studi analisis hisab awal bulan kamariah...

167
STUDI ANALISIS HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT KH. MUHAMMAD HASAN ASY’ARI DALAM KITAB MUNTAHA NATAIJ AL-AQWAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah Oleh: M A S R U R O H 082111082 KOSENTRASI ILMU FALAK FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

Upload: vuongxuyen

Post on 18-Feb-2018

308 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

STUDI ANALISIS HISAB AWAL BULAN KAMARIAH

MENURUT KH. MUHAMMAD HASAN ASY’ARI

DALAM KITAB MUNTAHA NATAIJ AL-AQWAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah

Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah

Oleh:

M A S R U R O H

082111082

KOSENTRASI ILMU FALAK

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

ii

iii

iv

v

M O T T O

Dialah yang menjadikan Matahari bersinar, dan Bulan bercahaya, serta ditetapkan

manzilah-manzilah bagi perjalanannya, supaya kamu mengetahui bilangan tahun

dan perhitungan (hisab).

1

vi

PERSEMBAHAN

Dalam kehidupan yang penuh dengan rintangan, kuarungi samudra Illahi

yang tanpa batas dalam suka dan duka. Kudapatkan ilmu yang dititipkanNya

kepadaku, sehingga dengan ilmu yang kuperoleh aku berharap dapat merajut

benang kebahagiaan dunia dan akhirat, dan dalam perjalanan yang aku tempuh

selama ini, semua itu tidak akan pernah lepas dari orang-orang yang senantiasa

memberikan kasih sayangnya dan juga doanya.

Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada orang-orang yang selalu hadir

dan mengharap keridhaan Illahi Rabbi, buat mereka yang menemaniku dalam

suka dan duka :

“Tidak ada mutiara yang indah selain pujian atas kehadirat Allah SWT yang

senantiasa memberikan rahmat, cinta dan hidayahNya, dan selalu memberikan

yang terbaik dalam setiap langkah hidupku”

o Ayah dan Bundaku tercinta (Umri dan Urifa) yang senantiasa

menjaga dengan penuh kasih sayang, menasehati dan mengingatkan

akan perjalananku untuk mencapai impian sejatiku, serta doa restu

yang tak pernah luput disenandungkan

o Saudara-saudaraku yang kusayangi (Kak Maskuri, kak Rozi dan kak

Zainul) serta seluruh keluargaku tercinta, yang meringankan

bebanku untuk mengejar impian, dan selalu berusaha untuk

membahagiakan dan memberi yang terbaik buat aku

o Guru-guruku (Bapak KH. Su’udil Azka, Aba Humed, Bapak

Muhaya, Aba Bakun dan Aba Mashuri) terimakasih atas petuahnya

dan bimbingan rohaninya

Semoga kalian semua selalu berada dalam rahmatNya, dalam

genggamanNya dan menjadikan hidupnya penuh dengan keberkahan.

Ami n ya Rabb….

vii

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung

jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang telah pernah

ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi

satupun pemikiran-pemikiran orang lain,

kecuali informasi yang terdapat dalam

referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Deklarator

M A S R U R O H

NIM.082111082

viii

ABSTRAK

Di Indonesia banyak ulama falak yang mengabadikan karyanya dengan

dibukukanya berbagai sistem perhitungan untuk penentuan awal bulan kamariah,

waktu salat, arah kiblat dan juga gerhana. Salah satunya hisab awal bulan

kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal yang disusun oleh

KH.Muhammad Hasan Asy’ari. Kitab ini merupakan kitab pertama di Indonesia

yang menggunakan rumus segitiga bola dan logaritma yang disusun untuk

mengetahui posisi bulan (tidak hanya pada posisi hilal pada tanggal 29 atau awal

bulan), sehingga dalam kitab tersebut tidak ada perhitungan ijtimak, tidak terdapat

konversi Hijriah-Masehi, akan tetapi oleh Departemen Agama kitab ini termasuk

kategori kitab haqiqi bi al-tahqiqi. Ada beberapa data yang tidak terdapat dalam

kitab tahqiqi lainya seperti koreksi dhamimah, dan kitab ini juga pernah digeser

dengan kitab Sullam al-Nayiraiin dalam penggunaanya. Oleh karena itu penulis

tertarik untuk menkaji: 1) Bagaimana metode hisab awal bulan kamariah dalam

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ?; 2) Bagaimana verifikasi hasil metode hisab

awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ?; 3) Bagaimana

kelebihan dan kekurangan hisab awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal kaitanya dengan perkembangan ilmu falak modern?.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan

mengambil sumber data primer yaitu kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, dan teknik

pengumpulan data terdiri atas dokumen dan wawancara. Untuk menganilisis data

penulis menggunakan metode analisis dengan pendekatan deskriptif analitis yaitu

untuk menggambarkan bagaimana pola perhitungan yang ada dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal, sehingga analisis data yang digunakan adalah Content

Analysis. Di sisi lain penulis juga menggunakan analisis verifikatif yaitu dengan

menguji beberapa metode hisab penentuan awal bulan kamariah dari kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal dengan menkomparasikan kitab yang setara seperti

Khulashah al-Wafiyah, dan juga metode hisab kontemporer yaitu ephimeris guna

untuk mengetahui sejauh mana hasil penentuan awal bulan kamariah dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem hisab yang terdapat

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak terdapat perhitungan ijtimak karena

ada beberapa data Matahari yang tidak dicantumkan, tidak melalui proses taqribi,

tidak ada konversi, ada penambahan koreksi dhamimah dan juga disertai

perhitungan gurub. Hisab ini dinilai cukup akurat untuk dijadikan pedoman dalam

penentuan awal bulan kamariah. Hasil perhitungan kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal mendekati dengan hasil perhitungan tahqiqi yang lain seperti yang ada

dalam kitab Khulashah al-Wafiyah, akan tetapi kitab ini masih dibawah ephimeris

atau hisab kontemporer. Secara tidak langsung, meskipun menggunakan data-data

abadi tetapi kitab ini masih relevan dan masih bisa dijadikan pertimbangan dalam

penentuan awal bulan kamariah dengan kekurangan dan kelebihan (keunikan

tersendiri) dari sistem kitab tersebut.

Key words : Hisab Awal Bulan Kamariah, KH.Muhammad Hasan Asy’ari,

Muntaha Nataij al-Aqwal.

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang,

yang telah memberikan nikmat serta taufik dan hidayahNya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan dan penulis sanjungkan

kepada nabi akhir zaman nabi besar Muhammad SAW sang pemberi syafa’at

kelak di akherat nanti, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang

menjaga, dan menyebarluaskan agama Islam hingga berkembang sampai saat ini.

Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah

Menurut KH. Muhammad Hasan Asy’ari dalam Kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal”, disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Walisongo Semarang.

Dalam penulisan karya ilmiah ini tentunya penulis tidak berdiri dengan

sendirinya, dan tidak terlepas dengan campur tangan orang lain, dalam arti

penyusunan karya ilmiah ini tidak hanya sebatas jerih payah penulis secara lahir,

akan tetapi informasi, motivasi dan bimbingan dari pihak lain yang sangatlah

berarti bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ucapkan terimakasih sebanyak-

banyaknya terutama kepada:

1. Kedua orang tua penulis serta segenap keluarga atas segala doa serta

curahan kasih sayang yang begitu besar, sehingga terlalu sempit jika hanya

dilukiskan dengan kata-kata

2. M.Arifin S.Ag,M.Hum sebagai pembimbing I, dan Ahmad Syifaul Anam

M.Si sekaligus pembimbing II. Terimakasih atas arahanya dan

masukkanya dalam penyelesaian skripsi ini

x

3. PD Pontren Kementrian Agama RI yang telah memberi bantuan, motivasi

dan kesempatan untuk menerima beasiswa guna untuk menimba ilmu yang

setinggi-tingginya

4. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang (Dr.H. Imam Yahya,

M.Ag) dan Pembantu-Pembantu Dekan yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas

untuk belajar dari awal hingga akhir

5. Drs.H. Eman Sulaeman, MH., selaku Ketua Prodi Konsentrasi Ilmu Falak

2007-2011 (KIF), Dr.H. Arja Imroni M.Ag (Ketua prodi 2011-dst) beserta

staf-stafnya yang telah bersusah payah memberikan arahan dan motivasi

sepenuhnya kepada penulis.

6. Ketua Jurusan dan sekretaris jurusan Ahwal al-Syakhsiyah serta Para

Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, yang

telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi

7. Pimpinan Perpustakaan Institut dan fakultas yang telah memberikan

pelayanan guna untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah khususnya

penulisan skripsi ini

8. Keluarga Besar PP.Sidogiri, PP.Besuk, PP.Sabilul Muttaqin, dan yayasan

Ma’arif Asy’ari. Khususnya Bapak KH. Abdurrahaman Syakur, Bapak

Tholhah Ma’ruf dan Bapak Hasan beserta ahli waris KH. Muhammad

Hasan Asy’ari Ibu Muzayanah, Bapak Muzakkin, Dr.Slamet Hambali

M.Si, Prof Thomas Djamaluddin, Bapak Hendro Setyanto, Pak Aqil Fikri,

Gus Mujab dan mas Fadholi. Terimakasih atas informasi yang diberikan,

dan bantuan do’anya. Mereka semua adalah orang-orang yang

memberikan pengetahuan baru tentang ilmu falak

9. Keluarga Besar PP. Nurul Huda, PP.Tarbiyatut Tholabah Kranji, dan PP.

Da run Naja h Jerakah Tugu Semarang. Khususnya kepada alm. KH.

Muhammad Muhyiddin, alm. KH. Muhammad Baqir Adlan, KH. Su’udil

Azka, KH. Sirodj Khudhori dan Dr.H.Ahmad Izzuddin, M.Ag yang telah

xi

menyalurkan banyak ilmunya kepada penulis dan juga terimakasih atas

do’a-do’anya

10. Drs.H.Maksun,M.Ag, selaku dosen wali yang selalu memberikan masukan

dan wejangan yang sangat berharga

11. Semua teman-teman di Fakultas Syari’ah, teman-teman Falak (2007, 2009,

2010, 2011) khususnya angkatan 2008 TOGETHER, serta segenap

teman-teman yang ada di pondok Da run Naja h khususnya pondok

putri selatan (mbak Imut, ayuk Hesti, Mbak Eni, mbk Latifa, Ani, Minda,

Wahdah, mbak Beka, mbak Ayuk, mbak Adah, teh Anis, mbak Inung,

Nely, Kiki, Dedek Hanik, Alif, Rini, Himmah, Atik, Irfi, dan juga Nisa’),

arek2 TABAH. I love u all

12. Buat teman saya (Mambaul Hikmah) sekeluarga, terimakasih banyak atas

bantuan dan pelayanan yang istemewa selama saya berada di Pasuruan

13. Sahabat-sahabatku (Mas Hanif terimakasih atas pengorbananya, Khotib,

Babe Mufid, Nachink Iyank Iyunk, Azmi, Farin, Nanik, dan cak Khotim)

terimakasih banyak atas bantuan do’anya, dan buat orang yang

memberikan aku semangat serta dorongan moril Mika Ustadzi, thank you

so much & you are the best my friends

Harapan dan do’a penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari

semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini diterima

Allah SWT. serta mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis

mengharap saran dan kritik konstruktif dari pembaca demi sempurnanya skripsi

ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

nyata bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Semarang, 28 Februari 2012

M A S R U R O H

NIM. 082111082

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN MOTTO ................................................................................... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iii

DEKLARASI ................................................................................................. iv

ABSTRAK .. ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... .. 1

B. Permasalahan…. ..................................................................... .. 11

C. Tujuan Penulisan .................................................................... .. 12

D. Manfaat Penelitian …………………………………………… 13

E. Telaah Pustaka ……………………………………………….. 13

F. Metode Penelitian ................................................................... .. 15

G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................... .. 20

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB

A. Pengertian dan Diskursus Hisab dalam Sumber Hukum Islam.. 22

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hisab……...……………………... 32

C. Pendapat Ulama Tentang Hisab …… .................................... … 40

D. Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah……………………...46

xiii

BAB III : HISAB AWAL BULAN KAMARIAH DALAM KITAB

MUNTAHA NATAIJ AL-AQWAL

A. Sosio Biografi KH. Muhammad Hasan Asy’ari ………………. 62

B. Gambaran Umum Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

1. Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal ………………………………. … 66

2. Corak dan Proses Perhitungan Awal Bulan Kamariah dalam

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal…………………………… 70

3. Batasan Hilal terlihat dan Mathla’………………………… 81

C. Akurasi Hasil Perhitungan Awal Bulan Kamariah dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal ………………………………………….. 84

BAB IV : ANALISIS HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT

KH. MUHAMMAD HASAN ASY’ARI DALAM KITAB

MUNTAHA NATAIJ AL-AQWAL

A. Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal …………………………………….. 87

B. Verifikasi Hasil Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal…………………………………….. 112

C. Kelebihan dan Kekurangan Hisab Awal Bulan Kamariah dalam

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ……………………………… 118

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... …124

B. Saran-saran ............................................................................. …126

C. Penutup ................................................................................... …128

DAFATAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penentuan awal bulan, dalam dunia Islam kita mengenal tahun

Hijriah yaitu tahun yang ada setelah Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah.

Tahun Hijriah terdiri atas 12 bulan, dan dari bulan-bulan itu ada tiga bulan

yang berkaitan dengan ibadah yakni Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah dan

secara keseluruhan dimanifestasikan dalam bentuk almanak atau penanggalan.

Kalender Indonesia terdiri atas tahun Masehi (Syamsiah)1 dengan

jumlah 365 hari untuk tahun basitah dan 366 untuk tahun kabisat2, sedangkan

tahun Hijriah (Kamariah)3 dengan jumlah 354 hari untuk tahun basitah dan

355 untuk tahun kabisat.4 Dengan demikian perhitungan tahun Hijriah akan

lebih cepat 10 sampai 11 hari dalam setiap tahun jika dibandingkan dengan

tahun Masehi.

Ada juga tahun Saka, tahun Saka ini awalnya berdasarkan solar

(pergerakan Matahari) yang diciptakan oleh Aji Saka,5 kemudian setelah Islam

datang terjadilah interelasi antara Islam dan kebudayaan Jawa dalam beberapa

1 Dinamakan tahun Syamsiah, karena perhitunganya didasarkan pada peredaran Matahari.

Lihat Slamet Hambali, Alamanak Sepanjang Masa, 2010, hlm.17, td. 2 Tahun Basitah disebut juga tahun pendek, dan tahun kabisat disebut juga tahun panjang.

Untuk mengetahui tahun kabisat dan basitah dalam tahun Masehi yaitu dengan cara tahun dibagi 4 secara umumnya dan hasilnya adalah 0 (dinamakan tahun kabisat adalah tahun yang habis jika dibagi 4), sehingga umur bulan Februari 29 hari.

3 Dinamakan tahun Kamariah, karena perhitunganya didasarkan pada peredaran bulan. Lihat Slamet Hambali, op.cit, hlm. 31.

4 Untuk mengetahui basitah dan kabisat dalam tahun Hijriah yaitu angka tahun di bagi 30 jika sisanya ada 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,29 maka dinamakan tahun Kabisat, umur Dzulhijjah 30 hari. Lihat Salam Nawawi, Ilmu falak; Cara Praktis Menghitung Waktu Salat, Arah Kiblat, dan

Awal Bulan, Sidoarjo: Aqoba, Cet.IV, Agustus 2009, hlm. 53. 5 M. Darori Amin (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000,

Cet.I, hlm.10-11.

2

aspek salah satu diantaranya aspek penanggalan. Sehingga kalender Saka yang

awal perhitungan berdasarkan pergerakan Matahari menjadi kalender yang

dicangkok dari tahun Hijriah (lunar) dan perhitunganya adalah ‘urfi.6 Begitu

juga dengan tahun Jawa, tahun kabisatnya terdiri dari 355 hari dengan

menambahnya 1 hari pada bulan ke 12 (Besar) yang diadakan 3 kali dalam 8

tahun (Sewindu).7

Dalam satu tahun terdapat 12 bulan baik tahun Syamsiah, tahun

Kamariah maupun tahun Jawa sebagaimana Firman Allah SWT:

اتاومالس لقخ موي اب اللهتي كا فرهش رشا عاثن الله دنور عهة الشدإن ع

مرة حعبا أرهنم ضالأرو ∩∩∩∩⊂⊂⊂⊂∉∉∉∉∪∪∪∪

Artinya : "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu menciptakan langit dan Bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram …". ( al Taubah: 36).8

Pada tahun Syamsiah jumlah hari dalam satu bulan sifatnya konstan,

yaitu 30 atau 31 hari setiap bulanya kecuali untuk bulan Februari, pada tahun

basitah umur bulan terdiri atas 28 hari dan 29 hari untuk tahun kabisat.

Sedangkan untuk tahun Kamariah tidak tetap, jumlah hari dalam tiap bulannya

sama dengan satu sinodik,9 sehingga selama satu tahun jumlah hari dalam satu

bulan akan bergantian antara 29 atau 30 hari, sehingga penentuannya

memerlukan perhitungan yang jelas.

6 Slamet Hambali, op.cit, hlm. 51. 7 Sehingga satu bulan rata rata jumlah harinya adalah 29,53125. lihat dalam Marsito,

Kosmografi Ilmu Bintang Bintang, Jakarta: PT. Pembangunan, 1960, hlm. 75. 8 Departeman Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT

Karya Toha Putra, t.t, hlm. 153. 9 Sinodik atau dalam istilah falak Ijtimak adalah durasi yang dibutuhkan oleh bulan

berada dalam suatu fase bulan baru ke fase bulan baru berikutnya. Adapun waktu yang dibutuhkan adalah 29,530588 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Lihat dalam Susiknan Azhari Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005, hlm. 29.

3

Penentuan awal bulan kamariah yang terkait masalah ibadah sering

terjadi permasalahan karena adanya perbedaan interpretasi. Secara fikih

terdapat dua mazhab besar untuk penentuan awal bulan kamariah yaitu:

1. Mazhab Hisab

Mazhab ini menyatakan bahwa dalam penentuan awal bulan

kamariah dengan cara menghitung dengan tujuan untuk memperkirakan

kapan awal suatu bulan kamariah, terutama yang berkaitan dengan waktu

ibadah dan pola perhitunganya pun beragam.10 Mazhab hisab melandaskan

pada firman Allah SWT :

uθ èδ “Ï% ©!$# Ÿ≅yè y_ š[ôϑ ¤±9$# [ !$ u‹ÅÊ t� yϑ s) ø9$# uρ # Y‘θ çΡ ν u‘£‰ s% uρ tΑΗ$ oΨtΒ (#θßϑ n= ÷è tF Ï9 yŠ y‰ tã

t ÏΖ Åb¡9$# z>$|¡ Ås ø9$# uρ 4 $ tΒ t, n= y{ ª!$# š�Ï9≡ sŒ āωÎ) Èd, ys ø9$$ Î/ 4 ã≅Å_Á x� ムÏM≈ tƒ Fψ $# 5Θ öθ s) Ï9 tβθ ßϑ n= ôè tƒ

∩∈∪

Artinya : ”Dialah yang menjadikan Matahari bersinar, Bulan bersinar dan ditetapkannya manzilah manzilah bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan diperhitungkan, Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaranNya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Yunus: 5).11

2. Mazhab Rukyat

Mazhab rukyat ini menyatakan pengamatan terhadap hilal

sebagaimana sunnah Nabi, rukyat dilakukan dengan mata telanjang.12

Mazhab ini berdasarkan hadis Nabi Muhammmad SAW yang berbunyi:

10 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996,

hlm. 29. 11 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 306. 12 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 41.

4

بن اعى هيرةر رضاهللا ى عنكذ الق هر رساهللا لو صاهللا لى لعيه ولسا مالهلل نياثلوا ثدعف مكيلع ىمغ ناوا فرطافف هومتياا رذاوا وومصف هومتيار اذا القف ١٣) رواه مسلم(

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a berkata, nabi menjelaskan tentang hilal,

kemudian ia bersabda: ”jika kalian melihatnya maka

berpuasalah dan jika kamu melihatnya (lagi) maka berbukalah.

Jika kalian di tutupi mendung maka hitunglah (bulan Sya’ban)

30 hari” (H.R Muslim).

Hisab artinya perhitungan tanggal-tanggal berdasarkan kaidah yang

telah ditetapkan ahli falak, sehingga bisa tersusun sebuah kelender dalam satu

tahun. Sedangkan rukyat artinya mata atau (menggunakan) teropong untuk

melihat bulan sabit, keduanya sama-sama digunakan dalam menentukan

jatuhnya tanggal. Misalnya, jika dengan menggunakan rukyat tanggal 1

Ramadhan belum bisa ditentukan, maka ada cara lain yaitu menggunakan

hisab.14

Permasalahan penetapan awal bulan kamariah memang menjadi

problem yang urgen bagi umat Islam khususnya di Indonesia, dan tidak bisa

dipungkiri bahwa hal ini tergantung dengan keyakinan dan bisa juga adanya

permainan politik masing-masing golongan, sehingga peranan pemerintah

dalam itsbat belum bisa dijadikan pegangan sepenuhnya untuk penyatuan

dalam penentuan awal bulan kamariah.

Penyebab perbedaan penentuan awal bulan kamariah yang terkait

dengan ibadah tidak hanya akibat perbedaan sistem yang digunakan diantara

13 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Al-Jami’u al-Shahih, Jilid 3, Beirut: Darl al Fikr, t.t,

hlm.124 – 125. 14 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di

tengan Perbedaan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.I, 2007, hlm. 123.

5

dua mazhab. Di sisi lain karena masing-masing mazhab menggunakan metode

yang berbeda-beda, yakni perbedaan intern mazhab atau bahkan perbedaan

kriteria penetapan awal bulan.

Dalam metode hisab terdapat beberapa konsep yang beragam, ada

konsep yang hanya menambahkan atau mengurangi, membagi dan mengalikan

data-data dari tabel, juga konsep yang menggunakan ilmu segitiga bola

(spherical trigonometri).15 Begitu juga dengan golongan rukyat, sehingga hal

ini yang mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam penetapan awal bulan

kamariah.

Beragam kitab ilmu falak di Indonesia menggambarkan bahwa

banyak sekali metode hisab yang ditawarkan oleh ahli falak, dengan

keanekaragaman metode dan sistem perhitungan maka kemudian terdapat

klasifikasi berdasarkan tingkat akurasi yang disesuaikan dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan yang mengimbangi berkembangnya zaman,

mulai dari hisab ‘urfi (isthilahi), hisab haqiqi bi al-taqrib, hisab haqiqi bi al-

tahqiq, dan hisab kontemporer.16 Hal ini telah dirumuskan oleh pemerintah/

Departement Agama Republik Indonesia (Depag RI) pada forum Seminar

Sehari Ilmu Falak pada tanggal 27 April 1992 di Tugu Bogor Jawa Barat.17

Hisab ‘urfi merupakan hisab yang dilakukan dengan cara melakukan

perhitungan rata-rata waktu yang diperlukan oleh Bulan untuk mengorbit

Bumi. Hisab ini juga mempunyai tingkat akurasi yang sangat rendah karena

15 Ibid, hlm. 30. 16 Ahmad Izzuddin, Fikih Hisab dan Rukyat, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, hlm.14. 17 Ibid, hlm. 27.

6

dalam perhitunganya hanya cukup mengasumsikan jumlah hari dalam satu

bulan secara konvensional yaitu 29 atau 30 hari secara bergantian.

Hisab haqiqi yaitu hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan yang

sebenarnya, hisab ini juga dibagi menjadi tiga macam dengan tingkat akurasi

yang berbeda-beda. Diantaranya hisab haqiqi bi al-taqrib, yaitu perhitungan

tingkat akurasi rendah, perhitungan hisab ini juga belum memberikan

informasi tentang azimuth Matahari dan Bulan.18

Berbeda dengan hisab haqiqi bi al-tahqiq, hisab dengan tingkat

akurasi sedang, dalam perhitunganya sudah menggunakan rumus segitiga bola

(trigonometri). Sehingga untuk mempermudah perhitungan dapat

menggunakan kalkulator dan juga komputer. Yang termasuk kategori hisab

haqiqi bi al- tahqiq seperti kitab al-Mathla’ al-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ala

Rushd al-Jadid, Manahij al-Hamidiyah, Nur al-Anwar, al-Khulashah al-

Wafiyah, Badi’ah al-Mitsal, Muntaha Nataij al-Aqwal, Ittifaqi Dzati al-Bain.

Untuk hisab kontemporer (tingkat akurasi tinggi) pada dasarnya

hampir sama dengan hisab haqiqi bi al-tahqiq, hanya saja koreksinya lebih

teliti dan rumusnya juga lebih sederhana. Kategori hisab ini adalah Ephemeris,

New Comb, Almanac Nautica, dan Jean Meus.

Dari masing-masing metode di atas, tentunya akan ada banyak

perbedaan baik dalam pengambilan data, rumus perhitungan, sistematika

perhitungan ataupun kriteria dalam penentuanya. Sehingga menyebabkan

terjadinya perbedaan hasil perhitungan, dan dari hasil perbedaan ini akan

18 Moh.Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, Cet.II, 2008, hlm.

225-226.

7

menjadi pengaruh jika secara ephemeris posisi hilal berdekatan dengan

horizon (ufuk). Hal ini dikarenakan akan berpengaruh pada penentuan posisi

ketinggian hilal yang kemudian menghasilkan penetapan kapan jatuhnya awal

dan akhir bulan.

Diantara perbedaan di atas dapat dilihat dalam kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal, kitab ini disusun oleh KH. Muhammad Hasan Asy’ari. Pada tahun

1324 H/1906 M Abu Bakar bin Hasan meminta kepada KH. Muhammad

Hasan Asy’ari untuk membuat metode praktis dalam penentuan awal bulan

kamariah. Berawal ketika KH. Muhammad Hasan Asy’ari belajar di Makkah

bersama KH. Yusuf Abdullah yang kemudian di Kairo untuk belajar falak di

sana, dan ketika kembali ke Indonesia ia membawa pulang zij (jadwal) al-

Mathla’ al-Sa’id.19 Sehingga dengan ia mengetahui kaidah-kaidah falak

dengan metode yang lebih mudah maka ditulislah sebuah karya dan dibukukan

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal untuk membantu mencari penanggalan.

Pada tahun 1336 H/ 1915 M KH. Muhammad Hasan Asy’ari

menambahi beberapa istilah dan tabel untuk menambah lebih jelas amtsilah-

amtsilah dan supaya tidak menjadikan sebab perbedaan antara teori dan

praktek.

Kitab Muhtaha Nataij al-Aqwal terdiri atas muqaddimah, enam belas

pembahasan, dan penutup. Pada muqaddimah ada dua pembahasan pokok

yaitu tentang mukuts dan penentuan hari. Penentuan hari dalam kitab tersebut

ada keterangan yang jelas, yaitu hari bisa jadi tepat, bisa jatuh pada satu hari

19 Hasil wawancara dengan Aqil Fikri di Nganjuk (Dosen UIN Maliki Malang dan

Anggota LFNU Jawa Timur), pada 25 September 2011, pukul 09:30-11:00 WIB.

8

sebelumnya atau juga satu hari pada bulan sesudahnya. Hal ini disebabkan

karena wujud al-hilal terkadang mendahului hisab isthilahi, terkadang tepat,

dan terkadang lebih akhir. Sedangkan untuk rukyat al-hilal terkadang tepat

dan terkadang lebih akhir, dan dalam penutupan terdapat keterangan tentang

mathla’.20

Ada beberapa keterangan yang penting dalam kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal terkait hisab awal bulan kamariah diantaranya: “bahwa

diperbolehkanya menggunakan hisab dengan syarat hisab hilali yakni

memperhitungkan keberadaan Bulan bukan dengan hisab isthilahi atau ‘urfi/

hurf seperti “aboge”. Keterangan selanjutnya terkait masalah mathla’, jika

perbedaan gurub 8° (32 menit) atau kurang dari 8° maka mathla’nya sama,

jika tidak sama maka tidak sama pula mathla’nya sebagaimana pendapat

Imam Abdullah bin Umar dan Ibnu Hajar.21

Beberapa hal yang menarik dari kitab Muntaha Nataij al-Aqwal yaitu

terdapat perbedaan dalam penentuan tahun kabisat dan tahun basitah yang

secara umum cukup menghitung tahun tam dibagi 30, kemudian hasilnya

disesuaikan dengan angka (2, 5 ,7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, 29)22. Berbeda

dengan perhitungan yang terdapat dalam kitab tersebut, dalam kitab ini

dijelaskan bahwa cara untuk mengetahui tahun kabisat dan basitah yaitu tahun

20 Muhammad Hasan Asy’ari, Muntaha Nataij al-Aqwal, Pasuruan: LFNU, 2006, hlm. 2. 21 Ibid, lihat bagian penutup. 22

Angka ini didapatkan dari bahwa ijtimak atau bulan sinodis,: 29h 12j 44m 2d,8 , satuan masa Hijriah 30 tahun yang terdiri 11 tahun kabisat dan 19 tahun basitah, angka 11 ini didapatkan dari bilangan 44 menit 2,8 detik dikalikan 12, kemudian dikalikan 30 (untuk 30 tahun), terjumlah 264 jam 16 menit 48 detik. 264 jam = 11 hari. Untuk angka 2,5,7.. sebagaimana yang terdapat pada sebuah syair, atau jumlah bulan sinodis dibulatkan menjadi 29h 12j, untuk sisa perbulan 44m

2d,8, maka satu tahun: 8j 48m 2d,8, sehingga tahun kabisat 355, karena hasil pembulatan waktu yang melebihi 0.5 hari atau 12 jam, lihat Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa, hlm. 39-40.

9

tam dikalikan 10631, kemudian ditambah 15 dan dibagi 30. Jika hasilnya tidak

terdapat sisa (0-10) maka tahun tam adalah tahun kabisat, jika tahun tam

menunjukkan tahun basitah maka untuk mengetahui tahun yang berjalan sisa

sebelumnya ditambah 11, dan langkah berikutnya yaitu menambahkan angka

1 baik kabisat ataupun basitah. Kitab ini juga tidak menghitung konversi, dan

untuk perhitungan harinya menyatu dengan perhitungan tahun kabisat dan

basitah yang didapatkan dari hasil sisa akhir dibagi menjadi 7 dan berawal

pada hari Kamis.23

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak memperhitungkan ijtimak,

akan tetapi ada dari murid KH. Muhammad Hasan Asy’ari yang

menambahkan perhitungan ijtimak dengan mengambil data dari kitab yang

setara yakni metode haqiqi bi al-tahqiq seperti Mathla’ al-Sa’id.

Disisi lain yang membedakan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal dengan

kitab lainya adalah dalam pengerjaan kitab tersebut terdapat istilah dhamimah

untuk koreksi data Bulan, data Bulan dikoreksi setiap 100 tahun, dan koreksi

ini tidak ada di kitab-kitab hisab yang lain. Karena konsep dari kitab ini juga

tidak mencari data di akhir bulan saja, maka tentunya untuk mengetahui data

di akhir bulan harus diketahui terlebih dahulu umur bulan sebelumnya, namun

untuk mengetahuinya tidak harus melalui metode taqribi. Dengan demikian

dalam perhitungan praktisnya tidak diawali dengan perhitungan taqribi, yakni

langsung menggunakan hisab haqiqi bi al-tahqiq.24

23 Muhammad Hasan Asy’ari, loc.cit. 24 Hasil wawancara dengan Ahmad Tolhah Ma’ruf (Pengurus LFNU Pasuruan dan

Pengasuh Ponpes Sidogiri) pada 21 September 2011 melaului via Telephone.

10

Secara historis dapat diketahui bahwa kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal merupakan kitab falak pertama di Indonesia dengan menggunakan

metode tersebut (yang sekarang dikenal dengan metode haqiqi bi al-tahqiq),25

hanya saja keberadaanya tidak lebih dikenal dan metode perhitungan dalam

kitab tersebut tidak dikembangkan.26 Hal ini disebabkan keadaan masyarakat

yang lemah akan pengetahuan ilmu falak, sehingga ulama Jawa Timur

menekankan untuk mempelajari kitab Sullam al-Nayyirain yang metodenya

lebih mudah. Di sisi lain pada masa itu belum ada penklasifikasian tingkat

akurasi metode hisab, sehingga ulama Jawa Timur menjadikan kitab Sullam

al-Nayyirain sebagai acuan perhitungan awal bulan kamariah di Indonesia

khususnya Jawa Timur.27

Di era modern, kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak digunakan oleh

Departemen Agama Republik Indonesia sebagai pertimbangan awal bulan

kamariah, dan kitab ini hanya dijadikan pertimbangan oleh LFNU Jawa Timur

khususnya Pasuruan. Berbeda dengan kitab-kitab awal bulan yang disusun

oleh murid KH. Muhammad Hasan Asy’ari seperti kitab Fath Ra’uf al-

Mannan dan juga kitab Badi’ah al-Mitsal yang masih dijadikan pertimbangan

dalam penetapan awal bulan kamariah.28

25 Ibid, dan juga hasil wawancara dengan Aqil Fikri sebagaimana yang dipahami pada

kata pengantar dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal. 26 Hasil wawancara dengan Aqil Fikri Nganjuk (Dosen UIN Maliki Malang dan Anggota

LFNU Jawa Timur) di Nganjuk pada 25 September 2011, pukul 09:30-11:00 WIB. 27 Ibid. 28 Hasil wawancara dengan KH.Ade Rahman Syakur Pengasuh Pondok Sabilul Muttaqin

Pasuruan sekaligus Ketua Syuriah PCNU Pasuruan, di Ponpes Sabilul Muttaqin Karanganyar Pasuruan pada Jum’at 26 Desember 2012, pukul 09.00-10.30 WIB.

11

Tingkat keakurasian kitab Muntaha Nataij al-Aqwal lebih rendah

dibanding dengan hisab kontemporer karena metode haqiqi bi al-tahqiq masih

dibawah hisab kontemporer. Rumus dalam kitab tersebut juga lebih kompleks

(jlimet) dibanding dengan hisab kontemporer dan koreksi yang digunakan

sistem kontemporer lebih banyak dari koreksi yang terdapat dalam kitab

tersebut, menurut ahli falak bahwa hasil dari kitab tersebut sejajar dengan

kitab haqiqi bi al-tahqiq seperti kitab Khulashah al-Wafiyah, Badi’ah al-

Mitsal, Nur al-Anwar, dan lain sebagainya.

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk

menkaji kitab tersebut dalam rangka untuk mengetahui pola perhitungan,

sejauh mana tingkat keakurasianya, kelebihan dan kekuranganya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

dapat dikemukakan pokok-pokok permasalahan yang hendak dibahas dalam

skripsi ini. Diantara rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode hisab penentuan awal bulan kamariah menurut KH.

Muhammad Hasan Asy’ari yang terdapat dalam kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal ?

2. Bagaimana verifikasi hasil perhitungan berdasarkan metode hisab yang

tertera dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal sebagai penentuan awal

bulan kamariah ?

12

3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan hisab awal bulan kamariah dalam

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal kaitanya dengan perkembangan Ilmu

Falak di Era Modern ?

C. Tujuan Penulisan

Setiap penulisan tentunya mempunyai tujuan, terkait dengan

perumusan masalah sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Maka tujuan

dari penulisan ini antara lain:

1. Untuk mengetahui metode hisab penentuan awal bulan kamariah menurut

KH. Muhammad Hasan Asy’ari yang terdapat dalam kitab Muntaha

Nataiju al-Aqwal

2. Untuk membuktikan sejauh mana tingkat akurasi hasil metode hisab yang

ditawarkan dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal sebagai salah satu cara

penentuan awal bulan kamariah

3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan perhitungan awal bulan

kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal kaitanya dengan

perkembangan Ilmu Falak di Era Modern.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat diantaranya:

1. Memperkaya dan menambah khasanah keilmuan yang ada di Indonesia

tentang metode hisab sebagai salah satu penentuan awal bulan kamariah

dengan sistem hisab haqiqi bi al-tahqiq

13

2. Memberikan kejelasan akan metode hisab penentuan awal bulan

kamariah berdasarkan tingkat akurasi

3. Menambah wawasan dan mengenalkan pola metode perhitungan dalam

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal sebagai penentuan awal bulan kamariah.

