pbl komunikasi & empati - copy (3)

19
Komunikasi dan Empati Dokter terhadap Pasien Andrew Logan F1 – 102012289 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Semester 1

Upload: andrew-logan-juanda

Post on 24-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Komunikasi dan Empati Dokter terhadap Pasien

Andrew LoganF1 102012289

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Semester 1Alamat : Jalan Perunggu No.44, Cempaka Putih, Jakarta Pusat 10640Email : [email protected]

Jakarta 2012

PendahuluanDewasa ini, globalisasi dan perkembangan teknologi berkembang cepat dalam setiap bidang, termasuk di bidang kedokteran. Namun dengan berkembangnya globalisasi tersebut, seringkali dalam hubungan dokter-pasien, komunikasi dan empati sering terabaikan. Padahal dalam hubungan antara dokter dengan pasien, diperlukan adanya komunikasi dan empati yang mendalam. Dokter tidak bisa memberikan pengobatan yang maksimal kepada pasien ataupun membuatnya nyaman, tanpa berkomunikasi dengan cara yang benar. Misalnya, tanpa melakukan anamnesis, dokter tidak dapat mendiagnosis pasien, memberikan prognosis, ataupun menentukan terapi pengobatannya. Oleh karena hal itulah, pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba membahas komunikasi dan empati dokter terhadap pasien.

