bab ii tinjauan pustaka -...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat dan kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader- kader kesehatan yang sebelumnya telah dibekali pendidikan dan diberi pelatihan dari Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan- kegiatan yang ada dalam Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat setempat (Effendy, 1998). 2. Tujuan Posyandu Menurut Effendy (1998), Posyandu memiliki 6 tujuan. Tujuan utamanya adalah mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak. Tujuan lain dari Posyandu meliputi pelayanan kesehatan ibu, peningkatan pelayanan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat, pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam usaha peningkatan cakupan pelayanan kesehatan pada penduduk berdasarkan letak geografi. Disamping untuk pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam usaha

Upload: doandat

Post on 14-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Posyandu

1. Pengertian

Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu adalah

suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan

masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat dan kegiatan- kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader- kader kesehatan

yang sebelumnya telah dibekali pendidikan dan diberi pelatihan dari

Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan- kegiatan yang

ada dalam Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan

partisipasi masyarakat setempat (Effendy, 1998).

2. Tujuan Posyandu

Menurut Effendy (1998), Posyandu memiliki 6 tujuan. Tujuan

utamanya adalah mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.

Tujuan lain dari Posyandu meliputi pelayanan kesehatan ibu, peningkatan

pelayanan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan

kesehatan dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan

kemampuan hidup sehat, pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan

pada masyarakat dalam usaha peningkatan cakupan pelayanan kesehatan

pada penduduk berdasarkan letak geografi. Disamping untuk pendekatan

dan pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam usaha

7

peningkatan cakupan pelayanan kesehatan pada penduduk berdasarkan

letak geografi, tujuan lain dari kegiatan Posyandu adalah meningkatkan

dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk

swakelola usaha - usaha kesehatan masyarakat.

3. Sasaran Posyandu

Sasaran dari pengadaan Posyandu pada masalah kesehatan ibu dan

anak yang meliputi bayi berusia kurang dari satu tahun, anak balita usia

satu sampai lima tahun, ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas. Wanita

usia subur juga menjadi sasaran dari pengadaan Posyandu (Effendy, 1998).

Sasaran dari kegiatan Posyandu lebih diutamakan pada balita, hal

ini dikarenakan masa balita merupakan periode penting dalam proses

tumbuh kembang. Perkembangan anak dipengaruhi dan ditentukan pada

masa pertumbuhan dasar. Pada masa balita, perkembanagn kemampuan

bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensi berjalan

sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.

Disamping perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, kesadaran

sosial, emosional, dan intelegensi, pada masa ini juga terbentuk

perkembangan moral serta dasar- dasar kepribadian (Soetjiningsih, 1998).

4. Manfaat Posyandu

a. Bagi Masyarakat

1). Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan bagi anak balita dan ibu.

8

2). Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi

kurang / gizi buruk.

3). Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul vitamin A

4). Bayi memperoleh imunisasi lengkap.

5). Ibu hamil juga akan terpantau berat badannya dan memperoleh

tablet tambah darah serta imunisasi TT.

6). Ibu nifas memperoleh kapsul vitamin A dan tablet tambah darah

7). Memperoleh penyuluhan kesehatan yang berkaitan tentang

kesehatan ibu dan anak.

8). Apabila terdapat kelainan pada anak balita, ibu hamil, ibu nifas,

dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan dirujuk ke

Puskesmas.

9). Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu

dan anak balita.

b. Bagi Kader

1) Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih

lengkap.

2) Ikut berperan secara nyata dalam tumbuh kembang anak balita dan

kesehatan ibu.

3) Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang

terpercaya dalam bidang kesehatan.

4) Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak

dan kesehatan ibu (Hendra, 2008).

9

5. Peran Posyandu

Pada saat ini peran Posyandu lebih kepada prioritas masalah

kesehatan terutama pada masyarakat. Peran Posyandu di desa sangat

signifikan dalam memantau masalah kesehatan di daerah setempat untuk

menurunkan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Kinerja sebuah

Posyandu lebih relevan untuk mengatasi masalah kesehatan pada balita,

misalnya Kurang Energi Protein (KEP), ibu hamil, dan Wanita Usia Subur

(WUS) yang dapat dengan mudah ditemukan di Posyandu (DepKes,

1997).