E. Telaah Pustaka

Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, belum ditemukan secara

khusus dan mendetail yang membahas tentang hisab awal bulan kamariah

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, akan tetapi, terdapat banyak penkajian

masalah hisab rukyat di Indonesia mulai dari artikel, makalah, karya ilmiah

sarjana ataupun buku-buku yang dikodifikasi. Hal ini dikarenakan masalah

hisab rukyat khususnya terkait penentuan awal bulan kamariah menjadi

masalah yang sangat urgen.

Telaah pustaka yang penulis lakukan sebagai bentuk upaya

mendapatkan gambaran tentang hubungan pembahasan dengan penelitian

yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya agar tidak terjadi

pengulangan yang tidak perlu, maka penulis mencantumkan beberapa tulisan

yang berhubungan dengan metode hisab penentuan awal bulan kamariah

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal serta yang terkait dengan masalah hisab

rukyat.

Makalah hisab awal bulan hijriah metode “Muntaha Nataij al-

Aqwal” oleh: Ahmad Tholhah Ma’ruf disampaikan dalam “Pelatihan Hisab”

yang dilaksanakan di Ponpes Raudlotul Ulum Besuk Kejayang Pasuruan.

14

Makalah ini berisikan tentang gambaran umum istilah-istilah ilmu falak dan

juga proses perhitungan awal bulan kamariah yang terdapat dalam kitab

tersebut.

Adapun terkait dengan pola perhitungan yang sama tingkat

keakurasianya, maka dalam hal ini penulis mencantumkan beberapa karya

para sarjana diantaranya skripsi Ahmad Syifa’ul Anam Studi tentang Hisab

Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Khulashah al-Wafiyah dengan Metode

Haqiqi Bi al-Tahqiq yang menguraikan bagaimana hisab awal bulan dengan

metode kitab Khulashah al-wafiyah, eksistensi dan akurasi perhitungan yang

terdapat dalam kitab tersebut.29

Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Sair

al-Kamar karya ilmiah yang disusun Arrikah Imeldawati, yang isinya

menggambarkan tentang metode penentuan awal bulan kamariah dan

mengategorikan perhitungan tersebut berdasarkan tingkat akurasinya.30

Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim

dalam Kitab Ittifaq Dzat al-Bain, karya ilmiah ini ditulis oleh Syaiful Mujab

yang menerangkan metode dan sejarah pemikiran KH. Moh. Zubair Abdul

Karim dalam kitab Ittifaqi Dzat al-Bain. Sama halnya dengan kitab Khulashah

al-wafiyah yang juga dijadikan pertimbangan oleh Depag RI dalam penentuan

awal bulan kamariah.

29 A.Syifaul Anam, “Studi tentang Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Khulashah

al-wafiyah dengan Metode Hakiki bi Tahqiq”, skripsi Sarjana fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2001, td.

30 Arrikah Imeldawati, “Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Sair Al-Kamar”, skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2010, td.

15

Adapun istilah-istilah falak penulis menulusuri dan mengambil dari

Kamus Ilmu Falak Kamus Ilmu Falak karya Muhyidin Khazin31, serta karya

Susiknan Azhari Ensiklopedi Hisab Rukyat.32

Dari kajian pustaka tersebut menurut hemat penulis belum terdapat

tulisan yang membahas secara eksplisit, spesifikasi akan pemikiran Ahmad

Hasan Asy’ari tentang hisab awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan metode dan diskursus hisab

penentuan awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal. Hal ini

karena dalam penentuanya mempunyai perbedaan dengan hisab yang ada di

dalam kitab- kitab tahqiqi lain.

Adapun metode penulisan meliputi jenis penelitian, sumber data,

metode pengumpulan data, dan analisis data.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena tidak

menggunakan eksperimen dan langsung ke sumber data.33 Penelitian ini

menggunakan pendekatan deskriptif alami yaitu mendeskripsikan secara

sistematis dengan menjelaskan biografi, metode, faktor-faktor dan karakter

kitab tersebut.

31 Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005. 32 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. 33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,

Cet. X, 2010, hlm.13.

16

2. Sumber Data

Teknik penulisan menggunakan penelitian kepustakaan (Library

Research).34 Yakni penulis melakukan analisis terhadap teks-teks yang

berkaitan dengan permasalahan ini, oleh karena itu sumber data banyak

diambil dari buku-buku rujukan, dan penelitian yang terkait dengan itu.

Sumber data yang dimaksudkan meliputi:

(1) Sumber data primer, data primer ini merupakan data yang diperoleh

langsung dari sumber data yang dikumpulkan dan juga berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.35 Dalam hal ini, data utama dalam penelitian

ini yaitu kitab Muntaha Nataij al-Aqwal. Data tersebut digunakan

sebagai sumber utama dalam penulisan skrispsi ini. Jadi objek penelitian

berupa teks lama yang sudah dibukukan yaitu kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal berisikan pedoman hisab awal bulan kamariah

(2) Data Sekunder, sebagai pendukung36 dalam penulisan skripsi, data

tersebut diperoleh dari buku-buku yang terkait masalah hisab rukyat

tentunya, seperti buku-buku yang menjelaskan tentang awal bulan

kamariah, karya ilmiah para sarjana, hasil diskusi dan lain sebagainya.

Data-data yang ada dijadikan tolak ukur untuk memahami dan membantu

untuk menganalisis metode, kelebihan kekurangan dan verifikasi hasil

34 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT

Rineka Cipta, ed.V I, hlm. 8. 35 Data primer yang dimaksud merupakan karya yang langsung dari tangan pertama yang

terkait dengan tema penelitian ini. Lihat Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, Cet.V, hlm. 36.

36 Data sekunder merupakan data-data yang berasal dari orang ke-2 atau bukan data utama. Saifuddin Azwar, Ibid.

17

perhitungan awal bulan kamariah yang terdapat dalam kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:

(1) Dokumentasi, yang digunakan untuk memperoleh gambaran dan

keterangan akan metode penentuan awal bulan kamariah. Dilakukan

dengan mengumpulkan beberapa data baik berupa dokumen, karya

ilmiah, buku-buku tentang hisab awal bulan kamariah

(2) Wawancara (interview) yaitu tanya jawab kepada ahli waris

pengarang (Nyi Muzayanah) atau yang ahli tentang kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal (KH. Ade Rahman Syakur, Ahmad Tholha Ma’ruf,

Hasan Ghalib, Aqil Fikri), kemudian terkait Astronomi (Thomas

Djamaluddin). Hal ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang dan

biografi intelektual KH. Ahmad Hasan Asy’ari.

Teknik wawancara ini merupakan teknik pendukung yang diharapkan

dapat memberikan gambaran yang jelas dan pasti terkait dengan

biografi pengarang dan masalah hisab awal bulan kamariah yang

ditawarkan KH. Ahmad Hasan Asy’ari dalam kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal. Juga untuk memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait

dengan awal bulan kamariah guna bertujuan untuk membantu analisis

18

4. Teknik Analisis Data

Setelah data-data terkumpul, metode yang digunakan oleh penulis

untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh tersebut adalah dengan

berdasar jenis penelitian Kualitatif.37

Penulis menggunakan sifat pendekatan deskriptif analitis yaitu untuk

menggambarkan bagaimana pola perhitungan yang ada dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal, sehingga analisis data yang digunakan adalah

Content Analysis atau dikenal dengan analisis isi buku atau analisis

dokumen yang diperlukan untuk menjelaskan kebenaran atau kesalahan dari

suatu fakta atau pemikiran yang akan membuat sesuatu kepercayaan itu

benar,38 juga untuk menjelaskan tentang gaya bahasa buku dan isi buku.39

Dalam hal ini yaitu bagaimana metode hisab awal bulan kamariah dalam

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal yang digunakan KH. Muhammad Hasan

Asy’ari?, sehingga diharapkan bisa menjadi salah satu pedoman dalam

penentuan awal bulan kamariah dengan metode hisab.

Untuk memperhatikan sisi-sisi dimana suatu analisis dikembangkan

secara berimbang dengan melihat kelebihan dan kekurangan objek yang

diteliti. Dalam hal ini penulis mendeskripsikan tentang metode perhitungan

sehingga setelah mengetahui paparan metode perhitungan tersebut dapat

mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan antara perhitungan

37 Analisis Kualitatif pada dasarnya lebih menekankan pada proses dekuktif dan induktif

serta pada analisis terhadap dinamika antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Lihat dalam Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. V, 2004, hlm. 5.

38Ahmad Izzuddin, Fikih Hisab Rukyah, Jakarta: Erlangga, 2007, hlm.21, dan lihat Summadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Pers, hlm.16-17.

39 Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm.10.

19

awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal dengan kitab-

kitab tahqiqi lainya.

Di sisi lain penulis juga menggunakan pendekatan verifikatif,40 yaitu

dengan mengecek sejauh mana tingkat hasil hisab awal bulan kamariah

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal dengan menkomparasikan kitab yang

setara seperti Khulashah al-Wafiyah, dan juga metode hisab kontemporer

yaitu ephemeris. Sehingga hasil hisab ini diuji dengan cara

menkomparasikan hasil hisab yang setara dan yang lebih teliti tingkat

akurasinya dengan mengetahui faktor penyebab perbedaan hasil perhitungan

kitab tersebut.

Analisis yang digunakan penulis yaitu analisis komparasi, yaitu

membandingkan hasil metode hisab yang ada dalam kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal dengan kitab Khulashah al-Wafiyah, dan ephemeris berdasarkan

alasan karena penulis mengetahui ketiga pola perhitunganya, serta

mengambil berdasarkan tingkat akurasi yang sama dan juga yang lebih

akurat. Dari metode analisis ini, merupakan bentuk upaya untuk

mendapatkan suatu kesimpulan dari apa yang sudah dirumuskan.

40 Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm.7.

20

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri atas 5 bab, di mana

dalam setiap bab terdapat sub-sub bab pembahasan, yaitu:

Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi tinjauan umum tentang hisab yang terdiri atas

pengertian dan diskursus hisab dalam sumber hukum Islam, sejarah

perkembangan hisab, pendapat ulama fikih tentang hisab awal bulan Kamariah

dan macam-macam metode dalam menentukan awal bulan kamariah.

Bab ketiga gambaran tentang hisab awal bulan Kamariah dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal dengan memaparkan isi kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal yang meliputi; biografi intelektual KH. Muhammad Hasan Asy’ari,

metode penentuan serta corak dan proses perhitungan yang digunakan dalam

kitab tersebut, dan juga akurasi dari hasil perhitungan berdasarkan rumus yang

ada dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal.

Bab keempat berisi Analisis tentang hisab awal bulan Kamariah

dalam Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, bab ini merupakan inti pembahasan

yakni analisis tentang hisab awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij

Al-Aqwal yang meliputi analisis terhadap metode hisab awal bulan kamariah

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, verifikasi hasil perhitungan, serta

kelebihan dan kekurangan hisab awal bulan kamariah kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal dalam penenetuan awal bulan Kamariah

21

Bab kelima merupakan sub terakhir yang terdiri atas penutup,

kesimpulan dan saran-saran.

22

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB

AWAL BULAN KAMARIAH

A. Pengertian dan Dasar Hukum Hisab

1. Pengertian Hisab

Menurut bahasa hisab berasal dari kata ����� yang mengikuti wazan

��� dengan sighot mashdar ghoiru mim1 yang berarti perhitungan dan

termasuk tashrif isthilahi tsulatsi mazid yaitu mengikuti wazan ( #$� -#$�%& - '($�%)

�و �� ), dalam kamus al-Munjid hisab secara bahasa yaitu2 ة/$ (hitungan).3

Dalam al-Qur’an kata hisab banyak dijelaskan untuk menjelaskan hari

perhitungan (yaum al-hisab). Kata hisab muncul 37 kali dalam al-Qur’an yang

semuanya mempunyai arti perhitungan dan tidak memiliki ambiguitas arti.4

Pengertian secara etimologi hisab secara umum dalam al-Qur’an

mempunyai beberapa arti, diantaranya :

a. Perhitungan

يحبت ميتيإذا حء ويلى كل شكان ع ا إن اللهوهدر ا أوهنم نسوا بأحيفح ة

∪∌∇∩حسيبا

1 Sighot Mashdar Ghoiru Mim, termasuk bentuk kata yang dalam ilmu shorof ada beberapa sighot. Pada bab Tsulatsi Mujarrad ada 11 sighot yaitu fi’il madhi, fi’il mudhori’,

masdhar mim dan masdhar ghoiru mim, isim fa’il, isim maf’ul, fi’il amr, fi’il nahi, isim zaman,

isim makan, dan isim alat dan fi’il tersebut jika wazan tsulatsi mujarrad maka mengikuti wazan bab IV (kasrotaani). Kata hisab mengikuti wazan fi’aalan yang berarti masdhar ghoiru mim

karena kalimat kerja yang dibendakan dan tidak terdapat mim. Lihat Muhammad Ma’shum bin Ali, Amtsilah al-Tasyrifiyyah, t.t, hlm. 8-9, td. 2 Louis Ma’luf, al-Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, hlm. 490. 3 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, hlm. 969. 4 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas PublicitaCenter For Islamic Studies, 2007, hlm. 120.

23

Artinya: “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas segala sesuatu”. (al-Nisa’: 87).5

b. Memeriksa

∪∇∩ فسوف يحاسب حسابا يسريا

Artinya: “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah”.

(al-Insyiqaq: 8).6

c. Pertanggungjawaban

ينلى الذا عمقونوتي ملهىلعكرذ نلكء ويش نم ابهمسح نقون متي∩∉∪

Artinya: “Dan tidak ada Pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka, akan tetapi kewajiban mereka ialah mengingatkan agar mereka bertakwa”. (al-An’am: 69).7

d. Batas

ßk Ï9θè? Ÿ≅øŠ©9$# ’Îû Í‘$yγΨ9$# ßkÏ9θ è? uρ u‘$ yγΨ9$# ’ Îû È≅øŠ ©9$# ( ßl Ì�÷‚è? uρ ¢‘y⇔ø9$# š∅ÏΒ ÏM Íh‹yϑ ø9$# ßlÌ� ÷‚è? uρ |M Íh‹yϑ ø9$# zÏΒ

Çc‘y⇔ø9$# ( ä−ã— ö� s? uρ tΒ â!$ t±n@ Î�ö� tó Î/ 5>$|¡Ïm ∩⊄∠∪

Artinya: “Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam, engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engaku member rizki siapa yang Engkau hendaki tanpa hisab (batas)”. (al-Baqarah: 27).8

Hisab atau ilmu hisab oleh para ulama dan ilmuwan memberikan

definisi yang berbeda-beda. Akan tetapi jika dilihat secara cermat masing-

masing definisi yang dipaparkan para ulama atau ilmuwan pada dasarnya

mengacu pada satu titik yang sama, hanya saja berbeda dalam pengolahan

5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Semarang:

PT. Karya Toha Putra, t.t, hlm. 73. 6 Ibid, hlm. 471. 7 Ibid, hlm.108. 8 Tono Saksono, lo.cit.

24

katanya. Sehingga seakan-akan terlihat berbeda antara satu dengan yang lain,

padahal untuk penentuan objeknya mereka sama.

Secara terminologi, hisab merupakan menghitung kalender bulan

dengan kaidah astronomi.9 Moedji Raharto mendefinisikan bahwa ilmu hisab

(hisab) dalam arti khusus adalah cara penentuan awal bulan Islam atau cara

memprediksi fenomena alam lainya seperti terjadinya gerhana (Matahari dan

Bulan) yang didasarkan pada perhitungan posisi, gerak Matahari dan Bulan.10

2. Diskursus Hisab dalam Sumber Hukum Islam

Munculnya mazhab hisab dalam penetapan awal bulan kamariah tidak

akan terlepas dari munculnya perbedaan interpretasi terhadap dua sumber

hukum agama Islam yaitu al-Qur’an dan hadis.

Sumber-sumber hukum Islam (al-Qur’an, hadis) pada dasarnya

mempunyai hubungan timbal balik, sebagai perbandingan kasar. Skema

Aristoteles menurut analogi ini, al-Qur’an dan hadis adalah prinsip-prinsip

materiil, qiyas merupakan hasil dari prinsip pertama, dan ijma’ adalah prinsip

formalnya.11

Diantara dalil-dalil yang menerangkan tentang hisab ialah:

A. Hisab Perspektif al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam penetapan hukum, secara

ekplisit tidak ada ayat yang menjelaskan secara gamblang tentang metode

9 Burhani, Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer, Jombang: Lintas Media, t.t, hlm. 190. 10 Moedji Raharto, “Astronomi Islam dalam Perspektif Astronomi Modern” dalam Moedji

Raharto, (ed), Gerhana Kumpulan Tulisan Moedji Raharto, Lembang: Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyat Negara-Negara MABIMS, 2000, hlm. 107.

11 Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka, Cet.II, 1994, hlm. 92.

25

hisab sebagai penentu awal bulan kamariah, akan tetapi ada cukup banyak

ayat-ayat yang merujuk tentang perhitungan yang didasarkan kekuasaan

Allah yaitu peredaran benda-benda langit. Diantara firman Allah yang

secara teks menunjukkan adanya hisab yaitu:

a. Firman Allah SWT dalam surat Yunus: 5, sebagaimana berikut:

ننيالس ددوا علمعتازل لنم هرقدا وورن رالقماء ويض سمل الشعي جالذ وه ابسالحون4 ولمعم يقول اتل الآيفصي قإلا بالح كذل الله لقا خم∩∈∪

Artinya:“Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilan-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan, Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan benar.Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaranNya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Yunus: 5).12

Lafal qaddaruhu, mana,zila yakni tempat-tempat dalam

perjalananya mengitari Matahari, setiap malam ada tempatnya dari saat ke

saat sehingga terlihat di Bumi ia selalu berbeda sesuai dengan posisinya

dengan Matahari. Sehingga hal ini yang menjadikan bentuk Bulan berbeda-

beda dalam pandangan kita di Bumi. Dari sini pula dimungkinkan untuk

menentukan bulan kamariah13 dan ayat ini pula yang dijadikan rujukan oleh

mereka yang berpedoman dengan metode hisab (dijadikan munasabah)

dengan hadis Rasulullah.14

12 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 306. 13 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol.VI, Jakarta: Lentera Hati, Cet.II, 2004, hlm.

20. 14 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di

Tengah Perbedaan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.I, 2007, hlm. 72.

26

b. Firman Allah SWT dalam surat al-Rahman: 5, seperti berikut:

∩∈∪ انبسبح رالقمو سمالش

Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungannya.” (Q.S al-Rahman :5)15

Kata ن�U�� berasal dari kata ب��� yakni perhitungan. Penambahan

huruf alif dan nun pada kata tersebut mengandung makna ketelitian dan

kesempurnaan, dan lafal al-Syams wa al-Qamar (Matahari dan Bulan

beredar).16

c. Firman Allah SWT dalam surat al-Isra’:12, seperti berikut:

$uΖ ù= yèy_uρ Ÿ≅ ø‹ ©9$# u‘$pκ ¨]9$# uρ È ÷tG tƒ# u ( !$tΡ öθysyϑ sù sπtƒ# u È≅ø‹ ©9 $# !$uΖ ù= yèy_uρ sπtƒ# u Í‘$pκ ¨]9$# Zοu� ÅÇ ö7ãΒ (#θäótG ö;tG Ïj9

WξôÒsù ÏiΒ óΟ ä3În/§‘ (#θßϑ n=÷ètG Ï9 uρ yŠy‰ tã tÏΖ Åb¡9 $# z>$|¡Ït ø: $# uρ 4 ¨≅ à2uρ & ó x« çµ≈ oΨ ù=¢Ásù WξŠ ÅÁø# s?

∩⊇⊄∪

Artinya: ”Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (Q.S al-Isra’: 12)17

Wa li ta’lamu, ‘adada al-sini,na wa al-hisab, lafal tersebut

menjelaskan bahwa Allah menciptakan malam dan siang yang saling

beriringan supaya manusia mengetahui bilangan tahun, perhitungan bulan

dan hari.18

15 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 885. 16 M.Quraish Shihab, op.cit, hlm. 96. 17 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 85. 18 Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Maji,d al-Nu,r, Juz 15,

Semarang: Hayam Wuruk, Cet.II, 2000, hlm. 2308.

27

d. Firman Allah SWT dalam surat al-An’am: 96, seperti berikut:

ß,Ï9$sù Çy$t6ô¹ M} $# Ÿ≅ yèy_uρ Ÿ≅ øŠ ©9$# $YΖ s3y™ }§ôϑ ¤±9 $#uρ t� yϑ s) ø9$# uρ $ZΡ$t7 ó¡ãm 4 y7 Ï9≡ sŒ ã�ƒÏ‰ ø)s? Í“ƒÍ• yèø9 $#

ÉΟŠ Î= yèø9 $# ∩∉∪

Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”(Q.S al-An’am: 96)19

Dalam tafsir ibnu Kastir, firman Allah: “Serta menjadikan

Matahari dan Bulan dengan perhitungan”, ulama menyatakan bahwa

keduanya berjalan menurut perhitungan yang sempurna, terukur, tidak

berubah, dan tidak kacau. Masing-masing memiliki orbit yang dilaluinya

pada musim hujan dan musim panas yang berimplikasi terhadap pergantian

siang dan malam.

Kata husba,na terambil dari kata hisab, seperti ayat sebelumnya

(al-Rahman: 5) penambahan huruf alif dan nun memberi arti kesempurnaan

sehingga kata tersebut diartikan perhitungan yang sempurna dan teliti.20

Peredaran benda-benda langit yang sedemikian konsisten, teliti dan pasti

sehingga tidak terjadi tabrakan antar planet-planet. Sebagian ulama

memahami bahwa Allah menjadikan peredaran Matahari dan Bulan sebagai

alat untuk malakukan perhitungan waktu, tahun, bulan, hari, bahkan menit

dan detik,21 dan kedua pendapat tersebut sama-sama bisa diterima.

19 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 140. 20 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol. IV, Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2011, hlm.

204. 21 Ibid., hlm. 205.

28

Jadi, ayat-ayat di atas khususnya surat al-An’am ayat 96 secara

kontekstual menjelaskan antara pendapat ulama satu dan yang lain tidak

ada kerancuan, sebagaimana Bulan mengalami beberapa fase, pada paruh

pertama Bulan berada pada posisi di antara Matahari dan Bumi, sehingga

Bulan itu menyusut yang menandakan bahwa Bulan tersebut adalah Bulan

sabit.

Begitu pula apabila berada di arah berhadapan dengan Matahari,

dimana jika Bumi berada di tengah maka akan tampak Bulan purnama.

Kemudian purnama itu akan kembali mengecil sedikit demi sedikit sampai

pada paruh kedua. Dengan demikian, sempurnalah satu bulan kamariah

selama 29,5309 hari. Atas dasar itu manusia bisa menentukan penanggalan

hari, waktu dan tahun (bulan kamariah).22

e. Hisab Perspektif Hadis

Sunah atau hadis, dalam ‘ulum al-hadis kedua istilah tersebut

mempunyai perbedaan. Bahwa sunah itu segala ucapan dan perbuatan Nabi

sesudah kenabian, sedangkan hadis yaitu segala ucapan dan perbuatan Nabi

sebelum kenabian. Fazlur Rahman ulama pembaharu Islam, dia melakukan

reaktivitasi bahwasanya hadis merupakan pengucapan dari sunah. Karena

pada zaman Nabi itu hanya ada sunah.23

Pada dasarnya hadis yang terkait perintah puasa dan berbuka ketika

melihat hilal, banyak sekali periwayatan dengan berbagai redaksi. Namun

22 Ibid., hlm. 204. 23 Hasil Diskusi dan lihat Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka, Cet.II, 1994, hlm.92.

29

terdapat beberapa dalil yang dijadikan mazhab hisab sebagai pegangan

diantaranya:

a. Hadis riwayat Bukhari

عن نعاف عن عباهللاد نب عمر رضاهللا ي عنهنا ام راهللا ولس صاهللا لىلعيه ولسكذ مر رال القف انمض تصوموا حىت ترلالوا اهل الو فتطوا رحىت تروف هغ نام لعكياقف مدوالر٢٤)رواه البخارى( ه

Artinya: “Dari Nafi’ dari Abd’illah bin Umar bahwasanya Rasulullah saw menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda: janganlah kamu berpuasa ssampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuka sebelum melihatnya lagi, jika tertutup awan maka perkirakanlah.” (HR Bukhari).

b. Hadis riwayat Muslim

عن انب عمر رضاهللا ي عنهالق :الا قم راهللا ولس صاهللا لى لعيه ولسم امنا الشهر تسع وعشالف ونر تصومىتوا ح تروه الو فتطروا حىت تروه ٢٥)رواه مسلم( هوالرداقفم كيلع مغ ناف

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat Bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah.” (HR. Muslim).

Dari hadis di atas, yang jadi permasalahanya yaitu pada lafal

XYرو/[� , ada yang menyatakan bahwa maksud dari lafal tersebut berarti

hisab atau menghitung, dan ada juga yang berpendapat menyempurnakan

24 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr, t.t,

hlm. 34. 25 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I, Beirut: Dar al Fikr, t.t, hlm.

481.

30

tiga puluh hari. Menurut hemat penulis, perbedaan penafsiran hadis di atas

disebabkan beberapa qarinah diantaranya:

a. Hadis sanad Ibnu Umar ada redaksi yang lafal tersebut ditakhsis

dengan lafal \]^ _^

b. Banyak redaksi hadis yang muqayyad yakni dengan

menyempurnakan 30 hari

c. Khitob hadis Nabi yang menunjukkan bahwa bangsa Arab

(Madinah) waktu itu masih ummy. Nabi mensifati ummy bukan

berarti mereka tidak bisa berhitung, tidak bisa menulis, atau

bahkan tidak tahu bilangan 30 atau 29 hari. Melainkan

ketidaktahuan mereka yaitu pada sistem (cara hisab), atau

menghitung berdasarkan peredaran benda-benda langit.26

d. Kemudian ‘‘illah dari dperintahkanya berpuasa dengan melihat

rukyat

Menurut Imam Maliki bahwa lafal XYرو/[� , qaul yang sahih

menyatakan bahwa maksud dari lafal tersebut yaitu menyempurnakan tiga

pulu hari, sedangkan qaul yang dha’if yaitu dengan menghitung (hisab)

peredaran/posisi benda-benda langit.27

Menurut hemat penulis, secara bahasa bahwa lafal XYرو/[� pada

hadis di atas masih membutuhkan penjelasan. Sehingga sangat wajar jika

ada yang beranggapan bahwa ada dua maksud dari lafal tersebut yaitu

dengan menggenapkan bulan menjadi tiga pulu hari dengan

26 Imam Abi Zakariyah Yahya bin Syirof al-Nawawi al-Dyimasyaqi, Raudlah al-

Tha,labin, Beirut Libanon: Darul Kutub al-ilmiyyah, Jilid II, 676 H, hlm. 210-211. 27 Lihat Imam Malik, al-Muwatha’, Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, t.t, hlm.12.

31

menkomparasikan hadis-hadis yang lain atau bisa dengan menggunakan

hisab berdasarkan peredaran benda-benda langit.

Khitab awal dari maksud hadis di atas ditujukan kepada orang

Arab khususnya masyarakat Madinah28, pada saat itu sedikit sekali

pengetahuan orang Arab tentang peredaran benda-benda langit. Oleh

karena itu Nabi memautkan hukum wajib puasa dengan rukyat untuk

menghindari kesulitan dalam menghadapi hisab berdasarkan perjalanan

benda langit (Matahari dan Bulan).29 Jadi secara tidak langsung bahwa

keterangan ini merupakan ‘illah diperintahkanya rukyat.

Akan tetapi menurut hemat penulis, hadis ini tetap berlaku pada

masa-masa berikutnya, meskipun dengan banyaknya para pakar hisab.

Karena pada zaman Rasulullah, juga ada beberapa sahabat yang pandai

perhitungan. Akan tetapi dengan Nabi memberlakukan rukyat maka tidak

memberatkan umatnya, dan rukyat pun juga bisa dilakukan oleh orang-

orang yang menguasai ilmu hisab atau orang-orang yang tidak mengetahui

hisab.

Penentuan awal bulan kamariah dengan metode hisab juga

dianalogikan dengan hisab waktu salat, dimana dalam hadis tertera bahwa

penentuan waktu salat berdasarkan gejala-gejala alam30 (tergelincir

Matahari untuk waktu salat Zuhur, bayangan sama panjangnya untuk waktu

28 Hadis ini munculnya karena adanya dua kelompok yang berselisih dalam penentuan

awal bulan, dan sebagai upaya Rasulullah untuk memahami masyarakat Madinah yang secara historis merupakan kota agraria dan subur berbeda dengan Makkah yang merpakan kota dagang dan pandai berhitung, lihat Susiknan Azhari, op.cit, hlm. 66-67.

29 M. Hasbi ash-Shiddieq, Mutiara Hadis 4 (Jenazah, Zakat, Puasa, ‘Itikaf dan Haji), Semarang: Rizki Putra, 2003, hlm. 203.

30 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 87.

32

Asar, terbenam Matahari untuk salat Magrib, hilangnya mega merah atau

cahaya merah untuk salat Isya’, dan terbitnya fajar untuk salat subuh).

Begitu juga dengan hisab, pada dasarnya data-data yang diperlukan

didasarkan dari rukyat atau pengamatan benda-benda langit.

Yang perlu dicermati kembali, bahwa hisab bukan termasuk

produk hukum seperti wajib, haram dan lain sebagainya. Akan tetapi hisab

hanya merupakan suatu objek (sarana seperti halnya rukyat) yang

membutuhkan sebuah interpretasi terhadap dasar-dasar hukum untuk

mengetahui bagaimana hukum penggunaannya; dan tujuan hakiki dari hadis

di atas yaitu kewajiban untuk berpuasa. Maka logikanya sama dengan

kesunahan bersiwak, bahwa tujuan siwak untuk membersihkan mulut

sehingga mendatangkan keridlaan Allah, sedangkan sarana bersiwak

dengan menggunakan siwak itu dianggap yang cocok dan mudah didapat di

Jazirah Arab, sehingga untuk bersiwak tidak diharuskan menggunakan

siwak tapi juga bisa menggunakan sarana yang lain.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa penentuan awal bulan

kamariah dengan metode hisab juga mempunyai dalil-dalil yang cukup

kuat.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hisab

1. Ilmu Hisab Pra Islam

Pada abad ke- 28 SM embrio ilmu falak mulai tampak yang

dicerminkan dalam penentuan waktu pada penyembahan berhala seperti di

33

Mesir yang dilakukan untuk menyembah dewa Orisis, Isis dan Amon, serta di

Babilonia dan Mesopotamia untuk menyembah dewa Astoroth dan Baal.31

Untuk pengetahuan tentang nama- nama hari dalam satu minggu baru

ada pada 5000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa As. Penamaan hari-hari

tersebut didasarkan pada nama- nama benda langit yaitu Matahari untuk hari

Ahad, Bulan untuk hari Senin, Mars untuk hari Selasa, Merkurius untuk hari

Rabu, Yupiter untuk hari Kamis, Venus untuk hari Jum’at dan Saturnus untuk

hari Sabtu.32

Satu tahun terdapat dua belas bulan, menurut perhitungan astronomi

Bumi mengelilingi Matahari dalam waktu 365,2422 hari, yang jumlah itu

diperkirakan 12 bulan. Tahun 45 SM, Julius Caesar menetapkan bahwa satu

tahun terdapat 365,25 hari dan 0.25 hari setiap empat tahun dibulatkan

menjadi tambahan satu hari pada bulan Februari.

Sebelum masehi, perkembangan ilmu hisab dipengaruhi oleh teori

geosentris33 Aristoteles. Kemudian teori tersebut dipertajam oleh Aristarchus

dari Samos (310-230 SM) dengan hasil pengukuran jarak antara Bumi dan

Matahari, dan Eratosthenes dari Mesir juga sudah dapat menghitung keliling

Bumi.34

Pada tahun 140 M ilmu hisab berkembang ditandai dengan temuan

Claudius ptolomeus berupa catatan tentang bintang–bintang yang diberi nama

31 Lihat Thantawy al jauhary, Tafsir al-Jawahir, Juz VI, Mesir: Mustafa al Babi al Halabi,

1346 H, hlm. 29. 32 Ibid, hlm. 18. 33 Teori geosentris adalah teori yang yang berasumsi bahwa bumi adalah sebagai pusat

peredaran benda-benda langit. 34 Lihat Marsito, Kosmografi Ilmu Bintang-Bintang, Djakarta: Pembangunan, 1960, hlm.

8.

34

Tibril Magesthi dengan asumsi yang sama bahwa bentuk semesta alam adalah

Geosentris.35

Adapun dengan keadaan di Jazirah Arab, bahwa sebelum datangnya

Islam kalender yang digunakan berdasarkan Bulan-Matahari, dalam satu

tahun lamanya 365.2422 (sama seperti kalender Matahari) dan untuk

penentuan bulanya disesuaikan dengan periode fase Bulan (1 bulan= 29.5306

hari).36

Pada masa pra Islam kalender yang ada tidak memakai tahun Hijriah

hanya ada penamaan bulan dan hari, nama-nama bulan disesuaiakan dengan

musim dan keadaan tertentu seperti bulan Muharram, karena di bulan inilah

seluruh suku di semenanjung Arab bersepakat mengharamkan peperangan,

bulan Syawal puncak cuaca panas, kemudian untuk tahunya terdiri dari 12

bulan dan 13 bulan untuk tahun panjang yang didasarkan atas Bulan dan

siklus musim.37

2. Ilmu Hisab Awal Islam

Agama Islam datang pada zaman Nabi Muhammad SAW, datangnya

Islam memberikan kontribusi besar kepada umat manusia karena meluasnya

pengetahuan yang tercakup dalam apek kehidupan manusia.

Setelah adanya Islam, orang-orang Arab mulai menetapkan metode

ilmiah sehingga dari sinilah ilmu pengetahuan mulai maju dan berkembang.

35 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 43. 36 Ruswa Darsono, Penanggalan Islam Tinjauan Sistem, Fikih dan Hisab Penanggalan,

Yogyakrta: LEBDA Press, 2010, hlm.33. 37 Ibid, hlm. 58-59.

35

Pada awal Islam, ilmu hisab memang belum berkembang sebagaimana sabda

Nabi Muhammad SAW:

حدثنا سعيد بن عمروانه سمع ابن عمر حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا األسود بن قيس إنا امة امية ال نكتب وال : رضي اهللا عنهما عن النيب صلى اهللا عليه وسلم انه قال

بحسهكذا وهكذا,ن الشهر .ة تيعين مرسةع وعة ثشومر الرينثي٣٨.ن

Artinya: ”Bercerita kepadaku Adam, bercerita kepadaku Syu’bah, bercerita kepadaku Aswad bin Qais, bercerita kepadaku Said bin Amr, dan mendengar ibnu Amr (semoga Allah meridhai keduanya) dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummy (tidak membaca dan menulis), kami tidak menulis dan menghitung, bulan itu seperti ini dan ini, yakni terkadang 29 hari dan terkadang pula 30 hari.” (HR. Al-Bukhari).

Akan tetapi bukan berarti mereka tidak mengenal ataupun tidak berkarya,

karena pada waktu itu mereka memberikan nama tahun sesuai dengan

kejadian yang dianggap monumental seperti tahun Gajah ketika Nabi lahir

terjadi penyerangan oleh pasukan bergajah, tahun Ijin karena merupakan

tahun diijinkannya hijrah ke Madinah, tahun Amr dimana umat Islam

diperintahkan untuk menggunakan senjata. Selain itu juga ada tahun Jama’ah,

dan sebagainya.39

Wacana mengenai hisab baru muncul pada masa pemerintahan

Khalifah Umar Bin Khattab yaitu dengan menetapkan kalender Hijriah

sebagai dasar melaksanakan ibadah bagi umat Islam. Penetapan ini terjadi

38 Imam Abi Abd’illah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh bin Bardazbah

al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih Al-Bukhari, Juz 1, Libanon: Daar al-Kutub al-Ilmiah , 1992, hlm. 589. 39 Lihat Sriyatin Shadiq, “Perkembangan Hisab Rukyat dan Penetapan Awal Bulan

Kamariah,” dalam Muamal Hamidy, ed., op.cit, hlm. 58.

