bab ii kajian pustaka dan kerangka...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Penulis telah mengadakan penelitian terhadap novel Kubahkarya Ahmad
Toharimelalui beberapa perpustakaan yaitu perpustakaan Pusat UNS,
perpustakaan Fakultas, perpustakaan daerah, dan bahkan internet, penelitian yang
menerapkan kajian sosiologi konflik sosial dan politik G30S dan menemukan
beberapa bentuk karangan berupa esai, artikel, tesis, dan makalah. Berikut
beberapa penelitian yang berkaitan dengan novel Kubah karya Ahmad Tohari.
Dewi (2011) melakukan penelitian dengan judul skripsi Analisis Struktur
dan Religius dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Dalam penelitian tersebut
dikaji tentang analisis unsur intrinsik yang membangun jalannya cerita, serta
analisis tentang religiusitas yang terkandung di dalamnya. Sebelum
melakukananalisis terhadap religiusitas, terlebih dahulu peneliti menganalisis
unsur intrinsik berupa tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan
pelataran, serta tema dan amanat pada novel Kubah karya Ahmad Tohari dengan
menggunakan metode struktural. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tampak
adanya perbedaan dengan penelitian imi. Penelitian ini hanya difokuskan pada
hegemoni yang dialami oleh tokoh utama yaitu mencangkup ketertindasan,
kekuatan sosial, serta keterterimaan kembali tokoh utama dalam novel Kubah
karya Ahmad Tohari. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Shinta Dewi
mengkaji tentang analisis unsur-unsur intrinsik yang membangun jalannya cerita
11
serta analisis tentang religiusitas dengan menggunakan metode struktural.
Sedangkan persamaannya pada objek kajian yaitu sama-sama mengkaji novel
Kubah karya Ahmad Tohari.
Sutrisno Gustiraja Alfarizi melakukan penelitian yang berjudul Unsur
Dimensi Religiusitas dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari. Penulis mengkaji
sebuah teks unsur-unsur intrinsik dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Yang
meliputi tema, latar, tokoh dan penokohan dan unsur dimensi religiusitas yang
terdiri dari lima dimensi keberagamaan. Dimensi keyakinan, dimensi praktik
agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi
pengalaman atau konsekuensi. Dan meliputi perspektif islam tentang religiusitas
dan hubungan antar dimensi, penulis menjelaskan semua itu dalam sebuah novel
Kubah karya Ahmad Tohari.
Mieyla Nendra Pangestika melakukan penelitian dengan judul Aspek
Sosial dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Universitas Muhammadiyah
Surakarta 2013. Tujuan penelitian tersebut untuk memaparkan yang membangun
novel Kubah karya Ahmad Tohari. Memaparkan struktur novel Kubah karya
Ahamad Tohari. Mengungkapkan aspek-aspek sosial novel Kubah karya Ahamd
Tohari dengan pendekatan sosiologi sastra. Mendeskripsikan implementasi aspek
sosial dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari sebagai bahan ajar di SMA.
Penelitian ini mengkaji Aspek Sosial dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari,
tinjauan sosiologi sastra dan implementasinya sebagai bahan ajar di SMA.
12
Skripsi yang ditulis oleh M Riyanton (2013) UNS Pascasarjana Prodi
Pendidikan Bahasa Indonesia dengan judul Aspek Kejiwaan dan Nilai Pendidikan
dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari dengan pendekatan Psikologi Sastra.
Dalam penelitian tersebut dikaji tentang Aspek Kejiwaan dan Nilai Pendidikan
dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Penelitian ini mendeskripsikan dan
menjelaskan proses kreatif penulisan novel Kubah, mendeskripsikan dan
menjelaskan struktur novel Kubah, meliputi: tema, penokohan dan perwatakan,
latar dan alur, mendeskripsikan aspek kejiwaan yang terkandung dalam novel
Kubah berdasarkan teori kebutuhan bertingkat Abraham Maslow, dan
mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Kubah.
2. Landasan Teori
a. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.
Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai
cermin kehidupan masyarakat. Arenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi
sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan
sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil
atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya (Endarswara, 2003:
77).
Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki
antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang
dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b)
13
pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, c) pengarang memanfaatkan
kekayaan yang ada dalam masyarakat, d) hasil karya sastra itu dimanfaatkan
kembali oleh masyarakat (Ratna, 2012: 60).
Ritzer mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
multiparadigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa
paradigm yang saling bersaing dalam usaha merebut hegemoni dalam
lapangan sosiologi secara keseluruhan (dalam Faruk, 2010: 2).
Wellek dan Warren (1993: 111) mengklasifikasikan dalam sosiologi
sastra meliputi:
1) Sosiologipengarang: yakni yang status sosial, ideologipolitik, dan lain-
lain yang menyangkutdiripengarang.
2) Sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya
sastra; yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam
karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak
disampaikan.
3) Sosiologi sastra: yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh
sosialnya terhadap masyarakat.
