bab ii kajian pustaka dan kerangka berfikir …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/k4412058_bab2.pdf8...

30
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pengertian Pembelajaran Sejarah Menurut Wenger (1998: 227; 2006: 1) dalam Huda (2013: 2) mengatakan bahwa pembelajaran adalah: Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial. Agung S. dan Wahyuni berpendapat bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (2013: 3). Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antar guru dan peserta didik. Interaksi bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar pembelajaran yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya (Suryani, 2012: 1). Beberapa pendapat ahli tentang pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membimbing siswa mendapatkan pengalaman atau pemahaman baru tentang sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan belajar.

Upload: phungdien

Post on 23-May-2018

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Sejarah di SMA

a. Pengertian Pembelajaran Sejarah

Menurut Wenger (1998: 227; 2006: 1) dalam Huda (2013: 2)

mengatakan bahwa pembelajaran adalah:

Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh

seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain.

Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh

seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja

dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif,

ataupun sosial.

Agung S. dan Wahyuni berpendapat bahwa pembelajaran dapat

diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam

memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang

bersumber dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan

kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi

yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar

sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (2013: 3).

Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai

edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antar guru dan

peserta didik. Interaksi bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar

pembelajaran yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah

dirumuskan sebelumnya (Suryani, 2012: 1).

Beberapa pendapat ahli tentang pengertian pembelajaran di atas,

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang

dilakukan oleh guru untuk membimbing siswa mendapatkan pengalaman

atau pemahaman baru tentang sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan

belajar.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

9

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan sejarah dalam beberapa

artian, seperti menurut Agung S. dan Wahyuni mengatakan bahwa sejarah

adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap dan nilai-

nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia

dan dunia dari masa lampau hingga kini (2013: 55). Sejarah dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia mengandung makna, yaitu: (1) kesusastraan lama

(silsilah, asal usul); (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi

pada masa lalu; dan (3) ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran tentang

kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, atau

juga disebut riwayat (Poerwadarminta, 2003).

Sejarah dalam pandangan Ali (2005: 12) adalah “(1) jumlah

perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa-peristiwa dalam

kenyataan sekitar kita; (2) cerita tentang perubahan-perubahan itu dan

sebagainya; dan (3) ilmu yang bertugas menyelidiki tentang perubahan dan

sebagainya”.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang pengertian sejarah di

atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu yang

mempelajari tentang perubahan yang terjadi pada suatu peristiwa ataupun

kejadian yang sudah terjadi dan benar-benar terjadi yang nilai-nilainya

dapat diambil untuk kehidupan sekarang ini.

Jadi dari pengertian pembelajaran dan sejarah itu dapat ditarik

kesimpulan bahwa pembelajaran sejarah adalah kegiatan yang dilakukan

guru untuk membuat siswa mendapat pengetahuan baru tentang ilmu yang

mempelajari tentang perubahan suatu peristiwa dan kejadian yang sudah

terjadi agar dapat diambil nilai-nilainya untuk kehidupan sehari-hari

sebagai sarana untuk mencapai tujuan belajar.

b. Karakteristik Pembelajaran Sejarah

Menurut Agung S. dan Wahyuni (2012: 61) pembelajaran sejarah

memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik dalam pembelajaran

sejarah adalah sebagai berikut:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

10

1) Sejarah terkait dengan masa lampau. Masa lampau berisi peristiwa dan

setiap peristiwa sejarah hanya terjadi sekali. Jadi, pembelajaran sejarah

adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat

yang telah terjadi. Sementara itu, materi pokok pembelajaran sejarah

adalah produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada.

Karena itu, pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis,

berdasarkan sumber-sumber, dan tidak memihak menurut kehendak

sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu.

2) Sejarah bersifat kronologis. Oleh karena itu, pengorganisasian materi

pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologi

peristiwa sejarah.

3) Dalam sejarah ada tiga unsur penting, yakni manusia, ruang, dan

waktu. Dengan demikian, dalam mengembangkan pembelajaran

sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, di mana,

dan kapan.

4) Perspektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam

sejarah. Sekalipun sejarah itu erat kaitannya dengan masa lampau,

waktu lampau itu terus berkesinambungan sehingga perspektif waktu

dalam sejarah antara lain masa lampau, masa kini, dan masa yang akan

datang. Pemahaman ini penting bagi guru sehingga dalam mendesain

materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan

masa kini dan masa depan.

5) Sejarah adalah prinsip sebab akibat. Hal ini perlu dipahami oleh setiap

guru sejarah bahwa menerangkai fakta yang satu dengan fakta yang

lain, dapat menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan peristiwa

sejarah yang lain perlu mengingat prinsip sebab akibat, peristiwa yang

satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain dan peristiwa sejarah

yang satu akan menjadi penyebab peristiwa sejarah berikutnya.

