bab ii konsep dasar -...
TRANSCRIPT
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbonhidrat. (
Price, 2000 )
Diabetus mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat tgangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komlikasi kronik
pada mata ginjal, saraf pembuluih darah, disertai lesi pada basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskopik elektron ( Manjoer, 2001 )
Diabetus mellitus adalah sekelompok heterogen ditandai dengan kenaikan kadar
gula dalam darah atau hiperglikemia. ( Smelzer, 2000 )
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diabetes mellitus adlah
penyakit kompleks dan kronis yang melibatkan metabolisme karbonhidrat, protein
dan lemak yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau disebut
hiperglikemia.
Ada beberapa tipe diabetes mellitus antara lain : Diabetes melitus tipe I ( Insulin
dependent diabetes melitus ), diebetes melitus tipe II ( non insulin dependent diabetes
mellitus ), Diabetes yang berhubungan dengan sindrom tertentu dan diabetes mellitus
gestasional.
1. Tipe I yaitu diabetes mellitus yang tergantung insulin ( insulin dependent diabetes
mellitus)
Kurang lebih 5 % sampai 10 % penderita penyakit mengalami dibetes tipe I.
yaitu diabetes yang tergantung insulin. Pada tubuh yang sehat, sel – sel beta
pankreas menghasilkan hormon insulin yang bertugas mengakut gula melalui
darah ke otot – otot dan jaringan lain untuk memasok energi.
Sedangkan pada orang yang menderita diabetes melitus meliputi tipe I. sel-sel
beta dari pulau langerhans telah mengalami kerusakan sehinga pankreas berhenti
memproduksi insulin sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah ( J. Crowin, 2002 )
2. Tipe II Yaitu diabetes mellitus tidak tergantung insuliun ( Non insulin dependent
diabetes mellitus ) Kurang lebih 90 % hingga 95 % penderita mengalami diabetes
tipe II yaitu diabetes yang tidak tergantung dengan insulin. Diabetes tipe ini
terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup / sel lemah dan otot tubuh
menjadi kebal terhadap insulin. Sehingga terjadi gangguan pengiriman gula kesel
darah, diabetes tipe ini paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obeitas.
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom tertentu seperti
penyakit pankreas, kelainan hormonal, obat/ bahan kimia.
4. Diabetes melitus gastroestinal
Diabetes gastroestinal terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes melitus
sebelum kehamilanya, tetapi timbul saat wanita itu hamil. Hiperglikemi terjadi
selama kehamilan terjadi akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
B. Anatomi dan fisiologi
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
strukturnya kelenjar lidah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum sampai
limpa dan dituliskan sebagai terdiri atas tiga bagian yaitu kepala penkreas yang paling
lebar terletak disebalah kanan tangan abdomen dan didalam lekukan duodeum dan
yang praktis melingkarinya. Badan pankreas merupakan bagian utama pada organ itu
dan letaknya dibelakang lambung dan didepan vetrebrata limbalis pertama. Ekor
pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan sebenarnya menyentuh limpa
( Evelyn,2002 )
Pankreas terdiri atas data jaringan utama yaitu (1) Asini yag menyekresi getah
pencernaan kendaraan kedalam duodenum dan (2) laugarhause yang tidak
mengeluarkan sekretnya keluar keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon
langsung kedarah. ( Guyton, 2001 )
Glikogan meningkatkan kadar gula darah dengan menggerakan glikogen dari hepar.
Glukosajuga memobilisasi simpanan lemak dan menyebabkan pelepasan cepat insulin
dari pulau. Efek dasr insulin adalah untuk meningkatkat transfer glukosa kedealam
sel-sel insulin yang meningkatkan sintesis protein dalam sel. Meningkatkan lapisan
dasar lemak dan penting untuk pemecahan asam lemah sempurna oleh hepar,
sedangkan fungsi insulin adalah menurunkan kadar gula darah. Sebagian insulin
dapat meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh dan sebagian lagi karena
menghancurkan pembentukan glukosa daria sam amino dalam hepar. Glukogen juga
merupakan hormon pankreas mungkin sangat berguna dalam mengatasi hiperglikemi.
Glikogen ini merupakan antagonis insulin.
Jika sekresi insulin berkurang atau berhenti, akibat hilangnya sel-sel beta, maka kadar
gula dalam darah akan menjasi sangat tinggi, ginjal tidak akan mampu menyerap
kemabeli semua glukosa dan sebagian dari gula tersebut terlepas kedalam urin ersama
dalam air dan elektrolit. Lebih jauh lagi, terjadi penumpukan hasil pemecahan protein
tubuh dan sebagian metabolisme lemak yang disebut keton kondisi ini disebut
diabetes mellitus. Hormon pertumbuhan dan kortisol merupakan antagonis insulin.