6. Jenis Kegiatan Posyandu

Jenis kegiatan Posyandu menurut Effendy (1998) dibagi menjadi 2,

meliputi lima kegiatan posyandu atau yang disebut dengan Sapta Krida

Posyandu. Lima kegiatan Posyandu (Pasca Krida Posyandu) meliputi

kesehatan ibu dan anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi,

peningkatan gizi, dan penanggulangan diare, sedangkan tujuh kegiatan

Posyandu (Sapta Krida Posyandu) meliputi lima kegiatan Posyandu (Panca

Kraida Posyandu) ditambah dengan sanitasi dasar dan penyediaan obat

esensial.

10

B. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk bentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo,

2003).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan, yaitu

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan, tingkatan mengingat

kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu

merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang yang dipelajari, antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya. Contoh:

menyebutkan tanda- tanda kekurangan kalori dan protein pada anak

balita.

11

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang belum paham terhadap obyek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan kaidah, metode, prinsip,

dan sebagainya sesuai konteks dan situasi tertentu.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi

atau obyek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

Kemampuan abstrak ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan atau membuat bagan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menggabungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

12

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkasnya, dan

menyelesaikan terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian- penilaian

itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada. Misalnya dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dan anak yang kurang

gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat

menafsirkan sebab- sebab mengapa ibu- ibu tidak mau ikut

penyuluhan, dan sebagainya.

Dari pengalaman bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan

pengetahuan (Notoamodjo, 2007).

3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003):

a. Tingkat Pendidikan

Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang

sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat

menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan orang tua.

b. Informasi

Dengan kurangnya informasi tentang cara- cara mencapai hidup sehat,

cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan

13

sebagainya akan menurunkan tingkat pengetahuan orang tua tentang

hal tersebut.

c. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,

karena informasi- informasi baru akan disaring, kira- kira sesuai atau

tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur, dengan tingkat pendidikan

seseorang, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih

luas sedang umur semakin bertambah.

e. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi yang rendah berpengaruh pada pengetahuan orang tua

tentang tumbuh kembang anak, dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehat terutama perawatan kebersihan diri dan makanan yang bergizi.

C. Tumbuh Kembang Balita

1. Pengertian Balita

Dalam teori perkembangan disebutkan bahwa usia balita (bawah

lima tahun) terbagi dalam 4 difisi umur, yaitu usia 28 hari pertama setelah

lahir yang disebut neonatus, usia 1 bulan sampai 1 tahun yang disebut

bayi, usia 1 sampai 3 tahun yang biasa disebut usia preschooler (Pilliteri,

1999).

14

2. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah berbeda dengan perkembangan, pertumbuhan

dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif bahwa pertumbuhan itu

hanya berlaku perubahan kuantitatif, misalnya bertambahnya sel, rambut,

ukuran- ukuran badan, dan fungsi- fungsi fisik yang murni (Achmadi dan

Munawar, 2005). Menurut Soetjiningsih (1995), menyatakan bahwa

pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,

jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa

diukur dengan ukuran berat (gram, kilo), ukuran panjang (sentimeter,

meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan

nitrogen tubuh).

3. Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu perubahan dan perubahan ini tidak

bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Adapun istilah perkembangan

adalah suatu proses perubahan yang lebih dapat mencerminkan sifat- sifat

mengenai gejala, psikologi yang nampak (Achmadi dan Munawar, 2005).

Perkembangan (development) adalah berkembangnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola

yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

Disini menyangkut adanya proses diferensia dari sel- sel tubuh, jaringan

tubuh, organ- organ dan sistem organ yang berkembang emosi, intelektual

dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya

(Soetjiningsih, 1995).

15

Anak pada usia balita mempunyai ciri khusus, yaitu mengalami

masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, pertumbuhan jasmani

yang terjadi biasanya diikuti dengan perubahan atau perkembangan dalam

segi lain, seperti berfikir, berbicara, berperasaan, bertingkah laku, dan lain-

lain. Walaupun pencapaian kemampuan pada setiap anak berbeda, akan

tetapi perlu disadari adanya pasokan umur tentang apa yang perlu dicapai

oleh anak pada usia tertentu. Menurut Santoso dan Ranti (1999), ada

empat aspek tumbuh kembang yang perlu diperhatikan:

a. Perkembangan kemampuan gerak dasar, yaitu gerakan yang

melibatkan seluruh tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena

dilakukan oleh otot tubuh.

