bab ii kajian pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/43604/3/bab ii.pdf · memecahkan masalah...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam kajian teori ini membahas beberapa teori yang mendukung
pembahasan penelitian. Adapun beberapa teori yang akan dibaahas dalam
penelitian ini adalah pembelajaran matematika, pendekatan problem posing dan
komunikasi matematis. Penjelasan mengenai beberapa teori sebagai berikut.
2.1 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah antara mengajar yang
dilakukan oleh pendidik dan belajar yang dilakukan oleh peserta didik atau siswa.
Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan yang terus menerus di
lingkungan belajar. Menurut Mahmuzah & Aklimawati (2006) pembelajaran
adalah suatu peristiwa atau situasi yang dirancang oleh pendidik sedemikian rupa
dengan tujuan memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar pada
peserta didik sehingga mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut
Suprihatiningrum (2013: 75) pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh
seorang guru untuk membantu siswa agar dapat menerima pengetahuan yang
diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran didalam
lingkup belajar. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah kegiatan belajar-mengajar yang harus direncanakan oleh
guru untuk mencapai tujuan agar siswa belajar dengan efektif dan efisien.
Terdapat materi atau mata pelajaran yang diajarkan dalam pembelajaran,
salah satunya adalah matematika. menurut Aningsih (2012) matematika adalah
ilmu, cara berfikir, metode, alat untuk mendeskripsikan, memprediksi dan
10
memecahkan masalah dan sebagai bahasa dalam mengomunikasikan sebuah
gagasan matematika kedalam konsep-konsep logika simbolik dalam bentuk model
matematika. Dalam matematika terdapat konsep-konsep yang harus dipahami
sehingga diperlukan perencanaan pembelajaran yang efektif dan mampu
mendorong siswa untuk membangun kemampuan komunikasi secara sistematis.
Berdasarkan definisi pembelajaran dan matematika dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika merupakan kegiatan belajar-mengajar yang
direncanakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan
mampu mendorong siswa untuk membangun kemampuan komunikasi secara
sistematis, memecahkan masalah dan sebagai bahasa dalam mengkomunikasikan
sebuah gagasan matematika kedalam konsep-konsep logika simbolik dan bentuk
model matematika. Pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental untuk
memahami makna yang berkaitan dengan symbol-simbok dan kemudian
diterapkan dalam kehidupan nyata (Fitri, Helma & Syarifuddin, 2014). Lebih
lanjut dapat dikatakan bahwa mata pelajaran matematika sangat bergantung dari
pengajaran guru kepada siswanya. Dalam menemukan konsep matematika, guru
harus mampu memilih model, metode, maupun pendekatan yang sesuai dengan
kondisi didalam kelas, salah satu pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran
yaitu pendekatan problem posing.
11
2.2 Pendekatan Problem Posing
2.2.1 Definisi Pendekatan Problem Posing
Thoroni (2016: 34) pendekatan problem posing merupakan suatu
pendekatan pembelajaran dimana siswa dapat menyusun pertanyaan-pertanyaan
sendiri atau memecahkan suatu permasalahan menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Menurut
Thobroni dan Mustofa (2012: 18) mengatakan bahwa problem posing merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk menyusun pertanyaan-
pertanyaan yang lebih sedarhana yang mengacu pada penyelesaian soal.
Sedangkan menurut Shoimin (2014: 134) menjelaskan bahwa pendekatan
pembelajaran problem posing yaitu mengarah pada sikap kreatif dan kritis karena
siswa diminta untuk membuat pertanyaan yang telah diberikan dan mencari
solusinya.
