bab ii konsep rukyah a. pengertian dan dasar hukum...
TRANSCRIPT
14
BAB II
KONSEP RUKYAH
A. Pengertian dan Dasar Hukum Rukyah
1. Pengertian Rukyah
a. Definisi rukyah secara etimologi
Secara etimologi rukyah berasal dari kata رأى يرى رأيا artinya
“melihat”1 الرؤية artinya : penglihatan mata.2 dalam kamus al-Munjid
dituliskan ورئيانا, ورأة, ورؤية, رأيا, يرى, رأى yang berarti نظر
4 Rukyah secara.(melihat dengan mata atau akal) 3.يالعني او بالعقل
harfiyah berarti melihat, arti yang paling umum ialah, melihat dengan
mata kepala.5
b. Definisi rukyah secara terminologi
Ketika kita berbicara tentang rukyah maka secara istilah kita
akan berbicara tentang rukyatul hilal. Para ulama’ dalam memberikan
definisi rukyah sangat bervariasi.
Menurut Muhyidin, rukyah ialah tampaknya hilal yang dilihat
oleh mata telanjang di lapangan pada hari ke 29 bulan sya’ban atau
1 Husin Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia, Bangil: Yayasan
Pesantren, 1991, hlm. 117. 2 Ibid. 3 Louis Ma’luf, al-Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, hlm. 1036 4 Ahmad Warson Munawwir, kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997,
hlm.1433 5 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 130.
15
bulan Ramadhan.6 Rukyah secara umum dapat dikatakan sebagai
pengamatan terhadap hilal, sesuai dengan sunnah nabi, rukyah
dilakukan dengan mata telanjang.7
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan rukyah
ialah melihat bulan dengan mata kepala sesudah terbenam matahari
pada hari 29 bulan sya’ban.8
2. Dasar Hukum Rukyah
Penentuan awal bulan Hijriyah didasarkan pada adanya rukyatul
hilal (bulan sabit / bulan tanggal satu).9 Allah SWT menetapkan puasa
berdasarkan peredaran bulan dengan dilatarbelakangi sejumlah hikmah
dan sebab.10 Seperti penegasan Al-Qur’an :
) 189: البقرة..... (يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…… (Q.S. Al-Baqarah : 189).11
Ayat ini mengandung pengertian bahwa penentuan awal bulan
dengan menggunakan terbit bulan sabit, menunjukkan adanya prinsip
kemudahan, karena mudah tercermati oleh orang awam sekalipun.
6 Muhyidin, Problematika Penetapan Awal Bulan Qomariyah, PP Lajnah Falakiyah PBNU
Diklat Nasional II Hisab dan Rukyah, Jepara: 2002, hlm. 1. 7 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisan Dan Rukyat Telah Syari’ah, Sains Dan Teknologi,
Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 41. 8 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op Cit., hlm. 20. 9 Ghazalie Masroeri, Kebijakan PBNU Dalam Menentukan Awal Bulan Qomariyah,
Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Nasional II Hisab dan Rukyah, Jepara: 2002, hlm. 3. 10 Yusuf al-Qardlawi, Fiqh Puasa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000, hlm. 34 11 Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta: LPIQ, 2003, hlm.46
16
Berbeda apabila berdasarkan pada peredaran Matahari, maka sungguh sulit
menentukan awal bulan karena matahari bentuknya selalu sama.12
Terbitnya hilal sebagai dasar penentuan awal bulan Qomariyah telah
dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dengan sistem rukyah (observasi)
dalam berbagai haditsnya tentang penentuan awal bulan Ramadhan,
Syawal dan Dzulhijjah, Rasulullah saw bersabda:
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم صوموا لرؤيته : وعن أىب هريرة قال
.13 )رواه البخاري(وافطروا لرؤيته فإن غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثالثني
Dari Abu Hurairoh berkata: Rasulullah saw bersabda: berpuasalah kamu karena terlihat hilal dan bertukarlah (berhari-rayalah) kalian karena terlihat hilal. Kemudian jika awan menutupi kalian, maka sempurnakanlah bilangan sya’ban itu 30 hari (HR. Bukhori dari Abu Hurairah )
الناس اهلالل فأخربت تراى: عن عبد اهللا بن عمر رضي اهللا عنهما قال
رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أىن رأيت اهلالل فصام وأمر الناس بصيامه
14) رواه ابو داود والدار قطىن وابن حبان(
Dari Abdullah bin Umar beliau berkata: orang-orang berusaha melihat hilal (ru’yatul hilal bil fi’li) lalu saya beritahu Rasulullah saw memerintahkan orang-orang agar berpuasa (HR. Abu Dawud, ad-Daru Quthni dan ibnu Hibban)
12 Ghozali Masroeri, Op. Cit. 13 Muammal Hamidy. Etc., Terjemahan Nailul Author Himpunan Hadits-Hadits Hukum,
Surabaya, PT. Bina Ilmu, t.t. hlm. 1253. lihat, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Op.Cit. 14 Ibid
17
B. Latar Belakang Rukyah
Pokok pangkal penanggalan umat Islam dengan inayat illahiyah
(wahyu) Rasulullah telah memperbaiki penanggalan-penanggalan bangsa
Arab. Rasulullah memperbaiki penanggalan-penanggalan itu secara bertahap.