PembahasanAnalisa transaksionalAnalisa transaksional diperkenalkan oleh Eric Berne, seorang psikiater dan psiko-analisis, pada tahun 1961. Analisa transaksional menurut Eric Berne adalah suatu pendekatan untuk menganalisis dan mengubah hubungan pengaruh antar individu, yang menekankan interaksi kedua pihak dan kesadaran diri sendiri melalui pengaturan dan pengekspresian diri.1 Analisa transaksional menganalisa pasien melalui lima tahap, yaitu analisis struktural, analisis transaksional yang pantas, analisis permainan, analisis tulisan, dan kontrol sosial.2 Analisa transaksional menentukan ego dominan yang sedang berlangsung dalam diri seseorang. Di dalam diri manusia, terdapat tiga ego atau oknum, yaitu :1. Orangtua, yaitu tahap menyerupai figur orangtua.2 Pada oknum ego ini, individu berperasaan dan bertindak seperti yang dilakukan oleh orangtua. Di dalam oknum ini terdapat proteksi, kritik, bimbingan, dan arahan bagaimana melakukan sesuatu. Jika oknum ini terlalu dominan, maka seseorang akan menjadi sangat kritikal, sok tahu, mau menang sendiri, dan tidak mau dikritik oleh orang lain.2. Dewasa, yaitu masa kedewasaan dan kematangan dimana seseorang menghadapi dan menghargai otonomi, serta menghadapi dunia apa adanya.2 Seseorang yang menampilkan oknum dewasa, akan mengolah suatu persoalan berdasarkan data, analisa, dan logika. Di dalam oknum ini juga terdapat pengambilan keputusan dan bio-komputer. Oknum ini berorientasi pada realita / kenyataan, memberi keterangan yang diperlukan, menganalisa situasi, membandingkan berbagai alternatif penyelesaian, dan percaya diri sendiri. Namun jika seseorang menampilkan oknum ini terlalu dominan, maka ia akan terlalu rasional, dimana dalam pergaulan menjadi seseorang yang tidak menyenangkan. Ia tidak mempunyai banyak teman, tidak bisa bergembira karena selalu menggunakan otaknya. 3. Kanak-kanak, yaitu masa menyerupai seorang anak, dimana terdapat perilaku kekanakan di dalam diri seseorang. Oknum kanak-kanak ini terdapat berbagai aspek yang menonjol, yaitu perasaan, emosi, intuisi-fantasi, dan merespons sesuai petunjuk yang diberikan oleh orang lain. Namun, jika oknum ini yang paling dominan, maka seseorang akan bermain-main saja dan tidak bisa serius.Analisa transaksional dipandang sangat baik dan cocok dalam pertemuan sosial (transaksional), yaitu pertemuan dua atau lebih individu.2 Individu pertama memberikan stimulus transaksional, dan individu yang menjadi lawan bicara merespon dengan respon transaksional.2 Transaksi terbagi menjadi 3 jenis, yaitu complementary transaction, crossed transaction, dan ulterior transaction.Complementary transaction merupakan komunikasi yang paling sehat dimana ada pesan yang dikirim dari suatu oknum ego, dan respon yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan. Crossed transaction terjadi ketika respon transaksi tidak sesuai dengan yang diharapkan agen pembicara, sehingga akan terjadi perselisihan, terdapat kemarahan, rasa bersalah, keributan, menghindar, dll. Ulterior transaction adalah komunikasi yang terdapat makna tersembunyi di dalam komunikasi yang diberikan dan orang lain dapat menerima dan mengerti apa yang disampaikan. Transaksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan isyarat ketika berbicara sehingga lawan bicara dapat mengerti makna tersembunyi yang dimaksudkan.Analisa transaksional sebaiknya diterapkan dan digunakan dalam kehidupan setiap orang. Dengan analisa transaksional, maka seseorang dapat belajar mempercayai, berpikir matang, mengambil keputusan sendiri secara mandiri, dan mengekspresikan perasaannya dengan baik. Tujuan diterapkannya analisa transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan menghadapi dan mengatur situasi yang terdalam dalam interaksi di kehidupan nyata.1Unsur komunikasi dokter-pasienDi dalam komunikasi antara dokter dengan pasien, terdapat unsur-unsur yang esensial, yaitu manusiawi, empati, simpati, dan antipati.Manusiawi. Di dalam era kemajuan teknologi kedokteran yang berlangsung dengan cepat ini, timbul sebuah masalah dimana hubungan dokter-pasien sering tidak terjalin dengan baik. Dokter sering memperlakukan pasien secara tidak manusiawi. Hal ini dapat terjadi mungkin karena dokter tersebut telah kecapaian, mengalami suatu masalah, terdesak waktu, atau hal lainnya yang membuat dokter tersebut memperlakukan pasien secara tidak manusiawi. Jika dokter tidak memperlakukan pasien secara manusiawi, maka hal ini akan merusak hubungan dokter-pasien. Seorang dokter harus memiliki sikap atau unsur manusiawi. Di dalam unsur manusiawi ini, seorang dokter harus bertingkah laku atau bersikap sebagai berikut. Menerima orang lain sebagaimana adanya. Seorang dokter tidak boleh menolak keberadaan pasien karena tidak sesuai dengan harapan dokter. Dokter harus menerima kelebihan dan kekurangan setiap pasien. Memandang pasien sama rata atau secara adil, tanpa memandang identitas, status sosial, ataupun materi yang dimiliki pasien. Menghargai perbedaan pendapat pasien. Jika pasien memiliki pendapat berbeda yang ia pegang kukuh, maka dokter harus menghargainya dan tidak memaksakan kehendaknya. Namun dokter boleh melakukan persuasi terhadap pasien dengan cara yang halus. Tidak berprasangka / bersikap apriori terhadap pasien. Tidak menghakimi pasien. Sebagai seorang dokter tidak boleh sok tahu akan diri pasien, apalagi menghakiminya.Empati. Empati adalah suatu respon yang menyadari dan memahami perasaan pasien, serta tidak mencelanya.3 Namun empati adalah sebuah pengertian, berbeda dengan simpati emosional.3 Penerapan empati dapat memperkuat dan mempererat hubungan dokter dengan pasien, serta menjadikan anamnesis atau wawancara berjalan dengan lancar.3 Jika dokter melakukan anamnesis