36

pada tahun 17 H, tepatnya pada tanggal 20 Jumadil Akhir 17 H40 dan

disepakati sejak Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah.

Pengangkatan beberapa gubernur pada masa pemerintahan Umar,

diantaranya pengangkatan Abu Musa al Asy’ari sebagai gubernur Basrah

menjadi latar belakang perhitungan tahun Hijriah. Dimana surat

pengangkatannya berlaku mulai Sya’ban, tetapi tidak ada kejelasan tahun

yang mana. Karena hal inilah Umar merasa perlu menghitung dan

menetapkan tahun Islam. Kemudian Umar mengundang para sahabat untuk

bermusyawarah tantang masalah ini, dan kemudian disepakati kalender

Hijriah sebagai kalender Negara.

Umat Islam mempergunakan penanggalan kamariah nampaknya

didasarkan pada dua faktor pokok. Pertama, banyak negara Islam sewaktu

penanggalan ini dibuat, letaknya di daerah yang tidak mengalami musim.

Kedua, penanggalan ini diperlukan untuk memperhitungkan upacara-upacara

agama seperti saat puasa Ramadhan, saat musim haji dan juga saat masa haid

wanita.41

Untuk perkembangan hisab rukyat mencapai titik keemasan pada

masa pemerintahan dinasti Abbasyiah karena memang pada masa daulah ini

sangat memperhatikan kualitas agama bukan kuantitas sebagaimana yang

terjadi pada zaman Umayyah.

40 Slamet hambali, op.cit, hlm. 5. 41 S.Anwar Effendie, dkk, Alam Raya dan al-Qur’an, Jakarta: Pradnya Pramita, Cet.I,

1994, hlm. 114.

37

Masa keemasan itu ditandai dengan adanya penerjemahan kitab

Sindihind dari India pada masa pemerintahan Abu ja’far al Manshur,42 selain

itu pada masa al Makmun di Baghdad didirikan observatorium pertama yaitu

Syammasiyah 213 H/ 828 M yang di pimpin oleh dua ahli astronomi

termashur Fadhl ibn al Naubakht dan Muhammad ibn Musa al Khawarizmi43

yang kemudian diikuti dengan serangkaian observatorium yang dihubungkan

dengan nama ahli astronomi seperti observatorium al Battani di Raqqa dan

Abdurrahman al shufi di Syiraz.44

Abad 9 H/15 M merupakan puncak dari zaman keemasan Astronomi,

ketika Ulugh beik cucu Timur Lenk mendirikan observatoriummya di

Samarkand bersama dengan berdirinya observatorium Istambul dianggap

sebagai penghubung lembaga ini ke dunia barat.45

Tokoh- tokoh astronomi yang hidup pada masa itu diantaranya adalah

al Farghani, Maslamah ibn al Marjit di Andalusia yang telah mengubah tahun

masehi menjadi tahun hijriah, Mirza Ulugh bin Timur Lenk yang terkenal

dengan ephemerisnya, Ibn Yunus, Nasirudin, Ulugh Beik yang terkenal

dengan landasan ijtimak dalam penentuan awal bulan kamariah.46

42Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 50, baca Muh Farid Wajdi, Dairotul Ma’arif, Juz VIII,

Mesir: t.p, Cet.II, 1342 H, hlm. 483. 43 Ibid. Observatorium pada masa ini telah meninggalkan teori yunani kuno dan membuat

teori sendiri dalam menghitung kulminasi matahari dan menghasilkan data-data dari kitab Sindihind yang di sebut dengan table of Makmun dan oleh orang eropa di kenal dengan astronomos/ astronomy. Lihat dalam Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual

Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,Terj. Joko S Kalhar, Surabaya: Risalah Gusti, 1996, hlm. 230-233.

44Ibid, lihat Sayyed Hossein Nasr, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,Terj J Muhyidin,

Bandung: Penerbit Pustaka, 1986, hlm. 62-63. 45

Ibid, hlm. 51. 46 Jamil ahmad, Seratus Muslim terkemuka,Terj. Tim penerjemah Pustaka al Firdaus, Cet

I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987, hlm. 166-170.

38

Adanya ekspansi intelektualitas ke Eropa melalui Spanyol, muncullah

Nicolas Capernicus (1473-1543) yang membongkar teori Geosentris yang

dikembangkan oleh Ptolomeus dengan mengembangkan teori Heliosentris.47

3. Ilmu Hisab di Indonesia

Terkait sejarah pemikiran di Indonesia terdapat dua periode penting

yaitu: periode masuknya Islam di Indonesia (pra kolonial dan periode

kolonial) dan periode reformisme pada abad ke 20.48

Sebelum datangnya Islam ke Indonesia, yakni pada masa Hindu

Budha. Bangsa Indonesia telah mengenal sistem penanggalan Jawa atau yang

disebut Aji Saka.

Penanggalan Saka awalnya didasarkan pada solar calendar atau

peredaran matahari, yang dimulai pada hari Sabtu 14 Maret 78 M ketika Aji

Saka (Raja Prabu Syaliwahono) mendirikan kerajaan Hindia di Hindia.

Kemudian pada masa kerajaan Mataram berkuasa, Sri Sultan Mahmud yang

terkenal dengan Sultan Agung Anyokrukusuma merubah tahun saka itu

menjadi tahun kamariah. Bertepatan dengan 1555 tahun Saka, 1 Muharram

1043 H/ 8 Juli 1633 M.49

47 Teori Heliosentris adalah teori yang merupakan kebalikan dari teori geosentris. Teori

ini mengemukakan bahwa Matahari sebagai pusat peredaran benda- benda langit. Akan tetapi menurut lacakan sejaarah yang pertama kali melakukan kritikk terhadap teori geosentris adalah al Biruni yang berasumsi tidak mungkin langit yang begitu besar beserta bintang-bintangnya yang mengelilingi bumi. Lihat dalam Ahmad Baiquni, Al Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi,

Cet. IV, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 9. 48 Karel.A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta:

Bulan Bintang, Cet.I, 1984,hlm.3 49 H.G. Holander, Ilmu Falak, terjemahan: I Made Sugita, Beknopt Leerboekje der

Cosmogarfie, Jakarta: J.B. Woltres Groningen, 1951, hlm. 93.

39

Sebelum datangnya Belanda ke Indonesia kalender resmi yang

digunakan adalah kalender Hijriah, dan setelah mereka datang terjadilah

pergeseran penggunaan kalender Hijriah diganti dengan kalender Masehi.

Pada awal abad 17 sampai 19 , dan abad 20 perkembangan hisab

rukyat tidak bisa terlepas dari pemikiran serupa di negara Islam yang lain.

Sebagaimana yang tercermin dalam kitab Sullam al-Nayyirain50 yang hampir

mempunyai kesamaan dengan sistem Ulugh Beik.

Sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia bersifat dinamis,

pada abad 20 ilmu Falak pun mulai bersentuhan dengan kemoderenan; ilmu

pengetahuan yang berasal dari Barat. Teori-teori lama yang sudah out of date

mulai ditinggalkan digantikan dengan penemuan baru yang lebih sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Falak sebagai

bagian sains yang berkembang di kalangan umat Islam mengalami hal sama.

Seiring berjalanya waktu, wacana hisab rukyat menjadi berkembang

pesat. Perhitungan yang digunakan berdasarkan data-data yang akurat dengan

didasarkan pada pengamatan seperti Ephemeris, Almanak Nautika yang

menyajikan data-data perjam. Begitu juga dengan banyakya khasanah (kitab-

kitab) di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak, yang pada dasarnya kitab-

kitab tersebut menguraikan masalah yang terjadi pada saat itu.

50 Sullamun Nayyirain adalah kitab yang disusun untuk mengetahui ijtimak berdasarkan

metode Ulugh beik al Samarqandy yang di susun oleh KH. Muh Mansur bin KH Abdul Hamid bin Muh Damiry al Batawy. Di mana kitab tersebut berisi rissalah untuk ijtimak, gerhana bulan daan matahari. Lihat Ahmad Izzuddin ,” Analisis Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah dalam kitab Sullamun Nayyirain”, Skripsi Sarjana, Seamarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 1997, hlm. 8, td.

40

Perkembangan ilmu Falak di Indonesia juga dicerminkan dengan

adanya lembaga Badan Hisab Rukyat (BHR) yang berada didalam naungan

Departemen Agama. Pada dasarnya dibentuknya BHR tidak lain adalah untuk

menjaga persatuan ukhuwah Islamiyah, akan tetapi secara realitis hal ini

belum terwujud terbukti dengan masih seringnya terjadi perbedaan penetapan

awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.

C. Pendapat Ulama tentang Hisab Awal Bulan Kamariah

Di Indonesia metode hisab dijadikan acuan dalam penentuan awal

bulan kamariah yang kemudian diaplikasikan dengan rukyat, namun ada satu

golongan yang berpegang teguh dengan metode hisab saja. Sehingga hal ini

juga menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan awal bulan kamariah di

Indonesia.

Dalam kitab fikih klasik, banyak sekali yang menyatakan bahwa

penentuan awal bulan ditentukan dengan metode rukyat, jika hilal tidak dapat

dilihat maka disempurnakan menjadi 30 hari (pendapat yang dianut jumhur

ulama salaf 51

dan ulma khalaf 52

, Imam Maliki, Abu Hanifah, dan Imam

Syafi’i).53 Hadis-hadis terkait penentuan awal bulan kamariah juga

bermacam-macam, akan tetapi secara mayoritas menunjukkan dengan rukyat

dan istikmal.

51 Salaf: Orang yang memahami, mengagumi, memperjuangkan serta mengajarkan Islam

yang diambil langsung dari sahabat tabi’in dan tabi’it tabi’in, atau ulama yang ada pada abad 1-2 H, dan batas akhir tahun 330 H. Lihat as-Salaf al-Khalaf, gazafirdaus.blospot.com/2009/03/as-

salaf al-khalaf, diakses pada 15 April 2012 pukul 08:44. 52 Ulama yang lahir abad 3 H ( paska tabi’at tabi’in), Ibid. 53 Manshur Ali Nasif, al-Ta,j al-Ja,mi’ li al- Ushu,l, Beirut: Dar al-Fikr, Jilid.I,

hlm.54.

41

Sedangkan ulama yang memperbolehkan hisab diantaranya adalah

Muthorif bin Abdullah (tokoh terkemuka tabi’in), Ibnu Suraij54, Ibnu

Qutaibah dan sebagian ulama modern (zaman sekarang) seperti Yusuf

Qardhawi, Rasyid Ridha (dengan alasan hisab sekarang tidak seperti yang ada

pada zaman Nabi, dan sekarang hisab menghasilkan kepastian yang qath’i).55

Perbedaan pendapat ini juga disebabkan cara pandang terhadap

kutipan hadis Ibnu Umar. Argumentasi fukaha yang tidak memperbolehkan

penetapan awal bulan kamariah yang terkait dengan waktu ibadah dengan

hisab karena menganggap bahwa hadis di atas (sub hisab perspektif hadis)

sifatnya masih global,56 dan ditakhsis dengan hadis yang diriwayatkan

Bukhari :

مسعت ابا هريرة رضي اهللا : حدثنا حممد بن زياد قال شعبة حدثنا آدم حدثنااهللا قال ابو القاسم صلى: قال او –اهللا عليه وسلم ىقال النيب صل: عنه يقول واعدة لاكمف مكليعغبي فإن , هتيوا لرؤطرفاصوموا لرؤيته و: ( عليه وسلم

عبالث انشث٥٧).ني

Artinya: ”Bercerita kepada kami Adam, bercerita kepada kami Muhammad bin Ziyad, ia berkata : aku mendengar Abu Hurairah RA berkata : bersabda Nabi SAW : “berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal,, dan apabila mendung maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR.Bukhari)

54 Boleh menggunakan hisab dengan catatan “hisab tidak bertentangan dengan rukyat

misalnya terpaut dua atau satu hari”, Lihat Imam Abi Zakariyah Yahya bin Syirof al-Nawawi al-Dyimasyaqi, Raudlah al-Thalibi,n, Beiru Libanon: Darul Kutub al-Ilmiyyah, Jilid II, 676, hlm. 211.

55 Susiknan Azhari, op.cit, hlm. 179. 56 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhari, Juz II, Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Libanon, 1992 M/ 1412 H, hlm. 588. 57 Ibid.

42

Akan tetapi dalam Sahih Muslim juga terdapat hadis Ibnu Umar

dengan redaksi yang berbeda dan menunjukkan bahwa lafal faqduru,lah

ditakhsis dengan lafal tsalatsi,na yang berarti menyempurnakan menjadi

tiga puluh hari, berikut bunyi hadisnya:

عن ابن ,عافعن ن اهللاديبحدثنا ع.ةامسنا أبو أثدح.ةيبي شبأ بن ركنا أبو بثحدعمكصلى اهللا عليه وسلم ذأن رسول ا هللا :رضي ا هللا عنهما رر ف. مضانرضرب . هيتؤرو ا لومصف) ةثا ليف الث ها مهب ا دقع مث(ذا كا وهذكه هرالش: فقا ل يه ديب

٥٨)رواه مسلم( نيثاله ثوالردفاقم كيلع يمغوأفطرو الرؤيته فإن أ

Sedangkan fukaha yang memperbolehkan penetapan awal bulan

Hijriah dengan hisab yaitu karena memang diperuntukkan bagi mereka yang

bisa dan mengetahui ilmu falak, adapun untuk hadis dengan lafal ة/�Yاl(mآ�

ditujukan untuk orang awam (bagi mereka yang tidak bisa ilmu hisab).59

Kasus perbedaan penetapan awal bulan kamariah sebenarnya

berdasarkan khitab pada waktu itu yaitu disesuaikan dengan perbedaan situasi

dan kondisi. Sehingga fatwa (hukum) akan berubah seiring perubahan zaman

dan keadaan, serta disesuaikan dengan ‘illah yakni jika kondisi waktu itu

(bangsa Arab masa ummy) dan letak secara geografis tepat untuk melakukan

pengamatan yang dijadikan sebab tidak dibarlakukanya hisab, maka jika

sebab itu berubah maka secara tidak langsung ketetapanya juga berubah

(boleh menggunakan hisab) sebagaimana kaidah fiqhiyyah :

58 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, loc.cit. 59 Shofiyullah, op.cit, hlm. 22.

43

60امدعا وودجو ةلالع عر مودي مكحال

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahmad Junaidi, menurut penelitian

Syihabbudin al-Qalyubi61 hadis-hadis hisab rukyat tersebut mengandung

sepuluh interpretasi yang beragam di antaranya:

• Perintah berpuasa berlaku atas semua orang yang melihat hilal dan tidak

berlaku atas orang yang tidak melihatnya.

• Melihat di sini melalui mata. Karenanya, ia tidak berlaku atas orang buta

(matanya tidak berfungsi).

• Melihat (rukyat) secara keilmuan bernilai mutawatir dan merupakan berita

dari orang yang adil.

• Nash tersebut mengandung juga makna dzhan sehingga mencakup ramalan

dalam nujum (astronomi).

• Ada tuntutan puasa secara kontinu jika terhalang pandangan atas hilal

manakala sudah ada kepastian hilal sudah dapat dilihat.

• Ada kemungkinan hilal sudah wujud sehingga wajib puasa, walaupun

menurut ahli astronomi belum ada kemungkinan hilal dapat dilihat.

• Perintah hadis tersebut ditujukan kepada kaum Muslimin secara

menyeluruh. Namun pelaksanaan rukyat tidak diwajibkan kepada

seluruhnya bahkan mungkin hanya perseorangan.

• Hadis ini mengandung makna berbuka puasa.

60 Hukum itu berubah seiring dengan perbedaan ‘illah atau sebab yang menyertainya,

lihat Abdul Hamid, Mabadi’ Awwaliyyah, Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra, hlm. 46. 61 Ahmad Junaidi, Rukyat Global Perpsektif Fikih Astronomi, Ponorogo: STAIN Press,

2010, hlm.20-29. Lihat Shihab al-Din al-Qulyubi, Hasyiyat Minhaj al-Talibin, vol.2. Kairo: Mustafa al-Halabi, 1956, hlm. 45.

44

• Rukyat itu berlaku terhadap hilal Ramadhan dalam kewajiban berpuasa,

tidak untuk ifthar-nya (berbuka).

• Yang menutup pandangan ditentukan hanya oleh mendung bukan

selainnya.

Menurut Syeikh Sakir, sebagaimana yang dipaparkan di atas bahwa

pada zaman itu Rasulullah jelas tidak akan memerintahkan untuk

menggunakan hisab karena pada masa itu mereka tidak mengetahui hisab

(ummy). Kemudian menurutnya Rasulullah memberikan isyarat bahwa

digunakanya hisab ketika hilal terhalang atau tertutup awan yaitu pada hadis

yang sanadnya dari Malik, Nafi’ dari Ibnu Umar.62

Perbedaan terkait pemahaman hadis-hadis tentang penetapan awal

bulan kamariah ada yang menyatakan berawal dari munculnya perbedaan

pemahaman tentang term rukyat.63 Term rukyat oleh sebagian ulama

dipahami melihat dengan mata telanjang pada akhir bulan Hijriah (tanggal

29) jika dipahami bahwa rukyat adalah ta’abbudi, sementara oleh sebagian

ulama dipahami sebagai pengetahuan (mengetahui dengan ilmu pengetahuan)

yang dikembangkan melalui hisab (perhitungan benda-benda langit yang

mempengaruhi perubahan waktu dan prediksi waktu munculnya hilal), bahwa

rukyat dapat dianalogikan (ta’aqquli).64

Mayoritas ulama modern juga menyarankan untuk tetap

menggunakan rukyat, penetapan hilal menggunakan hisab itu tidak

62Shofiyullah, op.cit, hlm. 37.

63Muhammad Imron Rosyadi, Problematika Penetapan Kalender Hijriyah

(Studi Terhadap Pemikiran Prof. Dr.Moh Ilyas Tentang Unifikasi Kalender Islam Internasional),

lihat http// Islamic Astronomy « Majelis Dzikir ' Al-Auva ' Indonesia.Htm.diakses 1 April 2012. 64Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 37.

45

diperbolehkan. Karena masalah ibadah itu harus mengacu kepada nash (teks)

syar’i dan sudah menjadi ijma’ ulama bahwa puasa dan ifthar berpatokan

pada nujum (bintang) itu tidak sah, karena ilmu nujum itu menduga-duga dan

mengira-ngira.65 Meskipun sekarang hisab tidak seperti anggapan orang

dahulu, bahkan hisab sudah mendekati kebenaran. Akan tetapi pertimbangan

syari’ah lebih diutamakan.

Sebagian ulama modern lain juga ada yang menyatakan: Bahwa yang

dimaksudkan dengan rukyat itu adalah meyakinkan datangnya hilal, dan jika

melihat perkembangan ilmu hisab era ini bahwa perhitungan modern telah

sampai pada kesimpulan yang meyakinkan melebihi rukyat. Sedangkan

berpedoman pada penyempurnaan bilangan Sya’ban atau Ramadhan menjadi

tiga puluh hari adalah cara kedua untuk memperoleh keyakinan bulan baru.

Pendapat Yusuf Qardhawi, bahwa ia menyerukan penentuan awal

bulan kamariah dengan menggunakan hisab qath’i (yang mendatangkan

kepastian) minimal dalam hal penafian66 bukan dalam hal pengukuhan. Jadi

pada dasarnya hisab itu juga diperlukan untuk mengetahui posisi hilal, yang

kemudian hasilnya akan disesuaikan dengan rukyat.

65 HDN, Fikih Syiam bagian ke-5 dipost 18 Agustus 2011, Lihat http//dakwatuna.com

diakses pada 2 April 2012 pukul 17:42. 66 Penggunaan hisab dalam hal penafian : tetap menggunakan rukyat, akan tetapi jika

hisab telah menafikan kemungkinan rukyat yakni hilal belum wujud maka rukyat dapat ditolak. Lihat Shofiyullah, op.cit, hlm. 43.

46

D. Metode-Metode yang Digunakan dalam Menentukan Awal Bulan

Kamariah

Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, bahwa terdapat dasar

hukum dalam penentuan awal bulan kamariah baik yang tercantum dalam al-

Qur’an ataupun Hadis. Dari pedoman tersebut secara garis besar terdapat tiga

macam cara dalam penentuan awal bulan kamariah khususnya yang terkait

dengan masalah ibadah, diantaranya yaitu:

1. Cara pertama, Rukyat

Rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu '&ى ، رأt& ،رأى yang artinya

‘melihat’ secara sederhana rukyat berarti melihat, mengamati, dan

mengobservasi artinya melihat dengan kepala.67

Rukyat adalah aktifitas mengamati visibiltas68 hilal setelah

terjadinya ijtimak (konjungsi). Adapun yang dimaksud disini adalah rukyat

al-hilal yaitu penentuan hilal dengan mata telanjang atau dengan

menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau setiap tanggal 29

bulan kamariah pada saat matahari terbenam.

Mazhab rukyat mempunyai pedoman sendiri yaitu dengan

bepedoman pada al-Qur’an surat al-Baqoroh: 189 dan beberapa hadis yang

menyatakan bahwa penentuan awal bulan kamariah dilakukan dengan

67 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008, hlm.

183. 68 Visibilitas hilal merupakan istilah inggris yang berarti kemungkinan hilal terlihat,

selain memperhitungkan wujudnya hilal di atas ufuk, pelaku hisab juga memperhatikan faktor-faktor lain yang memungkinkan terlihatnya hilal. Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab

Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008, hlm. 79.

47

rukyat sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, salah satu hadis yang

dijadikan pedoman diantaranya:

ناث: قاال , يكزامل ا قسحي إبا ا بنيركوابو ز,ظافاهللا احل دبو عاب أخبرناابو عبد اهللا محمد بن يث, عقوبنعفا جر بن محمد ,ثنا يا, يحنيلبا إمسا ع

قال رسول الله : عن عبد الله بن دينار أنه مسع ابن عمر قال , جعفر بنال تصوموا حىت تروه وال ةليرون لشو ع الشهر تسع:صلى الله عليه وسلم رواه مسلم ( فاقدروالهعليكم مكم فإن غيلع مغي نتفطروا حىت تروه إال ا

٦٩. )ىف الصحيح عن حيي بن حييArtinya: ”Mengabarkan kepada kami Abu Abd’illah al-Hafidz, dan Abu

Zakaria bin Abi Ishaq al-Muzakki, mereka berkata : bercerita kepada kami Abu Abd’illah Muhammad bin Ya’kub, bercerita kepada kami, Ja’far bin Muhammad, bercerita kepada kami Yahya, Ismail bin Ja’far memberitakan, dari Abdullah bin Dinar sesungguhnya Ibnu Umar berkata : bersabda Rasulullah SAW : bulan itu 29 malam, janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka hingga melihat hilal, kecuali jika awan menutupi (mendung), maka sempurnakanlah 30 hari.” (HR. Muslim, hadis Shahih dari Yahya bin Yahya).

Rukyat terdiri dari beberapa macam, diantaranya:

a. Rukyat bi al-qolbi

70

Yaitu rukyat yang hanya diperkirakan bahwa hilal sudah bisa

terlihat. Rukyat seperti ini tidak banyak diikuti, karena tidak ada bukti

yang nyata dan ditakutkan akan menyesatkan.

69 Muhammad Abdul Qadir ‘Athab, Sunan al-Kubra (Lil Imam Abi Bakar Ahmad bin al-

Husain bin Ali al-Baihaqi), Libanon : Daar al-Kutub al-Ilmiah, Juz 4, hlm. 345. 70Lihat Kriteria Hisab Rukyat oleh Mutiara Zuhud 31 Agustus 2011

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/08/31/kirteria-hisab-rukya/, diakses pada 4 Mei 2012 pukul 18:51.

48

b. Rukyat bi al-fi’li

Rukyat bi al-fi’li adalah usaha melihat hilal dengan mata telanjang

dan dilakukan secara langsung yang dilakukan setiap akhir bulan tanggal

29 bulan kamariah pada saat matahari tenggelam. Apabila hilal berhasil

dilihat, maka sejak malam itu sudah dihitung tanggal satu bulan baru.

Tetapi jika tidak berhasil dirukyat maka malam dan keesokan harinya

masih merupakan bulan yang sedang berjalan, sehingga umur bulan

tersebut digenapkan 30 hari (Istikmal).71

Rukyat bi al-fi’li menjadi sistem penentuan awal bulan kamarih

yang diterapkan pada zaman Nabi, para sahabat, tabi’in dan tabi’ al-

tabi’in. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa rukyat tersebut

masih digunakan dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan

Zulhijjah. Namun sistem ini tidak dapat dijadikan dalam pembuatan

kalender.

Sebelum berkembangnya ilmu Astronomi, rukyat yang

diinterpretasikan dari hadis Rasulullah yaitu rukyat yang dilakukan

secara visual. Padahal jika dilihat di era sekarang banyak sekali problem

yang menghambat pengamatan hilal secara visual, diantaranya: Pertama,

kondisi cuaca seperti mendung; kedua, ketinggian hilal dan Matahari;

ketiga, jarak antara Bulan dan Matahari (jika hilal terlalu dekat,

meskipun Matahari telah tenggelam, berkas sinarnya masih menyilaukan

sehingga hilal tidak akan tampak); keempat, kondisi atmosfir Bumi

71 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 37.

49

seperti akibat polusi udara, kabut dan sebagainya); kelima, kualitas mata

pengamat.72

Perbedaan di kalangan ulama fikih terkait masalah pemberlakuan

rukyat apakah hanya untuk satu wilayah atau seluruh dunia. Dalam hal ini,

jumhur fukaha menyatakan bahwa rukyat di suatu Negara berlaku untuk di

negara-negara Islam lainya (bersifat global).

Menurut mazhab Syafi’i73 terdapat lima pendapat tentang jarak ke

garis batas mathla’ dari lokasi rukyat al-hilal, yaitu: Pertama, pemberlakuan

hasil rukyat hanya sejauh jarak dimana qoshar salat diijinkan sekitar 80 km;

kedua, pemberlakuan hasil rukyat sejauh 8° bujur; ketiga, wilayatul hukmi

sebagaimana yang berlaku di Indonesia jika di suatu wilayah rukyat berhasil,

maka berlaku di seluruh Indonesia; keempat, pemberlakuan hasil rukyat

sejauh 24 farsakh (133 km); kelima, pemberlakuan hasil rukyat hilal samapi

suatu daerah dimana hilal masih memungkinkan untuk dirukyat.

Sedangkan menurut Imam al-Sarokhosi, hasil rukyat berlaku juga

bagi daerah yang jauh, jika daerah yang jauh tersebut memungkinkan untuk

rukyat dalam arti keadaan hilal di daerah yang jauh tidak berada di bawah

ufuk. Secara astronomi, pendapat tersebut dapat dibenarkan.

Mengenai kriteria visibilitas hilal masih terjadi perselisihan, yakni

belum ada kesepakatan secara global tentang kriteria yang harus digunakan

72 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, 2007, hlm. 87. 73 Shoifiyulloh, op.cit, hlm.18.

50

dalam mengontrol hasil rukyat.74 Karena kriteria visibilitas hilal cukup rumit

dan tidak ditemukanya zona yang pasti.

Indonesia sebagai anggota MABIMS, menggunakan kriteria imkan al-

rukyat “ bahwa tinggi hilal terendah adalah 2 derajat di atas ufuk mar’i”.

Menurut Purwanto kriteria ini berdasarkan penggabungan hasil pengamatan

(rukyat) dengan ukuran tinggi hilal minimum 2 derajat menurut hisab.

Ketetapan tersebut sangat sulit diterima para Astronom Internasional.

Kriteria yang disepakati MABIMS merupakan tinggi hilal minimum tiga

derajat dan umur bulan saat Matahari terbenam minimal delapan jam.75

2. Cara kedua, Istikmal

Cara ini dilakukan ketika rukyat tidak behasil untuk dilihat, tidak

pandang cuaca cerah maupun mendung. Istikmal dilakukan dengan

menyempurnakan jumlah hari Sya’ban atau Ramadhan menjadi 30 hari.

Seperti halnya rukyat, penentuan awal bulan dengan istikmal juga

mempunyai dasar. Salah satu hadis yang dijadikan pedoman yaitu:

مسعت ابا هريرة رضي اهللا : حدثنا حممد بن زياد قال شعبة حدثنا آدم حدثنا اهللا ىقال ابو القاسم صل: او قال –اهللا عليه وسلم ىقال النيب صل: عنه يقول

عدة يب عليكم فاكملوافإن غ, يتهؤطروا لرفيته واؤصوموا لر: ( -عليه وسلم ٧٦).شعبان ثالثني

Artinya: ”Bercerita kepada kami Adam, bercerita kepada kami Muhammad bin Ziyad, ia berkata : aku mendengar Abu Hurairah RA berkata : bersabda Nabi SAW : “berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal,, dan apabila mendung

74 Shofiyullah, op.cit, hlm.12. 75 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat: Wacana untuk Membangun Kebersamaan di

Tengah Perbedaan), Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Cet.I, Mei 2007, hlm.158. 76 Ibid.

51

maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Al-Bukhari).

Cara ini hanya fokus pada tiga bulan yaitu bulan Ramadhan untuk

penentuan awal puasa, Syawal untuk menetapkan hari raya idul Fitri dan

Zulhijjah untuk menetapkan idul Adha. Tetapi juga tidak menutup

kemungkinan juga digunakan untuk bulan-bulan yang lain.

3. Cara ketiga, Hisab

Metode hisab merupakan penentuan awal bulan kamariah yang

didasarkan pada perhitungan peredaran Bulan mengelilingi Matahari.

Metode hisab tersebut dapat menentukan awal bulan jauh sebelumnya,

sebab tidak tergantung pada terlihatnya hilal pada saat Matahari terbenam

walaupun metode ini diperselisihkan kebolehan penggunaanya dalam

menentukan awal bulan yang ada kaitanya dengan pelaksanaan ibadah (awal

bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah). Namun metode ini mutlak

diperlukan dalam menetapkan awal-awal bulan untuk kepentingan

penyusunan kalender.

Dalam penentuan awal bulan kamariah dengan metode hisab, secara

garis besarnya diklasifikasikan menjad dua macam77 yaitu:

a. Hisab ‘urfi (Hisab Isthilahi)

Kata ‘urfi diambil dari kata العرف yang berarti العادة المرعية

yaitu: konvensi atau kebiasaan yang dipelihara78, yakni hisab yang

melandasi perhitunganya dengan kaidah-kaidah sederhana.

77 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia (Studi Atas Pemikiran

Saadoeddin Djambek), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 23.

52

Metode hisab ‘urfi merupakan metode yang perhitunganya

didasarkan umur rata-rata bulan sehingga dalam setahun kamariah umur

dibuat bervariasi antara 29 hari dan 30 hari, untuk bulan ganjil umurnya

selalu 30 hari dan bulan genap 29 hari kecuali bulan Zulhijjah. Jika

tahun kabisat maka umur bulan Zulhijjah adalah 30 hari sedangkan

untuk tahun basitah umur bulan Zulhijjah adalah 29 hari.

Hisab ‘urfi telah dipergunakan sejak zaman Khalifah kedua,

Umar bin Khottob tahun 17 H dengan menyusun kalender Islam untuk

jangka waktu yang panjang. Umumnya hisab tersebut dilaksanakan

dengan cara merata-ratakan waktu edar Bulan mengelilingi Bumi

sebagaimana berikut:79

1. Penanggalan akan berulang secara berkala setiap 30 tahun

2. Awal tahun pertama Hijriah (1 Muharram 1 H) bertepatan

dengan hari Kamis (15 Juli 622 M, Julian) berdasarkan hisab,

sedangkan hilal terlihat pada malam Jum’at (16 Juli 622 M)

berdasarkan rukyat

3. Panjang bulan bergantian antara 30 dan 29 hari, sebagaimana

paparan sebelumnya

4. Dalam periode 30 tahun, terdapat 11 tahun kabisat dan 19 tahun

basitah. Tahun kabisat jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15,

18, 21, 24, 26, dan 29. Untuk menentukan tahun kabisat dan

78 Achmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, cet.I, Surabaya:

Pustaka Progressif, 1984, hlm. 920. 79 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 30-31.

53

basitah. Maka tahunya dibagi 30, jika sisanya 2, 5, 7 dan

seterusnya maka masuk tahun kabisat.

Karena penetapanya secara konvesional,dengan mendeskripsikan

aturan 29 dan 30 serta aturan kabisat yang tidak menunjukkan posisi

Bulan yang sebenarnya dan hanya pendekatan, maka hisab ‘urfi ini

praktis untuk menyusun penanggalan Hijriah. Namun, metode tersebut

tidak bisa dijadikan acuan untuk penentuan awal bulan kamariah yang

berkaitan dengan ibadah yaitu Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah karena

ia tidak menggambarkan penampakan Bulan yang sebenarnya.

Perhitungan berdasarkan hisab ‘urfi ini biasanya dijadikan

sebagai ancar-ancar sebelum melakukan perhitungan penanggalan

ataupun perhitungan awal bulan berdasarkan hisab haqiqi.

Gambaran hisab ‘urfi di Indonesia sama dengan hisab Jawa Islam

dengan kriteria yang sama yaitu menetapkan satu daur (siklus) terdiri

dari delapan tahun yang disebut Windu. Setiap 1 windu ditetapkan ada

3 tahun.

b. Hisab Haqiqi

Hisab Haqiqi hisab yang didasarkan pada peredaran bulan yang

sebenarnya. Dengan hisab haqiqi, bulan baru dapat dipastikan jika pada

waktu magrib hilal berada di atas ufuk. Terdapat tiga pandangan

mengenai keberadaan hilal di atas ufuk yaitu80 hilal dianggap wujud

80 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 31-32.

54

ketika ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, hilal dianggap sudah

lahir jika pada saat gurub (Matahari terbenam) hilal diperhitungkan

sudah berada di atas ufuk hakiki (true horizon).

Hisab ini dibagi menjadi tiga tingkatan sebagai berikut:

1. Hisab haqiqi bi al-taqrib, tingkat akurasi perhitungnya rendah

Hisab haqiqi bi al-taqrib, model perhitunganya cukup

melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian

data-data yang sudah ada tanpa menggunakan perhitungan segitiga

bola.

Kelompok ini menggunakan data Bulan dan Matahari

bedasarkan data dan tabel Ulugh Beik.81 Perhitungan metode taqribi

secara fisik menggunakan ilmu Astronomi yang masih menganut

teori Geosentris.82 Dalam penentuan ketinggian hilal, menurut sistem

hisab ini dihitung dari titik pusat Bumi bukan dari permukaan Bumi,

dan berpedoman pada gerak rata-rata Bulan yakni setiap harinya

bulan bergerak ke arah timur rata-rata 12 derajat, sehingga

operasionalnya adalah dengan memperhitungkan selisih waktu

ijtimak dengan waktu Matahari terbenam kemudian dibagi dua.83

Maka sebagai konsekuensinya adalah apabila ijtimak terjadi sebelum

Matahari terbenam, maka secara praktis posisi Bulan sudah berada di

81 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 7. 82 Lihat M.Solihat dan Subhan, Rukyat dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani Press, 1994,

hlm.18 83 Lihat Saiful Mujab, op.cit, hlm. 6, td.

55

atas ufuk pada saat Matahari terbenam dan hisab tersebut belum

memperhitungakn nilai azimut Bulan dan Matahari.

Adapun kitab klasik di Indonesia yang termasuk kategori

hisab haqiqi bi al-taqrib antara lain: Sullam al-Nayyirain oleh

Muhammad Manshur al-Batawi, Tadzkirah al-Ikhwan oleh Abu

Hamdan, Fath al-Rauf al-Mannan oleh Abu Hamdan Abdul Jalil bin

Abdul Hamid al-Qudsy, al-Qawaid al-Falakiyyah oleh Abdul Fatah

al-Sayid Ashshuhy al-Falaky, Risalah al-Qamarain oleh Nawawi

Muhammad Yunus al-Kadiri, Syams al-Hilal oleh KH.Noor Ahmad,

Risalah Falakiyyah Ramli Hasan, Risalah Hisabiyyah oleh KH.

