bab ii kajian pustaka -...

27
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malaria 2.1.1 Pengertian Malaria Malaria adalah penyakit dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa. Penyakit ini adalah penyakit yang serius bahkan bisa mematikan (Tapan, 2004 : 101). Malaria adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmoduim (Mahdiana, 2010 : 120). Menurut Najera-Morrondo, 1991 dalam buku Gould, 2003 : 321 Malaria adalah suatu penyakit yang sudah ada sejak jaman dahulu dan disebabkan oleh parasit protozoa yang termasuk dalam genus Plasmodium. 2.1.2 Epidemiologi Malaria Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam masyarakat. Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : host (manusia sebagai host intermediate dan nyamuk sebagai host definitive), agent (penyebab penyakit malaria, plasmodium), environment (lingkungan). 7

Upload: truongthuan

Post on 30-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Malaria

2.1.1 Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan

pembesaran limpa. Penyakit ini adalah penyakit yang serius bahkan bisa

mematikan (Tapan, 2004 : 101).

Malaria adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmoduim (Mahdiana,

2010 : 120).

Menurut Najera-Morrondo, 1991 dalam buku Gould, 2003 : 321 Malaria

adalah suatu penyakit yang sudah ada sejak jaman dahulu dan disebabkan oleh

parasit protozoa yang termasuk dalam genus Plasmodium.

2.1.2 Epidemiologi Malaria

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran

malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam masyarakat. Dalam

epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : host (manusia sebagai host

intermediate dan nyamuk sebagai host definitive), agent (penyebab penyakit

malaria, plasmodium), environment (lingkungan).

7

8

Host

Agent Environment

Gambar 2.1

Segitiga Epidemiologi

1) Agent (Parasit Malaria)

Penyebab malaria adalah Genus Plasmodia Famili Plamodiidae dan Ordo

Coccidiida dan di Indonesia sampai saat ini ada 4 spesies parasit malaria yang

diketahui (Depkes RI, 2001) :

a) Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika yang sering

menyebabkan malaria yang berat hingga menyebabkan kematian.

b) Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana.

c) Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana.

d) Plasmodium ovale (jarang dijumpai), umumnya di Afrika.

2) Host (Pejamu)

a) Manusia (Host intermediate)

Penyakit malaria dapat mengidentifikasi setiap manusia, ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi manusia sebagai pejamu penyakit

malaria antara lain : usia atau umur, jenis kelamin, imunitas, rasa tau

suku bangsa, status gizi, sosial ekonomi (Susana, 2010 : 18).

9

b) Nyamuk (Host definitif)

Nyamuk Anopheles yang menghisap darah hanya nyamuk Anopheles

betina. Darah diperlukan untuk pertumbuhan telurnya. Perilaku

nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria.

3) Environment (Lingkungan)

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan

nyamuk berada sehingga memungkinkan terjadinya penularan malaria indigenous

(setempat) terjadinya penularan malaria disebabkan antara lain oleh faktor

lingkungan yang kondusif sebagai tempat perindukan nyamuk malaria (Susana,

2010 : 22).

Faktor lingkungan mempunyai peranan yang besar sesudah perilaku

manusia dalam memerankan kesehatan. Lingkungan vektor adalah keadaan

lingkungan dimana vektor dapat berkembang biak dengan baik (Susana, 2010 :

53).

a) Lingkungan fisik

Lingkungan fisik dibedakan antara cuaca dan iklim. Cuaca

didefinisikan sebagai fluktasi yang besar di atmosfer dari jam ke jam

atau hari ke hari sedangkan iklim adalah rata-rata cuaca yang

dideskripsikan dalam hubungan dengan rata-rata dan kuantitas statistic

lainnya yang mengukur variasi selama satu periode waktu untuk suhu

daerah geografis. Unsur iklim antara lain suhu udara, suhu air,

kelembapan udara, hujan, angin, cahaya matahari, ketinggian, arus air

(Susana, 2010 : 53).

10

b) Lingkungan kimia

Sifat-sifat lingkungan kimia berpengaruh terhadap kepadatan vektor

antara lain derajat keasaman air, salinitas, kekeruhan/turbiditas bebas

(CO2), oksigen terlarut (DO) dan tegangan permukaan (Susana, 2010 :

61).

c) Lingkungan biologik

Berbagai jenis tumbuhan seperti bakau, lumut, ganggang, dan berbagai

jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia

dapat mengahalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari

serangan makhluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan pemakan

larva seperti ikan kepala timah, ikan nila, dll akan mempengaruhi

populasi nyamuk disuatu daerah (Susana, 2010 : 63).

d) Lingkungan sosial budaya

Faktor sosial memegang peranan yang penting dalam penularan

malaria. Pembangunan bendungan, penambangan timah, dan

pembukaan tempat pemukiman baru adalah beberapa contoh kegiatan

pembangunan yang sering menimbulkan perubahan lingkungan yang

menguntungkan bagi nyamuk Anopheles (Susana, 2010 : 65).