6) Sejarah pada hakekatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan

perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek

kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

11

dan oleh karena itu, memahami sejarah haruslah dengan pendekatan

multidimensional sehingga dalam pengembangan materi pokok dan

uraian materi pokok untuk setiap topik/pokok bahasan haruslah dilihat

dari berbagai aspek.

7) Pelajaran sejarah di SMA/MA adalah mata pelajaran yang mengkaji

permasalahan dan perkembangan masyarakat dari masa lampau sampai

masa kini, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.

8) Dilihat dari tujuan dan penggunaannya, pembelajaran sejarah di

sekolah, termasuk di SMA/MA, dapat dibedakan atas sejarah empiris

dan sejarah normatif. Sejarah empiris menyajikan substansi

kesejarahan yang bersifat akademis (untuk tujuan yang bersifat

ilmiah). Sejarah normatif menyajikan substansi kesejarahan yang

dipilih menurut ukuran nilai dan makna yang sesuai dengan tujuan

yang bersifat normatif, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Berkaitan dengan itu, pelajaran sejarah di sekolah paling tidak

mengandung dua misi, yakni (1) untuk pendidikan intelektual dan (2)

pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan

moral, jati diri, nasionalisme, dan identitas nasional.

9) Pembelajaran sejarah di SMA/MA lebih menekankan pada perspektif

kritis logis dengan pendekatan historis-sosiologis.

c. Pembelajaran Sejarah di SMA

Berdasarkan buku pegangan guru mata pelajaran sejarah Indonesia

sesuai dengan Kurikulum 2013, mata pelajaran sejarah Indonesia tingkat

SMA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk:

1) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari

bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta akan tanah air,

melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan

dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

2) Menumbuhkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri, masyarakat,

dan proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

12

panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan

datang.

3) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep ruang

dan waktu dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di

Indonesia.

4) Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical thinking)

yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif, inspiratif,

dan inovatif.

5) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan siswa terhadap peninggalan

sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.

6) Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang

tercermin pada karakter diri, masyarakat dan bangsa.

7) Menanamkan sikap berorientasi ke masa depan.

Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan

adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi

waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam

menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu,

masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia (Agung S. &

Wahyuni, 2013: 56).

2. Model Pembelajaran Probing Prompting

a. Model Pembelajaran

Menurut Trianto (2012: 21) “secara kaffah model dimaknakan

sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan

sesuatu hal”. Pengertian model menurut Anitah (2009: 45) adalah “suatu

kerangka berfikir yang diapai sebagai panduan untuk melaksanakan

kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

Soekamto, dkk dalam Trianto (2012: 22) mengemukakan maksud

dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

13

untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar. Joyce dan Weil mendiskripsikan model

pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum, mendesai materi-materi instruksional, dan

memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda.

Models of Teaching are really models of learning. As we helps

students acquire information, ideas, skills, values, ways of

thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching

them how to learn. In fact the most important long term outcome of

instrucyion may be the students increased capabilities to learn

more easily and effectively in the future, both because of the

knowledge and skills they have acquired and because they have

mastered learning processes (Joyce & Weill, 2009: 7)

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai

empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur.

Ciri-ciri tersebut ialah:

1) Rasional teoritis logis yang disusun para pencipta atau

pengembangnya;

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai);

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil; dan

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu

dapat tercapai (Kardi & Nur, 2000: 9)

Sedangkan menurut Rusman (2012: 136) model pembelajaran

memiliki ciri-ciri sebagai berikut,

1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.

Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert

Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk

melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

14

2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model

berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir

induktif.

3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar

di kelas.

4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: urutan langkah-

langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem

sosial, sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan

pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model

pembelajaran.

5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak

tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang

dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka

panjang.

6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman

model pembelajaran yang dipilihnya.

Menurut Rusman (2012: 133) ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan guru dalam memilih model pembelajaran yang akan

digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu “(1) pertimbangan terhadap

tujuan yang hendak dicapai; (2) pertimbangan yang berhubungan dengan

bahan atau materi pembelajaran; (3) pertimbangan dari sudut peserta didik

dan siswa; dan (4) pertimbangan lainnya yang bersifat non teknis”.

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (Cooperativ learning) adalah pendekatan

pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk

bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai

tujuan belajar (Sugiyanto, 2008: 35). Menurut Rusman pembelajaran

kooperatif (Cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan

cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya terdiri empat sampai enam orang dengan

struktur kelompok yang bersifat heterogen (2012: 202).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

15

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) dalam Rusman

(2012: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu

sebagai berikut:

1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdepence), yaitu dalam

pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas

tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.

Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing

anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok

akan merasakan saling ketergantungan.

2) Tanggung jawab perorangan (individual accountability), yaitu

keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota

kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai

tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok

tersebut.

3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu

memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok

untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling

memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu

melatih siswa untuk dapat berpastisipasi aktif dan berkomunikasi

dalam kegiatan pembelajaran.

5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja

sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran

kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang

membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari

belajar kooperatif menurut Slavin (1995) dalam Trianto (2012:61), adalah

sebagai berikut:

1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai

kriteria yang ditentukan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

16

2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok

tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok.

Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain

dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi

evaluasi tanpa bantuan yang lain.

3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah

membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka

sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi,

sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang

terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat ternilai.

Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut

Rusman (2012: 212) “pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1)

penjelasan materi, (2) belajar kelompok, (3) penilaian, dan (4) pengakuan

tim”.

c. Model Pembelajaran Probing Prompting Learning

Pembelajaran model probing prompting merupakan salah satu

model pembelajaran kooperatif. Menurut arti katanya, probing adalah

penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah mendorong atau

menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan bertujuan untuk memperoleh

sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan

untuk memahami pengetahuan atau konsep baru.

Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara

guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan

menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan

tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang

dipelajari (Suherman, 2008). Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep

dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru

tidak diberitahukan.

Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan

pertanyaan. Pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini

disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

17

bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang

bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban

berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman, 2001: 160).

Probing question dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih

memahami secara mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu

jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas

masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan

pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawab.

Model pembelajaran ini menggunakan tanya jawab yang

dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau

tidak mau harus ikut berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak dapat

menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat siswa dapat

dilibatkan dalam proses tanya jawab.

Proses pembelajaran dengan model pembelajaran probing

prompting, akan terjadi suasana tegang di dalam kelas namun, suasana

tegang demikian bisa dikurangi dengan guru memberi serangkaian

pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan nada

yang lembut. Pembelajaran harus disertai dengan canda, senyum dan

tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat

bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri

siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna dalam (Sudarti,

2008) menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa

dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan

keaktifan sehingga aktivitas komunikasi cukup tinggi. Selanjutnya,

perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung

lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka

harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru.

Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam

pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi

aktivitas berfikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

18

pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa

dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran

tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001: 55).

Langkah-langkah pembelajaran probing prompting menurut

Sudarti (2008) dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing yang

dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut:

a. Siswa dihadapkan pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan

gambar atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.

b. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa.

c. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa

untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam

merumuskannya.

d. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.

e. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa

lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa

terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa

tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang

diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan

pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk

jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang

menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat

menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator.

Pertanyaan yang dilakukan pada langkah ini sebaiknya diajukan pada

beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh

kegiatan probing prompting.

f. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk

lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah

dipahami oleh seluruh siswa.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

19

Tabel 2.1 Sintak/langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model Probing

Prompting Learning

Tahap Sintak Model

Probing

Prompting

Learning

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan 1. Mengawali pembelajaran dengan berdoa

dan memberi salam

2. Mempersiapkan kelas agar lebih

kondusif untuk memulai proses KBM

(kerapian, kebersihan kelas,

menyediakan media dan alat serta buku

yang diperlukan)

3. Memantau kehadiran dengan

melakukan presensi siswa

4. Mengulas materi minggu lalu dan

mengajukan pertanyaan tentang materi

yang terkait dengan materi yang akan

disampaikan

5. Memberikan motivasi yang masih

berhubungan dengan materi

pembelajaran

6. Menyampaikan topik pembelajaran pada

hari ini

7. Menyampaikan indikator pencapaian

kompetensi

Inti Fase 1

Siswa

dihadapkan pada

situasi baru

Mengamati:

1. Guru menampilkan dan menjelaskan

sekilas materi tentang teori-teori dan

saluran-saluran masuknya Islam ke

Indonesia dengan media adobe flash.

2. Siswa memperhatikan penjelasan guru

dan media yang digunakan guru.

Menanya:

1. Guru membuka kesempatan secara luas

kepada siswa untuk bertanya mengenai

apa yang sudah dilihat, dibaca, dan

disimak.

2. Siswa mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang terkait dengan

penjelasan guru.

Fase 2

Guru

mengajukan

persoalan

Mengumpulkan Informasi:

1. Mempersiapkan diskusi dengan cara

siswa dibagi dalam 8 kelompok, yang

akan mendiskusikan permasalahan yang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

20

sama yaitu: “Alasan Agama Islam

mudah diterima masyarakat di

Nusantara”

2. Siswa mencari sumber dari buku dan

internet untuk melengkapi informasi

yang diperlukan

Fase 3

Siswa

merumuskan

jawaban melalui

diskusi

Mengasosiasi:

1. Siswa menganalisis data yang

dikumpulkan

2. Siswa menghubungkan informasi yang

terkait dalam rangka menemukan

kebenaran dari beberapa informasi

dengan melakukan 1 kali diskusi.

Fase 4

Menunjuk salah

satu siswa untuk

menjawab

pertanyaan

Fase 5

Guru meminta

tanggapan

kepada siswa lain

Mengkomunikasikan:

1. Hasil diskusi masing-masing kelompok

dituangkan dalam laporan tertulis.

2. Salah satu atau dua kelompok

mempresentasikan hasil diskusi dalam

diskusi kelas.

