bab ii kajian teori 2.1 empati 2.1.1 pengertian...

18
11 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empati Istilah “empati” berasal dari kata Einfuhlung yang digunakan oleh seorang psikolog Jerman, secara harfiah berarti memasuki perasaan orang lain (feeling into), atau berasal dari perkataan yunani “phatos” yang artinya perasaan mendalam atau kuat, dalam Jumarin (2002). Eisenberg (2002) menyatakan empati adalah sebuah respons afektif yang berasal dari penangkapan atau pemahaman keadaan emosi atau kondisi lain, dan yang mirip dengan perasaan orang lain. Sebuah respons afektif, yaitu sebagai situasi orang lain dari situasi diri sendiri. Empati juga sebagai kemampuan untuk meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan mampu menghayati pengalaman orang lain tersebut. Sedangkan penangkapan atau pemahaman keadaan emosi, yaitu dimana empati terjadi ketika seseorang dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain namun tetap tidak kehilangan realitas dirinya. Hal ini berarti emosi yang tergugah untuk ikut merasakan apa yang orang lain rasakan tidak lantas membuat seseorang menjadi kehilangan identitas dan sikap dirinya. Seseorang tetap memiliki integritas diri. Ketika seseorang yang pada dasarnya kuat, tidak terkekang, percaya diri dan bersemangat; mendengar dan melihat peristiwa menyedihkan terjadi pada orang lain; maka ia tetap dapat berempati

Upload: vukien

Post on 03-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

11

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Empati

2.1.1 Pengertian Empati

Istilah “empati” berasal dari kata Einfuhlung yang digunakan oleh

seorang psikolog Jerman, secara harfiah berarti memasuki perasaan orang

lain (feeling into), atau berasal dari perkataan yunani “phatos” yang

artinya perasaan mendalam atau kuat, dalam Jumarin (2002). Eisenberg

(2002) menyatakan empati adalah sebuah respons afektif yang berasal dari

penangkapan atau pemahaman keadaan emosi atau kondisi lain, dan yang

mirip dengan perasaan orang lain. Sebuah respons afektif, yaitu sebagai

situasi orang lain dari situasi diri sendiri. Empati juga sebagai kemampuan

untuk meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan mampu

menghayati pengalaman orang lain tersebut. Sedangkan penangkapan atau

pemahaman keadaan emosi, yaitu dimana empati terjadi ketika seseorang

dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain namun tetap tidak

kehilangan realitas dirinya. Hal ini berarti emosi yang tergugah untuk ikut

merasakan apa yang orang lain rasakan tidak lantas membuat seseorang

menjadi kehilangan identitas dan sikap dirinya. Seseorang tetap memiliki

integritas diri. Ketika seseorang yang pada dasarnya kuat, tidak terkekang,

percaya diri dan bersemangat; mendengar dan melihat peristiwa

menyedihkan terjadi pada orang lain; maka ia tetap dapat berempati

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

12

dengan ikut merasakan kesedihan orang lain tersebut. Namun demikian, ia

tidak lantas larut sehingga kehilangan kekuatan, ketidakterkekangan,

kepercayaan diri dan semangatnya. Ia masih dapat membedakan perasaan

pribadinya dan perasaan dari orang lain. Kunci untuk memahami perasaan

orang lain melibatkan dengan mampu membaca pesan nonverbal seperti

nada bicara, gerak-gerik, dan ekspresi wajah. Bila kata-kata seseorang

tidak cocok dengan nada bicara, gerak-gerik, atau nonverbal, kebenaran

emosional terletak pada bagaimana seseorang mengatakan sesuatu

bukannya pada apa yang dikatakannya. Empati dalam hubungannya

dengan kecerdasan emosional merupakan suatu komponen yang sangat

penting. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri semakin terbuka

seseorang terhadap emosinya, maka semakin terampil juga seseorang

membaca perasaan orang lain. Jadi, empati membutuhkan pembedaan

antara emosi dan keinginan pribadi dengan emosi dan keinginan orang

lain. Perasaan orang lain, yaitu ketika seseorang dapat berempati, maka

harus memahami dan menginterprestasikan perasaan orang lain. Ketepatan

dalam berempati sangat dipengaruhi kemampuan seseorang dalam

menginterprestsikan informasi yang diberikan orang lain mengenai situasi

internalnya yang dapat diketahui melalui perilaku dan sikap-sikap mereka.

