bab ii kajian pustaka - welcome to lumbung pustaka …eprints.uny.ac.id/9166/3/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Belajar memiliki pengertian yang sangat komplek sehingga para ahli
mengemukakannya dengan beberapa definisi, definisi belajar telah di
kemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
1) Sugihartono, dkk. (2007: 74), menyatakan bahwa belajar sebagai suatu
proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2) Santrock dan Yussen dalam Sugihartono, dkk. (2007: 74), belajar adalah
perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman
3) Reber dalam Sugihartono, dkk. (2007: 74), belajar memiliki dua
pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan
kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif
langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat
4) Purwanto (2009: 38-39) menyatakan bahwa belajar adalah proses dalam
individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan
perubahan dalam perilakunya.
5) Dahar dalam Purwanto (2009: 41), belajar sebagai perubahan tingkah laku
yang dapat diamati melalui kaitan antara stimulus dan respons menurut
prinsip yang mekanistik.
10
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang sangat relatif
permanen atau menetap karena adanya interaksi dengan lingkungan yang
didapatkan secara mekanistik.
Dasar belajar adalah asosiasi antara kesan (impression) dengan dorongan
untuk berbuat (impuls to action). Bower dan Hilgard menyatakan asosiasi itu
menjadi kuat atau lemah dengan terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-
kebiasaan. Mereka juga menyatakan bahwa pengulangan dapat menimbulkan
tingkah laku dengan mengubah respons bersyarat menjadi respons tanpa
syarat (Purwanto, 2009: 41).
Sugihartono, dkk. (2007: 74), menyatakan bahwa tidak semua tingkah laku
dikategorikan sebagai aktivitas belajar, perilaku belajar memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
(a) belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku yang terjadi secara sadar,
(b) perubahan besifat kontinyu dan fungsional, (c) perubahan bersifat positif
dan aktif, (d) perubahan bersifat permanen, (e) perubahan dalam belajar
bertujuan atau terarah, (f) perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.
Masnur Muslich (2008: 75), menuliskan belajar terjadi dengan:
1) membaca sebayak 10 %
2) mendengar sebayak 20 %
3) melihat sebayak 30 %
11
4) melihat dan mendengar sebayak 50 %
5) mengatakan sebayak 70 %
6) mengatakan sambil mengerjakan sebayak 90 %
Masnur Muslich (2008: 75), kemudian melengkapi uraian tersebut dalam
kerucut pengalaman belajar seperti pada Gambar 1. berikut.
Yang diingat: Modus:
10% ………………….. baca Verbal
20% ………………… dengar
30% ……………. lihat Visual
50% …………. lihat dan dengar
70% ………. katakan
90% ……. katakan dan lakukan Berbuat
Gambar 1. Kerucut Pengalaman BelajarSumber: Masnur Muslich (2008: 75)
Pemberdayaan secara optimal dari seluruh indera siswa dalam belajar
dapat menghasilkan kesuksesan dalam belajar. Melalui media pembelajaran,
belajar paling tinggi hanya terjadi sebanyak 50%. Ternyata, siswa yang belajar
dan terlibat langsung dengan suatu kegiatan atau percobaan dianggap sebagai
cara yang terbaik dan bertahan lama dalam ingatan siswa.
b. Hasil Belajar
Hasil belajar siswa merupakan gambaran tingkat pemahaman dan
penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan, yang dapat diketahui
melalui tes dan perubahan sikap yang tampak.
12
Rudy Purwanto (2011: 3) menuliskan pengertian hasil belajar menurut
beberapa ahli, yaitu:
1) Briggs, hasil belajar sering disebut dengan istilah “scholastic
achievement”atau “academic achievement” adalah seluruh kecakapan dan
hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang
dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil
belajar.
2) Menurut Gagne dan Driscoll, hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan
dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance).
3) Gagne dan Briggs, menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan internal (capability) yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan
memungkinkan seseorang itu melakukan sesuatu.
Purwanto (2009: 46), hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa
akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar
mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan.
Nana Sudjana (1992: 22), menyatakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menerima latihan
belajar, tes menjadi penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses
13
belajar telah terjadi dengan melihat perubahan tingkah laku pada diri siswa
akibat dari pengalaman interaksi dengan lingkungannya.
Gronlund dan Lin menyatakan tes hasil belajar kedalam beberapa kategori.
Menurut peranan fungsionalnya dalam pembelajaran, tes hasil belajar dapat
dibagi menjadi empat macam yaitu tes formatif, tes sumatif, tes diagnostik,
dan tes penempatan (Purwanto, 2009: 67-70). Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
(a) tes formatif adalah tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
siswa telah terbentuk setelah mengikuti proses belajar mengajar, tes formatif
dalam praktik pembelajaran dikenal sebagai ulangan harian, (b) tes sumatif
dimaksudkan sebagai tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa
atas sejumlah materi yang disampaikan dalam satuan waktu tertentu seperti
semester, dalam praktik pengajaran tes ini dikenal sebagai ujian akhir
semester, (c) tes diagnostik adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang mengalami masalah dan menelusuri jenis
masalah yang dihadapi, berdasarkan pemahaman mengenai siswa bermasalah
dan masalahnya maka guru dapat mengusahakan pemecahan masalah yang
tepat sesuai dengan masalahnya, (d) tes penempatan (placement test) adalah
pengumpulan data tes hasil belajar yang diperlukan untuk menempatkan siswa
dalam kelompok siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Pengelompokkan
dilakukan agar pemberian layanan pembelajaran dapat dilakukan sesuai
dengan minat dan bakat siswa.
14
Harjanto (2008: 283), menuliskan beberapa prinsip dasar yang harus
diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar tersebut antara lain adalah:
(a) tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan intruksional, (b) mengukur sampel yang
representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan, (c)
mencangkup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan, (d) dirancang
sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Nana Sudjana (2004: 112-113), menuliskan ada tiga sasaran pokok
penilaian, yaitu:
(a) segi tinggkah laku, artinya segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian,
keterampilan siswa sebagai akibat dari proses mengajar dan belajar, (b) segi
isi pendidikan, artinya penguasan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam
proses mengajar-belajar, (c) segi yang menyangkut proses mengajar dan
belajar itu sendiri.
Gagne yang dikutip M. Sobry Sutikno (2003: 69-70), menyebutkan ada
lima macam hasil belajar yaitu:
(a) keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencangkup
belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang
kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh pengajar disekolah,
(b) strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan, belajar, mengingat dan berfikir, (c) informasi verbal, yaitu
15
kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan
mengatur informasi-informasi yang relevan, (d) keterampilan motorik, yaitu
kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinir gerakan-gerakan yang
berhubungan dengan otot, (e) sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang
mempengaruhi tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaan-
kepercayaan, serta faktor-faktor intelektual. Berdasarkan uraian diatas dapat
dikatakan bahwa hasil belajar meliputi keterampilan intelektual, kognitif,
informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap yang kesemuanya diperoleh
melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah.