Hasan Basri.

2. Hisab haqiqi bi al-tahqiq, tingkat akurasi perhitunganya sedang

Metode perhitunganya berbeda dengan hisab haqiqi bi al-

taqrib, yakni perhitunganya sudah menggunakan ilmu ukur segitiga

bola (spherical trigonometri) dan juga menggunakan ilmu

Astronomi penganut teori Heliosentris. Sehingga perhitunganya bisa

menggunakan alat bantu hitung seperti kalkulator dan komputer atau

bahkan juga berdasarkan jadwal logaritma empat desimal, lima

desimal ataupun tujuh desimal seperti halnya kitab Muntaha Nataij

al-Awal atau juga bisa menggunakan alat hitung Rubu’ al-

Mujayyab.84

84

Rubu’ al-Mujayyab adalah sebuat alat hitung yang berbentuk seperempat lingkaran untuk hitungan goneometris. Lihat dalam Muhyidin Khazin, kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm.69.

56

Untuk menghitung ketinggian hilal, sistem ini

memperhitungkan beberapa koreksi dan juga memperhatikan posisi

observer (Lintang dan Bujur Tempat), deklinasi Bulan, sudut waktu

Bulan, dan menurut hemat penulis jika menilik sistem tersebut

secara umum berupa kitab-kitab dengan data-data yang dicangkok

dari kitab Mathla’ al-Sa’id.

Menurut sistem ini umur bulan tidaklah konstan dan juga

tidak beraturan melainkan bergantung posisi hilal setiap bulan.

Sehingga umur bulan bisa jadi berturut-turut 29 hari atau 30 hari

bahkan boleh jadi bergantian sebagaimana dalam hisab ‘urfi.85

Yang termasuk ke dalam kategori hisab tersebut yaitu al-

Khulashah al-Wafiyah karya KH. Zubair Umar Jailani, Ittifaq Dzatil

Ba’in karya KH. Muh. Zubair Abdul Karim, Muntaha Nataij al-

Aqwal oleh KH. Muhammad Hasan Asy’ari, Badi’ah al-Mitsal karya

Muhammad Ma’shum bin Ali, Nur al-Anwar oleh KH.Noor Ahmad

SS Jepara.86

3. Hisab kontemporer, tingkat akurasi perhitunganya tinggi

Metode ini hampir sama dengan metode Haqiqi bi al-Tahqiq,

hanya berbeda pada sistem koreksinya yang lebih teliti (lebih

kompleks dibanding hisab Haqiqi bi al-Tahqiq) dan rumus-

rumusnya lebih disederhanakan. Serta data-data yang digunakan

acuan selalui diperbarui setiap tahunya (tidak paten).

85 Abd Salam Nawawi, Algoritma Hisab Ephemeris, Semarang: Pendidikan dan Pelatihan Nasional Pelaksanaan Rukyat NU, 2006, hlm.1.

86 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm.29, baca Sriyatin Shadiq, op.cit, hlm.67.

57

Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: New Comb

oleh Bidron Hadi, Alamanak Nautika oleh TNI AL Dinas Hidro

Oseanografi, Ephimeris Hisab dan Rukyat oleh BHR Depag RI,

Astronomical Tebles of Sun, Moon and Planets oleh Jeen Meeus

Belgia.87

Dari ketiga metode penentuan awal bulan kamariah di atas juga

masih terdapat perbedaan dalam memahami konsep permulaan hari dalam

bulan baru. Disinilah kemudian muncul berbagai aliran mengenai penentuan

awal bulan yang pada dasarnya berpangkal pada pedoman ijtimak, dan

posisi hilal di atas ufuk.88

Menurut ahli rukyat, dalam sistem penanggalan Hijriah (penentuan

awal bulan) adalah posisi hilal berada diatas ufuk pada saat Matahari

terbenam dan dapat dirukyat sedangkan menurut ahli hisab, awal bulan

cukup ditandai dengan keberadaan hilal diatas ufuk pada saat Matahari

terbenam. Adapun ahli Astronomi menyatakan awal bulan ditandai dengan

terjadinya konjungsi atau ijtimak al-hilal (Matahari dan Bulan berada pada

garis bujur yang sama).89

a) Konsep ijtimak

Golongan yang berpedoman pada ijtimak dapat dibedakan

menjadi beberapa golongan yaitu:

87 Ibid., hlm. 29. 88 Ijtimak adalah berkumpulnya matahari dan bulan dalam satu bujur astronomi yang sama.

Ijtimak di sebut juga dengan konjungsi ,pangkreman, iqtiraan. Sedangkan yang di maksud ufuk adalah lingkaran besar yang membagi bola langit menjadi dua bagian yang besarnya sama. Ufuk di sebut juga horizon, kaki langit, cakrawala, batas pandang.

89 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 32.

58

a. Ijtimak qobl al-ghurub yaitu apabila ijtimak terjadi sebelum

matahari terbenam maka pada malam harinya sudah di anggap

sebagai bulan baru.

b. Ijtimak qobl al-fajri yaitu apabila ijtimak terjadi sebelum terbit

fajar maka pada malam itu sudah di anggap sudah masuk awal

bulan baru.

c. Ijtimak qabl al-zawal yaitu apabila ijtimak terjadi sebelum zawal

maka hari itu sudah memasuki awal bulan baru.

Namun dari golongan-golongan tersebut yang masih di pegang

oleh ulama adalah ijtimak qobl al-ghurub dan ijtimak qobl al-fajri.

Sedangkan golongan yang lain tidak banyak di kenal secara luas oleh

masyarakat.90

b) Konsep posisi hilal

Adapun kriteria posisi hilal yang dijadikan sebagai penentu

masuknya awal bulan kamariah adalah apabila perhitungan hilal sudah

memenuhi kriteria sebagai penentu awal bulan (tidak

memperhitungkan apakah hilal dapat dilihat atau tidak).

Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk

dibedakan menjadi:

a. Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk hakiki

yaitu ufuk yang berjarak 90 derajat dari titik zenit (lingkaran bola

langit yang bidangnya melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada

90 Nouruz Zaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1997, hlm. 195.

59

garis vertikal peninjau.91 Menurut pendapat ini, bahwa apabila pada

saat Matahari terbenam (setelah terjadinya ijtimak), posisi hilal

sudah berada di atas ufuk hakiki92

b. Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk mar’i

yaitu ufuk hakiki dengan koreksi seperti kerendahan ufuk, refraksi,

semi diameter, dan parallaks

c. Imkan al-Rukyat yaitu masuknya awal bulan ditentukan

berdasarkan pengamatan langsung terhadap hilal atau berdasarkan

penampakan hilal (menetukan posisi ketinggian hilal pada saat

terbenamnya Matahari, yang memungkinkan bisa dilihat)93

Di Indonesia terdapat beberapa golongan dalam menentukan awal

bulan kamariah dengan cara yang berbeda diantaranya: NU,

Muhammadiyah94, PERSIS95, jama’ah tarekat Naqsyabandiyah96, al-

Nadzir97, HTI.

91 Marsito, op.cit, hlm. 13. Posisi hilal pada ufuk adalah posisi titik pusat bulan pada ufuk

haqiqi. Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuardi, 2001, hlm. 32.

92 Penentuan awal bulan kamariah dilakukan dengan menentukan ketinggian (haqiqi) titik pusat bulan yang diukur dari ufuk haqiqi. Lihat Ichtijanto. Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 148.

93 Ichtijanto. op,cit, hlm. 149. 94 Pada mulanya konsep yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab haqiqi dengan

kriteria imkan al-rukyat, kemudian hisab haqiqi dengan konsep ijtimak qabla al-ghurub.94

Akan tetapi pada tahun 1938 M/1357 H organisasi ini menggunakan konsep wujudul hiala sebagai jalan tenagah antara hisab murni (hisab ijtimak) dan rukyat murni, dan konsep ini masih dijadikan pegangan hingga sekarang. Lihat Susiknan Azhari, op.cit, hlm. 152-153.

95 Persis merupakan salah satu ormas yang menggunakan hisab dalam penentuan awal bulan kamariah (Ramdhan, Syawal, dan Zulhijjah). Pada awalnya mereka menggunakan konsep yang sama dengan Muhammadiyah yaituk wujudul hilal.Seiring dengan perubahan pemahaman, pada tahun 1422 H/1423 H Persis mulai mengadopsi teori imakan al-rukyat dalam menyusun kalender. Lihat Susiknan Azhari, op.cit, hlm.168-169.

60

Konsep Imkan al-Rukyat merupakan konsep yang ditawarkan

pemerintah untuk menjembatani antara mazhab hisab dan mazhab rukyat.

Ketetapan ini pada dasarnya titik temu yang paling baik meskipun kriteria

Indonesia lebih rendah dari kriteria Internasional (Astronomi), kriteria ini

juga dibuat dari perpaduan data rukyat dan data hisab.

Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Cecep Nurwenda,

bahwa peristiwa istbat, diantaranya berawal dari asumsi kepastian, sisi

keeroran terjadi pada setiap masing-masing hisab. Secara resmi penentuan

awal bulan kamariah khususnya yang terkait masalah ibadah diharuskan

menggunakan dua metode yaitu hisab dan rukyat karena pada dasarnya

keduanya merupakan metode yang saling mendukung atau melengkapi.

Kemudian kronologi simulasi hilal, di Indonesia menggunakan

kriteria ketinggian hilal minimal 2°, kriteria ini disepakati oleh anggota

MABIMS dan untuk di Indonesia kriteria tersebut bisa dikatakan kriteria

yang lebih mengarah bagaimana untuk mempersatukan penetapan awal

bulan kamariah yang ada di Indonesia meskipun sacara astronomi hilal

dapat dilihat dengan ketinggian 5°.

96 Jama’ah tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas beberapa aliran yang berdasarkan syeikh

Musyid masing-masing, sebagaimana yang disampaikan pada seminar nasional bahwa hanya aliran Pasar Baru Padanglah yang berbeda dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal. Aliran ini lebih menitikberatkan hisab ‘urfi yang terdapat dalam almanak guru mereka yaitu Syeikh Abdul Munir. Lihat Ibnu Abbas, “Penentuan Awal Bulan Kamariah Menurut Tarekat Naqsyabandi”, Makalah disampaikan pada “Seminar Nasional Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia, Merujut Ukhwah di Tengah Perbedaan yang diselenggarakan oleh Maklis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Yogyakarta, 27-30 November 2008.

97 An-Nadzir merupakan kelompok muslim yang memegang tiga konsep dalam penentuan awal bulan kamariah yaitu konsep hisab dengan angka 54 sebagai pedoman perhitunganya, rukyat dengan mata hati, dan pengamatan fenomena alam seperti pasang surut air laut, angin, hujan dan kilat.Ibid.

61

Ormas-ormas yang menerima kriteria MABIMS yaitu NU, Persis,

dan lain sebagainya, sedangkan untuk Muhammadiyah mempunyai konsep

sendiri yaitu wujud al-hilal dengan berdasarkan bahwa hilal berada di atas

ufuk, dan tidak memandang berapa ketinggian hilalnya.

٦٢

BAB III

HISAB AWAL BULAN KAMARIAH

DALAM KITAB MUNTAHA NATAIJ AL-AQWAL

A. Sosio-Biografi KH. Muhammad Hasan Asy’ari al-Baweani al-Basuruani

Berbicara tentang sosio biografi KH. Muhammad Hasan Asy’ari, maka

tidak terlepas dengan asal muasal siapa sosok Muhammad Hasan Asy’ari.

Tidak banyak yang bisa diketahui tentang biografi serta perjalanan hidupnya,

karena ia bermukim di negara Timur Tengah dan juga tentunya karena tidak

ada yang meneliti tentang biografinya.

Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan KH. Ade Rahman

Syakur pengasuh pondok pesantren Sabilul Muttaqien Pasuruan, sekaligus

ketua Syuriah PCNU Pasuruan yang juga sebagai sesepuh ahli falak di

Pasuruan. Ia menceritakan sepengetahuanya tentang KH. Muhammad Hasan

Asy’ari.1

KH. Muhammad Hasan Asy’ari merupakan seorang ulama yang lahir

di pulau kecil Bawean Gresik Jawa Timur sekitar tahun 1820-an, karena dia

seumuran dengan KH. Khalil Bangkalan. Pada masa hidupnya dihabiskan di

pesantren dan ia bermukim di Makkah. Ia menikah dengan Nyi Maryam yang

merupakan putri dari Syeikh Nawawi Banten, dan dikaruniai dua putra yaitu

KH. Ma’ruf (dua putri yaitu Nyi Fatimah, dan Nyi Ni’mah) dan KH. Ahmad

Noor (lima putra Nyi zuhroh, Siti Rabiatul Adawiyah, Aisyah, M. Ma’tuf, dan

1 Hasil Wawancara dengan KH.Ade Rahman Syakur pengasuh pondok pesantren Sabilul

Muttaqien Pasuruan, dan ketua Syuriah PCNU Pasuruan yang juga sebagai sesepuh di Pasuruan. Di Ponpes Sabilul Muttaqin pada Jum’at, 30 Desember 2011 pukul 08.00-09.30.

٦٣

M. Mahfudz), kedua putranya (KH. Ma’ruf dan KH. Ahmad Noor) lahir di

Makkah dan bermukim di sana.2

Menurut KH. Ade Rahman Syakur, sebelumnya di Makkah ia belajar

di negara Maghrobi3 yang sekarang dikenal sebutan Maroko, kemudian pindah

ke Makkah, dan ia penah belajar kepada Syeikh Nawawi Banten di Masjidil

Haram sekitar tahun 1800-1900-an4, yang kemudian oleh Syeikh Nawawi

Banten ia diangkat menjadi menantu dengan Nyi Maryam putri ke dua Syeikh

Nawawi Banten dengan istri yang pertama yaitu Nyi Nasimah dari Tanara.5

Di penghujung abad ke-18 di Semenanjung Jazirah Arab muncul

gerakan wahabi yang dipelopori Muhammad Ibn Abdul Wahab, gerakan ini

muncul bersama dengan kemunduran tiga kerajaan Islam diantaranya Usmani

di Turki, Shafawi di Persia, dan Mughal di India pada rentang tahun 1500-

1800.6

Ajaran wahabi merupakan ajaran yang lebih menekankan pada

pemurnian ajaran Islam dengan corak yang lebih keras, mereka menginginkan

Islam itu kembali pada al-Qur’an dan Sunah, mereka beranggapan bahwa

2 Hasil wawancara dengan ahli waris KH.Muhammad Hasan Asy’ari Nyi Muzayanah

pada Rabu 17 Februari 2012 di Ranggeh Pasuruan pukul 16.54-17.05 WIB. 3 Dinamakan Maghrobi, karena termasuk kawasan paling Barat. 4 Lihat Syeikh Nawawi al-Bantani diposkan oleh PP. Al-Itqon Patebon Kendal senin, 6

Februari 2012 pkl 9: 40, http://ppal-itqon.blogspot.com/2012/02/syekh-nawawi-al-bantani.html, diakses pada 27 Mei 2012 pukul 22:23.

5 Lihat http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/04210039-maqrur-peris.ps.diakses

pada 27 Mei 2012 pukul 22:35. 6 Lihat Aliran Wahabi, http://musliminzuhdi.blogspot.com/2011/06/sejarah-munculnya-

aliran-teologi-wahabi.html, diakses pada 8 Januari 2012 pukul 09.11 WIB.

٦٤

ajaran tauhid yang dibawah oleh Rasulullah adalah Islam khurafat dan

kesufian.7

KH. Muhammad Hasan Asya’ri dikenal sesosok pemberontak, pada

saat itu Makkah dan Madinah menjadi darah kekuasaan kaum Wahabi sehingga

dia menjadi pencarian para pengikut ajaran Wahabi yang kemudian dia diusir

dari singgahanya.8 Pada akhirnya dia berpindah ke Mesir, dan tidak lama

berada di sana ia diusir kembali. Karena munculnya gerakan wahabi di daerah

Najd juga memberikan dampak yang besar bagi masyarakat Jazirah Arab dan

Negara Timur Tengah seperti halnya Mesir. Dampak dari gerakan Wahabi di

Mesir ditampakkan dengan bersatunya rakyat Mesir akibat penjajahan Turki.

Sehingga dengan keadaan seperti itu, dia kembali ke Indonesia dan bermukim

di Ranggeh Pasuruan, akan tetapi tidak semua ahli warisnya ikut berpindah

salah satunya adalah keturunan dari Ahmad Noor.

Selama di Makkah KH. Muhammad Hasan Asy’ari dimungkinkan

banyak mengarang kitab-kitab karena dia dikenal sesosok yang berkarya, selain

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ada juga karya lain yaitu Jadwal al-Auqat,9

tetapi yang bisa diketahui hanya kitab Muntaha Nataij al-Aqwal karena

memang itu yang diajarkan di Pasuruan, khususnya untuk para santri pondok

Sidogiri dan pondok Besuk. Dia menjadi ulama besar yang disegani di daerah

Jawa Timur terlebih Pasuruan.

7 Lihat Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Bandung: Pustaka-

Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1983, hlm. 146. 8 Tidak banyak penjelasan yang bisa diketahui tentang KH.Muhammad Hasan Asy’ari

ketika dia melakukan pemberontakan, seperti apa cara dia melakukan pemberontakan dan dengan siapa saja yang ada bersamanya.

9 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm.104.

٦٥

Pada tahun ±1918-1921 M KH. Muhammad Hasan Asy’ari wafat dan

dimakamkan di daerah Sladi Kejayan Pasuruan, letak makamnya berada di

belakang pondok pesantren Besuk, disamping makam Wali Kemuning, dan

dari ahli warisnya atau tokoh ahli falak Pasuruan tidak ada yang mengetahui

kapan wafat atau pun tanggal kelahiranya.

Ada satu tempat peninggalan KH. Muhammad Hasan Asy’ari yang

merupakan waqaf yaitu berupa yayasan Ma’arif Asya’ri yang terletak di jl.KH.

Hasan Asy’ari no.30 Gondong Wetan, Ranggeh, Pasuruan.

Adapun murid-murid KH. Muhammad Hasan Asy’ari yang diketahui

diantaranya KH. Abdul Djalil Kudus pengarang kitab Fath Rauf al-Mannan,

KH. Ma’shum bin ali al-Maskumambangi pengarang kitab Badi’ah al-Mitsal,

dan KH. Abdul Karim.10

Dengan demikian, sejarah biografi tentang KH.Muhammad Hasan

Asy’ari pengarang kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, dan konon kitab yang

setara dengan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal waktu itu adalah kitab Bulugh

al-Watha1r (yang membahas tentang Gerhana) oleh Ahmad Dahlan al-Samiri

atau al-Tarmisi.11

10 Hasil wawancara dengan KH.Ade Rahman Syakur dan Ahmad Tholhah Ma’ruf melalui

via email pada Kamis, 21 September 2011 pukul 11:48 WIB, 11Tutur Aqil Fikri (Dosen Falak UIN Malang dan Anggota LFNU ), berdasarkan hasil

wawancara pada 26 September 2011 pukul 09.30-11.00 di Nganjuk.

٦٦

B. Gambaran Umum Tentang Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

1. Metode Hisab sebagai Penentuan Awal Bulan Kamariah dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal

Dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal untuk perhitungan penentuan

awal bulan kamariah tidak diawali dengan perhitungan taqribi, sehingga

dalam perhitunganya langsung menggunakan hisab haqiqi bi al-tahqiq yang

dilengkapi dengan penta’dilan.

Pengambilan data-data kitab Muntaha Nataij al-Aqwal merupakan

pencangkokan dari kitab Mathla’ al-Sa’id dimana bagian akhirnya

dinyatakan bahwa perhitungan dengan logaritma itu tidak dapat diragukan

tingkat keakurasianya,12 begitu juga dengan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

yang disusun dengan menggunakan rumus segitiga bola dengan perhitungan

berdasarkan jadwal logaritma.

Sebelum ditebitkan ulang, oleh PCNU Pasuruan yaitu sebelum 2006.

Kitab asli Muntaha Nataij al-Aqwal dibawah oleh KH. Bir’ul Ulum yang

kemudian pindah ke tangan KH. Munir Tholah, dan setelah itu tidak lagi

diketahui keberadaanya. Akan tetapi sebelumnya kitab ini sudah dibukukan

ulang oleh KH. Ade Abdurrohman Syakur yaitu sebagai penasehat Lajnah

Fakakiyah NU Kabupaten Pasuruan periode 2001-2006.13

Pada tahun 2006 Ahmad Tholha Ma’ruf dengan Hasan Ghalib (wakil

ketua LFNU pasuruan sekaligus menantu dari pengasuh Ponpes Sidogiri dan

Besuk Kejayan), mereka membandingkan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

12 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,

Cet.I, 2004, hlm. 33.

٦٧

asli tulisan tangan sekitar lima buah dan ada satu yang menambahkan

catatan di halaman terakhir tentang perhitungan ijtimaknya. Dari 5 salinan

asli semuanya menggunakan jadwal huruf Arab dan yang dicetak PCNU

pasuruan merupakan kitab yang digitalkan sekaligus mengubah jadwal

menjadi angka.14 Yang menyebar merupakan kitab yang sudah dikemas oleh

PCNU Pasuruan, dan hanya merubah pada tulisan jadwal, hal ini dilakukan

tidak lain karena untuk mempermudah pencarian data tanpa perlu mengeja

huruf-huruf Arab.

Hisab haqiqi bi al-tahqiq merupakan teori yang berpangkal pada

teori Heliosentris yaitu Matahari menjadi pusat peredaran Bumi dan planet-

planet lainya. Hal ini berbeda dengan hisab haqiqi bi al-taqrib yang

berpangkal pada teori Geosentris yaitu Bumi sebagai pusat tata surya.

Gerak Matahari yang tampak di Bumi bukanlah gerak sebenarnya

atau yang disebut dengan gerak semu Matahari. Hal ini diakibatkan gerak

rotasi Bumi (perputaran Bumi pada porosnya), sehingga gerak-gerak benda

langit tampak berputar dari arah timur ke barat. Sedangkan akibat dari

revolusi Matahari atau annual yaitu adanya gerak semu Matahari di

zodiak.15

Pergerakan Matahari dan Bulan tidak selalu rata, hal ini diakibatkan

orbit Bumi, Bulan, dan benda-benda langit berbentuk ellips yang gaya

14 Hasil wawancara Ahmad Tholhah Ma’ruf Sidogiri melalui via email pada Ahad 25

September 2011 pukul 07:33 WIB. 15 Zodiak atau bujur adalah gugusan bintang-bintang yang sering disebut dengan rasi

bintang atau zodiak. Rasi bintang yang ada di sabuk zodiak yaitu Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Libra Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius. Lihat Susiknan Azhari, op.cit, hlm.47.

٦٨

tariknya tidak teratur. Sehingga perlu adanya koreksi (penta’dilan) terhadap

posisi Matahari dan Bulan.

Posisi Matahari dan Bulan dapat dibedakan menjadi posisinya

terhadap titik perigeenya16 atau yang disebut dengan khashah (geraknya

disebut dengan anomali), dan posisinya terhadap titik vernal equinox17 yang

disebut dengan wasath. Oleh karena orbit Bumi berbentuk ellips maka untuk

menemukan posisi hakiki Matahari di bola langit harus dikoreksi sebagai

akibat bentuk orbit yang ellips tersebut, dengan koreksi yang disebut koreksi

pusat.18

Sementara untuk menemukan posisi Bulan hakiki perlu penkoreksian

yang lebih kompleks terhadap posisi rata-rata Bulan. Karena Bulan sebagai

satelit Bumi yang bersama-sama dengan Bumi mengitari Matahari, maka

geraknya banyak mengalami gangguan dari berbagai gaya gravitasi benda

langit lainnya.

Koreksi-koreksi terhadap bulan secara global adalah sebagai berikut:

1. Koreksi perata tahunan, sebagai akibat gerak tahunan Bulan bersama-

sama dengan Bumi mengelilingi Matahari dalam orbit yang berbentuk

16 Yang dimaksud Perigee/Nuqthatu ar-Ra'si: Disebut juga Hadhidh, yaitu titik terdekat

pada peredaran (orbit) benda langit dari benda langit yang diedarinya. Dalam bahasa latin disebut Perihelion atau dalam bahasa inggris disebut Perigee. Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm. 163.

17 Vernal equinox kadang-kadang disebut titik pertama Aries, merupakan perpotongan antara ekliptika dengan equator. Dalam bahasa Arab disebut al-I'tidal ar Rabiiy atau Matali min

awwal al-Haml. Di vernal equinox matahari berpindah dari Selatan ke Utara ekuator (lawannya ialah Autumnal Equinox). Oleh karena adanya presesi, titik vernal equinox selalu bergeser ke Barat. Pada 300 tahun yang akan datang vernal equinox akan mencapai batas akuarius (sekarang masih di Pisces). Ibid. hlm.226.

18 Ahmad Syifa'ul Anam, ibid, hlm. 57, td.

٦٩

ellips. Koreksi (ta'dil) tersebut diambilkan dari angka yang diperoleh

khashah Matahari.

2. Variasi yang mengakibatkan Bulan baru atau Bulan purnama tiba

terlambat atau lebih cepat.

3. Koreksi variasi yang besarnya diambil dari hasil angka selisih thul19

matahari dengan wasath20 bulan yang telah terkoreksi.

4. Koreksi lain untuk mengoreksi wasath bulan antara lain koreksi yang

diambil dari hasil angka khashah bulan yang telah terkoreksi. Dengan

demikian wasath Bulan didapatkan dengan cara mengoreksi wasath

rata-rata dengan koreksi pertama, ke-dua, ke-tiga, dan koreksi ke-

empat.

5. Disamping itu, juga ada koreksi perata pusat sebagai bentuk ellips

orbit Bulan, yang besarnya diambil dari khashah Bulan yang telah

terkoreksi.

Setelah diperoleh data Matahari dan data Bulan pada waktu gurub,

maka proses selanjutnya adalah tahap menghitung ketinggian hilal hakiki

dan proses panjang yang harus dilalui sehingga menghasilkan data awal

bulan kamariah.

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal dalam perhitunganya terdapat

penkoreksian terhadap gerak wasath bulan dengan penambahan dhamimah

19 Dalam astronomi disebut Ecliptic Longitude yaitu busur sepanjang lingkaran akliptika

yang diukur dari titik Aries ke arah timur sampai bujur astronomi yang melewati benda langit yang bersangkutan. Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 83.

20 Wasath adalah busur sepanjang ekliptika yang diukur dari bulan hingga ke titik Aries sesudah bergerak. Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 91.

٧٠

adapun untuk awal tahun 1400 H dhamimah sebesar 0° 1’ 11.64”,21 dan

dalam kitab tersebut, koreksi (ta’dil) untuk Bulan dilakukan lima kali dan

untuk koreksi Matahari dilakukan dua kali yaitu ( ta’dil Matahari) dan

(ta’dil mutammim al-ra’s).

Koreksi-koreksi dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal yang terdapat

dalam jadwal, yaitu ta’dil awal li al-syams, ta’dil tsani li al-qamar, ta’dil

khashah, ta’dil tsalits li al-qamar, ta’dil ra1bi’ li al-qamar, ta’dil

mutammim al-ra’s, ta’dil khamis li al-qomar.

2. Corak dan Proses Perhitungan Awal Bulan Kamariah dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal

Secara garis besar kitab Muntaha Nataij al-Aqwal digunakan

mengetahui awal bulan Hijriah, akan tetapi secara original kitab tersebut

digunakan penentuan posisi Bulan selain tanggal 29 atau awal bulan. Oleh

sebab itu, di dalam kitab tersebut tidak mencantumkan ijtimak,22 akan tetapi

pada perhitungan tersebut menawarkan konsep perhitungan yang berbeda.

Corak dan proses perhitungan awal bulan kamariah dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal memiliki perbedaan dengan kitab tahqiqi lainya.

Pada dasarnya kitab ini tidak memperhitungkan tahwil al-sannah dan juga

tidak memperhitungkan ijtimak sebagaimana kitab tahqiqi lainya seperti

Khulashah al-Wafiyah dan Nur al-Anwar yang diawali dengan perhitungan

taqribi, ada penentuan tahwil al-sannah dan juga ijtimak.

21 Ibid, hlm. 22. 22 Hasil wawancara bersama Ahmad Tholha Ma’ruf Guru Pondok Pesantren Sidogiri

melalui pesan singkat,

٧١

Akan tetapi oleh beberapa ulama falak, ada yang menambahkan

perhitungan ijtimak seperti Ahmad Tholhah Ma’ruf, Hasan Ghalib, dan

beberapa ulama Pasuruan lainya dengan menggunakan cara yang sederhana,

sebagaimana tutur Hasan Ghalib yaitu perhitungan ijtimak bisa diambil dari

kitab lain seperti Fath Ra’uf al-Mannan. Alasan mereka memperhitungkan

ijtimak, karena menurutnya untuk penentuan awal bulan kamariah selalu

diawali dengan ijtimak (konjungsi) seperti halnya gerhana yaitu bermula

dengan adanya istiqbal. Tidak berarti out put menentukan ketinggian hilal

tanpa memperhitungkan ijtimak dengan sistem yang ada dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal tidak serupa dengan perhitungan sistem tahqiqi

lainya.23

Di dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ada 16 pokok pembahasan

dengan mengunakan kata mathlab.24 Adapun secara garis besarnya terdapat

beberapa langkah diantaranya sebagai berikut:

a. Menentukan tahun kabisat dan tahun basitah (Tarekh Isthilahi)

b. Menentukan posisi rata-rata Matahari dan Bulan, yakni untuk wasath

Matahari, Khashah Matahari, Wasath Bulan, Khashah Bulan, dan

Uqdah bulan pada waktu terbenam Matahari (Gurub menurut waktu

Istiwa') untuk suatu tempat menjelang awal bulan kamariah.

c. Menghitung Thul al-Syams dan Thul al-Qomar.

d. Menghitung Irtifa' (Ketinggian) hilal.

23 Hasil wawancara dengan Hasan Ghalib, pengasuh Pondok Besuk pada Kamis 16

Februari 2012 pukul 10.00-13.00 WIB di kediaman Pengasuh Ponpes Besuk Putri, Kejayan, Pasuruan.

24 Kata Mathlab ini menunjukkan seghot balagho dalam artian, ketika mempelajari kitab Muntaha Nataij al-Aqwal perlun penkajian atau mempelajari secara mendalam .

٧٢

e. Menghitung Muktsu al-Hilal (Lama hilal diatas ufuk)

f. Menghitung arah terbenamnya Matahari dan Bulan

g. Menghitung Nur al-Hilal (Lebar Cahaya Hilal)

1. Penentuan tahun kabisat dan tahun basitha

Penentuan tahun kabisat dan basitha dalam kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal memang berbeda dengan metode penentuan pada

umumnya, adapun langkahnya sebagai berikut:

Tahun tam dikalikan 10631, kemudian hasilnya ditambah

15 dan dibagi 30. Jika hasilnya tidak terdapat sisa atau terdapat

sisa 0-10 maka tahun tersebut adalah tahun kabisat. Apabila dari

tahun tam itu kabisat maka untuk tahun berikutnya adalah tahun

basitha karena memang tidak mungkin terjadi dua tahun kabisat

secara beriringan.

Apabila bukan tahun kabisat, maka hasil sisa tadi

ditambahkan dengan angka 11, apabila dari penjumlahan ini

menghasilkan angka ≥ 30. Maka tahun berikutnya (yakni setelah

tahun tam adalah tahun basitha), jika < 30 maka setelah tahun tam

adalah tahun basitha. Kemudian baik itu tahun kabisat ataupun

tahun basitha (yang sudah dijumlahkan 30) ditambah 1, dan

hasilnya dibagi menjadi 7. Ini untuk menentukkan hari, dan untuk

harinya dimulai kamis tidak ada pasaranya.

٧٣

2. Menentukkan posisi rata-rata Matahari dan Bulan25

Langkah-langkah untuk menentukan posisi rata-rata Matahari

dan Bulan:

a. Menentukan tahun, bulan dan lokasi yang akan di cari

b. Mengambil data Wasath Matahari, Khashah Matahari, Wasath

Bulan, Khasah Bulan, dan Uqdah Bulan dari :

• Jadwal J1 untuk tahun Majmu’ah menggunakan markas

Makkah, dan tahunnya dengan kelipatan 30 dari tahun yang

sudah sempurna jumlah bulannya, patokanya tahun tam

• Jadwal J3 untuk tahun Mabsuthah dengan sisa tahun (ini

hanya dibutuhkan jika terdapat sisa), yaitu diambil dari

selisih antara tahun tam dengan tahun majmu’ah.

• Jadwal J2 untuk bulan, dua bulan sebelumnya yang akan

dicari

• Jadwal J4 untuk hari ke 29 (kadang 28 atau 30) yang

merupakan umur Bulan yang dicari (untuk menentukan 29

atau yang lain, cari selisih bujur Bulan dan Matahari yang

terkecil), kemudian data tersebut dijumlahkan atau juga bisa

langsung menggunakan bulan sebelumnya

c. Mengambil Daqa'iq Tafawut (DT = perata waktu ) dari jadwal J8

dengan hasil penjumlahan Wasath Matahari. Perhatikan tanda positif

25 Ahmad Tholhah Ma’ruf, Muntaha Nataij al-Aqwal oleh KH. Muhammad Hasan

Asya’ri, Makalah disampaikan pada “Pelatihan Hisab” yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudlotul Ulum Besuk Kejayan Pasuruan, 11 Agustus 2010.

٧٤

(+) dan negatifnya (-), kemudian hasilnya digunakan mengambil data

menit pada jadwal J7.

d. Hasil penjumlahan atau pengurangan adalah posisi rata-rata Matahari

dan Bulan pada waktu zawal haqiqi matahari untuk Makkah (BT

=39° 57'), adapun jika menghitung selain Makkah maka Sa’ah Fadl

al-Thulain (SBM) yakni (BM-BT) / 1, untuk lokasi barat Makkah

ditambahkan, sedangkan untuk lokasi di timurnya dikurangkan.

e. Untuk menghitung Thul al-Syams untuk mengetahui hilal, maka

menghitung Matahari terbenam (Gurub) menurut waktu istiwa'

dengan data Wasath Matahari (WM). Untuk mengetahui gurub bisa

menggunakan rumus waktu salat, dan nantinya masuk pada data nisf

qaus nahar al-mar’i. Mengambil data jam dan menit waktu gurub

dari jadwal J5 untuk jam dan J7 untuk menit, kemudian ditambahkan

atau juga bisa menggunakan rumus waktu shalat.

f. Hasil dari penjumlahan ini merupakan posisi rata-rata Matahari dan

bulan, yakni Wasath Matahari (WS), Khashah Matahari (KM),

Wasath Bulan (WB), Khasah Bulan (KB), dan Uqdah Bulan (UB)

pada waktu gurub Matahari untuk lokasi yang telah ditentukan tadi

dan Khasah Bulan disebut Dalil Awal (DA).

g. Mengambil data Dhamimah untuk WB pada jadwal J6 dengan

tahun tam, cari yang lebih mendekati dibawahnya kemudian

dijumlahkan.

٧٥

3. Menghitung Thul matahari (TM) dan Thul Bulan (TB)26

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Mengambil beberapa koreksi atau Ta'dil dengan rumus : A- (A-

B)×C/ I atau A+C× (B−A)

Keterangan:

A adalah data jadwal awal (shatar awal)

B adalah data selanjutnya (sathar tsani)

C adalah menit dan detik data yang tidak digunakan

untuk mencari A dan B (disebut juga dengan kasr al-

mahfudh)

I adalah interval, jika ini diperlukan.

Catata: Perhatikan tanda positif (+) dan negatifnya (-),

Koreksi atau ta'dil yang dilakukan tahap pertama adalah ta'dil

Matahari (Td.M) dari jadwal J9 dengan melihat hasil DA (dalil

awal).