Pada tahun ke-2 hijrah, rasulullah mengubah apa yang telah dibiasakan
orang arab dalam menentukan bilangan ganjil (1,2,3) berbilang 30 hari,
sedang bulan-bulan yang genap (2,4,6) berbilang 29 hari. Inilah yang berlaku
dalam kalangan bangsa arab, khususnya di Madinah.15
Pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijrah, Allah menurunkan Ayatush
shiyam (Qs: Al-baqarah:183) dan Rasulullah menjelaskan ayat-ayat itu
dengan sabdanya: shumu li ni’yatihi wa afthiru li ru’yatihi: berpuasalah kamu
sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu (berhari- rayalah kamu) sesudah
melihat bulan.
Dijelaskan lagi dalam sabdanya: laa tashumu hattaa tarawul hilala
wala tufthiru hatta tarahu: janganlah kamu berpuasa hingga melihat hilal dan
janganlah kamu berbuka (berhari raya) sehingga kamu melihatnya. 16
Pada malam sabtu 30 sya’ban tahun ke-2 hijrah. Para sahabat berusaha
melihat bulan sesudah terbenam matahari. Mereka tidak dapat melihatnya,
karena itu Rasulullah mengharuskan para sahabatnya menyempurnakan
sya’ban 30 hari. Ramadhan tahun itu berakhir pada hari sabtu, yang berarti
15 Tengku A.H.Ash- Shidiqy, Op. Cit. hlm. 7 16 Ibid., hlm. 8
18
Nabi berpuasa sebanyak 29 hari (dari ahad ke ahad). Pada petang ahad itu
para sahabat melihat bulan agak tinggi. 17
Dengan ketetapan tersebut, Nabi menandaskan bahwasanya permulaan
bulan Qomariyah adalah berhadapnya cahaya bulan ke permukaan bumi
sesudah keluar dari persembunyiannya yang dapat dilihat sesudah terbenam
matahari.
Dengan ketetapan itu permulaan bulan menurut agama Islam, ialah hari
yang didahului oleh maghrib sesudah dapat melihat hilal. Dan permulaan hari
menurut Islam , adalah dari terbenamnya matahari ke terbenamnya matahari.
Tegasnya, malam mendahului siang. Sebelum itu bangsa Arab, ada yang
memandang permulaan hari dari terbitnya matahari ke terbitnya matahari, ada
yang memandang dari terbenamnya matahari ke terbenamnya matahari. Ada
pula dari tergelincirnya matahari.
Nabi saw. membatalkan penetapan bangsa Arab dalam menghadapi
bulan, satu genap dan satu ganjil. Menurut ketetapan Islam, bulan-bulan itu
mungkin 4 kali berturut-turut 30 hari dan mungkin 3 kali berturut 30 hari.
Orang-orang arab menjadikan bulan sekali genap, sekali ganjil, terkecuali
bulan Dzulhijjah yang di dalam tahun Basithah mereka menjadi 29 hari. Inilah
perbaikan pertama.18
Pada tahun 10 hijrah, di kala Nabi melaksanakan haji wada’, Nabi
menandaskan di dalam khutbahnya di padang Arafah bahwa tahun Qamariyah
terdiri dari 12 Bulan, 4 bulan diantaranya dinamakan bulan haram (bulan
17 Ibid 18 Ibid., hlm. 9
19
mulia). Dan pada saat itu bulan-bulan Qomariyah itu telah disesuaikan
keadaannya seperti di masa Ibrahim as. dan anaknya.
Arab Quraisy kira-kira 200 tahun sebelum Islam, telah jauh
menyimpang dari kebenaran dan telah memasukkan perpanjangan tahun
(kabisat) yang tidak teratur kepada tahun-tahun mereka, yaitu mereka
menjadikan satu tahun sama dengan 13 bulan, setiap mereka menghadapi
musim panas di masa haji. Bahkan mereka memindahkan bulan-bulan haram
ke bulan-bulan yang sesudahnya dikatakan nasi’ apabila mereka ingin
berperang dalam bulan-bulan haram itu. Karenanya rusaklah waktu-waktu
ibadah.
Islam tidak membenarkan perpanjangan tahun, menjadikannya 13
bulan, dan tidak membenarkan nasi’. Maka tahun 10 hijriyah itu, merupakan
tahun mengakhiri penanggalan-penanggalan yang keliru. Dan pada tahun itu
bersesuaian kembali semua penanggalan.19
C. Aliran-aliran Pemakaian Rukyah
1. Aliran rukyah bil fi’li
Dalam wacana rukyah pada dasarnya dalam mazhab rukyah terdapat
beberapa mazhab-mazhab kecil yang mempunyai perbedaan-perbedaan
prinsipil.
a. Dalam pemahaman Mathla’ 20
Dalam pemahaman mahtla’, terjadi perbedaan menentukan
wilayah. Ada yang berpendapat bahwa hasil rukyah di suatu tempat
19 Ibid., hlm. 10 20 Matla’ adalah tempat / garis terbitnya hilal.
20
berlaku untuk seluruh dunia dan ada yang berpendapat hasil rukyah di
suatu tempat hanya berlaku bagi suatu daerah kekuasaan.21
Dari dua pendapat ini, menurut al-Laits yakni: 22
1. Pendapat Jumhur Ulama’
Jumhur ulama’ berpendapat mathla’ itu tidak menjadi
perhatian. Apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan,
wajiblah puasa atas semua negeri.
Jika adanya hilal telah diakui di suatu wilayah maka wajib
puasa atas seluruh penduduk wilayah tersebut, baik yang dekat
dengan tempat terlihat tersebut maupun yang jauh jika mereka
telah menerima berita tersebut lewat jalan yang mewajibkan puasa.
