bab ii kajian pustaka -...

25
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori Kajian teori menyajikan penjelasan mengenai teori pembelajaran bahasan Jawa, motivasi, model pembelajaran jigsaw, dan media pembelajaran aksara sebagai acuan dan dasar dalam penelitian. 1.1.1 Pembelajaran Bahasa Jawa a) Hakikat Bahasa Jawa Secara geografis, bahasa Jawa merupakan bahasa yang dipakai di daerah Provinsi Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Di Jawa Timur, khusus daerah Besuki sampai Probolinggo, bagian utara memakai bahasa campuran antara Jawa dan Madura. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang mengenal adanya tingkat tutur (speech levels) atau undha-usuk atau unggah-ungguhing basa menyebut adanya tingkat tutur ngoko, madya dan krama dalam bahasa Jawa. Pembelajaran Bahasa Jawa masih berkaitan erat dengan aspek budaya karena di dalam budaya mencakup kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan yang umumnya tidak tertulis (misalnya tata krama, sopan santun, tata pergaulan dengan orang tua sendiri atau orang lain yang usianya lebih tua, pergaulan dengan tetangga dan teman sebaya). Dalam kehidupan masyarakat Jawa muncul kesadaran perlunya pembinaan dan pengembangan bahasa Jawa dengan usaha-usaha yang konkrit sehingga dapat menyentuh perilaku masyarakat sehari-hari baik melalui pendidikan formal, informal maupun non formal. Seperti yang diputuskan dalam konggres Bahasa Jawa IV di Jawa Tengah, antara lain bahwa bahasa Jawa wajib diajarkan di sekolah-sekolah mulai SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA di tiga provinsi: Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur. Pembelajaran tersebut harus bersifat

Upload: tranmien

Post on 03-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Kajian Teori

Kajian teori menyajikan penjelasan mengenai teori pembelajaran bahasan Jawa,

motivasi, model pembelajaran jigsaw, dan media pembelajaran aksara sebagai acuan

dan dasar dalam penelitian.

1.1.1 Pembelajaran Bahasa Jawa

a) Hakikat Bahasa Jawa

Secara geografis, bahasa Jawa merupakan bahasa yang dipakai di daerah Provinsi

Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Di Jawa Timur, khusus daerah Besuki sampai

Probolinggo, bagian utara memakai bahasa campuran antara Jawa dan Madura.

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang mengenal adanya tingkat tutur (speech levels)

atau undha-usuk atau unggah-ungguhing basa menyebut adanya tingkat tutur ngoko,

madya dan krama dalam bahasa Jawa.

Pembelajaran Bahasa Jawa masih berkaitan erat dengan aspek budaya karena di

dalam budaya mencakup kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan yang umumnya tidak

tertulis (misalnya tata krama, sopan santun, tata pergaulan dengan orang tua sendiri

atau orang lain yang usianya lebih tua, pergaulan dengan tetangga dan teman sebaya).

Dalam kehidupan masyarakat Jawa muncul kesadaran perlunya pembinaan dan

pengembangan bahasa Jawa dengan usaha-usaha yang konkrit sehingga dapat

menyentuh perilaku masyarakat sehari-hari baik melalui pendidikan formal, informal

maupun non formal.

Seperti yang diputuskan dalam konggres Bahasa Jawa IV di Jawa Tengah,

antara lain bahwa bahasa Jawa wajib diajarkan di sekolah-sekolah mulai SD/MI,

SMP/MTs, SMA/SMK/MA di tiga provinsi: Jawa Tengah, Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur. Pembelajaran tersebut harus bersifat

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

9

kontekstual, memanfaatkan teknologi informasi, inovatif, kreatif dengan

memperhatikan varian lokal sebagai pijakan pembelajaran bahasa Jawa baku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor

22 dan 23 tahun 2000, kurikulum yang berlaku di pendidikan formal saat ini adalah

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurna

kurikulum KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Amanat yang terkandung dalam

KTSP adalah bahwa peserta didik akan mendapat bekal berbagai kompetensi sesuai

perubahan dan perkembangan aspirasi terhadap gejala-gelaja yang muncul di

masyarakat. Terkait dengan hal itu maka ditetapkanlah Bahasa, Sastra dan Budaya

Jawa sebagai muatan lokal wajib di jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs,

SMA/SMK/MA. Penentuan kebijakan tersebut didasari oleh fungsi utama bahasa

Jawa sebagai sarana komunikasi dalam masyarakat Jawa, maka pembelajaran

Berbahasa, Sastra dan Budaya Jawa bertujuan agar siswa terampil berkomunikasi

menggunakan Bahasa Jawa.

Sementara itu dalam Mulyana (2008:238) fungsi lain mata pelajaran Bahasa,

Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut:

1) Sarana pembinaan rasa bangga terhadap bahasa Jawa

2) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan

pengembangan budaya Jawa

3) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih mengembangkan

ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

4) Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar untuk

berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah

5) Sarana pemahaman budaya Jawa melalui kekusastraan Jawa

b) Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Jawa

Pembelajaran memiliki beberapa prinsip yakni, harus bertujuan dan terarah.