2. Menghitung Thul Matahari (TM) dengan rumus :

TM = WM ± Td.Mt

3. Mengambil Dalil Tsani (DT) yang diperoleh dari Rumus :

DT: 2 (WB – WM) – KB

Jika hasilnya negatif maka tambahkan 360

4. Menghitung Dalil Tsalits (DT2) yang diperoleh dari rumus :

26 Gambaran rumus di atas merupakan hasil kolaborasi dengan konsep yang ditawarkan

Ahmad Tholhah Ma’ruf yang pada dasarnya menggunakan perhitungan manual yang kemudian di sederhanakan dengan menggunakan alat hitung, sehingga tidak perlu untuk melihat jadwal logaritma.

٧٦

DT2: KB+ T1+ T2+Tk3

• Ta'dil pertama (T1) bulan dari jadwal J10 dengan C diambil

dari DA

• Ta'dil kedua (T2) Bulan dari jadwal J11 dengan DT

• Ta'dil ketiga (Tk3) Khasah Bulan dari jadwal J12 dengan

DA

• BT2: KB+T1+T2 +Tk3

5. Menghitung Dalil Rabi' (DR) yang diperoleh dari rumus:

WB' = WB + T1 + T2 + T3

DR = WB’– TM Jika hasil DR negatif, maka tambahkan 360

dan ta'dil tiga (T3) Wasath Bulan dari jadwal J13 dengan DT2

6. Mengambil Dalil Khamis (DK) yang diperoleh dari rumus:

WB” = WB' + T4

DK = UB ± Td. Mr + WB”

• Ta'dil kedua Bulan (T4) dari jadwal J14 dengan DR

• Ta'dil Mutammim al-Ro'si (Td. Mr) dari jadwal J15

dengan DA

7. Menghitung Thul Bulan Haqiqi (TBk) yang diperoleh dari rumus:

TBk: WB" ± T5

• Ta'dil kedua Bulan (T5) dari jadwal J15 dengan DK

4. Menghitung Irtifa' al- Hilal

Maksudnya Iritfa’ al-Hilal pada saat Maghrib paska Ijtimak,

adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

٧٧

• Ardhu al-Qamar (A)

Rumus: sin-1 (sin HA sin 5° 2')

HA: hisah al-ardl (diambil dari dalil khomis), jika buruj HA

kurang dari 6, maka lintang Bulan Syimali dan jika lebih dari 6

maka lintang Bulan Janubi.

• Mail al-Tsani al-Qamar (B)

Rumus: tan-1 (sin BQ tan 23.45)

BQ: Bu’du Darajah al-Qamar (diambil dari 360−Thul al-Qamar

al-Haqiqi)

• Hishah al-Bu'di (C)

Rumus: A ± B

• Bu'du al -Qamar (D)

Rumus: sin-1 (sin C cos 23.45 / cos B)

• Mail al- Syams/ Deklinasi Matahari (E)

Rumus: sin-1 (sin BS sin 23.45)

BS: Bu’du Darajah al-Syams (diambil dari 360−Thul al-Syams al-

Haqiqi )

• Mail Darojah al-Mamar al-Qomar (F)

Rumus : sin-1 (sin BQ sin 23.45)

• Bu'du al-Quthr al-Syams (G)

Rumus: sin-1 (sin E sin LM)

LM: Lintang Makkah

• Ashl al- Mutlak al-Qamar (H)

٧٨

Rumus: sin-1 (cos E cos LM)

• Bu'du al-Quthr al-Qamar (I)

Rumus: sin-1 (sin D sin LM)

• Ashl al -Muthlak al-Qamar (J)

Rumus: sin-1 (cos D cos LM)

• Nisfu al-Fudlah al-Syams (K)

Rumus: sin-¹(sin G / sin H)

• Nisfu Qausin Nahar Syams (L)

Rumus: 90 ± K, jika deklinasi berlawanan dengan lintang bulan (-)

• Nisfu al- Fudlah al-Qamar (M)

Rumus: sin-¹(sin I / sin J)

• Nisfu Qausin Nahar Qamar (N)

Rumus: 90 ± M

• Qousul Baqi Syams (O)

Rumus: sin-¹( cos BS / cos E) → nilai absolute

• Mathali' Falakiyah Syams (P)

Jika TM (Thul Syams) pada buruj 9, 10, atau 11 (270 s/d 360)

Maka MFM = 00 + O

Jika TM pada buruj 0, 1 atau 2 (00 s/d 90) Maka MFM = 180 – O

Jika TM pada buruj 3, 4 atau 5 (90 s/d 180) Maka MFM =180 + O

Jika TM pada buruj 6, 7 atau 8 (180 s/d 270) Maka MFM=360 - O

• Qausul Baqi Qamar (Q)

Rumus : sin-¹(cos BQ / cos F) → nilai absolut

٧٩

• Mathali' Falakiyah Qamar (R)

Jika TB (Thul al-Qamar) pada buruj 9, 10, atau 11 (270 s/d 360)

Maka MFB = 00 + Q

Jika TB pada buruj 0, 1 atau 2 (00 s/d 90) Maka MFB = 180 – Q

Jika TB pada buruj 3, 4 atau 5 (90 s/d 180) Maka MFB = 180 + Q

Jika TB pada buruj 6, 7 atau 8 (180 s/d 270) Maka MFB =360 – Q

• Mathali' Gurub al-Syams (S)

Rumus : P + L → nilai absolut

• Mathali' Gurub al-Qamar (T)

Rumus : R + N → nilai absolut

• Qaus al- Muktsi (U)

Rumus : T – S

• Fadlu al-Da'ir al-Qamar (A)

Rumus: N – U

• Ashl al- Mu'addal (B)

Rumus: sin-¹(sin J cos A)

• Irtifa' al-Hilal (C)

Rumus: sin-¹(sin B + sin I)

5. Menghitung Muktsu al-Hilal (Lama hilal diatas ufuk)

Lama Hilal diatas ufuk (V)

Rumus: U / 15

6. Menentukan Arah Terbenam Matahari Dan Bulan

• Arah Terbenam Matahari (E)

٨٠

Rumus: sin-¹(sin E / cos LM)

Catatan: jika nilai ATM positif itu menunjukkan Matahari

terbenam di sebelah utara titik barat, sebaliknya jika

nilainya negatif menunjukkan bahwa Matahari terbenamnya

di sebelah selatan titik barat.

• Arah Terbenam Bulan (D)

Rumus: sin-¹(sin D / cos LM)

• Hishah al-Simt al-Qamar (F)

Rumus: sin-¹(sin C sin LM / cos LM)

• Ta'dil al-Simt al-Qamar (G)

Rumus: sin-¹(sin D – sin F)

• Menentukan Arah Hilal Ketika Matahari Terbenam (H)

Rumus: sin-¹(sin G / cos C)

Catatan: jika hasilnya positif itu menunjukkan Hilal

terbenam di sebelah utara titik barat, sebaliknya jika

nilainya negatif menunjukkan bahwa Hilal terbenamnya di

sebelah selatan titik barat.

• Posisi Hilal dari Matahari (I)

Rumus: H – E

Catatan: Jika hasilnya positif, menunjukkan hilal berada di

utara Matahari dalam keadaan miring ke utara sebaliknya

jika hasilnya negatif berarti hilal berada di selatan matahari

٨١

dengan keadaan miring ke selatan sedangkan jika hasilnya

kurang dari 1 itu menandakan keadaan Hilal terlentang.

7. Nur al-Hilal (J)

Rumus: (√(I2 + C2)) /15

Sistematika perhitungan di atas, mulai dari perhitungan bagian

yang ketiga menentukan ta’dil, rumus-rumus yang dipaparkan merupakan

rumus yang diturunkan dari langkah-langkah yang ada dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal karena pada kenyataanya kitab tersebut tidak

mencantumkan dengan gamblang rumus-rumus di atas.

Adapun untuk perhitunganya, jika mengikuti dasarnya dalam artian

langsung pada kitab Muntaha Nataij al-Aqwal maka untuk mendapatkan

hasilnya dapat menggunakan perhitungan manual yang sudah disediakan

jadwal logaritmanya. Sedangkan ahli falak menghitung dengan perhitungan

yang menggunakan alat bantu hitung seperti kalkulator, komputer. Salah

satunya ahli falak tersebut adalah Ahmad Tholah Ma’ruf, Hasan Ghalib,

Aqil Fikri, dan Salam Nawawi.

3. Batasan Hilal Terlihat27 dan Mathla’

Dalam kitab ini dijelaskan bahwa rukyat dapa dilihat dengan

ketentuan sebagai berikut: 1) Jika tinggi hilal mencapai 6º dan cahaya hilal

2/3 jari (ushbu’); 2) Menurut Ibnu Syathir, hilal dapat dilihat jika mukust

12º dan cahaya hilal 2/3 jari.28

27 Muntaha Nataij al-Aqwal, hlm. 18. 28 Ibid, hlm. 19.

٨٢

Pada penutupan dijelaskan terkait masalah mathla’ antar negara.

Para sahabat KH. Muhammad Hasan Asy’ari, bahwa guru KH. Muhammad

Hasan Asy’ari pernah menuturkan bahwa dalam syarah al-Bakur yang

dinukil dari sayyid Syali, “mereka mengatakan dalam kitab shiyam (puasa)

bahwa rukyat al-hilal (bisa dilihatnya hilal) itu berbeda sesuai dengan

perbedaan mathla’ menurut pendapat yang lebih shohih yang diikuti dan

dipegangi oleh Imam Nawawi.” 29

Dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal disebutkan menurut

pendapat Al-Allamah Abdullah bin Umar Bamikhromah terkait masalah

perbedaan dan persamaan mathla’, ia menuturkan apabila antara satu

tempat dengan tempat yang lain memiliki perbedaan waktu gurub

(terbenamnya matahari) 8° / 38 menit atau kurang antara dari busur siang

dan malam maka kedua tempat itu bisa dikatakan satu mathla’. Namun

sebaliknya jika melebihi dari 8 derajat meskipun terjadi di sebagian musim-

musim dalam setahun, maka mathla’nya juga akan berbeda.

Adapun untuk menghitung mathla’nya, dalam kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal ada tiga konsep, perhitungan mathla’ ini sama dengan

perhitungan posisi bulan, yaitu menggunakan rumus segitiga bola dan juga

menggunakan perhitungan manual yaitu diambil dari jadwal logaritma yang

telah disediakan, adapun konsep perhitunganya sebagai berikut:30

1. Mengetahui berapa lama setengah busur siang mar’i (yang

terlihat) pada batas yang ada di dua tempat tersebut. Jika sama,

29 Terjemah dari kitab Muntaha Nataij al-Aqwal , yang terdapat pada bagian khatimah

(penutup) terkait masalah mathla’. 30 Ibid.

٨٣

maka tidak ada tafawut (selisih); jika tidak sama, maka terbitnya

(panjang/lama) setengah busur siang lebih terdahulu dan

terbenamnya terlambat sesuai selisih antara setengah busur siang

dari keduanya.

2. Jika terdapat selisih bujur di antara keduanya, maka bagi yang

terbit hendaklah ditambah dengan setengah busur siang yang

ada pada daerah timur. Jika hasilnya sama dengan setengah

busur siang yang ada pada daerah barat, maka tidak ada selisih,

jika tidak demikian atau hasilnya lebih banyak, maka terbitnya

di daerah timur lebih dahulu sesuai selisih antara hasil dan

setengah lingkaran busur siang yang ada pada daerah barat, jika

tidak diakhirkan sesuai kadarnya yang telah disebutkan. Untuk

daerah yang terbenam ditambahkan seperti yang dikemukakan

terdahulu dengan setengah busur siang pada daerah barat.

3. Jika hasilnya sama dengan setengah busur siang yang ada pada

daerah timur, maka tidak ada tafawut; jika tidak demikian atau

melebihi banyaknya, maka terbenamnya daerah yang ada di

barat jadi terlambat sebanyak jumlah selisih antara

keduanya;dan jika tidak, maka ia akan lebih dahulu sesuai

dengan panjang atau lamanya dan titik maksimal tafawut pada

pusat Cancer dan pusat Capricorn.

٨٤

C. Akurasi Hasil Perhitungan Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal merupakan kitan yang setara dengan

kitab Badi’ah al-Mistal, Khulashah al-Wafiyah karena sama-sama

menggunakan sistem haqiqi bi al-tahqiq yaitu dengan menggunakan rumus

segitiga bola.

Untuk mengetahui secara jelas, maka penulis mencantumkan hasil

perhitungan awal bulan kamariah dalam kitab Khulashah al-Wafiyah,

Muntaha Nataij al-Aqwal dan Ephemeris. Berikut contoh hasil perhitungan

awal Syawal 1433 H secara manual:

1. Khulashah al-Wafiyah

a. Tinggi Hilal : -2° 21’ 7.71” (haqiqi)

b. Ijtimak : 17 Agustus 2012, 22: 19:41.71 WIB

2. Muntaha Nataij al-Aqwal

a. Tinggi Hilal : -2° 20’ 58.92” (haqiqi)

b. Ijtimak : -

3. Ephemeris

a. Tinggi Hilal :-4o 51’22.94” (haqiqi) -4o 41’39.61”(mar’i)

b. Ijtimak : 17 Agustus 2012, 22 : 57: 59.63 WIB

Adapun untuk data-data yang akan dijadikan ukuran seberapa akurat

hasil perhitungan awal bulan kamariah dengan menggunakan metode yang

terdapat dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal penulis menggunakan dengan

sistem-sistem hisab (Muntaha Nataij al-Aqwal, Khulashah al-Wafiyah,

٨٥

Ephemeris) yang digunakan di Pasuruan. Berikut data-data perhitungan yang

dijadikan penulis perbandingan untuk menguji hasil perhitungan berdasarkan

markas Masjid Agung Jawa Tengah Semarang:

Bulan Sistem Ijtimak Tinggi Hilal

Awal Bulan

Ramadhan 1423

Khulashah al-

Wafiyah

5/11/2002, 07° 52’

Selasa Kliwn, 3:15 6/11/2002

Muntaha Nataij al-

Aqwal

5/11/2002, 07° 49’

Selasa Kliwn, 1:29 6/11/2002

Ephemeris 5/11/2002, 07° 23’

Selasa Kliwn 03:37 6/11/2002

Syawal 1426

Khulashah al-

Wafiyah

2/11/2005, 04° 47’

Kamis Wage,

8:04 3/11/2005 Muntaha Nataij al-

Aqwal

2/11/2005, 04° 48’

Kamis Wage, 8:22 3/11/2005

Ephemeris 2/11/2005, 03° 39’

Kamis Wage, 8:28 3/11/2005

Dzulhijjah 1429

Khulashah al-

Wafiyah

28/11/2008, 08° 24’

Sabtu Legi,

0:12 29/11/2008 Muntaha Nataij al-

Aqwal

28/11/2008, 08° 27’

Sabtu Legi, 1:35 29/11/2008

Ephemeris 28/11/2008, 08° 24’

Sabtu Legi,

0:12 29/11/2008

Sya’ban 1431

Khulashah al-

Wafiyah

12/08/2011, 08° 58’

Selasa Pahg,

14:03 13 /08/2011 Muntaha Nataij al-

Aqwal

12/08/2011, 08° 52’

Selasa Pahg, 15:31 13/08/ 2011

Ephemeris 12/08/2011, 07° 01’

Selasa Pahg, 14:42 13/08/2011

Syawal 1434

Khulashah al-

Wafiyah

11/05/2013. 03° 26’

Sabtu Kliwn, 7:35 11/5/2013

Muntaha Nataij al-

Aqwal

11/05/2013. 04° 41’

Sabtu Kliwn,

8:17 11/5/2013

Ephemeris 11/05/2013.

03° 36’ Sabtu Kliwn,

7:31 11/5/2013

*Data-data tersebut dihitung berdasarkan program “Hisab Multimarkaz” Ahmad

Tholha Ma’ruf.

٨٦

Dari data tersebut dapat diketahui tingkat akurasi perhitungan awal

bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, yaitu keakurasian dari

hasil perhitungan berdasarkan sistem kitab tersebut setara dengan metode

hisab haqiqi bi al-tahqiq lainya yaitu kitab Khulashah al-Wafiyah.

Akan tetapi hasil perhitungan dari kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

masih dibawah perhitungan kontemporer seperti ephemeris, dan tidak

menutup kemungkinan menghasilkan selisisih yang kecil antara hasil

perhitungan dengan sistem yang terdapat dalam kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal dengan metode ephemeris. Jika dilihat dari data-data hasil perhitungan

data di atas selisih anatara metode haqiqi bi al-tahqiq dan kontemporer

berkisar ± 0-2 derajat, atau bahkan hanya pada menit.

Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan kitab haqiqi bi al-tahqiq,

maka selisih yang didapatkan antara perhitungan dalam kitab Khulashah al-

Wafiyah dengan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal adalah rata-rata selisih pada

menit, atau sampai derajat.

Sedangkan jika sistem perhitungan posisi bulan dihitung secara

manual maka akan terjadi perbedaan yang tidak signifikan yaitu berkisar

antara millisecond atau di bawah detik, daaksimal 60 detik.31

31 Menurut Ahmad Tholha Ma’ruf, jadwal logaritma tidak digunakan karena untuk

mengambil langkah yang praktis maka digunakanya alat hitung seperti kalkulator dan jadwal ini juga sudah tidak diketahui keberadaanya.

87

BAB IV

ANALISIS HISAB AWAL BULAN KAMARIAH

MENURUT KH. MUHAMMAD HASAN ASY’ARI DALAM KITAB

MUNTAHA NATAIJ AL-AQWAL

A. Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal

Relasi hisab dengan alam semesta, sebagaimana yang terdapat dalam

al-Qur’an bahwa banyak sekali ayat-ayat kauniyyah (tentang alam semesta).

Hisab tidak terlepas dengan alam jagat raya ini, perjalanan Matahari, Bumi

dan Bulan menjadi pedoman perhitungan yakni hisab yang digunakan dalam

metode penentuan awal bulan kamariah didasarkan pada peredaran benda-

benda langit.

Ayat-ayat al-Quran menjadi salah satu pedoman para ilmuwan

muslim, dan tidak bisa dipungkiri bahwa al-Qur’an merupakan kitab yang

dilihat secara isi sangat berkualitas tinggi dan hal ini diakui oleh umat manusia

di dunia baik muslim ataupun non muslim.

Dalam penentuan awal bulan kamariah, syara’ telah memberikan

petunjuk-petunjuk yang dapat dijadikan pedoman. Hal yang dimaksud adalah

dalil-dalil naqli yaitu al-Qur’an dan Hadis, keduanya saling melengkapi. Hadis

sebagai penafsir al-Qur’an, penjelas al-Qur’an, juga banyak ayat al-Qur’an

yang sifatnya global (‘amm) kemudian ditakhsis dengan hadis, dan terkadang

hadis juga berfungsi menjelaskan sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.

88

Penafsiran para ulama tentang dalil-dalil cara penentuan awal bulan

kamariah yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis menimbulkan perbedaan.

Sebagaimana yang pernah dipaparkan pada bab II bahwa pada zaman

Rasulullah sendiri yang namanya hisab belumlah berkembang, sehingga dalam

penentuan awal bulan kamariah yang dilakukan Rasulullah yaitu dengan

melakukan pengamatan dengan mata atau yang dikenal dengan rukyat bi al-

fi’li dengan ketentuan umur bulan 29 hari jika berhasil dirukyat dan 30 hari

jika tidak bisa dilihat.1 Oleh karena itu, pada awalnya dalam penentuan awal

bulan kamariah metode yang digunakan hanyalah metode rukyat bi al-fi’li

(pendapat yang diikuti beberapa ulama diantaranya Ibnu Hajar, Ibnu Rusyd,

Imam Nawawi, dan lain-lain).2

Secara mutlak pemahaman akan hisab menurut para ulama adalah

metode yang digunakan penentuan awal bulan kamariah dengan cara

menghitung, akan tetapi ada pemahaman bahwa hisab merupakan rukyat yakni

yang dikenal dengan istilah rukyat bi al-‘ilmi,3 sehingga hal ini pula yang

menjadi salah satu sebab perbedaan penentuan awal bulan kamariah (term

tentang rukyat).

Masing-masing golongan yakni mazhab hisab dan rukyat mempunyai

dalil dan pegangan sendiri, bagi mereka yang menggunakan rukyat karena

1 Lihat Sriyatin Shadiq, “Akar Perbedaan Hari Raya Indonesia” dalam Moedji Raharto,

(ed), Gerhana Kumpulan Tulisan Moedji Raharto, Lembang: Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyat Negara-Negara MABIMS, 2000, hlm. 2.

2 Lihat dalam kitab I’anatu al-Thalibinn, juz II, Jakarta: Dar Ihya al-Kitab al-‘Arabiyah, t.t, hlm. 216. Lihat juga Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Beirut: Dar al-Fikr, hlm. 207.

3 Rukyat bi ‘Ilmi yaitu rukyat yang tidak dilakukan dengan melihat lansung objeknya melainka secara faktual, selama bulan diketahui sudah berada di atas ufuk. Lihat Problematika Hisab dan Rukyat dalam penentuan Awal Ramadhan dan Solusinya 19 Januari 2011 http://muhammadiyahku.blogspot.com/2011/01/problematika-hisab-dan-rukyah-dalam.html

diakses pada 4 Mei 2012 pukul 18:58.

89

mengikuti sunah qauliyyah dan sunah fi’liyyah Nabi Muhammad SAW.

Berbeda dengan mazhab hisab mereka beralasan bahwa banyaknya ayat-ayat

al-Qur’an yang secara harfi dan kontekstual menjelaskan perjalanan Matahari,

Bulan dan fenomena alam lainya yang kemudian dipahami bahwa al-Qur’an

memuat tentang metode hisab juga terkait masalah kausal. Hisab tidak hanya

dijadikan sebagai metode dalam penentuan awal bulan kamariah, melainkan

juga untuk mengetahui waktu (waktu salat misalnya), arah kiblat, dan

terjadinya gerhana.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menuntut seseorang

untuk mulai berpikir logis dan menyesuaikan dengan pola perkembangan

zaman. Sehingga mendorong para ilmuan untuk melahirkan metode-metode

hisab yang praktis dan tingkat keakurasian yang tinggi.

Dengan demikian diharapkan metode hisab menjadi pertimbangan

para ulama dalam penentuan awal bulan kamariah. Bahkan seperti yang terjadi

di Belanda, sebagai Negara dengan Islam minoritas, mereka lebih condong

untuk menggunakan hisab dalam penetapan awal bulan kamariah guna untuk

mendapatkan ketetapan yang seragam dalam melaksanakan ibadah Ramadhan,

Syawal, dan Zulhijjah.4 Dalam arti jika di Belanda dalam menetapkan awal

bulan kamariah dengan rukyat maka yang terjadi adalah perselisihan sehingga

bagi mereka hisab menjadi salah satu solusinya.

Perkembangan ilmu falak di Indonesia diwujudkan dengan banyaknya

kitab-kitab falak yang dijadikan acuan dalam penetapan awal bulan kamariah

4 Hal ini dituturkan dalam berita TVone 30 Agustus 2011 pukul 16.30.

90

yang sampai sekarang masih tetap dijadikan pertimbangan dalam penetapan

awal bulan kamariah seperti Tadzkirah al-Ikhwan, Sullam al-Nayyirain, dan

Muntaha Nataij al-Aqwal.

Dari banyaknya kitab-kitab falak di Indonesia, yang kemudian

dikemas oleh kementrian Departemen Agama menjadi dua kategori yaitu

hisab ‘urfi, hisab haqiqi (al-taqrib, al-tahqiq) dan hisab kontemporer.

Hisab ‘urfi atau Isthilahi tidak bisa dijadikan acuan penentuan awal

bulan kamariah yang terkait ibadah, karena hasil kedua hisab tersebut masih

merupakan perkiraan yang menetapkan jumlah hari untuk bulan-bulan ganjil

umurnya 30 hari. Sedangkan bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali

untuk bulan ke-12 (Zulhijjah) pada tahun kabisat umurnya 30 hari. Hal ini

tentunya bertentangan dengan ilmu Astronomi modern, dan juga tidak sesuai

dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

الله يضر رمن عاب نع عافن نع وبأي نيل ععما إسثندب حرح نب ريهثني زدحص ول اللهسا قال قال رمهنون فلا عرشعو عست رها الشمإن لمسو هليع لى الله

وا لهرفاقد كمليع فإن غم هورى تتوا حرفطلا تو هورى تتوا حومصت. )Aروا

EFGHI٥)ا Artinya: “Zuhair bin Harb menceritakan kepada saya, Ismail telah

bercerita dari Ayub dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar

bahwasanya Rasulullah SAW. Sesungguhnya (bilangan) Bulan

itu duapuluh sembilan hari, maka janganlah kalian berpuasa

sampai kalian melihatnya (hilal) dan (kelak) janganlah kalian

berbuka sebelum melihatnya lagi. Apabila tertutup awan maka

perkirakanlah” (HR Muslim).

5 Muslim bin Hajjaj Abu Hasan al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Jilid I,Beirut:

Dar al Fikr, tt. Hadits No. 1797.

91

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal merupakan kitab pertama di

Indonesia yang menggunakan jadwal logaritma dengan tujuh desimal dan

rumus segitiga bola, akan tetapi kitab tersebut tidak lebih populer dari kitab

Sullam al-Nayyirain yang ditetapkan sebagai kitab falak pertama di Indonesia.

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal memiliki keunikan yang memang

notaben umur dari kitab tersebut juga lebih tua daripada kitab-kitab tahqiqi

lainya, hal-hal yang terkait dengan analisis metode hisab awal bulan kamariah

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal diantaranya:

1. Metode yang Digunakan

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal merupakan kitab pertama di

Indonesia yang menggunakan dasar teori Heliosentris. Yaitu suatu

pandangan yang dicetuskan pertama kali Aristarchus dan disempurnakan

oleh Nicholas Copernicus (1473-1543 M) yang berpandangan bahwa

Matahari adalah pusat tata surya yang dikelilingi planet-planet lainya.

Adapun metode yang berdasarkan teori Geosentris, Bumi sebagai

pusat yang dimaksud disini yaitu dikelilingi oleh Bulan, dan umumnya jika

hisab berdasarkan Geosentris, maka perhitungan hanya sampai pada ijtimak

dan untuk menentukan tinggi hilal hanya cukup dengan membagi dua selisih

antara waktu terbenam Matahari dengan waktu ijtimak, dengan kriteria jika

ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, maka nilai tinggi hilal akan

selalu positif atau berada di atas ufuk.

Berbeda dengan konsep Heliosentris yang menggunakan rumus-

rumus hukum Keppler, dan hisab haqiqi bi al-tahqiqi merupakan metode

92

yang didasarkan bahwa Matahari sebagai pusat peredaran Bumi, Bulan dan

benda-benda langit lainya. Dalam hukum Keppler dinyatakan bahwa bentuk

lintasan dari orbit planet-planet yang mengelilingi Matahari tersebut

berbentuk ellips. Untuk mengetahui nilai posisi hilal atau ketinggian hilal,

dengan memperhatikan koordinat lintang, deklinasi, sudut waktu Bulan atau

dilanjutkan dengan menghitung koreksi refraksi, parallaks, Dip, dan semi

diameter Bulan. Jadi, ketika Matahari terbenam setelah ijtimak, tinggi hilal

tidak selalu di atas ufuk, sewaktu-waktu di bawah ufuk.

Dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal juga terdapat beberapa

koreksi sebagimana akibat adanya gerak rata-rata Bulan dan Bumi yang

tidak merata. Perhitungan yang ada dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

secara Astronomi modern telah menggunakan rumus segitiga bola dan juga

disediakan hasil perhitungan yang dikerjakan dengan alat bantu jadwal

logaritma, dan dalam perhitungan ketinggian hilal tidak berpatokan pada

ijtimak sebelum terbenam Matahari.

Sehingga berangkat dari hal ini, penulis sepakat bahwa metode

penentuan awal bulan kamariah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

berlandaskan pada teori Heliosentris dan termasuk dalam ketegori hisab

dengan menggunakan metode haqiqi bi al-tahqiq yaitu sistem hisab awal

bulan kamariah dengan cara menghitung posisi Bulan dan Matahari dalam

sistem koordinat horison pada kondisi cuaca tertentu.

93

2. Analisis Data

Data-data yang diperlukan untuk penentuan awal bulan kamariah,

sebagaimana berdasarkan atas sistem yang terdapat dalam kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal. Karena termasuk ketegori hisab haqiqi bi al-tahqiq, maka

pada dasarnya data-data tahqiqi itu sama karena pencangkokan dari satu

kitab induk (Mathla’ al-Sa’id), data asronomi yang digunakan dalam sistem

ini yaitu data astronomi hasil observasi awal abad ke-XX6 dan

penyelesainya menggunakan logaritma.

Untuk data-data yang ada dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

ketika dibandingkan ternyata sama dengan kitab Mathla’ al-Sa’id dan

tahqiqi lainya seperti kitab Khulashah al-Wafiyah. Karena sama-sama

menggunakan markas Makkah, maka data yang digunakan juga tidak akan

berbeda sebagaimana contoh jadwal berikut:

Contoh tahun Majmu’ah pada Gerak Matahari ()*+,و/. ا):

6 Lihat Taufiq, “Menghitung Awal Bulan Kamariah Menurut Sistem Khulashah al-

Wafiyah” dalam Moedji Raharto, (ed), Gerhana Kumpulan Tulisan Moedji Raharto, Lembang: Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyat Negara-Negara MABIMS, 2000, hlm. 1.

Tahun Mathla' al-Sa'id

(1304 H)

Muntaha Nataij al-Aqwal

(1323 H)

Khulasah al-

Wafiyah

(≥1351 H)

1350 1b 14° 00' 52“ 1b 14° 00' 52“/ 1b 13° 48' 53“ 1b 14° 00' 52“

1380 2b 22° 25' 50“ 2b 22° 25' 50“/ 2b 22° 13' 51“ 2b 22° 25' 50“

1500 7b 26° 05' 42“ 7b 26° 05' 42“/7b 25° 53' 43“ 7b 26° 05' 42“

94

Data yang diperlukan untuk penentuan awal bulan kamariah

tentunya terdapat dua data penting yaitu data Matahari dan data Bulan

sesuai dengan dasar atau patokan peredaran Matahari dan Bulan. Secara

garis besar data utama yang digunakan yaitu: Wasth (al-Syams dan al-

Qamar), Khashah (al-Syams dan al-Qamar), ‘Uqdah, dan yang terpenting

ada data Thul (Bujur Astronomi). Berikut data-data yang diperlukan untuk

penentuan awal bulan kamariah khususnya yang terdapat dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal:

• Data tahun Majmu’ah (pertiga puluh tahuan), yakni 1290 H-

1560 H.

• Data tahun Mabsuthah atau pertahun (1 s/d 30 tahun)

• Data Astronomis setiap Jam (1 s/d 24 jam)

• Data Astronomis setiap Menit (1 s/d 60 menit)

• Data koreksi-koreksi (penta’dilan) seputar Matahari dan Bulan

(Lintang Astronomis, Bujur Astonomi, Deklinasi, Asenciorekta,

Equation of time)

• Data bujur dan lintang tempat, data ini diambil dari kitab

Irsyaduh al-Murid KH. Ahmad Ghazali, Bulan-Samapang-

Madura sebagaimana yang dikemas oleh PCNU Pasuruan

Data-data yang diperlukan untuk hisab awal bulan kamariah dalam

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal sebagai (input) yang nantinya akan diproses

dalam perhitungan diantaranya:

95

a. Tabel Astronomi

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal merupakan salah satu model

kitab klasik, sehingga kitab ini disusun dengan menggunakan bahasa

arab dan data pada tabel-tabel Astronomi menggunakan angka huruf

Arab (Angka Jumali)7, yang kemudian tahun 2006 dikemas kembali oleh

anggota PCNU Pasuruan dengan menggunakan angka Hindi8

(١,٢,٣,٤,٥,…. dst), dan kitab yang penulis teliti yaitu kitab yang sudah

dikemas oleh PCNU Pasuruan yang sudah menggunakan angka Hindi.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah membaca data yang disajikan.

Ada juga penambahan tabel data Astronomi yaitu pada tahun

majmu’ah, tabel tersebut yang awalnya hanya berdasarkan markas

Makkah kemudian ditambah markas Pasuruan. Logikanya data tabel

tersebut pada dasarnya sama (menghitung peredaran benda yang sama).

Akan tetapi untuk menghitung dari tempat berbeda, sehingga data yang

dirubah hanya tahun majmu’ah yaitu data yang berhubungan dengan

lokasi, dan jika menggunakan markas Makkah, maka perlu menghitung

selisih bujur atau jarak suatu tempat.

Data tahun mabsutha itu untuk mempermudah perhitungan,

yang dari data majmu’ah ditambah kelipatan 30 (siklus tahun Hijriah)

dan yang kurang dari kelipatan 30 tahun dipecah menjadi tahun

mabsutha.

7 Yang dimaksud dengan angka Jumali adalah notasi angka yang disimbolkan dengan

huruf-huruf Arab, yaitiu sbb: /MN OPQش EFG HIJK ¤ اABC ه?ز =>;: ,*9 Dengan urutan angka sesuai huruf : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 200, 400, 500, 600, 700, 800, 900, 1000. Lihat: Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Teori dan Praktek, op.cit, hlm. 6.

8 Ibid, hlm. 6.

96

Data yang berbeda juga terdapat pada data-data ta’dil Matahari

dan Bulan, dan data yang sama seperti mabsutha atau jadwal Bulan

Hijriah dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak dilengkapi dengan

‘alamah al-ayyam (petunjuk hari).9

b. Ardh al-Qamar al-Kully (Perbedaan Lintang Bulan Maksimal)

Ardh al-Qamar al-Kully (RST,ا M*U,ض اMW) atau Ardh al-Qamar

(M*U,ض اMW). Secara etimologi adalah lintang astronomi bulan terjauh.

Sedangkan secara terminologi yaitu busur sepanjang lingkaran kutub

ekliptika dihitung dari titik pusat Bulan hingga lingkaran ekliptika. Jika

Bulan berada di utara ekliptika, maka lintang Bulan beharga positif (+),

dan jika Bulan berada di selatan ekliptika, maka lintang Bulan berharga

negatif (-).10 Ardh al-Qomar merupakan nilai yang sangat penting dalam

perhitungan hisab haqiqi bi al-tahqiq. Nilai ini digunakan untuk

menentukan besaran nilai deklinasi Bulan pada saat itu, yang nantinya

digunakan untuk mengetahui ketinggian Bulan.

Nilai besar Ardh al-Qomar al-Kully terdapat beberapa

perbedaan. KH.Muhammad Hasan Asy’ari menggunakan nilai 5° 2‘,11

kemudian muridnya KH.Moh.Ma’shum bin Ali dalam kitabnya Badi‘ah

al-Mitsal fi Hisab al-Sinin wa al-Hilal berpendapat bahwa nilai Ardh al-

Qomar al-Kully adalah 5° 16'.12

9 Lihat jadwal Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal, Pasuruan: LFNU, 2006, hlm. 25, dan lihat

Khulasha al-Wafiyah, hlm. 214-215. 10 Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005. hlm. 5. 11 Muhammad Hasan Asy’ari, op.cit, hlm. 9. 12 Muhammad Ma’ksum bin Ali, op. cit, hlm. 21

97

Sedangkan KH.Noor Ahmad SS berpendapat bahwa Ardh al-

Qamar al-Kully bernilai 5°.13 Menurut KH.Zuber Umar al-Jailaniy

dalam kitabnya Khulashah al-Wafiyah nilainya adalah 5° 16'.14

KH.Moch.Zubair Abdul Karim dalam kitabnya Ittifaq dzat al-Bain

menggunakan nilai 5° 8',15 pendapat dengan besaran ini juga diutarakan

oleh Muhyidin Khazin dalam Kamus Ilmu Falak-nya16. Ada juga yang

menggunakan nilai 5° 8', jika dibedakan dengan nilai lintang Bulan

terjauh yang dipakai oleh BHR Kementrian Agama RI, maka yang

sesuai dengan Astronomi modern saat ini besarannya mencapai 5° 8'

52“.17

Perbedaan angka-angka di atas disebabkan Orbit Bulan selalu

mengalami perubahan secara gradual karena gangguan dari gravitasi

Matahari. Akibatnya titik simpangnya bergeser ke barat sepanjang

ekliptika dan menempuh satu putaran penuh di bola langit dalam waktu

sekitar 18,6 tahun. Hal ini menyebabkan kemiringan orbit Bulan

terhadap ekliptika bervariasi dari 4°57’ sampai 5°20’ atau rata-rata 5°9’.