Dalam hal ini, perbedaan mathla’ (tempat / garis terbitnya hilal)
tidaklah dipertimbangkan sama sekali. Demikian menurut ulama’
Hanafi, Maliki dan Hambali.23
Sedangkan menurut mazhab Syafi’i, jika adanya penglihatan
hilal telah diakui di suatu wilayah, wajib atas penduduk dari semua
penjuru yang berdekatan dengan wilayah tersebut untuk berpuasa
berdasarkan penglihatan tersebut. Dekat ditentukan oleh kesamaan
mathla’, dimana jarak keduanya lebih sedikit dari 24 farsakh,
21 Tengku Muhammad Hasbi Asy Shiddieqy, Pedoman Puasa,Semarang: PT.Pustaka Rizki
Putra,1997, hlm.62 22 Abdurrahman Al Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al Madzahibi Al-Arba’ah, Dar al-Fikr: Beirut, 1987.
diterjemah oleh Husni Syawie, Jakarta: PT. Lentera Basri Tama,1998, hlm.35 23 Ibid, hlm. 35
21
penduduk tempat yang jauh tidaklah wajib berpuasa berdasarkan
penglihatan tersebut karena berbedanya mathla’. 24
2. Pendapat segolongan kecil ulama’
Pendapat segolongan kecil ulama tersebut berpegang
kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan at-
Turmudzi dan Kuraib, hadits ini menetapkan, bahwa apabila
telah pasti rukyatul hilal di suatu negara, wajiblah puasa di
negara itu dan negara yang dekat dengannya segaris lurus tidak
negeri-negeri yang lain.
Para ulama’ dalam menanggapi hadits Kuraib ini
mempunyai beberapa pendapat. Pendapat-pendapat itu telah
dijelaskan satu persatu oleh al-Hafidh Ibnu Hajar al-Atsqalani
dalam kitab Fathul Bari, antara lain ialah:25
Pertama, yang diikhtibarkan bagi penduduk suatu negeri
hanyalah rukyah mereka sendiri, tidak dapat mereka ikuti
rukyah negeri lain. Inilah pendapat Ikrimah, al-Qasim Ibnu
Muhammad, Salim dan Ishaq. Demikianlah pendapat mereka
berempat ini menurut nukilan Ibnu Mundzir.
Kedua: tidak wajib atas penduduk suatu negeri menerima
rukyah lain, terkecuali dibenarkan oleh khalifah (kepala
negara), karena seluruh daerah yang dibawah kekuasaannya
dipandang satu negeri. Demikianlah pendapat Ibnu Majisun.
24 Ibid., hlm. 36 25 Tengku M. H. Asshidiqy, Op. Cit. hlm. 63
22
Ketiga: jika negeri-negeri itu berdekatan satu sama lain,
dipandang satu negeri. Jika berjauhan, tidaklah wajib diikuti
rukyah itu oleh negeri-negeri yang lain. Inilah pendapat yang
dipilih Abu Thoyib dari kalangan Syafi’iyah dan Asy-Syafi’i
sendiri menurut nukilan al-Baghawy.26
Pada persoalan mathla’ inilah terdapat beberapa aliran/
mazhab yakni: pertama, rukyah lokal, yaitu menetapkan
wilayah terlihatnya hilal di tempat tersebut hanya berlaku bagi
satu daerah kekuasaan hakim yang menisbatkan hasil rukyah
tersebut. Pemikiran ini terkenal dengan rukyah fi wilayatil
hukmi. Sebagaimana pemikiran yang selama in dipegangi oleh
NU27 (Nadlatul Ulama’).28
Kedua, Rukyah global yaitu hasil Rukyah di suatu tempat
berlaku untuk seluruh dunia. Dengan argumentasi bahwa hadits
hisab rukyah khitabnya ditujukan pada seluruh umat Islam di
dunia, tidak dibedakan oleh perbedaan geografis. Pemikiran ini
yang terkenal dengan rukyah internasional yang dianut oleh
Hizbut Tahrir. 29
b. Dalam Pemahaman Keadilan.
26 Ibid., hlm. 64 27 NU merupakan organisasi masyarakat Islam di Indonesia yang menganut faham Rukyah
fi Wilayatil Hukmi 28 Ahmad Izzudin, Op. Cit. hlm. 76-77 29 Ibid., hlm. 76
23
Dalam hal ini pemahaman rukyah, yakni melihat hilal harus
ditetapkan melalui kriteria seseorang yang melihat. Oleh karena itu
dalam menetapkan terdapat rincian beberapa Imam mazhab. 30
Pertama: mazhab Hanafi, bulan qomariyah ditetapkan dengan
kesaksian dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Demikianlah
bila langit berpenghalang, seperti mendung dan yang seperti itu. Jika
langit cerah, maka haruslah dengan penglihatan orang banyak, orang
yang memberi kesaksian harus mengucapkan kata-kata “aku bersaksi”.
Sebagian ulama Hanafi menganggap sah, bila dilihat oleh orang
banyak, dengan ketentuan bila cuaca terang. Sebab, bila cuaca terang,
tentu banyak orang yang dapat melihatnya. Berbeda sekiranya cuaca
tidak terang, dianggap sah walaupun dilihat oleh seorang saja.31
Kedua: mazhab Maliki, hilal qomariyah ditetapkan dengan
penglihatan dua orang adil atau orang banyak yang sedemikian rupa
sehingga mustahil adanya kesepakatan berdusta dan pemberitahuan
mereka memberi keyakinan. Tidaklah disyaratkan bahwa mereka
harus merdeka, tidak juga harus laki-laki.32
Ketiga: mazhab Syafi’i, kesaksian satu orang adil cukup untuk
menetapkan hilal Qomariyah, orang yang memberi kesaksian harus
mengatakan “aku bersaksi” lafal ini disepakati oleh para ulama dari
tiga mazhab, selain ulama Maliki.
