bab ii kerangka teorietheses.iainkediri.ac.id/1310/3/932125513_bab ii.pdf · untuk mengetahui arti...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kepemimpinan Kiai
Sebelum membahas mengenai kiai yang menjadi objek penelitian,
penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang kepemimpinan.
1. Definisi pemimpin
Didalam lingkup lembaga organisasi atau institusi, dibutuhkan
seseorang yang mampu untuk menjadi pemersatu bagi para
anggotanya. Tidak semua orang bisa menjadi pemimpin, dibutuhkan
seseorang yang mampu atas kinerjanya yang baik serta mempunyai
kecakapan sebagai pemimpin.
Untuk mengetahui arti pemimpin, banyak sekali ahli atau pakar
yang mengungkapkan tentang Kepemimpinan. Beberapa definisi
kepemimpinan dikemukakan oleh para pakar manajemen organisasi
maupun manajemen pendidikan mengenai kepemimpinan, antara lain:
1) Pendapat Tead dalam bukunya The Art of Leadership
sebagaimana dikutip Kartono Kartini menyebutkan,
“kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar
10
mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan”.1
2) A. Malik Fajar juga mendefinisikan “kemampuan dan kesiapan
yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menuntun, menggerakkan dan bila perlu memaksa
orang lain agar menerima perintah atau pengaruhnya agar dapat
membantu mencapai tujuan atau maksud tertentu”.2
3) Yukl seperti yang dikutip oleh Arifin:
Kepemimpinan didefinisikan secara luas untuk
mencakup proses mempengaruhi yang melibatkan
penentuan tujuan kelompok atau organisasi, dan
memotivasi pemangku tugas dalam mengejar tujuan,
serta mempengaruhi pemeliharaan kelompok dan
budaya yang ada.3
4) Soepardi seperti yang dikutip oleh Sulistyorini:
Kepemimpinan didefinisikan kemampuan untuk
menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak,
mengarah, menasehati, membimbing, menyuruh,
memerintah, melarang dan bahkan menghukum (kalau
perlu), serta membina dengan maksud agar manusia
sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka
mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.4
Disebutkan dalam karya ilmiah lain, terdapat dua teori yang
paling menonjol untuk menjelaskan sumber-sumber kepemimpinan,
yaitu teori genetis, teori social.
1) Teori genetis menyatakan:
1 Kartono Kartini, Dasar- Dasar Kepemimpinan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1998), 57
2 A. Malik Fajar, Madrasah dan tantangan Modernitas (Bandung: Median, 1993), 55.
3 Arifin, Imran dan Muhammad Selamet, Kepemimpinan Kiyai Dalam Perubahan Menejemen
Pondok Pesantren: Kasus Ponpes Tebu Ireng (Yogyakarta: Aditia Media, 2010), 38 4 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta, 2009), 169
11
pemimpin itu tidak dibuat atau diciptakan, akan tetapi
dilahirkan oleh pemimpin hebat terdahulu yang memiliki
bakat alami sejak lahir, dia sudah ditakdirkan menjadi
pemimpin dalam kondisi apapun, misalnya anak kiai akan
menjadi kiai juga dan akan memimpin pondok pesantren,
secara filosofis teori tersebut menganut pandangan
Deterministik.
2) Teori sosial menyatakan:
pemimpin itu tidak dilahirkan tetapi dididik, dibentuk dan
dipersiapkan, setiap orang memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi pemimpin, melalui usaha pendidikan dan
pelatihan, serta didorong oleh kemauan sendiri yang kuat,
misal pemimpin pada organisasi-organisasi sosial dan
kemasyarakatan, secara filosofis teori ini menganut
pandangan Demokratik.5
2. Definisi Kiai
Menurut KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), dalam pengantar
buku memelihara umat, kiai pesantren-kiai langgar di jawa, “bahwa
dunia kiai adalah dunia yang penuh dengan kerumitan, apabila dilihat
dari sudut pandang yang berbeda-beda, Karena sangat sulit melakukan
generalisasi atas kelompok ulama tradisional yang ada dimasyarakat
bangsa ini.6
Istilah kiai bukan berasal dari bahasa arab melainkan diambil
dari bahasa jawa. Menurut asal usulnya perkataan kiai dalam bahasa
jawa dipakai untuk 3 jenis gelar yang saling berbeda-beda.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier, bahwa
kiai digunakan sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang
dianggap keramat. seperti “Kiai Garuda Kencana” kereta yang ada
5 Abdullah Rikza dan fauziah masyari, “Pengembangan Lembaga Pendidikan di Pesantren Darul
Ulum Peterongan Jombang”. Jurnal Manajemen dan Pendidikan islam, Volume 2 No.1 2016 6 Djirjosantoso, memelihara umat, kiai pesantreen-kiai langgar di , (Yogyakarta: Lkis, 2013),
xii
12
dikeraton jawa, selain itu pula digunakan sebagai gelar kehormatan
untuk orang-orang tua pada umumnya dan pemberian masyarakat
kepada seorang yang ahli agama islam yang memiliki atau yang
menjadi pimpinan pondok pesantren.7
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi kiai
disebut sebagai “sebutan bagi orang alim ulama (orang yang cerdik
pandai dalam pengetahuan agama islam)”.8 Gelar kiai semakin
membudaya di indonesia yang sangat diidentikan dengan agama islam.