Pergeseran titik simpul ini dinamakan regresi simpul Bulan.18

13 Noor Ahmad SS, Risalah Falakiyah Nurul Anwar, Kudus: TBS, t.t, hlm. 11. 14 Zubair Umar al-Jailani, Khulasha al-Wafiyah, TP.dan t.t, hlm. 84. 15 Moch. Zubair Abdul Karim, Ittifaq dzat al-Bain, Gresik : Lajnah Falakiyah NU Jatim,

t.t, hlm. 15. 16 Muhyidin Khazin, loc. cit. 17 Badan Hisab Rukyah Departemen Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 101. 18 Nyoman Suwitro, Astronomi Dasar, Singaraja: tt,td, hlm. 67.

98

c. Markas

Kitab-kitab falak yang ada di Indonesia untuk pengambilan data

Matahari dan Bulan sebagai markasnya sangat bervariasi. Secara umum

markas yang digunakan berdasarkan tempat dimana penulis mengarang.

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal disusun salah satu ulama

Indonesia Muhammad Hasan Asy’ari dari Bawean yang pernah singgah

di Pasuruan, akan tetapi markas yang digunakan adalah Makkah al-

Mukarramah, di sisi lain karena ia pernah singgah dan belajar ilmu falak

di Makkah.

Adapun markas yang digunakan tokoh falak lainya dalam

penyusunan kitab-kitab falak yang berkembang di Indonesia adalah:

a. Markas Jawa Tengah

1. Tadzkirah al-Ikhwan oleh KH. Dahlan al-Semarangi

2. Fathu al-Rauf al-Mannan oleh Abu Hamdan Abdul

Jalil bin Abdul Hamid al-Kudusi

3. Risalah al-Qamaraini oleh KH. Noor Ahmad bin

Shadiq bin al-Saryani al-Jepara

b. Markas Jawa Timur

1. Al-Syamsu Wa al-Qamar oleh Ustadz Anwar Katsir al-

Malangi

2. Ittifaqi Dzati al-Bain olah KH. Zubair Abdul Karim al-

Gresiki

99

3. al-Irsya<duh al-Muri<d oleh KH. Ahmad Ghozali

Muhammad Fathullah

c. Markas Jawa Barat

1. Sullam al-Nayyirain oleh Muhammad Mansyur bin

Abdul Hamid bin Muhammad damiri al-Betawi

dan masih banyak sekali kitab-kitab falak yang berkembang di

Indonesia dengan menggunakan markas Pasuruan, Kediri, Magelang,

Yogyakarta dan lain sebagainya.

Pada dasarnya perbedaan markas tidak akan menyebabkan hasil

perhitungan jika dikerjakan dengan menggunakan sistem dan metode

yang sama dengan markas asli yang digunakan. Bila terjadi perbedaan,

maka perbedaan itu tidak begitu signifikan karena nilainya tidak terlalu

besar. Akan tetapi bukan berarti data lintang dan bujur tidak bisa

dikatakan tidak penting, karena bisa jadi terjadi perbedaan hasil

perhitungan ketika ketidaktepatan pengambilan data lintang suatu

markas.

Data lintang-bujur Makkah ada beberapa versi yaitu 21˚ 25'

14.7" LU dan Makkah 39˚ 49' 40" BT.19 Sedangkan kitab Muntaha

Nataij al-Aqwal, karena memang kitab tersebut disusun pada abad 20-

an, maka tentunya data lintang bujur Makkah tidak menggunakan dua

digit pertama dari belakang yaitu pada detik dan tidak seakurat

19 Berdasarkan hasil penelitian Nabhan Saputra pada tahun 1994 dengan menggunakan

Global Positioning System (GPS). Sedangkan hasil penelitian Sa'adoddin Djambek adalah 21˚ 25' LU 39˚ 50' BT. Lihat Susiknan Azhari, op.cit, hlm.49, dan Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah

Kiblat”, op.cit, hlm.1.

100

sebagaimana penentuan pada saat ini yang menggunakan GPS ataupun

Google Earth, dan data lintang Makkah yaitu ф 21˚ 30' LU dan λ 39˚

57' BT. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan, tetapi tidak menjadi

kesalahan atau perbedaan yang signifikan.

Adapun untuk penentuan lintang dan bujur sebelum banyaknya

alat atau program sebagaimana era ini, maka dapat dilakukan dengan

patokan bintang untuk penentuan lintang, dan Matahari untuk penentuan

bujur.

d. Daqo’iq al-Tamkiniyah

Beberapa kitab yang termasuk metode tahqiqi, sangat

dibutuhkan sekali koreksi daqo’iq al-tamkiniyah hal ini digunakan

sebagai koreksi atas sudut waktu Matahari ()*+S, ئM*,ر اZ[\,س ا?N ^_` )

dan sudut waktu Bulan (M*US, ئM*,ر اZ[\,س ا?N ^_`).20

Dalam kitab Badi’ah al-Mitsal sendiri hanya menjelaskan

bahwa setelah menghitung رZ[\,س ا?N ^_` bisa menggunakan Daqoiq al-

Tamkiniyah untuk mendapatkan nilai ئM*,ر اZ[\,س ا?N ^_` dengan melihat

jadwal21 yang diambil dari al-Mail (deklinasi) dan Ardh al-Balad

(lintang tempat),22 berbeda dengan kitab tahqiqi lainya seperti

N?س ا,\]Zر 20 Adalah busur siang, yaitu busur sepanjang lintasan suatu benda langit diukur

dari titik terbit melalui titik kulminasi atas sampai titik terbenam.( Badan Hisab Rukyah Departemen Agama, op.cit., hlm. 248)

21 Jadwal adalah istilah penyebutan taabel astronomi yang biasa digunakan oleh para ahli falak, jadwal ini hampir semuanya terletak pada lampiran sebuah kitab.

22 Lihat Rifa’Djamalludin, “Pemikiran Hisab KH. Ma’shum bin Ali Al-Maskumambangi (Analisis Terhadap Kitab Badi’ah al-Mitsal Fi Hisab al-Sinin Wa al-Hilal tentang Hisab al-Hilal,” Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang 2010, hlm. 96, td.

101

Khulashah al-Wafiyah yang dicantumkan tabel data daqo’iq al-

tamkiniyah.23

Sedangkan dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal sama halnya

dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Badi’ah al-Mitsal, tidak

ada data (jadwal) daqo’iq al-tamkiniyah dan diterangkan bahwa nilai

daqo’iq al-tamkiniyah merupakan hasil dari penjumlahan refraksi yang

diambil dari jadwal dengan melihat data deklinasi Bulan dan lintang

tempat.

Untuk mendapatkan nilai ئM*,ر اZ[\,س ا?N ^_` diambil dari hasil

perhitungan gurub kemudian dikonversi menjadi data jam, menit.

Sehingga menurut hemat penulis, dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

tidak dijelaskan proses perhitungan gurub, tetapi hanya mencantumkan

data-data yang perlu diperrhitungkan, sehingga untuk menentukan ^_`

-N secara substansi memasukkan data daqa’iq al?س ا,\]Zر ا,*Mئ

tamkiniyah.24

e. ‘Ala<mah, dan sabaq

‘Ala<mah yaitu penunjuk waktu (hari, jam dan menit)

terjadinya ijtimak antara Matahari dan Bulan berdasarkan waktu rata-

rata25, data ini dijadikan acuan untuk mempermudah mengetahui waktu

ijtimak dan data ini digunakan dalam perhitungan taqribi.

23 Zubair Umar al-Jailani, op.cit, hlm. 222. 24 Muhammad Hasan Asy’ari, op.cit, hlm. 4. 25 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm.1.

102

Sabaq (kecepatan)26 digunakan untuk menentukkan ijtimak,

karena ijtimak haqiqi bi al-tahqiq diperoleh dari hasil pengurangan

antara saat Matahari terbenam dengan umur bulan, dan umur bulan

didapatkan dari hasil pembagian al-fadhl baina huma dengan sabaq al-

mu’addal dari nilai ini akan menghasilkan nilai sa’ah bu’du al-ijtima’.

Atau dalam kitab Khulashah al-Wafiyah, untuk menghitung

waktu ijtimak haqiqi bi al-tahqiq yaitu dengan membagi selisih antara

thul al-qamar (bujur Bulan) dengan thul al-syams dengan selisih antara

sabaq al-syams dan sabaq al-qamar.27

Dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak terdapat ‘alamah

al-ayyam (waktu hari), dan juga tidak terdapat jadwal sabaq. Sehingga

dalam kitab ini tidak dicantumkan pehitungan ijtimak.

Akan tetapi oleh beberapa murid KH.Muhammad Hasan Asy’ari

ada juga yang mencantumkan data ‘alamah al-ayyam dan sabaq yang

pengambilan didapatkan dari kitab induk yaitu Mathla‘ al-Sa’id atau

dengan kitab tahqiqi lainya.28

f. Koreksi (Ta’dil)

Karena kitab Muntaha Nataij al-Aqwal merupakan kitab yang

digunakan untuk memperhitungkan posisi hilal. Maka tentunya,

perhitungan tersebut tidak akan terlepas dengan yang namanya

26 Sabaq yaitu gerak bulan atau matahari pada lintasanya selama satu jam. Lihat

Muahyiddin Khazin, ibid, hlm. 70. 27 Lihat Taufiq, “Menghitung Awal Bulan Kamariah Menurut Sistem Khulashah al-

Wafiyah” dalam Moedji Raharto, (ed), Gerhana Kumpulan Tulisan Moedji Raharto, Lembang: Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyat Negara-Negara MABIMS, 2000, hlm. 4.

28 Kitab yang disusun oleh Syeikh Husen Zaid al-Misra pada Sya’ban tahun 1304 H/ 1887 M, lihat Mathla’ al-Sa’id, pada bagian ikhtitam.

103

pergerakan Matahari, Bumi dan Bulan. Matahari sebagai tata surya

mempunyai cahaya yang besar, Bumi sebagai salah satu planet yang

mengelilingi Matahari dan ia juga mempunyai satelit yaitu Bulan,

ketiganya saling berinteraksi Bulan memancarkan sinar ke Bumi karena

mendapta bantuan cahaya Matahari.

Pada dasarnya ta’dil itu merupakan nilai yang digunakan untuk

menetapkan hasil perhitungan rata-rata. Dengan demikian, untuk

mengetahui posisi hilal (tinggi hilal, dan cahaya hilal) diperlukan

beberapa penta’dilan yang secara garis besar terdapat lima koreksi

diantaranya:

1. Koreksi perata tahunan, sebagai akibat gerak tahunan Bulan

bersama-sama dengan Bumi mengelilingi Matahari dalam orbit

yang berbentuk ellips. Koreksi (ta'dil) tersebut diambilkan dari

angka yang diperoleh khashah Matahari.

2. Variasi yang mengakibatkan Bulan baru atau Bulan purnama tiba

terlambat atau lebih cepat.

3. Koreksi variasi yang besarnya diambil dari hasil angka selisih

thul29 matahari dengan wasath

30 bulan yang telah terkoreksi.

4. Koreksi lain untuk mengoreksi wasath bulan antara lain koreksi

yang diambil dari hasil angka khashah bulan yang telah

29 Dalam astronomi disebut Ecliptic Longitude yaitu busur sepanjang lingkaran akliptika

yang diukur dari titik Aries ke arah timur sampai bujur astronomi yang melewati benda langit yang bersangkutan. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 83.

30 Wasath adalah busur sepanjang ekliptika yang diukur dari bulan hingga ke titik Aries

sesudah bergerak. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 91.

104

terkoreksi. Dengan demikian wasath bulan didapatkan dengan

cara mengoreksi wasath rata-rata dengan koreksi pertama, ke-dua,

ke-tiga, dan koreksi ke-empat.

5. Disamping itu, juga ada koreksi perata pusat sebagai bentuk ellips

orbit bulan, yang besarnya diambil dari khashah bulan yang telah

terkoreksi.

Maka tidak heran, jika ada suatu pernyataan bahwa kalender

hijriah merupakan kalender yang sangat tepat karena dalam

perhitunganya melakukan banyak penkoreksian.

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal menggunakan perhitungan yang

langsung pada perhitungan tahqiqi, juga terdapat penkoreksian terhadap

data Bulan dan Matahari, kitab tersebut menawarkan enam ta’dil atau

penkoreksian yang juga dilakukan dalam kitab-kitab lain dengan sistem

haqiqi bi al-tahqiq seperti Khulashah al-Wafiyah yaitu lima kali ta’dil

untuk data Bulan dan juga ada penambahan koreksi sebelum koreksi

yang sifatnya perkiraan yaitu memperhitungkan dhamimah dan ini tidak

terdapat dalam kitab Khulashah al-Wafiyah, dan juga beberapa kitab

tahqiqi lainya.

Menurut Ahmad Tholha Ma’ruf, dhamimah digunakan untuk

koreksi bujur rata-rata Bulan (wasath al-qomar) /bujur Bulan sebelum

dikoreksi untuk waktu tertentu, dan jaraknya 103 tahun.

Koreksi-koreksi dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal berbeda

dengan hisab-hisab kontemporer seperti Ephemeris Hisab Rukyat

105

Kementrian Agama RI, Newcomb, dan metode hisab sejenisnya yang

memakai sistem koreksi sampai seratus kali.31

3. Konsep Perhitungan

Perhitungan dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal disusun secara

manual, dan terdapat jadwal logaritma32 sebagaimana berikut:

`a `b ٩٧٤٣٧٩٢١ النسبة اجليبية ٤٠ ٣٣ بعد درجة القمر

)امليل الكلي ( جمبور الدقيقة ( + )النسبة الظلية ٢٧ ٢٣ ٩٦٣٧٢٦٤٦ )جنويب ( امليل الثاين ٩٣٨١٠٥٦٧ احلاصل ٣٢ ١٣

Hasil 13º 23’, didapat dari rumus segitiga bola yaitu Deklinasi bulan: Sin-

(Sin BQ X Sin MK) atau juga bisa dihitung dengan cara: log (sin BQ x sin

MK) +10, kemudian untuk logaritma dalam kitab ini ada tiga macam log

yaitu al-Nisbah al-Jaibiyyah (log sin), al-Nisbah al-Zhiliyyah (log tan) dan

al-Nisbah al-‘Asyari (sin). Jika diaplikasikan dengan kalkulator maka

caranya sebagai berikut:

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh beberapa

ahli falak Pasuruan dihitung menggunakan alat hitung seperti kalkulator, dan

juga komputer. Dengan demikian, cara yang digunakan sekarang lebih

praktis, dan tidak merubah rumus asli turunan dari kitab tersebut, yang

31 Fairuz Sabik, op. cit, hal. 185-187. 32 Jadwal logaritma yang ada dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal menggunakan tujuh

decimal, dan tidak diketahui keberadaanya setelah kitab asli yang sebelumnya pernah dibawah KH.Bir’ul Ulum tidak didapatkan kembali (KH. Ade Rahman Syakur dan Hasan Ghalib).

Log sin: (log sin N) / 10+ 1 Log tan: (log tan N - 1)

N:nilai yang dicari

106

membedakan hanya pada kesederhanaan perhitungan yang sekarang cukup

menggunakan kalkulator dan tidak dilakukan secara manual.

Adapun dari data-data di atas, konsep perhitungan yang terdapat

dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal mempunyai perbedaan dengan konsep

perhitungan kitab tahqiqi lainya seperti Khulashah al-Wafiyah, dan Nur al-

Anwar diantaranya:

1) Tidak diawali perhitungan taqribi

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal langsung pada perhitungann

tahqiqi, sehingga tidak ada konversi atau tahwil al-sannah dan juga

tidak terdapat pasaran. Akan tetapi terdapat penentuan kalender Hijriah

isthilahi yaitu dengan menentukan tahun kabisat dan tahun basitah

sebagaimana yang dipaparkan pada bab III, secara praktisnya penulis

contohkan sebagai berikut:

� Awal Muharram 1425 H

Caranya: 1424 x 10631 = 15.138.554

15.138.554 + 15 = 15.138.559

15.138.559: 30 = 504.618,6333 sisa 19

NB: Jika sisa 0-10 maka tahun kabisat, jadi untuk tahun

tam (1424) adalah tahun basitha, maka untuk mengetahui

tahun berikutnya kabisat atau basitha maka di jumlahkan

11, jika hasilnya ≥ maka tahun naqis adalah tahun kabisat.

19 + 11 = 30, maka tahun 1425 adalah tahunn kabisat,

kemudian + 1 dan dibagi 7 (satu minggu terdapat tujuh

107

hari), dan hasilnya adalah 3 (sabtu) diawali hari Kamis,

sehingga Awal Muharram bertepatan pada hari Ahad

(diambil setelahnya, lihat kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

halaman 3).

Dengan demikian untuk menentukan hari di awal bulan,

maka dapat dilakukan dengan serangkaian perhitungan tahun basitah

dan kabisat. Kemudian dalam kitab Khulashah al-Wafiyyah, Nur al-

Anwar dan kitab tahqiqi lainya, untuk pola perhitunganya terlebih

dahulu mengetahui taqribi yaitu (tahwil al-sannah), yang kemudian

akan bisa lebih mudah mendapatkan nilai ijtimak.

Adapun untuk hari, kitab Muntaha Nataij al-Aqwal hari

dimulai Kamis. Menurut hemat penulis, karena kitab ini memaparkan

metode penentuan awal bulan kamariah. Maka Kamis ini didapatkan

dari 1 Hijriah yaitu dalam penentuan 1 Hijriah, jika menggunakan

rukyat maka 1 Hijriah tepat pada malam Jum’at (16 Juli 622 M).

Sedangkan jika berdasarkan hisab, maka 1 Hijriah itu bertepatan hari

Kamis (15 Juli 622 M).33 Oleh karena itu jika hasil menunjukkan hari

Kamis, maka 1 Muharram jatuh pada hari Jum’at, dan hasil hari yang

diperhitungkan ini sifatnya masih pendekatan karena hasil hisab

isthilahi.

33 Farid Ruskanda, op.cit, hlm.

108

2) Gurub

Pada konvesional kitab-kitab falak, perhitungam gurub tidak

dihitung dalam artian secara langsung mengambil rata-rata jam

terbenamnya Matahari. Secara umum kitab tahqiqi waktu gurub

menggunakan waktu istiwa‘ yang kemudian dikonversi ke waktu yang

diinginkan (WIB,WIT, WITA).34

Dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal untuk menentukan

gurub tidak dijelaskan prosesnya, akan tetapi ada keterangan data-data

yang harus dimasukan, maka perhitungan gurub dapat dilakukan

dengan cara berdasarkan rumus waktu salat, dan ini dimasukkan

langsung sebelum penta’dilan (dapat dilihat di lampiran hisab Muntaha

Nataij al-Aqwal) atau bisa juga dengan cara sebagai berikut:

• Menentukkan Mail al-Awal (MA) : sin-1 (sin WM × sin 23.45)

WM: wasath al-syams/ wasath matahari

• Bu’du al-Quthr (BQ) : sin-1 (sin MA × sin m )

• Ashl al-Muthlaq (AM) : sin-1 (cos MA × cos m )

• Waktu Gurub : cos-1 (sin 0.808 + sin BQ + sin MA)/ 1535

Atau

• Menentukkan Mail al-Awal (MA) : sin-1 (sin WM × sin 23.45)

WM: wasath al-syams/ wasath matahari

• Bu’du al-Quthr (BQ) : sin-1 (sin MA × sin m )

34 Waktu yang dihitung berdasarkan peredaran semu matahari sebenarnya,dan matahari berkulminasi selalu jam 12.00 dan tidak setiap hari terdiri dari 24 jam, yakni bias lebih dan bias kurang. Lihat Muhyidin Khazin, op.cit, hlm. 90.

35 Cara atau rumus yang diturunkan oleh Ahmad Tholah Ma’ruf dengan pengambilan data sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal.

109

• Ashl al-Muthlaq (AM) : sin-1 (cos MA × cos m )

• Nisf al- Fudhlah (NF) : sin-1 (sin BQ / sin AM)

• Waktu Magrib = 6 [+|-] NF + DaqaiqTamkiniyah (3.3")36

Perhitungan ini dijadikan untuk menentukan thul al-wasth ketika

terbenam Matahari sebelum ke thul al-haqiqi, dari hasil perhitungan

gurub kemudian dimasukkan ke nisf qous al-nahar al-mar’i dengan

pengambilan data jam, dan menit sebagaimana yang sudah

dijadwalkan.

3) Tidak menghitung ijtimak

Kemudian dalam kitab Muntaha Nataij al--Aqwal tidak

melakukan perhitungan ijtimak, hal ini dikarenakan konsep awal yang

ditawarkan kitab ini tidak hanya untuk menghitung akhir bulan atau

tanggal baru melainkan juga untuk menghitung posisi Bulan pada

tanggal-tanggal lainya.

Akan tetapi oleh ahli falak Pasuruan atau bahkan dari murid

KH. Muhammad Hasan Asy‘ari menambahkan perhitungan ijtimak

yang khusus untuk memperhitungkan awal bulan kamariah dengan

cara dari sistem hisab kitab lainya seperti Fath Ra’uf al-Mannan atau

kitab yang sama-sama tahqiqinya, dan juga ada yang disertai

penambahan jadwal sabaq dan ‘alamah al-ayyam.37

36 Keterangan dari kitab tersebut, bahwa daqaiq al-tamkiniyah= daqaiq ikhtilaf

(refraksi=34,5’)+Nisf Quthr al-Syams (Semidiameter 16’), jadi Daqaiq al-Tamkiniyah: (0°34'+0°16')/15=3.3', (Ahmad Tholhah Ma’ruf) lihat Muntaha Nataij al-Aqwal, hlm. 4.

37 Ditambahkan oleh Abdul Mu’thi Bangil Pasuruan, tt.

110

Pada umumnya dalam penentuan awal bulan kamariah

ijtimak diperhitungkan, karena hal ini menjadi tolak ukur utama untuk

penentuan awal bulan kamariah, akan tetapi berbeda dengan kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal. Logikanya kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

digunakan untuk menetukan posisi Bulan pada hari-hari yang lain

yaitu tanggal 1,2,3,4,..., akan tetapi hasil ketinggian hilal yang dihitung

berdasarkan sistem kitab tersebut, maka untuk menentukan ijtimak

bisa dilakukan dengan cara berikut:

Mencari ijtimak awal Ramadhan 1431 H dengan ketinggian

04° 52’ maka:

Ijtimak: Gurub – (2 x tinggi hilal), jika dari

ijtimak menentukan tinggi hilal maka didapatkan

rumus (Gurub - ijtimak) / 2.38 Diketahui hc (tinggi

hilal): -2º 20’ 58.92”, dan gurub: 5j 57’ WIS, maka

jika menggunakan cara taqribi didapatkan 5j 57’ –

(2x -2º 20’ 58.92” ) = 10j 38’ 57.84” WIS atau

22j 38’ 57.84” WIB

Perhitungan ini hanya taksiran kasar atau taqribi, jika menggunakan

perhitungan secara astronomi untuk mengetahui ijtimak dari nilai

ketinggian hilal itu sulit, hal ini karena dipengaruhi lintang tempat.39

Ada cara lain seperti menggunakan metode hisab yang setara

dari kitab tahqiqi lainya, seperti dengan langkah sebagai berikut:40

38 Asumsi taqribi, dari kaidah bahwa bulan menjauhi matahari 360 derajat / 30 hari, 12

derajat/hari =0.5 derajat per jam. 39 Hasil wawancara dengan Thomas Djamaluddin Facebook, Ahad 18 Maret 2012. 40 Rumus yang digunakan Ahmad Tholhah Ma’ruf.

111

a. Menghitung Bu’du al-Mutlak (BM)

TB- TM (Thul al-Qamar – Thul al-Syams) = -2º 10’ 37.5”

b. Titik Ijtimak (TIjt)

BM: 30’ 28” = -4º 17’ 14.9”

c. Ijtimak Waktu Istiwa’ dan WIB

Gurub + 12 - TIjt = 22º 14’ 14.9” WIB

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak disusun dengan

perhitungan isthilahi, kitab tersebut disusun dengan memperhitungkan

posisi bulan yang pada dasarnya juga akan menghasilkan out put

ketinggian hilal yang sama dengan perhitungan awal bulan kamariah

dengan metode hisab haqiqi bi al-tahqiq yang menggunakan konsep

perhitungan ijtimak.

Dengan demikian kitab Muntaha Nataij al-Aqwal hanya

memperhitungkan posisi bulan (tinggi dan cahaya hilal) tanpa

memperhitungkan masa hilal. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya

perhitungan Sabaq al-Qamar dan Sabaq al-Syams yang digunakan

untuk menentukan ijtimak hakiki, serta tidak terdapat jadwal ‚alamah

al-ayyam (penunjuk waktu/ hari) untuk perhitungan ijtimak.

4) Ketinggian Hilal

Tidak ada keterangan dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

bahwa tinggi hilal yang dihitung merupakan tinggi hilal hakiki dan

tinggi hilal mar’i, akan tetapi bisa dilihat dari koreksi-koreksi data

yang diperhitungkan, dan untuk tinggi hilal mar’i secara umum itu

112

dihitung dalam hisab kontemporer. Kriteria menghitung tinggi hilal

mar’i yaitu dengan menghitung beberapa koreksi (Dip, Parallaks,

Refraksi, Semi Diameter), dan hal ini akan dijelaskan pada sub

berikutnya.

B. Analisis Verifikasi Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal

Sebagaimana yang dipaparkan pada sub sebelumnya (Bab III),

gambaran tentang akurasi hasil perhitungan awal bulan kamariah dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal menunjukkan bahwa selisih antara hasil

perhitungan kitab tesebut dengan kitab Khulashah al-Wafiyah tidak terpaut

jauh, hanya selisih pada menit ± 1-60, sehingga dapat diketahui seberapa jauh

tingkat kebenaran dan keakuratan dari hasil perhitungan kitab Muntaha Nataij

al-Aqwal.

Berikut contoh hasil perhitungan awal bulan Ramadhan tahun 1431H:

Kitab Tahun Bulan Tinggi Hilal

Muntaha Nataij al-Aqwal 1431 Ramadhan 4° 51’ 57.67”

Khulashah al-Wafiyah 1431 Ramadhan 3° 53’ 50.46”

Nur al-Anwar 1431 Ramadhan 3° 09’ 31”

Ephemeris 1431 Ramadhan 2° 28’ 15.85”

Adapun jika dibandingkan dengan nilai berdasarkan perhitungan

kontemporer, maka selisihnya terpaut sekitar pada 0-2 derajat atau bahkan

hanya di menit. Hal ini disebabkan karena data-data yang digunakan metode

113

haqiqi bi al-tahqiq tidak up to date, dan secara keseluruhan hampir semua

data tahqiqi itu sama, hanya saja proses perhitunganya berbeda sehingga tidak

menghasilkan out put yang sama, dan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal masih

menggunakan jadwal abadi, kemudian juga ada koreksi-koreksi yang belum

diperhatikan untuk penentuan ketinggian hilal mar’i diantaranya sebagai

berikut:

a. Parallaks

Parallaks atau ikhtilaf al-manzhar adalah sudut yang

terbentuk dari perbedaan arah pandang terhadap sebuah benda langit

dari mata pengamat.41

Koreksi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tinggi

suatu benda yang tampak di titik pusat Bumi oleh peninjau dapat

terlihat dari permukaan Bumi.42

Pengaruh parallaks terhadap posisi Bulan, perubahan

parallaks akan menimbulkan perbedaan antara Asensiorekta dan

deklinasi yang sebenarnya dengan yang tercatat pada pengamatan,

karena jaraknya lebih kecil dibandingkan dengan benda langit lainya.

Sedangkan pengaruh parallaks terhadap Matahari harganya sangat

kecil sekali.

Bila Matahari atau Bulan berada di ufuk, maka pada saat itu

pula sudut parallaks terbesar atau yang disebut pula dengan horizontal

parallaks. Parallaks berubah tergantung kepada jarak zenith atau

41 Susiknan Azhari, op.cit, hlm. 97. 42 Slamet Hambali, “Gerak Tata Surya”, disampaikan dalam diklat Hisab Rukyat Jepara

pada 28-29 Desember 2008.

114

ketinggian posisi benda, makin jauh kedudukan sebuah benda langit

dari Bumi, maka semakin kecil parallaksnya dan makin dekat

kedudukan benda langit maka makin besar pula parallaksnya.

Harga parallaks Matahari rata-rata 8”, sehingga bisa

diabaikan atau tidak harus diperhitungkan, berbeda dengan harga

parallaks Bulan yang mencapai 54” sampai 61”. Adapun untuk

mencari tinggi hilal mar’i, maka nilai ini dikurangkan. Sehingga tinggi

hilal tidak lagi dihitung dari permukaan bumi, melainkan dari

permukaan bumi tempat si pengamat.

b. Semi Diameter

Secara astronomis, saat Matahari terbenam terjadi pada saat

titik pusat piringan Matahari mempunyai jarak zenith 900 50’. Di

dalam daftar ephemeris angka itu dijadikan dasar untuk menyatakan

saat Matahari terbenam atau terbit pada tempat pengamatan setinggi

permukaan laut. Titik puncak lengkungan atas Matahari saat itu tepat

berada di garis horizon. Harga 50’ didapatkan dari perjumlahan

diameter sudut Matahari ( =16’ ) dan sudut pembiasan cahaya dalam

atmosfer Bumi bagi benda langit yang berada di sepanjang horizon

( =34’ ).

Koreksi ini dimaksudkan agar hasil yang dihitung bukan

titik pusat Bulan akan tetapi piringan dari Bulan, sebab pada dasarnya

semua data Bulan diambil dari titik pusat bulan. Perlu diperhatikan

bahwa dalam penggunaan koreksi semidiameter Bulan ini, maka yang

115

dimaksudkan jika koreksi ini ditambahkan maka yang diukur adalah

piringan atas Bulan, namun apabila yang dikehendaki adalah piringan

bawah Bulan maka koreksinya adalah dikurangkan semidiameter.43

Oleh karenanya ada yang berpendapat ditambahkan dan ada yang

dikurangkan.

c. Refraksi (pembiasan sinar)

Pembiasan cahaya benda langit terjadi dalam atmosfir Bumi,

yang menyebabkan posisi benda langit yang tampak di permukaan

Bumi berbeda dengan yang sebenarnya, dan harga refraksi berubah

menutut ketinggian benda langit.

Semakin tinggi kedudukan benda langit, semakin rendah

refraksinya, begitu sebaliknya semakin rendah kedudukan benda

langit maka semakin tinggi refraksinya. Jika benda langit berada di

titik zenith, maka tinggi 90° dan refraksi 0. Pada saat terbenam atau

terbit dengan tinggi 0°, dan besar refraksinya kira-kira 34’ atau

34,5’.44

Harga refraksi ini bisa didapatkan dari daftar refraksi atau

juga lampiran Almanak Nautica, atau didapat dengan rumus sebagai

berikut:45

43 Lihat Rifa’ Djamaludin, op.cit, hlm.103. 44 M.Yusuf Harun, Pengantar Ilmu Falak, Banda Aceh: Yayasan PeNA, Cet.I, 2008,

hlm.24-25. 45 Munyiddin Khazin, op.cit, hlm. 143.

Refraksi: 0.0617: tan(h + 7.31: (h+ 4.4))

116

Dalam perhitunganya, koreksi refraksi ditambahkan dengan tinggi

hilal hakiki.

d. Dip

Dip atau kerendahan ufuk, ketinggian tempat itu dapar

mempengaruhi arah pandang ke ufuk (horizon). Semakin tinggi

tempat pengamatan dari permukaan air laut, maka semakin besar

kerendahan ufuknya. Ufuk yang terlihat ketinggian mata sejajar

dengan tinggi permukaan laut disebut ufuk hissi, dan ufuk hakiki

disebut juga dengan ufuk yang sebenarnya.

Perbedaan jarak zenith antara ufuk hakiki dan ufuk mar’i

disebut dengan kerendahan ufuk, arah pandang manusia terhadap

benda-benda langit tidak dibatasi oleh ufuk hakiki malainkan ufuk

mar’i.

Dalam penentuan awal bulan kamariah hasil ketinggian hilal

merupakan hal yang sangat urgen, ketinggian hilal atau Irtifa’ al-Hilal ( عZPKار

.bisa dikatakan merupakan hasil akhir dari proses perhhitungan hisab (ا,]�ل

Dengan demikian ع ا,]�لZPKار selalu menjadi acuan dalam penetapan awal

bulan. Hal ini bisa dilihat dengan adanya ketetapan Imkan al- Rukyat dengan

ketinggian hilal 2° (dua derajat) yang dipegang oleh pemerintah Indonesia

sekaligus sebagai anggota MABIMS, kemudian konsep Wujud al-Hilal

(ketinggian hilal (positif) di atas ufuk atau di atas 0°) oleh ormas

Muhammadiyah.

117

Dari beberapa sistem perhitungan, ada yang konsep

memperhitungkan sampai tinggi hilal hakiki dan juga ada yang tinggi hilal

mar’i. Tinggi hilal hakiki didasarkan pada posisi ketinggian hilal yang

dihitung dari ufuk hakiki46, sedangkan tinggi hilal mar’i merupakan

ketinggian hilal yang dihitung dari ufuk mar’i47. Pada dasarnya ufuk dibagi

menjadi tiga, selain ufuk hakiki dan mar’i masih ada ufuk hissi (horison

semu). Bidang ufuk hissi ini sejajar dengan bidang ufuk hakiki, perbedaannya

terletak pada parallaks.48

Dengan demikian, untuk menghitung ketinggian Bulan pada saat

Matahari terbenam menjelang awal bulan kamariah yaitu bisa dilakukan

dengan sampai pada hilal hakiki dan hasil ini bersifat pendekatan, karena

selisih waktu itu bukan tinggi saat Matahari terbenam. Ketinggian dihitung

pada lingkaran vertikal atau tegak, sedangkan pergerakan Matahari dan Bulan

sejajar dengan equator.

Maka untuk menghitung ketinggian Bulan pada saat Matahari

terbenam harus dihitung dari posisi pada saat permukaan atas Matahari tepat

di horizon (ufuk), sehingga secara tidak langsung perlunya koreksi-koreksi

sebagaimana yang disebutkan di atas.

46 Ufuk hakiki atau ufuk yang dalam astronomi disebut True Horizon, adalah bidang datar

yang ditarik dari titik pusat bumi tegak lurus dengan garis vertical sehingga ia membelah bumi dan bola langit menjadi dua bagian sama besar, bagian atas dan bagian bawah, dalam praktek perhitungan tinggi suatu benda langit mula-mula dihitung dari ufuk hakiki ini. Lihat: Muhyidin Khazin, op. cit, hal. 86.

47 Ufuk mar’i atau ufuk kodrat adalah ufuk yang terlihat oleh mata, yaitu ketika seseorang berada di tepi pantai atau berada di dataran yang sangat luas, maka akan tampak ada semacam garis pertemuan antara langit dan bumi. Garis pertemuan inilah yang dimaksud dengan ufuk mar’i, yang dalam astronomi dikenal dengan nama Visible Horizon. Lihat Muhyiddin Khazin, loc.cit.

48 Muhyiddin Khazin, loc.cit.

118

Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa perhitungan

ketinggian hanya sampai pada ketinggian hakiki (tinggi bulan), karena untuk

mencapai pada perhitungan hilal mar’i (tinggi hilal) maka koreksi-koreksi

yang disebutkan di atas perlu diperhitungkan dan hasil perhitungan ini dinilai

cukup akurat jika dibanding dengan perhitungan taqribi serta mempunyai

kesetaraan dengan kitab tahqiqi lainya yang lebih baru dibanding dengan

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal dan hasilnya mendekati pada tingkat akurasi

hisab kontemporer, sehingga perhitungan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal bisa

dinilai cukup relevan.