Prosesnya memerlukan bimbingan, memerlukan latihan dan ulangan sehingga

diperoleh pemahaman. Pembelajaran merupakan proses aktif peserta didik dengan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

10

lingkungannya, disertai keinginan dan kemauan untuk mencapai tujuan, dan diikuti

proses internalisasi diri dari si pembelajar, pembelajaran dianggap berhasil jika telah

sanggup menerapkan dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Bahasa Jawa berdasarkan Kurikulum 2010 lebih menekankan

kepada pendekatan komunikatif yaitu pembelajaran yang mempermudah para siswa

agar lebih akrab dalam pergaulan dengan menggunakan Bahasa Jawa dan melatih

siswa untuk lebih senang berbicara menggunakan Bahasa Jawa yang benar dan tetap

sesuai dengan situasinya.

Pembelajaran Bahasa Jawa diajarkan dari SD sampai dengan SMP bahkan sampai

SMA secara berkesinambungan, selaras antara kompetensi dasar yang satu dengan

kompetensi dasar lainnya. Dalam pembelajaran ini ada 4 aspek yang diajarkan oleh

guru yaitu:mendengarkan, berbicara, membaca, menulis. Keempat aspek tersebut

tidak dapat terpisah antara satu aspek dengan aspek lainnya, dalam pembelajaran

hanya penekanannya lebih difokuskan pada salah satu aspek, artinya pada

pembelajaran mendengarkan siswa tidak hanya dituntut mendengarkan saja akan

tetapi siswa juga harus dapat berbicara, menulis dan mengapresiasikannya dalam

bentuk sastra. Di bawah ini beberapa contoh model pembelajaran yang dapat

diajarkan kepada siswa, dalam mengemas aspek-aspek yang saling mendukung.

Peranan guru dalam pengembangan Bahasa Jawa terutama penerapan unggah-

ungguh sangat penting dan dominan dalam keberhasilan pembelajaran Bahasa Jawa.

Mengingat guru Bahasa Jawa adalah orang-orang yang tugasnya setiap hari membina

Bahasa Jawa, orang yang semestinya merasa paling bertanggungjawab akan

perkembangan Bahasa Jawa adalah guru, orang yang selalu akan dituding oleh

masyarakat bila hasil pengajaran bahasa Jawa disekolah tidak memuaskan. Guru

memegang peranan terpenting dalam menentukan keberhasilan pengajaran.

Bagaimanapun baiknya kurikukulum dan lengkapnya sarana prasarana, apabila guru

tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka pengajaran pastilah tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

11

Sumarlam (2011:29) menyatakan bahwa mengingat pentingnya peranan guru

dalam menentukan keberhasilan pengajaran dengan demikian penting juga

peranannya dalam pembinaan budi pekerti dan pendidikan karakter bangsa, maka

seorang guru harus senantiasa mencari cara terbaik dalam menyajikan pembelajaran.

Cara yang baik dalam menyajikan pembelajaran baiknya didukung oleh kreatifitas,

kompetensi, dan performansi yang baik pula. Maka guruakan mampu

menumbuhkembangkan minat murid dan membangkitkan kecintaan murid kepada

mata pelajaran bahasa Jawa.

c) Pembelajaran Bahasa Jawa di SD

Pembelajaran adalah kegiatan interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru.

Kegiatan tersebut merupakan kegiatan tatap muka sebagaimana dimaksud dalam, PP

No. 74 tahun 2008, yang isinya antara lain merupakan kegiatan bimbingan dan

latihan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai.

(Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2009).

Pembelajaran Bahasa Jawa untuk jenjang pendidikan SD/SDLB/MI baik negeri

maupun swasta merupakan salah satu mata pelajaran wajib muatan lokal (mulok) di

Jawa Tengah sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa masyarakat

setempat dalam wujud komunikasi dan apresiasi sastra. Hal ini selaras berdasarkan

Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 423.5/5/2010 tanggal 27 Januari

2010 Tentang Kurikulum mata pelajaran Bahasa Jawa Tahun 2004.

Isi materi kurikulum muatan lokal terkait dengan kebiasaan dalam bertutur kata

dengan sopan, membiasakan budi pekerti yang baik, menyanyikan tembang,

mendengarkan dan memahami cerita, membaca dan menulis Aksara Jawa. Berikut

adalah standart kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran Aksara Jawa yang

termuat dalam pembelajaran Bahasa Jawa di kelas 5 sesuai dengan Kurikulum Mata

Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) untuk Jenjang Pendidikan SD/SDLB/MI

Provinsi Jawa Tengah berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor:

423.5/5/2010 adalah sebagai berikut:

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

12

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Jawa

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Membaca

2.2 Mampu membaca dan memahami

ragam teks bacaan dengan berbagai

teknik membaca cepat, membaca

bersuara, membaca indah dan

membaca huruf Jawa

3.5 Membaca kalimat seder-

hana berhuruf Jawa yang

menggunakan pasangan.

Waktu yang sangat terbatas untuk porsi pembelajaran muatan lokal di sekolah

dasar akan sangat efektif jika siwa telah memiliki gairah minat dan motivasi yang

tinggi terhadap pembelajaran bahasa dan satra daerah. Bersamaan dengan

perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

juga mendorong guru untuk mengadakan upaya pembaharuan dalam proses belajar

berupa penggunaan strategi baik model ataupun metode pembelajaran serta

pemanfaatan hasil-hasil teknologi.