3. Siswa yang lain memberikan tanggapan

atau pertanyaan terhadap hasil diskusi

kelompok yang melakukan presentasi.

4. Menyimpulkan hasil diskusi.

5. Mengumpulkan hasil diskusi

Penutup Fase 6

Guru

mengajukan

pertanyaan akhir

pada siswa yang

berbeda

1. Guru bersama siswa secara bersama-

sama membuat kesimpulan materi

pembelajaran

2. Guru melakukan evaluasi untuk

mengukur ketercapian pembelajaran

3. Guru bersama siswa melakukan refleksi

tentang pelaksanaan pembelajaran.

4. Guru menyampaikan tugas individu

yaitu siswa membuat peta jejak

masuknya agama Islam ke Indonesia.

5. Guru menyampaikan materi yang akan

dibahas pada pertemuan yang akan

datang

6. Kegiatan diakhiri dengan salam

3. Media Pembelajaran Adobe Flash

a. Pengertian Media Pembelajaran

Gerlach and Ely dalam Arsyad (2005: 3), mengemukakan bahwa

“media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

21

yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan

sikap”. Gerlach & Ely (1980) dalam Anitah (2009: 5) menjelaskan pula

bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik

untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau

visual. Menurut Anitah (2009: 5) “media adalah setiap orang, bahan alat,

atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan

pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Dengan

pengertian itu, maka guru atau dosen, buku ajar, serta lingkungan adalah

media. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan.

Scram dalam Rusman (2012: 159) mendefinisikan “media sebagai

teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan

pembelajaran. Media adalah alat bantu yang dapat memudahkan suatu

pekerjaan”. Dalam pembelajaran media merupakan wahana penyalur

informasi belajar atau penyalur pesan. Sejalan dengan pandangan Heinich

dalam Rusman (2012: 159) menjelaskan bahwa “media merupakan alat

saluran komunikasi”.

Arsyad (2005: 4) mengemukakan media pembelajaran sebagai

berikut:

Batasan medium sebagai perantara yang mengantar informasi

antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, rekaman

audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan

sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa

pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau

mengandung maksud-maksud pembelajaran maka media itu

disebut media pembelajaran.

Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan (materi

pembelajaran) dari guru (komunikator) ke siswa (komunikan) sehingga

dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam

kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Salah satu gambaran yang sering dijadikan acuan landasan teori

penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah kerucut pengalaman

Dale dalam Sudjana dan Rivai (1989: 76). Dari kerucut pengalaman ini

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

22

dapat dibagi menjadi tiga tingkatan pengalaman dalam belajar. Hasil

belajar seseorang dimulai dari tingkat kongkret (pengalaman langsung),

melalui benda tiruan atau pengganti benda nyata, sampai pada lambang

verbal atau abstrak. Perlu diingat bahwa pengembangan kerucut

pengalaman Dale bukanlah berdasarkan tingkat kesulitan dari

pembelajaran, melainkan tingkat keabstrakan dan jenis indra yang ikut

serta dalam penerimaan pesan pembelajaran. Berikut disajikan bagan

kerucut pengalaman Edgar Dale:

Gambar 2.1 Bagan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (1989: 76)

Kerucut pengalaman ini menjelaskan posisi media berada di

tengah–tengah, sehingga media cukup membantu proses pembelajaran.

Media dapat menampilkan simulasi peristiwa atau kejadian baik dari

obyek nyata maupun obyek yang bersifat abstrak. Meskipun fungsi media

dalam proses pembelajaran cukup membantu, akan lebih baik bila seorang

guru merencanakan pembelajaran untuk siswa dimulai berfikir dari bawah

ke atas, yakni dimulai dari pengalaman langsung.

b. Fungsi Media Pembelajaran

Hamdani mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran,

media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru)

menuju penerima (siswa) (2011: 244). Fungsi media dalam proses

pembelajaran dapat ditunjukan pada gambar berkut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

23

Gambar 2.2 Fungsi Media Pembelajaran (Hamdani, 2011:244)

Media pembelajaran mempunyai fungsi yang sangat strategis

dalam pembelajaran. Secara umum menurut Hamdani (2011: 246) media

pembelajaran memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa

lampau.

2) Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi baik karena

jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang.

3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda atau hal-hal yang

sukar diamati secara langsung karena ukurannya terlalu besar atau

terlalu kecil.

4) Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara

langsung.

5) Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar ditangkap.

6) Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya

untuk didekati.

7) Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak atau sukar

diawetkan.

8) Dengan mudah membandingkan sesuatu.

9) Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara

lambat.

10) Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara

cepat.

11) Mengamati gerakan-gerakan mesin atau alat yang diamati secara

langsung.

12) Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat.

Guru Siswa Media Pesan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

24

13) Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang atau

lama.

14) Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu

objek secara serempak.

15) Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat dan temponya masing-

masing.

Ada beberapa fungsi media pembelajaran dalam pembelajaran

menurut Rusman (2012: 162) diantaranya:

1) Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.

2) Sebagai komponen dalam sub sistem materi pembelajaran.