Hormon ini menunjukan ambilan glukosa oleh sel-sel denga demikian akan
meningkatkan kadar gula darah. ( Monica Ester, 1988 )
C. Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus antara lain dari faktor-
faktor keturunan, usia,, kegemukan, gaya hidup stress.
a. Faktor keturunan
Resiko terjadi diabetes meningkat apabila ada anggota keluarga yang menderita
diabetes. Resiko juga meningkat pada keadaan kembar monozigot autsomal
dominan.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara ditulis menurun
degan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang
memasuki usia rawan tersebut. Terutama mereka yang berat badanya berlebihan
karena tubuh tidak peka terhadap insulin, semakin bertamah usia semakin tinggi
resiko diabetes.
c. Kegemukan
Kelebihan kalori dalam tubuh membuat pankreas bekerja lebih berat yang dapat
menyebabkan kelelahan, sehingga kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin.
d. Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis
dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini
memiliki efek penerangan sementara untuk meredakan stress. Tetapi gula dan
lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena diabetes.
D. Pathofisiologi
Diabetes mellitus mengalami difisiensi insulin menyebabkan glukogen meningkat
sehingga terjadi pemecahan gula baru ( glukoneogenesis ) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (
ketoneogenesis ). Tejadi peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan
ketonuria ( keton didalam urine ) dan kadar natrium menurun serta PH serum
menurun sehingga menyebabkan asidosis.
Difisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa darah dalam plasma tinggi (
hyperglikemi ). Jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul
glikosuria. Disuria ini akan menyebabkan deurisis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran kemih ( poliuri ) dan timbul rasa keseimbangan kalori negativ sehingga
menimbulkan rasa lapar ( polifagi ). Penggunaan glukosa oleh sel mwnurun
mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh
menjadi lemah.
Hiperglikemi dapat mempengarui pembuluh darah kecil ( arteri kecil ) sehingga
suplai makanan dan O2 keperifer menjadi berkurang yang menyebabkan luka tidak
adekuat yang mengakibatkan terjadinya infeksi dan terjadi gangren atau ulkus.
Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah keretina menurun sehingga
suplai makanan dan O2 berkurang akibatnya pandangan menjadi kabur. Selain satu
akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan
fungsi ginjal sehingga terjadi nefropati. Diabetes mepengarui saraf-saraf perifer,
sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat sehingga mengakibatkan nefropati. (
Price, 2000)
E. Manifestasi klinik
Gejala diabetes mellitus secara tiba-tiba pada usia anak-anak sebagai akibat dari
kelainan genetik sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala
sebelumnya antara lain adalah sering buang air kencing terus menerus, lapar dan
haus, berat badan menurun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang
berulangn, meningkatnya kadar gula dalam darah, dan air seni cenderung terjadi pada
DM tipe I, pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan DM tipe II, muncul secara berlahan-lahan sampai menjadi gangguan
kulityang jelas dan pada tahap permulaanyaseperti pada gejala DM tipe I, yaitu cepat
lelah, kehilanga tenaga, dan rasa tidak fit, sering buang air kecil terus menerus, lapar
dan haus, kelelahan yang berkepanjangan. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan
karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. DM tipe ini, biasanya terjadi pada
mereka yang berusia diatas 40 tahun. Tetapi pervalensi ini semakin tinggi pada
golongan anak-anak dan remaja.
Jika buang air kecil dan urinya tidak disiram maka lama-kelamaan akan
dikerumuni oleh semut yang menandakan bahwa didalam urine terdapat gula,
kesimpulanya orang tersebut terkena DM. gejala lain yang muncul adalah penglihatan
kabur, luka yang lama sembuh, kaki terasa keras, infeksi jamur pada saluran
reproduksi wanita, impotensi pada pria. ( Smeltzer, 2002, Ganong, 2002 )
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Obat hipoglikemik oral
1) Golongan sulfoniluriea
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasi dengan obat
golongan lain, yaitu biguanad inhibitor atau insulin. Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel beta
pankreas.