2.1.2 Hasil Belajar

Slameto (2003:2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkunganya.

Menurut Purwanto (2011: 54) hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi

setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Winkel

dalam Purwanto, (2011: 45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan

manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Bloom dalam Moh Uzer Usman,

(1990: 29) mengusulkan hasil belajar dikelompokkan ke dalam tiga taksonomi yang

disebut dengan ranah belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik.

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar berupa pengetahuan, kemampuan dan

kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan, pemahaman,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

13

penerapan, analisi, sintesis, dan penilaian. Kategori tujuan pembelajaran ranah afektif

meliputi penerimaan, pemberian respon, penilaian, pengorganisasian, dan

karakterisasi. Kategori tujuan pembelajaran ranah psikomotorik meliputi peniruan,

manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan.

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses

belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik

pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan sehingga menjadi lebih baik dari

sebelumnya (Hamalik 1995:48).

Setelah mengkaji pengertian belajar dan hasil belajar dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa baik kognitif, afektif, ataupun

psikomotor yang didapat setelah siswa berinteraksi dengan lingkungan.

2.1.3 Motivasi

a) Pengertian Motivasi

Istilah motif kita temui dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya di dunia

tekstil terdapat kata motif yang berarti gambar, pola, dan sebagainya. Dalam dunia

kriminal kita kenal dengan motif pembunuhan, motif perampokan,dll yang artinya

adalah latar belakang. Dari dua pendekatan pengertian motif di atas, dapat kita ambil

persamaan bahwa keduanya menyatakan suatu kehendak yang melatarbelakangi

perbuatan. Motivasi yang akan kita bahas, erat kaitannya dengan perbuatan atau

perilaku manusia yang pengertiannya dirumuskan sebagai berikut:

Motif berasal dari Bahasa Inggris motive berasal dari kata motivation yang

berarti gerak atau sesuatu yang bergerak. R. Ibrahim (2003:27) menyatakan setiap

perbuatan, termasuk perbuatan belajar, didorong oleh sesuatu atau beberapa motif.

Motif atau biasa disebut sebagai dorongan atau kebutuhan merupakan sesuatu tenaga

yang berada pada diri individu atau siswa yang mendorongnya untuk berbuat

mencapai suatu tujuan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

14

Hamalik (2004:174) mengungkapkan motivasi dipandang sebagai tujuan berarti

motivasi merupakan sasaran stimulus yang akan dicapai. Jika seseorang mempunyai

keinginan untuk belajar sesuatu hal, maka dia akan termotivasi untuk mencapainya.

Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu

berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat

tergolong rendah dan tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan

mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi

dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku

manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan

yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan

perilaku individu belajar (Koeswara, 1989; Siagian, 1989; Schein, 1991; Biggs &

Telfer, 1987 dalam Dimtayi dan Mudjiono (2006: 80)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa motivasi dapat

dipandang sebagai fungsi, proses dan tujuan. Motivasi dipandang sebagai tujuan

berarti motivasi berfungsi sebagai daya penggerak dari dalam individu untuk

melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan. Motivasi sebagai proses, berarti

motivasi dapat dirangsang oleh faktor luar untuk menimbulkan motivasi dalam diri

seseorang. Maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak

dalam diri siswa yang melalui proses rangsangan belajar sehingga mencapai tujuan

yang dikehendaki.

b) Macam-Macam Motivasi Belajar

Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau

kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai suatu

kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas

nyata untuk mencapai tujuan tertentu. (Aunurrahman 2011:114)

Aunurrahman (2011:115) juga mengungkapkan motivasi dapat bersifat internal

dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli menyebutnya motivasi instrinsik dan

ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi instrinsik adalah dorongan dalam diri

individu untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi eksternal adalah dorongan yang

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

15

berasal dari luar diri individu. Tentu saja setiap siswa melakukan aktivitas belajar

diharapkan didorong oleh motivasi internal, karena hal itu menjadi pertanda telah

tumbuhnya kesadaran dalam diri siswa untuk belajar secara sunguh-sungguh. Namun

demikian tidak berarti bahwa motivasi eksternal tidak memiliki posisi yang penting

bagi para siswa, karena hasil-hasil penelitian juga banyak menunjukkan bahwa

pemberian motivasi menjadi faktor yang memberi pengaruh besar bagi pencapaian

hasil belajar atau kesuksesan seseorang.

c) Prinsip- Prinsip Motivasi Belajar

Dari berbagai teori motivasi belajar yang berkembang, Keller (Sugihartono 2007:

78) telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan

dalam proses pembelajaran, yaitu:

1) Attention (Perhatian)

Perhatian peserta didik muncul karena didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, rasa

ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga peserta didik akan memberikan

perhatian selama proses belajar.

2) Relevance (Relevansi)

Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pembelajaran dengan kebutuhan

dan kondisi peserta didik. Motivasi peserta didik akan terpelihara apabila mereka

menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat

dan sesuai dengan nilai yang dipegang.

