bab ii kajian teori 2.1. kontrol diri 2.1.1...

17
10 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1. PengertianKontrol Diri Averill (1973) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang diyakininya. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi secara keseluruhan ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Mengacu pada definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu mengendalikan diri dan mengelola perilaku yang disertai dengan perencanaan yang baik untuk menghasilkan sikap yang terbaik sesuai dengan norma, dapat diterima secara sosial serta tidak merugikan orang lain. Calhoun & Acocela (dalam Andrian 2013) kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang,

Upload: lamminh

Post on 06-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

10

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Kontrol Diri

2.1.1. PengertianKontrol Diri

Averill (1973) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel

psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang

berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu kemampuan individu

untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta

kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang

diyakininya.

Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu

mengendalikan emosi secara keseluruhan ekspresi yang bermanfaat dan

dapat diterima secara sosial. Mengacu pada definisi tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu

mengendalikan diri dan mengelola perilaku yang disertai dengan

perencanaan yang baik untuk menghasilkan sikap yang terbaik sesuai

dengan norma, dapat diterima secara sosial serta tidak merugikan orang

lain.

Calhoun & Acocela (dalam Andrian 2013) kontrol diri adalah

pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang,

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

11

dengan kata lain kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang

membentuk diri individu yang mencakup proses pengaturan fisik,

psikologis dan perilaku.

Menurut Chaplin (2000) kontrol diri adalah kemampuan untuk

membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan impuls-

implus atau tingkah laku impulsif (tiba-tiba).

Santrock (2001) mengatakan bahwa kontrol diri cukup

berpengaruh dalam pembentukan perilaku remaja. Dengan kata lain,

remaja yang memiliki kontrol diri tinggi akan mampu mengatur dan

mengarahkan perilakunya.

2.1.2. Aspek-aspek Kontrol Diri

Berdasarkan konsep Averill (dalam Indraprasti dan Rachmawati,

2008), terdapat tiga jenis kontrol diri yang meliputi lima aspek, yaitu:

a. Kemampuan mengontrol perilaku (behavioral control)

Kemampuan mengontrol perilaku didefinisikan sebagai kesiapan

atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung

mempengaruhi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan ini diperinci lebih lanjut kedalam dua komponen:

1) Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated

administration), yaitu kemampuan individu untuk menentukan

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

12

siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri

atau sesuatu diluar dirinya.

2) Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability), yaitu

merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan

suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.

b. Kontrol kognitif (cognitive control)

Kontrol kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi,

menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka

kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan.

Kemampuan ini diperinci kedalam dua komponen, yaitu:

1) Kemampuan memperoleh informasi (informasi gain), dengan

informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan

tersebut dengan berbagai pertimbangan secara relatif objektif.

2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan

penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan

suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-

segi positif secara objektif.

c. Kemampuan mengontrol keputusan (decisional control)

Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan

seseorang untuk memilih hasil atau tindakan berdasarkan pada

sesuatu yang diyakini atau disetujui.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

13

Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol

diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut:

a. Kemampuan mengontrol perilaku

b. Kemampuan mengontrol stimulus

c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa

d. Kemampuan menafsirkan peristiwa

e. Kemampuan mengontrol keputusan

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa kontrol diri dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya adalah:

a. Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah

faktor usia dan kematangan. Semakin bertambahnya usia seseorang

maka akan semakin baik kontrol dirinya, individu yang matang

secara psikologis juga akan mampu mengontrol perilakunya karena

telah mampu mempertimbangkan mana hal yang baik dan yang tidak

baik bagi dirinya.

b. Faktor eksternal meliputi lngkungan keluarga. Dalam lingkungan

keluarga terutama orang tua akan menentukan bagaimana

kemampuan kontrol diri seseorang. Apabila orang tua menerapkan

kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini dan orang tua

bersikap konsisten terhadap konsekuensi yang dilakukan anak bila

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

14

menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini

akan diinternalisasikan oleh anak dan akan menjadi kontrol baginya.

2.2. Perilaku Merokok

2.2.1. Pengertian Perilaku Merokok

Merokok adalah perilaku manusia yang berusia ratusan bahkan

ribuan tahun. Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan bukan

hanya pada diri si perokok sendiri namun juga merugikan orang lain

yang ada di sekitarnya. Perilaku merokok menunjukkan adanya

keberagaman inter-intra individu (Vinck, 1993; Smet, 1994; Gilbert,

1996; Loeksono dan Wismanto, 1999, dalam Wismanto 2007).