Pendekatan sosiobudaya dapat digunakan dalam penelitian kedalam
dua segi. Pertama, berhubungan dengan aspek sastra sebagai refleksi
sosiobudaya. Kedua, mempelajari pengaruh sosiobudaya terhadap karya
sastra. Pendekatan yang mengungkap aspek sastra dengan refleksi dokumen
sosiobudaya, mengimplikasikan bahwa karya sastra menyimpan hal-hal yang
penting bagi kehidupan sosiobudaya (Endraswara, 2003: 93).
14
b. Teori Konflik Karl Marx
Marx mendasarkan teorinya pada konflik material dari kekuatan-
kekuatan ekonomi yang saling bertentangan. Marx mengungkapkan ciri utama
masyarakat yang tidak terletak pada stabilitas dan saling ketergantungan,
melainkan konflik dan persaingan. Setiap masyarakat, baik di masa lalu
maupun di masa sekarang ditandai dengan konflik sosial. Teori konflik Karl
Marx adalah konflik antara kelas kapitalis, kaum borjuis yang memiliki
sarana-sarana produksi (majikan) dengan kelas pekerja (buruh) yang
tereksploitasi dan proletariat yang tidak memiliki sarana-sarana produksi.
Menurut Marx, kedua kelas ini akan terus berkonflik, hingga pada akhirnya
dimenangkan oleh kelas pekerja. Kapitalisme akan dihancurkan, dan kelas
pekerja akan membangun masyarakat tanpa kelas (Maran, 2001: 20).
Menurut Tom Campbell Karl Marx melihat masyarakat manusia
sebagai sebuah proses perkembngan yang akan menyudai konflik melalui
konflik. Ia mengantisipasi bahwa perdamaian dan harmoni akan menjadi akhir
sejarah perang dan revolusi kekerasan. Dengan kekecualian masa-masa yang
paling awal dari masyarakat sebelum munculnya hak milik pribadi, ciri utama
hubungan-hubungan sosial adalah perjuangan kelas. Namun bentrokan
kepentingan-kepentingan ekonomis akan berakhir di dalam kenyataan sebuah
bentuk masyarakat yang tanpa kelas, bebas konflik dan kreatif yang disebut
komunisme. Tulisan-tulisan teoritisnya Marx banyak menangani penjelasan
mengenai kenyataan-kenyataan sosial yang ada dan sumbangan pokoknya
bagi pemahaman kita tentang masyarakat terletak dalam analisisnya mengenai
sebab-sebab ekonomis dari konflik sosial dan cara-cara konflik itu dibendung
15
dan ditekan oleh kelas yang berkuasa di dalam setiap masyarakat sebelum
meledak menjadi bentuk-bentuk kehidupan sosial yang baru (dalam Mas ‘oed,
dkk, 1994: 134).
Menurut Tom Campbell Marx menyimpulkan bahwa sekali konflik-
konfli internal atau ‘kontradiksi-kontradiksi’ sistem kapitalis berkembang
penuh sampai pada titik penghancuran diri, perebutan dengan kekerasan atas
sarana-sarana produksi yang menjadi milik hak pribadi akan membuat jalan
menuju ke sebuah kehidupan sejati yang bebas, membahagiakan dan penuh
persaudaraan bagi seagama manusia (dalam Mas’oed, dkk, 1994: 135-136).
Menurut Tom Campbell ciri pendekatan Marx terhadap studi sosial
bahwa hakikat masyarakat dan pola perkembangannya adalah sebuah fungsi
dari cara tuntutan-tuntutan material kehidupan manusia berupa pangan,
sandang, papan, dan seterusnya diperoleh melalui kerja. Produksi sarana-
sarana untuk menopang kehidupan adalah dasar dari segala struktur sosial,
konflik sosial dan karenanya juga dasar dari semua perubahan sosial (dalam
Mas’oed, dkk, 1994: 141).
c. Konflik
1) Pengertian Konflik
Istilah konflik berasal dari kata kerja bahasa Latin Configure, yang
berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa
Inggris, confict yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia,
konflik (Wirawan, 2010: 4).
16
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan
perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam.
Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi,
sistem hukum, bangsa,hukum,agama, kepercayaan, aliran politik, serta
budaya dan tujuan hidup. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah
yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut,
konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. Dari sini, ada
benarnya jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik. Konflik
sesalu terjadi di dunia, dalam sistem sosial yang bernama negara, bangsa,
organisasi, perusahaan, bahkan dalam sistem sosial terkecil yang bernama
keluarga atau pertemanan. Konflik terjadi di masa lalu, sekarang, dan pasti
akan terjadi di masa yang akan datang (Wirawan,2010: 1-2). Konflik
adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau
lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola
perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik
(Wirawan, 2010: 5).
Pengertian konflik adalah kejadian yang tergolong penting berupa
perirtiwa utama yang merupakan unsur yang enselsial dalam
pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karangan naratif akan
dipengaruhi dan tidak ditentukan oleh wujud dan isi konflik, tetapi
bangunan konflik yang ditampilkan (Nurgiyantoro, 2010: 122). Peristiwa
dan konflik berkaitan erat dan dapat saling menyebabkan terjadinya
konflik satu dengan yang lain, bahkan konflik hakikatnya merupakan
peristiwa. Ada peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan
17
terjadinya konflik dan sebaliknya. Peristiwa akan bermunculan dengan
adanya konflik (Nurgiyantoro, 2010: 123).
Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan
antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi-aksi
balasan (Wellek & Warren, 1993: 285).
2) Penyebab Konflik
Konflik merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk
melakukan perubahan. Pemimpin dalam melakukan perubahan
diupayakan secara damai, namun jika tidak tercapai diupayakan dengan
menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan konflik untuk menggerakkan perubahan. Konflik dapat
terjadi secara alami adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan
terjadinya konflik (Wirawan,2010: 7-8). Kondisi yang dapat menimbulkan
konflik antara lain, yaitu:
a) Komunikasi yang tidak baik
Komunikasi yang tidak baik sering kali menimbulkan konflik
dalam organisasi. Faktor komunikasi yang menyebabkan konflik,
misalnya distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, dan
penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang
melakukan komunikasi. Perilaku yang berbeda sering kali
menyinggung orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja dan
bisa menjadi penyebab timbulnya konflik (Wirawan, 2010: 12).
18
b) Konflik juga terjadi karena perlakuan yang tidak manusiawi,
melanggar hak asasi manusia, dan melanggar hukum.
Berkembangnya masyarakat madani dan adanya undang-
undang hak asasi manusia di Indonesia, pemahaman dan sensitivitas
anggota masyarakat terhadap hak asasi manusia dan penegak hukum
semakin meningkat. Perlakuan yang tidak manusiawi dan melanggar
hak asasi manusia di masyarakat dan organisasi menimbulkan
perlawanan dari pihak yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi
(Wirawan, 2010: 12).
c) Beragam karakteristik sistem sosial
Di Indonesia konflik dalam masyarakat sering terjadi kerena
anggotanya mempunyai karakteristik yang beragam: suku, agama, dan
ideologi. Karakteristik ini sering diikuti dengan pola hidup yang
eksklusif satu sama lain yang sering menimbulkan konflik. Sebagai
contoh, konflik yang terjadi antar suku dayak dan suku Madura di
Kalimantan pada tahun 2002 berlatar belakang perbedaan etnis dan
pola kehidupan. Konflik ini juga berlatar belakang kecemburuan
ekonomi dan perilaku yang ekslusif. Contoh lain adalah konflik sosial
yang terjadi di Maluku dan Sulawesi karena dipicu oleh perbedaan
agama, sedangkan konflik para politisi sebagian besar terjadi karena
perbedaan ideologi dan tujuan (Wirawan,2010: 12).
d) Pribadi orang
Ada orang yang memiliki sifat kepribadian yang mudah
menimbulkan konflik, seperti selalu curiga dan berpikiran negatif
19
kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu paling benar, kurang
dapat mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri. Hal seperti
ini dapat menimbulkan konflik.
Ada sekelompok orang yang berpikir fundamentalis atau
radikalis yang mengandung sesuatu hanya hitam putih tidak
menghargai kebhinekaan. Sekelompok tersebut menentukan benar atau
salah sesuatu berdasarkan kesesuaian suatu hal tertentu dengan
pendapat mereka atau tidak. Kelompok fundamentalis mudah
mendapat konflik (Wirawan, 2010: 12-13).
e) Perasaan dan emosi
Setiap orang memiliki perasaan dan emosi yang berbeda.
Sebagian orang mengikuti perasaan dan emosinya saat berhubungan
dengan sesuatu atau orang lain. Orang yang sangat dipengaruhi oleh
perasaan dan emosinya menjadi tidak rasional (irasional) saat
berinteraksi dengan orang lain. Perasaan dan emosi tersebut bisa
menimbulkan konflik dan menentukan perilakunya saat terlibat konflik
(Wirawan, 2010: 13).
f) Pola pikir sebagian manusia Indonesia yang tidak mandiri
Masyarakat Indonesia lebih mengutamakan haknya dan
melupakan kewajibanya, bahkan dalam keadaan ekonomi Negara yang
sedang mengalami krisis keuangan pada tahun 1998 dan 2008. Setiap
kenaikan harga bahan bakar, pupuk, beras, dan gula yang disebabkan
krisis global selalu diikuti oleh demonstrasi dan pemogokan yang
melanggar hukum, perusakan, dan kematian jiwa manusia. Masyarakat
20
Indonesia yang seperti itu hanya memaksakan kehendaknya, hanya
mampu mengalahkan, mengumpat, dan mengutuk, serta tidak mampu
ikut serta menyelesaikan masalah. Pola pikir tersebut dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya konflik di Indonesia (Wirawan,2010:
13-14).
g) Budaya konflik dan kekerasan
Bangsa dan Negara Indonesia semenjak kemerdekaannya
sampai memasuki abad ke-21 mengalami konflik politik, ekonomi dan
sosial secara terus-menerus. Perubahan pola pikir dari pola pikir
kebersamaan ke pola pikir individualistis, memudarnya rasa
nasionalisme, kehidupan politik dan ekonomi liberal, terkikisnya nilai-
nilai tradisi, dan politisasi agama telah berkontribusi mengembangkan
konflik di Indonesia. Lemahnya penegakan hukum dan merosotnya
moral para penegak hukum, serta menurunnya kepercayaan
masyarakat kepada mereka menyebabkan orang bisa mencapai jalan
pintas untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan kekerasan dan
main hakim sendiri (Wirawan, 2010: 14).