Faktor ini besar pengaruhnya dibandingkan dnegan faktor lainnya.

Kebiasaan berada diluar rumah sampai larut malam dimana vektornya

lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah

gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan

penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai

11

dengan perbedaan status social masyarakat, akan mempengaruhi angka

kesakitan malaria. Faktor yang cukup penting adalah pandangan atau

persepsi masyarakat terhadap penyakit malaria, papabila malaria

dianggap sebagai suatu kebutuhan untuk diatasi, upaya untuk

menyehatkan lingkungan akan dilaksanakan oleh masyarakat. Dampak

dari laju pembangunan yang kian cepat adalah timbulnya tempat

perindukan buatan manusia itu sendiri, seperti tempat pemukiman

baru, pembangunan bendungan, penambangan timah dan emas yang

menimbulkan perubahan lingkungan yang menguntungkan bagi

nyamuk malaria (Depkes RI, 1999).

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi

1. Tempat peristirahat vektor

Seperti halnya tempat perkembangbiakkan vektor, maka tempat

peristirahatan vektor juga secara tidak langsung akan berpengaruh

terhadap kejadian malaria. Pada umumnya vektor malaria akan lebih

senang beristirahat pada tempat yang teduh, lembab dan aman

(Depkes, 1999).

2. Tempat berkembang biak vektor

Tempat berkembang biak nyamuk Anopheles adalah genangan-

genangan air, baik air tawar, maupun air payau, tergantung dari jenis

nyamuknya, air itu tidak boleh tercemar atau terpolusi dan selalu

berhubungan dengan tanah (Depkes, 1999).

12

3. Tempat makan vektor

Ternak besar seperti sapi dan babi dapat mengurangi gigitan nyamuk

pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar

rumah tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah ((Depkes, 1999).

4. Perilaku masyarakat

Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan

mempengaruhi kesetiaan masyarakat untuk memberantas malaria

antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu,

kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk (Harijanto

P.H, 2000).

Menurut Budarja, perilaku penggunaan obat anti nyamuk pada saat

tidur malam dapat memberikan dampak atau pengaruh terhadap

kejadian malaria.

2.1.4 Gejala Malaria

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 10-35 hari setelah parasit

masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Gejala awalnya seringkali

berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil,

bersamaan dengan perasaan tidak enak badan (Malaise). Kadang gejalanya

diawali dengan menggigil yang diikuti oleh demam. Gejala ini berlangsung

selama 2-3 hari dan sering diduga sebagi gejala flu (Mahdiana, 2010 : 122).

Gejala berikutnya dan pola penyakitnya pada keempat jenis malaria ini

berbeda :

13

Pada malaria falciparum bisa terjadi kelainan fungsi otak, yaitu yaitu suatu

komplikasi yang disebut malaria serebral. Gejalanya demam minimal 40°C, sakit

kepala hebat, mengantuk, mengigau (delirium) dan linglung (Mahdiana, 2010 :

122).

Gejalanya adalah apati, sakit kepala yang timbul secara periodik, merasa

tidak enak badan, nafsu makan berkurang, disertai serangan menggigil dan

demam. Gejala tersebut sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung

pendek dari serangan pertama (Mahdiana, 2010 : 122).

Blackwater fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi.

Demam ini timbul akibat pecahnya sejumlah sel darah merah. Blackwater fever

hamper selalu terjadi pada penderita malaria falciparum menahun, terutama yang

mendapatkan pengobatan kuinin (Mahdiana, 2010 : 122).

Gejala dan pola malaria :

1) Malaria vivax dan ovale

Serangan bisa dimulai secara samar-samar dengan menggigil diikuti

berkeringat dan demam yang hilang-timbul. Dalam 1 minggu terjadi sakit kepala

atau rasa tidak enak badan yang diikuti menggigil. Demam berlangsung selama 1-

8 jam. Pada malaria vivax serangan berikutnya cenderung terjadi selama 48 jam.

2) Malaria falciparum

Serangan bisa diawali dengan menggigil. Suhu tubuh naik secara bertahap

kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa berlangsung selama 20-36 jam. Penderita

tampak lebih sakit dibandingkan malaria vivax serta sakit kepalanya hebat. Pada

malaria falciparum terjadi kelainan fungsi otak yang bisa berakibat fatal.

14

3) Malaria malariae

Serangan seringkali dimulai secara samar-samar. Seranganya menyerupai

malaria vivax dengan selang waktu antara 2 serangan adalah 72 jam (Mahdiana,

2010 : 123).