C. Kelebihan dan Kekurangan Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal

Perbedaan penetapan awal bulan kamariah di Indonesia dikarenakan

tidak adanya kesepakatan kriteria dalam pengaplikasian sistem hisab, pada

dasarnya sistem hisab dan sistem rukyat sama-sama pentingnya untuk

penetapan awal bulan khususnya bulan-bulan yang menjadi acuan umat Islam

untuk melaksanakan ibadah, karena sistem hisab pada dasarnya masih pada

batas kebenaran hipotesis, yang masih membutuhkan verifikasi melalui

observasi secara emphiris49 yaitu rukyat.

Hisab tidak seharusnya dijadikan penetapan awal bulan melainkan

sebagai pijakan atau ancer-ancer (informasi) yang masih membutuhkan

49 Ahmad Izzuddin, Makalah Hisab Rukyat antara Kebenaran Hipotesis dan Verifikasi

disampaikan dalam Stadium General yang diselenggarakan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semaang pada Rabu, 29 Februari 2009 pukul 09.30.

119

observasi (rukyat) sebagai bukti hasil dari perhitungan tersebut.50 Jika dari

kedua metode tersebut tidak mencapai, maka dapat dilakukan dengan

istikmal. Sehingga dari berbagai redaksi hadis tentang cara penentuan awal

bulan kamariah bisa diterapkan secara keseluruhan.

Masalah hisab, penklasifikasian metode hisab awal bulan kamariah

disesuaikan dengan pola perhitunganya, dan seiring perkembangan zaman

perhitungan awal bulan kamariah mulai banyak menggunakan rumus segitiga

bola dengan rumus matematika yang lebih disederhanakan, koreksinya lebih

teliti dan juga menggunakan data-data baru yang didasarkan atas pengamatan.

Adanya metode hisab ‘urfi, haqiqi al-taqrib, haqiqi al-tahqiq, dan

juga kontemporer tidak menjadi alasan untuk tidak mempelajari ataupun

menggunakan metode klasik lebih spesifiknya termasuk kategori hisab ‘urfi

atau pun tahqiqi bi al-taqrib dan tahqiqi bi al-tahqiq (lebih identik kodifikasi

dalam bentuk kitab).

Semua sistem perhitungan mempunyai tingkat akurasi yang berbeda,

bahkan bisa jadi kitab yang disusun atau dibuat pada zamanya relevan dengan

keadaan Bulan dan Matahari yang sebenarnya. Karena pada dasarnya para ahli

falak dahulu juga membuat berdasarkan pedoman tentang hisab yang tertuang

dalam al-Qur’an, hadis, ilmu pengetahuan lain (pengamatan) dan mereka juga

belajar tentang perhitungan dengan para ilmuwan.

Oleh karena itu, semua konsep perhitungan yang ditawarkan para ahli

falak pada mulanya bisa dijadikan pertimbangan dalam penentuan awal bulan

50 Lihat Ahmad Izzuddin, loc.cit.

120

kamariah sehingga dari pertimbangan tersebut akan dihasilkan suatu ijtihad.

Maka dari itu, eksisitensi yang dimiliki oleh satu sistem tidak menghilangkan

eksistensi sistem yang lain. Sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:

51اnopaw د nopaq nr stuv wد

Artinya: Ijtihad yang satu tidak bisa dirusak ijtihad yang yang lain.

Pada tahun 1930-1950-an hisab haqiqi bi al-tahqiq tidak banyak

dipelajari, karena sudah banyaknya yang menggunakan kitab Sulllam al-

Nayyiraiin. Akan tetapi bukan berarti pula kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

dikesampingkan.52 Hal ini terbukti kitab tersebut masih digunakan

pertimbangan dalam penentuan awal bulan kamariah di lembaga daerah

Pasuruan salah satunya LFNU53 dan juga dijadikan pedoman pembelajaran

ilmu Falak di Pondok Sidogiri dan Pondok Besuk.

Dengan demikian, eksistensi hisab kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

bisa dikatakan masih terlalu sempit dengan melihat luasnya wilayah Indonesia

yang terbagi beberapa propinsi.

Faktor penyebab tidak banyak pengguna kitab Muntaha Nataij al-

Aqwal diantaranya: Kurangnya publikasi, yakni kitab ini tidak banyak dicetak

dan diedarkan, khususnya di daerah Pasuruan yang merupakan tempat singga

KH. Muhammad Hasan Asy’ari masih banyak yang menggunakan metode

taqribi karena dianggap lebih mudah dipahami; tidak banyak murid dari KH.

51 Abdullah bin Sa’id Muhammad, ‘Idhoh al-Qaqa’id al-Fiqhiyyah, Surabaya: Maktabah

al-Hidayah,cet.III, 1410, hlm.51. 52 Dalam hal ini yaitu kitab Sullam al-Nayyirain, disampaikan Aqil Fikri pada wawancara

tanggal 26 September 2011, di Nganjuk. 53 Hasil Wawancara dengan Aqil Fikri tanggal 26 September 2011 di Nganjuk.

121

Muhammad Hasan Asy’ari yang memahami tentang ilmu falak (dalam hal ini

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal). Sehingga harus mempelajari dengan

sendirinya, sedangkan ilmu falak kurang banyak diminati oleh masyarakat

karena dianggap sulit.

Dari eksistensi metode hisab Muntaha Nataij al-Aqwal yang masih

digunakan pertimbangan dalam penetapan awal bulan kamariah pada wilayah

tertentu. Maka tentunya kitab ini juga mempunyai kelebihan dan kekurangan,

diantara kelebihanya adalah:

1. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kitab tersebut telah

menggunakan rumus segitiga bola (trigonometri), meskipun pada

dasarnya dalam kitab tersebut untuk mencari posisi Matahari dan

Bulan rumus-rumus dipaparkan dengan bahasa Arab yang sederhana.

Akan tetapi jika disederhanakan dan menggunakan rumus

Matematika modern, maka hasilnya sama dengan rumus-rumus yang

digunakan Astronomi modern

2. Pada dasarnya kitab Muntaha Nataij al-Aqwal tidak hanya

digunakan untuk penentuan awal bulan kamariah saja, akan tetapi

konsep perhitunganya bisa digunakan untuk menentukan posisi

Bulan selain pada tanggal 29 sehingga tidak ada perhitungan

ijtimaknya, dan hal ini yang membedakan dengan kitab tahqiqi yang

lainya. Meskipun tanpa memperhitungkan ijtimak, tapi kisaran

hasilnya pun tidak terpaut jauh dengan metode haqiqi bi al-tahqiq

yang lainya

122

3. Data-data yang dipakai lebih teliti dari data taqribi, dan dalam

perhitunganya terdapat penambahan koreksi yaitu koreksi

dhamimah, data Bulan per 103 tahun. Meskipun demikian, tetapi

pada dasarnya data-data tahqiqi itu hampir sama, meskipun pada

proses perhitunganya berbeda, tetapi out put yang dihasilkan juga

tidak akan berbeda jauh

Perhitungan dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal juga terdapat

kekuranganya, diantaranya:

1. Dalam kitab tersebut masih menggunakan jadwal abadi sebagai

pijakan dan masih ada beberapa yang belum dikoreksi layaknya

hisab kontemporer untuk menentukan irtifa’ al-hilal

2. Kurangnya beberapa informasi, seperti untuk perhitungan gurub,

kitab ini tidak memberikan keterangan cara memperolehnya hanya

ada penjelasan data-data yang dimasukkan dalam perhitungan gurub,

kemudian koreksi dhamimah per/103 tahun hanya sampai tahun

1524 H, dan tidak ada keterangan rumusnya serta masih ada

beberapa data yang tidak dimuat dalam kitab tersebut seperti

‘alamah al-ayam, sabaq, dan daqa’iq al-tamkiniyyah

3. Tidak terdapat konversi Hijriah ke Masehi, tidak ada pasaran dan

juga tidak ada perhitungan ijtimak, sehingga masih ada beberapa

unsur yang kurang untuk membantu dalam pelaksanaan rukyat

4. Data-data yang ditampilkan dari kitab ini pada mulanya masih

menggunakan angka jumali yang kemudian dikemas ulang oleh

123

PCNU Pasuruan dengan menggunakan angka hindi guna untuk

mempermudah dalam membaca data yang telah disediakan

Dengan demikian pada dasarnya metode-metode yang ditawarkan

para ahli falak Indonesia masih banyak digunakan meskipun sifatnya taqribi,

dan masing-masing perhitunghan itu juga mempunyai titik kelebihan dan

kekuarangan. Sehingga eksistensi dari masing-masing metode yang ada sejak

awal adanya ilmu falak di Indonesia hingga perkembanganya tetap masih

dijadikan pertimbangan dan perbandingan sebagai acuan penentuan awal

bulan kamariah.

124

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan analisis di atas (masalah-masalah yang

penulis rumuskan), yaitu terkait dengan judul Analisis Hisab Awal Bulan

Kamariah dalam Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal yang disusun oleh KH.

Muhammad Hasan Asy’ari. Maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Metode hisab yang terdapat dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

merupakan metode tahqiqi bi al-tahqiq (menggunakann rumus segitiga

bola), kitab ini mempunyai perbedaan dan persamaan dengan kitab tahqiqi

lainya meskipun kitab ini kitab pertama di Indonesia yang menggunakan

metode tersebut setelah adanya kitab Mathla’ al-Sa’id, perbedaanya yaitu:

Pertama, tidak terdapat konversi Hijriah-Masehi, sehingga untuk

perhitunganya langsung pada hari yang dicari. Juga tidak diawali dengan

perhitungan taqribi. Kedua, tidak terdapat pasaran, nama hari diawali pada

Kamis dan konsep perhitungan menentukan hari di awal bulan menyatu

dengan sistem penentuan tahun kabisat dan basitha. Ketiga,

memperhitungkan gurub. Keempat, tidak terdapat perhitungan ijtimaknya.

Jadi hanya sebatas menentukan posisi bulan. Kelima, koreksi-koreksi yang

dilakukan hanya 6 kali, yaitu dengan menambahkan koreksi dhamimah di

awal perhitungan tahqiqi sebelum dilakukanya penta’dilan yang kompleks.

2. Dari hasil verifikasi perhitungan dengan sistem yang terdapat dalam kitab

Muntaha Nataij al-Aqwal, bahwa kitab tersebut mempunyai standar yang

125

sama dengan kitab tahqiqi lainya seperti Badi’ah al-Mitsal, Khulashah al-

Wafiyah, Nur al-Anwar. Yaitu menghasilkan angka atau nilai ketinggian

yang tidak terpaut jauh dan hanya berkisar antara 0-60 menit.

perbedaan hasil perhitungan kitab tersebut jika menghitung secara manual

(jadwal logaritma) dan dengan menggunakan alat hitung, maka perbedaan

yang dicapai yaitu di millisecond atau di bawah detik, dan maksimal

mencapai 60 detik. Sedangkan jika dibandingkan dengan hisab

kontemporer, maka selisih berkisar antara menit (60 menit) dan derajat (0-2

derajat).

Jadi bisa disimpulkan bahwa hasil perhitungan awal bulan kamariah dalam

kitab Muntaha Nataij al-Aqwal masih berada di bawah perhitungan

kontemporer, karena ada beberapa faktor diantaranya kitab ini masih

menggunakan jadwal abadi, dan ada beberapa hal yang belum

diperhitungkan, diantaranya: Parallaks, semi diameter, refraksi, dip.

3. Kelebihan dari kitab ini, tentunya ada suatu kebanggan sendiri bahwa pada

zaman itu di Indonesia sudah ada konsep perhitungan segitiga bola dan juga

angka logaritma yang disusun setelah kitab Mathla’ al-Sa’id, disisi lain

kelebihan dari kitab ini diantaranya:

a. Hasil perhitungan tidak berbeda dengan kitab tahqiqi lainya,

meskipun tidak memperhitungkan ijtimak

b. Data-data yang dipakai lebih teliti dari hisab taqribi

Adapun kekuranganya yaitu: masih menggunakan jadwal abadi dan untuk

data dhamimah per/103 tahun hanya sampai pada tahun 1541 H dalam hal

126

ini juga tidak terdapat pola rumusnya, juga kurangnya infromasi seperti

hanya memaparkan data-data yang digunakan untuk menentukan gurub

tanpa menentukan prosesnya dan koreksinya masih bersifat pendekatan, dan

juga tidak adanya perhitungan ijtimak.

Karya-karya ulama dahulu masih dijadikan pertimbangan oleh pemerintah

Indonesia, dan metode hisab dijadikan patokan atau ancang-ancang yang

kemudian nantinya akan diaplikasikan dengan kriteria rukyat, yakni oleh

pemerintah menwarkan konsep Imkan al-Rukyat, kemudian oleh

Muhammadiyah menggunakan konsep Wujud al-Hilal. Sehingga dari

kelebihan dan kelemahan yang ada dalam kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

tidak menghilangkan eksistensinya dalam dunia falak Indonesia khususnya

di pesantren-pesantren yang ada di Pasuruan.

B. Saran

Adapun saran peniliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi para pihak yang menggunakan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

perlu untuk melakukan perbaikan terhadap data-data yang terdapat

didalamnya, yaitu adanya transformasi dengan perhitungan

astronomi modern. Dengan tujuan, agar hasil dari kitab tersebut

mengahasilkan data yang lebih akurat dan up to date dan untuk

memperkuat hasil perhitungan awal bulan kamariah maka perlu

untuk menambahkan perhitungan ijtimak dan juga rumus konversi

Masehi-Hijriah untuk membantu mempermudah jalanya rukyat

127

2. Sifat tasammuh (toleransi diri) sangat diperlukan dalam menyikapi

perbedaan khususnya terhadap hasil-hasil penentuan awal bulan

kamariah dengan metode hisab yang berebeda. Karena pada

dasarnya perbedaan itu rahmat, maka untuk menyikapi perbedaan

hendaknya dilakukan secara arif dan bijak

3. Ilmu falak merupakan ilmu yang masih dibilang langka, dan untuk

mempelajari ilmu falak adalah Fardhu Kifayah, maka hendaknya

ilmu ini tetap dijaga eksistensinya, dengan melakukan

pengembangan dan pembelajaran seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan juga upaya untuk tetap menkaji

kitab-kitab falak klasik guna untuk tetap menjaga kelestarian karya-

karya ulama dahulu yang kemudian dapat dijadikan pembelajaran

dan juga dapat dijadikan pertimbangan untuk penentuan awal bulan

kamariah

128

C. Penutup

Puji syukur Illahi Rabbi (alhamdulillah), atas nikmat dan rahmat yang

Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak ada suatu

yang sempurna di dunia ini, dan tentunya ada kelebihan dan kekuranganya

dalam skripsi ini. Meskipun penulis berupaya secara optimal dalam

pengerjaanya, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis

nantikan.

Penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya , Amîn.

DC QR@DSو ; KLMNOP; واGH ن B CD@دك;:

QRT URHو ح@اHاTRW

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Sa’id Muhammad, ‘Idhah al-Qaqa’id al-Fiqhiyyah, Surabaya:

Maktabah al-Hidayah, Cet.III, 1410.

Ahmad SS, Noor, Jadwal Falak Nur al-Anwar, Kudus: TBS, t.t, td.

Anwar, Syamsul, Hari Raya dan Problematika Hisab Raya & Problematika

Hisab – Rukyat, Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, Cet.I, 2008.

Arikunto, Suharismi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.

Rineka Cipta, Cet.XIII, 2006.

Arsyad, M. Natsir, Cendekiawan Muslim dari Khaili sampai Habibi, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, Cet.III, 2000.

Al-‘Asqalany, Ibnu Hajar, Fath al-Bâry, Juz IV, Madînah: al-Maktabah al-

Salâfiyyah, t.t,td.

‘Athab, Muhammad Abdul Qadir, Sunan al-Kubra (Lil Imam Abi Bakar Ahmad

bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi), Juz IV, Libanon: Daar al-Kutub al-

Ilmiah,tt.

Azhari, Susiknan, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2002.

__________, Hisab & Rukyah (Wacana Untuk Membangun Kebersamaan di

Tengah Perbedaan), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.1, 2007.

__________, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern),

Yogyakarta : Suara Muhmmadiyah, Cet.II, 2007.

__________, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta:

Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981.

Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Shahih Muslim (Lil Imam Abi Husain Muslim bin

Al-Hujjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi) Syarah An-Nawawi (Al-Imam Yahya

bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimisyqi Asy-Syafi’i), Juz 7, Beirut : Dar Al-

Kutub Al-Ilmiah.

__________, Al-Jaami’ Al-Shaahih Wa Huwa Sunan At-Tirmidzi (Li Abi ‘Isa ibn

Saurah), Juz 2, Beirut : Dar Al-Fikri.

Bukhari, Al, Muhammad ibn Isma’il, Sahīh Bukhari, Juz III, Beirut: Dar Al-Fikr

,tt.

Darsono, Ruswa, Penanggalan Islam Tinjauan Sistem Fiqih dan Hisab

Penanggalan, Yogyakarta: LEBDA Press, 2010.

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam

dan Pembinaan Syari’ah, Pedoman Teknik Rukyat, Jakarta : TP, 2009.

Djamaluddin, Thomas, Menjelajah Keluasan Langit Menembus Kedalaman Al-

Qur’an, Bandung : Khazanah Intelektual, 2006.

Gulo, W. Metodologi Penelitian, Jakarta : PT. Grasindo, 2002.

Hamid, Abdul, Mabadi’ Awwaliyyah, Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra.tt.

Husain, Abu Muslim bin Al-Hajjaj, Jāmi’u as-Sahīh, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr,

tt.

Jamil, A. Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat Awal Waktu dan Awal

Tahun (Hisab Kontemporer), Jakarta : Amzah, Cet.I, 2009.

Ja’fi, al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh bin

Bardazbah al-Bukhari Al, Shahih al-Bukhari, Juz 1, Libanon : Daar Al-

Kutub Al-Ilmiah, 1992.

Jauhari, Thantawi Al, Tafsir al-Jawahir, Juz VI, Mesir : Musthafa Al-Babi Al-

Halabi, 1346 H.

Imam Malik, al-Muwatho’, Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, t.t.

Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab – Rukyah Praktis dan Solusi

Permasalahannya), Semarang : Komala Grafika, 2006.

Jailani, al-Zubair Umar, Khulashah al-Wafiyah Fi al-Falaki Bi Jadwali al-

Lugharitmiyah, t.t.

Junaidi, Ahmad, Rukyat Global Perpsektif Fiqih Astronomi, Ponorogo: STAIN

Press, 2010.

Karim, Moh. Zubair Abdul, Ittifaq Dzatil Bainy Fi Ma’rifati Hisabil Hilal Wal

Kusufain, Gresik: Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Timur, t.t.

Khazin, Muhyiddin Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana

Pustaka, 2004.

__________, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta : Buana Pustaka, Cet.I, 2005.

Khalidi, Muhammad Abdul Aziz Al, Sunan Abi Daud (Lil Imam Al-Hafidz Abi

Daud Sulaiman Ibn Al-Asy’ats), Juz II, Beirut : Dar Al-Kutb Al-Ilmiah,

1996.

Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab

Nahdlatul Ulama, Jakarta : t.p, 2006.

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV.

Penerbit Diponegoro, Cet.II , 2006.

Ma’luf, Loewis Al-Munjid Fī Al-Lu;ah, Beirut – Lebanon: Dar El-Machreq Sarl

Publisher, Cet.ke-28, 1986.

Marsito, Kosmografi Ilmu Bintang-bintang, Jakarta : Pembangunan, 1960.

Manshur bin Yuyun bin Idris, Mukhtashar Shahih Bukhari, Juz.I, Beirut Libanon:

Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.

Moelang, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya, Cet.ke-20, 2004.

Muhammad, Al-Faqih Abdul Wahud bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd,

Analisis Fiqh Para Mujtahid, Jakarta: Pustaka Amani, Cet.III, 2007,

Bidayatul Mujtahid, Dar al-Jill: Beirut, Cet.II, 1989.

Muhammad bin Isma’il al Bukhari, Shohih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr,

t.t.

Munawwir, Achmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,

Surabaya : Pustaka Progressif, Cet. XIV, 1997.

Muslim , Abu Husain bin al Hajjaj, Shohih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, t.t.

Nakonsteen, Mehdi, Konstribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat : Deskripsi

Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto

Abdullah, Surabaya : Risalah Gusti, Cet.I, 1996.

Nasif, Manshur Ali, al-Tajj al-Jaami’ li al- Ushuul, jilid.I, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

Al-Qulyubi, Syihabudin,Hasiyah, Minhaj al Thalibin, Jilid II, Kairo: Mustofa al

Babi al Halabi, 1956.

Rachim, Abd, Ilmu Falak, Edisi Pertama, Yogyakarta: CV.Bina Usaha, Cet.I,

1983.

Rahman, Fazlur, Islam, Bandung: Pustaka, Cet.II, 1994.

Rida, Syaikh Muhammad Rasyid (et al), Hisab Bulan kamariah (Tinjauan Syar’i

Tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, Zulhijah), Yogyakarta:

Suara Muhammadiyah, Cet.I, 2008.

Riduwan, Belajar Mudah Penelitian: Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula, Bandung : Alfabeta, Cet.I, 2005.

Rumaningsih, Endang, Mahir Berbahasa Indonesia, edit. Ahwan Fanani,

Semarang: RASAL, Cet.III, 2006.

Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: PT. Amythas

Publicita, 2007.

Satori, Djam’an, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Alfabeta, Cet.I, 2009.

Shiddiqi, Nouruz Zaman, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Al-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur, Semarang:

Hayam Wuruk, Cet.II, 2000.

__________, Mutiara Hadits 4 (Jenazah, Zakat, Puasa, Itikaf dan Haji),

Semarang: Rizki Putra, 2003.

Suryabarata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

Cet.XVI, 2004.

Al-Syarbini, Muhammad al-Khâtib, Mughnî al-Muhtâj, Juz I, (Mesir: Mathba’ah

al-Istiqâmah, Cet.I, 1374 H/1955 M.

Syihab, Quraisy, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, Cet.II, 2004.

Tim Penyusun Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Pedoman Penulisan Skripsi,

Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Yahya, Imam Abi Zakariyah bin Syirof al-Nawawi al-Dyimasyaqi, Raudloh al-

Thoolobin, Jilid.II, Beirut Libanon: Darul Kutub al-Ilimiyyah, 676 H.

Karya Ilmiah Sarjana

Anam, Ahmad Syifa’ul, “Studi Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyah Dalam

Kitab Khulashah al-Wafiyah Dengan Metode Hakiki Bit Tahkik”, Skripsi

Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 1997, td.

Djamalludin, Rifa, “Pemikiran Hisab KH. Ma’shum bin Ali Al-Maskumambangi

(Analisis Terhadap Kitab Badi’ah al-Mitsal Fi Hisab al-Sinin Wa al-Hilal

tentang Hisab al-Hilal,” Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang, 2010, td.

Izzuddin, Ahmad, “Analisis Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qomariyyah dalam

Kitab Sullam Al-Nayyirain”, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang, Perpustakaan IAIN Walisongo 1997, td.

__________, “Zubaer Umar Al-Jaelany dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyah

di Indonesia”, Laporan Penelitian Individual, Semarang, Perpustakaan

IAIN Walisongo 2002, td.

__________, “Pemikiran Hisab Rukyah Abdul Djalil (Studi atas Kitab Fath al-

Rauf Al-Mannan”), Laporan Penelitian Individual, Semarang,

Perpustakaan IAIN Walisongo 2005, td.

Mujab, Sayful, ”Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim

dalam Kitab Ittifaq Dzatil Bain”, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo, Semarang, Perpustakaan IAIN Walisongo 2007, td.

Taufik, Muhammad, ”Studi Analisis tentang hisab Rukyah Muhammadiyah dalam

Penetapan Awal Bulan Qamariyah”, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo, Semarang, Perpustakaan IAIN Walisongo 2006, td.

Hasil Wawancara

Wawancara dengan KH. Ade Rahman Syakur pengasuh pondok pesantren Sabilul

Muttaqien Pasuruan, sekaligus ketua Syuriah PCNU Pasuruan yang juga

sebagai sesepuh di Pasuruan, di Ponpes Sabilul Muttaqin pada Jum’at, 30

Desember 2011 pukul 08.00-09.30 WIB.

Wawancara dengan ahli waris KH. Muhammad Hasan Asy’ari Nyi Muzayanah

pada Rabu 17 Februari 2012 di Ranggeh Pasuruan pukul 16.54-17.05

WIB.

Wawancara Aqil Fikri, berdasrkan wawancara denganya pada 26 September 2011

pukul 09.30-11.00 di Nganjuk.

Wawancara Ahmad Tholhah Ma’ruf Sidogiri melalui email pada 2011-2012.

Wawancara dengan Hasan Ghalib, pengasuh Pondok Besuk pada Kamis 16

Februari 2012 pukul 10.00-13.00 WIB di kediaman Pengasuh Ponpes

Besuk Putri Besuk, Kejayan, Pasuruan.

Wawancara dengan Thomas Djamaluddin Facebook, Ahad 18 Maret 2012.

Alamat Website

Aliran Wahabi, http://musliminzuhdi.blogspot.com/2011/06/sejarah-munculnya-

aliran-teologi-wahabi.html, diakses pada 8 Januari 2012.

http://mutiary.wordpress.com/2009/02/12/perbandingan-metode-hisab-dengan

metode-rukyat-dalam-menentukan-awal-bulan-hijriyah/ diakses pada

tanggal 10 Maret 2010, pukul. 11:59 WIB.

http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/04210039-maqrur-peris.ps,. diakses

pada 27 Mei 2012 pukul 22:35.

http://www.mediafire.com/?0cx37sw17pgf0gb, diakses pada 26 September 2011

pukul 09:38.

Syeikh Nawawi al-Bantani diposkan oleh PP. Al-Itqon Patebon Kendal senin, 6

Februari 2012 pukul 9: 40, http://ppal-itqon.blogspot.com/2012/02/syekh-

nawawi-al-bantani.html, diakses pada 27 Mei 2012 pukul 22:23.

Nisf Qaus Nahar al-Mar’I didapatkan dari nilai Ghurub:

Mail awal (M) : sin-1 (sin V" sin 23.45) = 13o 12’ 9.26”

Bu'dul Quthri (B) : sin-1 (sin M sin W) = -1o 35’ 29.5”

Ashlul Muthlaq (A) : sin-1 (cos M cos -W) = 75o 05’ 33.81”

Waktu Ghurub : cos-1 -(sin 0.808 + sin B / sin A) / 15 = 5o 56’ 38.69”

� ا���� ���� ا���� ������� ا�!� ���� ا�!� و�ا�$#"� و ا'&�م

ا�*�آ�ت

ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ا��/�.��ت 1410 2 4 0 50 48 0 17 50 6 4 11 24 24 8 12 0 39 1 22 25 7 ا���0.12 22 5 4 4 6 22 4 43 3 4 4 3 11 20 11 4 39 10 1 22 50 1724 15 15 3 49 34 16 7 44 35 14 8 10 33 21 4 10 57 4 8 7/0 1432 ا�!�4 8 5 7 22 36 46 7 22 36 4 7 19 37 46 6 23 20 14 0 12 29 51 ا�/�5 5 10 27 33 56 0 14 9 14 4 4 13 30 2 10 0 3 3 27 45 15 ا�6.م 29 1 0 28 35 2 0 28 34 57 0 22 6 56 0 18 53 5 0 1 32 924 17 29 3 8 53 28 2 11 24 26 4 10 44 11 1 58 8 26 4 6 ا����68 3 + 7 7 1 39 1 38 0

الطول زوال حقيقي 4 26 9 5 1 11 44 17 4 26 25 50 2 28 54 46 3 29 17 24

32 39 10 2 46 11 2 51 9 51 9 - Selisih bujur (4 jam)

6 52 22 4 23 43 1 43 1 - Selisih bujur (42 menit) 46 15 29 3 15 21 26 2 0 51 23 4 43 32 11 1 31 58 24 4 MAJTالطول زوال حقيقي

40 18 43 2 42 44 2 19 12 19 12 + Nisf Qaus Nahar al-Mar’i (5)

8 2 31 18 31 20 2 20 2 + Nisf Qaus Nahar al-Mar’i (57)

34 16 29 3 35 35 29 2 0 6 26 4 12 47 11 1 10 13 25 4 Thul Sa’ah al-Ghurub 21 1 + Dhomimah

21 7 26 4

Ta’dil Syams -1o 15’ 46.8”

Thul Syams 143o 57’ 23.2”

Ta’dil Awal 272o 12’ 47”

Ta’dil Tsani 91o 18’ 16.24”

Ta’dil Tsalits 357o 19’ 41”

Ta’dil Khomis 119o 47’ 0.6”

Thul Qamar 141o 46’ 45.7”

Ardul Bulan (A)

Rumus: sin-1 (sin Z sin 5° 2')

= 4° 22' 1.5”

Mail Tsani Bulan (B)

Rumus: tan-1 (sin X tan 23.45)

= 13° 49' 53.56”

Hissatul Bu'di (C)

Rumus: A + B= 18° 11' 55.06”

Bu'du Bulan (D)

Rumus: sin-1 (sin C cos 23.45 / cos B)

= 17° 9' 43.09”

Mail Matahari (E)

Rumus: sin-1 (sin V sin 23.45)

= 13° 32' 30.12”

Bu'dul Quthr Matahari (G)

Rumus: sin-1 (sin E sin W) = -1° 37' 54”

Ashal Mutlak Matahari (H)

Rumus: sin-1 (cos E cos W)

= 74° 47' 34.98”

Bu'du Quthr Bulan (I)

Rumus: sin-1 (sin D sin W)

= -2° 3' 22.86”

Ashal Mutlak Bulan (J)

Rumus: sin-1 (cos D cos W)

= 71° 30' 38.9”

Nisful Fudlah Matahari (K)

Rumus: sin-¹(sin G / sin H)= -1° 41' 27.2”

Nisfu Qousin Nahar Matahari (L)

Rumus: 90 + K = 88° 18' 32.8”

Nisfu Fudlah Bulan (M)

Rumus: sin-¹(sin I / sin J) = -2° 10' 5.95”

Nisfu Qousin Nahar Bulan (N)

Rumus: 90 + M = 87° 49' 54,05”

Qousul Baqi Matahari (O)

Rumus: abs sin-¹( cos V / cos E)

= 56° 16' 22.27”

Mathali' Falakiyah Matahari (P)

Thul Matahari (09-11) P= 00 + O

Thul Matahari (00-02) P=180 – O

Thul Matahari (03-05) P = 180 + O

Thul Matahari (06-08) P= 360 – O = 236° 16' 22.2”

Qousul Baqi Bulan (Q)

Rumus : abs sin-¹(cos X / cos F) = 54° 9' 11.69”

Matali' Falakiyah Bulan (R)

Thul Bulan (09-11) R= 00 + Q

Thul Bulan (00-02) R=180 – Q

Thul Bulan (03-05) R = 180 + Q

Thul Bulan (06-08) R= 360 – Q = 234° 9' 11.69”

Mathali' Gurub Matahari (S)

Rumus : Abs P + Abs L = 324° 27' 44.4”

Mathali' Gurub Bulan (T)

Rumus : Abs R + Abs N = 321° 59' 5,74”

Qausul Muksi (U)

Rumus : T – S = -2° 28' 38.66”

Fadlu Da'ir Bulan (A)

Rumus: N – U = 90° 18' 32.71”

Ashal Mu'addal (B)

Rumus: sin-¹(sin J cos A) = -0° 17' 35.28”

Irtifa' Hilal (C)

Rumus: sin-¹(sin B + sin I) = -2° 20‘ 58.92”

Lama Hilal diatas ufuk (V)

Rumus: U / 15 = 0° 9‘ 54.58”

Arah Terbenam Matahari (E)

Rumus: sin-¹(sin E / cos W)

= 13° 38‘ 41.64”

Arah Terbenam Bulan (D)

Rumus: sin-¹(sin D / cos W) = 17° 17‘ 39.53”

Hissatul Simt Bulan (F)

Rumus: sin-¹(sin C sin W / cos W)= 2° 11‘ 34.15”

Ta'dil Simt Bulan (G)

Rumus: sin-¹(sin D – sin F) = 19° 36‘ 19.95”

Menentukan Arah Hilal Ketika Matahari Terbenam (H) Rumus: sin-¹(sin G / cos C) = 20° 41‘ 1.7”

Posisi Hilal dari Matahari (I)

Rumus: H – E = 7° 2‘ 20.06”

Nurul Hilal (J)

Rumus: (√(I2 + C2)) /15 = 1° 18‘ 2.99”

KESIMPULAN:

Tinggi Hilal : -2° 20‘ 58.92”

Nurul Hilal : 1° 18‘ 2.99”

Lama Hilal : 0° 9‘ 54.58”

ا����� ا���� �� ا��� ���اول ا���ر�����

������� ا������� �� "!���ا ����ع ا���� ــه �� %$� ا#� وا��

Page 1 of 1

ا���آ�ت ا�!�"� ا�%* ا����� ا���آ)

, o ج , o ج , o ج ‘ o م

ا�����9 1430 5 0 8 8 27 57 10 24 23 5 15 32

ا���>;� 2 1 17 37 11 8 33 8 19 35 11 8 32

ا�?<� 9 6 18 36 8 21 58 7 22 21 8 21 57

ا���@ 6 12 21 4 28 28 3 6 19 1 16 1

33 3 - 26 6 -

����B�?�ل اع 6 5 55 4 24 55 ;����ا

, O ج

D��!E ا����� 0 0

D��!E ا���آ) 3 17

ا��!� ا���F ا��!�ل 3 17

x 5 ب�I�ا

D��J ا��Iب 0 16

D��!E ا���آ) 3 17

D��!E ا�%* 3 33

ا�Kل 4 24 55

ا��!� ا���Fا��!�ل 3 17

D��!E ا ��م - 7

ا��!� ا��!�ل 3 10

2 2 x �NJ ا�>��9

26 6 D��!E�"�!�ا

KETERANGAN DRJ MNT DTK BUJUR TEMPAT (BTx) 110 26 38 BUJUR DAERAH (BD) 105 BUJUR MAKKAH (BM) 39 49 34.33 EQUATION OF TIME (E) - 0 4 IJTIMA’ ZAWAL MAKKAH HARI: Jumat Pon JM MNT DTK JAM 5 55 DITAMBAH (+) 12 IJTIMA’ HAQIQI MAKKAH 17 55 -E+(BTx - BM):15 (+) IJTIMA’ WH 22 37 28 -E + (BD – BTX):15 (+) IJTIMA’ WIB 22 19 41.71 TERBENAM MATAHARI=18 + E – NISF AL-FUDHLAH/15 WIB 16 30 53.58 WH. MAKKAH(WIB-12-(BTx-BM)) 16 13 6.45

sE��9 ���ا����و%* #��� ا� B�?�ا ���# B�?�!�"� و%* ا�ا ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ج ₀ , ,, ا���آ�ت ا ��م

ا�����9ت 1410 2 4 0 50 48 0 17 50 6 4 11 24 24 8 12 0 39 1 22 25 7 ا���>;� 22 5 4 4 6 22 4 43 3 4 4 3 11 20 11 4 39 10 1 22 50 1724 15 15 3 49 34 16 7 44 35 14 8 10 33 21 4 10 57 4 8 7/0 1432 ا�?<� 8 5 7 22 36 46 7 22 36 4 7 19 37 46 6 23 20 14 0 12 29 51 ا���@ 5 10 27 33 56 0 14 9 14 4 4 13 30 2 10 0 3 3 27 45 15 ا��م 29 1 0 28 35 2 0 28 34 57 0 22 6 56 0 18 53 5 0 1 32 924 17 29 3 8 53 28 2 26 20 26 4 11 44 12 1 58 8 26 4 6 ا�>��9 1 2 28 2 28 32 56 32 39 0 832 17 29 3 47 25 29 2 22 53 26 4 39 46 12 1 26 11 26 4 6 2 4 7 8 7 32 32 13 ���t��ا