2) Golongan biguanad / metrofin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
pengambilan glukosa dari jaringan glukosa perifer dilanjutkansebagi obat
tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
3) Golongan inhibitor alfa glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula disaluran
pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat bagi pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makanan
walaupun telah mendapatkan penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50
% pasien tidak melaksanakanya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan
menu yang seimbang dengan kompliksi idealnya 68 % karbonhidrat, 20 %
lemak dan 12 % protein, karena ini diet yang tepat untuk mengendalikan dan
menekan agar berat badan ideal dengan cara yaitu kurangi kalori, kurangi
lemak, kurangi karbonhidrat komplek, hindari makanan manis, perbanyak
konsumsi serat.
b. Olah raga
Olah raga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih aktif. Olah raga juga membantu dalam menurunkan berat badan,
memperkuat jantung dan mengurangi stress.
( Long,1996 )
G. Komplikasi
Komplikasi Diabetes mellitus terbagi menjadi dua yaitu, komplikasi akut dan
komlikasi kronik.
1. Komlikasi akut
Adalah komlikasi akut pada Diabetes melitus yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka waktu pendek. Ketiga
komlikasi tersebut adalah :
1) Diabetik ketoasidosis ( DKA )
Ketoasidosis diabetik merupakan difisiiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit DM. diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
2) Koma Hiporesmolar non ketonik ( KHHN )
Koma Hiporesmolar non ketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya DKA adalah tidak tepatnya ketosis atau
asedosis pada KHHN
3) Hipoglikemia
Hipoglikemi terjadi kalau kadar gula dalam darah tutun dibawah 50-60 mg/dl.
Kejadian ini terjadi akibat pemberian reparat insulin atau preparat oral
berlebihan, konsumsi makananan yang terlalu sedikit. ( Smeltzer, 2000 )
2. komlikasi Kronik
Diabetes pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian
tubuh ( angiopati diabetic ) dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Mikrovaskuler
1) penyakit ginjal ( nefropati )
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam
darh meningkat maka mekanisme filtrasi ginjalakan mengalami stress
yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine ( Smaltzer,2000
)
2) Penyakit mata ( Retinopati )
Penderita Dm akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan,
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan neuropati. Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan
pembekakan lensa dan kerusakan lensa ( Long, 1996 )
3) Gangguan saraf ( Neuropati )
Diabetes dapat mempengarui saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom
medula spinalis atau sistem saraf pusat.akumulsi sorbital dan perubahan –
perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi niyelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemi dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit jantung koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri ( arteriosclerosis )
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anestesis fungsi saraf-saraf sensorik. Keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebakan gangguan. Infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kasus
demikian pada daerah – daerah yang terkena trauma.
3) Pembuluh darah Ke otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun.
H. Pemeriksaan Penunjang
Mansjoer, 1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan pada penderita DM mencegah diagnosa kelompok resiko DM yaitu
kelompok usia dewasa tua ( lebih dari 4 tahun ), obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga DM, riwayat kehamilandengan bayi lebih dari 400 gram, riwayt DM selama
kehamilan.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian dapat
diikuti dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ) untuk krlompok resko yang
hasil pemeriksaanya negative perlu pemeriksaan ulangsetiap tahunya.
Pada pemeriksaan dengan DM pemeriksaan atau didapatkan hasil gula darah pada
> 140 mg/dl pada dua kaki pemeriksaan dan gula darah post prandial > 200 mg/dl.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan antara lain :
1. Aseton plasma ( keton )> positive secara mencolok
2. Asam lemak Bebas yaiyu keadaan lipid dan kolestrol meningkat
3. Elektrolit berupa natrium naik, turun, kalium naik, fosfor turun
4. Gas Darah Arteri menunjukan PH menurun dan HCO3 menurun (
asidosis metabolic ) dengan kompensasi alkoholis resiratorik
I. Patway keperawatan
- Genetik - Usia - Gaya hidup sehat - pankreas
Pankreas rusak
Defisiensi insulin
Glukosuria
Diuresis osmotik
Kelemahan
ketidakberdayaan
Poliuria
Metabolisme fisik
Produksi
Hiperglikemia
Gangguan glukosa Oleh sel
Metabolisme fisik
Glukoneogenesis Metabolisme
Glukagon
Ketogenesis
Ketonurua proteinuria PH serum
Asidosis metabolic
Mual, muntah, Nafsu makan
Ketonemia Nefropati
polidipsi Gangguan pembuluh darah dehidrasi
ganguan volume Cairan
Neuropati Suplai darah ke keperifer
Peredaran darah Terganggu
Nutrisi kurang dr Kebutuhan tubuh
Gg perfusi jar Perifer
Luka tidak Sembuh
Ulkus/ gangrenResiko infeksi
daya tahan tubuh
Retinopati
Pandangan kabur
Perubahan persepsi sensori penglihatan
Kerusakan integritas jaringan
Resti cidera
J. Pengkajian Fokus Sumber : Price, 1994, Arief Mansjoer, 1999, Smeltzer, 2001
1. Demografi
Usia : DM tipe I biasa terjadi pada usia muda ( < 30 th )
DM tipe II biasa terjadi pada usia tua ( > 30 th )
Jenis kelamin : lebih banyak pada laki-laki dan pada perempuan
Pekerjaan : pekerja keras
2. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya polidipsi poliura, polifagi, penurunan berat badan
Pruritas vulvular, kelelahan dan gangguan penglihatan
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit pankreatitis kronos ?