2.1.5 Cara Penularan Malaria

Cara penualaran diawali dari adanya nyamuk Anopheles yang menggigit

penderita malaria, menyebabkan parasit malaria (Gametosit) yang ada dalam

tubuh penderita. Nyamuk Anopheles yang menghisap darah (menggigit) adalah

nyamuk Anopheles betina. Nyamuk yang telah menghisap darah penderita akan

terinfeksi oleh parasit malaria. Selanjutnya nyamuk nyang mengandung parasit

tersebut kemudian menggigit orang sehat. Akibatnya orang sehat yang digigit

nyamuk yang sudah terinfeksi parasit akan sakit malaria karena pada saat digigit,

parasit malaria (sporozoit) yang ada dalam tubuh nyamuk akan masuk ke dalam

darah manusia yang digigit (Susana, 2010 : 25).

Anopheles 1 Menggigit penderita malaria

4 2

Anopheles 3 Anopheles

menggigit mengandung parasit

Orang sehat

Gambar 2.2

Cara Penularan Penyakit Malaria

15

Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non

alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles

betina yang mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004).

Malaria jarang bisa menyebar dengan onkulasi darah dari orang yang

terinfeksi ke orang sehat (Susana, 2010 : 29).

1) Penularan secara alamiah (natural infection)

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles. Saat menggigit

nyamuk mengeluarkan sporozoit yang masuk ke peredaran darah tubuh manusia

sampai sel-sel hati manusia. Setelah satu sampai dua minggu digigit, parasit

kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel darah merah dan

memakan haemoglobin yang membawa oksigen dalam darah. Pecahnya sel darah

merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan timbulnya gejala demam

disertai menggigil dan menyebabkan anemia (Depkes, 2001).

2) Penularan yang tidak alamiah

a) Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita

malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.

Plasenta menjadi sangat penuh dengan parasit. Malaria congenital

lebih sering terjadi pada kehamilan pertama pada kelompok

masyarakat yang imunitasnya kurang (Susana, 2010 : 30).

Penularan secara non-alamiah terjadi jika bukan melalui gigitan

nyamuk anopheles melainkan dengan cara malaria bawaan

(kongenital). Hal ini merupakan malaria pada bayi baru lahir yang

16

ibunya menderita malaria penularannya terjadi karena adanya kelainan

pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak

ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Gejala pada bayi

baru lahir berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga

sering menangis dan rewel), pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak

mau makan atau minum, serta kuning pada selaput lendir. Keadaan ini

dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya. Pembuktian pasti

dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi (Prabowo,

2004).

b) Secara mekanik

Terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui

jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan

jarum suntik yang tidak steril.

Untuk transfusi darah, Cara ini sering terjadi di daerah-daerah

endemik. Setelah serangan malaria, donor mungkin tetap infektif

selama bertahun-tahun (1-3 tahun di P. Falciparum, 3-4 tahun di P.

Vivax dan 15-50 tahun di P. Malariae) (Susana, 2010 : 30).

Jarum suntik terkadang penularan dapat terjadi antara pecandu narkoba

dengan melalui jarum suntik yang bergantian (Susana, 2010 : 30).

Infeksi malaria yang di tularkan melalui transfusi darah dari donor

yang terinfeksi malaria pemakaian jarum suntik secara bersama-sama

pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi organ (Prabowo,

2004).

17

c) Secara oral

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium

gallinasium), burung dara (Plasmodium relection) dan monyet

(Plasmodium knowlesi) (Rampengan, T.H, 1993).

2.1.6 Pengobatan Malaria

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal dengan membunuh

semua stadium parasit yang ada dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan

radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan

rantai penularan (Depkes RI, 2009 : 10).

Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit

terhadap klorokuin. Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit

yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara

intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin,

karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin (Mahdiana, 2010 : 124).

Malaria dapat diobati dengan obat-obatan yang memerlukan resep dokter,

mulai dari Kinine, Klorokuin, Sulfadoxin, sampai Clindamycin. Jenis obat dan

lama waktu pengobatan tergantung dari status kekebalan penderita, status gizi,

jenis malaria yang di derita, usia pasien, dan seberapa parah penyakit tersebut

pada saat mulai diobati. Turut diperhatikan juga resistensi terhadap pengobatan

malaria seperti klorokuin atau kina (Tapan, 2004 : 109).

Yang termasuk obat-obat anti malaria adalah Amodiakuin, Artesunate,

Primakuin, Kina, Artemer, Dihydroartemisinin (DHA), Piperaquin, Atovaquone,

Progunil, Klorokuin (Depkes RI, 2009 : 32).