b. Perkembangan kemampuan gerak halus, yaitu gerakan yang hanya

melibatkan sebagian tubuh dan otot kecil saja serta tidak memerlukan

tenaga.

c. Perkembangan kemampuan berbicara, bahasa, dan kecerdasan, yaitu

disebut juga komunikasi aktif dan pasif yang berkembang secara

bertahap malalui berbagai panca indera.

d. Perkembangan kemampuan bergaul dan mandiri, dengan

bertambahnya usia anak maka kemampuan untuk melakukan gerakan

motorik akan meningkat pula apalagi bila anak diajarkan tentang

aturan disiplin, sopan santun, dan sebagainya.

Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik,

seperti jenis kelamin, riwayat kesehatan, atau penyakit menurun,

16

inteligensia, watak atau temperamen, dan lingkungan seperti tingkat sosial

ekonomi, hubungan orang tua dan anak, posisi anak dalam keluarga,

penyakit yang berasal dari lingkungan, dan nutrisi (Pilliteri, 1999).

Sudah banyak diketahui bahwa nutrisi (zat gizi) merupakan komponen

penting untuk tercapainya proses pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal, oleh karena itu penilaian keadaan gizi anak merupakan salah satu

parameter yang terpenting untuk menilai keadaan tumbuh kembang fisik

anak untuk menilai keadaan kesehatan anak tersebut (Santoso dan Ranti,

1999).

4. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Balita

a. Faktor Internal

Faktor internal dipengaruhi oleh genetika, dimana faktor genetika

berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang

bisa didefikasikan dengan ciri fisik, seperti bentuk tubuh, raut muka,

warna kulit, intelegensi, sifat atau watak, dan penyakit (Achmadi dan

Munawar, 2005).

b. Faktor Eksternal

Dipengaruhi oleh lingkungan, dimana lingkungan sangat berperan,

keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat anak

bergaul dan bermain sehari- hari dan keadaan alam sekitarnya. Besar

kecilnya pengaruh lingkungan anak itu sendiri serta jasmani dan rohani

(Achmadi dan Munawar, 2005).

17

5. Penilaian Pertumbuhan Balita

Untuk melakukan penilaian pertumbuhan anak menurut

Soetjiningsih (1995) digunakan ukuran- ukuran antrometrik yang meliputi:

a. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, dipakai

pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua

kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau

penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lainnya tulang,

otot, lemak, cairan tubuh, dan lain- lainnya.

b. Tinggi Badan

Keistimewaan tinggi badan adalah bahwa ukuran tinggi badan pada

masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal dicapai,

akan meningkat pesat pada masa bayi, kemudian lambat, kemudian

menjadi pesat kembali (pacu tubuh Adolesen), selanjutnya melambat

lagi dan akhirnya berhenti umur 18- 20 tahun.

c. Lingkaran Kepala

Lingkaran kepala mencerminkan volume intracranial. Dipakai untuk

menaksir pertumbuhan otak. Apabila otak tidak tumbuh normal maka

kepala akan kecil. Sehingga pada lingkaran kepala yang kecil dari

normal (mikrofeli), maka menunjukkan adanya retardasi mental.

18

d. Lingkaran Lengan Atas

Lingkaran lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak

dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh

dibandingkan dengan berat badan.

e. Lipatan Kulit

Tebalnya lipatan kulit pada daerah triseps dan subkapular merupakan

tumbuh kembang jaringan lemak di bawah kulit, yang mencerminkan

kecukupan energi.

6. Penilaian Perkembangan Balita

Penting untuk dipahami bahwa dengan skrining dan mengetahui

adanya masalah perkembangan anak, tidak berarti bahwa diagnosis pasti

dari kelainan tersebut telah di tetapkan. Skrining hanyalah prosedur rutin

dalam pemeriksaaan tumbuh kembang anak sehari- hari, yang dapat

memberikan petunjuk kalau ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian.

Sehingga masih diperlikan anamnesis yang baik, pemerpiksaan fisik yang

teliti dan pemeriksaan penunjang lainnya agar diagnosis dapat dibuat,

supaya intervensi dan pengobatan dapat dilakukan sebaik- baiknya

(Soetjiningsih, 1995).