Adanya riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg ?
Adanya riwayat glikosuria selama stress ( kehamilan, pembedahan, atau trauma
infeksi ) ?
4. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit Diabetes mellitus merupakan penyakit cenderung ditularkan atau
diwariskan, bila anggota penderita diabetes mellitus kemungkinan besar terserang
penyakit ini disebanding keluarga yang tidak menderita penyakit diabetes
mellitus. ( Smeltzer Suzane C : 2001 )
K. Pengkajian
1. Aktivitas dan riwayat
Gejala : lemah, lesu, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun
dan gangguan tidur / istirahat
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat / dengan aktifitas latergi /
disorientasi, koma.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, kebas, keseimbangan pada ekstemitas ulkus
pada kaki. Penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardi, nadi menurun, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung.
3. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Gejala : poliura, nokturia, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine, pucat-kuning : poliura ( dapat berkembang oliguria/ anuria jika
terjadi hipovolemia berat ), urine berkabut, bau buruk (infak), abdomen
keras, asites, bising usus lemah, dan hiperaktif (diare).
5. Makanan / cairan
Gejala : hilangnya nafsu makan, mual / muntah, penurunan berat badan, haus.
Tanda : kulit kering / besisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah
6. Neuro sensori
Gejala : pusing, sakit kepala, kesemutan, bebas kelemahan pada otot, parestesia
sebagai penglihatan
Tanda : disorientasi, mengantuk, latergi, stupor/koma, … memori, kaki.
7. Nyeri kenyamanan
Gejala : abdomen tegang / nyeri
Tanda : wajah meringis tampak dengan palpitasi
8. Pernafasan
Gejala : merasa kurang O2, batuk dengan atau tanpa sputum
Tanda : lapar udara, frekuensi pernafasan cepat
9. Keamanan
Gejala : rubor vagina ( cenderung infeksi )
Tanda : masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
10. Seksualitas
Gejala : rubor vagina ( cenderung infeksi )
Tanda : masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
L. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umu : lemah
2. Riwayat kesadaran : composmentis
3. Pengukuran TTV
Suhu : dalam batas normal
Tekanan darah : biasanya terjadi hipertensi
Nadi : biasanya meningkat
4. Pengukuran atropometris pada penderita diabetes mellitus biasanya berat badan
menurun
5. Pengukuran penurunan lapang pandang, mata terjadi retinopati diabetika dan
penurunan ketajaman penglihatan.
6. Telinga terjadi penurunan pendengaran
7. Paru-paru : adakah edema, paru efusi pleura
8. Jantung : peningkatan kerja jantung
9. Genital : pada perempuan biasanya terjadi keputihan, penurunan orgasme dan
pada laki-laki terjadi impotensi.
10. Ekstremitas adakah terjadi ulkus atau ganggren
11. Kulit terjadinya kulit kering, gatal dan ulkus.
M. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic hiperglikemi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin,
penurunan intake oral.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi darah.
4. Resiko perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia
endogen, ketidak seimbangan elektrolik, glukosa dan insulin.
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
vena atau arteri, edema jaringan.
6. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi,
defisiansi insulin peningkatan kebutuhan energi.
7. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif
yang tidak dapat diobati.
8. Resiko cedera berhubungan dengan pandangan kabur.
N. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic hiperglikemi.
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil : - tanda-tanda vital stabil
- turgor kulit baik
- capillaries refill kurang dari 2 detik
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan orostatik
Rasional : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi.
b. Kaji nadi perifer, persisian kapiler, turgor kulit, membran mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi
yang adekuat.
c. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal.
d. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai dengan indikasi.
Rasional : Tipe dann jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dari respon pasien secara individual.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin,
penurunan intake oral.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : - Berat badan stabil
- Nafsu makan pasien meningkat
Intervensi
a. Timbang BB tiap hari
Rasional : mengkaji masukan makanan yang adekuat
b. Anskulatasi bunyi usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual
muntah.