3) Sebagai pengarah dalam pembelajaran.

4) Sebagai permainan atau pembangkit perhatian dan motivasi siswa.

5) Menghasilkan hasil dan proses pembelajaran.

6) Mengurangi terjadinya verbalitas.

7) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.

Manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran menurut

Rusman (2012: 164), yaitu:

1) Untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif

2) Penggunaan media merupakan bagian integral dalam sistem

pembelajaran.

3) Media pembelajaran penting dalam rangak mencapai tujuan

pembelajaran.

4) Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk mempercepat

proses pembelajaran dan membantu siswa dalam upaya memahami

materi yang disajikan oleh guru dalam kelas.

5) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru tetapi juga kativitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

c. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Tiga ciri-ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media

digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

25

guru tidak mampu melakukannya (Gerlach dan Ely dalam Hamdani, 2011:

244) adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan Fiksatif

Artinya dapat menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali

suatu objek atau kejadian.

2) Kemampuan Manipulatif

Artinya media dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan

berbagai perubahan atau manipulasi sesuai keperluan.

3) Kemapuan Distributif

Artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya

dalam satu kali penyajian serempak.

d. Prinsip Media Pembelajaran

Dalam menentukan maupun memilih media pembelajaran, seorang

guru harus mempertimbangkan beberapa prinsip sebagai acuan dalam

mengoptimalkan pembelajaran. Prinsip penggunaan media pembelajaran

menurut Hamdani (2011: 255) di antaranya:

1) Efektivitas

Media pembelajaran harus tepat guna untuk membentuk kompetensi

secara optimal.

2) Relevansi

Kesesuaian media pembelajaran dengan tujuan, karakteristik materi

pembelajaran, potensi dan perkembangan siswa dengan waktu yang

tersedia.

3) Efisien

Pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan kehematan biaya,

tenaga, dan waktu tetapi dapat menyampaikan inti pesan.

4) Dapat digunakan

Media pembelajaran harus dapat diterapkan dalam pembelajaran,

sehingga dapat menambah pemahaman siswa dan meningkatkan

kualitas pembelajaran.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

26

5) Kontekstual

Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus mengedepankan

aspek lingkungan sosial budaya dan life skill siswa.

Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila siswa

dapat diajak untuk memanfaatkan semua panca inderanya. Kurang lebih

80% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya

15 % diperoleh melalui indera dengar, sedangkan 5% lagi dari indera yang

lainnya.

e. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Ada beberapa jenis media pembelajaran, berikut ini merupakan

pembagian media pembelajaran menurut Hamdani (2011: 244):

1) Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar atau yang

memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat dan tidak

mengandung unsur suara, seperti gambar, lukisan, foto dan sebagainya.

3) Media audio visual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan

juga memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman, video,

film, dan sebagainya.

4) Orang (people), yaitu orang yang menyimpan informasi. Pada

dasarnya setiap orang bisa berperan sebagai sumber belajar tetapi

secara umum dapat dibagi menjadi kelompok, yaitu: a) orang yang

didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara

professional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaswara dan lain-

lain dan b) orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di

lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek, dan

sebagainya.

5) Bahan (materials), yaitu suatu format yang digunakan untuk

menyimpan pesan pembelajaran seperti buku paket, alat peraga,

transparansi, film, slide, dan sebagainya.

6) Alat (device), yaitu benda-benda yang berbentuk fisik sering disebut

dengan perangkat keras yang berfungsi untuk menyajikan bahan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

27

pembelajaran seperti computer, radio, televise, VCD/DVD, dan

sebagainya.

7) Teknik (technic), yaitu cara atau prosedur yang digunakan orang dalam

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti ceramah,

diskusi, seminar, simulasi, permainan dan sejenisnya.

8) Latar (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun

di luar sekolah, baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara

khusus disiapkan untuk pembelajaran.

Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan jenis media pembelajaran multimedia karena media adobe

flash menggabungkan dari berbagai jenis media dari audio, visual, maupun

audio visual sehingga membentuk suatu keterpaduan yang mempermudah

dalam penyampaiannya.

f. Media Pembelajaran Adobe Flash

Media pembelajaran adobe flash merupakan salah satu jenis dari

media pembelejaran multimedia interaktif. Menurut Anitah (2009:184)

media interaktif yaitu suatu sistem penyajian pelajaran dengan visual,

suara, dan materi video, disajikan dengan kontrol computer sehingga

pebelajar tidak hanya dapat melihat dan mendengar gambar dan suara,

tetapi juga memberi respon aktif.