3) Jenis Konflik
Konflik banyak jenisnya dan dapat dikelompokkan berdasarkan
latar berdasarkan berbagai cerita. Sebagai contoh, konflik dapat dibedakan
berdasarkan latar terjadinya konflik, pihak yang terkait dalam konflik, dan
substansi konflik (Wirawan, 2010: 55).
21
a) Konflik Personal dan Konflik Interpersonal
Konflik dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah orang yang terlibat
konflik, yaitu konflik personal dan konflik interpersonal.
(1) Konflik Personal
Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seorang
individu karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan
yang ada atau karena mempunyanyi kepribadian ganda. Konflik ini
terjadi, antara lain sebagai berikut.
(a) Konflik pendekatan ke pendekatan (approach to approach
confict). Konflik yang terjadi karena harus memilih dua
alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama
baik kualitasnya.
(b) Konflik menghindar ke menghindar (avoidance to avoidance
confict). Konflik yang terjadi karena harus memilih alternatif
yang sama-sama harus menghindar.
(c) Konflik pendekatan ke menghindar (approach to avoidance
confict). Konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai
perasaan positif dan negatif terhadap sesuatu (Wirawan, 2010:
55).
(2) Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi di dalam
suatu organisasi atau konflik di tempat kerja. Konflik yang terjadi
di antara mereka yang bekerja untuk suatu organisasi profit dan
nonprofit. Konflik interpersonal adalah konflik pada suatu
22
organisasi di antara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling
tergantung dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi (Wirawan, 2010: 55)
b) Konflik Realistis dan Nonrealistis
Lewis Coser seperti dikutip dalam Joseph P. Folger dan
Marshal S. Poole Wirawan, 2010: 59 mengelompokkan konflik
menjadi konflik realistis dan konflik nonrealistis.
(1) Konflik Realistis. Konflik yang terjadi karena perbedaan dan
ketidahsepahaman cara pencapaian atau mengenai tujuan yang
akan dicapai. Dalam konflik jenis ini, interaksi konflik
memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau
objek konflik yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat
konflik. Di sini, metode manajemen konflik yang digunakan
adalah dialog, persuasi, musyawarah, votting, dan negoisasi.
Kekuasaan dan agresi sedikit sekali digunakan.
(2) Konflik Nonrealistis. Konflik yang terjadi tidak berhubungan
dengan isu substansi penyebab konflik. Konflik ini dipicu oleh
kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong
melakukan agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan
konfliknya. Penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu
penyebab konflik tidak penting. Hal yang penting adalah
bagaimana mengalahkan lawannya. Oleh kerena itu, metode
manajemen konflik yang digunakan adalah agresi, menggunakan
kekuasaan, kekuatan, dan paksaan. Contok jenis konflik ini adalah
23
konflik kerena perbedaan agama, suku, ras, bangsa yang sudah
menimbulkan kebencian yang mendalam (Wirawan, 2010: 59).
c) Konflik Menurut Bidang Kehidupan
Konflik dapat dikelompokkan menurut bidang kehidupan yang
menjadi objek konflik. Namun, sering kali, suatu jenis konflik tidak
berdiri sendiri. Melainkan berkaitan dengan konflik sejumlah aspek
kehidupan (Wirawan, 2010: 62).
Sebagai contoh, konflik sosial sering kali tidak hanya
disebabkan oleh perbedaan suku, ras, kelas, atau kelompok sosial,
tetapi sering kali disebabkan oleh kecemburuan ekonomi, kehidupan
politik, dan perbedaan agama. Oleh karena sering sulit membedakan
suatu fenomena konflik apakah merupakan konflik sosial, konflik
politik, atau konflik ekonomi, maka sejak merdeka bangsa dan Negara
Indonesia mengalami berbagai jenis konflik. Berikut adalah contoh-
contoh konflik multidimensi yang dialami bangsa dan Negara
Indonesia (Wirawan,2010: 62-63).
(1) Konflik politik
Semenjak merdeka, bangsa dan Negara Indonesia
mengalami konflik politik secara terus-menerus. Politik adalah
pengumpulan kekuatan untuk memperoleh kekuasaan dan
penggunaan kekuasaan untuk mencapai tujuan atau merealisasikan
ideologi. Jadi, konflik politik adalah konflik yang terjadi karena
pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya mendapatkan dan
mengumpulkan kekuasaan yang sama pada jumlahnya terbatas dan
24
menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan atau ideologinya
(Wirawan, 2010: 67).
(2) Konflik sosial
Fenomena konflik sosial dilatarbelakangi oleh berbagai
faktor: (1) konflik sosial timbul karena masyarakat terdiri atas
sejumlah kelompok sosial yang mempunyai karakteristik yang
berbeda satu sama lain; (2) kemiskinan bisa menjadi pemicu
terjadinya konflik. Sosiologi mengelompokkan masyarakat
menjadi golongan atas (golongan kaya raya), golongan menengah
(golongan kaya), dan golongan bawah (golongan miskin); (3)
konflik sosial bisa terjadi karena terjadinya migrasi manusia dari
suatu tempat ke tempat lainnya; (4) konflik sosial yang terjadi
antarkelompok sosial yang mempunyai karakteristik dan perilaku
inklusif (Wirawan, 2010: 71).
(3) Konflik agama
Sepanjang sejarah umat manusia terjadi sejumlah konflik
agama. Konflik agama bisa terjadi di antara dua pemeluk agama
yang berbeda atau diantara para pemeluk yang sama. Konflik
agama adalah konflik diantara pemeluk, bukan konflik di antara
ajaran atau kitab suci agama. Dari segi agama dan kitab suci
agama, memang ada perbedaan mengenai ajaran atau doktrin
agama. Ajaran agama Islam berbeda dengan ajaran agama Katolik,
Kristen (Protestan), Hindu, atau Budha. Perbedaan di antara ajaran
agama merupakan objek dari ilmu perbandingan agama. Akan
25
tetapi, pihak yang terlibat konflik bukan kitab suci, doktrin, atau
ajaran agamanya, melainkan para penganut agamanya atau
umatnya. Kitab suci tidak bisa berpikir dab berbicara. Pihak yang
bisa berpikir dan berbicara adalah para penganut agama yang
menerapkan kitab suci dalam hidupnya. Agama dan kitab sucinya
tidak membenci dan membunuh orang, tetapi para pemeluknya
yang melakukannya (Wirawan,2010: 71).
Jenis-jenis konflik agama
(a) Konflik para penganut suatu agama. Konflik atau perbedaan
pendapat bisa terjadi di antara para penganut suatu agama.
Sumber dari konflik adalah penafsiran yang berbeda mengenai
penafsiran kitab suci atau ajaran agama oleh para pemimpin
agamanya.
(b) Konflik antara agama dan ilmu pengetahuan, serta budaya.
Konflik antara dan ilmu pengetaguan telah terjadi pada abad
pertengahan.
(c) Konflik di antara para penganut agama yang berbeda. Konflik
di antara para penganut agama sering menimbulkan konflik
fisik dan kekerasan.
(d) Konflik karena pemanfaatan agama untuk mencapai tujuan
tertentu. Dalam konflik jenis ini agama dijadikan alat untuk
mencapai tujuan politik, ekonomi, sosial dari suatu individu
atau kelompok tertentu (Warawan,2020: 72-73).
26
4) Pengaruh Konflik
Konflik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan umat manusia, baik secara individu atau kelompok. Konflik
mempunyai pengaruh yang positif dan negatif. Kedua pengaruh tersebut
menciptakan perubahan bagi kehidupan manusia. Konflik mengubah dan
mengembangkan kehidupan manusia menjadi lebih baik. (Wirawan, 2010:
106).
a) Pengaruh positif
Konflik mempunyai pengaruh positif terhadap kehidupan umat
manusia. Berikut adalah beberapa gambaran pengaruh yang positif.
(1) Menciptakan perubahan. Konflik berpengaruh besar terhadap
kehidupan manusia. Konflik dapat mengubah dan mengembangkan
kehidupan umat manusia (Wirawan, 2010: 106).
(2) Membawa objek konflik ke permukaan. Tanpa terjadinya konflik
dan objek konflik. Pokok masalah yang terpendam di antara pihak-
pihak yang terlibat konflik tidak akan muncul ke permukaan.
Tanpa munculnya objek konflik, masalah tersebut tidak mungkin
diselesaikan. Pada masa Orde Baru, masalah yang dapat
menimbulkan konflik herus dihindari dan diltekan dari permukaan.
Akibatnya, konflik tidak pernah terselesaikan dan masalah yang
dipendam makin lama makin membesar. Masalah itu kemudian
meledak ketika terjadi reformasi (Wirawan, 2010: 107).
(3) Memahami orang lain lebih baik. Konflik membuat orang
memahami adanya orang lain, yaitu lawan konflik yang berbeda
27
pendapat, berbeda pola pikir, dan berbeda karakter (Wirawan,
2010: 107).
(4) Menstimulus cara berpikir yang kritis dan meningkatkan
kreativitas. Konflik akan menstimuli orang untuk berpikir kritis
terhadap posisi lawan konfliknya dan posisi dirinya sendiri. Orang
harus memahami mengapa lawan konfliknya mempunyai pendapat
yang berbeda dan mempertahankan pendapatnya. Kreativitasnya
meningkat yang digunakan dalam menyusun strategi dan taktik
untuk menghadapi konflik tersebut (Wirawan, 2010: 108).
