduanya. Dalam keadaan normal,

perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1

sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai

20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur

kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi

kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis

berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler

agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama

lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis

membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein

16

Page 17: Astigmatism Dan RD

dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluoresensi yang digunakan

untuk diagnosis penyakit kapiler retina.

B. Jaras Visual

C. Retinopati Diabetik

1. Definisi

Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang

ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati diabetes merupakan

penyulit penyakit diabetes yang paling penting. Hal ini disebabkan karena

insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes

dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan.

2. Etio-patogenesis

Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum

diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemia yang berlangsung

lama dianggap sebagai faktor risiko utama. Ada 3 proses biokimiawi yang

terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan dengan timbulnya

retinopati diabetik yaitu jalur poliol, glikasi nonenzimatik, dan

pembentukan protein kinase C. Selain pengaruh hiperglikemia melalui

17

Page 18: Astigmatism Dan RD

berbagai jalur metabolisme, sejumlah faktor lain yang terkait dengan

diabetes mellitus seperti peningkatan agregasi trombosit, peningkatan

agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan

faktor pertumbuhan, diduga turut juga berperan dalam timbulnya retinopati

diabetik.

a) Jalur Poliol

Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi

berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol,

dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari

senyawa poliol ialah tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan

tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa poliol

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan

morfologi maupun fungsional sel.

b) Glikasi Nonenzimatik

Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat

(DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas

enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal

bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.

c) Protein Kinase C

Protein Kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap

permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan

proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di

retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari

diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.

3. Patofisiologi

Perubahan histopatologi kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai

dari penebalan membrana basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel

18

Page 19: Astigmatism Dan RD

dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit

dapat mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan 5 proses

dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu:

1) Pembentukan mikroaneurisma

2) Peningkatan permeabilitas pembuluh darah

3) Penyumbatan pembuluh darah

4) Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di

retina

5) Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan

iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen

darah. Kebutaan akan retinopati diabetik dapat terjadi melalui beberapa

mekanisme berikut:

1) Edema makula atau nonperfusi kapiler

2) Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferatif dan

kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment)

3) Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina

dan vitreus

4) Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma

Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati proliferatif dan

merupakan penyebab utama dari kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi

dari jaringan fibrovaskular yang menyebabkan ablasio retina (terlepasnya

lapisan retina) juga merupakan salah satu penyebab kebutaan pada

retinopati diabetik proliferatif

4. Klasifikasi

Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan

mikrovaskular retina dan ada atau tidak adanya pembentukan pembuluh

darah baru di retina. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research

Group (ETDRS) membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan

proliferatif. Pertemuan Airlie House membagi retinopati diabetik atas 3

stadium yaitu stadium nonproliferatif, preproliferatif, dan proliferatif.

19

Page 20: Astigmatism Dan RD

Retinopati diabetik digolongkan sebagai retinopati diabetik nonproliferatif

(RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.

Kelainan fundus pada RDNP dapat berupa mikroaneurisma atau kelainan

intraretina yang disebut intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

akibat peningkatan permeabilitas kapiler. Penyumbatan kapiler retina akan

menimbulkan hambatan perfusi yang secara klinik ditandai dengan

perdarahan, kelainan vena dan IRMA. Iskemia retina akibat hambatan

perfusi akan merangsang proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular).

Neovaskular merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif (RDP).

a) Retinopati diabetik nonproliferatif

1) Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,

mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.

2) Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa

dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau

IRMA.

3) Retinopati nonproliferatif berat: terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan

mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau

IRMA pada 1 kuadran.

4) Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati

nonproliferatif berat.

b) Retinopati diabetik proliferatif

1) Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal

adanya neovaskular pada diskus (new vessels on disc [NVD]) yang

mencakup < ¼ dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau

vitreus; atau neovaskular dimana saja di retina (new vessels elsewhere

[NVE]) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

2) Retinopati proliferatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor

risiko sebagai berikut:

ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina

ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus

pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼

diskus

20

Page 21: Astigmatism Dan RD

perdarahan vitreus.

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap

adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2

gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan

resiko tinggi.