Seseorang menginterprestasikan orang lain bahagia, cemas, sedih marah

atau bosan melalui ekspresi wajah yang tampak, seperti tersenyum,

menyeringai, cemberut. Selain itu sikap badan, suara dan gerak isyarat

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

13

juga dapat dijadikan petunjuk penting suasana hati yang sedang dialami

seseorang.

Pada dasarnya setiap anak sudah memiliki kepekaan (empati) pada

dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

mengasahnya. Dengan demikian. Oleh karena itu, orangtua ataupun guru

sangat dianjurkan untuk menanamkan sifat empati kepada anak. Bibit

empati sebenarnya sudah terlihat sejak si bayi lahir. Orangtua mungkin

pernah melihat dua orang bayi di dalam satu ruangan. Ketika salah satunya

mulai menangis, bayi yang lain seolah-olah terdorong untuk bereaksi

sama. Ini menunjukkan empati, meski masih dalam bentuk yang paling

dasar. Anak mampu berbagi emosi dengan orang lain. Saat menjelang usia

satu tahun bentuk empati itu semakin nyata (Eisenberg, 2002).

Selanjutnya Eisenberg (2002) menyatakan bahwa tiadanya

attunement (penyesuaian diri) dalam jangka panjang antara orangtua dan

anak akan menimbulkan kerugian emosional yang sangat besar bagi si

anak. Apabila orangtua terus menerus gagal memperlihatkan empati apa

pun dalam bentuk emosi tertentu (kebahagiaan, kesedihan, kebutuhan

membelai) pada anak, anak akan mulai menghindar untuk

mengungkapkannya. Selanjutnya Eisenberg (2002) juga menyatakan

empati penting bagi individu, karena dengan empati seseorang dapat:

a) Menyesuaikan diri

Empati mempermudah proses adaptasi karena ada kesadaran dalam

diri bahwa sudut pandang setiap orang berbeda. Orang yang memiliki rasa

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

14

empati yang baik, maka penyesuaian dirinya akan dimanifestasikan dalam

sifat optimis dan fleksibel.

b) Mempercepat hubungan dengan orang lain

Jika setiap orang berusaha untuk berempati, maka setiap individu

akan mudah untuk merasa diterima dan dipahami oleh orang lain.

c) Meningkatkan harga diri

Empati dapat meningkatkan harga diri seseorang. Dimulai dari

peran empati dalam hubungan sosial. Hubungan sosial merupakan media

berkreasai dan menyatakan identitas diri.

d) Meningkatkan pemahaman diri

Kemampuan memahami perasan orang lain dan menunjukkannya

cara berkomunikasi tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan orang

lain, menyebabkan seorang individu sadar bahwa orang lain dapat

melakukan penilaian berdasarkan perilakunya. Hal itu menyebabkan

individu lebih sadar dan memperhatikan pendapat orang lain tentang

dirinya. Melalui proses tersebut akan terbentuk pemahaman diri yang

terjadi dengan perbandingan sosial yang dilakukan dengan

membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Disisi lain Carl Rogers (1975, dalam Cotton, 2001) pentingnya

empati dalam pembelajaran, empati menjadi terbukti bagian penting juga

dalam proses belajar mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif,

orang perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar memerlukan

empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

15

belajar dan memperoleh pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami

perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, motif-motif dan orientasi tindakan

muridnya akan sulit untuk membantu dan memfasilitasi kegiatan belajar

murid-muridnya.