3) Confidence (Percaya diri)

Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi

secara positif dengan lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa

motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil.

Motivasi dapat memberikan ketekunan untuk membawa keberhasilan (prestasi), dan

selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk mengerjakan tugas

berikutnya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

16

4) Satisfaction (Kepuasan)

Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan. Kepuasan

karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang

berasal dari dalam maupun luar individu. Untuk meningkatkan dan memelihara

motivasi peserta didik, dapat menggunakan pemberian penguatan berupa pujian,

pemberian kesempatan, dan sebagainya.

d) Membangkitkan Motivasi Belajar

Slameto (2010: 175) menyatakan mengingat demikian penting motivasi bagi

siswa dalam belajar. Maka guru diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar

siswa- siswanya. Dalam usaha ini banyaklah cara yang dapat dilakukan. Menciptakan

kondisi- kondisi tertentu dapat membangkitkan motivasi belajar.

Sehubungan dengan pemeliharaan dan peningkatan motivasi siswa, DeCecco &

Grawford (1974) dalam Slameto (2010: 175) mengajukan 4 fungsi pengajar:

1) Mengggairahkan Siswa

Dalam kegiatan rutin di kelas sehari-hari pengajar harus berusaha menghindari

hal- hal yang monoton dan membosankan. Untuk dapat meningkatkan kegairahan

siswa, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai disposisi awal

siswa-siswanya.

2) Memberikan harapan realistis

Guru harus memelihara harapan-harapan siswa yang realistis, dan

memodifikasikan harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Untuk ini

pengajar perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau

kegagalan akademis siswa pada masa lalu.

3) Memberikan intensif

Bila siswa mengalami keberhasilan, pengajar diharapkan memberikan hadiah

pada siswa (dapat berupa pujian, angka yang baik dan lain sebagainya) atas

keberhasilannya sehingga ia terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna

mencapai tujuan-tujuan pengajaran.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

17

4) Mengarahkan

Pengajar harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukkan pada

siswa hal-hal yang dilakukan secara tidak benar dan meminta mereka melakukan

sebaik-baiknya.

2.1.4 Model Pembelajaran

a) Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati

perubahan perilaku peserta didik secara adaktif maupun generatif (Nanang-Hanafiah,

2009)

Mills dalam Agus Supriyono (2010:45) berpendapat bahwa model adalah

bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau

sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model merupakan

interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa

sistem. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil

penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan

analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional

di kelas.

Menurut Andreas dalam Agus Supriyono (2010:46) model pembelajaran

mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan

pembelajar, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan

kelas. Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat

membantu peserta didik mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir, dan

mengekspresikan ide. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar

mengajar secara sistematis.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada

hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa dengan pemilihan

model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

18

sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar agar tercipta

pembelajaran efektif dan efisien serta mencapai tujuan belajar yang maksimal.

b) Hakikat Model Pembelajaran Jigsaw

Arti jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebut

dengan istilah puzzle yaitu teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu

siswa melakukan suatu kegiatan dengan cara bekerja sama dengan siswa lainnya

untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai

materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2010:54). Teknik ini

dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun

berbicara.

Model pembelajaran jigsaw dalam pelaksanaannya memiliki ciri khusus yaitu

terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal merupakan kelompok

awal yang terdiri atas beberapa siswa dengan tugas setiap anggota kelompok

mempelajari materi tertentu. Kelompok ahli merupakan bentukan kelompok baru dari

perwakilan masing-masing anggota di kelompok awal dengan ketentuan setiap satu

kelompok ahli merupakan gabungan dari anggota kelompok awal dengan materi yang

sama. Dalam kelompok ahli dilakukan proses berdiskusi atau bekerjasama

menyelesaikan permasalahan atau tugas dengan atmosfer materi yang sama. Pada

akhirnya masing-masing anggota di kelompok ahli akan bergabung kembali dengan

kelompok asal untuk menyampaikan hasil dari kelompok ahli kepada anggota yang

lain di kelompok asal.

e) Tujuan Model Pembelajaran Jigsaw

Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan bekerjasama

dengan bertanggungjawab atas tugas yang telah diberikan dalam kelompok asal.

Berkerjasama dalam kelompok ahli yang memiliki satu ragam materi untuk

menyelesaikan permasalah atau tugas yang diberikan juga merupakan rangkaian

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

19

proses gotong royong. Dalam mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya

ketika telah bersatu kembali dalam kelompok asal, secara tidak langsung siswa akan

dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang sedang

melaporkan hasil diskusi di kelompok ahli. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan

menyimak materi pada siswa.

Dalam model jigsaw ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan

pembelajaran kooperatif lainya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam

menemukan suatu konsep. Penggunaan model jigsaw akan mengarahkan siswa untuk

aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga

menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, tujuan model pembelajaran

jigsaw ini yaitu dalam prosesnya terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap

anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi

kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.

d) Kelebihan Model Pembelajaran Jigsaw

Anita Lie (2005: 69) mengemukakan bahwa dalam teknik jigsaw guru

memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa

mengaktifkannya agar pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan

sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan

untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki beberapa

kelebihan yaitu:

1) Secara umum siswa pada model kooperatif learning tipe jigsaw lebih aktif dan

saling memberikan pendapat (sharing idea), karena suasana belajar lebih

kondusif, baru dan adanya penghargaan yang diberikan kelompok. Maka masing-

masing kelompok berkompetisi untuk mencapai prestasi yang baik.

2) Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya.

3) Siswa lebih aktif dan kreatif serta lebih memiliki tanggungjawab secara

individual.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

20

Lie dalam Rusman (2011:218) menyatakan bahwa kelebihan pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw yaitu:

1) Siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw ini

memperoleh prestasi yang baik

2) Mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran

3) Siswa saling menghargai perbedaan pendapat orang lain.

Jhonson and Jhonson dalam Teti Sobari (Rusman, 2011:219) menunjukkan bahwa

interaksi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki berbagai keunggulan terhadap

perkembangan anak, meliputi:

1) Meningkatkan hasil belajar

2) Meningkatkan daya ingat

3) Digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi

4) Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu)

5) Meningkatkan hubungan antarmanusia heterogen

6) Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah

7) Meningkatkan sikap positif terhadap guru

8) Meningkatkan harga diri anak

9) Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif, dan

10) Meningkatkan ketrampilan hidup bergotong-royong.

Beberapa kelebihan tersebut menyiratkan bahwa model pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu, dapat merangsang siswa memberdayakan segala

kemampuan dan potensinya dalam setiap pembelajaran. Siswa diajarkan untuk belajar

bagaimana cara belajar, belajar bagaimana membuat sesuatu, belajar bagaimana

hidup bersama-sama, dan belajar bagaimana cara siswa berkomunikasi dengan baik

untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengkomunikasikannya kepada teman-

temannya yang lain. Kemampuan komunikasi siswa dilatih melalui diskusi kelompok

ahli dan kelompok asal. Di kelompok ahli siswa berkumpul saling berbagi

pemahaman terhadap suatu permasalahan, kemudian di kelompok asal siswa saling

memberikan pemahaman dan penjelasan hasil diskusi yang telah mereka peroleh di

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

21

kelompok ahli kepada anggota kelompok lainnya di kelompok asal. Selain itu, siswa

dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil diskusinya di depan kelas melalui

presentasi kelompok.

e) Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw

Isjoni (2010) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraanya. Tahap pertama siswa

dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok ini

dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Tahap kedua setiap anggota

kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa atau

perwakilan dari masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain

yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut didiskusikan

sehingga setiap perwakilan kelompok tersebut memahami setiap masalah yang

dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi

tersebut. Pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat

memahami dan menguasai yang ditugaskan, kemudian masing-masing perwakilan

tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asal.

Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu

kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang

ditugaskan guru. Pada tahap selanjutnya siswa diberi tes/ kuis, hal tersebut dilakukan

untuk mengetahui apakah siswa memahami suatu materi. Dengan demikian secara

umum penyelenggaraan model jigsaw dalam proses belajar mengajar dapat

menumbuhkan tanggungjawab siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam

memahami suatu persoalan dan menyelesaiannya secara kelompok. Tahap akhir,

siswa yang memperoleh skor tertinggi diberikan penghargaan.

Slavin (2005: 241) mengidentifikasikan urutan tahapan kegiatan jigsaw jadwal

kegiatan sebagai berikut:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

22

Tabel 2.2 Tahapan Model Pembelajaran Jigsaw

No Tahapan Kegiatan

1 Membaca Para siswa menerima topik-topik

ahli dan membaca materi yang

diberikan untuk menemukan

informasi yang berhubungan dengan

topik mereka.

2 Diskusi kelompok-ahli Para siswa dengan topik ahli yang

sama mendiskusikanny adalah

kelompok.

3 Laporan tim Para ahli kembali kepada timnya

masing-masing untuk mengajari

topik mereka kepada teman satu

timnya.

4 Tes Para siswa mengerjakan kuis

5 Rekognisi tim Penghitungan skor dan pemberian

penghargaan kepada tim-tim yang

sukses.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut

(Arends, 1997):

Kelompok Asal

Kelompok Ahli

Gambar 2.1Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

23

2.1.4 Media Pembelajaran

a) Pengertian Media Pembelajaran

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S. (2010:112) menyebutkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untukmenyalurkan pesan

atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa,

sehingga dapatmendorong proses belajar mengajar.

Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponendalam

lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara ituBriggs

(1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapatmenyajikan

pesan serta merangsang siswa untuk belajar. (Arif S. Sadiman, 2003: 6)

Dari berbagai definisi dari media diatas, dapat diambil kesimpulan bahwamedia

adalah segala sesuatu dalam lingkungan siswa dan merupakan non personal(bukan

manusia) yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isipelajaran sehingga

dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dankemampuan siswa dalam proses

belajar mengajar.

b) Fungsi Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran adalah sebagai salah satu usaha guru untuk

membuat pengajaran lebih konkret, memperjelas, membuat konsep yang kompleks

menjadi lebih sederhana, dan membuat siswa lebih termotivasi dalam menjalani

kegiatan pembelajaran. Sehingga secara tidak langsung, penggunaan media

pembelajaran dapat membantu meningkatkan pemahaman dan daya serapsiswa

terhadap materi pelajaran yang dipelajari. Diantara fungsi-fungsi daripenggunaan

media pembelajaran menurut M. Basyarudin Usman antara lain adalah:

1) Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan membantu memudahkan

mengajar bagi guru.