Menurut Smet (dalam Wismanto, 2007) perilaku merokok adalah

perilaku yang kompleks, yang diawali dan berlanjut yang disebabkan

oleh beberapa variabel yang berbeda. Awal perilaku merokok pada

umumnya diawali pada saat usia yang masih muda dan disebabkan

adanya model yang ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan

sosial misalnya dinyatakan bukan sebagai teman atau anggota kelompok

jika tidak merokok; atau dicap sebagai “banci”/tidak jantan jika tidak

merokok. Vinck (dalam Wismanto, 2007) ketagihan terhadap rokok

pada umumnya disebabkan oleh interpretasi terhadap efek yang segera

dirasakan ketika individu merokok.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

15

Perry dkk. (dalam Wismanto 2007) yang menyatakan bahwa

perilaku merokok dimulai pada usia remaja, dan percobaan merokok

terebut berkembang menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu

beberapa tahun kemudian. Meskipun pada awalnya remaja yang

mencoba merokok kurang dapat menikmati rokok pertamanya karena

membuat si perokok merasa pahit di mulut, mual dan pusing, namun

karena dorongan sosial (dorongan teman-teman), perilaku tersebut

menjadi menetap. Perasaan mual dan pusing disebabkan karena tubuh

memerlukan penyesuaian terhadap zat-zat yang terkandung di dalam

rokok yang tidak dapat diterima oleh tubuh, namun lama kelamaan

menjadi terbiasa dan teradaptasi setelah mengalami beberapa kali

percobaan merokok. Unsur-unsur yang terdapat di dalam rokok seperti

nikotin dan karbon monoksida dapat membuat orang menjadi ketagihan

dan ingin merokok lebih banyak lagi. Perilaku merokok pada usia

dewasa diyakini merupakan perilaku yang didasari efeknya, namun tetap

dilakukan oleh karena dirasakan kebutuhannya akan asupan nikotin dari

rokok dengan berbagai alasan.

Menurut Sarafino (dalam Wismanto, 2007) ada beberapa penyebab

mengapa seseorang atau remaja itu merokok, yaitu faktor sosial, faktor

psikologis maupun faktor biologis. Seseorang mulai merokok karena

faktor sosial antara lain karena pengaruh orang tua, karena teman

sekelompok (takut tidak diterima dalam kelompok tertentu) maupun

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

16

karena adanya contoh dari saudara, orang tua, guru, maupun media

massa. Faktor ini terkait dengan pengalaman dan pengetahuan manusia.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan Trihandini dan

Wismanto(2003) yang menunjukkan bahwa remaja yang merokok

dipengaruhi oleh persepsinya terhadap gaya hidup modern.

Seseorang merokok karena faktor psikologis antara lain karena

merasa kesepian, tidak ada orang yang diajak berbicara, karena putus

cinta atau masalah lain, maupun karena hanya ingin mencoba semata

(iseng). Seseorang merokok karena faktor biologis misalnya karena

kedinginan, meskipun hal ini kecil persentasenya.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Menurut Adit (dalam Wismanto, 2007) merokok bagi remaja

sering diidentikkandengan kegagahan atau kejantanan dan kedewasaan

bahkan merasa dirinyasudah mandiri. Salah satu cara agar mereka

dianggap dewasa adalahdengan merokok.

Banyak remaja yang merokok hanya karena mereka memiliki

teman perokok berat. Kadang kala seseorang merokok karena

menghadap tekanan hidup dan menjadikannya sebagai sarana untuk

melarikan diri dari masalah yang dihadapinya hingga akhirnya dan tanpa

disadarinya, merokokpun menjadi satu kebiasaan dalam dirinya.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

17

Hansen et al (dalam Sarapino, 1990) didukung oleh para ahli lain

menyatakan bawa secara umum faktor yang mempengaruhi perilaku

merokok yaitu :

a. Lingkungan sosial

Seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena lingkungannya

adalah perokok. Evant et al (dalam Vries, 1989) mengatakan bahwa

faktor sosial berpengaruh secara langsung dan tidak langsung kepada

individu. Pengaruh langsung berupa menawarkan rokok, membujuk

untuk merokok, menantang dan menggoda, pengaruh ini dirasakan

kuat pada kelompok remaja.