30 Abdur Rahman Al-Jaziri, Op. Cit , hlm. 38 31 Ali Hasan, Tuntunan Puasa Dan Zakat, jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.
21. 32 Op Cit, hlm. 38.
24
Keempat: mazhab Hambali, dalam penetapan bulan qomariyah,
tidaklah diterima selain dua orang adil yang memberikan kesaksian
dengan lafal “aku bersaksi”.33
2. Aliran Rukyah Bil Il’mi
a. Pengertian rukyah bil ilmi
- Secara etimologi
Rukyah bil ilmi disebut juga rukyah bil aqli dan sering disebut
hisab. Pengertian hisab sendiri berasal dari bahasa arab, yaitu:
حسب حيسب salah satu bentuk masdar (derivasi) dari حساب
35. Hisab itu sendiri(menghitung) 34 عده yang berarti حساب
berarti hitung36, maka ilmu hisab identik dengan ilmu hitung.
1) Kata hisab yang berarti perhitungan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 86:
ا بأحسن منها أو ردوها إن الله كان على وإذا حييتم بتحية فحيو
)86:النساء(كل شيء حسيبا
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa), sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan segala sesuatu.37
2) Kata Hisab yang berarti memeriksa.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Insyiqoq ayat 8
33 Ibid, hlm. 39. 34 Louis Ma’luf, Al-Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1996, hlm. 132 35 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, hlm.
904. 36 Ibid, hlm. 56 37 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta: LPIQ, 2003, hlm. 73.
25
)8:االنشقاق(فسوف يحاسب حسابا يسريا
Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.38
3) Kata hisab yang berarti pertanggung jawaban. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat al-An’am ayat: 69
ملهى لعذكر لكنء ويش من ابهمحس قون منتي لى الذينا عمو
)69:األنعام(يتقون
Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas mereka, akan tetapi kewajiban mereka ialah mengingatkan agar mereka bertaqwa.39
- Secara Terminologi
Ketika kita berbicara tentang hisab atau rukyah bil ilmi maka
secara terminologi kita akan berbicara tentang ilmu hisab. Para
ulama’ dalam memberikan definisi ilmu hisab sangat bervariasi.
Namun jika diteliti lebih lanjut dari bermacam-macam definisi
yang diungkapkan mereka, ternyata terdapat persamaan terutama
dalam kajiannya. Oleh karena itu penulis akan ungkapkan
beberapa pendapat mereka tentang ilmu hisab.
Moedji Raharto mendefinisikan bahwa rukyah bil ilmi (ilmu
Hisab) dalam arti khusus adalah cara penentuan awal bulan Islam
38 Ibid., hlm. 471 39 Ibid., hlm. 108
26
atau cara memprediksi fenomena alam lainnya seperti gerhana
bulan dan gerhana matahari.40
Ichtiyanto mendefinisikan ilmu hisab dengan suatu ilmu
pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan yang
dalam bahasa Inggris disebut arithmatic. Oleh karenanya ilmu
falak dam ilmu faraidl41 termasuk ke dalam ilmu hisab. Hal
tersebut karena hal yang paling dominan dalam kedua ilmu
tersebut adalah menghitung, melakukan perhitungan-perhitungan.42
Dari definisi tersebut jelas bahwa ilmu falak dan ilmu faraidl
termasuk dalam ilmu hisab. Dari sini pula kita simpulkan bahwa
ilmu falak adalah ilmu hisab, tetapi ilmu hisab bukan tentu ilmu
falak saja. Namun yang terjadi dalam masyarakat khususnya
masyarakat Indonesia hanya mengenal bahwa falak lah yang
dimaksudkan dengan istilah ilmu hisab. Bahkan ada yang
menganggap bahwa ilmu falak adalah nama lain dari ilmu hisab.
Dengan alasan bahwa penamaan ilmu pengetahuan tersebut dengan
ilmu falak karena obyek dari ilmu itu adalah falak (lintasan
bintang-bintang)43 juga dinamakan ilmu hisab karena aktivitas
40 Moedji Raharto, “Astronomi Islam Dalam Perspektif Astronomi Modern” dalam Moedji
Raharto, (ed) Gerhana, kumpulan tulisan Moedji Raharto, Lembang Pendidikan Dan Pelatihan Hisab Rukyah Negara-Negara, MABIMS: 2000. hlm,. 105.
41 Ilmu Faraidl adalah suatu disiplin ilmu dalam agama Islam yang khusus mempelajari tentang bagian-bagian ahli waris dan cara-cara melakukan perhitungan dan pembagian harta warisan.
42 Ichtiyanto, Al Manak Hisab Rukyah, Jakarta : Badan Hisab Rukyah, 1981, hlm. 229. lihat, John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1992, hlm. 37.
43 Louis Ma’luf, Op. Cit,. hlm. 549
27
yang paling dominan dalam ilmu tersebut adalah melakukan
perhitungan-perhitungan.
Zubair Umar al-Jaelani dalam kitab al-Khulashoh al-
Wafiyyah memberikan definisi tentang ilmu hisab dengan ilmu
yang lebih terkenal dengan sebutan ilmu falak, yang orang Yunani
menyebutnya dengan astronomi (dalam bahasa arab diterjemahkan;
hukum bintang-bintang). Ilmu tersebut terbagi ke dalam tiga
bagian; washfiy (deskriptif) thabi’iy (astrologi) dan ‘amaly
(astromekanik)” 44
Dari sini terlihat bahwa beliau tidak membedakan antara
ilmu hisab dengan ilmu falak.