2) Memberikan pengalaman lebih nyata (yang abstrak dapat menjadi lebih konkrit).

3) Menarik perhatian siswa lebih besar (kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih

menyenangkan dan tidak membosankan).

4) Semua indra siswa dapat diaktifkan.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

24

5) Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar.

Beberapa manfaat media pembelajaran menurut Nana Sudjana dan Ahmad

Rifai adalah:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan

motivasi belajar.

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami

oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.

3) Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti pengamatan, melakukan,

mendemonstrasikan dan lain-lain.

c) Klasifikasi Media Pembelajaran

Aneka ragam media pembelajaran menurut R.Ibrahim dan Nana Syaodih S (2003:

144) dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Brets membuat klasifikasi

berdasarkan adanya tiga ciri, yaitu: suara(audio), bentuk (visual) dan gerak (motion).

Atas dasar ini, Brets mengemukakan beberapa kelompok media sebagai berikut:

1) Media audio-motion-visual, yakni media yang mempunyai suara, gerakan dan

bentuk objektif dapat dilihat. Media semacam ini paling lengkap. Jenis media

yang termasuk kelompok ini adalah televise, video, dan film bergerak.

2) Media audio-still-visual, yakni media yang mempunyai suara objeknya dapat

dilihat, namun tidak ada gerakan, seperti film strip bersuara, slide bersuara, dan

rekaman televisi dengan gambar tak bergerak.

3) Media audio-semi-motion, mempunyai suara dan gerakan, namun tidak

menampilkan suatu gerakan secara utuh. Salah satu contoh dari media jenis ini

adalah papan tulis jarak jauh atau tele-blackboard.

4) Media motion-visual, yakni media yang mempunyai gambar objek bergerak, tapi

tanpa mengeluarkan suara, seperti film bisu yang bergerak.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

25

5) Media still-visual, yaitu ada objek namun tidak ada gerakan, seperti film strip dan

slide tanpa suara.

6) Media audio, yaitu hanya menggunakan suara, seperti radio, telepon, dan tape.

7) Media cetak, yang tampil dalam bentuk bahan-bahan tercetak/seperti buku,

modul, gambar, kartu, pamphlet, dll.

d) Media Kartu Aksara Jawa

Media kartu Aksara Jawa yang dalam penelitian ini, berisikan pesan atau

informasi mengenai kata, frasa, dan klausa beraksara Jawa nglegena, bersandhangan,

dan berpasangan. Melalui pemainan kartu Aksara Jawa ini dimaksudkan untuk

melatih keterampilan siswa dalam membaca maupun menulis kata, frasa, dan klausa

berhuruf Jawa.

Kartu aksara tersebut berupa kartu-kartu kecil yang terbuat dari potongan kertas

HVS warna-warni dengan ukuran 6 x 9 cm yang bertuliskan kata atau frasa, dan atau

klausa berhuruf Jawa dengan hiasan bingkai pada tepi kartu sebagai penghias agar

menarik perhatian siswa. Kartu Aksara Jawa ini terdiri atas empat set kartu yang

masing-masing set terdiri atas:

1) Set pertama (I) : berisi huruf Jawanglegena;

2) Set kedua (II) : berisipasanganAksara Jawa;

3) Set ketiga (III) : berisi kata yang menggunakansandhanganAksara Jawa;

4) Set keempat (IV) : berisi kata yang menggunakan pasangan serta sandhangan;

5) Set terbaru : berisi kalimat sederhana berhuruf Jawa yang menggunakan

pasangan serta sandhangan.

Set pertama dan set kedua hanya digunakan sebagai permainan awal saat

apersepsi untuk mengingat kembali akan penguasaan Aksara Jawa nglegena atau

huruf asli tanpa sandhangan. Sedangkan set ketiga, set keempat hingga set terbaru

digunakan dalam kegiatan inti dalam pembelajaran dengan berprinsip pada model

pembelajaran jigsaw. Setiap set kartu tersebut terdiri atas 10 kartu dengan 4 warna

yang akan dimainkan oleh masing-masing kelompok. Satu kelompok bermain yang

terdiri atas 5 siswa diberikan 1 set kartu, dengan jumlah anggota kelompok adalah 5

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

26

(lima) orang siswa yang bersifat heterogen. Para anggota kelompok bekerjasama dan

menekankan dukungan bersama, bukan kompetisi diantara anggota kelompok.

Masing-masing anggota kelompok dalam permainan kartu aksara ini akan

memberikan sumbangan daftar kata, frasa, dan atau klausa sehingga akan tersusun

sebuah kalimat yang baik dan benar.

Media kartu Aksara Jawa ini berfungsi untuk melatih keterampilan membaca

sekaligus menulis Aksara Jawa, baik dalam tataran kata, frasa, maupun klausa.

Namun dalam penelitian ini lebih menekankan pada keterampilan membaca saja.