Berdasarkan pengertian empati diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa empati adalah keadaan seseorang memahami perasaan orang lain

yang seolah-olah dialami individu itu sendiri yang berasal dari keadaan

atau kondisi emosi orang lain yang mirip dengan keadaan atau emosi

orang tersebut.

2.1.2 Aspek-aspek Kemampuan Empati

Menurut Eisenberg (2002), bahwa dalam proses individu berempati

melibatkan aspek afektif dan kognitif. Aspek afekif merupakan

kecenderungan seseorang untuk mengalami perasaan emosional orang lain

yaitu ikut merasakan ketika orang lain merasa sedih, menangis, terluka,

menderita bahkan disakiti, sedangkan aspek kognitif dalam empati

difokuskan pada proses intelektual untuk memahami perspektif orang lain

dengan tepat dan menerima pandangan mereka, misalnya membayangkan

perasaan orang lain ketika marah, kecewa, senang, memahami keadaan

orang lain dari; cara berbicara, dari raut wajah, cara pandang dalam

berpendapat.

2.1.3 Menumbuhkan Kemampuan Empati

Usaha untuk menumbuhkan empati menurut Eisenberg (2002) :

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

16

1. Menceritakan apa dan mengapa perasaan orang. Empati dapat

ditumbuhkan dengan menceritakan apa dan mengapa seseorang

mengalami sesuatu. Seseorang akan lebih mudah turut merasa dengan

orang lain kalau orang itu mempunyai informasi tentang apa yang

dirasakan orang itu (what the person feels). Selanjutnya, orang akan lebih

bersedia untuk berempati kalau ia mengerti mengapa orang itu merasa

seperti yang dirasakannya (why he feels as he does). Informasi yang paling

efektif untuk membangkitkan empati adalah informasi mengenai apa yang

sedang diperjuangkan orang itu dan apa perjuangannya untuk mencapai

tujuannya.

2. Menyatakan kesenangan, pujian, atau penghargaan. Selanjutnya, orangtua,

pendidik lainnya, atau guru perlu menopang kesediaan anak untuk

berempati dengan menyatakan kesenangan, pujian, atau penghargaan

mereka atas empati yang ditunjukkannya.

3. Menunjukkan akibat dari perbuatan anak terhadap perasaan orang lain.

Orangtua yang secara konsisten bereaksi terhadap perbuatan negatif

anaknya dengan menunjukkan pada perasaan yang telah ditimbulkannya

pada orang tersebut, cenderung memunyai anak yang lebih sanggup

memahami sudut pandang orang lain, lebih empatik, dan lebih bersedia

berbuat baik.

4. Dorongan pada anak untuk berbuat baik akan datang dari diri anak itu

sendiri. Di sini, empati akan bertindak sebagai pencetus untuk disiplin diri.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

17

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan empati menurut Eisenberg

(2002) upaya-upaya tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Menyadari sepenuhnya emosi, semakin terbuka seseorang terhadap

emosinya maka akan semakin ia membaca perasaan seseorang.

b. Belajar mendengar pendapat orang lain, memberikan kesempatan kepada

orang lain untuk menyelesaikan apa yang dikatakannya kemudian

mengajukan pertanyaan sebelum memberikan penilaian.

c. Memperhatikan orang lain di jalan, di restoran dan di bus dan mencoba

memahami perasaannya melalui raut mukanya.

d. Menilai orang lain tidak hanya didasarkan pada tampak luar saja.