Pendapat lain menyatakan bahwa ilmu falak atau kosmografi
adalah suatu bagian dari ilmu bumi pasti yang bertujuan
mempelajari tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
benda-benda langit, Matahari, Planet-planet dan benda-benda
langit lain.45
Sedangkan definisi falak menurut Ichtiyanto adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari lintasan benda langit, seperti
Matahari, Bulan, Bintang-bintang dan benda-benda langit tersebut.
Dalam bahasa Inggris di sebut dengan practical astronomy.46
44 Untuk mendapatkan definisi ketiga kategori tersebut baca selengkapnya dalam Zubair
Umar al-Jaelani, al-Khulashoh al-wafiyah, Surakarta: Melati, tt, hlm. 3-4. 45 M.S.L. Toruan, Ilmu Falak, Semarang: Banteng Timur, 1960, hlm. 5 46 Ichtiyanto, Op. Cit., hlm. 245
28
Dari definisi-definisi di atas disimpulkan bahwa terdapat
banyak istilah yang digunakan untuk menyebut ilmu falak,
diantaranya adalah ilmu hisab kosmografi dan practical astronomi.
Semua istilah tersebut pada dasarnya, fokus dan obyek kajiannya
adalah sama yaitu fenomena, gerakan, peredaran, posisi dan orbit
benda-bend langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan
benda-benda langit lainnya.
Ada bermacam-macam istilah ilmu pengetahuan yang
mempelajari benda-benda langit lain:
1) Astronomi : Ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda
langit secara umum.
2) Astrologi : Ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda
langit kemudian dihubungkan dengan tujuan
mengetahui nasib atau untung seseorang.
3) Astrofisika : Cabang dari astronomi yang menerangkan benda-
bend langit dengan cara, hukum-hukum, alat dan
teori ilmu fisika.
4) Astrometrik : Cabang dari astronomi yang kegiatannya
melakukan pengukuran terhadap benda-benda
langit dengan tujuan antara lain untuk mengetahui
ukuran dan jarak antara satu dengan lainnya.
29
5) Astromekanik: Cabang dari astronomi yang antar lain
mempelajari gerak dan gaya tarik benda-end langit.
Dengan cara. Hukum dan teori mekanika.
6) Kosmografi : Cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
benda-benda langit dengan tujuan untuk
mengetahui data dari seluruh benda-benda langit.47
b. Dasar hukum Rukyah bil ilmi / bil aqli
Ada beberapa dalil (argumen) baik dalil naqli maupun dalil aqli
yang dijadikan landasan dan dasar hukum tentang eksistensi dan
aplikasi ilmu hisab dalam menentukan waktu-waktu syar’i. Adapun
dalil-dalil tersebut antara lain:
• Firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat: 5
لتعلموا عدد هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل
)5: ينوس .... ( السنين والحساب
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-nya manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. 48 Pada ayat ini, kata kerja “ditetapkan” (qaddara) sama dengan asal
kata (mustaq) yang dipakai dalam hadits Bukhori dan Muslim. Jadi
maksud ayat tersebut jika langit mendung, tertutup awan maka
47 Ichtiyanto, Op. Cit., hlm. 221. lihat Noor Ahmad SS, Makalah Hisab Syamsiyah /
Qomariyah, Pelatihan Nasional II Hisab dan Rukyah, 2002, hlm 1. 48 Departemen Agama RI, Op. Cit. hlm. 306
30
perhituganlah yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan
Qomariyah. 49
• Firman Allah SWT dalam surat al-An’am ayat :96 :
قديرت انا ذلكبسح رالقمو سمالشكنا ول سل الليعجاح وبالإص فالق
)96:األنعام (.العزيز العليم
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang maha kuasa lagi maha mengetahui. 50
• Firman Allah SWT dalam surat ar-Rahman ayat:5
) 5:الرمحن(الشمس والقمر بحسبان
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. 51
Dan masih terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang lain yang
menyinggung masalah bulan, bintang dan mata hari seperti surat al-
Isra’: 12, al-Baqarah:189, al-Hijr:16 Yasiin:38 dan lain-lain.
Dengan semua ayat-ayat tersebut al-Qur'an memuat pesan
bahwa hisab (perhitungan dengan berdasarkan pada posisi-posisi
benda langit) dapat digunakan untuk menentukan waktu-waktu yang
digunakan sebagai landasan ibadah.
Hadits-hadits nabi yang membicarakan tentang hisab memang
sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan hadits-hadits yang
49 Sebagaimana yang dinukil oleh Farid Ruskanda dari Imam Ibnu Qudamah. Lihat Farid
Ruskanda, 100 Masalah Hisab Dan Rukyah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 87 50 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 111 51 Ibid, hlm. 425
31
membicarakan rukyah. Hal tersebut dikarenakan ilmu hisab terutama
hisab hakiki pada waktu nabi Muhammad saw belum mengalami
perkembangan yang pesat bahkan belum dikembangkan sama sekali.