Ditengah perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya
dijumpa beberapa gelar atau sebutan yang diperuntukan bagi ulama,
misalnya: didaerah jawa barat (sunda) orang menyebutnya (Ajengan),
diwilayah sumatera barat disebut buya, didaerah aceh dikenal tengku,
di sulawesi selatan dipanggil dengan “Tofanrita”,didaerah Madura
disebut dengan Nu atau bindereh yang disingkat “Ra” dan dilombok
atau sekitar Nusa Tenggara orang memanggilnya Tuan Guru”.9
Menurut Sukamto seperti yang di kutip oleh Imron Arifin dan
Muhammad Slamet, mengategorikan kiai dalam dua istilah
berdasarkan peran yang dimainkannya di dalam masyarakat, dia
mengistimewakan kyai teko atau kendi dan kyai sumur. Kedua istilah
itu dijelaskan sebagai berikut:
7 Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Study tentang pandangan hidup kiai, (Jakarta: LP3ES,
2011), 55 8 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2007), 647 9 Ibnu Qoyim Ismail, “Kiai Penghulu jawa, Peranann ya dimasa kolonial,( Jakarta :Gema Insani,
1997), 67
13
a. Kyai teko atau kendi adalah kyai yang mengajarkan pengetahuan
agama dengan cara berceramah dari desa kedesa, menyampaikan
fatwa agama kepada masyarakat luas. Para kyai ini berceramah di
ibaratkan sebuah teko berisi air, yang senantiasa memberikannya
kepada setiap orang yang memerlukannya, dengan cara
menuangkan air kedam gelas. Ceramah yang disampaikan kyai ini
sebagai siraman keagamaan kepada masyarakat.
b. Kyai sumur adalah julukan kyai yang memiliki lembaga pondok
pesantren. Keberadaan kyai ini berada dalam rumah (pondok
pesantren), dan masyarakat akan datang ke Pondok Pesantren
berniat menjadi santri untuk mendapatkan pengetahuan agama.
Ibarat orang kehausan akan mengambil air dari dalam sumur.
Masyarakat yang akan memerlukan pengetahuan agama harus
datang sendiri di tempatnya kediaman kyai.10
Jadi dari beberapa penjelasan tentang kepemimpinan dan kiai,
penulis dapat menyimpulkan bahwa, kepemimpinan kiai adalah usaha
yang dilakukan oleh kiai dalam menggerakkan, mempengaruhi,
memotivasi, mengajak, mengarah, menasehati, membimbing, menyuruh,
memerintah, melarang serta membina anggotanya / manusia dengan
maksud agar manusia dapat bekerja dalam rangka mencapai tujuan
administrasi secara efektif dan efisien didalam pondok pesantren.
10
Arifin, Imron dan Muhammad Slamet, Kepemimpinan Kyai, (Yogyakarta: CV. Aditya Media,
2010), 31-32
14
3. gaya kepemimpinan kiai
Secara teoritis, seperti yang dikutip oleh Muhamad Abdulloh
didalam bukunya yang berjudul manajemen dan kepemimpinan dalam
peningkatan mutu pendidikan madrasah. tipologi atau gaya
kepemimpinan yang pokok dapat dibedakan menjadi 3 ialah :
otokratik, laissez faire, dan demokratis. 11
1) Otoriter (Authoritarian Leadership)
Bahwa kekuasaan otoriter gaya kepemimpinan berdasarkan
pada kekuasaan yang mutlak dan penuh. Dengan kata lain, sang
pemimpin dalam kepemimpinannya dapat dikategorikan dengan istilah
diktator, bertindak mengarahkan pikiran, perasaan dan perilaku orang
lain kepada suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan dengan tipe otoktatis, banyak ditemui dalam
absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau
ketentuan yang mengikat. Kepemimpinan ini terlihat pada
kepemimpinan dictator Nazi Jerman dengan pemimpinnya hitler
2) Demokratis (Demicratic Leadership)
Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan demokratis adalah
gaya atau cara yang demokratis, dan bukan dipilihnya si pemimpin
secara demokratis. Dapat di contohkan pemimpin memberikan
kebebasan dan keleluasaan kepada para bawahan dan pengikutnya
11
Muhammad Abdullah, Manajemen dan kepemimpinan dalam peningkatan mutu pendidikan
madrasah, (Kediri: Stain Kediri Press, 2015), 170
15
untuk mengemukakan pendapatnya, saran dan kritikannya dan selalu
berpegang pada nilai-nilai demokrasi pada umumnya.
3) Kepemimpinan Bebas (Laisez Faire Leadership)
Dalam kepemimpinan jenis ini, sang pemimpin biasanya
menunjukkan suatu gaya dan perilaku yang pasif dan juga sering
kali menghindari dirinya dari tanggungjawab. Dalam praktiknya si
pemimpin hanya menyerahkan dan menyediakan instrumen dan
sumber-sumber yang diperlukan oleh anak buahnya untuk
melaksanakan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan pimpinan. Segalanya diserahkan pada bawahannya.