7. Kunjungan Balita

Kunjungan adalah hal atau perbuatan berkunjung ke suatu tempat.

kunjungan balita ke posyandu adalah datangnya balita ke Posyandu untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan misalnya: penimbngan, imunisasi,

penyuluhan gizi, dan lain sebagainya. Kunjungan balita ke Posyandu yang

19

paling baik adalah teratur setiap bulan atau 12 kali pertahn. Untuk ini

kunjungan balita diberi batasan 8 kali pertahun.

Posyandu yang frekuensi penimbangan atau kunjungan balitanya

kurang dari 8 kali pertahun dianggap masih rawan. Sedangkan bila

frekuensi penimbangan sudah 8 kali atau lebih dalam kurun waktu satu

tahun dianggap sudah cukup baik, tetapi frekuensi penimbangan

tergantung dari jenis posyandunya (Dinkes Prov. Jateng, 2007).

D. Faktor- faktor Yang Berhubungan Keikutsertaan Ibu Balita Membawa

Balitanya ke Posyandu

Menurut Djaiman (2002), faktor- faktor yang berhubungan dengan

kunjungan balita ke Posyandu meliputi, umur balita, jumlah anak, status

pekerjaan ibu, dan jarak tempat tinggal. Umur balita merupakan permulaan

kehidupan untuk seseorang dan pada saat ini perkembangan kemampuan

berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi berjalan

sangat cepat. Lebih lanjut menurut Djaiman (2002) bahwa umur 12 – 35

bulan merupakan umur yang berpengaruh terhadap kunjungan, karena pada

umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan

menentukan perkembangan anak selanjutnya. Hal ini yang menyebabkan ibu

balita tidak hadir di Posyandu khususnya ibu balita yang balitanya berusia

diatas 38 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah mendapatkan

imunisasi lengkap dan perkembangan sosial anak semakin bertambah.

20

Kehadiran ibu balita ke Posyandu juga dipengaruhi oleh jumlah anggota

keluarga. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hurlock (1999)

bahwa semakin besar keluarga maka semakin besar pula permasalahan yang

akan muncul di rumah terutama untuk mengurus anak mereka. Seorang ibu

akan sulit mengatur waktu untuk hadir di Posyandu karena waktunya akan

habis untuk memberikan perhatian dan kasih saying untuk mengurus anak –

anaknya di rumah.

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lawrence Green (1980),

perilaku dipengaruhi tiga faktor:

1. Faktor – faktor predisposisi (predisposisi factors)

a. Umur ibu

Umur sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi social

terdapat pada masa dewasa, wanita yang cepat dewasa cepat aktif di

bidang social seperti ikut serta dalam Posyandu (Hurlock, 2005).

b. Pengetahuan

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap suatu objek tertentu. Pengidraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tidakan seseorang (overt behavior).

21

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang

lain. Seseorang memperoleh pengetahuan bahwa itu panas setelah

memperoleh pengalaman tangan atau kakinya kena api dan terasa

panas. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat

anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak

tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio (Notoatmodjo,

2003).

c. Tingkatan pendidikan

Seorang ibu yang berpendidikan, lebih cenderung untuk

menggunakan sebagian besar pendapatan dan waktu bagi anak –

anaknya. Ibu ini akan memanfaatkan sepenuhnya fasilitas kuratif dan

prefentif seperti posyandu dalam masyarakat baik bagi dirinya sendiri

maupun bagi anak-anaknya.

Pendidikan ibu juga mempengaruhi perilaku individu, makin tinggi

pendidikan seseorang makin tinggi kesadaran untuk berperan serta

dalam posyandu (Depkes RI, 1995).

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting

dalam tumbuh kembangnya anak, karena dengan pendidikan yang baik

maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama

tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga

kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih,

1995).

22

d. Status pekerjaan ibu

Ketergantungan wanita bekerja yang sangat besar adalah pada

penerimaan upah. Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh

kembangnya anak, karena orang tua dapat menyediakan semua

kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder

(Soetjiningsih, 1995).

Bagi wanita pekerja, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah

tangga yang sult dilepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita

mempunyai beban dan hambatan lebih berat disbanding rekan prianya.