Benyamin Bloom secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga
ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Dalam
Addison Wesley Longman (2010: 43), menyebutkan untuk ranah kognitif
yang berkenaan dengan hasil belajar terdiri dari enam aspek, yaitu mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Dari ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh
para guru di sekolah karena berkaitan erat dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai bahan pengajaran. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut:
16
Tabel 1. Enam Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-prosesKognitif Terkait
Kategori Proses Proses Kognitif dan Contohnya1. MENGINAT Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang.1.1. Mengenali
1.2. Mengingat kembali
(Mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa pentingdalam sejarah Indonesia)(Mengingat kembali tanggal peristiwa-peristiwa penting dalamsejarah Indonesia)
2. MEMAHAMI Mengkonstruk makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yangdiucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.
2.1. Menafsirkan2.2. Mencontohkan2.3. Mengklasifikasikan
2.4. Merangkum
2.5. Menyimpulkan
2.6. Membandingkan
2.7. Menjelaskan
(Memparafrasekan ucapan dan dokumen penting)(Memberi contoh tentang aliran-aliran seni lukis)(Mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang telahditeliti atau dijelaskan)(Menulis ringkasan pendek tentang peristiwa-peristiwa yangditayangkan ditelevisi)(Dalam belajar bahasa asing, menyimpulkan tata bahasaberdasarkan contoh-contohnya)(Membandingkan peristiwa-peristiwa sejarah dengan keadaansekarang)(Menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa-peristiwapenting pada abad ke-18 di Indonesia)
3. MENGAPLIKASIKAN Menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaantertentu.
3.1. Mengeksekusi
3.2. Mengimplementasikan
(Membagi satu bilangan dengan bilangan lain, kedua bilanganini terdiri dari beberapa digit)(Menggunakan hukum Newton kedua pada konteks yang tepat)
4. MENGANALISIS Memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya danmenentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebutdan keseluruhan struktur atau tujuan.
4.1. Membedakan
4.2. Mengorganisasi
4.3. Mengatribusikan
(Membedakan antara bilangan yang relevan dan bilangan yangtidak relevan dalam soal matematika cerita)(Menyusun bukti-bukti dalam cerita sejarah jadi bukti-buktiyang mendukung dan menentang suatu penjelasan historis)(Menunjukkan sudut pandang penulis suatu esai sesuai denganpandangan politik si penulis)
5. MENGEVALUASI Mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan /atau standar.5.1. Memeriksa
5.2. Mengkritik
(Memeriksa apakah kesimpulan-kesimpulan seorang ilmuwansesuai dengan data-data amatan atau tidak)(Menentukan suatu metode terbaik dari dua metode untukmenyelesaikan suatu masalah)
6. MENCIPTA Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koherenatau untuk membuat suatu produk yang orisinil.
6.1. Merumuskan
6.2. Merencanakan
6.3. Memproduksi
(Merumuskan hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya suatufenomena)(Merencanakan proposal penelitian tentang topik sejarahtertentu)(Membuat habitat spesies tertentu demi suatu tujuan)
Sumber: Addison Wesley Longman, (2010: 44-45)
17
Penilaian itu dapat dilakukan dengan memberikan postest (test akhir-
evaluasi). Menurut Purwanto (2009: 67), tes formatif bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti proses
belajar mengajar, jadi dengan melihat perbedaan hasil pretest dan posttest,
guru dapat mengetahui apakah proses pengajaran berhasil dengan baik atau
tidak. Apabila hasil pretest rendah sedangkan hasil posttest tinggi berarti
proses belajar berhasil dengan baik. Dalam hal ini, hasil posttest merupakan
evaluasi dari proses pembelajaran yang telah berlangsung.
2. Hakikat IPA Terpadu
a. Definisi IPA Terpadu
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Menurut Trianto (2011: 151), IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh
melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi
untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat
dipercaya.
Carin dan Sund mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis
dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan
data hasil observasi dan eksperimen” (Puskur Balitbang Depdiknas, 2006: 4).
18
Uus Toharudin, dkk. (2011: 26), mengatakan bahwa IPA atau sains adalah
pengetahuan yang kebenarannya sudah diujicobakan secara empiris melalui
metode ilmiah.
Menurut Benyamin sains merupakan cara penyelidikan yang berusaha
keras mendapatkan data hingga informasi tentang dunia kita (alam semesta)
dengan menggunakan metode pengamatan dan hipotesis yang telah teruji
berdasarkan pengamatan itu (Uus Toharudin, dkk., 2011: 27).
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat
IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
(a) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar (IPA bersifat open ended), (b)
proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah
meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan,
evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan, (c) produk: berupa fakta,
prinsip, teori, dan hukum, (d) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep
IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain (Depdiknas, 2006: 4).
Menurut Trianto (2011: 151) ada tiga kemampuan dalam IPA, yaitu: (1)
kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk
memprediksi apa yang belum diamati, (3) dikembangkannya sikap ilmiah.
19
Dewey mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu adalah pendekatan
untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pembentukan pengetahuan
berdasarkan interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam
kehidupannya (Uus Toharudin, dkk., 2011: 79).
Sementara itu Jacob dalam Uus Toharudin, dkk. (2011: 79), memandang
pembelajaran terpadu sebagai pendekatan kurikulum interdisipliner
(interdisciplinary curriculum approach).
Jacob mendefinisikan pembelajaran terpadu sebagai “ciously a knowledgeviewand curriculum approach that consciously applies methodology andlanguage from more than one discipline to examine a central theme, issue,problem, topic, or experience”.
Uus Toharudin, dkk. (2011: 80), menyatakan bahwa pembelajaran terpadu
merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran sebagai proses untuk
mengaitkan dan mempadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau
antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, kebutuhan dan
minat anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial keluarga.
Menurut Fogarty terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu yang dapat
diterapkan. Model yang biasa digunakan di Indonesia adalah model
penghubungan (connected), terpadu (integrated) dan jaring laba-laba (webbed)
(Uus Toharudin, dkk., 2011: 82).
20
Tabel 2. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Model Integrated, Webbed, danConnected
Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan
Keterpaduan
(integrated)Membelajarkan
beberapa KD yang
konsep-konsepnya
beririsan/
tumpang tindih
Pemahaman
terhadap konsep
lebih utuh
(holistik)
Lebih efisien
Sangat
kontekstual
KD-KD yang
konsepnya beririsan
berada dalam semester
atau kelas yang berbeda
Menuntut wawasan dan
penguasaan materi yang
luas
Sarana-prasarana,
misalnya buku belum
mendukung
Jaring laba-laba
(Webbed) Membelajarkan
beberapa KD yang
berkaitan melalui
sebuah tema
Pemahaman
terhadap konsep
utuh
Kontekstual
Dapat dipilih
tema-tema
menarik yang
dekat dengan
kehidupan
KD-KD yang berkaitan
berada dalam semester
atau kelas yang berbeda
Tidak mudah
menemukan tema
pengait yang tepat.
Keterhubungan
(connected)
Membelajarkan
sebuah KD, konsep-
konsep pada KD
tersebut
dipertautkan dengan
konsep pada KD
yang lain
Melihat perma-
salahan tidak
hanya dari satu
bidang kajian
Pembelajaran
dapat mengikuti
KD-KD dalam SI,
tetapi harus
dikaitkan dengan
KD yang relevan
Kaitan antara bidang
kajian sudah tampak tetapi
masih didominasi oleh
bidang kajian tertentu
Sumber: Depdiknas, (2009: 4)
Depdiknas (2009: 3), mendefinisikan IPA terpadu sebagai sebuah
pendekatan integratif yang mensintesis perspektif (sudut pandang/tinjauan)
tema
21
semua bidang kajian untuk memecahkan permasalahan. Dengan pembelajaran
terpadu, siswa diharapkan mempunyai pengetahuan IPA yang utuh (holistik)
untuk menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari secara kontekstual.
b. Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu
Depdiknas (2007: 7-8), menyebutkan tujuan pembelajaran IPA Terpadu
sebagai berikut:
(a) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, (b) meningkatkan
minat dan motivasi, (c) beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus.
Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan
sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat
diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga
menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena
adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki
kesamaan atau keterkaitan.
c. Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu
Depdiknas (2007: 8), menyatakan bahwa kekuatan/manfaat yang dapat
dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu antara lain sebagai berikut:
a) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian, terjadi penghematan
waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi
dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan
sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
22
b) Siswa dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep Energi dan
perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan.
c) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir siswa, karena siswa dihadapkan
pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika
menghadapi situasi pembelajaran.
d) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan tentang dunia nyata yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman
konsep dan kepemilihan kompetensi IPA.
e) Motivasi belajar siswa dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
f) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat
menjembatani antara pengetahuan awal siswa dengan pengalaman belajar
yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam,
serta memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke
konteks lainnya.
g) Akan terjadi peningkatan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru
dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa/guru dengan narasumber; sehingga
belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks
yang lebih bermakna.
Di samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran
IPA Terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya
tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep, oleh karena
itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang akan diajarkan.
23
Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA, berdasarkan Depdiknas
(2007: 9-10), memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut ini:
a) aspek guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan
berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru
dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar
penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja.
Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam IPA akan sulit
terwujud;
b) aspek siswa: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar siswa
yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu
menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif
(menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka
penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan;
c) aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,
mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya,
dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak
dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat;
24
d) aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman siswa (bukan pada pencapaian target penyampaian
materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi,
metode, penilaian keberhasilan pembelajaran siswa;
e) aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa
dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru
selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan
penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk
berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru
yang berbeda;
f) suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan
mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian
lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru
berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan
tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan
guru itu sendiri.
Sekalipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain
keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk
mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru
bidang kajian terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA.
25
Menurut Trianto (2011: 160), pembelajaran terpadu diawali dengan
penentuan TEMA, karena penentuan tema akan membantu siswa dalam
beberapa aspek, yaitu sebagai berikut.
a) Siswa yang bekerja sama dengan kelopoknya akan lebih bertanggung
jawab, berdisiplin, dan mandiri.
b) Siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila
mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
c) Siswa lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka
mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan melakukan kegiatan
menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya.
d) Memperkuat kemampuan berbahasa siswa.
e) Belajar akan lebih baik bila siswa terlibat sacara aktif melalui tugas
proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunia nyata.
3. Keterampilan Proses Sains
Nash dalam Muhammad Nur dan Muslimin (2007: 3), mengatakan bahwa:
”Science is a way of looking at the world” sains dipandang sebagai suatu cara
atau metode untuk dapat mengamati sesuatu, dalam hal ini adalah dunia. Cara
memandang sains bersifat analisis, melihat sesuatu secara lengkap dan cermat
serta dihubungkan dengan objek lain sehingga keseluruhannya membentuk
perspektif baru tentang objek yang diamati tersebut. Jadi sains dipandang
sebagai suatu cara/ metode/ suatu pola berfikir terhadap sasaran dengan
cermat dan lengkap.
26
Lebih lanjut Nash dalam Muhammad Nur dan Muslimin (2007: 3),
menandaskan:
“The whole science in nothing more than a refinement of everydaythinking”. Metode berfikir atau pola berfikir, yang tidak sama dengan polaberfikir sehari-hari, berfikirnya harus menjalani “refinement” sehinggacermat dan lengkap.
Einstein dalam Nash juga mengatakan bahwa:
“Science is the attemp to make the ehaotic diversity of our senseexperience correspond to a logically uniform system of thought, in thissingle experiences must be correlated with the theoretic structure in sucha way that the resulting coordination is unique and convincing”.
Sains dipandang sebagai a logically uniform system of thought, atau sains
merupakan suatu pola pikir dan seragam “A logically uniform system of
thougt” ini adalah metode ilmiah (Muhammad Nur dan Muslimin, 2007: 3).
Muhammad Nur dan Muslimin (2007: 5), mendefinisikan sains sebagai
karya manusia yang dihasilkan atau ditemukan lewat metode ilmiah dan
menggunakan keterampilan proses sains. Muhammad Nur dan Muslimin
(2007: 5), juga mendefinisikan metode ilmiah sebagai metode untuk
mendapatkan pengetahuan lewat dua jalur, yaitu jalur akal dan jalur
pengamatan. Wujud operasional metode ilmiah adalah penyelidikan ilmiah.
Muhammad Nur dan Muslimin (2007: 6), mendefinisikan penyelidikan
ilmiah sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah
atau permasalahan. Dengan demikian ciri khas metode ilmiah adalah
pemecahan masalah melalui penalaran dan pengamatan. Masalah atau
pertanyaan sering kali muncul dari hasil pengamatan atau penyelidikan yang
dilakukan sebelumnya.
27
Syamsur Mochtar dalam Samana (1992: 111), mendefinisikan
keterampilan proses sebagai cara memandang siswa serta kegiatannya sebagai
manusia seutuhnya, yang diterjemakan dalam kegiatan belajar mengajar yang
memperhatikan perkembangan pengetahuan, nilai hidup serta sikap, perasaan,
dan keterampilan kesatuan, yang akhirnya semua kegiatan belajar dan hasilnya
tersebut tampak dalam bentuk kreativitas
Depdikbud mendefinisikan keterampilan proses sebagai wawasan atau
anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik
yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya
telah ada dalam diri siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 138).
Menurut Uus Toharudin, dkk. (2011: 35), keterampilan proses sains adalah
seluruh keterampilan ilmiah yang digunakan untuk menemukan konsep atau
prinsip dalam rangka mengembangkan konsep yang telah ada atau
menyangkal penemuan sebelumnya.
Depdiknas (2007: 6), menyatakan bahwa keterampilan proses yang harus
dilatihkan melalui pembelajaran IPA terpadu, antara lain: mengidentifikasi
masalah, melakukan pengamatan (observasi), menyusun hipotesis, merancang
dan melakukan penyelidikan, dan merumuskan simpulan.
Funk menyatakan ada dua hal yang terkait dengan keterampilan proses
sains, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan terintegrasi.
Keterampilan proses dasar merupakan bagian yang membentuk landasan
metode-metode ilmiah. Ada enam keterampilan proses dasar, sebagai berikut
(Uus Toharudin, dkk., 2011: 36-38).
28
a. Pengamatan (observation)
Tindakan mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek
dan peristiwa alam dengan menggunakan pancaindera. Kegiatan
mengamati terdiri dari dua jenis. Satu, kualitatif, yaitu menggunakan
pancaindera dan pengamatan. Dua, kuantitatif, yaitu menggunakan alat
bantu yang sudah dibakukan, seperti termometer untuk mengetahui suhu.
b. Pengkomunikasian (communication)
Komunikasi merupakan media yang paling dasar untuk dapat
memecahkan masalah. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai
penyampaian dan perolehan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan
dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual. Contoh, membaca peta,
tabel, grafik, diagram, dll.
c. Pengklasifikasian (classification)
Keterampilan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan atas
berbagai objek peristiwa dilakukan berdasarkan sifat-sifat khususnya
sehingga akan diperoleh golongan atau kelompok sejenis dari objek
peristiwa yang dimaksud.
d. Pengukuran (measurement)
Mengukur merupakan cara membandingkan sesuatu yang diukur
dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keterampilan menggunakan alat untuk memperoleh sebuah data disebut
pengukuran.
29
e. Penyimpulan (inference)
Inferensi adalah penyimpulan, yaitu keterampilan untuk memutuskan
keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip
yang telah diketahui.
f. Peramalan (prediction)
Prediksi merupakan keterampilan meramal tentang sesuatu atau
fenomena yang akan terjadi berdasarkan gejala yang ada. Memprediksi
berarti mengantisipasi sains atau membuat ramalan tentang segala hal
yang akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan
pada pola atau kecenderungan tertentu; atau memprediksi hubungan antara
fakta, konsep, dan prinsip berdasarkan pengetahuan yang sudah ada.
Keterampilan yang terintegrasi ini merupakan perpaduan dua atau lebih
kemampuan keterampilan proses dasar. Keterampilan terintegrasi terdiri atas
beberapa hal:
a. Indentifikasi variabel, yaitu keterampilan untuk mengenal ciri khas
dari faktor yang ikut menentukan sebuah perubahan.
b. Identifikasi tabulasi, yaitu keterampilan penyajian data dalam bentuk
tabel yang akan mempermudah pembacaan hubungan antarkomponen.
c. Identifikasi grafik, keterampilan penyajian dengan garis tentang turun
naiknya sesuatu keadaan.
d. Diskripsi hubungan variabel, keterampilan membuat sinopsis atau
pernyataan hubungan antarfaktor yang menentukan perubahan.
30
e. Perolehan dan proses data, keterampilan melakukan langkah secara
urut untuk memperoleh sebuah data.
f. Analisis penyelidikan, keterampilan menguraikan pokok persoalan atas
bagian-bagian dan terpecahkannya permasalahan berdasarkan metode
yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip
dasar.
g. Merumuskan hipotesis, keterampilan merumuskan dugaan sementara.
h. Keterampilan melakukan percobaan untuk membuktikan suatu teori
berdasarkan pengamatan dan penalaran.
Dalam pembelajaran di SMP, penerapan keterampilan proses dasar tetap
dilakukan. Penerapan keterampilan dasar proses sains pada semua jenjang
pendidikan diperlukan untuk mendukung penerapan keterampilan terintegrasi
proses sains.
Menurut Trianto (2011: 148) keterampilan proses perlu dikembangkan
dalam pengajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peran-peran
sebagai berikut.
a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.
b. Member kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c. Meningkatkan daya ingat.
d. Memberikan kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan
sesuatu.
e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.
31
Muhammad dalam Trianto (2011: 150), tujuan melatih keterampilan
proses pada pembelajaran IPA diharapkan adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam
melatihkan ini siswa dipacu untuk berpartisipasi secara aktif dan
efisien dalam belajar.
b. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak, baik keterampilan
produk, proses, maupun keterampilan kinerjanya.
c. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat
mendefinisikan secara benar untuk mencegah terjadinya miskonsepsi.
d. Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang
dipelajarinya karena dengan latihan keterampilan proses, siswa sendiri
yang berusaha mencari dan menemukan konsep tersebut.
e. Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan
dalam kehidupan bermasyarakat.
f. Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di
dalam masyarakat, karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir
logis dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan.
4. Metode Percobaan (Experimental method)
Sugihartono, dkk. (2007: 84), mendefinisikan metode eksperimen sebagai
metode pembelajaran dalam bentuk pemberian kesempatan kepada siswa
untuk melakukan suatu proses atau percobaan. Dengan metode ini siswa
diharapkan dapat sepenuhnya terlibat dalam perencanaan eksperimen,
32
pengumpulan fakta, pengendalian variabel, dan upaya dalam menghadapi
masalah secara nyata.
Nana Sudjana (2004: 93), mendefinisikan eksperimen sebagai metode
yang siswanya mencoba mempraktekkan suatu proses tersebut, setelah melihat
atau mengamati apa yang telah didemonstrasikan oleh seorang demonstrator.
Eksperimen dapat juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran sesuatu,
misal menguji sebuah hipotesis.
Metode eksperimen menurut Djamarah adalah cara penyajian pelajaran, di
mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang
dipelajari. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa
diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri,
mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu
(Wuryanto Puji Siswoyo, 2010: 3).
Wuryanto Puji Siswoyo (2010: 2), menuliskan tujuan pembelajaran
dengan metode eksperimen adalah agar siswa mampu mencari dan
menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang
dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri dan siswa dapat terlatih
dalam cara berpikir yang ilmiah. Dengan eksperimen siswa menemukan bukti
kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Adapun kelebihan metode eksperimen menurut Roestiyah dalam Iis Siti
Jahro dan Susilowati (2009: 29-30), diantaranya:
1. Mengurangi bahaya ceramah dalam proses pembelajaran.
33
2. Memberi peluang lebih besar kepada siswa untuk melatih daya nalar,
imajinasi dan berpikir rasional dalam mencari kebenaran.
3. Melatih siswa dalam menerapkan sikap dan metode ilmiah dalam
menghadapi segala persoalan sehingga tidak mudah percaya terhadap
sesuatu yang belum pasti kebenarannya.
4. Menjadikan siswa lebih aktif berpikir dan berbuat dalam berusaha mencari
kebenaran atau bukti dari suatu teori yang dipelajarinya.
Wuryanto Puji Siswoyo (2010: 2-3), berpendapat agar penggunaan metode
eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Alam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah
alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.
b) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang
meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi
alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.
c) Dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati
proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga
mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu.
d) Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu
diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh
pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga kematangan jiwa dan
sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen
itu.
34
e) Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah mengenai
kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia.
Prosedur eksperimen menurut Roestiyah dalam Wuryanto Puji Siswoyo
(2010: 3), adalah:
a) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen, mereka harus
memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen.
b) Memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang
akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol
dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat.
c) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa.
Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan
jalannya eksperimen.
d) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian
siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya
jawab.
Menurut Wuryanto Puji Siswoyo (2010: 3), dalam metode eksperimen,
guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional
siswa. Siswa mendapat kesempatan untuk melatih keterampilan proses agar
memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang dialami secara
langsung dapat tertanam dalam ingatannya.
Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa diharapkan dapat
diperkenalkan pada suatu cara atau kondisi pembelajaran yang dapat
menumbuhkan rasa percaya diri dan juga perilaku yang inovatif dan kreatif.