Sementara didalam karya buku yang lain terdapat penambahan tipr
kepemimpinan yaitu Kepemimpinan Paternalistik dan kharismatik
4) Paternalistic
Dalam hal tipe kepemimpinan, M. walid menjelaskan
bahwa, tipe paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat
yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah
satu ciri utama masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang
tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang
tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini dinamakan pemimpin kebapakan,
sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tokoh-tokoh
16
adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan
sikap kebersamaan.12
5) Kharismatik
Kepemimpinan kharismatik yaitu didasarkan pada
seseorang yang mempunyai kemampuan khusus yang didapatkan
karena anugrah. Menurut sukamto, Kepemimpinan kharismatik
diartikan sebagai kemampuan menggerakkan orang lain dengan
mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan dalam sifat atau
aspek kepribadian yang dimiliki pemimpin, sehingga pengikutnya
menimbulkan rasa menghormati, segan dan kepatuhan terhadap
pemimpin.13
Menurut teori max weber, “istilah kharismatik berasal dari
bahasa yunani yang artinya karunia (gift). Seseorang yang
berkharisma memiliki daya pikat yang luar biasa, bahkan dianggap
memiliki kemampuan supranatural.14
Menurut Teori max weber setidaknya memiliki ada tiga ciri
pada pemimpin kharismatik sebagaii berikut: a. Memiliki kepekaan
emosi yang kuat atau kesadaran tujuan yang jelas. b, mampu
mempengaruhi yang lain secara luar biasa c, tidak muah
terpengaruh oleh orang lain.15
.
12
M.Walid, Napak Tilas Kepemimpinan KH.Ach. Muzakky Syah, (Yogyakarta: absolute media,
2010), 18. 13
Sukamto, Kepemimpina Kiai dalam Pesantren, (Jakarta: Pustaka, LP3ES, 1999,). 207 14
Alfan Alfian, Menjadi PemimpinPolitik, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2009) 140 15
Ibid ,142
17
Dari beberapa teori yang dikemukakan max weber bahwa
dalam ciri kepemimpinan kharismatik disini adalah seseorang yang
memiliki daya pikat tersendiri yaitu dari bawaannyanamun sifat
bawaannya ini juga bisa saja dipelajari oleh siapapun.
Kepemimpinan kharismatikjuga bukanlah hal yang dirasakan tiba-
tiba namun hal ini agar dapat terasa dan diketahui tentunya ada
beberapa factor non pembawaan yaitu factor yang mendukung
untuk mmenjadi pemimpin dan dikenal terlebih dahulu oleh orang
lain atau masyarakat.
4. Model Kepemimpinan
Studi tentang menejemen dan kepemimpinan terdapat berbagai
macam model kepemimpinan. Muhammad Abdullah memaparkan
model kepemimpinan berdasarkan perspektif etis dan motivasi
perilaku kepemimpinan terbagi menjadi 3 yaitu16
a. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan menggunakan strategi pertukaran atau
transaksional untuk memperoleh tindakan yang diinginkan dari
pengikutnya. Gibson dkk dalam hal ini mengatakan, pemimpin
mengenalkan apa yang diinginkan atau disenangi para
pengikutnya dan membantu mereka mencapai tingkat
16
Muhammad Abdullah, Manajemen dan kepemimpinan dalam peningkatan mutu pendidikan
madrasah, (Kediri: Stain Kediri Press, 2015), 150
18
pelaksanaan yyang menghasilkan perhargaan yang memuaskan
mereka.17
Kepemimpinan transaksional menggunakan paradigma
behavioristic terutama teori stimulus respon dalam
mempengaruhu pengikutnya. Dalam pandangan ini pemimpin
beranggapan bahwa pengikut itu bersifat pasif dan kurang
memiliki harga diri dan bahkan dianggap robot. Karna itu,
pemimpin mngadakan pertukaran social berupa sumber daya
yang dapat ditarik olehnya berdasarkan reward, punishment
dan kekuasaan untuk mendapatkan kepatuhan.18
b. Kepemimpinan Transformasional
Gaya Kepemimpinan transformasional adalah tipe
kepemimpinan yang menginspirasi pengikutnya untuk
mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki
kemampuan mempengaruhi yang luar biasa. Kepemimpinan
Transformasional juga motivasi para pengikut untuk mencapai
hasi-hasil yang lebih besar dari pada yang direncanakan secara
orisinil dan untuk imbalan interes.19
Kepemimpinan transformasional bukan sekedar
mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, melainkan lebih dari itu bermaksud ingin merubah
17
Gibson dkk, organisasi perilaku struktur, London, tnp Penerbiit, 1996), 84 18
Muhamma Abdullah, Manajemen dan kepemimpina dalam eningtan mutu pendiidikan
madrasah, ( Kediri: Stain Kediri Press, 2015), 151 19
Gibson dkk, organiasi perilaku struktur., 86
19
sikap dan nilai-nilai dasar para pengikutnya melalui
pemberdayaan. Pengalaman pemberdayaan para pengikutnya
meningkatkan rasa percaya diri dan tekad untuk terus
melakukan perubahan walaupun itu sndiri akan terkena
dampaknya dengan perubahan itu.