Namun demikian terdapat beberapa hadits yang menyinggung tentang
ilmu hisab, antara lain:
• Hadist riwayat Bukhari:
عن نافع عن عبد اهللا بن عمر رضي اهللا عنهما أن رسول اهللا صلى اهللا
ال تصوموا حىت تروا اهلالل وال : عليه وسلم ذكر رمضان نقال
52 )يرواه البخار (تفطروا حىت تروه فان غم عليكم فاقدروا له
Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw menjelaskan bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda; janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan juga jangan berbuka (berhari-raya) sebelum melihatnya lagi. Jika tertutup awan maka perkirakanlah. (HR. Bukhori)
• Hadist riwayat Muslim:
: اهللا أن عبد اهللا بن عمرو رضي اهللا عنهما قال حدثين سامل بن عبد
رأ بتموه فصوموا إذا: مسعت رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يقول
.53 ) رواه سلم (فان غم عليكم فاقدروا له رأ يتموه فافطروا واذا
Salim bin Abdillah bercerita kepadaku bahwa Abdillah bin Umar berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: jika kamu melihat hilal maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya kembali maka berbukalah, jika tertutup oleh awan maka perkirakanlah (HR. Muslim)
52 Muhammad Ibnu Ismail al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, Juz III, Beirut: Dar al-Fikr tt,
hlm. 34 53 Abu Hisain Muslim bin Al- Hajaj, al-Jami’u al-Shahih, Juz III, Beirut: Dar al-Fikr, tt,
hlm. 122
32
Terhadap kata kerja Iqduru (perkirakanlah) dalam hadits
tersebut diatas, sebagian menafsirkan dengan “maka gunakanlah ilmu
hisab”. Sehingga dengan hadits-hadits ini ilmu hisab diperoleh sebagai
salah satu alternatif dalam menentukan awal bulan Qomariyah selain
rukyah bi al-fi’li, atau jika rukyah tersebut tidak berhasil.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Rusyd bahwa
sebagian ulama’ salaf menukil suatu riwayat yang menjelaskan bahwa
jika hilal tidak bisa terlihat karena mendung maka yang diberlakukan
untuk mengawali ibadah puasa adalah hisab.54
c. Sejarah perkembangan rukyah bil ilmi (ilmu hisab)
1) Ilmu hisab pra Islam
Menurut catatan sejarah, orang yang pertama kali mengamati
dan menganalisa benda-benda langit adalah nabi Idris a.s.55
Sehingga oleh karenanya beliau dianggap sebagai peletak ilmu
falak (ilmu perbintangan) yang pertama.
Pengetahuan tentang nama-nama hari dalam satu minggu
sebenarnya telah ada sejak 5000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa.
As. Penamaan tersebut didasarkan pada nama-sama benda langit,
seperti: matahari untuk nama hari ahad, bulan untuk bari senin,
Mars untuk hari selasa, Mercurius untuk hari rabu, Jupiter untuk
54 Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurtubi, Bidayah al-Mujtahid, Beirut: Dar al-Fikr,
tt, hlm. 120. lihat juga keterangan yang serupa dalam Muhammad bin Khalaf al-Ubay, Ikmalu Ikmali al-Mu’alim, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994, hlm. 11
55 Zubair Umar Al-Jaelani, Op. Cit, hlm. 5
33
hari kamis, Venus untuk hari jum’at, dan Saturnus untuk hari
sabtu.56
Kerajaan Romawi yang lahir pada tahun 753 sebelum masehi
telah menggunakan tarikh yang didasarkan pada perjalanan
matahari. Tahun lahirnya kerjaan Romawi inilah kemudian
dijadikan oleh Numa Pompilius sebagai dasar dalam permulaan
perhitungan kalender Syamsiyah.57 Bangsa Romawi pula yang
membagi satu tahun atas beberapa bulan. Mereka juga memberi
nama terhadap bulan-bulan tersebut. Adapun nama-nama bulan
tersebut yakni bulan yang ke-7 dinamakan September, bulan yang
ke-8 dinamakan dengan Oktober, bulan yang ke-9 dinamakan
Nopember dan bulan yang ke-10 dinamakan bulan Desember
sedangkan nama bulan selain yang disebutkan tadi, dinamakan
berdasarkan nama-nama Dewa yang mereka sembah,58 kecuali
bulan juli dan Agustus. Karena kedua bulan itu dinamakan oleh
kaisar mereka saat berkuasa yaitu Julius Caesar dan kaisar
Agustinus.
Ketika Julius Caesar (100-44 SM) memerintahkan Romawi atas
saran dan petunjuk salah seorang nasehatnya yang pandai dalam
bidang ilmu hisab (Astronom Iskandariyah), Sosigenes, ia
56 Tahtawi al-Jauhary, Tafsir al-Jawahir, Juz VI, Kairo: Dar al-Kutub al-‘Arabiyah,
1340 H, hlm. 16-17 57 Syuhudi Ismail, Op. Cit., hlm. 8 58 M.S.L. Toruan, Pokok-Pokok Ilmu Falak, Semarang: Banteng Timur, 1960, hlm. 104
34
mengoreksi tarikh Pompilius. Dan ia pun menanamkan salah satu
bulan dengan namanya yaitu bulan Juli.
Dalam koreksinya ia merubah tarikh pompilius dengan
mengundurkan nya sebanyak tiga bulan. Yaitu bulan Juni 46 SM
diundurkan menjadi bulan Maret 46 SM. Alasannya adalah bahwa
menurut penelitian, perjalanan pada bulan juni 46 SM
sesungguhnya masih dalam bulan maret 46 SM. Kemudian tarikh
yang disusun oleh Julius ini akhirnya di kenal dengan sebutan
tarikh Julian.
Dalam sistem Tarikh Julian, jumlah hari dalam setahun
ditetapkan sebanyak 365 hari. Angka tersebut diperoleh dari
pembulatan waktu gerakan bumi dalam mengitari matahari
sebanyak 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. (365 ¼ hari atau
365 h 6 j ). Oleh karena itu maka tiap-tiap tahun jumlah hari
berkurang sebanyak ¼ hari. Agar perhitungan ini tetap maka
ditetapkan setiap 4 tahun sekali ditambahkan satu hari pada bulan
Februari, sehingga menjadi 29 hari. Inilah yang disebut dengan
bulan kabisat. Dan tahun yang dapat dibagi empat dinamakan tahun
kabisat.
Namun demikian, jika diteliti lebih cermat, dalam ketetapan
penanggalan tersebut masih terdapat kekurangan. Karena dengan
pembulatan 365 h 6 j maka tiap-tiap tahun terdapat kekurangan
sebesar 11 menit 14 detik. Dalam masa 128 tahun kekurangan
35
tersebut berjumlah satu hari. Sehingga dalam ratusan tahun,
kekurangan akan menjadi semakin besar.
Oleh karena itulah maka pada tahun 1582 M, atas saran
Klafius, Paus Gregorius XIII memerintahkan agar diadakan koreksi
terhadap penanggalan Julian, ternyata penanggalan pada waktu itu
terlambat 10 hari. Yaitu sejak 325 M (namun pada tahun tersebut
sudah pernah diadakan koreksi yaitu penambahan tanggal sebanyak
3 hari). Maka Paus Gregorius menetapkan penanggalan diajukan
sebanyak 10 hari, yakni setelah hari kamis tanggal 4 Oktober 1582
M dilanjutkan dengan hari jum’at dengan tanggal 15 Oktober 1582
M.
Agar kesalahan tersebut tidak terjadi berulang-ulang, maka
ditetapkan juga bahwa tahun abad yang tidak dapat dibagi 400,
tidak di hitung sebagai tahun kabisat. Seperti tahun 1700, 1800,
1900, 2100 dan seterusnya. 59
Dari koreksi itulah maka penanggalan tersebut dinamakan
dengan tarikh menurut anggaran Gregorius. Dan penanggalan
tersebut berlaku sampai sekarang. Namun sekarang setelah diteliti
ternyata terdapat kelemahan-kelemahan pada penanggalan ini.
2) Ilmu hisab Islam
Kedatangan agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad
SAW telah melapangkan dan memperluas jalan bagi perkembangan
59 Ibid, hlm. 103, baca juga Slamet Hambali, Al-Manak Sepanjang Masa, Semarang: IAIN
Walisongo, 1979, hlm. 1-2
36
ilmu pengetahuan universal dalam aspek-aspek kehidupan manusia.
Orang-orang arab-lah yang pertama kali menetapkan metode ilmiah
sehingga dari sinilah ilmu pengetahuan-pun berkembang dan
mengalami kemajuan dari masa ke masa.
Pada zaman awal Islam, ilmu hisab memang belum
berkembang, terutama hisab awal bulan. Hal tersebut dibuktikan
dengan sabda Nabi Muhammad SAW :
: لم انه قال عن ابن عمر رضي اهللا عنهما عن النيب صلى اهللا عليه وس
)رواه البخاري .... .... . (أنا أمة أمية ال نكتب وال حنسب
“Dari Ibnu Umar r.a., dari Nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya beliau bersabda: kami adalah umat yang ummi yang tidak dapat menulis dan menghitung (tidak mengetahui ilmu hisab)…… (HR. Bukhori).60
Namun demikian mereka telah mampu memberikan nama-
nama tahun sesuai dengan kejadian yang dianggap paling
monumental seperti tahun gajah, tahun kenabian, tahun izin, tahun
kesusahan dan lain sebagainya.61
Hingga pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau
menetapkan sistem penanggalan baru yang digunakan kaum
muslimin di seluruh dunia dalam melaksanakan ibadah.
60 Bukhori, Op Cit., hlm. 35. 61 Sriyatin Shadiq, “Perkembangan Hisab Rukyat dan Penetapan Awal Bulan Qomariyah,”
dalam Muamal Hamidy, Op Cit., hlm. 58.
37
Penetapan tersebut terjadi pada tahun 17 H, tepat pada tanggal
20 Jumadil akhir 17 H.62 tahun tersebut dinamakan tahun hijriyah.
Perhitungan tahun tersebut dimulai dari hari hijrahnya Nabi
Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.
Perhitungan tahun hijriyah dilatarbelakangi oleh pengangkatan
beberapa gubernur pada pemerintahan Umar, diantaranya
pengangkatan Abu Musa al-Asyari sebagai gubernur Basrah surat
pengangkatannya berlaku mulai bulan Sya’ban. Kemudian karena
tidak jelas bulan Sya’ban tahun yang mana, apakah tahun ini,
apakah tahun depan atau tahun kemarin. Dari sinilah sahabat Umar
merasa perlu menghitung dan menetapkan tahun Islam, lalu Umar
mengundang para sahabat untuk bermusyawarah tentang masalah
ini.
Tahun hijriyah dihitung mulai dari hijrahnya nabi Muhammad
saw dari Makkah ke Madinah dan perhitungan tahun ini didasarkan
pada peredaran bulan. Menurut perhitungan hasil hitungan hisab,
nabi Muhammad saw masuk kota madinah pada hari senin tanggal
9 Rabiul Awal yang bertepatan dengan 20 september 622 M
sehingga 1 hijriyah di tetapkan pada hari kamis tanggal 15 Juli 622
M.
62 Slamet Hambali, Op Cit., hlm. 5.
38
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, ilmu hisab
mengalami perkembangan pesat, sebagaimana ilmu pengetahuan
yang lain. Masa-masa inilah zaman keemasan Islam.