Mengetahui sikap dasar seseorang, melalui pembicaraan dan tanya jawab

yang menarik.

e. Melihat film pendek di televisi dan mencoba memperkirakan pokok

persoalan yang dibicarakan. Untuk itu setiap diri perlu menempatkan diri

dalam adegan itu.

f. Role Play atau bermain peran. Teknik bermain peran dinilai sebagai teknik

yang efektif dan akan membantu seeorang membentuk pemahaman yang

lebih dalam.

g. Menganalisis perbedaan dalam suatu pembicaraan yang bertentangan

dengan pendapat yang kita sampaikan.

h. Bertanya pada diri sendiri mengapa dalam situasi tertentu memberikan

reaksi tertentu untuk mengetahui latar belakang tingkah laku sendiri, akan

mudah untuk menempatkan diri dalam kedudukan orang lain.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

18

i. Mencari sebab-sebab dalam diri sendiri ketika tidak menyukai seseorang.

j. Mencoba mencari sebanyak mungkin keterangan tentang seseorang

sebelum melakukan penilaian terhadap orang itu. Jika kita mengetahui

mengapa seseorang mempunyai tingkah laku tertentu, maka kita akan

dapat menilainya dengan lebih tepat dan bagaimanana sikap kita

terhadapnya akan menjadi lebih sesuai.

k. Mengingat setiap orang dipengaruhi oleh perasaan dan perilakunya.

Berdasarkan uraian tentang upaya menumbuhkan dan

mengembangkan empati yang dikemukakan oleh Eisenberg (2002) pada

intinya harus dapat memahami perasaan orang lain dalam keadaan senang

maupun sedih.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Empati

Menurut baumrind (dalam Edwards, 2002) faktor yang

mempengaruhi pola asuh salah satunya adalah pola asuh orangtua, pola

asuh orangtua dijelaskan dalam empat tipe pola asuh, antara lain :

Pola Asuh orangtua

Pola asuh authoritatif adalah pola asuh yang memprioritaskan

kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.

Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari

tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga

bersikap realistik terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang

berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

19

memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu

tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Dampak pola asuh authoritatif akan menghasilkan karakteristik

anak - anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan

baik dengan teman, mampu menghadapi permasalahan, mempunyai minat

terhadap hal-hal baru serta koperatif dan peduli terhadap orang lain serta

mempunyai komunikasi yang efektif, empati terhadap sesama yang tinggi,

penerimaan sosial terhadap anak dan menumbuh kembangkan rasa percaya

diri pada anak.

Berikutnya pola asuh otoriter, pola asuh ini cenderung menetapkan

standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-

ancaman. Orangtua tipe ini cenderung memaksa, memerintah,

menghukum. Orangtua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam

komunikasi dan biasanya hanya bersifat satu arah.

Dampak pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak

yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka

melanggar norma, kurang peduli dengan lingkungan sekitar,

berkepribadian lemah, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya

sehingga anak dengan pola asuh otoriter kemampuan berempati terhadap

sesama kurang.

Selanjutnya pola asuh permisif, pola asuh ini memberikan

pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya

untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orangtua

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

20

cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak sedang

berada dalam situasi yang salah, dan sangat sedikit bimbingan yang

diberikan oleh mereka. Namun orangtua tipe ini biasanya bersifat hangat,

sehingga seringkali disukai oleh anak.

Dampak pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-

anak yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang

sendiri, kurang percaya diri, kurang matang secara social dan kurang

menghargai orang lain. Hal itulah yang membuat anak cenderung sulit

berempati terhadap orang lain.

Dari pola asuh authoritatif, otoriter, dan permisif, yang paling baik

untuk mengajarkan dan menumbuhkan empati pada anak adalah tipe pola

asuh demokratis.

Eisenberg (2002) menambahkanbeberapa faktor yang

mempengaruhi proses perkembangan empati pada diri seseorang yaitu :

A. Kebutuhan

Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi akan

mempunyai tingkat empati dan nilai prososial yang rendah, sedangkan

individu yang memiliki kebutuhan afiliasi yang rendah akan mempunyai

tingkat empati yang tinggi.