b. Faktor psikologis

(Levy, Dignan and Shirrefs (1993) serta Sitepoe (1997), dalam

Wismanto, 2007) menyatakan bahwa individu merokok untuk

mendapatkan kesenangan, nyaman merasa lepas dari kegelisahan

dan juga untuk mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu

individu perokok bergaul dengan perokok lebih sulit berhenti

merokok, daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya

menolak perilaku merokok.

c. Faktor biologis

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar

nikotin dalam darah semakin besar pula ketergantungan terhadap

rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986,

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

18

Aditama, 1992; Sitepoe, 1997, dalam Wismanto 2007). Perilaku

merokok sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan kadar nikotin di

dalam darah.

d. Faktor sosio cultural

Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan juga

berpengaruh terhadap perilaku merokok.

2.2.3. Tipe Perokok

Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah apabila

mengonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya

lima menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30

batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-

30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan

selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan

menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit

dari bangun pagi.

Menurut Tomkins (dalam Wismanto, 2007) ada 4 tipe perilaku

merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe

tersebut adalah:

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan adiktif

Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang

positif. Green (1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini:

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

19

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minum kopi atau mekan.

2) Stimulation to pick them up, perilaku merokk hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan pikiran.

3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh

dengan memegeang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa.

Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa

dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya

dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih

senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-

jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.

Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi

perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gellisah, rook

dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila

perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang

lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok adiktif.

Oleh Green disebut sebagai psychological addiction. Mereka

yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan

setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

20

Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau

tengah malam sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak

tersedia setiap saat ia menginginkannya.

Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka

menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan

perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya

rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah

merupakan perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan

dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang

terdahulu telah benar-benar habis.

2.2.4 Aspek-aspek Perilaku Merokok

Setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga

dimensi berikut (Twiford & Soekaji dalam Sulistyo,2009):

a. Frekuensi

Sering tidaknya perilaku muncul mungkin cara yang paling

sederhana untuk mencatat perilaku hanya dengan menghitung

jumlah munculnya perilaku tersebut. Frekuensi sangatlah bermanfaat

untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang muncul

atau tidak. Dari frekuensi dapat diketahui perilaku merokok

seseorang yang sebenarnya sehingga pengumpulan data frekuensi

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

21

menjadi salah satu ukuran yang paling banyak digunakan untuk

mengetahui perilaku merokok seseorang.

b. Lamanya berlangsung

Waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap

tindakan (seseorang menghisap rokok lama atu tidak). Jika suatu

perilaku mempunyai permulaan dan akhir tertentu, tetapi dalam

jangka waktu yang berbeda untuk masing-masing peristiwa, maka

pengukuran lamanya berlangsung lebih bermanfaat lagi. Aspek

lamanya berlangsung ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku

merokok seseorang, apakah seseorang dalam menghisap rokoknya

lama atau tidak.

c. Intensitas

Banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut.

Aspek ini digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa

banyak seseorang menghisap rokok. Dimensi intensitas mungkin

merupakan cara yang paling sebjektif dalam mengukur perilaku

merokok seseorang.

Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam

Sulistyo, 2009), yaitu:

a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si

perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

22

b. Intensitas merokok

Klasifikasi perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap

yaitu:

1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam

sehari

2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari

3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari

c. Tempat merokok

Tipe perokok berdasarkan tempatnya yaitu:

1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik

a) Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara

bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya

mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka

menempatkan diri di smoking area.

b) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang-orang

lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang

sakit dan lain-lain).

2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

a) Kantor atau di kamar tidur pribadi

Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai

tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang

menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

23

b) Toilet

Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka

berfantasi.

d. Waktu merokok

Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada

saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca

yang dingin, setelah dimarahi orang tua dan lain-lain.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek

frekuensi, aspek lamanya berlangsung dan aspek intensitas dapat

digunakan dalam menyatakan aspek-aspek perilaku merokok pada

mahasiswi.