(5) Manajemen konflik dalam menciptakan solusi terbaik. Jika
dimanajemeni dengan baik, konflik dapat menghasilakn solusi
yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik. Solusi
yang memuaskan kedua belah pihak menghilangkan perbedaan
mengenai objek konflik. Hilangnya perbedaan membawa keduanya
kembali dalam interaksi sosial yang harmonis (Wirawan, 2010:
108).
(6) Konflik menciptakan revitalisasi norma. Norma yang berlaku dan
mengatur kehidupan masyarakat berkembang lebih lambat
daripada perkembangan mayoritas anggota masyarakatnya.
Perubahan norma sering dimulai dengan terjadinya perbedaan
pendapat mengenai norma yang berlaku antara pihak yang ingin
mempertahankannya dan anggota masyarakat yang ingin
mengubahnya. Sering kali, perbedaan pendapat tersebut
berkembang menjadi konflik destruktif (Wirawan, 2010: 108).
28
b) Pengaruh negatif
Konflik dapat menciptakan pengaruh negatif. Berikut adalah
beberapa gambaran pengaruh negatif dari konflik.
(1) Biaya konflik. Konflik memerlukan biaya untuk melakukan
transaksi interaksi konflik dalam bentuk sumber-sumber, seperti
energi fisik, energi psikologi, uang, waktu, dan peralatan
(Wirawan, 2010: 109).
(2) Merusak hubungan dan komunikasi di antara pihak- pihak yang
terlibat konflik. Konflik, terutama konflik destruktif menurunkan
kualitas dan intensitas hubungan di antara pihak- pihak yang
terlibat konflik. Konflik dapat menimbulkan rasa tidak senang,
marah, benci, antipati dan agresi kepada lawan konflik (Wirawan,
2010: 109).
(3) Merusak sistem organisasi. Organisasi merupakan sistem sosial
yang unit-unit yang kerjanya (subsistem) dan para anggotanya
saling berhubungan, saling membantu, saling tergantung satu sama
lain dalam mencapai tujuan organisasi. Sistem organisasi yang
harmonis menciptakan sinergi positif, yaitu produksi subsistem-
subsistem yang bekerja dalam kesatuan sistem, hasilnya lebih
besar daripada jumlah produksi masing-masing subsistem. Konflik
merusak sistem dan menciptakan sinergi negatif, yaitu produksi
subsistem-subsistem yang bekerja dalam kesatuan sistem lebih
kecil daripada jumlah produksi masing-masing subsistem.
29
(4) Menurunkan mutu pengambilan keputusan. Konflik yang
konstruktif atau sehat membantu dalam pengambilan keputusan
dengan menyediakan alternatif yang diperlukan. Diskusi mengenai
perbedaan pendapat, argumentasi, dan konflik pemikiran
merupakan sumber alternatif yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan. Akan tetapi, jika konflik berkembang menjadi konflik
destruktif dan tidak sehat akan menghasilkan kebuntuan diskusi,
fitnah, agresi, dan sabotase, serta menghilangkan sifkap saling
percaya ( Wirawan, 2010: 109).
(5) Sikap dan perilaku negatif. Konflik antara manager dan para
pegawai akan menurunkan motivasi kerja, komitmen
berorganisasi, absentisme, kepuasan kerja, rasa saling percaya.
Serta sabotase dan pencurian (Wirawan, 2010: 111).
(6) Kesehatan. Konflik menyebabkan pihak yang terlibat konflik
marah, stress, kecewa, emosional, dan irasional. Keadaan ini
meningkatkan kemungkinan orang tekanan darahnya meningkat,
terkena struk, dan serangan jantung (Wirawan, 2010: 111).
(7) Konflik Buruh dan Merusak. Banyak orang yang berpendapat
bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, negatif, dan
merusak. Oleh karena itu, konflik harus dicegah dan dihindari.
Stephen P. Robbins menyebut asumsi ini sebagai pandangan
tradisional (traditional poin of iew). Mereka yang menyatakan
konflik sebagai sesuatu yang merusak mengasosiasikan konflik
dengan sesuatu yang negatif, antara lain sebagai berikut.
30
(a) Konflik buruk. Konflik menimbulkan sesuatu yang buruk,
seperti pertentangan, kompetisi, perkelahian, perang, dan
kerugian.
(b) Konflik merusak. Konflik merusak keharmonisan hidup dan
hubungan baik antarmanusia. Konflik merusak keharmonisan,
keselarasan, serta keseimbangan hidup dan interaksi sosial
antarmanusia.
(c) Konflik sama dengan kekerasan dan agresi. Konflik mengarah
pada kebencian, kekerasan, agresi, perkelahian, dan perang.
(d) Konflik emosional dan irasional. Konflik dapat membuat orang
menjadi emosional dan irasional; membuat orang merasa
dirinya sendiri yang benar dan lawan konfliknya salah, tanpa
mempertimbangkan fakta dan data yang ada.
(e) Konflik membuang energi dan sumber-sumber organisasi.
Konflik merupakan penyebab stres dan frutasi. Pihak-pihak
yang terlibat konflik akan mengalami stres dan frutasi sehingga
memengaruhi fisik dan kejiwaan mereka.