B. Jenis Kelamin

Perempuan mempunyai tingkat empati yang lebih tinggi daripada

laki-laki. Persepsi ini didasarkan ada kepercayaan bahwa perempuan lebih

nurturance (bersifat memelihara) dan lebih berorientasi interpersonal

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

21

dibandingkan laki-laki. Untuk respon empati, mendapatkan hasil bahwa

anak perempuan lebih empatik dalam merespon secara verbal keadaan

distress orang lain. Empati adalah merupakan ciri khas dari wanita yang

lebih peka terhadap emosi orang lain dan bisa lebih mengungkapkan

emosinya dibandingkan laki-laki (Koestner, 1990).

Kemampuan berempati akan semakin bertambah dengan

meningkatnya usia. Selanjutnya Koestner (1990) menyatakan bahwa

semakin tua usia seseorang semakin baik kemampuan empatinya

dikarenakan bertambahnya pemahaman perspektif.

C. Derajat Kematangan Psikis

Empati juga dipengaruhi oleh derajat kematangan. Yang dimaksud

dengan derajat kematangan dalam hal ini adalah besarnya kemampuan

seseorang dalam memandang, menempatkan diri pada perasaan orang lain

serta melihat kenyataan dengan empati secara proporsional. Derajat

kematangan seseorang akan sangat mempengaruhi kemampuan empatinya

terhadap orang lain. Seseorang dengan derajat kematangan yang baik akan

mampu untuk menampilkan empati yang tinggi pula.

D. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses melatih kepekaan diri terhadap

rangsangan sosial yang berhubungan dengan empati dan sesuai dengan

norma, nilai atau harapan sosial. Sosialisasi memungkinkan seseorang

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

22

dapat mengalami empati artinya mengarahkan seseorang untuk melihat

keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain.

Sosialisasi menjadi dasar penting dalam berempati karena dapat

melahirkan sikap empati pada anak, kepekaan sosial juga berpengaruh

pada perkembangan empati anak terhadap lingkungan.

2.2 Pola Asuh Orangtua

2.2.1 Pengertian Pola Asuh

Pola asuh menurut Meichati (1983) adalah perlakuan orangtua

dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan dan

pendidikan anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh merupakan

pengaruh paling besar dalam kehidupan anak. Apa yang terjadi pada anak

di masa mendatang dipengaruhi oleh pola asuh Orangtua di masa lalu. Jadi

dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan pola asuh terhadap anak,

Orangtua tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik anak namun juga harus

memenuhi kebutuhan psikis anak.

Baumrind dalam Patricia (2011) mendefinisikan bahwa pola asuh

adalah kumpulan dari sikap, praktek dan ekspresi nonverbal orangtua yang

bercirikan kaalamian dari interaksi orangtua kepada anak sepanjang situasi

yang berkembang. Baumrind juga berpendapat bahwa pola asuh didasarkan

pada dua aspek pengasuhan yang sangat penting. Pertama adalah respon

orangtua yang mengacu pada tingkat orangtua merespon kebutuhan anak,

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

23

kedua adalah harapan orangtua yang mengacu pada sejauh mana orangtua

mengharapkan perilaku yang lebih matang dan bertanggung jawab dari

seorang anak.

Dari pengertian tersebut maka diketahui bahwa, pola asuh orangtua

adalah hubungan orangtua dan anak dalam mengadakan kegiatan

pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik dan membimbing

anak untuk mencapai kedewasaan sesuai norma-norma yang ada dalam

masyarakat.