Awalnya nama dari adobe flash adalah macromedia flash,

penggantian nama menjadi adobe flash dikarenakan aplikasi ini telah

dibeli oleh perusahaan adobe kemudian nama untuk aplikasi ini pun

diganti menjadi adobe flash. Menurut Panduan Macromedia flash (2004:1)

mengartikan “macromedia flash sebagai sebuah program yang fleksibel

untuk pembuatan animasi”. Aplikasi ini digunakan untuk membuat

animasi interaktif atau non-interaktif yang dituangkan dalam animasi

gerak maupun visual. Adobe flash membantu seseorang memberikan

informasi kepada pihak lain secara interaktif. Seseorang dapat memberikan

informasi secara efektif kepada audien karena audien dapat melihat

spesifikasi benda atau fenomena yang dijelaskan. Hasil dari aplikasi ini

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

28

akan optimal jika didukung oleh kreativitas pembuatnya. Sedangkan

menurut Hakim (2004:1) menjelaskan bahwa “flash merupakan program

animasi professional yang mudah digunakan dan sangat berdaya guna

untuk membuat animasi yang sederhana sampai animasi kompleks”. Flash

mempunyai banyak fasilitas yang sangat berdaya guna, tetapi mudah

digunakan seperti membuat interface atau form menggunakan drag and

drop. Flash menggunakan grafik berbasis vector jadi aksesnya terlihat

halus pada skala resolusi layar berapapun.

Keunggulan adobe flash dibandingkan dengan program lain yang

sejenis antara lain yaitu:

1) Dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek lain.

2) Dapat membuat transparasi warna dalam movie.

3) Membuat perubahan animasi dari satu bentuk ke bentuk lain.

4) Dapat membuat gerakan animasi dengan mengikuti alur yang telah

ditetapkan.

5) Dapat dikonversi dan dipublikasi ke dalam beberapa tipe di antaranya

.swf, .html, .gif, .jpg, .png, .exe, .mov.

Alasan pemilihan mengguanakan media pembelajaran adode flash

dalam pembelajaran sejarah karena adobe flash merupakan media

interaktif yang dapat menyajikan materi secara visual maupun audio,

sedangkan pembelajaran sejarah mengkaji peristiwa yang telah terjadi

yang tidak mungkin dapat dilihat langsung oleh siswa, sehingga

penggunaan media adobe flash dapat menyajikan video peristiwa yang

telah terjadi disertai materi sesuai indikator pembelajaran. Adobe flash

merupakan media pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan menarik

sehingga akan mampu meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar

sejarah. Selain itu media adobe flash merupakan salah satu media

pembelajaran yang dapat disisipkan evaluasi pembelajaran disetiap

materinya sehingga siswa dapat mengukur ketercapaian belajarnya di

setiap materi.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

29

4. Kemampuan Berfikir Kritis

a. Pengertian Kemampuan Berfikir Kritis

Johnson (201: 183) memaknai berpikir kritis sebagai proses terarah

dan jelas dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil

keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian

ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan berpendapat dengan cara

terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi

dari pendapat orang lain.

Menurut Mayer (1986) berfikir kritis selalu dimulai dengan

masalah dan berakhir dengan solusi/jawaban. Sedangkan Moore dan

Parker (2000) berpendapat bahawa berfikir kritis adalah ketetapan yang

hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima,

menolak atau menagguhkan penilaian terhadap suatu pernyataan, dan

tingkat kepercayaan untuk diterima atau ditolak. Sejalan dengan pendapat

tersebut Robert H Ennis (2000) mengungkapkan bahwa berfikir kritis

adalah berfikir secara reflektif dan masuk akal yang diarahkan pada suatu

keputusan apa yang akan dipercaya atau dilakukan (Ahyani, 2013: 100).

Kemapuan berfikir kritis juga diartikan sebagai (1) menentukan

kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dengan

yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4)

mengidentifikasi mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5)

mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan

(7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan

(Beyer, 1985) dalam (Ahyani, 2013: 100-101).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan berfikir kritis

merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam hal memecahkan

masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi,

melakukan penelitian ilmiah, dan berpedapat secara terorganisir,

kemampuan tersebut dapat dinilai dengan indikator yang telah ditentukan

sehingga kemampuan tersebut dapat terus diasah dan dikembangkan.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

30

b. Delapan Langkah untuk Menjadi Pemikir Kritis

Menurut pendapat Johnson (2011: 192-200) untuk menjadi pemikir

kritis sebaiknya melalui tahapan-tahapan sistematis. Menurut beliau ada

delapan langkah untuk menjadi pemikir kritis. Kedelapan langkah tersebut

disajikan dalam bentuk sebuah pertanyaan karena dengan menjawab

pertanyaan, para siswa dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka

perlukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam:

1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang

dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas!

Sebuah masalah atau isu mustahil bisa diteliti sebelum masalah atau

isu tersebut digambarkan dengan jelas. Oleh karena itu, subyek yang

akan diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya.

2) Apa sudut pandangnya?

Sudut pandang, sudut pribadi yang kita gunakan dalam memandang

sesuatu, dapat membutakan kita dari kebenaran.

3) Apa alasan yang diajukan?

Sebenarnya kita semua percaya bahwa keyakinan dan tindakan kita

didasarkan pada alasan yang masuk akal.

4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?

Asumsi adalah ide-ide yang kita terima apa adanya.

5) Apakah bahasanya jelas?