Ada empat ciri mengenai kepemmpinan transformasi,
seperti yang dikemukakan oleh bass bahwa kepemimpinan
transformative harus memiliki idealized influence perilaku
yang menghasilkan rasa bangga penakut, rasa hormat dan
kepercayaan, inspirational motivation , intellectual stimulation
menstimulasi ide-ide baru dan individual consideration.20
Menurut Yukl, mengemukakan beberapa pedoman
untuk pemimpin transformasional :
1) Menyatakan visi dan misi yang jelas daan menarik
2) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dipercaya
3) Bertindak secara rahasia dan optimis
4) Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut
5) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk
menekankan nilai-nilai penting
6) Memimpin dengan memberi contoh
20
Tracey, JB and Hinkin, T.R, Transformational leadership or effective managerial practices
(Boston: Group and Organitation Management, 1998), 220-236
20
7) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai
visi.21
c. Kepemimpinan spiritual
Kepemimpinan spiritual adalah untuk membedayakaan
dan mencerahkan iman dan hati nurani pengikutnya melalui
jihad dan amal sholeh.Kepemimpinan spiritual mendedikasikan
usahanya kepada allah swt sesama manusia tanpa pamrih
apapun.
B. Kajian Tentang Pondok Pesantren
1. Konsep tentang Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak hanya
dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan
hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur
pembagian kewenangan, dan semua aspek-aspek kependidikan dan
kemasyarakatan lainnya. Oleh sebab itu, tidak ada definisi yang dapat
secara tepat mewakili seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-
masing mempunyai keistemewaan sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki
oleh yang lain. Meskipun demikian, dalam hal-hal tertentu pondok
pesantren memiliki persamaan. Persamaan-persamaan inilah yang lazim
21
Gary Yukl, Leadhership in organization. Alih Bahasa oleh Udaya Yusuf, (Jakarta:Prehallindo,
2010), 316
21
disebut sebagai ciri pondok pesantren, dan selama ini dianggap sebagai
ciri perwujudan pondok pesantren secara kelembagaan.22
Untuk mendalami tentang hal ini kita perlu memahami
background kehidupan pondok pesantren dari berbagai seginya, melalui
living reality-oriented approach, maka yang dimaksud pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta
diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (kampus) yang
santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian
atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan atau
kepemimpinan seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri khas
bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.23
Menurut KH. Imam Zarkasyi berpendapat, “Definisi yang
umum tentang pondok pesantren adalah terwujudnya hal-hal: lembaga
pendidikan islam dan system asrama, kyai sebagai sentral figurnya,
masjid sebagai titik pusat yang menjiwai”.24
Secara sederhana dapat dipahami bahwa pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan Islam yang memilki lima unsur, yaitu:
a. Adanya kyai/tuan guru
Kyai merupakan elemen paling esensial dalam suatu pesantren.
Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata
22
Mahmud, Model-model Kegiatan di Pesantren (Tangerang: Media Nusantara, 2006), 3. 23
Ibid., 99. 24
Ibid., 105
22
bergantung pada kemampuan kyainya. Kyai merupakan key person,
kunci perkembangan lembaga yang bernama pondok pesantren.
Maklum, kyai merupakan sosok yang dijadikan rujukan oleh para
santri, tidak hanya dari kelebihan ilmu agamanya, tetapi juga dari
tindakannya. Selain sebagai orang tua, para santri sering memandang
sang kyai sebagai orang yang patut diteladani dan diikuti segala tindak
tanduknya. Jelasnya, kyai tidak hanya dirujuk sebagai pengajar, tetapi
juga sebagai pendidik yang dapat memberikan ketauladanan hidup dan
kehidupan.25
b. Adanya Masjid/ Mushalla
Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar mengajar,
disamping berfungsi sebagai tempat melakukan shalat berjamaah
setiap waktu shalat, juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar,
biasanya waktu belajar mengajar dalam pesantren berkaitan dengan
waktu shalat baik sebelum maupun sesudahnya.
Mereka menganggap masjid sebagai tempat paling tepat untuk
menanamkan nilai-nilai kepada para santri terutama ketaatan dan
kedisiplinan kepada para santri dilakukan melalui kegiatan shalat
berjama'ah setiap waktu di masjid. Oleh karena itu masjid merupakan
25
Mahmud, Model., 6.
23
bangunan pertama yang dibangun sebelum didirikanya pondok
pesantren.26
c. Adanya Santri
Santri adalah sebutan untuk siapa saja yang telah memilih lembaga
pondok pesantren sebagai tempat menuntut ilmu.
Santri di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua kelompok
yaitu:
1) Santri Mukim
Ialah santri yang tinggal dan menetap di pondok asrama
pesantren.