2.2.2 Macam-macam Pola Asuh Orangtua

Baumrind dalam Yusuf (2002) menjelaskan bahwa ada empat pola

asuh orangtua dan dampaknya pada anak, dari keempat perlakuan hanya

tiga yang dilaporkan Baumrind, untuk memperoleh kejelasan tentang

gambaran hasil penelitian tersebut, dapat disimak dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Tipe Pola Asuh Orangtua

Pola asuh Perilaku orangtua Profil perilaku anak

1. Authortarian 1. Accaptance rendah namun

kontrol tinggi

2. Suka menghukum secara fisik

3. Bersikap mengkomando

4. Kaku

5. Emosional dan bersikap

menolak

1. Mudah tersinggng

2. Penakut

3. Pemurung

4. Mudah terpengaruh

5. Mudah stres

6. Tidak punya arah masa

depan

2. Permissive 1. Accaptance tinggi namun

kontrol rendah

2. Memberi kebebasan kepada

anak untuk menyatakan

dorongannya

1. Agresif dan impulsif

2. Suka memberontak

kurang percaya diri

3. Suka mendominasi

4. Prestasi rendah

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

24

3. Authoritative 1. Accaptance tinggi dan kontrol

tinggi

2. Kasih sayang dan cinta yang

tinggi

3. Responsif terhadap

kebutuhan anak

4. Memberikan penjelasan

tentang dampak perbuatan

yang baik dan buruk

5. Mendorong anak untuk

menyatakan pendapat

1. Bersahabat

2. Memiliki rasa percaya

diri

3. Mampu mengendalikan

diri

4. Sopan

5. Mau bekerja sama

6. Orientasi tujuan jelas

Menurut Baumrind dalam Yusuf (2002) pola asuh authoritative

menunjukkan dampak yang lebih dan cenderung tidak menunjukkan

perilaku kekacauan atau nakal. Pola asuh yang menunjukkan kasih sayang

mempunyai kontribusi kepada pengembangan kepribadian anak yang sehat.

2.2.3 Aspek-Aspek dalam Pola Asuh Orangtua

Menurut Baumrind dalam Edwards (2006) ada empat aspek yang

terkandung dalam pola asuh orangtua yaitu strickness, supervision,

acceptance, dan involment.

1. Strickness adalah ketaatan orangtua dalam membuat banyak peraturan

untuk mengatur perilaku anak.

2. Supervision adalah pengawasan orangtua terhadap perilaku dan

aktivitas anak.

3. Acceptance adalah penerimaan orangtua teradap perilaku anak.

4. Involment adalah keterlibatan orangtua dalam kehidupan anak.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

25

Lebih jelasnya hubungan antara ketaatan orangtua, pengawasan

orangtua, penerimaan orangtua dan keterlibatan orangtua dijelaskan pada

tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Aspek-aspek Pola Asuh Orangtua

Penerimaan dan Keterlibatan

Tinggi Rendah

Ketaatan dan

Pengawasan

Tinggi Pola Asuh

Demokratis

Pola Asuh

Otoriter

Rendah Pola Asuh

Permisif

Pola Asuh

Neglacfull

Pola asuh demokratis dikenal dengan sebutan trinitas demokratis

yaitu hangat, terbuka serta bebas terkendali. Seperti pada tabel 2.2 pola

asuh demokratis terjadi pada tingkat penerimaan dan keterlibatan yang

tinggi dan juga tingkat ketetatan serta pengawasan yang tinggi, termasuk

didalamnya terdapat kehangatan, keterbukaan dan dibentuknya kebebasan

yang terkendali dalam saling bertukar pendapat. Pola asuh otoriter terjadi

karena adanya keketatan dan tingkat kontrol yang tinggi tanpa adanya

kehangatan serta keterlibatan didalamnya, sehingga tingkat penerimaan

rendah dikarenakan tidak adanya kterbukaan dalam komunikasi antar

orangtua dengan anak. Pola asuh permisif terjadi saat tingkat penerimaan

dan kasih sayang serta keterlibatan tinggi sehingga tingkat keketatan dan

tingkat pengawasan tergolong rendah. Pola asuh neglactfull atau

penelantar memiliki tingkat keterlibatan dan penerimaan yang sangat

rendah serta tingkat keketatan dan pengawasan yang rendah.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

26

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua

Menurut Baumrind dalam Edwards (2006) ada dua faktor yang

mempengaruhi pola asuh orangtua.

a. Ketegangan

Ketegangan menyebabkan ketidak konsistenan dalam mengasuh

anak. Menyebabkan pola asuh Orangtua berbeda dri waktu ke

waktu

b. Cara Orangtua dibesarkan

Para Orangtua cenderung membesarkan anak anak mereka dengan

cara yang sama dengan waktu mereka dibesarkan.