2.3. Hubungan antara Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok pada Mahasiswi

Wanita selalu terlambangkan dengan kelembutan dan keanggunan. Kesan

ini tidak akan pernah hilang pada setiap fase kehidupan wanita. Kesan negatif

akan melekat pada wanita bila ia merokok. Padahal merokok merupakan hak

setiap orang, baik itu pria, wanita, remaja, anak-anak bahkan hingga lansia.

Karena rokok adalah salah satu ekstase kecil yang legal untuk dinikmati. Masa

dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat

perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya

kemampuan reproduktif (Hurlock,1992). Mahasiswi rata-rata berumur antara

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

24

18-24 tahun, maka dari itu mahasiswi masuk dalam masa perkembangan

dewasa dini.

Wanita khususnya mahasiswi menjadi lebih banyak tekanan baik dirumah

maupun dilingkungan kuliahnya. Akibatnya membuat mahasiswi mudah stress,

cemas dan tegang. Sulit mengungkapkan masalah yang dihadapinya sehingga

sering terlarut dalam kesendirian. Hal inilah yang membuat mahasiswi mencoba

untuk merokok dengan anggapan rokok dapat digunakan sebagai penangkal

stres, meredakan perasaan cemas dan dapat menenangkan jiwa saat sedang

banyak masalah. Dengan merokok terkadang mahasiswi sulit untuk

mengendalikan perilakunya sehingga tidak sadar bahwa mereka sudah banyak

menghisap rokok.

Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu

mengatur dan mengarahkan perilaku. Mekanisme yang dimaksud adalah kontrol

diri. Kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama.

Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada yang memiliki

kontrol diri yang rendah (Widiana dkk, 2004). Calhoun & Acocela (dalam

Andrian 2013) kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik, psikologis

dan perilaku seseorang, dengan kata lain kontrol diri merupakan keseluruhan

dari proses yang membentuk diri individu yang mencakup proses pengaturan

fisik, psikologis dan perilaku.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

25

Skinner (2013) mengungkapkan salah satu teknik pengendalian diri (self

control) yaitu obat-obatan (obat-obatan yang menstimulasi efek dari variabel-

variabel lain misalnya dengan perilaku merokok). Melalui penggunaan obat-

obatan semacam anestesi, analgesik dan soporifik dapat mengurangi rasa sakit

atau mengalihkan stimulus yang tidak dapat dihilangkan dengan mudah. Pola-

pola perilaku euforia diperoleh dengan morfin dan obat-obatan terkait, dan

dalam hal tertentu dengan kafein dan nikotin.

2.4. Penelitian yang Relevan

Menurut hasil wawancara penulis pada mahasiswi BK, faktor mahasiswi

merokok yaitu faktor dari diri sendiri, faktor pergaulan dan faktor masalah yang

dihadapi. Kurangnya kontrol diri dari perilaku merokok terhadap masalah yang

dihadapi juga dirasakan beberapa mahasiswi.

Penelitian yang dilakukan Zia dan Retno (2008) tentang “Hubungan

Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok pada Siswa Siswi SMAN 1 Parakan”

memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri

dengan perilaku merokok pada remaja. Kontrol diri diperlukan untuk membantu

mengatur dan mengarahkan remaja dalam membuat keputusan dan melakukan

tindakan efektif yang dapat membawa remaja tersebut kearah konsekuensi

positif, dengan kata lain kontrol diri berpengaruh terhadap perilaku merokok

pada remaja. Penelitian lain tentang perilaku merokok pada mahasiswi juga

dilakukan oleh Ni’mah (2011) yang menunjukkan bahwa mahasiswi merokok

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5555/3/T1... · rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 18 Aditama, 1992;

26

dilatarbelakangi oleh faktor lingkungan pergaulan, faktor lingkungan keluarga,

faktor citra rokok yang keren dan faktor pekerjaan.

Penelitian Purnadewi (2013) tentang “self control dengan need for

smokingpada remaja SMA di Jakarta” menunjukan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara self control dengan need for smoking ditunjukkan dengan

banyaknya partisipan dengan tingkat self control yang tinggi dan banyaknya

partisipan dengan tingkat need for smoking yang rendah. Dengan adanya

penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti di atas, maka peneliti ingin

meneliti kembali penelitian tentang hubungan kontrol diri dengan perilaku

merokok pada mahasiswi program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga.

2.5. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok

pada Mahasiswi Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga

Ha : Ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada

Mahasiswi Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga.