bab ii kajian pustaka - institutional repository | satya...

19
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Kooperatif 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran koopertif Pembelajaran koopertif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Trianto (2007) Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras, dan satu sama lain saling membantu. Lie (2003) mengemukakan adanya lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif meliputi. 1. Saling ketergantungan positif (positive interdependence). Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar dapat berhasil. Masing-masing anggotanya mempuntai kesempatan menyumbang ide-ide / saran- sarannya kepada anggota kelompok. Dengan demikian bagi beberapa siswa yang kurang mampu, tidak merasa minder terhadap teman- temannya sehinggan prestasi merekapun bisa ikut meningkat, sebaliknya siswa yang lebih pandai juga tidak merasa dirugikan karena temannya yang kurang mampu sedikit banyak lebih memberikan sumbangan kepada mereka. 2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability). Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Masing- masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya

Upload: nguyenanh

Post on 22-May-2018

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Kooperatif

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran koopertif

Pembelajaran koopertif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Trianto (2007)

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi

dengan temannya. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat

tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras, dan satu sama lain

saling membantu.

Lie (2003) mengemukakan adanya lima unsur dasar dalam

pembelajaran kooperatif meliputi.

1. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap

anggotanya, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab

untuk menyelesaikan tugasnya agar dapat berhasil. Masing-masing

anggotanya mempuntai kesempatan menyumbang ide-ide / saran-

sarannya kepada anggota kelompok. Dengan demikian bagi beberapa

siswa yang kurang mampu, tidak merasa minder terhadap teman-

temannya sehinggan prestasi merekapun bisa ikut meningkat,

sebaliknya siswa yang lebih pandai juga tidak merasa dirugikan

karena temannya yang kurang mampu sedikit banyak lebih

memberikan sumbangan kepada mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability).

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Masing-

masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

7

sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan.

Dengan demikian siswa yang tidak melaksanakan tugas akan

diketahui dengan jelas dan mudah.

3. Tatap Muka (face to face interaction)

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk tatap muka dan

berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para siswa untuk

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil

pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada pemikiran satu

kepala. Inti dari sinergi ini adalah menghargai pendapat,

memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing

anggota kelompok.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali dengan

berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa

dalam kelompok, guru perlu mengajarkan siswa dalam kelompok dan

mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa

mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu

kelompok juga tergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling

mendengarkan dan mengutarakan pendapat. Proses ini sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman

belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.

5. Evaluasi proses kelompok (group processing)

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka

agar selanjutnya dapat bekerja sama secara lebih efektif. Hal ini bisa

dilakukan dengan mendiskusikan seberapa baik mereka telah

mencapai tujuan-tujuan kelompok dan mengelola hubungan kerja

yang efektif. Perbaikan yang terus menerus ini akan semakin membuat

kelompok berfungsi secara efektif.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

8

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Eggen dan Kauchak (Trianto, 2011) pembelajaran kelompok

merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa

bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Jadi tujuan

pembelajaran kooperatif antara lain:

1. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan partisipasi siswa

2. Memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepeminpinan dan

membuat keputusan dalam kelompok.

3. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi belajar

bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

2.1.1.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim (Trianto, 2007) Terdapat enam langkah utama atau

tahapan di dalam pelajaran kooperatif dan langkah-langkahnya dapat tunjukan

sebagai berikut:

Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2 : Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan

demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk

kelompok belajar dan membantu setiap agar melakukan

transisi secara efisien.

Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat

mereka mengerjakan tugas mereka.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

9

Fase 5 : Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah

dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan

hasil kerjanya.

Fase 6 : Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun

hasil belajar individu dan kelompok.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

2.1.2.1 Pengertian Numbered Heads Together (NHT)

Menurut Trianto (2011) Numbered Heads Together (NHT) atau

penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif

terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) pertama

kali dikembangkan oleh Spenser Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak

siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap pemahaman tersebut. Menurut Russ

Frank (2011) Numbered Heads Together dapat memberikan kesempatan

kepada siswa untuk sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang

paling tepat.

Menurut Isjoni (Wahyu, 2008) dituliskan model Cooperative learning

tipe Numbered heads together (Kepala bernomor) dikembangkan spencer

kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling

membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu

teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.

Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu,

dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan

kemampuan mereka dalam menguasai materi.

Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham

konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi

dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

10

pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat

menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi,

suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa

yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki

peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan.

2.1.2.2 Penerapan Model Numbered Heads Together (NHT)

Pembelajaran yang menggunakan model NHT diawali dengan

numbering, pertama kali guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan

membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dan membuat lembar kerja siswa

yang sesuai dengan model NHT. Setelah itu guru membagi kelas dalam

kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan

jumlah konsep yang dipelajari. Dalam pembentukan kelompok guru

menggunakan prasiklus atau hasil nilai ulangan harian dengan

mempertimbangkan heterogenitas supaya tidak ada kelompok yang dominan

Menurut Ibrahim (Wawan, 2010) pembelajaran kooperatif tipe NHT

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam

suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran

tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru

menggunakan empat langkah sebagai berikut : (a) Penomoran, (b) Pengajuan

pertanyaan, (c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil

dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan.

Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan

kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir

dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas

pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta

berdiskusi untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran Numbered Heads

Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok. Ciri

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

11

khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili

kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili

kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa, cara ini juga

merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggungjawab

individual dalam diskusi kelompok.

2.1.2.3 Langkah-langkah Model Numbered Heads Together (NHT)

Langkah-langkah Model Numbered Heads Together Menurut Endang

Mulyaningsih (2011) sebagai berikut:

1. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap anggota

kelompok mendapat nomor

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya

4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik secara acak untuk

melaporkan hasil kerjasama mereka

5. Peserta didik lain memberi tanggapan kepada peserta didik yang sedang

malapor

6. Guru menunjuk nomor lain secara bergantian

2..1.2.4 Manfaat Pembelajaran dengan Model Numbered Heads Together

(NHT)

Menurut Ibrahim (Wawan, 2010) ada beberapa manfaat pada model

pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah,

antara lain adalah :

a. Nilai kerja sama antar siswa lebih teruji

b. Kreativitas siswa termotivasi dan wawasan siswa menjadi berkembang

c. Memotivasi siswa yang berkemampuan lemah untuk memahami materi

dengan bekerja secara antusias dalam kelompok

d. Meningkatkan kepercayaan diri

e. Meningkatkan prestasi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

12

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagaimana

dijelaskan oleh Hill (Wawan, 2010) bahwa model NHT dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa,

menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa,

mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu

siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling

memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.

Kelebihan model Kooperatif Numbered Heads together:

1. Setiap siswa menjadi siap semua.

2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

4. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok

Kelemahan model Kooperatif Numbered Heads together:

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

2.1.3 Motivasi Belajar

2.1.3.1 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi adalah usaha atau kegiatan dari guru sekolah untuk

menimbulkan dan meningkatkan semangat dan kegairahan belajar dari para

siswanya. Motivasi adalah keadaan dalam keadaan pribadi orang yang

mendorong individu tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk

mencapai suatu tujuan, Suryabrata (Raniyati, 2010). David Mc Clelland

(Hamzah, 2011) berpendapat bahwa : Motivasi memiliki dua aspek, yaitu

adanya dorongan dari dalam dan dari luar untuk mengadakan perubahan dari

suatu keadaan pada keadaan yang diharapkan, dan usaha untuk mencapai

tujuan.

Motivasi belajar sebagai dorongan yang berhubungan dengan prestasi

yaitu menguasai, memanipulasi, mengatur lingkungan sosial atau fisik,

menguasai rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing untuk

melebihi yang lampau dan mengungguli orang lain menurut Wirabayu (Rani,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

13

2010). Mukijat (Raniyati, 2010) mendefinisikan motivasi belajar sebagai suatu

kecenderungan positif dan dalam individu yang pada dasarnya mempunyai

reaksi terhadap suatu tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan uraian beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar sebagai suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan

dari dalam maupun dari luar diri individu untuk melakukan aktivitas dan usaha

yang maksimal serta berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah

laku/aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya.

2.1.3.2 Aspek-aspek Motivasi

Wirabayu (Raniyati, 2010) mengemukakan 6 aspek motivasi belajar

pada individu:

1. Tanggung jawab pribadi terhadap tugas, yaitu individu yang mempunyai

motivasi belajar yang tinggi dan selalu bertanggung jawab terhadap

pekerjaannya dan selalu menerima tugas dengan senang hati.

2. Umpan balik atau perbuatan (tugas) yang dilakukan, yaitu individu akan

selalu mengharapkan hasil atua feedback dari setiap pekerjaan yang

dilakukan.

3. Tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit

tetapi juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya tantangan dalam

tugas, serta dimungkinkan diraih dengan hasil yang memuaskan, yaitu

individu akan tertarik dengan tugas yang menantang serta memberikan

hasil yang maksimal

4. Tekun dan ulet dalam bekerja, yaitu individu yang mempunyai motivasi

belajar tinggi akan selalu berusaha melakukan tugas pekerjaan sebaik

mungkin dan pantang menyerah.

5. Dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan (spekulasi

dan untung-untungan), yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar

tinggi akan menghindari pekerjaan yang asal-asalan atau berspekulasi

karena setiap tugas yang dikerjakan penuh dengan pertimbangan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

14

6. Keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya yang akan

meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat relisties, yaitu individu yang

mempunyai motivasi belajar tinggi kan selalu bersikap realitis dan

mengutamakan keberhasilan dalam tugas.

2.1.3.3 Pentingnya motivasi belajar dalam proses pembelajaran

Pentingnya peranan motivasi belajar dalam proses pembelajaran perlu

dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau

bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik

diakibatkan faktor dalam maupun faktor luar siswa, untuk mencapai tujuan

tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks

pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk

pelajaran.

Dua anak memiliki kemampuan yang sama dan diberikan peluang

serta kondisi yang sma untuk mencapai tujuan, kinerja dan hasil-hasil yang

dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak

yang tidak termotivasi.

Fungsi motivasi dalam pembelajaran diantaranya :

1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi

tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.

2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah artinya megarahkan

perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan

tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan

cepat atau tidaknya suatu pekerjaan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

15

2.1.4 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

dia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008). Menurut Winkel

(Purwanto, 2011) Hasil Belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia

berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Menurut Dimyati dan Mudjiono

(2006), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan

tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi

hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan

puncak proses belajar.

Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil

belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan

dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses

belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang

dicapai siswa. Horward Kingsley dalam bukunya Sudjana (2004) membagi tiga

macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan

pengertian, (c) sikap dan cita-cita.

Pada penelitian ini penulis menggunakan klasifikasi hasil belajar dari

Benyamin Bloom pada tahun 1956 dalam Endang Poerwanti (2008), yaitu

cognitive, affective, dan psychomotor. Benyamin Blom (1956) mengelompokkan

kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama yaitu ranah kognitif

dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi dua kelompok,

yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah diklasifikasi secara

berjenjang mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Tetapi pada

penelitian ini penulis hanya menggunakan ranah kognitif.

1. Ranah Kognitif

Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan,

pemahaman, pererapan, analisis, sitesis dan penilaian.

a. Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat

mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus

mengerti atau dapat menggunakannya. Kata-kata operasional yang

digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasi,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

16

mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan, dan

mereproduksi.

b. Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa

memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang

sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus

menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan

menjadi tiga, yaitu; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c)

mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain:

memperhitungkan, memperkirakan, menduga, menyimpulkan,

membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.

c. Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut

kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-

metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru kongkret.

Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah,

menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan,

menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.

d. Analisis (analysis) adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang

untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam

unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis

diklarifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b)

analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-

kata operasional yang umumnya digunakan antara lain: memperinci,

mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memiliki, dan

memisahkan.

e. Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat

menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai

faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau

mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari:

mengkatagorika, memodifikasikan, merekonstruksi, mengorganisasikan,

menyusun, membuat design, menciptakan, menuliskan, dan menceritakan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

17

f. Evaluasi (evaluation) adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk

dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan

suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah menciptakan

kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria,

standar atau ukuran untuk mengevaluasikan sesuatu. Kata-kata

operasional yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan, menentukan,

menduga, mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.

Dari beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah suatu perolehan nilai yang didapat melalui sebuah proses dari

mengingat, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, hingga evaluasi dan itu

semua memberikan sebuah indikasi bahwa ada kemajuan dalam belajar.