2) Santri Kalong
Ialah santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar
pesantren dan biasanya mereka tidak menetap di pesantren,
mereka pulang kerumahnya masing-masing setiap selesai
mengikuti suatu pengajaran di pesantren.27
d. Adanya Pondok/asrama
Pondok pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan
yang menyediakan asrama atau pemondokan sebagai tempat tinggal
bersama, sekaligus tempat belajar para santri di bawah bimbingan kyai.
26
Departemen Agama RI, Pola Pembelajaran di Pesantren (Jakarta: Departemen Agama RI,
2003), 10. 27
Mahmud, Model-model., 7.
24
Dari sini setidaknya ada empat alasan utama pesantren membangun
pemondokan, yaitu: pertama, ketertarikan santri untuk belajar kepada
kyai dikarenakan kemasyhuran atau kedalaman serta keluasan
ilmunya; kedua, tumbuh dan berkembangnya pesantren di daerah yang
jauh dari keramaian pemukiman penduduk; ketiga, terdapat sikap
timbal balik antara kyai dan santri yang berupa terciptanya hubungan
kekerabatan seperti halnya hubungan ayah dan anak, keempat; untuk
memudahkan pengawasan dan pembinaan secara intensif dan
istiqomah.28
e. Adanya pembelajaran kitab klasik
Unsur pokok lain yang dapat membedakan pesantren dengan
lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa dalam pesantren diajarkan
kitab-kitab klasik (al-kutub al-qodimah), ada juga kitab-kitab modern
(al-kutub al-‘ashriyyah) yang dikarang oleh ulama' salaf ataupun
ulama‟ khalaf mengenai berbagai macam pelajaran agama Islam, yang
tujuannya mendidik dan mempersiapkan calon-calon ulama` guna
melanjutkan estafet dalam menegakkan agama Islam di muka bumi
Allah. Diantara kitab-kitab yang diajarkan yaitu: Tajwid, Tafsir, Ilmu
Tafsir, Hadist, Musthalah Hadist, Aqidah, Akhlaq, Fiqh, Usul Fiqh,
Nahwu Sharaf, Mantiq dan Balaghah, dan tarikh Islam.29
Para kyai
sebagai pembaca dan penerjemah kitab tersebut bukanlah sekedar
28
Ibid., 10-11. 29
Ibid., 12-13.
25
membaca teks, tetapi juga memberikan interpretasi pribadi, baik
mengenai isi maupun bahasa dari teks.30
2. Tipologi Pondok Pesantren
Selain itu, pondok pesantren juga dapat dipersamakan dalam
fungsi kegiatan yang dikenal dengan Tri Darma Pondok Pesantren,
yaitu: pertama, peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah
Swt., kedua, pengembangan keilmuan yang bermanfaat, dan ketiga,
pengabdian terhadap agama,masyarakat dan negara. Diluar kesemua itu,
berdasarkan ragam sistem pembelajaran, setidaknya pondok pesantren
dapat dikategorikan kedalam tiga bentuk, yaitu:31
a. Pondok pesantren Salafiyah
Secara etimologi, salaf berarti “lama”, “terdahulu”, atau
“tradisional”. Karenannya, terminologi pondok pesantren salafiyah
dipahami sebagai pondok pesantren yang menyelenggarakan
pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang
berlangsung sejak awal pertumbuhannya.
b. Pondok pesantren Khalafiyah („Ashriyah)
Khalaf berarti “kemudian” atau “belakang”, sedang ashri artinya
“sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah
pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan
30
Depag. Pola., 13-14.
31 Mahmud, Model-model., 4-6.
26
dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal,
baik madrasah (MI, MTs, MA atau SMK), maupun sekolah (SD,
SMP, SMU dan SMK), atau nama lainnya, tetapi dengan
pendekatan klasik.
c. Pondok pesantren Campuran/Kombinasi
Pondok pesantren kombinasi adalah pondok pondok pesantren
yang menggabungkan antara salafiyah dan khalafiyah.
3. Fungsi Pondok Pesantren
Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam
hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas.
Pesantren telah berpengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat.
Dalam rentang waktu itu, pesantren tumbuh atas dukungan mereka, bahkan
menurut Husni Rahm, pesantren berdiri didorong permintaan (demand) dan
kebutuhan (need) masyarakat, sehingga pesantren memiliki fungsi yang
jelas.
Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun
sekarang telah mengalami perkembangan visi, posisi, dan persepsinya
terhadap dunia luar. Pesantren pada masa yang paling awal berfungsi
sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam atau dapat dikatakan
hanya sekedar membonceng misi dakwah. Sedangkan pada kurun wali
songo pondok pesantren berfungsi sebagai pencetak kader ulama‟ dan
muballigh yang militant dalam menyiarkan agama Islam. Kedua fungsi ini
27
bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam
mengumandangkan dakwah, sedangkan dakwah dapat digunakan sebagai
sarana dalam membangun system pendidikan.32
Menurut Wahid Zaini dalam bukunya Mujammil Qomar
menegaskan bahwa disamping lembaga pendidikan, pesantren juga
berfungsi sebagai lembaga pembinaan moral baik bagi kalangan santri
maupun masyarakat. Kedudukan ini memberi isyarat bahwa
penyelenggaran keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak
menggunakan pendekatan cultural. Selain itu jiga seorang kyai mendirikan
Pendidikan formal untuk menghindarkan penggunaan narkotika di kalangan
santri yang asalnya putra-putri mereka disekolahkan di luar pesantren.33
Fungsi pondok pesantren menurut mastuhu antara lain:34
. a. Sebagai Lembaga Pendidikan
Sebagai lembaga pendidikan pesantren ikut bertanggung jawab
terhadap proses pencerdasan kehidupan bangsa secara integral. Sedangkan
secara khusus pesantren bertanggung jawab terhadap kelangsungan
tradisikeagamaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan
dua hal tersebut pesanten memilih model tersendiri yang dirasa
mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu
sendiri, yaitu membentuk manusia sejati yang memiliki kualitas moral dan
intelektual secara seimbang
32
Mujammil Qomar, Pesantren dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi,
(Jakarta: Erlangga, 2005), 28 33
Ibid., 25 34
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 60
28
b. Sebagai Lembaga Sosial
Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segala
lapisan masyarakat muslim tanpa membeda-bedakan tingkat sosial
ekonomi orang tuanya. Biaya hidup di pesantren relatif lebih murah
daripada di luar pesantren, sebab biasanya para santri mencukupi
kebutuhan sehari-harinya dengan jalan patungan atau masak bersama,
bahkan ada diantara mereka yanggratis, terutama bagi anak-anak yang
kurang mampu atau yatim piatu.Sebagai lembaga sosial, pesanten
ditandai dengan adanya kesibukan akankedatangan para tamu dari
masyarakat, kedatangan mereka adalah untukbersilaturahim,
berkonsultasi, minta nasihat “doa”, berobat, dan minta ijazah yaitu
semacam jimat untuk menangkal gangguan dan lain sebagainya.
c. Sebagai Lembaga Penyiaran Agama
Sebagaimana kita ketahui bahwa semenjak berdirinya pesanten
merupakan pusat penyebaran agama Islam baik dalam masalahaqidah,
atau syari‟ah di Indonesia. Fungsi pesantren sebagai penyiaran agama
(lembaga dakwah) terlihat dari elemen pondok pesantren itu sendiri
yakni masjid pesantren, yang dalam operasionalnya juga berfungsi
sebagai masjid umum, yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadah
masyarakat umum. Masjid pesantren sering dipakai masyarakat umum
untuk menyelenggarakan majelis ta‟lim (pengajian) diskusi-diskusi
keagamaan dan lain sebagainya
29
4. Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan Institusional pondok pesantren menurut direktorat
Jendral bimbingan masyarakat islam Departemen Agama pada tahun
1978 adalah sebagai berikut:35
1) Tujuan Khusus
Membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan
ajaran islam, dengan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada
semua segi kehidupannya serta menjadikan orang yang berguna
bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara
2) Tujuan Umum
a). Mendidik santri sebagai anggota masyarakat, untuk menjadikan
muslim yang bertaqwa kepada alloh swt, berakhlak mulia,
memiliki kecerdasan, keterampilan serta sehat lahir dan bathin
sebagai warga Negara.
b). Mendidik santri untuk menjadi manusia mu slim serta kader-
kader ulama dan mubaligh yang brjiwa ikhlas, tabah dan teguh
dalam menjalankan syariat islam secara utuh dan dinamis
c).Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia yang dapat membangun dirinya dan bertanggung
jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara.
35
Musthofa Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: Paiyu Berkah, 1979), cet. Ke 1
30
d). mendidik santri agar menjadi warga Negara yang cakap dalam
berbaga sector pembangunan, khususnya pembangunan mental dan
spiritual.
e). mendidik santri untuk membantu menigkatkan kesejarteraan
social masyarakat dalam rangka pembangunan masyarakat.
C. Kajian Tentang Kualitas Pendidikan Pondok Pesantren
1. Pengetahuan Tentang Kualitas Pendidikan
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan variasi
mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi kualitas
dari segi konvensional biasanya menggambarkan karakteristik
karakteristik sesuatu hal seperti kinerja (performance), kemampuan
(reliability), dan sebagainya. Edngkan dalam devinisi strategis dinyatakan
bahwa kualitas adalah sgalasesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan
kebutuhan masyarakat.36
Upaya peningkatan kualitas dari tahun ke tahun selain menjadi
progam dan perhatian pemerintah. Salah satunya dengan ditetapkannya
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
dan diperjelaskan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP) No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kualitas pendidikan
ditentukan oleh penyempurnaan integral dari seluruh komponen
pendidikan seperti kualitas guru, penyebaran guru yang merata,
36
Gaspersz, 1977
31
kurikulum, sarana dan prasarana yang memadai, suasana Progam Belajar
Mengajar (PBM) yang kondusif dan kualitas guru yang meningkat serta
didukung oleh kebijakan pemerinah. Guru merupakan titik sentral
peningkatan pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar
mengajar.
Dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dipengaruhi oleh
factor input pendidikan dan faktor proses manajemen pendidikan.