2.3 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian orang lain yang

relevan dijadikan titik tolak penelitian dalam mencoba melakukan

pengulangan, merevisi, memodifikasi dan sebagainya. Penelitian yang

relevan dengan penulis yaitu antara lain penelitian oleh

Berdasarkan penelitian Hudiyah (2010), tentang hubungan antara

pola asuh authoritatif dengan empati pada anak,diketemukan koefisien

korelasi (r) sebesar 0,510 dengan p = 0,000 (p<0,01), yang artinya terdapat

hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh authoritatif

dengan empati pada anak.

Hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Lestari (2011), tentang hubungan pola asuh orangtua

authoritaitf dengan empati pada anak TK Aisyiyah Bustanul Athfal 24

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

27

Malang, berdasarkan analisis data pola asuh orangtua authoritatif dan

empati menggunakan korelasi Spearman Rho (SPSS seri15) ditemukan

hasil P-value = 0,815 lebih besar dari P > 0,05 dan analisis korelasi

spearman rho yaitu rs = 0,028. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara pola asuh authoritatif dengan empati anak

di sekolah.

Hasil penelitian Palwo (2003) tentang hubungan pola asuh

orangtua, harga diri, agresivitas siswa “SMU Alternatif” dikota Semarang

diperoleh korelasi rxy=212**, yang artinya tipe pola asuh 3 (demokratis)

terjadi korelasi antara pola asuh orangtua, harga diri, dan agresivitas.

Mengkaji dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, maka

dapat dilihat dengan pola asuh orangtua yang berbeda-beda pada anak

dapat menghasilkan empati yang berbeda-beda pula. Hal tersebut

ditujukan pada sikap hubungan sosial anak di lingkungannya.

2.4 Kerangka Berfikir

Pola asuh masing masing orangtua mempunyai pengaruh tersendiri

terhadap kepribadian anak. Produk dari pola asuh masing-masing orangtua

menunjukkan kepekaan perasaan yang berbeda. Pola asuh yang lebih

menunjukkan kasih sayang kepada anak, secara langsung melatih anak

untuk peka terhadap perasaan orang lain. Lebih jauh kepekaan perasaan

disini adalah empati, empati tumbuh melalui cara membesarkan anak

dengan kepedulian dan kasih sayang.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empatirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1805/3/T1_132008018_BAB II.pdf · dirinya, tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua

28

Empati mempunyai peran yang penting dalam kehidupan sosial,

tanpa kepekaan empati orang akan menjadi kikuk sosial, entah akibat salah

menafsirkan perasaan orang lain atau mati rasanya perasaan seseorang

akibat rusaknya suatu. Salah satu wujud kurangnya empati adalah ketika

kita cenderung menyamaratakan orang lain bukannya memandangnya

sebagai individu yang unik.

Pembentukan empati memang tidak lepas dari pengaruh peranan

pola asuh orangtua, orangtua merupakan pihak yang memiliki peranan

dalam mengatur dan mendidik anak agar tumbuh kembang dengan baik.

Penalarannya adalah ada hubungan yang signifikan antara pola

asuh dengan empati. Asumsinya pola asuh yang menunjukkan kasih

sayang yang tinggi yaitu pola asuh authoritatif menumbuhkan empati yang

tinggi, sedangkan pola asuh yang kadar kasih sayangnya kurang tinggi

yaitu pola asuh otoriter dan permisif, empati yang di miliki oleh anak

tergolong sedang bahkan rendah.

2.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian teori diatas maka dapat diajukan hipotesis yaitu

ada hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh authoritatif dengan

empati.