Klasifikasi menurut Bagian Mata FK UI/RSCM:

- Derajat I. Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada

fundus okuli.

- Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan

atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.

- Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,

terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.

5. Gambaran Klinis

Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata,

dimana ditemukan pada retina:

a) Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah

vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat

pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurismata merupakan

kelainan diabetes mellitus dini pada mata

b) Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya

terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior. Perdarahan terjadi

akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurismata, atau karena

pecahnya kapiler.

c) Dilatasi pembuluh darah balik (vena) dengan lumennya irregular dan

berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi

hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan

kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

21

Page 22: Astigmatism Dan RD

d) Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya

khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permukaan eksudat

pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang

dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan

lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.

Penemuan klinis pada Retinopati diabetic nonproliferative termasuk

mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan exudat lemak.

e) Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia

retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna

kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi

daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic retinopathy.

22

Page 23: Astigmatism Dan RD

1. Perdarahan flame-shaped2. Soft exudate3. Cotton wool spots4. Mikroaneurisma

f) Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan.

Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah.

Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam kelompok-

kelompok, dan bentuknya irregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang

berat pada retinopati diabetes. Mula-mula terletak di dalam jaringan retina,

kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya

neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan

retina, perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan badan kaca.

Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi

jaringan ganglia dan perdarahan.

g) Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah

makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.

h) Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera

hilang bila diberi pengobatan.

23

Page 24: Astigmatism Dan RD

Penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien dengan NPDR adalah edema macula. Edema macula disebabkan oleh adanya kebocoran vaskuler

dan ischemia.

Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris, dan progresif,

dengan 3 bentuk:

a) Back ground: mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik, serta edema

sirsinata.

b) Makulopati: edema retina dan gangguan fungsi makula

c) Proliferasi: vaskularisasi retina dan badan kaca

24

Page 25: Astigmatism Dan RD

6. Diagnosis

Diagnosis retinopati diabetik ditegakan berdasarkan anamnesis,

gejala klinis dan pemeriksaan oftalmologi.

Pada anamesa harus ditanyakan mengenai lamanya mederita

diabetes militus, riwayat penggunaan obat diabetes militus, riwayat

penyakit sitemik lain seperti ginjal, kelainan profil lipid, kadar gula darah

dan HbA1c terakhir. Gejala klinis seperti keluhan tajam penglihatan,

distorsi penglihatan, dan pandangan kabur.

Pada pemeriksaan oftalmologi baik direk maupun indirek. Adanya

perdarahan, eksudat, mikroaneurisma dan abnormalitas vena dapat terlihat

dengan jelas.

Pemeriksaan FFA (fundal fluorescein angiografi) merupakan

metode diagnosis yang paling dipercaya dan juga sangat bemanfaat dalam

mendeteksi kelainan mikrovaskuler.

Pemeriksaan FFA (fundal fluorescein angiografi) dengan

penyuntikan fluoresen 10% intravena sebanyak 10 cc, zat warna tersebut

akan menunjukkan titik-titik kebocoran kapiler pada foto yang dibuat

secara berurutan. Pembuluh darah yang terisi kontras flouresens, terlihat

perdarahan seperti bercak gelap pada angiografi, sedangkan pada sisi kanan

terdapatnya kerusakan pembuluh darah retina yang disebut darah non

perfusi atau iskemik retina.

25

Page 26: Astigmatism Dan RD

7. Penatalaksanaan

Pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus

dilakukan secara untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan

juga untk memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan

retinopati diabetik ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen.

Retinopati yang ditemukan pada stadium awal seringkali tidak memerlukan

terapi, tetapi cukup dengan pengawasan secara berkala. Pengobatan

dianjurkan untuk menghentikan proses kerusakan retina dan bila mungkin

memperbaiki tajam penglihatan.

Fokus pengobatan pada pasien retinopati diabetik non proliferasi

tanpa edema makula adalah pengobatan hiperglikemia dan penyakit

sistemik lainnya. Sedangkan untuk terapi retinopati diabetik proliferasi

biasanya di indikasikan pengobatan laser fotokoagulasi yang secara

bermakna menurunkan kemungkinan perdarahan massif korpus vitreum dan

pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan pada sebagian kasus

dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut.

Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokuler yang

disebabkan oleh perdarahan viterum diabetes pada pasien binokular adalah

dengan membiarkan terjadinya resolusi spontan dalam beberapa bulan.

1. SINAR LASER FOTOKOAGULASI

Sinar laser bermanfaat untuk mengobati retinopati diabetika,

pengobatan ini sangat efektif untuk menutup pembuluh darah yang bocor.

Dalam prosedur ini sinar laser yang berkekuatan energi tinggi difokuskan

ke bagian retina yang rusak. Fotokoagulasi laser ditujukan untuk

mengurangi kebocoran pembuluh darah akibat mikroaneurisma, mengablasi

pembuluh darah yang tersumbat, dan secara tidak langsung mengurangi

risiko neovaskularisasi. Risiko kehilangan penglihatan dapat dikurangi

sampai dengan 50%

26

Page 27: Astigmatism Dan RD

Pada mata dengan CSME, Early Treatment Diabteic Retinopathy

Study (Penelitian Penanganan Dini Retinopati Diabetik) menunjukkan

bahwa laser fotokoagulasi makula mengurangi resiko kehilangan

penglihatan moderat dengan persentasi lebih 50%. Fotokoagulasi makula

untuk CSME melibatkan penanganan laser fokal untuk mikroaneurisma

yang bocor dan laser fotokagulasi berpola garis pada edema makula difus.

Suatu uji klinik berskala besar yang dilakukan National Institutes of

Health di Amerika serikat jelas menunjukan bahwa pengobatan

fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,

sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan

edema makula.

Indikasi terapi laser fotokoagulasi :

- Retinopati non proliferatif dengan edema makula dan tajam penglihatan

menrun.

- Pre Retinopati diabetik proliferatif paling tidak tiga gejala klinis

- Retinopati diabetik proliferatif dengan atau tanpa komplikasi

- Perdarahan vitreus

- Retinopati diabetik non priliferatif dengan katarak

- Penderita dengan kontrol diabetes yang tidak baik

- Retinopati diabetik non proliferatif pada salah satu mata yang mengalami

progresivitas

Komplikasi laser fotokoagulasi

- Penurunan sensitivitas terhadap cahaya

- Penurunan tajam penglihatan perifer

- Penururnan tajam penglihatan waktu malam hari

- Skotoma parasternal dan sentral

- Fibrosis submakula

- Pelebaran sikatriks jejas laser

- Perdarahan khorioretina

27

Page 28: Astigmatism Dan RD

Ada tiga terapi fotokoagulasi dengan laser yaitu :

a. Scatter (panretinal) photocoagulation, dilakukan pada kasus dengan

kemunduran visus yang cepat dan untuk menghilangkan neovaskuler pada

saraf optikus dan permukaan retina atau pada sudut chamber anterior.

b. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma di fundus posterior

yang mengalami kebocoran untuk mengurangi atau menghilangi edema

makula

c. Grid photocoagulation, suatau teknik pengguanaan sinar laser dimana

pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema.

Mata kanan sebelum dilakukan laser panretinal

Mata kiri setelah dilakukan laser panretinal

28

Page 29: Astigmatism Dan RD

2. INJEKSI ANTI-VEGF INTRAVITREAL

Dengan menyuntikkan zat anti perdarahan kedalam bola mata,

diharapkan pembuluh darah baru yang terbentuk akan mengalami

penyusutan.

.

3. VITREKTOMI

Vitrektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan bius

umum dikamar operasi. Jika perdarahan banyak, dapat dilakukan operasi

untuk membuang darah tersebut.Viterktomi dini perlu dilakukan pada

pasien yang mengalami kekeruhan vitreus dan yang mengalami

neovaskularisasi aktif, vitrektomi juga dapat membantu bagi pasien dengan

neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi

fibrovaskular.