secara benar dan lengkap, maka dokter akan timbul rasa empati terhadap penderitaan pasien.4 Seorang dokter harus memiliki sifat empati ini, dimana dokter harus memahami, menghayati, dan mampu menempatkan diri di tempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran, perasaan, keinginan, perilaku, kondisi mental, dan kondisi fisiknya. Di dalam melakukan empati, diperlukan tiga kemampuan sebagai berikut.1. Kemampuan kognitif, yaitu dimana dokter mampu mengerti akan kebutuhan pasien.2. Kemampuan afektif, yaitu dimana dokter memiliki kepekaan akan perasaan pasien.3. Kemampuan perilaku, yaitu dimana dokter mampu mengungkapkan / memperlihatkan empatinya kepada pasien.Keterampilan seorang dokter untuk berempati bukanlah hanya bermanis mulut kepada pasien, melainkan harus mendengarkan secara aktif, responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan pasien, serta berusaha memberikan pertolongan sebisa mungkin pada pasien. Empati haruslah dimulai dari diri sendiri.Dengan empati, maka kita dapat meningkatkan pertumbuhan kerohanian pasien, dan menolong pasien untuk menjadi lebih kuat, mandiri, dan mampu melihat realitas yang dihadapi. Dengan empati pasien juga mendapat kepastian bahwa masalah yang ia hadapi adalah masalah umum dan sudah diketahui penyebabnya, dimana gejalanya tidak berbahaya bila cepat diterapi, metode perawatannya pun sudah tersedia, masalahnya bisa dipecahkan, dan hal-hal yang buruk dapat terjadi jika tidak mengikuti terapi yang diberikan.Simpati. Simpati berbeda dengan empati. Simpati berasal dari bahasa Yunani, yaitu syn, yang artinya bersama, dan pathos, yang artinya perasaan. Jadi, simpati artinya adalah ikut larut dalam perasaan orang lain sehingga memiliki emosi dan perasaan yang sama dengan orang lain. Simpati biasanya didahului oleh empati yang dilanjutkan dengan terlarut di dalam perasaan atau penderitaan orang lain, sedangkan empati hanya terbatas pada pengertian dan pemahaman saja. Di sinilah letak perbedaannya. Misalnya ketika pasien menceritakan penyelewengan suaminya sambil menangis. Jika dokter berempati, maka dokter memahami dan mengerti akan keadaan pasien dengan baik, dan mendukungnya dengan memberi solusi. Namun jika dokter bersimpati, maka dokter akan terlarut dalam perasaan pasien, ikut menangis, tidak dapat berpikir jernih, atau bahkan bisa menghakimi dan membenci suami dari pasien tersebut.Dokter dalam menghadapi pasien harus memiliki empati, bukan simpati. Jika dokter bersimpati terhadap pasien, maka dokter akan terlarut dalam perasaan dan penderitaan pasien, terpengaruh pikiran dan emosinya, tidak berpikir jernih, menambah beban pikiran dokter, dll. Oleh karena itu, sikap simpati ini harus dihindarkan oleh dokter dalam menghadapi pasien.Antipati. Antipati berasal dari bahasa Yunani, yaitu anti, yang artinya berlawanan atau bertentangan, dan pathos, yang artinya perasaan. Jadi antipati adalah lawannya simpati. Antipati merupakan penolakan terhadap suatu pandangan tertentu. Ketika pasien mengemukakan perasaannya, pendapatnya, ataupun pandangannya, dokter menolak pandangan pasien tersebut dengan alasan tertentu. Misalnya ketika pasien berkata bahwa penyelasaian masalahnya adalah bunuh diri, maka dokter dengan tegas menolak pandangan pasien dan memberikan pendapatnya sendiri.Informasi efektifDokter dalam menghadapi pasien harus dapat menyampaikan informasi secara efektif dan benar, karena komunikasi adalah masalah hidup mati pasien. Jika informasi yang diberikan tidak diterima oleh pasien dengan benar, maka akan terjadi permasalahan yang gawat. Selalu terdapat kemungkinan bahwa pasien akan tidak mendengar, mengerti, ataupun setuju dengan pesan yang disampaikan oleh dokter. Oleh karena itu, dokter harus mampu berkomunikasi efektif untuk dapat menyampaikan informasi efektif. Informasi efektif ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain sebagai berikut. Kredibilitas. Kredibilitas terdiri dari dua unsur, yaitu expertise (ahli/pakar) dan trushworthiness. Expertise, yaitu dimana komunikate meyakini bahwa komunikator memang seorang ahli atau pakar di dalam bidang atau topik yang sedang dibicarakan. Trushworthiness, yaitu dimana komunikate memiliki kesan mengenai watak komunikator. Komunikator tersebut dinilai jujur, tulus, bermoral, atau malah sebaliknya. Selain dua unsur tadi, Koehler, Annatol, dan Appelbaum menambahkan 4 lagi komponen kredibilitas: 51. Dinamisme, yaitu berkaitan dengan cara seseorang berkomunikasi, apakah ia tegas, berani, bergairah, dan aktif 52. Sosiabilitas, yaitu dimana komunikate mendapat kesan bahwa komunikator adalah orang yang suka bergaul dan menyenangkan 53. Koorientasi, yaitu dimana komunikate mendapat kesan bahwa komunikator mewakili kelompok orang yang disenangi komunikate, yang mewakili nilai-nilai pasien 54. Karisma, yaitu dimana komunikator memiliki kemampuan untuk menarik dan mengendalikan komunikate dengan karisma atau pesona yang dimilikinya. 5 Atraksi. Atraksi dipengaruhi oleh daya tarik fisik dan kesamaan. Komunikator memiliki daya atraksi jika memiliki daya tarik fisik yang mempesona, dan kesamaan dalam situasi dan keadaan, atau yang diinginkan oleh komunikate. Kekuasaan. Menurut Raven (1974) terdapat lima jenis sumber kekuasaan, yaitu: 61. Kekuasaan ganjaran. Target taat kepada agen karena ia yakin bahwa ia akan mendapatkan ganjaran atau akibat yang diperoleh jika tidak menuruti agen. 62. Kekuasaan koersif. Target taat kepada agen agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini akan didapatnya, dan karena adanya tuntutan. 63. Kekuasaan resmi. Target taat kepada agen karena target meyakini bahwa agen mempunyai hak kekuasaan untuk membuat suatu ketentuan atau peraturan dan target wajib melakukannya. 