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari
seluruh sumber daya sekolah yang ada. Komponen dan sumber daya
sekolah menurut Subagio Admodiwirio terdiri dari manusia (man),
dana (money), sarana dan prasarana (material) serta peraturan
(policy)37
2. Standar atau parameter pendidikan yang berkualitas
Menurut penulis, sandar atau parameter adalah ukuran atau
barometer yang digunakan untuk menilai atau mengkur sesuatu hal, yan
dalam hal ini adalah kualitas pendidikan pesantren. Kalau mengacu pada
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) maka pendidikan pesantren (islam) sebagai
bagian dari pendidikan nasional. Standar yang dimaksud meliputi:
37 Soebagio Atmodiwiro, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ardadizya Jaya,2000), 22.
32
a. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
b. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
c. Standar proses adalah SNP yang terkait langsung atau tidak
langsung dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
d. Standar guru dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan
dalam jabatan.
e. Standar sarana dan prasarana adalah SNP yang terkait langsung
atau tidak langsung dengan kriteria minimal tentang ruang belajar,
tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
f. Standar pengelolaan adalah SNP yang terkait langsung atau tidak
langsung dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau
kepenyediaan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
33
kabupaten/ kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasional satuan pendidikan yang berlaku selama
satu tahun.
h. Standar penilaian pendidikan adalah SNP yang terkait langsung
atau tidak langsung dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik.38
3. Pendidikan Pondok Pesantren
Pendidikan pondok pesantren tidak jauh berbeda dengan
pendidikan sekolah pada umumnya. Pendidikan pondok pesantren pun
memiliki konsep tersendiri yang mana didalamnya terdapat system
pendidikan yang meliputi:
a. Kurikulum Pondok Pesantren
Madrasah atau sekolah yang diselenggarakan oleh pondok
pesantren juga menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum
dimadrasah atau sekolah lain, yang telah dibekukan oleh kementrian
agama atau kementrian pendidikan nasional. Adapun kurikulum selain
madrasah dan sekolah, kurikulum disusun oleh pondok pesantren yang
bersangkutan. Hal ini berbeda dengan jenis pesantren salafiyah yang tidak
38 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP),
dikutip dari Sudarwan Danim, Otonomi Manajemen Sekolah, (Bandung:Alfabeta, 2010), 61-62.
34
mengenal adanya kurikulum pada madrasah atau sekolah formal yang
dituangkan dalam funun kitab-kitab yan dajarkan pada santri.39
Kurikulum sebagai suatu rencana pendidikan atau pengajaran
mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Sebab
kurikulum akan mengarahkan segenap aktivitas pendidikan demi
tercapaianya tujuan pendidikan tersebut.40
Dalam implementasinya
kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan akan dituangkan dalam
struktur kurikulum dan jadwal pelajaran.
Kalau kita garis bawahi pada pokoknya, isi kurikulum pondok
pesantren itu terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu Sintaksis
Arab, Morfologi Arab. Hukum islam, sistem yurisprudensi islam, hadist,
tafsir Al- Qur‟an Teologi Islam, Tasawwuf, Tarikh dan Retorika.
Literature ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut
dengan istilah “kitab kuning”41
Adapun Kitab yang diajarkan berdasarkan tingkatannya sebgai
berikut:
Tingkat Dasar
1. Al-qur‟an
2. Fiqh : Safinatu as sholah, safinatun najah, sullam at taufiq
3. Tauhid : Jauhirul kalamiyah
39
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan madrasah diniyah pertumbuhan dan
perkembangannya, ( Jakarta:Depag RI, 2003), 31 40
Nana Syaodah Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999),
4 41
Depag RI.,Pondok pesantren madrasah., 33-35
35
4. Akhlak : Al-Washaya al abna, al akhlak lil banin
5. Nahwu : Nahwu Wadli al jurumiyah
6. Sharof : Amtsilatu tasrifiyah
Tingkat Menengah Pertama
1. Tajwid : Tuhfathul Athfal, hidayah al-mustafid
2. Tauhid : Aqidatul awam, al-Dina Al-islami
3. Fiqih : Fathul qarib, Minhajul al qawim safinah as-sholah
4. Akhlak : Ta‟limul muta‟alim
5. Nahwu : Mutammimah, Imrithi,
6. Sharaf : Nadhom Maksud
7. Tarikh : Nurul Yaqin
Menengah Atas
1. Tafsir : Tafsi al-Qur‟an Jalalain, al-maraghi
2. Ilmu tafsir : At-Tibya Fi ulumul Qur‟an, Mabanits fi Ulumul
Qur‟an
3. Hadist : Arba‟un nawawi, jami‟us shoghir, bulughul
marom, jawahirul bukhori
4. Tauhid : kifayatul „awam, al-„aqidatul islamiyah
5. Musthalah hadist : minha al mughits, al-bayquniyah
6. Fiqih : Kifayatul Akhyar
7. Nahwu sharaf : Al-fiyah ibnu malik, syarh ibnu „aqil, as-
syabrawi, I‟lal
8. Balaghah : Jauhirul Maknun
36
Tingkat tinggi
1. Tauhid : Fathul Majid
2. Tafsir : ibnu katsir
3. Ilmu tafsir : al- itqan fi ulumul qur‟an, itmam Dirayah
4. Hadist : Riyadus sholihin, shohih bukhori, shohih muslim,
tajrid as shalih
5. Balaghah : Uqudul juman
6. Ushul fiqh : Jam‟I al- Jawami‟, an-nawahib saniyah
7. Mantiq : sullamul munawaroq
8. Akhlak : Ihya ulumuddin, Risalah al mu‟awanah
9. Tarikh : Tarikh tasyri‟42
b. Metode Pembelajaran Pondok Pesantren
Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan dalam
pembelajaran dipesantren antara lain:43
a. Metode sorogan
Metode sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para
santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
perseorangan (individu) dibawah bimbingan seorang ustadz atau kyai.