35
Pembelajaran dengan metode eksperimen melatih dan mengajar siswa untuk
belajar konsep IPA sama halnya dengan seorang ilmuwan sains. Siswa belajar
secara aktif dengan mengikuti tahap-tahap pembelajarannya. Dengan
demikian, siswa akan menemukan sendiri konsep sesuai dengan hasil yang
diperoleh selama pembelajaran.
5. Zat Aditif Makanan
Industri bahan makanan di Indonesia terus berkembang pesat, mulai dari
skala kecil, menengah, maupun besar. Produk yang dihasilkan umumnya
berupa bahan makanan olahan.
Menurut Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 184), dalam pengolahan bahan
makanan, ada dua macam tujuan yang dapat dicapai. Pertama yaitu menambah
ragam makanan, misalnya dari susu dapat diperoleh beberapa hasil olahan
yang berupa keju, susu kental manis, yoghurt, mentega, dan lain-lain. Kedua,
untuk memenuhi keperluan khusus, misalnya membuat hasil olahan yang
warnanya lebih menarik, lebih awet, lebih manis rasanya, dan sebagainya.
Memenuhi keperluan khusus seperti yang disebutkan di atas, ternyata
dalam pengolahan bahan makanan memang diperlukan penambahan zat yang
memiliki sifat yang memungkinkan terpenuhinya keperluan khusus yang
diinginkan. Zat yang ditambahkan tersebut dinamakan zat aditif makanan.
Komite gabungan ahli FAO dan WHO mendefinisikan zat aditif makanan
sebagai suatu substansi bukan gizi yang ditambahkan kedalam bahan pangan
dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil, untuk memperbaiki
36
kenampakan, cita rasa, tekstur atau sifat-sifat penyimpanannya (Norman W.
Desrosier, 2008: 369).
Norman W. Desrosier (2008: 371), menyebutkan pemakaian zat aditif
makanan yang boleh digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(1) pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan, (2) peningkatan kualitas atau
stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan, (3)
membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah
kepada penipuan, (4) diutamakan untuk membentu proses pengolahan bahan
pangan.
Dalam Norman W. Desrosier (2008: 371) pemakaian zat aditif makanan
yang tidak diperkenankan, apabila:
(1) untuk menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah, (2)
untuk menipu konsumen, (3) hasilnya dapat menyebabkan terjadinya
penguraian nilai gizi bahan pangan yang besar, (4) pengaruh yang dikehendaki
dapat diperoleh dengan praktek pengolahan yang baik yang secara ekonomis
fisibel.
Pada penelitian ini dibahas 2 macam zat aditif makanan, yaitu: bahan
pewarna dan bahan pengawet dengan pertimbangan bahwa kedua macam zat
aditif makanan tersebut penggunaannya paling luas dalam industri makanan
dan paling sering dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
a. Bahan Pewarna
Menurut Setijo Pitojo dan Zumiati (2009: 19), pewarna makanan dapat
dipilih atas dasar sumber serta pembuatannya, yaitu pewarna alami dan
37
pewarna sintetik. Pewarna alami ada yang berasal dari mineral dan ada
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pewarna alami tumbuh-tumbuhan
didapat dari ekstrak pigmen tumbuh-tumbuhan. Sementara, pewarna
sintetik diperoleh melalui proses kimia.
Menurut Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 185), beberapa pewarna alami
yang banyak dikenal masyarakat misalnya daun suji untuk membuat warna
hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati atau cabai untuk warna merah,
dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman
digunakan bila dibandingkan dengan pewarna sintetik.
Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 185-186), juga menyatakan bahwa bahan
makanan yang sering menggunakan pewarna ini diantaranya margarin,
keju, sup, puding, es krim, dan mi. Klorofil memberikan warna hijau yang
peka terhadap cahaya dan asam. Klorofil diperoleh dari daun-daunan yang
digunakan oleh masyarakat luas sejak dahulu. Kurkumin merupakan zat
warna alami yang terdapat dalam tanaman kunyit (Zingiberaceae). Zat
warna ini dapat digunakan pada makanan atau minuman yang tidak
beralkohol, misalnya nasi kuning, tahu, temulawak, dan sari buah.
Penggunaan pewarna alami relatif terbatas, karena menurut Setijo
Pitojo dan Zumiati (2009: 33-36), ada beberapa kekurangan antara lain:
(a) bahan baku pewarna berjumlah banyak, (b) hasilnya biasanya tidak
ekstrak, (c) peka terhadap pemanas, (d) peka terhadap keasaman larutan,
(kurang ekonomis).
38
Setijo Pitojo dan Zumiati (2009: 20), membedakan pewarna makanan
sintetik yang beredar di pasaran menjadi dua kelompok, yaitu pewarna
yang dilarang dan pewarna yang diizinkan penggunaannya.
Dalam Setijo Pitojo dan Zumiati (2009: 21), pewarna makanan sintetik
yang menurut Peraturan menteri Kesehatan RI No.
239/menkes/Per/V/1985 dinyatakan sebagai bahan berbahaya.
a. Auramine (C 1 Basic Yellow 2)b. Alkanetc. Butter Yellow (C 1 Solvent yellow 2)d. Black 7984 (Food Black 2)e. Burn Umber (Pigmen Brown 7)f. Ghrysodine (C 1 Basic Orange 2)g. Ghrysoine S (C 1 Food Yellow 8)h. Citrus Red No. 2i. Chocolate Brown FB (Food Brown 2)j. Fast red E (C 1 Food Red 4)k. Fast yellow AB (C 1 Food Yellow 2)l. Geuena Green B (C 1 Acid Green 3)m. Indan Threne Blue RS (C 1 Food Blue 4)n. Magenta (C 1 Basic Violet 14)
o. Methil Yellow (Ext D and N Yellow 1)p. Oil Orange SS (C 1 Solven Orange 2)q. Oil Orange XO (C 1 Solven Orange 7)r. Oil Yellow AB ( C 1 Solven Yellow 5)s. Oil Yellow OB (C 1 Solven Yellow 6)t. Orange G (C 1 Food Orange 1)u. Orange GGN (C 1 Food Orange 1)v. Orange RN (Food Orange 1)w. Orchild and Orcheinx. Poncheau 3 R (C 1 Red 6)y. Poncheau SX (C 1 Food Red X)z. Poncheau 5 R (C 1 Food Red VIII)aa. Rhodamin B (C 1 Food red 15)bb. Sudan L (C 1 Solven yellow 14)cc. Scarlet GN (Food red 2)dd. Violet 6 B
Pewarna makanan sintetik yang diizinkan oleh pemerintah untuk
digunakan sebagai bahan tambahan makanan sesuai dengan peraturan
Gambar 2. Contoh Kemasan PewarnaSintetik
Sumber: Rinie Pratiwi P.,dkk.(2008: 186)
Gambar 3. Contoh Makanan yangMenggunakan Pewarna
Sumber: Rinie Pratiwi P., dkk.(2008: 186)
39
menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/88, dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pewarna Sintetik Untuk Bahan Tambahan Makanan
No. Nama Bahan Tambahan Makanan Nama makanan dan Dosis (maksimal)1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Biru Berlin
Cokelat HT
Eritrosin
Hijau FCF
Hijau S
Indigotin
Karmoisin
Kuning FCF
Kuning Kuinolin
Merah Alura
Pancau 4R
Tartrazin
Es krim, 100 mg/kgAcar mentimun, 300 mg/kgKapri kalengan, 200 mg/kg, dll.