64. Kekuasaan keahlian. Target taat kepada agen karena ia percaya bahwa agen memiliki keahlian atau adalah seorang pakar di bidang yang sedang dibicarakan. 65. Kekuasaan rujukan. Target taat kepada agen karena ia mengidentifikasikan dirinya dengan agen dan mengharapkan persetujuan dari agen. 6Sebagai dokter yang profesional, maka dokter harus mampu berkomunikasi efektif. Dokter dalam berbicara harus bersifat terapeutis dan menyejukkan, bersifat membangun, dan bersikap positif. Dalam komunikasi yang efektif terdapat dua kegiatan utama, yaitu mendengarkan dan berbicara. Dokter mendengarkan pasien, sehingga pasien akan memberikan informasi mengenai dirinya (mendengarkan efektif), dan setelah itu dokter juga akan berbicara kepada pasien sehingga pasien dapat mendengar dan menerima pesan dengan benar (informasi efektif).Namun, pesan yang diterima oleh pasien dapat disengaja atau tidak disengaja, secara sadar atau tidak sadar, dan secara benar atau menyimpang. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan dokter: Metode KISS, yaitu keep it short and simple. Ketika dokter menyampaikan pesan, gaya bicara dokter harus singkat (tidak bertele-tele), sederhana (memakai bahasa yang dimengerti pasien), dan praktis (mudah dilakukan pasien). Ketika berbicara, suara dokter harus jelas dan tegas. Pasien harus dapat mendengar dokter dengan jelas dan benar sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Ekspresi wajah dokter juga harus simpatik, tidak boleh mencela pasien, atau membuat pasien merasa kecewa, terganggu, sedih, kesal, dll. Dokter juga harus menatap mata pasien ketika berbicara ataupun ketika mendengar pasien berbicara. Emosi dokter juga harus dikendalikan dengan baik, tidak boleh membentak pasien. Mampu memperhatikan dan memahami perilaku non-verbal dirinya dan pasien. Perilaku non-verbal memegang porsi yang besar dalam mengungkapkan perasaan diri seseorang yang sebenarnya. Ketika memberikan pesan, dokter harus memberikan pesan aku, tidak memberikan pesan kamu. Pesan kamu bersifat kontra produktif dimana tampak bahwa dokter menilai pasien, melukai harga dirinya, dan dapat menimbulkan pertentangan. Sebaliknya, pesan aku sangat efektif karena mengungkapkan perasaan dokter, dapat menunjukkan alasan dokter dan membuat pasien mengerti, serta tidak melukai perasaan pasien.Oleh karena itu, keterampilan memberikan informasi efektif perlu dilakukan. Komunikasi efektif bisa dipelajari dan keterampilan komunikasi dokter harus terus ditingkatkan.Hak dan kewajibanDokter memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51, hak dan kewajiban dokter adalah sebagai berikut.Hak dokter :1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur.2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur.3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.4. Menerima imbalan jasa.Kewajiban dokter :1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis.2. Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang mempunyai kemampuan lebih baik.3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia.4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang mampu melakukannya.5. Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.Selain dokter, pasien juga memiliki hak dan kewajibannya sebagai seorang pasien yang berobat di rumah sakit ataupun lembaga penyedia kesehatan lainnya. Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53, hak dan kewajiban pasien adalah sebagai berikut.Hak pasien :1. Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang akan dilakukan dokter.2. Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion).3. Mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan.4. Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada keraguan.5. Bisa mendapat informasi rekam medis.Kewajiban pasien :1. Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah kesehatannya.2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.Dalam menjalankan praktik kedokteran, dokter dan pasien harus saling menjalankan dan memenuhi hak dan kewajibannya. Dokter dan pasien harus saling mengerti dan memahami keadaan orang lain. Dokter dan pasien tidak boleh hanya mementingkan haknya dan tidak mau melakukan kewajibannya, ataupun tidak mempedulikan hak orang lain. Jika dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajibannya dengan benar, maka hubungan dokter dengan pasien dapat terjalin dengan baik dan kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.Jenis komunikasiMenurut teori ilmu komunikasi, metode penyampaian informasi atau komunikasi dibagi menjadi dua, yaitu : 71. One way communication atau komunikasi satu arah.7 Pada jenis komunikasi ini, pesan atau informasi disampaikan kepada orang lain melalui satu media dan tidak ada komunikasi pembicaraan.7 Dalam komunikasi satu arah, tidak terdapat pembicaraan yang bersifat timbal balik atau dialog interaktif, dimana salah satu individu tidak mendapat kesempatan untuk berbicara. Jika jenis komunikasi ini dipakai oleh seorang dokter ketika berhadapan dengan pasien, maka tidak terbentuk komunikasi yang efektif dan dokter tidak dapat mengobati pasien dengan benar.2. Two ways communication atau komunikasi dua arah.7 Pada jenis komunikasi ini, pesan atau informasi yang disampaikan dapat langsung diterima oleh orang lain dan terjadi dialog interaktif antara pemberi dan penerima pesan.7 Di dalam praktik kedokteran, dokter harus memakai jenis komunikasi dua arah. Dengan terjadinya dialog interaktif antara dokter dengan pasien, maka kedua pihak akan merasa diuntungkan. Dokter dapat melakukan anamnesis dengan baik, melakukan diagnosis dan memberikan prognosis dengan baik, serta menentukan cara pengobatan yang paling tepat sesuai dengan kondisi kesehatan pasien.