Hasil belajar digunakan oleh guru untuk menjadikan ukuran atau kriteria

dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari

aktivitas pengukuran. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan

atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala

atau peristiwa, atau benda. Pengukuran adalah penetapan angka dengan cara

yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Untuk menetapkan angka

dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen.

Cara untuk mencari hasil belajar dapat dicari dengan pengukuran.

Pengukuran hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan

teknik tes dan non tes.

1. Teknik Tes

Adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang

dites, dan berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat

ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai

alat ukur sangat banyak macamnya dan luas penggunaannya. Yang termasuk

dalam teknik tes, yaitu :

a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)

Yaitu tes dengan soal yang harus dijawab oleh peserta didik

dengan memilih jawaban yang tersedia.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

18

b. Tes Tertulis

Yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan

memberikan jawaban tertulis.

c. Tes Lisan

Yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan

tanya jawab secara langsung antara pendidik dengan peserta didik.

d. Tes Perbuatan

Yaitu tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan

atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan

atau unjuk kerja.

2. Teknik Non Tes

Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi baik secara langsung

ataupun tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan

dengan Sosiometri. Teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan

digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan

penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih menyeluruh

pada semua aspek kehidupan anak.

Adapun instrumen butir-butir soal apabila cara pengukurannya

menggunakan tes, apabila pengukurannya dengan cara mengamati atau

mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar pengamatan atau

observasi, pengukuran dengan cara/teknik skala sikap akan menggunakan

instrumen butir-butir pernyataan.

Instrumen sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian

tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah

valid, artinya instrumen ini adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang

seharusnya diukur. Maka perlu digunakan kisi-kisi untuk ketercapaian tujuan

pembelajaran.

Kisi-kisi adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan

distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan

kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

19

kisi ini dimaksudkan sebagai pedoman merakit atau menulis soal menjadi

perangkat tes.

Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar penilaian atau

evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Menurut

Stufflebeam (Naniek, 2009) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses

penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat

bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (judgement

alternative). Wardani Naniek Sulistya dkk, (2009) mengartikannya, bahwa

evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas

hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran

tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan

hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau

ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses

atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas

keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok,

atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal

yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan

Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang

kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan

pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan

Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).

2.1.5 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SD

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang

dapat membentuk sikap diri dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk

menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi

UUD 1945. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Depdiknas (2005)

bahwa:

“Pendidikan Kewarganegaran merupakan mata pelajaran yang secara

umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara

Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

20

kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara

cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Menurut Noor MS Bakry (2002) dalam buku pendidikan

kewarganegaraan, “Pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan kecintaan, kesetiaan,

keberanian untuk berkorban membela bangsa dan tanah air indonesia.”

Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah

mengembangkan kompetensi sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif, sehingga

mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan.

b. Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara

demokratis dan bertanggung jawab.

c. Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma

yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Menurut Syahrial (2010) Pendidikan Kewarganegaraan yang kita kenal

sekarang telah mengalami perjalanan panjang dan melalui kajian krisis sejak

tahun 1960-an yang dikenal dengan mata pelajaran “Civic” di Sekolah Dasar dan

merupakan embrio dari “Civic Education” sebagai “the Body Of Knowledge”.

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai instrumen pengetahuan (the Body Of

Knowledge) diarahkan untuk membangun masyarakat demokrasi berkeadaban.

Secara normatif, Pendidikan Kewarganegaraan memperoleh dasar legalitasnya

dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang mengatakan: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Dengan demikian seorang warga negara pertama perlu memiliki

pengetahuan kewarganegaraan yang baik, memiliki keterampilan intelektual

maupun partisipatif dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan

membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan

kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

21

misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil , demokratis, taat hukum,

menghormati orang lain, memiliki kesetiakawanan sosial dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang tujuan PKn jelas bagi kita bahwa

PKn bertujuan mengembangkan potensi individu warga negara, dengan

demikian maka seorang guru PKn haruslah menjadi guru yang berkualitas dan

profesional, sebab jika guru tidak berkualitas tentu tujuan PKn itu sendiri tidak

tercapai.

Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu

1. Dimensi pengetahuan Kewarganegaraan (civics knowledge) yang

mencangkup bidng politik, hukum dan moral

2. Dimensi keterampilan Kewarganegaraan (civics skills) meliputi

keterampilan pertisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

3. Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) mencangkup

antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma moral

luhur. (Depdiknas 2003)

Tujuan pendidikan kewarganegaraan dapat dicapai dengan cara, guru

berupaya melalui kualitas pembelajaran yang dikelolah, upaya ini bisa dicapai

jika siswa mau belajar, dalam belajar inilah guru berusaha mengarahkan dan

membentuk sikap serta sebagai mana yang dikehendaki dalam pembelajaran

PKn.

Standar Kompetensi dan kompetensi dasar PKn dalam dokumen ini

disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan

tersebut diatas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan

menggunakan model NHT pada pembelajaran PKn.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

22

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Semester II

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Memahami kebebasan

berorganisasi

3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi

3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah

dan masyarakat

3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di

sekolah

4. Menghargai keputusan

bersama

4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama

4.2 Mematuhi keputusan bersama

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugroho Sandi Ananta

(292008615) dengan judul Penerapan Model NHT Dalam Pembelajaran

Matematika Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pitrosari

Kec.Wonoboyo Kab.Temanggung yang menyimpulkan bahwa melalui model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

IV dalam Matematika pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pecahan.

Dapat dilihat dari kondisi awal atau pra siklus siswa yang nilainya diatas KKM

terdapat 16 siswa (67%). Siklus I menerapkan model NHT terjadi peningkatan

signifikan yaitu terdapat 18 siswa yang di atas KKM (75%) dan 9 siswa (25%)

yang belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Kemudian siklus II terjadi

peningkatan yaitu 21 (87%) siswa yang sudah memenuhi KKM dan 3 (13%) yang

belum memenuhi KKM.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dra. Siti Istiyati, M. Pd. Dan Drs. A.

Dakir, M. Pd. FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT untuk Meningkatakan

Motivasi Belajar Siswa Kelas IV Pada Pembelajaran IPS di SDN 02 Doplang

Karangpandan Tahun 2010 yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

23

kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di SDN o2

Doplang. Dapat dilihat dari kondisi awal atau pra siklus nilai Rata-rata mata

pelajaran IPS adalah 60,88. Siklus I menerapkan model NHT terdapat

peningkatan 72,80, siklus II menjadi 84,20 itu berarti motivasi siswa dalam

pembelajaran IPS menggunakan Model NHT rata-rata siswa bertambah 23,32%.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran pada kelas itu guru masih

melakukan pembelajaran konvensional (berpusat pada guru siswa masih pasif)

yang menyebabkan siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Terutama

pada kelas V yang seharusnya guru harus lebih mengetahui kondisi belajar siswa.

Proses pembelajaran yang terjadi dalam kelas akan lebih efektif jika guru

menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran dan kondisi

siswa dalam kelas itu. Dalam penelitian ini kegiatan belajar mengajar mengacu

pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan menggunakan

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together agar siswa lebih

bersemangat karena pembelajaran lebih menarik karena siswa bisa belajar untuk

melatih kerja sama antar anggota kelompok bersama temannya. Pembelajaran

NHT menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil. Dari

pembelajaran PKn menggunakan tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together diharapkan akan meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti

pelajaran, siswa juga dapat bersemangat dalam belajar dan hasil yang dicapai akan

meningkat. Sehingga Pembelajaran akan menjadi menarik dan efektif karena

siswa tidak hanya belajar secara konvensional. Pada pembelajaran PKn

menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered HeadsTogether ini

siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran dan hasil yang didapat

meningkat.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/883/3/T1_292008136_BAB II.… · Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

24

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis yang akan diajukan adalah

penelitian ini adalah model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar PKn siswa kelas

V SD Negeri Sunggingsari Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung Tahun

Ajaran 2011/2012 .

Siswa pasif dalam menerimapelajaran.

Motivasi dan hasil belajar siswameningkat pada mata pelajaranPKn dengan Menerapkan modelNHT

Guru Masih menggunakan metodeceramah (berpusat pada guru) belummenerapkan model pembelajarankooperatif dengan tipe NHT

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Guru Menerapkan modelpembelajaran kooperatif dengantipe Numbered Heads Together(NHT)

Motivasi dan hasil belajar siswarendah

Siswa aktif dan bersemangatdalam mengikuti pembelajarandengan menggunakan modelNHT