Minuman ringan dan makanan cair, 70 mg/lMakanan lain, 300 mg/kg
Es krim, 100 mg/kgJem, jeli, saus apel kalengan, 200 mg/kgIrisan daging olahan, 15 mg/kg, dll.
Es krim dan sejenisnya, 100 mg/kgBuah pir kalengan, 100 mg/kgErcis kalengan, 200 mg/kg, dll.
Minuman ringan dan makanan cair, 70 mg/lMakanan lain, 300 mg/kg
Es krim, 100 mg/kgJem, jeli, saus apel kalengan, 200 mg/kgYoghurt beraroma dan produk yang dipanaskansetelah fermentasi, 6 mg/kgMakanan lain, 300 mg/kg
Minuman ringan dan makanan cair, 70 mg/lEs krim dan sejenisnya, 100 mg/kgYoghurt beraroma dan produk yang dipanaskansetelah fermentasi, 57 mg/kgMakanan lain, 300 mg/kg
Minuman ringan dan makanan cair, 70 mg/lEs krim dan sejenisnya, 100 mg/kgUdang kaleng, 30 mg/kg, dll.
Minuman ringan dan makanan cair, 70 mg/lEs krim dan sejenisnya, 50 mg/kgMakanan lain, 300 mg/kg
Es krim dan sejenisnya, 50 mg/kgMakanan lain, 300 mg/kg
Minuman ringan, 70 mg/lYoghurt beraroma dan produk yang dipanaskansetelah fermentasi, 48 mg/kgJem dan jeli, 200 mg/kg, dll.
Minuman ringan dan makanan cair, 70 mg/lEs krim dan sejenisnya, 100 mg/kgJem dan jeli, 200 mg/kg, dll.
Sumber: Setijo Pitojo dan Zumiati, (2009: 23-25)
40
Menurut Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 186), beberapa kelebihan
pewarna sintetik antara lain, warnanya seragam, tajam, mengembalikan
warna asli yang mungkin hilang selama proses pengolahan, melindungi
zat-zat vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan, dan
hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi
penyalah gunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya
pewarna tekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat
pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya mengandung logam berat,
seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat racun.
b. Bahan Pengawet
Federal Food, Drug and Cosmetic Act mendefinisikan bahan pengawet
kimia sebagai zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam bahan pangan
cenderung untuk mencegah dan menghambat kerusakannya (Norman W.
Desrosier, 2008: 382).
Bahan pengawet tradisional telah dikembangkan sejak ratusan tahun
lalu, seperti garam dapur, gula, cuka, dan lada. Ikan laut biasa diawetkan
dengan cara pengasinan. Buah-buahan diawetkan dengan cara dijadikan
manisan. Makanan lauk-pauk bisa diawetkan dengan dibumbui lada dan
cuka.
41
Gambar 4. Gula dan Cuka Dapat Digunakan SebagaiBahan Pengawet pada Makanan (Pengawet Tradisional)
Sumber: Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 189)
Norman W. Desrosier (2008: 203), garam biasanya digunakan untuk
mengawetkan daging dan ikan agar tidak mudah busuk. Garam berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan mikrobia selama proses-proses
pengeringan matahari dan dehidrasi, adapun contoh mikroorganisme
seperti clostridium botulinum. Jika bakteri ini berkembang biak pada
makanan akan menghasilkan racun yang dapat meracuni daging. Gula
merah atau gula pasir bisa digunakan untuk mengawetkan buah-buahan.
Bahan yang akan diawetkan direndam dalam larutan gula, keadaan ini
menyebabkan mikroorganisme sukar hidup.
Menurut Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 189), bahan pengawet buatan
yang paling sering dipakai adalah asam benzoat. Asam benzoat berfungsi
untuk mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri. Penggunaan asam
benzoat dengan kadar lebih dari 250 ppm dapat memberikan efek samping
berupa alergi. Adapun pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan iritasi
pada lambung dan saluran pencernaan.
42
Norman W. Desrosier (2008: 383-384), menyebutkan daftar zat
pengawet yang diizinkan oleh Food and Drug Administrarion yang
penambahannya tidak bertentangan dengan pasal-pasal yang lain dalam
undang-undang adalah sebagai berikut:
(1) zat pengawet (antimikotika) yaitu: kalsium propionate, kalium sorbet,
asam propionat, natrium propionat, natrium sorbet, dan asam sorbet, (2)
pemakaian dan jumlah yang khusus yaitu: asam kaprilat, kalium bisulfit,
kalium metabisulfit, natrium benzoat, natrium bisulfit, natrium
metabisulfit, (3) zat pengawet umum yaitu: asam asetat, asam fosfat, asam
sitrat dan sorbitol, (4) pemakaian khusus yaitu: belerang dioksida.
Norman W. Desrosier (2008: 384), menuliskan pemakaian zat
pengawet khusus seperti belerang dioksida ini tidak digunakan pada
daging atau bahan pangan yang merupakan sumber vitamin B1, akan tetapi
dipakai dalam pengawetan buah-buahan pada kadar sampai di atas 2000
ppm. Belerang dioksida ini lebih efektif terhadap jamur dan bakteri
daripada terhadap khamir, karena kelebihannya inilah belerang dioksida
banyak digunakan dalam industri fermentasi seperti dalam pembuatan
anggur.
Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 190), menuliskan penggunaan natrium
nitrit lebih dari 200 ppm dapat menyebabkan keracunan. Bahan pengawet
bersifat karsinogen, untuk itu batasan penggunaan bahan pengawet
sebaiknya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesesehatan No.
722/menkes/per/IX/88 terdapat pada Tabel 4.
43
Akhir-akhir ini banyak terjadi penyalahgunaan bahan pengawet,
misalnya boraks dan formalin. Boraks sering digunakan pada pengolahan
bakso dan mi basah. Boraks yang dikonsumsi terus-menerus dapat
berakibat keracunan dengan gejala muntah-muntah, diare, dan bahkan
dapat menyebabkan kematian. Di samping bersifat sebagai zat pengawet
boraks juga berfungsi sebagai pengenyal. Formalin dengan kadar sekitar
40 %, biasa digunakan pada proses pengawetan spesimen biologi atau
proses pengawetan mayat.
Tabel 4. Batasan Penggunaan Bahan Pengawet
Nama Bahan Pengawet Batasan Permenkes per kg Makanan
Asam Benzoat 600 mg – 1000 mg
Asam Sorbat 500 mg – 3000 mg
Asam Propionat 2 g – 3 g
Natrium Nitrit 50 mg – 125 mg
Natrium Nitrat 50 mg – 500 mg
Sumber: Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 190)
6. Macam-Macam Zat Makanan dan Fungsinya
Dalam Djoko Pekik Irianto (2007: 5), secara umum ada 3 kegunaan
makanan bagi tubuh (triguna makanan), yakni sumber tenaga (karbohidrat,
lemak dan protein), sumber zat pembangun (protein dan air), dan sumber zat
pengatur (vitamin dan mineral). Namun, dalam penelitian ini hanya akan
membahas sumber tenaga untuk aktivitas manusia saja, yaitu: karbohidrat,
lemak dan protein.