Pembelajaran dengan sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan
pada ruang tertentu dimana disitu tersedia tempat duduk seorang kyai/
42
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan madrasah diniyah pertumbuhan dan
perkembangannya, ( Jakarta:Depag RI, 2003), 33-35 43
Departemen Agama, Pola Pembelajaran di Pesantren, ( Jakarta: Depag RI, 2003),74-102
37
ustadz kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk
meletakkan kitab bagi para santri yang menghadap.
b. Metode Wetonan dan Bandongan
Metode wetonan dan bandongan adalah cara penyampaian
ajaran kitab kuning dimana seorang guru, kyai atau ustadz
membacakan dan menjelaskan isi ajaran/kitab kuning tersebut,
sementara santri atau murid mendengarkan, mema'nai dan menerima.
Dalam metode ini guru berperan aktif, sementara murid bersikap pasif.
Metode bandongan disebut juga metode wetonan. Pada metode
ini berbeda dengan metode sorogan. Metode bandongan dilakukan
oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok peserta didik atau
santri, untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacakan dari
sebuah kitab. Seorang kyai atau ustadz dalam hal ini membaca,
menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab
bahasa arab tanpa harokat (gundul). Sementara itu santri memegang
kitab yang sama, masing-masing dilakukan pen-dhobit-an harokat,
pencatatan simbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung
dibawah kata yang dimaksud, dan keterangan-keterangan yang lain
yang dianggap penting dan dapat membantu memahami teks. Posisi
para santri pada pembelajaran ini adalah melingkar dan mengelilingi
kyai atau ustadz sehingga membentuk halaqoh (lingkaran). Dalam
penterjemahannya kyai atau ustadz dapat menggunakan berbagai
38
bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya, misalnya ke dalam
bahasa jawa, sunda atau bahasa indonesia.
c. Metode Musyawarah/bahtsul masail
Metode musyawarah/bahtsul masail merupakan metode
pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar.
Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh
yang dipimpin langsung oleh seorang kyai atau ustadz atau mungkin
juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan
yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya para santri
dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyan atau pendapatnya.
Dengan demikian, metode ini lebih menitikberatkan pada kemampuan
perseorangan dalam menganalisis dan memecahkan suatu persolan
dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu.
Musyawarah dilakukan juga untuk membahas materi-materi tertentu
dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya.
Musyawarah pada bentuk kedua ini bisa digunakan oleh santri tingkat
menengah untuk membelah topik materi tertentu.
d. Metode Hafalan (Muhafadzah)
Metode hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara
menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan
seorang ustadz/ kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-
bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini
39
kemudian didemonstrasikan di hadapan sang ustadz/kyai, baik secara
periodik atau insidental, tergantung kepada keinginan sang guru.
Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran kitab
yang berbentuk nadham atau syi'ir, bukan prosa (natsar). Dalam
pelaksanaannya, santri ditugasi untuk meghafalkan bagian tertentu
dari kitab, untuk kemudian didemonstrasikan di depan sang kyai atau
ustadz.
e. Halaqoh (Kupengan)
Halaqoh merupakan sebuah metode pembelajaran dimana
kelompok santri duduk mengitari kyai dalam pengajian tersebut. secara
teknisnya, kyai membacakan sebuah kitab dalam waktu tertentu,atau
menjelaskan materi sementara santri membawa kitab yang sama,
sambil mendengarkan dan menyimak bacaan kiai, mencatat terjemahan
dan keterangan kiai.diakhir sesi ini biasanya santri mengajukan
pertanyaan atas ketidaktahuan terhadap pokok materi tersebut.
Pengajian seperti ini dilakukan secara bebas, tidak terikat pada absensi,
dan lama belajarnya hingga tamatnya kitab yang dibahas.44
f. Fathul kutub
Metode fathul kutub dikebanyakan pesantren dilakukan oleh
santri senior yang akan menyelesaikan tingkat pendidikan teretentu.
Pada dasarnya metode ini adalah metode penugasan mencari rujukan
44
Djumaidah Munawarah, pembelajaran kitab kuning dipesantren, (Jakarta: PT Grasindo, 2001),
177
40
terhadap beberapa topic dalan bidang ilmu tertentu ( fiqih, aqidah,
tafsir, hadist dan lain-lain)45
.
45
ibid