Dalam arti wanita harus lebih dulu mengatasi urusan keluarga, suami,

anak dan hal-hal yang menyangkut urusan rumah tangga seperti

mengimunisasikan anak, menimbangkan anak, menyekolahkan anak

dan lain-lain (Anoraga, 2001).

e. Jumlah anak dalam keluarga

Jumlah anak adalah banyaknya keturunan dalam satu keluarga.

Jumlah anak yang banyak pada keluarga akan mengakibatkan

berkurangnya perhatian dan kasih saying yang diterima, lebih-lebih

jika jarak anak terlalu dekat. Pada keluarga dengan keadaan social

ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan

selain berkurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak juga

kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahanpun tak

terpenuhi. Oleh karena itu program Keluarga Berencana dalam

posyandu tetap diperlukan (Soetjiningsih, 1995).

23

f. Pendapatan

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh

kembang anak dan kesehatan anak, karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun

sekunder (Setjiningsih, 1995).

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

a. Keterjangkauan fasilitas

Menurut Effendy (1998) masalah kesehatan terjadi tidak terlepas

dari faktor-faktor yang menjadi mata rantai terjadinya penyakit, yang

kesemuanya itu tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan dimana

masyarakat itu berada, perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan

atau apapun gaya hidup yang dapat merusak tatanan masyarakat dalam

bidang kesehatan, ketersediaan dan ketrjangkauan fasilitas kesehatan

yang dapat memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

b. Jarak posyandu

Jarak membatasi kemampuan dan kemauan ibu untuk mencari

pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas,

komunikasi sulit dan didesa tersebut tidak terdapat transportasi.

Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah dijangkau

oleh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri, posyandu

dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk,

balai desa, balai RT atau ditempat khusus yang dibangun masyarakat

(Effendy, 1998).

24

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

a. Perangkat desa atau orang tua

Setiap mengambil suatu tindakan yang akan mempengaruhi orang

banyak diperlukan pemimpin, maka pembinaan peran serta masyarakat

dilakukan melalui pembentukan tokoh masyarakat yang menjadi

panutan bagi masyarakat. Penciptaan tokoh dalam masyarakat perlu

dilakukan kelompok masyarakat, dalam rangka mencapai tujuan

pembanguna kesehatan dikalangan masyarakat (Depkes RI, 1995).

Salah satu indikator keberhasilan peningkatan peran serta

masyarakat adalah meningkatnya kemampuan kepemimpinan

masyarakat di bidang kesehatan, dengan meningkatnya jumlah kader

kesehatan yang aktif dan jumlah tokoh masyarakat yang mampu

merintis gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 1990).

b. Dukungan kader

Setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program

posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang

pentingnya posyandu. Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya peran

serta dari petugas kesehatan dalam menunjang keberhasilan program

tersebut.

25

Patisipasi atau peran serta masyarakat yang diharapkan terutama

partisipasi kader atau tokoh masyarakat dan dengan peran serta kader

kesehatan ini, bila dilaksakan dengan baik akan membantu dalam

meningkatkan hasil cakupan posyandu (Depkes RI, 1995).

Pengertian kader itu sendiri adalah anggota masyarakat yang :

1. Dipilih dari masyarakat setempat yang disetujui dibina oleh

Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

2. Dalam melaksanakan kegiatan bertanggung jawab pada masyarakat

melalui Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

3. Mau dan mampu bekerja secara suka rela

4. Sebaiknya dapat membaca dan menulis huruf latin.

5. Masih mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat

disamping usahanya mencari nafkah.

26

E. Kerangka teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) yang dimodifikasi

F. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. kerangka konsep

Faktor predisposisi (Predisposing factors):

- Umur Anak - Tingkat

Pendidikan - Tingkat

Pengetahuan - Status Pekerjaan

Tingkat pengetahuan ibu tetang tumbuh kembang balita

Keikutsertaannya ibu balita membawa balitanya ke Posyandu

Faktor Penguat (Reiforcing Factors):

- Dukungan Kader - Perangkat Desa

atau Orang Tua

Faktor pemungkin (Enabling Factors):

- Faktor jarak - Sarana Penunjang

Keikutsertaannya ibu balita membawa balitanya ke Posyandu

27

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu

tetang tumbuh kembang balita.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keikutsertaannya ibu balita

membawa balitanya ke Posyandu

H. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang balita

dengan keikutsertaannya ibu balita membawa balitanya ke posyandu di Desa

Meteseh Kecamatan Tembalang Semarang.