44
a. Karbohidrat
Djoko Pekik Irianto (2007: 6), mendefinisikan karbohidrat sebagai satu
atau beberapa senyawa kimia termasuk gula, pati dan serat yang
mengandung atom C, H dan O dengan rumus kimia Cn(H2O)n. Karbohidrat
merupakan senyawa sumber energi utama bagi tubuh. Kira-kira 80 %
kalori yang didapat tubuh berasal dari karbohidrat.
Djoko Pekik Irianto (2007: 6), juga menuliskan karbohidrat tersusun
atas unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Sumber karbohidrat antara lain
beras, jagung, gandum, kentang, ubi-ubian, buah-buahan, dan madu yang
terbentuk melalui proses asimilasi dalam tumbuhan. Proses asimilasi itu
sendiri diawali dengan masuknya CO2 melalui mulut daun dan diteruskan
ke parensim daun. Selanjutnya, oleh klorofil, CO2 dan air dengan bantuan
sinar matahari diubah menjadi zat tepung reaksi kimia yang terjadi adalah
sebagai berikut:
6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2
nC6H12O6 (C6H10O5) + nH2O
Selanjutnya, zat tepung yang terbentuk dibawa ke buah, akar dan umbi
untuk disimpan.
Djoko Pekik Irianto (2007: 6), menyatakan berdasarkan susunan
kimianya, karbohidrat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu monosakarida
(gula sederhana), disakarida (gula ganda), dan polisakarida (karbohidrat
kompleks).
Zat Tepung + Air
45
1) Monosakarida (Gula Sederhana)
Djoko Pekik Irianto (2007: 6), mendefinisikan monosakarida
sebagai karbohidrat paling sederhana yang merupakan molekul terkecil
karbohidrat. Dalam tubuh monosakarida langsung diserap oleh
dinding-dinding usus halus dan masuk ke dalam peredaran darah.
Adapun contoh dari monosakarida dalam makanan yaitu: glukosa,
fruktosa dan galaktosa.
2) Disakarida (Gula Ganda)
Djoko Pekik Irianto (2007: 7), mendefinisikan disakarida sebagai
gabungan dari dua macam monosakarida. Dalam proses metabolisme,
disakarida akan dipecah menjadi dua molekul monosakarida oleh
enzim dalam tubuh.
John M. Deman (1997: 174), menuliskan contoh disakarida umum
yang terdapat dalam makanan yaitu: sukrosa, laktosa, maltosa, α, α-
trehalosa, rafinosa, stakinosa dan verbaskosa.
3) Polisakarida (Karbohidrat Kompleks)
Djoko Pekik Irianto (2007: 7), mendefinisikan polisakarida sebagai
gabungan beberapa molekul monosakarida. Disebut oligosakarida jika
tersusun atas 3-6 molekul monosakarida dan disebut polisakarida jika
tersusun atas lebih dari 6 molekul monosakarida.
Menurut John M. Deman (1997: 190-211), contoh polisakarida
umum yang terdapat dalam makanan yaitu: pati, pati ubah-suai,
glikogen, selulosa, hemiseluosa dan pentosa, siklodekstrin,
46
polidekstrosa, senyawa pektat (terapat dalam lamela tengah dinding
sel), gom, gom arab, gom kacang belalang (Ceratonia siliqua), gom
guar (Cyanopsis psoralioides), agar (diekstraksi dari alga golongan
Rhodophyceae), algin (diperoleh dari kelp raksasa Macrocystis
pyrifera), karagenan (diekstraksi dari lumut Irlandia Chondrus
crispus), selulosa ubah suai, serat.
Djoko Pekik Irianto (2007: 9), menyatakan dalam tubuh manusia,
karbohidrat bermanfaat untuk berbagai keperluan, antara lain:
(1) sumber energi utama yang diperlukan untuk gerak, (2) pembentuk
cadangan sumber energi, (3) memberi rasa kenyang.
Rinie Pratiwi P., dkk. (2008: 58), menyatakan tubuh manusia
menyimpan karbohidrat di organ hati dan otot. Kekurangan karbohidrat
dapat menyebabkan busung lapar (kwarsiorkor).
b. Protein
Djoko Pekik Irianto (2007: 13), mendefinisikan protein sebagai
senyawa kimia yang mengandung asam amino, tersusun atas atom-atom C,
H, O dan N. Protein berasal dari kata proteos yang berarti menduduki
tempat pertama. Protein disebut juga zat putih telur karena protein pertama
kali ditemukan pada putih telur (eiwit). Protein merupakan bahan utama
pembentuk sel tumbuhan, hewan dan manusia, kurang lebih 3/4 zat padat
tubuh adalah protein.
47
John M. Deman (1997: 107-109), menggolongkan protein berdasarkan
sifat ultrasentrifugasi dan elektroforesis menjadi 3 golongan utama, yaitu:
protein sederhana, protein konjugasi dan protein turunan.
1) Protein Sederhana
Protein sederhana hanya menghasilkan asam amino saja jika
dihidrolisis dan yang termasuk golongan ini adalah: albumin,
globumin, glutelin, prolamin, skleroprotein, histon, protamin.
2) Protein Konyugasi
Protein konyugasi mengandung bagian asam amino yang terikat
pada bahan nonprotein seperti lipid, asam nukleat, atau karbohidrat.
Beberapa contoh protein golongan ini, yaitu: fosfoprotein, lipoprotein,
nucleoprotein, glikoprotein dan kromoprotein.
3) Protein Turunan
Protein turunan adalah senyawa yang diperoleh dengan metode
kimia atau dengan metode enzimatik dan dipilih ke dalam turunan
primer dan turunan sekunder, bergantung pada derajat perubahan yang
terjadi. Turunan primer sedikit dimodifikasi dan tidak larut dalam air,
contohnya: dikoagulasi dengan rennet.
Sementara itu pada turunan sekunder mengalami perubahan yang
lebih besar dan mencangkup protease, proton dan peptida. Perbedaan
antara hasil uraian ini terletak pada ukuran dan kelarutan. Semua larut
dalam air dan tidak diakoagulasi oleh bahang, tetapi protease dapat
48
diendapkan dengan larutan ammonium sulfat jenuh. Peptida
mengandung dua atau lebih sisa asam amino.
Djoko Pekik Irianto (2007: 14), menyebutkan jenis asam amino
nonesensial (dapat dihasilkan tubuh), terdiri atas: arginine, glisine, terosi,
prolin, hestidine, serine, kistine, glutamine, alanine, asparagine, asam
aspartik, taurine, cytine, asam glutamin, hidroxylsine.
John M. Deman (1997: 103), protein bisa terdapat dalam produk
hewan maupun dalam produk tumbuhan dalam jumlah yang berarti.
Contoh protein dalam hewan antara lain: daging, susu, ikan, telur, dan
keju. Sedangkan protein dari tumbuhan didapat dari biji-bijian.