Rasional : Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas / fungsi lambung.
c. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
Rasional : Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kabutuhan pasien.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi darah.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : - tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti : demam, kemerahan,
adanya pus pada luka, urine warna keruh atau berkabut.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
b. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasif ( seperti pemasangan infus,
kateter, dll )
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kimia.
c. Tingkatkan yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri
upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua
orang.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang ( infeksi nosokomial )
d. Kolaborasi pemberian antibiotik yang sesuai.
Rasional : Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
4. Resiko perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia
endogen, ketidak seimbangan elektrolik, glukosa dan insulin.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : Tidak terjadi cedera
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital dan status mental
Rasional : Untuk membandingkan temuan abnormal, seperti : suhu meningkat
dapat mempengaruhi fungsi mental.
b. Evakuasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi
Rasional : Edema atau lepasnya retina, hemoragis, katarak / paralosis otot
ekstra okuler sementara mengganggu penglihatan yang
memerlukan terapi korektif / perawatan penyokong.
c. Pelihara aktifitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas
dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
d. Pantau nilai laboratorium, seperti : glukosa darah, hb/ht, ureum, kreatinin.
Rasional : Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi
mental
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
vena atau arteri, edema jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan perifer
Kriteria hasil : - Tanda-tanda vital stabil
- Capillary refill kurang dari 2 detik
Intervensi :
a. Catat penurunan nadi, pengisian kapiler lambat
Rasional : perubahan ini menunjukkan kemajuan / proses kronis.
b. Evaluasi sensasi bagian yang sakit, contoh tangan / lutut, panas / dingin
Rasional : Sensasi sering menurun selama serangan / kronis pada penyakit
tahap lanjut.
c. Lihat dan kaji kulit untuk laserasi, lesi, area ganggren
Rasional : Lesi dapat terjadi dari ukuran jarum peniti sampai melibatkan
seluruh ujung dari dan dapat mengakibatkan infeksi / kerusakan /
kehilangan jaringan serius.
d. Dorong nutrisi dan vitamin yang tepat
Rasional : Keseimbangan diet yang baik meliputi protein dan hidrasi adekuat,
perlu untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan.
6. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi,
defisiensi insulin peningkatan kebutuhan energi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan aktifitasdan latihan pasien tidak
terganggu dan tidak mudah lelah.
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energi,
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktifitas yang diinginkan.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas, buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : Mempermudah pasien untuk melakukan latihan aktifitas
b. Berikan aktifitas alternatif dengan periodik istirahat yang cukup atau tanpa
diganggu.
Rasional : Mencegah kebosanan dalam melakukan aktifitas
c. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktifitas
Rasional : Untuk memantau keadaan umu pasien
d. Diskusikan cara menghemat kalori beraktifitas
Rasional : Untuk mengetahui seberapa kalori tubuh yang dibutuhkan.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sesuai
toleransi
Rasional : Meningkatkan perasaan dan kondisi pasien dalam beraktifitas
7. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif
yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain ( doengoes,2000 )
Tujuan : Setelah dilaksanakan tindakan pasien tidak putus asa
Kriteria hasil : Pasien mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara
sehat menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan
perawatan sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab
untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
a. Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan penyakitnya.
Rasional : mengidentifikasi perhatiannya dan mempermudah cara pemecahan
masalah
b. Kaji bagaimana telah menangani masa lalunya
Rasional : pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan
kebutuhannya terhadap tujuan penanganan.
c. Tentukan tujuan dan harapan dari pasien atau keluarga
Rasional : Harapan yang tidak realistis dari orang lain atau diri sendiri dapat
mengakibatkan frustasi atau kehilangan kemampuan koping.
d. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya.
Rasional : Mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian
dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.
8. Resiko cedera berhubungan dengan pandangan kabur. (Doengoes,2000)
Tujuan : Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi untuk mencegah menurunkan resiko cedera,
mendemonstrasikan tehnik aktivitas untuk mencegah terjadinya
cedera.
Intervensi :
a. Kaji tingkat persepsi sensori mata
Rasional : Mengetahui ketajaman atau lapang pandang pada mata
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar
Rasional : Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
c. Berikan penerangan lampu yang cukup
Rasional : Mempermudah mengenali lingkungan
d. Jauhkan benda-benda yang dapat menyebabkan cedera.
Rasional : Mengurangi terjadinya peristiwa yang membahayakan jiwa.