Cara menggunakan kartu ini adalah dengan bermain. Oleh karena itu, media kartu ini

dapat juga digolongkan dalam kategori permainan bahasa.

Permainan kartu Aksara Jawa dalam penelitian ini dirancangkan dengan

berpedoman pada prinsip-prinsip pembelajaran cooperative learning teknik jigsaw.

Adapun cara bermain kartu Aksara Jawa ini adalah sebagai berikut.

1) Siswa dibagi dalam 4 (empat) kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5

(lima) orang siswa;

2) Satu kelompok akan mendapatkan 1 set kartu yang berjumlah 10 kartu. Kartu-

kartu tersebut dibedakan menjadi 4 warna, yaitu merah, hijau, putih dan biru.

Masing-masing warna berjumlah 2 buah kartu;

3) Salah seorang pemain membagi kartu untuk masing-masing anggota

kelompoknya. Setiap pemain mendapatkan 1 warna yang berjumlah 2 kartu;

4) Masing-masing pemain membaca kartu berhuruf Jawa yang dibawanya dan

menuliskan ke aksara Latin dalam lembar daftar kata (warna kartu yang

didapatkannya juga dituliskan);

5) Setiap pemain yang telah selesai melaksanakan langkah no. 4, harus menukarkan

kartunya dengan pemain lain sehingga masing-masing pemain akan membaca

kata dari 4 warna kartu (10 kartu);

6) Satu kata yang tertulis dalam lembar daftar kata benar, maka pemain berhak

mendapatkan nilai 1 (masing-masing pemain maksimal mendapatkan nilai 10);

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

27

7) Setelah menjumlahkan nilai yang didapat masing-masing pemain, maka para

anggota kelompok akan menyebar dan berkumpul dalam kelompok ahli sesuai

dengan warna kartu, tugas di kelompok ahli adalah mendiskusikan susunan kata

yang terkumpul dari masing-masing kartu sehingga akan tersusun kalimat yang

baik dan benar;

8) Setelah menyelesaikan susunan kalimat berhuruf Latin, pemain mengumpulkan

kembali kartu-kartu dalam tumpukan yang rapi dan diletakkan di atas meja;

9) Anggota kelompok saling bekerjasama untuk menyalin kembali susunan kalimat

beraksara Latin ke dalam Aksara Jawa.

10) Bergabung kembali dengan kelompok asal untuk menyapaikan laporan tim ahli.

Penilaian dalam permainan Aksara Jawa ini berupa pada hasil kerja individu dan

kelompok. Hasil kerja individu dapat diketahui dari daftar kata, frasa, dan klausa

masing-masing pemain. Sedangkan hasil kerja kelompok dapat diketahui dari kalimat

yang berhasil disusun secara baik dan benar oleh para anggota kelompok berdasarkan

kata, frasa, dan atau klausa yang telah dikumpulkan dan disumbangkan masing-

masing pemain.

Langkah-langkah permainan kartu Aksara Jawa III sama. Pada permainan set IV

(keempat) langkah-langkahnya pun sama persis hanya saja kartu-kartu berisi kata,

frasa, dan klausa berhuruf Jawa dengan sandhangan dan panyigeg serta pasangan

sehingga permainan akan menyesuaikan untuk penyusunan kalimat yang baik dan

benar. Begitu juga pada set terbaru yang berisikan kalimat sederhana berhuruf Jawa,

jika dirasa terlalu lama dalam tahap pengoreksian di kelompok asal, maka kegiatan

tersebut dapat dihilangkan dengan tetap menekankan kepada siswa untuk mengoreksi

hasil pekerjaan teman dalam satu kelompok asal.

e) Kelebihan Media Kartu Aksara

1) Mudah di bawa-bawa: dengan ukuran yang kecil sehingga membuat media kartu

huruf dapat disimpan di tas bahkan di saku, sehingga tidak membutuhkan ruang

yang luas, dapat digunakan di mana saja, di kelas ataupun di luar kelas.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

28

2) Praktis: dilihat dari cara pembuatan dan penggunaannya, media kartu huruf sangat

praktis, dalam menggunakan media ini guru tidak perlu memiliki keahlian khusus,

media ini tidak perlu juga membutuhkan listrik. Jika akan menggunakan kita

tinggal menyusun urutan gambar sesuai dengan keinginan kita, pastikan posisi

gambarnya tepat tidak terbalik, dan jika sudah digunakan tinggal disimpan

kembali dengan cara diikat atau menggunakan kotak khusus supaya tidak

tercecer. Selain itu biaya pembuatan media kartu huruf ini pun sangatlah murah,

karena dapat menggunakan barang-barang bekas seperti kertas kardus sebagai

kartunya.

3) Mudah diingat: karakteristik media kartu huruf adalah menyajikan huruf-huruf

pada setiap kartu yang disajikan. Sajian huruf-huruf dalam kartu ini akan

memudahkan siswa untuk mengingat dan menghafal bentuk huruf tersebut.

4) Menyenangkan: Media kartu huruf dalam penggunannya bisa melalui permainan.