Purwati & Ahmad (2016) pembelajaran dengan pendekatan problem
posing menuntut siswa agar mampu mengajukan suatu soal berdasarkan situasi
yang diberikan melalui kegiatan diskusi kelompok. Melalui pembelajaran ini,
keterampilan siswa dan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide atau
pemahaman mereka tentang materi pola bilangan dapat dikembangkan melalui
kegiatan diskusi kelompok dalam menyusun soal matematika beserta
penyelesaiannya. Menurut Mahmuzah & Aklimawati (2016) pendekatan problem
posing menuntut siswa untuk membuat soal dan menyelesaian sendiri sehingga
akan memberikan siswa lebih aktif menyelidiki dan mengungkapkan ide-ide serta
membuat soal penyelesaian yang berbeda-beda, sehingga kemampuan komunikasi
12
matematis siswa menjadi lebih berkembang. Sedangkan menurut Xia, Lu dan
Wang (2008), mengatakan bahwa pendekatan problem posing adalah
pembelajaran yang berbasis pada suatu permasalahan yang diberikan, dimana
dengan pendekatan problem posing ini mampu meningkatkan minat dan
kemampuan siswa dalam belajar matematika serta dapat meningkatkan
kemampuan menyelesaikan suatu permasalahan.
2.2.2 Karakteristik Pendekatan Problem Posing
Mahmuzah & Aklimawati (2016) karakteristik pendekatan problem posing
adalah meharuskan siswa untuk merancang dan menyelesaiakan soal,
menghubungkan konsep-konsep matematika, dan mengkomunikasikan ide-ide
matematika yang akan menjadikan kemampuan komunikasi matematis peserta
didik lebih meningkat. Lebih lanjut dapat dikatakan banhwa dengan mengajukan
soal, peserta didik nantinya akan membaca informasi yang diberikan dan nantinya
akan mengkomunikasikan pertanyaan secara lisan dan tulisan.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing mampu menciptakan
pembelajaran yang aktif dan mampu merangsang pemikiran kreatif peserta didik
(Kelen, 2016). Dengan pendekatan problem posing siswa dapat membangun
kemampuan komunikasi matematisnya. Pendekatan problem posing itu menuntut
siswa untuk mengkomunikasi soal dengan siswa lainnya, menganalisis suatu
permasalahan yang ada. Proses pembelajaran siswa didominasi dengan kegiatan-
kegiatan siswa secara langsung yang telah didesain oleh guru, maka dalam
kegiatan ini siswa dapat membuka wawasan yang dimilikinya dan memberikan
kesempatan yang luas untuk saling berokmunikasi.
13
2.2.3 Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Problem Posing
Langkah-langkah pendekatan pembelajaran problem posing menurut
Shoimin (2014) adalah sebagai berikut. (1) menyampaikan materi dimana guru
menjelaskan materi pelajaran, disarankan menggunakan alat peraga kemudian
siswa guru mendengarkan penjelasan yang guru berikan, (2) memberikan latihan
soal atau lembar kerja siswa untuk setiap kelompok, dan menyuruh untuk mulai
berdiskusi, (3) pengajuan masalah atau soal dimana guru meminta siswa untuk
mengajukan soal yang menantang dari materi yang dijelaskan sesuai dengan
permasalahan dan perintah. (4) penyelesaian masalah dimana tugas yang
diberikan dikerjakan secara kelompok dan setiap siswa harus mampu
menyelesaikan sendiri soal yang diajukan pada setiap kelompok masing-masing.
Selanjutnya, menurut Maulana (2013) menyatakan bahwa langkah-langkah
pembelajaran dengan problem posing adalah (1) guru menjelaskan materi
pelajaran, (2) guru memberikan latihan soal, (3) memerintahkan siswa untuk
mengajukan soal, (4) secara acak, guru meminta siswa untuk menyajikan soal-soal
temuannya didepan kelas. Thobroni & Mustofa (2012: 351) menyatakan bahwa
(1) guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa, jika ada menggunakan alat
peraga dan menfasilitasi siswa mengajukan pertanyaan, (2) siswa diminta untuk
mengajukan pertanyaan secara berkelompok, (3) setiap kelompok menukarkan
soal yang telah diajukan, dan (4) kemudian menjawab soal tersebut secara
berkelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan problem
14
posing adalah siswa mengajukan dan mejawab soal dengan berkelompok
berdasarkan penjelasan guru. Maka langkah-langkah yang digunakan dalam
penelitiah ini adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Pendekatan Problem Posing
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Guru membimbing materi yang akan
dipelajari.
Guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok secara heterogen.
Guru meminta setiap kelompok mengerjakan
latihan soal kemudian mengajukan pertanyaan
pada lembar problem posing yang disediakan.
Guru meminta siswa menukarkan soal yang
telah dibuat oleh setiap kelompok dengan
kelompok lain pada lembar problem posing.
Guru menyelesaiakan soal yang telah dibuat
oleh setiap kelompok.
Guru memilih salah satu kelompok untuk
menyajikan hasil diskusinya.
Siswa mendengarkan penjelasan
materi yang diberikan oleh guru.
Siswa berkumpul dengan kelompok
yang telah ditentukan.
Siswa mengerjakan perintah dari guru.
Siswa menukar lembar problem posing
dengan kelompok lain.
Siswa menyelesaikan soal yang
diajukan oleh kelompok lain.
Siswa maju ke depan kelas untuk
menyajikan hasil diskusinya.
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Posing
Setiap pendekatan pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan,
begitu juga dengan pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing.
Thobroni (2016: 23) mengemukakan kelebihan dari pendekatan problem posing
adalah sebagai berikut: (1) siswa dididik untuk berfikir kritis terhadap suatu
permasalahan yang akan diberikan nantinya, (2) siswa akan menjadi aktif, (3)
siswa diajari untuk belajar menganalisi suatu permasalahan, (4) siswa dituntu
untuk percaya diri dengan sesuatu apapun, (5) kegiatan pembelajaran tidak
berpusat pada guru, tetapi pada siswa, (6) semua siswa harus terlibat aktif dalam
membuat soal, dan (7) dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak
terhadap kemampuan siswa sdalam meyelesaikan masalah.
15
Shoimin (2014: 45) mengemukakan kekurangan dari pembelajaran
menggunakan pendekatan problem posing adalah sebagai berikut (1) waktu yang
diperlukan cukup banyak, (2) tidak bias diterapkan dikelas yang rendah, (3) ada
siswa yang tidak terampil bertanya, dan (4) persiapan guru lebih banyak karena
menyiapkan informasi apa yang akan disampaika.
2.3 Komunikasi Matematis
2.3.1 Definisi Komunikasi
Secara etimologi kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu
communis yang artinya sama, dimana komunikasi ini adalah bagian yang paling
penting dalam kehidupan manusia. Dari kata itu kemudian arti komunikasi
berkembang menjadi sejumlah definisi yang dikemukakan oleh beberapa
komunikasi. Bernard Berelson dan Gari. A. Stainer (Abdorrakhman Ginitings,
2008: 116) komunikasi adalah transmisi informasi dan keterampilan
menggunakan symbol, kata, grafik dan gambar. Tindakan dan tramisi adalah
disebut dengan komunikasi. Sedangkan menurut Ramadanty (2014) komunikasi
memiliki peranan penting, terutama pada konteks pada hal apapun itu baik
ditempat kerja, organisasi, dan setiap individu itu mendapatkan informasi untuk
menjalan tugas dan fungsinya masing-masing.
2.3.2 Definisi Komunikasi Matematis
Komunikasi matematis merupakan kegiatan yang terjadi didalam kelas,
dimana menyampaikan pesan, dan pesan yang disampaikan berupa materi
mematika yang dipelajari siswa, misalnya adalah konsep, rumus dan strategi
pemecahan masalahnya (Susanto, 2016). Kemampuan komunikasi sangatlah
16
penting untuk dikuasai dalam suatu pembelajar, dimana siswa memerlukan
komunikasi dalam meyelesaikan masalah baik komunikasi lisan maupun
komunikasi tulisan (Mahmuzah & Akllimawati, 2016).