KesimpulanPada skenario yang dibahas, dokter tidak melakukan komunikasi dan empati yang baik. Menurut analisa transaksional, dokter tersebut menampilkan oknum orangtua yang sangat dominan dimana dokter tampak sok tahu akan penyakit yang diderita pasien. Di skenario dikatakan bahwa dokter belum banyak bertanya sudah bisa memastikan diagnosis, prognosis, dan terapi penyakitnya. Pasien di dalam skenario ini juga menampilkan oknum kanak-kanak dimana pasien mudah sekali percaya kepada dokter. Dokter juga tidak menunjukkan sikap empati terhadap pasien karena dokter tidak melakukan anamnesis dengan benar. Jika dokter tidak melakukan anamnesis, dokter tidak dapat mengerti kebutuhan pasien, keluhan yang diderita pasien, dan apa yang diinginkan pasien. Jika dokter tidak dapat mengerti hal-hal tersebut, maka dokter tidak dapat menaruh sifat empati, ataupun simpati. Pada saat dokter menyampaikan informasi mengenai diagnosis, prognosis, dan terapi penyakit kepada pasien, pasien langsung mempercayai dan mengagumi dokter. Hal itu dapat terjadi karena dokter tersebut memiliki kredibilitas, dimana dokter diyakini oleh pasien sebagai seorang yang ahli atau pakar di dalam bidang penyakit yang dideritanya. Pasien juga percaya karena dokter mengatakan bahwa dokter telah banyak menangani kasus yang serupa dengan pasien. Dokter tersebut juga dipercayai dan dikagumi oleh karena karisma yang dimiliki oleh dokter tersebut.Di skenario ini, dokter juga tidak melakukan kewajibannya untuk memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis. Dokter belum melakukan anamnesis dna diagnosis dengan benar, namun sudah dapat memberikan prognosis dan terapi penyakit pasien karena menganggap kasus pasien sama dengan kasus pasien lainnya. Padahal kasus setiap pasien adalah unik, tidak dapat disamakan dengan pasien yang lain. Selain itu, pasien juga tidak mendapat haknya untuk mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan yang dibutuhkan. Belum tentu terapi yang diberikan oleh dokter sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.Dan yang terakhir, dokter tidak melakukan komunikasi dua arah. Pasien tidak diberikan kesempatan untuk memberikan informasi mengenai kondisi kesehatannya, keluhan penyakitnya, atau hal yang diinginkan pasien. Jelas terlihat bahwa dokter melakukan komunikasi satu arah. Dokter merasa sok tahu akan penyakit pasien.

Daftar pustaka1 Roberts, A.R., & Greene, G.J. (2008). Buku Pintar Pekerja Sosial Jilid 1 (hlm. 264). Jakarta: BPK Gunung Mulia2 Naisaban, L. (2004). Para Psikolog Terkemuka Dunia (hlm. 46-47). Jakarta: Grasindo3 Swartz, M.H. (1995). Buku Ajar Diagnostik Fisik (hlm. 12). Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC4 Hardjodisastro, D. (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana Dokter Berpikir dan Bekerja (hlm. 66). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama5 Riswandi. Modul 7 : Psikologi Komunikasi (Fakultas ilmu komunikasi Universitas Mercu Buana). Diunduh pada 9 Oktober, 2012 dari World Wide Web : http://pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/61018-7-690379165158.doc6 Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial: psikologi kelompok dan psikologi terapan (hlm. 45). Jakarta: Balai Pustaka7 Chandra, B. (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas (hlm. 221). Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

2