Dalam hal ini vitreus yang penuh darah akan dikeluarkan dan

diganti dengan cairan jernih. Sekitar 70 % pasien yang menjalani operasi

bedah vitrektomi mengalami perbaikan yang signifikan pada

penglihatannya. Penentuan waktu operasi pada masing-masing pasien

tergantung derajat kerusakan pada mata dan pada kondisi mata yang satu

lagi. Hal pertama dan penting untuk pengobatan adalah mengontrol kadar

gula darah sehingga tetap berada dalam rentang nilai normal. Dengan

demikian, keparahan penyakit dapat dihindari. Pada retinopati yang

mengalami perdarahan dapat dilakukan focal laser treatment untuk

menghentikannya.

Indikasi viterktomi

- Ablasio retina

- Perdarahan vitreus setelah fotokoaglasi

- Retinopati diabetik proliferasi berat

- Perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.

29

Page 30: Astigmatism Dan RD

8. Prognosis

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang

bermakna akan memiliki prognosa lebih buruk dengan atau tanpa terapi

laser, dari pada mata dengan edema dan perfusi yang realtif baik.

30

Page 31: Astigmatism Dan RD

9. Pencegahan

Metode pencegahan retinopati diabetik saat ini meliputi kontrol

glukosa darah, kontrol tekanan darah,masalah jantung, obesitas harus

dikendalikan dan diperhatikan.

Kontrol glukosa darah yang baik merupakan dasar dalam mencegah

timbulnya retinopati diabetik atau memburuknya retinopati diabteik yang

sudah ada. Hasil penelitian dari DCCT dan UKDS tersebut memperlihatkan

bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat

mencegah terjadinya retinopati secara sempurna, namun dapat mengurangi

resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik

yang sudah ada. Secara klinik kontrol glukosa darah yang baik dapat

melindungi visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi

fotokoagulasi dengan sinar laser.

31

Page 32: Astigmatism Dan RD

PENUTUP.

Retinopati termasuk salah satu komplikasi mikrovaskuler dari diabetes.

Retinopati diabetik suatu mikroangiopati progresif yang ditandai dengan

kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus darah retina.

Retinopati diabetik dapat dibagi diklasifikasikan menjadi tipe

proliferatif, nonproliferatif, Tipe nonproliferatif ringan ditandai minimal 1

mikroaneurisma. Tipe nonproliferatif sedang ditandai mikroaneurisma luas,

perdarahan intraretinal (flame-shaped hemorrhage), permukaan vena yang

tidak rata (venous beading). Dapat ditemukan cotton wool spots.Tipe

nonproliferatif berat ditandai dengan adanya cotton wool spots, venous

beading, dan abnormalitas mikrovaskuler intraretinal.

Yang membedakan berat dan sedang adalah adanya perdarahan

intraretina di ke-4 kuadran, venous beading di 2 kuadran, atau

abnormalitas mikrovaskuler intraretinal di 1 kuadran. Yang membedakan tipe

proliferatif dan nonproliferatif  adalah adanya neovaskularisasi pada retina

atau adanya perdarahan vitreous.

Untuk membantu daignosis pada retinopati diabetik dapat digunakan

pemeriksaan FFA (fundal fluorescein angiografi) yang bermanfaat dalam

mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik.

Terapi foatokoagulasi dengan menggnakan laser dapat memperkecil

resiko penurunan penglihatan dan meningkatkan kemungkinan perbaikan

fungsi penglihatan.

32

Page 33: Astigmatism Dan RD

DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme, 2003; 344-346.

2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.

3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell Publishing, 2003; 20-26.

4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.

5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.

6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.

7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th

Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101[Diakses tanggal 28 Juni 2011]

10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrez[Diakses tanggal 26 Juni 2011]

11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez

12. Ilyas Sidarta, Prof. Dr. H, Sp.M, Ilmu Penyakit mata. Edisi 3. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta 2005

13. Rahmawati RL.Diabetik Retinopati.Medan : Ilmu Penyakit Mata FK USU

H.Adam malik.2007.4-7

14. Vaughan DG, Asbury T,Eva PR. Oftalmologi umum. Edisi ke 14. Jakarta :

Widya Medika. 2000.

33