Menurut Sumarno (Syaban, 2008) komunikasi matematis meliputi
kemampuan siswa adalah sebagai berikut: (1) menghubungkan benda nyata,
gambar dan diagram kedalam ide matematika, (2) menjelaskan ide, situasi dan
relasi matematika secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar dan
grafik, (3) menyatakan peristiwa sehari-hari. Beberapa pengertian yang dijelaskan
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu konteks pembelajaran adalah
kemampuan komunikasi yang paling penting bagi seorang guru untuk
menyampaikan proses pembelajaran kepada siswa dan menyelenggarakan
pemahaman siswa terdapat materi yang akan diajarkan. Komunikasi dapat juga
diartikan sebagai suatu proses menyampaiakn pesan kepada orang lain baik secara
lisan maaupun secara tulisan.
2.3.3 Indikator Komunikasi Matematis
Indikator kemampuan komunikasi matematis adalah salah satu acuan
dalam kompetensi komunikasi matematis dapat tercapai atau tidak. Indikator
kemampuan komunikasi adalah matematis adalah yang diungkapkan oleh NCTM
(2000) adalah sebagai berikut: (1) menyusun dan mengkonsolidasi berpikir
matematis siswa melalui komunikasi matematis, (2) mengkomunikasikan
pemikiran matematisnya secara jelas kepada siswa lain atau dengan guru, (3)
menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi-strategi lainnya, dan (4)
17
menggunakan bahasa matematis untuk menyatakan ide-ide matematis dengan
tepat.
Indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Joratun (2015)
adalah (1) menafsirkan solusi yang diperoleh, (2) memilih cara yang tepat untuk
menyampaikan penjelasannya, (3) menggunakan tabel, model, gambar dan lain-
lainnya untuk menyampaikan penjelasan, (4) mengajukan suatu
pertanyaan/persoalan, (5) menyajikan penyelesaian dari suatu permasalahan , (6)
merespon/menanggapi suatu pertanyaan atau permasalahan dari siswa lain dalam
bentuk argument yang menyakinkan, (7) menginterpretasikan dan mengevaluasi
ide-ide, symbol, istilah serta informasi matematika, dan (8) mengungkapakn
langbang, notasi, dan persamaan matematika secara lengkap dan benar.
Menurut Faradina & Ansari (2014) mengemukakan indikator dari
kemampuan komunikasi matematis siswa adalah (1) mengembangkan pemikiran
matematis siswa baik yang diungkapkan baik dengan lisan maupun dengan tulisan
melalui pertanyaan, menanggapi dan kegiatan diskusi, (2) mengkomunikasikan
pemikiran matematis secara jelas kepada orang lain, (3) menganalisa dan menilai
pemikiran komunikasi matematis siswa lain dimana dapat memecah suatu
permasalahan dan memberikan tanggapan apakah pegerjaan siswa lain benar atau
tidak, dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide
matematika yang tepat.
Dari uraian diatas, indikator kemampuan komunikasi matematis siswa
yang digunakan untuk pembelajaran dengan pendekatan problem posing
dipenelitian ini adalah sebagai berikut.
18
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan
Komunikasi
Aspek Pengamatan Indikator
Lisan
Mengembangkan pemikiran matematis siswa
melalui komunikasi lisan
Mengajukan suatu pertanyaan
Mengembangkan pemikaran matematis siswa
secara jelas kepada siswa lain
Menjelaskan konsep dan
menyajikan penyelesaian
Menganalisa dan menilai pemikiran
komunikasi matematis siswa lain
Memberikan respon atau
tanggapan terhadap siswa lain
Menggunakan bahasa matematika untuk
menyatakan ide-ide matematika
Penggunaan istilah-istilah
matematika sesuai dengan
kaidah matematika
Tulis
Mengembangkan pemikiran matematis siswa
melalui komunikasi tulisan
Mengekspresikan/menuliskan
penyelesaian
Mengkomunikasikan matematis siswa
dengan jelas secara tertulis
Penyelesaian masalah secara
bertahap
Menggunakan bahasa matematika untuk
menyatakan ide-ide matematika
Penggunaan istilah-istilah
matematika sesuai dengan
kaidah matematika
2.4 Pola Bilangan
Ada beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai dalam pembelajaran
pola bilangan adalah sebagai berikut.