Pada abad ke-2 Hijriyah dan ke-3 H, para astronom muslim
telah membuat risalah tentang astrolabel datar, astrolabel sferis. 63
dan jam matahari (sub dial) seperti al-Biruni yang telah berhasil
menciptakan sebuah kalender roda gigi. Dengan alat tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui posisi matahari dan bulan pada hari
tertentu.
Terdapat beberapa ulama’ ahli astronomi yang berhasil
menciptakan alat (instrumen) yang terdiri atas dua jam matahari
sistem polar dan sistem equatorial, alat tersebut dapat kita jumpai di
perpustakaan Awqaf di Allepo. Sebuah risalah penting yang ditulis
pada abad ke tujuh hijriyah (13 M) oleh astronom Kairo: Abu Lai
al-Marakusyi yang merupakan kitab ikhtisar intisari instrumen-
instrumen astronomi Islam. 64
Pada abad ke tujuh hijriyah (13 M) kegiatan keilmuan
astronomi berkembang pesat. Peninggalan nama-nama pada istilah
astronomi (seperti Zenit, Nadir, Azimut, al-Mucantar) nama bintang
(seperti Rigel, Betelguesse, Aldebaran, Vega. Dsb). Berbagai buku
63 Astrolabel adalah alat yang dapat digunakan untuk pengamatan bintang-bintang dari tepat
yang berbeda dan bahkan dapat digunakan untuk menentukan waktu terbit, terbenam titik kulminasi bintang dan matahari dan juga menentukan benda-benda langit saat tertentu. Saat modern sekarang ini alat tersebut dikembangkan menjadi GPS (Global Position System) dan teodalit.
64 Ahmad Y Ali Hasan & Donald R Hill, Islamic Teknologi; An Illustrated History, terjemahan: Yuliani Liputo “Teknologi Dalam Sejarah Islam” Bandung: Mizan, 1993, hlm. 94-96
39
astronomi (seperti Karya al-Battani, Nasiruddin al-Thusi, Kitabu al
Mial dan Kitabu al-Ta’dil al-Muhkam) observatorium –
observatorium non optik (seperti Maraghi : 657 H / 1259 M, Ulugh
Beyk di Samarkand: 823 H / 1420 M di Istambul), tabel-tabel
astronomi (21j) seperti tabel astrolabe al-Fargani dan lain-lain.
Semua itu merupakan jejak sejarah keilmuan astronomi pada zaman
Islam.65
Kemudian dari sinilah ilmu hisab hakiki takribi mengalami
perkembangan. Hisab ini didasarkan pada Zij yang dibuat oleh
Ulugh Beyk cucu Holagho Khan dari Timur Lenk.
3) Ilmu hisab di Indonesia
Sebelum para penjajah dan agama Islam masuk ke Indonesia
bangsa Indonesia sudah mempunyai sistem penanggalan tersendiri
yaitu penanggalan (tarikh) jawa atau sering disebut tahun saka.
Tarikh Saka dimulai pada than 14 maret 78 M, yaitu ketika
Raja Prabu Syaliwahono (Ajisaka) yang mendirikan kerajaan
Hindia di Hindia Muka menaiki Tahta. Dahulu tahun jawa itu
didasarkan pada tarikh Syamsiyah (solar calender), akan tetapi
pada masa kerajaan Mataram berkuasa, Sri Sultan Muhammad yang
terkenal dengan sultan Agung Aryo Krokusumo, ia merubah tahun
saka itu menjadi tahun Qomariyah (lunar calender). Perubahan itu
65 Muهji Raharto, Astronomi Islam dalam Prespektif Astronomi Modern” dalam Moedji
Raharto, Op. Cit., hlm 8. baca juga Sriyatin Shadiq, Op Cit., hlm. 60-64, dan ahmad Y. Hasan & Donald R. Hill Loc. Cit.
40
terjadi pada tahun 1555 tahun jawa (1043 H/ 1633 M), tepatnya 8
juli 1633 M / 1 Muharram 1043 H. 66
Pada abad ke-17 sampai 19 masehi pemikiran hisab di
Indonesia tidak bisa terlepas dari pemikiran hisab negara-negara
Islam lain bahkan tradisi ini masih terlihat pada awal abad ke-20
dan pada masa itu hisab yang paling dominan adalah hisab hakiki
takribi yang dipelopori oleh kitab Sullam al-Nayyirain.
Namun, dengan semakin canggihnya teknologi dan ilmu
pengetahuan manusia semakin maju, maka ilmu hisab-pun
mengalami perkembangan pesat. Dimana data-data bulan dan
matahari tercatat semakin akurat. Di mana data-data bulan dan
matahari tercatat semakin akurat. Pencatatan tersebut menggunakan
komputer yang canggih. Sebagaimana data bulan dan matahari
yang tercatat oleh American Ephemeris, Almanak Nautika.
Dari sinilah maka muncullah hisab hakiki, tahkiki dan hisab
kontemporer, di Indonesia hisab hakiki kontemporer dipelopori
oleh Sa’adoeddin Djambek.
66 H.G. Holander, Beknopt Leerboekje der Cosmografie, Terjemahan: 1 Made Sugita “ Ilmu
Falaq”, Jakarta: J.B. Woltres, Groningen, 1951, hlm. 93. Lihat Ahmad Syifaul Anam, Study Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyah dalam Kitab al-Wasiyah dengan Metode Haqiqi Bi Al-Tasqiq, Skripsi Sarjana. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm. 33.