Misalnya siswa secara berlomba-lomba mencari satu kartu yang bertuliskan huruf

tertentu yang disimpan secara acak, dengan cara berlari siswa berlomba untuk

mencari sesuai perintah. Selain mengasah kemampuan kognitif juga melatih

ketangkasan (fisik).

Gambar 2.2 Set I (pertama) Aksara Jawa nglegena

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

29

Gambar 2.4 Set II (kedua) pasanganAksara Jawa

Gambar 2.5 Set III dan IV kata berhuruf Jawa menggunakan pasangan

dan sandhangan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

30

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa telaah pustaka yang telah dilakukan berikut ini dikemukakan beberapa

penelitian yang ada kaitannya dengan variabel-variabel penelitian yang dilakukan:

1) Penelitian Mawardi dan Puspasari Nur Indah Prihatini (Jurnal, 2010) perbedaan

efektivitas pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran

konvensional pada mata pelajaran PKn kelas IV SD Negeri 1 Badran kecamatan

Kranggan Kabupaten Temanggung. Menyimpulkan bahwa, ada perbedaan yang

signifikan antara hasil belajar PKn siswa kelas IV yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional. Hasil

belajar siswa yang menggunakan kooperatif tipe jigsaw, menunjukkan ketuntasan

belajar sebesar 96% (24 siswa) dari 25 siswa. Sedangkan pembelajaran

konvensional menunjukkan ketuntasan belajar sebesar 60% (15 siswa). Temuan

penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih

efektif daripada pembelajaran konvensional.

2) Hasil Penelitian Ratna Nulinnaja (Jurnal, 2012) menunjukkan peningkatan

motivasi belajar siswa kelas III MI Salafiah Baharudin Ngelom Taman Sidoarjo

dengan menggunakan kartu aksara. Bukti secara kualitatif dapat diketahui dari

suasana kelas yang menjadi lebih semangat, senang dan aktif dalam kerjasama

kelompoknya. Sedangkan bukti secara kuantitatif dapat dilihat dari hasil tes

belajar siswa yang mengalami peningkatan sampai 100% karena hampir semua

memenuhi ketuntasan, sedangkan keaktifan peserta didik pada siklus 1 dan siklus

2 juga terjadi peningkatan dari 83% naik menjadi 85%.

Berdasarkan beberapa telaah yang telah dilakukan oleh peneliti di atas dapat

disimpulkan bahwa terjadi perbedaan terhadap pembelajaran konvensional yang biasa

diterapkan guru dan setelah diterapkan model pembelajaran jigsaw. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya peningkatan proses serta hasil yang lenih baik. Maka

dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran

jigsaw dapat meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

31

2.3 Kerangka Berpikir

Alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian

agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran

dilukiskan dalam sebuah alur penjelasan agar penelitian mempunyai alur yang jelas

dalam melakukan penelitian. Adapun penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

Pada kondisi awal hasil belajar siswa masih rendah pada mata pelajaran bahasa

Jawa khususnya pada materi Aksara Jawa. Sedangkan motivasi siswa dalam mata

pelajaran ini dibuktikan dengan ketidakantusisme siswa pada materi Aksara Jawa

kurang yang berimbas pada hasil belajar tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya

tindakan dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatan penguasaan Aksara

Jawa dengan hasil meningkatnya pula hasil belajar siswa serta motivasi/ dorongan

dalam mata pelajaran Bahasa Jawa.

Tindakan melalui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran jigsaw

dengan media kartu Aksara Jawa. Model pembelajaran ini dapat membantu siswa

secara aktif bekerjasama menyelesaikan tahap-tahap membaca maupun menulis

Aksara Jawa. Setiap anggota dalam kelompok-kelompok kecil tersebut akan

memberikan sumbangan pada keberhasilan kelompok.Siswa diajarkan untuk belajar

bagaimana cara belajar, belajar bagaimana membuat sesuatu, belajar bagaimana

hidup bersama-sama, dan belajar bagaimana cara siswa berkomunikasi dengan baik

untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengkomunikasikannya kepada teman-

temannya yang lain. Kemampuan komunikasi siswa dilatih melalui diskusi kelompok

ahli dan kelompok asal dalam model pembelajaran jigsaw.

Untuk menunjang penggunaan model pembelajaran jigsaw agar gagasan atau

materi pelajaran sampai pada siswa, dapat digunakan media pembelajaran kartu

aksara, selain untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa, media ini juga dapat

membantu dan mempermudah guru untuk pemyampaian materi membaca Aksara

Jawa. Peneliti berharap dengan penggunaan media kartu aksara pada pembelajaran

Bahasa Jawa dapat meningkatkan motasi serta penguasaan Aksara Jawa pada siswa

kelas 5 SD N Mangunsari 06 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3793/3/T1_292009061_BAB II.pdf · Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai berikut: 1) Sarana pembinaan

32

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan

hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :

a) Motivasi siswa pada pembelajaran Bahasa Jawa kelas 5 semester II SD Negeri

Mangunsari 06 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan melalui

penerapan model pembelajaran Jigsaw dengan media kartu aksara.

b) Hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Jawa kelas 5 semester II SD

Negeri Mangunsari 06 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan

melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw dengan media kartu aksara.