(f) Konflik sama dengan perang, agresi, kehancuran, dan
penderitaan manusia. Konflik destruktif sama dengan perang,
terjadi tindakan saling menyerang dan agresi.
(g) Konflik ancaman. Bagi pihak yang terlibat konflik, konflik
merupakan ancaman dari lawan konflik yang berupaya untuk
mengalahkannya. Apabila kalah saat terlibat konflik, maka
31
akan kehilangan apa yang diimpikan (dalam Wirawan, 2010:
113-114).
(h) Konflik netral. Sebagainya orang pemimpin, manajer,
administrator, dan ilmuwan berasumsi bahwa konflik netral itu
tidak baik dan tidak juga buruk. Menurut Stephen P. Robbins
(dalam Wirawan, 2010: 115) bahwa asumsi ini dianut oleh
para penganut aliran pandangan hubungan kemanusiaan
(human relation view). Konflik merupakan kejadian alami dan
fenomena manusia tidak bisa dihindari. Manusia diciptakan
dengan sifat-sifat yang bertentangan satu sama lain. Manusia
mempunyai persepsi dan pendapat yang berbeda mengenai
sesuatu yang sama. Perbedaan persepsi dan pendapat ini
merupakan sumber konflik. Sepanjang sejarah umat manusia,
konflik, kekerasan, pertumpahan darah, dan perorangan
merupakan karakteristik masyarakat yang terorganisasi.
Konflik tidak bisa dihindari dan terbukti menghasilkan sesuatu
yang baik, di samping sesuatu yang buruk. Baik buruknya
konflik tergantung bagaimana cara seseorang
memanajemeninya (Wirawan, 2010: 115).
(i) Konflik baik dan diperlukan. Sebagian pemimpin dan manajer
menganggap konflik itu baik dan diperlukan. (Stephen P.
Robbins dalam Wirawan) menyebut asumsi ini sebagai
pandangan penganut yang senang berinteraksi (the
interactionist view). Menurut asumsi ini, konflik diperlukan
32
untuk menciptakan perubahan dan kemajuan. Konflik
merupakan proses tesis, antithesis, dan sintesis. Mereka yang
berpendapat konflik baik dan membangun sesuatu yang baru
akan menganjurkan para pemimpin dan manajer untuk
meneruskan konflik yang sedang terjadi secara minimal untuk
mendorong kreativitas dan kritik diri. Tanpa konflik Orde
Lama masih terus berkuasa dan Orde Baru tidak akan pernah
ada. Demikian juga, tanpa konflik, reformasi tidak akan terjadi
di Indonesia (Wirawan,2010: 115).
5) Resolusi Konflik Tanpa Kekerasan dan dengan Kekerasan
Resolusi konflik melalui mengatur diri sendiri dapat menggunakan
dua pola, yaitu pola tanpa kekerasan (non-violent) dan pola dengan
kekerasan (violent).
a) Resolusi konflik tanpa kekerasan
Resolusi konflik tanpa kekerasan adalah resolusi konflik yang
dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik dengan tidak menggunakan
kekerasan fisik, verbal, dan nonverbal untuk mencapai resolusi konflik
yang diharapkan (Wirawan, 2010: 181).
b) Resolusi konflik dengan kekerasan
Resolusi konflik dengan kekerasan terjadi dalam lingkungan
internal organisasi/ perusahaan di negara-negara maju di Indonesia.
Kekerasan (violent) didefinisikan sebagai perilaku pihak yang terlibat
konflik yang bisa melukai lawan konfliknya untuk memenangkan
33
konflik. Dalam definisi ini, ada sejumlah indikator yang perlu
mendapatkan penjelasan
(1) Perilaku. Kekerasan adalah perilaku yang terlibat konflik perilaku
tersebut bisa berupa perilaku fisik (memaksa, memukul,
mendorong, mencubit, menendang, mencekik, dan sabagainya;
perilaku verbal (mengumpat, mendamprat, mengajak berkelahi,
mempermalukan, mengejek, dan merendahkan); dan perilaku
tertulis (menghina, mengolok-olok, dan mengancam dengan
tulisan atau gambar).
(2) Melukai lawan konflik, melukai merupakan perilaku yang
menimbulkan luka fisik (luka atau sakit fisik, serangan, atau
kematian) dan luka psikologis (ketakuatan, stres, atau gila).
(3) Untuk memenangkan konflik. Pihak yang terlibat konflik
melakukan kekerasan untuk mencapai kemenangan dalam terlibat
konflik. Kekerasan umumnya dilakukan oleh pihak yang terlibat
konflik yang menginginkan resolusi konflik win& lose solution
(Wirawan,2010: 182).
(4) Seseorang yang berupaya menghindar atau mengakomodasi dalam
terlibat konflik tidak akan menggunakan resolusi konflik dengan
kekerasan. Setelah tidak bisa memenangkan konflik dengan
menggunakan berbagai taktik konflik lainnya, ia akan
menggunakan resolusi konflik dengan kekerasan (Wirawan, 2010:
183).