a. Membuat generalisasi dari pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi
objek.
b. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan dan
barisan konfigurasi objek.
2.5 Hasil Penelitian yang Relevan
2.5.1 Hasil Penelitian yang Relevan dengan Problem Posing
Ending (2013) hasil penelitiannya menunjukkan dengan judul penerapan
pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika dapat menumbuhkan
kemampuan komunikasi matematis siswa di SMP 1 Sukapura adalah: (1)
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pendekatan problem
19
posing ini telah berhasil menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan mengikuti pelajaran matematika, dalam proses pembelajaran berlangsung
siswa sudah mulai berani dan termotivasi untuk mengemukakan pendapatnya,
bertanya, mengeluarkan gagasan atau ide yang berasal dari dirinya sendiri dan (2)
sebagian besar siswa berperan aktif dalam merumuskan pertanyaan dalam proses
pembelajaran dengan sedemikian rupa walaupun ada beberapa siswa yang ditidak
merumuskan pertanyaannya. Dengan kata lain pembelajaran dengan pendekatan
problem posing ini cocok untuk diterapkan pada siswa yang kreatif dalam
merumuskan suatu pertanyaan.
Muhsina (2017) hasil penelitian yang dilaksanakan menunjukkan dengan
menggunakan pendekatan problem posing bisa dilaksanakan sesuai dengan
langkah-langkah yang ada di RPP dengan kategori baik. Menurut Sofyan & Mario
(2017) dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan problem posing
lebih baik daripada pendekatan yang konvensional, tidak ada perbedaan
kemampuan komunikasi matematis pada siswa yang mendapatkan pendekatan
problem posing dan juga terdapat pengaruh yang signifikan antara kemampuan
komunikasi matematis dengan pendekatan problem posing. Sedangkan menurut
Persada (2014) penelitian ini mengatakan bahwa terdapat pengaruh penerapan
pendekatan problem posing dengan kemampuan komunikasi matematis siswa
dilihat dari uji hipotesisnya yang dilakukan.
2.5.2 Hasil Penelitian yang Relevan dengan Komunikasi Matematis
Hodiyanto (2017) hasil penelitian yang dilaksanakan menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa dimana yang diteliti yaitu komunikasi
20
tulis dan komunikasi lisan sangat berpengaruh terhadap beberapa model
pembelajaran yang digunakan salah satunya adalah problem posing. Juono &
Pardjuno (2016) dalam hasil penelitiannya juga mengatakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis sangat berpengaruh terhadap problem posing, hal itu
terlihat penelitian yang telah dilakukannya, sangat cocok baik yang
berkemampuan tinggi maupun yang berkemampuan rendah. Sedangkan menurut
penelitian Echo & Humuntal (2017) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis kelas X SMA Negeri Luwuk Pakam uang diajar menggunakan
pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding lebih tinngi daripada
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X SMA Negeri Luwuk Pakam
yang diajarkan tanpa menggunakan pembelajaran problem posing berbantuan
scaffolding sehingga “terdapat pengaruh pembelajaran problem posing
berbantuan scaffolding terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa”. Dan
juga terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X MIA 6
(Experiment) yang diajarkan menggunakan pembelajaran problem posing
berbantuan scaffolding lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas X MIA 5 (Control) yang diajar menggunakan model
pembelajaran konvensional.