Pemikir kritis berusaha untuk memahami, dalam mencari makna,

mereka sangat memperhatikan kata-kata atau bahasa.

6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan?

Bukti adalah informasu yang akurat dan dapat dipercaya.

7) Kesimpulan apa yang ditawarkan?

Setelah mengumpulkan dan mengevaluasi informasi untuk

memecahkan masalah, mengembangkan sebuah proyek, atau

memutuskan sebuag perkara, pemikir kritis mulai merumuskan

kesimpulan yang tepat.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

31

8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?

Kesimpulan yang menyangkut persoalan pribadi maupun publik

hampir selalu memilki efek samping yang tidak diharapkan.

c. Ciri-ciri Kemampuan Berfikir Kritis

Adapun ciri-ciri berfikir kritis dikemukakan oleh Ferrett, S. (1977)

dalam Ahyani (2013: 101), diantaranya suka bertanya, menerima

pernyataan dan argumentasi, memiliki rasa ingin tahu, tertarik untuk

mendapatkan solusi baru, berkeinginan untuk menguji dan menganalisa

fakta yang ada, mampu menyimak dengan hati-hati dan memberikan

umpan balik, mencari bukti-bukti, mampu menolak informasi yang

dianggap tidak relevan dan tidak benar.

Menurut Perkin (1992) dalam Ahyani (2013: 100), berfikir kritis

memiliki empat karakter, yaitu (1) bertujuan untuk mencapai penilaian

yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita

lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil

dari berfikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai

startegi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan

menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat

dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu

penilaian.

d. Indikator Kemampuan Berfikir Kritis

Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasikan dua belas indikator

berfikir kritis, yang dikelompokan dalam lima besar aktivitas sebagai

berikut:

1) Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi memfokuskan

pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab

pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.

2) Membangun ketrampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan

apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta

mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

32

3) Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan menginduksi atau

mempertimbangkan hasil induksi dan membuat serta menentukan nilai

pertimbangan.

4) Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi

istilah-istilah dan definisi pertimbangan juga dimensi, serta

mengidentifikasi asumsi.

5) Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan

dan berinteraksi dengan orang lain.

Peneliti mengambil beberapa indikator berfikir kritis dari Ennis

untuk mengukur kualitas penguasaan materi siswa yang akan diukur

dengan tes dan kualitas keaktifan siswa di dalam kegiatan diskusi kelas

yang akan diukur dengan lembar pengamatan. Indikator yang peneliti

gunakan adalah (1) mengkaji materi, (2) menganalisis pertanyaan dan

bertanya, (3) mengaitkan peristiwa sejarah dengan kondisi sekarang, dan

(4) menyimpulkan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan Yulia Kristi Adi, dkk (2014) dengan judul “Studi

Komparasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Dilengkapi Macromedia Flash dan Handout Terhadap Prestasi Belajar Siswa

pada Materi Koloid Kelas XI di SMA N 1 Karanganyar Tahun Ajaran

2012/2013 dalam jurnal Pendidikan Kimia (JPK)”.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT) dilengkapi dengan penggunaan macromedia

flash memberikan prestasi belajar siswa yang lebih baik dari pada

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yang

dilengkapi dengan penggunaan handout dalam pembelajaran kimia materi

koloid. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan menggunakan uji t-pihak

kanan dengan taraf signifikan 5%. Dimana hasil uji t-pihak kanan untuk

prestasi belajar kognitif diperoleh thitung = 2,67 > ttabel = 1,67 dan untuk

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

33

prestasi belajar afektif diperoleh thitung = 3,30 > ttabel = 1,67 sehingga Ho

ditolak.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif

namun dengan tipe yang berbeda dan sama-sama menggunakan media

pembelajaran dengan program flash. Perbedaannya penelitian ini merupakan

jenis penelitian eksperimen yang dilakukan pada pelajaran biologi dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together

(NHT) terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan merupakan penelitian tindakan kelas pada pelajaran sejarah yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting untuk

meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Indra Sakti, dkk (2012) yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) melalui Media

Animasi Berbasis Macromedia Flash terhadap Minat Belajar dan Pemahaman

Konsep Fisika Siswa di SMA Plus Negeri 7 Kota Bengkulu”.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada pengaruh model

pembelajaran langsung (Direct Instruction) melalui media animasi berbasis

Macromedia Flash terhadap pemahaman konsep fisika secara signifikan

dengan thitung 4,087 > t tabel 1,988 pada taraf signifikan 95% dan ada

pengaruh model pembelajaran langsung (Direct Instruction) melalui media

animasi berbasis Macromedia Flash terhadap minat belajar siswa secara

signifikan dengan t hitung 12,259 > t tabel 1,988 pada taraf signifikan 95%.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama-sama menggunakan media pembelajaran dengan

program flash. Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian

eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran langsung terhadap

minat belajar dan pemahaman konsep Fisiska, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan peneliti merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang

menggunakan model pembelajaran probing prompting untuk meningkatkan

kemampuan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

34

3. Penelitian yang dilakukan oleh Putunda Al Arif Hidayatullah, dkk (2014)

yang berjudul “Pengaruh Model Probing-Prompting Terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V”.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model Probing-Promting dan siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Rata-rata skor

kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model Probing

Promting adalah 58,70 tergolong kriterian tinggi. Rata-rata kemampuan

berpikir kritis siswa yang dibelajarkan model konvensional adalah 44,58 yang

berada pada kategori sedang, dan thitung = 5,11, ttabel = 2,021 pada taraf

signifikan 5%. Hal ini berarti bahwa thitung>ttabel. Jadi model Probing

Promting berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA di kelas V

gugus Singasari kecamatan Pekutatan.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama-sama menggunakan model probing prompting untuk

meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Perbedaannya penelitian ini

merupakan penelitian eksperimen yang tidak menggunakan media flash dan

dilakukan pada pelajaran IPA kelas V, sedangkan penelitian yang akan

peneliti lakukan merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang menggunakan

media flash dan dilakukan pada pelajaran Sejarah kelas X.

4. Penelitian yang dilakukan oleh I Wyn. Eka Swarjana, dkk (2013) yang

berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Probing Prompting terhadap Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Negeri 1 Sebatu”.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri 1 Sebatu tahun

pelajaran 2012/2013 antara siswa yang belajar dengan model probing

prompting dan siswa yang belajar dengan model konvensional. Perbedaan

yang signifikan ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran

probing prompting lebih berpengaruh baik terhadap hasil belajar IPA siswa

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

35

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama-sama menggunakan model probing prompting.

Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen tanpa

menggunakan media flash dan untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V,

sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan jenis penelitian

tindakan kelas yang menggunakan media flash untuk meningkatkan

kemampuan berfikir kritis siswa kelas X.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Lukas Nana Rosana (2014) yang berjudul

“Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kritis Terhadap

Hasil Belajar Sejarah Siswa”.

Hasil penelitian ini menunjukan (1) hasil belajar sejarah antara siswa

yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari pasangan

lebih tinggi dari siswa yang diberikan metode pembelajaran konvensional; (2)

terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan

berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa; (3) hasil belajar sejarah

siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari

pasangan dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih tinggi dari siswa

yang diberikan metode pembelajaran konvensional dengan kemampuan

berpikir kritis tinggi; (4) hasil belajar sejarah siswa yang diberikan metode

pembelajaran kooperatif model mencari pasangan dengan kemampuan

berpikir kritis rendah lebih rendah dari siswa yang diberikan metode

pembelajaran konvensional dengan kemampuan berpikir kritis rendah.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif

terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di

SMA. Perbedaan penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan

menggunakan model pembelejaran kooperatif tipe mencari pasangan tanpa

menggunakan media flash, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan

merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe probing prompting dan media flash.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

36

C. Kerangka Berfikir

Pembelajaran adalah suatau proses rangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh guru dan siswa yang difasilitasi dengan penggunaan model dan media

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Pembelajaran

yang efektif harus direncanakan dengan baik sehingga dapat memberi timbal balik

bagi pelaksana pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa perlu terlibat

aktif sehingga kemampuan berfikir kritis siswa akan meningkat. Melalui

peningkatan kemampuan berfikir kritis, siswa dapat mengetahui kemajuan yang

telah dicapainya dalam belajar. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran

berusaha berinteraksi dengan siswa melalui penggunaan model dan media

pembelajaran yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kemampuan berfikir

kritis siswa.

Model dan media pembelajaran yang berpusat pada guru sangat kurang

berpengaruh dalam peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Guru harus

melibatkan siswa berperan aktif dan kreatif dalam penggunaan model dan media

pembelajaran di dalam kelas, sehingga guru perlu menggunakan model dan media

pembelajaran yang sesusai agar siswa dapat meningkatkan kemampuan berfikir

kritis siswa. Dalam kasus ini peneliti ingin menggunakan model probing

prompting learning dan media adobe flash dalam upaya meningkatkan

kemampuan berfikir kritis siswa.

Dari alur penalaran di atas, maka dapat digambarkan kerangka berfikir

sebagai berikut:

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412058_bab2.pdf8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah

37

Gambar 2.3 Skema Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Penelitian

Pengimplementasian model probing prompting learning dan media adobe

flash dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis

siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 4 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

Kondisi akhir Pembelajaran bervariasi

dengan menggunakan

model probing prompting

learning dan media adobe

flash dapat mendorong

siswa untuk berfikir kritis

dalam pembelajaran

Kemampuan berfikir

kritis siswa

meningkat

Kondisi awal Model pembelajaran yang

digunakan masih berpusat

pada guru dan masih

menggunakan media

pembelajaran yang

sederhana.

Kemampuan berfikir

kritis siswa rendah

Tindakan Upaya perbaikan dengan

menggunakan model

probing prompting

learning dan media adobe

flash

Partisipasi siswa

dalam pembelajaran

meningkat