34 17 29 3 51 32 29 2 30 0 27 4 11 47 12 1 58 11 26 4 6 - 1 23 35 ا����D ا ول + 8 12 + 8 12 - 5 55

39 11 29 3 3 41 29 2 42 8 27 4 23 48 24 4 28 12 1 + 28 12 1 + uv�w�ا D����ا B�?�ل ا;

10 21 28 3 31 53 0 3 40 15 + 14 42 5 - x��w�ا D����ا

11 9 1 3 56 38 22 4 ا����D ا��ا�@ + 0 33 42

38 12 23 4

46 1 0 - B"���ا D����ا

52 10 23 4

��� ;ل ا�

ا����� ا���� �� ا��� ���اول ا���ر�����

������� ا������� �� "!���ا ����ع ا���� ــه �� %$� ا#� وا��

Page 2 of 2

Maka, awal bulan syawal pada Ahad Kliwon 19

Agustus 2012 M di istikmalkan

B�?�ا ����� y#z� ا ول D����ا (218)B�? ا��!��D ا ول � B o ‘ ‘’ A 1b 12’ -1 24 39 B 1b 13’ -1 23 17 K ٠ ٠ 47 11 A+K*(B-A) - 1 23 35

<� �>�u ;ل ا�?�B ا�?�B وزده� اد#<� ا�u و%*��Jو ��� (219)ا��!��D ا ول �

A 1b 12’ + 0 8 18 B 1b 13’ + 0 8 10 K ٠ ٠ 23 35 A+K*(B-A) 0 8 12

اد#<� ا�u و%* ا���� و #���<� وزده� uv�w�ا D����ا ) )=��� #��� ا�?�B -)٢)*;ل ا�?�B -و%* ا�

90 4o 51’ 23” uv�w�ا D������ y#z� uv�w�ا D��!E(220-1)

A 9b 4o + 1 11 56 B 9b 5o + 1 12 33 K ٠ ٠ 51 23 A+K*(B-A) 1 12 28

اد#<� ا�u و%* ا���� و #���<� وزده� x��w�ا D����/ ا �����ا D��!E ا ول D������ y#z�(220-1)

A 1b 12’ + 0 15 26 B 1b 13’ + 0 15 44 K ٠ ٠ 47 11 A+K*(B-A) 0 15 40

اد#<� ا�u #��� ا���� وزده�x��w�ا D������ �#z� x��w�ا D��!��ا/ ���N��ا �����(2-221) ا

A 3b 1’ - 5 41 48 B 3b 2’ - 5 44 41 K ٠ ٠ 9 11 A+K*(B-A) - 5 42 14.48

ه�زداد#<� ا�u و%* ا���� و D����ا�@ ا��ا =���;ل ا�?�B -و%* ا�

10 21o 29’ 45” ( )٢٢١- ٢ D��!E ا��ا�@ ��� y#z����D ا��ا�@ A 1b 21’ - 0 33 49 B 1b 22’ - 0 33 35 K 0 0 29 45 A+K*(B-A) - 0 3 42

اد#<� ا�u و%* ا���� وزده���� y#z����D ا ول D��!E ا�!��ة (225)

A 1b 12’ - 0 5 53 B 1b 13’ - 0 6 0 K 0 47 11 A+K*(B-A) - 0 5 55

�>N�vة وا��9 u�ا �> اد#

B"���ا D����ا =���9��ة+و%* ا�

80 22o 24’ 17”

B"���ا D������ y#z����� B"���ا D��!��(225)ا ,, , ₀ ج

A 8b 22’ - 0 1 51 B 8b 23’ - 0 1 38 K ٠ 0 24 17 A+K*(B-A) - 0 1 46

��� اد#<� ا�u و%* ا���� وزده� و�J�u�<� �>N ;ل ا�40 23o 10’ 52”

Sin B�?"�D ا ول � (δm1)= sin B�?�ل ا; x sin δterjauh

13° 15’ 32.59” Sin ���"�D ا ول � (δb1)= sin ���;ل ا� x sin δterjauh

13° 47’ 49.85” sin ظ��;ل ا���� sin =ا�� x sin δterjauh

108° 34’ 35.5

Sin ���"�D ا�v�wى (δb2) = sin ا ول D�" x cos ظ��ا�� 14° 34’ 18. 68”

Sin ����9ض ا� =sin B"���ا D����ا x sin 5o1'

-4° 58’ 21.15” ���+ �9ض ا���� = �NJ ا��!� � uv�w�ا D�"

9° 35’ 57.53” Sin δb = cos δt x sin �!��ا �NJ : cos ���� uv�w�ا D�"

9° 5’ 41.34” Cos ARAm = cos B�?�ل ا; : cos B�?"�D ا ول �

147° 5’ 48.7” Cos sudut waktu matahari (tm) = - tan Qxx tan δb1

88° 20’ 44.59”

Cos ARAb = cos ���;ل ا� : cos ���"�D ا ول �

144° 10’ 1” (sudut waktu bulan) tb = ARAm + tm – ARAb

91° 16’ 32.29” Sin hb = sin Qx x sin δb+cos Qx x cos δb x costb

-2° 21’ 7.71” Cotan Azb= tan δbx cos Qx:sin tb-sin Qx:tan tb

81° 7’ 14.71” CotanAzm=tanδmx cosQx:sin tm-sin Qx:tan tm

76° 38’ 23.93” KESIMPULAN

IJTIMA’ 17 Agustus 2012 Hari: Jumat Pon Jam: 22: 19:41.71

TERBENAM MATAHARI 17:39:8.01 WIB

TINGGI HILAL HAQIQI -2° 21’ 7.71”

AZIMUT MATAHARI 76° 38’ 23.93”

AZIMUT HILAL 81° 7’ 14.71”

HISAB AWAL BULAN HIJRIYAH

DENGAN SISTEM EPHIMERIS

Awal bulan kamariah Ramadhan 1433 H untuk markaz MAJT Semarang

dengan data astronomis, lintang: -6o 59’ 5”LS, bujur: 110o 26’ 38” BT

dan tinggi: 95 m.

1. Menghitung perkiraan Akhir Ramadhan 1433 H

29 Ramadhan 1433 H secara astronomis berarti 1432 th + 8 bl + 29 hari

1433/30 = 47 Daur + 22 Tahun +9 bl + 29

hari

47 daur x 10631 = 499657 hari

22 th = (22 x 354) + 8 = 7796 hari

8 bl = (30x5) + (29x4) = 236 hari

29 h = 29 hari +

= 507718 hari

Tafawut (Angg M – H) = 227016 hari

Anggaran baru Gregorius ( 10 + 3 ) = 13 hari +

= 734747 hari

734747:7 = 72531 lebih 1: Jumat

734747:5 = 146949 lebih 2 : Pon

734747/1461 = 502 + 1325hari

502 Siklus = 502 x 4 = 2008

1325 hari = 3 th + 230 hari

230 hari = 7 bl + 17 hari

sehingga menjadi 17 hari + 7 bl + 2012 tahun (yang sudah dilewati) maka

menjadi 17 Agustus 2012 hari Jum’at Pon.

2. Mencari saat Ijtimak akhir Ramadhan 1433 H

a. FIB terkecil pada tanggal 17 Agustus 2012 adalah 0,00190 dalam tabel

terjadi pada jam 16 GMT

b. ELM ( Thul al-syamsi ) pada jam 16 GMT = 145o 10’ 36”

c. ALB ( Thul al-qamar ) pada jam 16 GMT = 145o 08’ 26”

d. Sabak matahari perjam = ELM 15 GMT = 144o 03’ 24”

ELM 16 GMT = 145o 10’ 36”

Sabak Matahari = 1o 7’ 12”

e. Sabak Bulan perjam = ALB 0 GMT = 145o 06’ 02”

ALB 1 GMT = 145o 08’ 26”

Sabak Bulan = 0 o 2’ 24”

f. Saat ijtima’ adalah jam FIB + (ELM – ALB) + 7 jam W

(SB – SM)

Perhitungannya Jam 0+ -0o 2’ 0.37” + 7 jam WIB.

Jadi Ijtima’ terjadi pada jam 22j 57m 59.63d

3. Menghitung posisi dan keadaan hilal akhir Ramadhan 1433 H

a. Ijtima’ akhir Ramadhan 1433 H terjadi pada hari Jumat Pon 17

Agustus 2012 pada pukul 22: 57: 59.63 WIB

b. Mencari sudut waktu matahari ( to ) dan saat matahari terbenam

Data : Deklinasi Matahari jam 11 GMT = 13o 12’ 26”

Equation of Time (e) = - 0o 3’ 59”

Dip = 0o 1,76 x √ 95 = 0o 17’ 9.26”

Refraksi = 0o 34’ 30”

Semi Diameter = 0o 15’ 47.91”

Rumus tinggi matahari

h = 0 – s.d – Refr – Dip

0 – 0o 15’ 47.91”– 0o 34’ 30” – 0o 17’ 9.26”

Jadi h. matahari = -1o 7’ 27.17 ”

c. Rumus sudut waktu matahari terbenam

Cos to = - tan lt x tan d + Sin h / Cos lt / Cos d

Jadi sudut waktu matahari ( to ) 89o 30’ 57.46”

d. Mencari Saat Matahari Terbenam

Rumus = to/ 15 +12 – e + KWD ( Koreksi Waktu Daerah )

to /15 = 5o 58’ 3.83”

Kulminasi = 12

Equation of Time (e) = -0o 3’ 59”

KWD (105 o – 110o 26’ 38”) /15 = -0o 21’ 46.53”

Aplikasi Rumus :

= 89o 30’ 57.46” / 15 +12 – 0o 5’ 16”+ -0o 23’ 20”

Jadi Saat matahari terbenam (ghurub) = 17 j 40’ 16.3” WIB

e. Azimuth Matahari saat ghurub

Rumus = cotan Ao = - sin lt /tan t + cos lt x tan d / sin t

Data lt =-6 o 59’ 5” LS

t = 89o 30’ 57.46”

D = 13o 12’ 26”

Jadi azimuth matahari adalah 76o 49” 52.04”

f. Menentukan Apparent Right Ascension Matahari (al-mathalai’ al-

baladiyah)

Rumus menta’dil = A– ( A-B)x C/ I

A = data satar awal

B = data satar tsani

C = tambah waktu / data yang dicari

I = selisih dari satar awal dengan satar tsani

Data: ARo 10 GMT = 147o 11’ 01”

ARo 11 GMT = 147o 13’ 21”

147o 11’ 01”– (147o 11’ 01”- 147o 13’ 21”) x 0° 40’ 16.3”/ 1

Jadi Apparent Right Ascension Matahari (al-mathalai’ al-baladiyah)

147o 12’ 34.9”

g. Menentukan Apparent Right Ascension Bulan (al-mathalai’ al-

baladiyah)

Rumus menta’dil = A– ( A-B) x C/ I

Data ARc 10 GMT = 142o 34’ 39”

ARc 11 GMT = 143o 06’ 33”

142o 34’ 39” – (142o 34’ 39”- 143o 06’ 33”) x 0o 40’ 16.3”/1

Jadi Apparent Right Ascension Bulan (al-mathalai’ al-baladiyah)

142o 56’ 3.67”

h. Menentukan Sudut waktu bulan

Rumus = tc = ARo – ARc + to

147o 12’ 34.9”- 142o 56’ 3.67”+ 89o 30’ 57.46”

Jadi Sudut waktu bulan 93o 47’ 28.69”

i. Menentukan Deklinasi Bulan dengan rumus ta’dil

A– ( A-B)x C/ I

Data dc 10 GMT = 9o 32’ 53”

dc 11 GMT = 9o 21’ 50”

9o 32’ 53”– (9o 32’ 53”- 9o 21’ 50”) x 0° 40’ 16.3”/ 1

Jadi Deklinasi Bulan 9o 25’ 28”

j. Menentukan Tinggi hilal hakiki

Rumus sin hc = sin lt x sin d + cos lt x cos d x cos t

Data LT = -6o 59’ 5” LS

d = 9o 25’ 28”

t = 93o 47’ 28.69”

Jadi Tinggi hilal hakiki -4o 51’ 22.94”

k. Koreksi yang diperlukan untuk mengetahui tinggi hilal mar’I

1) Menentukan Parallak untuk mengurangi tinggi hilal hakiki

a. Menentukan horizontal parallax dengan rumus

A- (A-B)x C/I

Data HP 10 GMT = 0o 57’ 17”

Hp 11 GMT = 0o 57’ 19”

0o 57’ 17” – (0o 57’ 17” - 0o 57’ 19”) x 0o 40’ 16.3” /1

Jadi Horizontal Parallax adalah 0o 57’ 17”

b. Menentukan parallax dengan rumus Hp x Cos hc

0o 57’ 17” x Cos -4o 51’ 22.94”

Jadi Parallax adalah 0o 57’ 4.66”

2) Menentukan Semi Diameter dengan rumus A- (A-B)x C/I

Data Sd 10 GMT = 0o 15’ 36.64”

Sd 11 GMT = 0o 15’ 37.05”

0o 15’ 36.64”– (0o 15’ 36.64”- 0o 15’ 37.05”) x 0o 40’ 16.3 /1

Jadi Semi Diameter adalah 0o 15’ 36.92”

3) Menghitung Refraksi untuk menambah tinggi hilal hakiki

Dengan rumus :

0.0617:tan (h+7.31:(h+4.4))

Jadi Refraksi adalah 0o 34’ 1.81”

4) Menghitung Tinggi hilal mar’i

Dengan rumus h’c = hc – parallak + s.d + Refr + Dip

-4o 51’ 22.94” – 0o 57’ 4.66”+ 0o 15’ 36.92”+ 0o 34’ 1.81” + 0o

17’ 9.26”

Jadi Tinggi hilal mar’'i adalah -4o 41’ 39.61”

5) Menghitung Mukuts /lama hilal di atas ufuk = h’c /15

-0o 41’ 39.61”/ 15

Jadi Mukuts adalah -0o 18’ 46.64”

6) Menghitung Azimuth bulan

Rumus = cotan Ac = - sin lt /tan t +Cos lt x tan d /sin t

Data: lt = -6o 59’ 5” LS

t = 93o 47’ 28.69”

d = 9o 25’ 28”

Jadi Azimuth bulan adalah 81o 4’ 26.89”

7) Menghitung Posisi Hilal = Ao – Ac

76o 49” 52.04” - 81o 4’ 26.89”

Hasilnya 4o 14’ 34.85”

Kesimpulan :

1. Ijtimak akhir Syawal 1433 H terjadi pada hari Jumat Pon

tanggal 17 Agustus 2012 pada pukul 22 : 57: 59.63 WIB

2. Matahari terbenam (ghurub) = 17: 40: 16.3 WIB

3. Tinggi hilal hakiki -4o 51’ 22.94”

4. Tinggi hilal mar’i -4o 41’ 39.61”

5. Mukuts/ Lama hilal di atas ufuk -0o 18’ 46.64”

6. Azimuth bulan 81o 4’ 26.89”

7. Azimuth matahari 76o 49” 52.04”

8. Posisi hilal 4o 14’ 34.85” di Selatan Matahari terbenam (miring ke

Selatan), karena azimuth matahari lebih kecil dari azimuth matahari

9. Jadi 1 Syawal 1433 H diperkirakan jatuh pada hari Ahad Kliwon, 19

Agustus 2012

Istilah-Istilah Yang Terdapat Dalam Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal

No Istilah Definisi atau Keterangan

1

ارتفاع

Ketinggian benda langit yang diukur sepanjang

lingkaran vertikal yang melalui titik pusat benda

langit tersebut dari garis ufuk, diberi tanda positif jika

berada di atas ufuk dan tanda negatif jika berada di

bawah ufuk. Adapun jarak sepanjang lingakaran ufuk

yang dihitung dari titik barat sampai lingkaran

vertikal yang melalui bulan disebut simt irtifa’ al-

qamar.

2 استواء

Waktu yang didasarkan pada perjalanan matahari

hakiki, atau disebut juga titik kulminasi pukul 12:00

dan berlaku sama untuk setiap hari

3 اصل املطلق

“Ashl hakiki yakni garis yang ditarik dari titik

kulminasi suatu benda langit tegak lurus pada garis

yang menghubungkan titik utara dan titik selatan”

4

احنراف

Disebut juga Abresi, perpindahan semu arah berkas

cahaya bintang akibat gerak bumi, yang menyebabkn

berkas cahaya miring, bukan tegak lurus. Adapun

Inhiraf al-Qamar yaitu keadaan atau kemiringan hilal

dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi

5 بعد القطر

“Jarak atau busur sepanjang lingkaran vertikal suatu

benda langi yang dihitung dari geras tengah lintasan

benda langit sampai ufuk.”

6 بعد درجة

Jarak benda langit sepanjang ekliptika yang dihitung

dari titik terdekat yaitu titik aries kea rah barat atau

timur hingga titik pusat benda langit.

القمر \تعديل ا لشمس 7Koreksi tehadap busur benda langit (matahari dan

bulan) dari bundar menjadi ellips

8 القمر \خاصة الشمس

“Busur sepanjang ekliptika yang diukur dari titik

pusat bulan hingga titik aries sebelum bergerak atau

disebut dengan markaz menurut Wardan”

9

دائرة نصف النهار

Disebut juga lingkaran meridian, yakni batas tengah

matahari; lingkaran vertikal (antara arah utara dan

selatan) yang melewati kutub utara selatan yang

membagi antara belahan timur dan barat

10

دقائق التفاوت

Perata waktu, yang diakibatkan dari jarak bumi dan

matahari yang tidak tetap , sehingga berakibat

kulminasi setiap hari tidak tetap terkadang persis

12.00 terkadang lebih dan terkadang pula kurang

سعة مغرب 11Jarak terbenamnya titik pusat benda langit pada ufuk

dari titik barat

مست 12Arah atau azimuth, busur pada lingkaran horizon

yang diukur dari titik utara ke timur, bisa juga dari

titik selatan ke barat (searah jarum jam).

13

ضميم

Disebut juga Annual Equation ,koreksi yang

diberikan pada rata-rata bulan pada tiap-tiap tahun

yang dari tahun ke tahun selalu berubah sesuai

dengan yang didapat dalam daftar perata tahunan.

Tiap tahunya ditambah 0.44” awal tahun 1400 H

dlamimah sebesar 0° 01’ 11.64”

14 القمر\طول الشمس

Bujur astronomi matahari dan bulan, jarak yang

dihitung dari titik aries saja hingga titik pusat benda

langit (matahari dan bulan)

عرض البلد 15Lintang tempat, jarak dari suatu tempat ke

khatulistiwa

عقدة 16Titik simpul, atau Node “titik perpotongan antara

lintasan bulan dengan ekliptika”

17

فضل الدائر

Sudut waktu, busur sepanjang lingkaran suatu benda

langit yang diukur dari titik kulminasi atas hingga

benda langit yang bersangkutan seperti Matahri dan

Bulan

18

جمبورالدقائق

“Pembulatan terhadap bilangan pecahab\n, yaitu

apabila pecahan itu lebih besar dari 0.5 maka

dibulatkan ke atas, apabila kurang dari 0-5 maka

dihilangkan”

19

املطالع الفلكية

“Busur sepanjang lingkaran equator yang dihitung

dari titik jadyu ke titik timur sampai ke titik

perpotongan antara lingkaran equator dengan

lingkaran deklinasi yang melalui benda itu ”

20 مكث اهلالل

Lama hilal, jarak sepanjang lintasan bulan yang

diukur mulai dari titik pusat bulan ketika matahari

terbenam hingga titik bulan itu terbenam

21 نصف الفضلة

“Busur sepanjang lingakaran harian suatu benda

langit dihitung dari titik lintasan benda langit sampai

ufuk

Jari-jari piringan bulan, besarnya semidiamter نصف القطر 22

benda langit

23 نصف قوس النهار

Setengah busur siang, busur sepanjang lingakaran

harian suatu benda langit yang dihitung mulai terbit

atau terbenam matahari hingga titik kulminasi

Cahaya hilal, besarnya piringan bulan yang terdapat نور اهلال ل 24

sinarnya

25 دائرة ا الرتفاع

Lingkaran vertikal, garis atau lingkaran yang

menghubungkan titik zenith ke titik nadzir, atau

benda langit sampai ke ufuk

*Definisi istilah-istilah di atas diambil dari Kamus Ilmu Falak karya Muhyiddin

Khazin, Ensiklopedi Hisab Rukyat oleh Susiknan Azhari, dan ringkasan

makalah karya Ahmad tholhah

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

A. Wawancara kepada KH.Ade Rahman Syakur (Pengasuh Pondok Sabilul Muttaqin &

Ketua Syuriah LFNU Pasuruan), Nyi Muzayanah (ahli waris di Ranggeh Pasuruan

Yayasan Hasan Asy’ari) dan Aqil Fikri (Anggota Lajnah Falakiyah NU Jawa Timur)

1. Siapakah nama lengkap ?

2. Dimana dan kapan beliau lahir?

3. Kapan beliau menikah? Siapa nama istri?

4. Berapakah putra beliau? Siapa saja nama putra-putra beliau? Siapakah nama orang

tua beliau? Apakah orangtua beliau juga menguasai ilmu falak?

5. Bagaimana karakteristik beliau?

6. Apa saja jenjang pendidikan yang telah beliau lalui?

7. Apakah beliau pernah mondok? Dimana?

8. Kepada siapa saja beliau menuntut ilmu? Khusunya ilmu falak?

9. Apa saja peran beliau dalam organisasi kemasyarakatan?

10. Apa saja jabatan yang pernah beliau emban? Apa saja karya-karya beliau? Baik yang

dicetak atau tidak.

11. Bagaimanakah latar belakang penyusunan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal?

12. Apakah ada data/tabel yang menjadi rujukan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal?

KH.Ade Rahman Syakur: “Tidak banyak yang diketahui tentang KH.Muhammad Hasan

Asy’ari, ia hanya menjelaskan bahwa dia tinggal di Makkah

bersama istrinya, dan dia kembali ke Indonesia karena dia salah

satu pemberontak kaum wahabi. KH.Ade Rahman Syakur juga

menuturkan, bahwa ia pernah belajar di Maroko, sebelum ke

Makkah, kemudian dari Makkah pindah ke Mesir. Setelah dari

Mesir ia kembali ke Indonesia bersama istrinya dan ia menjadi

ulama besar di Jawa Timur yang dipercaya dalam bidang ilmu

Falak salah satunya, ia juga menerbitkan jadwal waktu salat yang

dijadikan acuan oleh masyarkat Jawa Timur. Ia juga sebagai guru

Falak dari pesantren Sidogiri.” (di Kediaman KH.Ade Rahmah

Syakur )

Nyi Muzayanah : Sama halnya dengan yang dituturkan KH. Ade Rahman Syakur,

akan tetapi dari Nyi Muzayanah dapat diketahui keturunan KH.

Muhammad Hasan Asy’ari yang katanya sebagai salah satu

menantu Syeikh Nawawi Banten, istri KH.Muhammad Hasan

Asy’ari yaitu Nyi Maryam yang kemudian dikaruniai dua putra

dengan enam cucu.

Aqil Fikri :al-Baweani, merupakan tempat kelahiran KH.Muhammad Hasan

Asy’ari, kitab yang ia susun merupakan kitab pertama di Indonesia

yang menggunakan metode sebagaimana yang ditulis dalam kitab

tersebut, dan ini dipahami dari kata pengantar kitab tersebut.

Menurut Pak Aqil kitab tahqiqi yang seumuran dengan kitab ini

yaitu kitab Bulugh al-Wathar karya KH.Ahmad Dahlan al-Tarmisi.

Kitab Muntaha Nataij al-Aqwal pernah bergeser kedudukan

penggunaanya, menurut versi Jawa Timur karena masih minimnya

pengetahuan masyarakat tentang ilmu falak, sehingga bagaimana

solusi mereka untuk mempermudah pemahaman masyarakat Jawa

Timur khususnya, oleh karena itu mereka mengambil kitab Sullam

al-Nayyirain sebagai salah satu metode pembelajaran dan juga

salah satu pertimbangan dalam penentuan awal bulan kamariah,

dan hal ini juga dikarenakan belum adanya penklasifikasian

metode hisab sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Departeman

Agama Republik Indonesia.

B. Wawancara kepada Hasan Gholib (Menantu Pengasuh Pondok Besuk Pasuruan sekaligus

Pengurus LFNU) dan Ahmad Tholha Ma’ruf (Putra Pengasuh Pondok Sidogiri Pasuruan

& Pengurus LFNU)

Kamis, 22 September 2011 pukul 11:48 WIB

1. Biografi KH. Muhammad Hasan Asy’ari?

Nama: KH.Muhammad Hasan Asy’ari, beliau hidup di akhir abad 18, lahir di Bawen

Gresik Jawa Timur dan meninggal di Pasuruan, dikebumikan di desa Sladi-Kejayan-

Pasuruan-Jatim. Dari Bawean beliau melanjutkan studi ke Makkah dan Maroko, kemudian

kembali ke Indonesia dan menetap di Pasuruan

2. Landasan pemikiran beliau mengarang kitab tersebut?

Motifasi beliau mengarang kitab tersebut adalah karena permintaan belaiu, KH.Abu Bakar

bin Hasan dan karena menurut beliau waktu itubelum ada hisab yang menggunakan metode

seperti yang digunakan dalam kitab tersebut.

3. Kapanbeliaumengarangkitabtersebut, danberapa kali terjadipembaharuan?

Menurut keterangan dalam kitab tersebut baliau mengarang sekitar tahun 1906-1908/1324-

1326, akan tetapi menurut keterangan Hasan Gholib tahun 1881 kitab ini sudah ada, dan

direfisi pada tahun 1918/1336 H serta penambahan jadwal.

4. Apakah ada karya lain selain kitab Muntaha Nataij al-Aqwal?

Yang saya tau hanya kitab ini, namun semestinya sekelas beliau karyanya tidak hanya satu

5. Untuk perhitunganya atau dataperhitungan kitab tersebut dicangkok dari kitab atau juga

dengan adanya pengamatan?

Menurut saya, sumber utamanya pasti ada, namun pasti dengan modifikasi-modifikasi.

6. Adakah ulama yang hidup pada masa beliau, dan mengarang kitab tentang awal bulan?

Termasuk murid beliau adalah KH.Ma’shum Jombang pengarang kitab Badiah la-Mitsal.

7. Pendapat ulama tentang kitab tersebut?

Banyak ulama yang mengagumi beliau, antara lain KH.Abdul Jalil Pengasuh Pondok

Pesantren Sidogiri masa itu, manurut salah satu santri KH, Abdul Jalil semua santri yang

ingin mendalami ilmu falak suruh mengaji ke pondok KH.Hasan Asy’ari dengan berjalan

kaki (jarak antara PP.Sidogiri dengan pondok yai Hasan Asy’ari sekitar 6.5 km) dan yai

Hasan menyuruh murid-murid beliau mempelajari ilmu fiqih ke sidogiri

8. Apa yang membedakan kitab tersebut dengan kitab-kitab lainya, dan apakah dalam

penentuan awal bulan dalam kitab tersebut tidak diawali dengan perhitungan taqribi?

Dalam pengerjaan kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ini ada istilah dhomim untuk koreksi

data bulan, data bulan dikoreksi setiap 100 tahun, hal ini tidak ada dikitab-kitab hisab yang

lain. Karena konsep dasar dari kitab ini bukan mencari data di akhir bulan saja, maka

pastinya untuk mengetahui data di akhir bulan harus diketahui terlebih dahulu umur bulan

sebelumnya, namun untuk mengetahuinya tidak harus melalui metode taqribi, taqribi hanya

untuk mempersingkat waktu saja.

.

9. Tingkat keakurasianya?

Kitab ini sekelas dengan kitab Badiatul Mitsal, Nur al-Anwar, Ittifaq Dzat al-Bain dan

Khulashah al-Wafiyah.

Ahad, 25 Desember 2011 pukul 9:52 WIB

1. Apakah model perhitungan yang sudah diperbarui itu sudah menjadi kesempatan para ahli

falak pasuruan?

“Kalau yang Anda Maksud “diperbarui” adalah revisi dari Yai Hasan Asy’ari menurut

keterangan dikitabnya revisi itu berupa penambahan keterangan dan jadwal, di pasuruan

dari ahli falak yang sedikit, sedikit sekali yang menggunakan metode MNA (Mutaha Nataij

Aqwal) mungkin hanya beberapa orang, dan yang saya ketahui yang menggunakan MNA

tidak melakukan pembaharuan rumus, andaikan ada pembaharuan bukan rumusnya yang

diperbaharui tapi alatnya (kalau dalam MNA menggunakan manual dengan rumus

logaritma yang sudah disediakan jadwal logaritmanya, namun sekarang sudah tidakperlu

menggunakan yang manual, karena sudah ada kalkulator/komputer yang lebih canggih)

2. Mengapa harus diperbarui, bukankah kitab muntaha nataij al-aqwal sudah menggunakan

rumus segitiga bola?mungkin bisa dijelaskan yang melatar belakangi itu apa?

Idem no. 1

3. Selama ini, menurut hasil perhitungan kitab tersebut apakah masih falid dengan keadaan

sekarang?

Menurut saya, MNA masih falid.

4. Apakah ulama pasuruan juga menggunakan kitab tersebut sebagai penentuan awal bulan

kamariah saja, atau mungkin untuk perhitungan selain tanggal itu?

Idem no. 1. yang saya ketahui ahli hisab hanya menggunakan ilmu hisab dalam menetapkan

awal bulan dan gerhana saja, tidak ada yang lain. Meskipun juga bisa digunakan mencari

posisi bulan di hari tertentu.

5. Apakah alat bantu yang digunakan beliau untuk menghitung penentuan bulan kamariah, apa

beliu menggunakan rubu”?

MNA di desain untuk penggarapan secara manual, karena menggunakan rumus logaritma

yang sudah disediakan jadwalnya, sehingga tidak butuh alat bantu. Namun dalam MNA

yang saya ketik tidak saya cantumkan jadwal logaritmanya. selain karena banyak, juga

sudah tidak dibutuhkan .

Senin, 6 Februari 2012 pukul 10:43

1. Dulu, bapak pernah bilang kalau perhitungan yang asli dalam kitab tersebut tidak

memperhitungkan ijtimak, karena memang pada dasarnya tidak digunakan untuk penentuan

awal bulan saja tetapi juga posisi bulan pada hari lainya, apa benar begitu pak? Yang ingin

sya tanyakan seperti konsep yang ada di makalah bapak, dimana ijtimak itu diperhitungkan

dengan alasan karena untuk mengetahui awal bulan (ini yang dapat sya tangkap). Kalau

memang iya, apa yang membedakan konsep ijtimak yang bapak paparkan dengan konsep

perhitungan awal bulan kamariah yang tanpa memperhitungkan ijtimak.

Apa yang ada dalam makalah saya sebenarnya tidak murni dari MNA, akan tetapi saya

sesuaikan dengan kebutuhan dalam kursus/diklat. Perbedaan secara seknifikan tidak ada.

Logikanya MNA bisa untuk mengetahui posisi matahari dan bulan pada tanggal 1,2,3…29.

Sementara yang dalam makalah saya hanya tanggal 29-nya saja yang dipakai.

2. Kemudian mungkin bisa dikatakan siapa saja dalam proses perhitungan awal bulan

kamariah yang menambahkan ijtimak dalam kitab tersebut? Terkait penulisanya sendiri pak,

siapa yang pertama kali merubah jadwal,etc yang awalnya menggunakan huruf abjad

kemudian menjadi angka biasa yang mudah untuk dipahami khalayak umum?

Saya tidak tahu secara pasti murid-murid beliau yang mempelajari dan mengajarkan MNA

secara turun temurun (apalagi untuk mengetahui siapa yang menambahkan ijtima’ dan

tidak), namun ditahun 2006 saya dengan Mas Hasan Gholib (wakil ketua LFNU pasuruan).

Membandingkan MNA asli tulisan tangan sekitar 5 buah. Dan ada 1 yang menambahkan

catatan di halaman terakhir tetantang perhitungan ijtima’-nya.

Dari 5 saninan asli semuanya menggunakan jadwal huruf ABAJADUN. Dan yang dicetak

PCNU pasuruan itu saya yang mendigitalkan dan sekaligus mengubah jadwal menjadi

angka. Apakah ada orang lain yang sudah menconvertsikan ke angka? saya tidak tahu.

3. Ma’af pak, Yang dimaksud perhitungan manual kemarin kan yang menggunakan jadwal,

apa yang pernah bapak kirimkan satu folder dalam bentuk zip winrar itu sudah ada

jadwalnya.

Software yang saya buat (Hisab Multi Markaz) itu sudah disertai dengan jadwal sehingga

tidak akan beda hasilnya dengan perhitungan manual, dan andaikan ada perbedaan, itu

disebabkan karena ada kesalahan kalkulasi, atau dipengaruhi oleh pembulatan.

C. Wawancara dengan Thomas Djamaluddin

1. Assalamualaikum wr,wb. siang pak, sya mau naya pak. menurut untuk menentukan

ijtimak caranya gimana ya, jika yg dikeyahui hanya tinggi hilalnya saja? terimaksih

17 Maret

Thomas Djamaluddin Tidak bisa, karena dipengaruhi juga oleh lintang tempat.

2. Kalo cum pake perhtgan taqribi pak? ykni tnp memprhtgkan lntgnya,hnya dg tggi hilal

dibagi 2,kmudian hslnya dikurg ghrub

18 Maret

Thomas Djamaluddin Asumsi taqribi, bulan menjauhi matahari 360 derajat/30 hari = 12 derajat/hari=0.5

derajat per jam. Maka tinggi bulan secara taqribi= umur bulan (jam)/2= (maghrib - saat

ijtimak)/2. Kalau dibalik, saat ijtimak = saat mahrib - (2 x tinggi bulan) jam. Tetapi itu

hanya taksiran kasar alias taqribi.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Masruroh

Tempat/Tanggal Lahir : Lamongan, 1 Oktober 1989

Alamat Asal : JL. Raya Maduran RT.01/RW.02 no.154

Sumberwudi-Karanggeneng-Lamongan 62254

Alamat sekarang : PP. Daarun Najaah

JL. Stasiun Jrakah No 275, Jrakah – Tugu

Semarang – Jawa Tengah 50151

Pendidikan Formal :

- TK Bunga Harapan, Lamongan Tahun 1994 -1996

- MI Islamiyah, Lamongan Tahun 1996 - 2002

- SMP Wahid Hasyim, Lamongan Tahun 2002 - 2005

- MA Tarbiyatut Tholabah, Lamongan Tahun 2005 - 2008

Pendidikan Non Formal :

- Pon-Pes Nurul Huda Lamongan Tahun 1998 - 2005.

- Pon-Pes Tarbiyatut Tholabah Tahun 2005 - 2008

- Pom-Pes Daarun Najaah, Semarang Tahun 2008 – 2012

- Pendidikan Bahasa Inggris Seven Eleventh,lmg Tahun 2003

- Pendidikan Bahasa Inggris Acces, Pare. Tahun 2009

- Pendidikan Bahasa Inggris Webster, Pare. Tahun 2009

- Pendidikan TOAFL IAIN Walisongo. Tahun 2010

Pengalaman Organisasi :

- Ketua pramuka MI Islamiyah

- Anggota Sie. Pendidikan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) SMP

Wahid Hasyim

- Anggota DKP Pramuka Wahid Hasyim

- Wakil Ketua Pon-Pes Nurul Huda

- Pengurus MPK Tarbiyatut Tholabah

- Pengurus Asrama as-Shofiyyah Tarbiyatut Tholabah

- Pengurus MAK Tarbiyatut Tholabah

- Anggota PMII rayon Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang

- Sie. Penerjemah CSS Mora (Community of Santri Scholar of Ministry of

Religious Affair)

- Anggota CSS Mora (Community of Santri Scholar of Ministry of

Religious Affair)

- Koor. Pendidikan & Pengajaran Komunitas Falak Perempuan Indonesia

(KFPI)

- Sekretaris Pondok Putri Selatan Darun Najah

Demikian riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya untuk

menjadi maklum dan periksa adanya.

Semarang, 19 Januari 2012

Masruroh

NIM. 082111082