34
6) Taktik Konflik
Taktik konflik adalah teknik yang mempengaruhi lawan konflik
untuk menghasilkan keluaran konflik yang diharapkan. Berikut adalah
gambaran mengenai taktik-taktik konflik tersebut.
a) Taktik mengancam
Seorang manajer atau pemilik perusahaan yang terlibat konflik
dengan karyawannya bisa menggunakan taktik mengancam untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan
dengan karyawan tersebut. Taktik mengancam hanya mempunyai arti
jika pihak yang terlibat konflik bisa melaksanakan ancamannya.
b) Taktik mencari teman atau koalisi
Taktik mencari teman atau koalisi umumnya dilakukan oleh
pihak yang terlibat konflik dengan kekuasaan atau posisi lebih lemah
daripada lawan konfliknya. Tujuan taktik ini adalah mencari teman
untuk memperbesar kekuasaan atau memperkuat posisinya dalam
menghadapi lawan konfliknya.
c) Taktik Berbohong
Jika menghadapi situasi konflik, seseorang yang jujur bisa
berubah menjadi pembohong, terutama jika posisinya terdesak dan
objek konflik menentukan hidup dan harga dirinya. Berbohong bisa
memberikan informasi yang tidak benar, mengelak atau menolak
untuk memberikan informasi, atau diam ketika ditanya mengenai
sesuatu (Wirawan, 2010: 147-149).
35
7) Faktor-faktor Pengaruh Konflik
a) Emosi
Emosi mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya
konflik dan proses interaksi konflik. Emosi dapat menyebabkan
terjadinya konflik dan mempengaruhi proses interaksi konflik. Emosi
adalah perasaan yang subjektif yang kompleks sebagai reaksi kognitif
dan fisiologis atau suatu pengalaman yang mempengaruhi sikap
perilaku. Emosi perasaan yang kompleks, bisa berupa perasaan
senang, tidak senang, atau netral (Wirawan, 2010: 150).
b) Marah
Dalam menghadapi situasi konflik, tujuan yang tidak tercapai
karena terhalang oleh lawan konfliknya akan menyebabkan pihak yang
terlibat konflik bisa marah. Kemarahan bukan saja merubah sikap dan
perilaku pihak yang terlibat konflik, tetapi mengubah proses interaksi
sosial. Kemarahan yang terlibat pihak-pihak yang terlibat konflik bisa
mengubah konflik, dari pihak konstruktif menjadi konflik destruktif.
Marah adalah keadaan jiwa orang dengan emosi yang tinggi
(emosional) yang mempengaruhi pola pikir dan perilakunya
(Wirawan, 2010: 152).
8) Konflik Destruktif dan Konflik Konstruktif
Konflik juga dapat dikelompokkan menjadi konflik konstruktif
(konflik produktif) dan konflik destruktif (konflik kontraproduksi).
36
a) Konflik konstruktif adalah konflik yang prosesnya mengarah kepada
mencari solusi mengenai substansi konflik. Konflik jenis ini
membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-
pihak yang terlibat konflik; ataupun mereka memperoleh sesuatu yang
bermanfaat dari konflik (Wirawan, 2010: 59).
b) Konflik destruktif. Dalam konflik destruktif pihak-pihak yang terlibat
konflik tidak fleksibel atau kaku karena tujuan konflik yang
didefinisikan secara sempit, yaitu untuk mengalahkan satu sama lain.
Interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena
menghindari isu konflik yang sesungguhnya (Wirawan, 2010: 62).
B. Kerangka Pikir
Deskripsi peneliti ini dapat dituangkan dalam kmerangka pikir sebagai berikut
ini.
1. Menemukan permasalahan. Permasalahan dalam peneliti ini adalah
mendeskripsikan konflik sosial dan politik yang terjadi pada masa G30S tahun
1965 dan mendeskripsikan representasi ideologi pengarang,wacana sosial dan
politik yang terdapat dalam novel Kubah.
2. Novel Kubah merupakan novel yang memiliki latar peristiwa sejarah dan memuat
permasalahan mengenai masalah konflik sosial dan politik tahun 1965. Langkah
selanjutnya adalah membaca dan memahami dengan cermat dan teliti terhadap
novel Kubah.
3. Menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis novel Kubah. Teori yang
digunakan dalam penelitian adalah sosiologi sastra.
37 4. Analisis permasalahan dengan cara memaparkan dan menunjukkan serta
menjelaskan yang disertai dengan kutipan-kutipan pendukung mengenai konflik
sosial dan politik, representasi ideologi pengarang serta korelasi dalam novel
Kubah.
5. Simpulan disajikan dengan menjawab permasalahan yang ada dalam novel Kubah
karya Ahmad Tohari. Memaparkan hasil dari penelitian secara ringkas mengenai
konflik sosial dan politik serta representasi ideologi pengarang , korelasi konflik
sosial dan politik yang terdapat dalam novel tersebut.
Gambar 1Bagan Kerangka Pikir
Kubah
KonflikSosialdanPolitik
Korelasi Sejarah dalam
Masyarakat
Sosiologi Sastra
Analisis
Simpulan