Djoko Pekik Irianto (2007: 15), menyebutkan fungsi protein dalam
tubuh manusia antara lain, yaitu:
(1) membangun sel tubuh, (2) mengganti sel tubuh, (3) membuat air susu,
enzim dan hormon, (4) membuat protein darah (hemoglobin tersusun atas
serum dan protein), (5) menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh, (6)
pemberi kalori (1 gram protein menghasilkan energi 4 kalori).
c. Lemak
Djoko Pekik Irianto (2007: 9-10), mendefinisikan lemak sebagai
garam yang terbentuk dari penyatuan asam lemak dengan alkohol organik
yang disebut gliserol. Lemak yang dapat mencair dalam temperatur biasa
disebut minyak, sedangkan dalam bentuk padat disebut lemak. Lemak
tersusun atas molekul C, H dan O dengan jumlah atom yang banyak,
misalnya stearin C57H10O6.
49
Djoko Pekik Irianto (2007: 10-11), lemak dikelompokkan mejadi
beberapa jenis meliputi:
1) Simple Fat (lemak sederhana/lemak bebas)
Lebih dari 95% lemak tubuh adalah trigliserida yang terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak jenuh terdapat dalam biri-biri, daging sapi, kelapa, kelapa
sawit, kuning telur, sementara asam lemak tak jenuh terdapat dalam
minyak jagung, minyak zaitun dan mete.
Asam lemak tak jenuh terbagi menjadi dua, yakni asam lemak tak
jenuh tunggal (ikatan atom C rangkap 1) dan asam lemak tak jenuh
ganda (ikatan atom C rangkap lebiha dari 2).
2) Lemak Ganda
Lemak ganda mempunyai komposisi lemak bebas ditambah
dengan senyawa kimia lain. Jenis lemak ganda ini meliputi:
phospholipid, glucolipid, lipoprotein (terdiri atas HDL (High Density
Lipoprotein), LDI (Low Density Lipoprotein), VLDL (Very LOW
Density Lipoprotein)).
3) Derivat Lemak
Termasuk lemak jenis ini adalah kolesterol, terdapat pada produk
binatang (otak, ginjal, hati, daging, unggas. Ikan dan kuning telur; 1
butir telur mengandung 275 mg kolesterol).
50
Adapun manfaat kolesterol, antara lain:
(1) sebagai komponen penting jaringan syaraf dan membran sel, (2)
pemecah kolesterol oleh hati menghasilkan garam empedu yang
bermanfaat untuk pencernaan dan penyerapan lemak, (3) membentuk
hormon tertentu (misalnya hormon seksual), (4) pelopor pembentuk
vitamin D.
Djoko Pekik Irianto (2007: 12), lemak memiliki sifat-sifat yang unik,
yaitu: mengapung pada permukaan air, tidak larut dalam air, mencair pada
suhu tertentu, melarutkan vitamin A, D, E dan K. Adapun manfaat dari
lemak antara lain:
(1) sebagai sumber energi, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, (2)
melarutkan vitamin sehingga dapat diserap oleh usus, (3) memperlama
rasa kenyang.
Djoko Pekik Irianto (2007: 12), kelebihan makanan dalam tubuh akan
disimpan dalam bentuk lemak terutama pada jaringan bawah kulit, sekitar
otot, jantung, paru-paru, ginjal dan organ tubuh lainnya. Simpanan lemak
Lemak dilambung
Makanan lebih lamadi lambung/kenyang
Gambar 5. Mekanisme Rasa KenyangSumber: Djoko Pekik Irianto, (2007: 12)
Hormon Enterogastron meningkat(dari mucosa ventrikuli)
Gerakan lambung menjadilambat
51
ini, dalam tubuh akan bermanfaat sebagai cadangan energi, bantalan alat-
alat tubuh seperti ginjal, biji mata, isolasi tubuh, mempertahankan tubuh
dari gangguan luar seperti pukulan atau zat kimia yang berbahaya.
Djoko Pekik Irianto (2007: 13), menyebutkan sumber lemak hewani
antara lain: lemak daging, mentega, susu, ikan basah, telur, minyak ikan.
Sedangkan sumber lemak nabati adalah: buah, biji, kelapa, kemiri, kacang-
kacangan, alpukat, jagung dan zaitun.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA dapat diterapkan dengan berbagai metode
pembelajaran agar tujuan pembelajaran IPA yakni mengembangkan
ketrampilan proses sains, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,
beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus serta hasil belajar siswa.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan ialah metode percobaan
IPA terpadu.
Dengan metode percobaan siswa diharapkan dapat sepenuhnya terlibat
dalam perencanaan eksperimen, pengumpulan fakta, pengendalian variabel,
dan upaya dalam menghadapi masalah secara nyata. Pada metode ini, guru
menyediakan lembar kerja siswa (LKS) untuk mengarahkan siswa dalam
percobaan di laboratorium.
Lembar kerja siswa tersebut berupa nama percobaan, tujuan, alat bahan,
prosedur kerja, data hasil penelitian dan pertanyaan-pertanyaan serta serta
kesimpulan untuk mengarahkan siswa dalam percobaan. Guru hanya berperan
52
sebagai pengarah, pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat berperan
aktif dalam proses pembelajaran.
Metode percobaan ini, dapat digunakan untuk membuktikan fakta dan
permasalahan yang ada serta melakukan penyelidikan pada suatu masalah yang
memerlukan berbagai keterampilan proses sains yang dalam hal ini adalah
keterampilan dasar proses sains, meliputi: pengamatan, pengklasifikasian,
pengkomunikasian, peramalan dan penyimpulan. Untuk mengetahui tingkat
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan, dapat
diketahui melalui tes hasil belajar kognitif dan perubahan sikap yang tampak.
Berdasarkan hal tersebut maka keterampilan proses sains serta hasil
belajar kognitif siswa akan berkembang dengan adanya masalah. Masalah
tersebut bisa dipecahkan sendiri oleh siswa maupun disajikan oleh guru melalui
metode percobaan IPA terpadu.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa metode pembelajaran dengan
percobaan IPA terpadu memberikan pengaruh terhadap keterampilan proses
sains serta hasil belajar kognitif siswa. Agar lebih sistematis maka kerangka
berpikir di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Ada pengaruh terhadapketerampilan proses
sains dan hasil belajarkognitif siswa
Penemuanberbagai jawaban
Keterampilan prosessains serta hasil belajar
kognitif siswa
Pemecahan masalah denganproses penyelidikan danpenemuan (percobaan)
melaluiterdapat diperlukan
Metodepercobaan IPA
terpadu
Masalah disediakanoleh guru
Gambar 6. Kerangka Pikir
53
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis sebagaimana telah dikemukakan, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Ha: Ada pengaruh penerapan metode percobaan IPA terpadu terhadap
keterampilan proses sains siswa kelas VIII di SMP N 1 Kalasan dengan
tema “makanan”.
2. Ha: Ada pengaruh penerapan metode percobaan IPA terpadu terhadap hasil
belajar kognitif siswa kelas VIII di SMP N 1 Kalasan dengan tema
“makanan”.
3. Ha: Ada sumbangan variabel respon yaitu hasil belajar kognitif awal siswa
terhadap hasil belajar kognitif akhir siswa pada pembelajaran IPA dengan
tema “makanan” di SMP N 1 Kalasan.