18

2.1.7 Pencegahan Malaria

Pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah :

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu

secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian

malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai

resiko 6,44 kali terkena malaria (Barodji, 2000).

Kelambu membantu menjaga nyamuk menjauh dari orang-orang dan

sangat mengurangi infeksi dan penularan malaria. Jaring bukan

penghalang sempurna dan mereka sering diperlakukan dengan

insektisida untuk membunuh nyamuk yang dirancang sebelum

memiliki waktu untuk mencari cara melewati net. Jaring insektisida

(ITN) diperkirakan akan dua kali lebih efektif sebagai jaring tidak

diobati (www.masbied.com, Diakses 17 Juni 2012).

Distribusi kelambu diresapi dengan insektisida seperti permetrin atau

deltametrin telah terbukti menjadi metode yang sangat efektif

pencegahan malaria, dan juga salah satu metode yang paling hemat

biaya pencegahan. ITN telah terbukti menjadi metode pencegahan

paling efektif-biaya terhadap malaria dan merupakan bagian dari WHO

Millenium Development Goals (MDGs) (www.masbied.com, Diakses

17 Juni 2012).

19

b. Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat

poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan

nyamuk (Depkes RI, 1992).

Menurut Depkes RI (1999) bahwa zat penolak nyamuk repellent yang

intensitasnya berbeda sesuai dengan status sosial masyarakat akan

mempengaruhi angka kesakitan malaria.

c. Memasang kawat kasa

Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria,

terutama yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk

ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat

mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau

pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari

kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang

masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-

langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang

tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar

ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan

mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002).

Mereka yang tinggal di daerah endemis malaria, sebaiknya memasang

kawat nyamuk di jendela dan ventilasi rumah dengan jumlah lubang

pada kawat yang optimal 14-16 per inci (2,5 cm) (Yatim, 2002).

20

2. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria

a. Kebersihan lingkungan

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah

jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang

disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan

menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga

adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh

serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang

disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk

pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi

nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga

jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk,

2008).

Masyarakat atau keluarga di daerah endemis malaria, yaitu daerah

yang seringkali terjangkit penyakit malaria juga sangat perlu menjaga

kebersihan lingkungan (Yati, 2002).

2.1.8 Pengendalian Penyakit Malaria

Tujuan pengendalian malaria di daerah-daerah yang endemik malaria

adalah menurunkan serendah-rendahnya dampak malaria terhadap kesehatan

masyarakat dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia. Tujuan

pengendalian malaria tidak untuk mengeliminasi malaria secara total karena kalau

demikian akan melakukan program eradikasi.

21

Pengendalian nyamuk secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan

insektisida, yaitu penyemprotan dalam rumah dan di sekitar rumah untuk

membunuh nyamuk dewasa atau membunuh jentik-jentik nyamuk dengan

larvasida (Sembel, 2009 : 104).

Aktivitas-aktivitas utama yang dapat dilakukan untuk intervensi

pengendalian malaria antara lain adalah pendidikan kesehatan terhadap komunitas

untuk diberi informasi tentang apa yang harus dibuat untuk mencegah dan

mengobati malaria (Sembel, 2009 : 105).

Penagulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai

penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini

harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu :

1. Pemberantasan Vektor

Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa

(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk

maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh

tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus

(Depkes RI, 2003).

Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan

tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density)

nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya

transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003).

Menurut Marwoto (1989) penangulangan vector dapat dilakukan dengan

memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena

22

mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai

sumber protein bagi masyarakat.

Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali

vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki

daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar,

air payau, dan di laut.

2. Pengendalian Vektor

Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan,

Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering

disingkat RESSA yaitu :

a) Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan

memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya

memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah

pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan

wilayah pemberantasan PR > 3%.

b) Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian

vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan

metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau

menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data

epidemiologi dan Laporan masyarakat.

c) Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus

dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat

penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat

23

dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah,

antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.

d) Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan

didukung oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005).

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor

adalah sebagai berikut :

a) Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua

bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat

menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

b) Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara

kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki

banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces).

Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air

disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang

tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.

c) Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati

(pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-

desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan

vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti

mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah

pantai dan air payau, dll.

d) Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-

kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan

24

pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan

dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi

perkembangan vector dan mengurangi kontak antara manusia dan

Vektor (Depkes, 2005).

e) Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara

kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah

pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan

insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin

(http://www.digilib.unimus.ac.id, Diakses 03 Juli 2012).

2.2 Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Johnson, 2010 : 2).

Keluarga merupakan sebuah subsistem yang saling berinteraksi dan

berhubungan diatur sedemikian rupa dalam berbagai posisi, peran dan norma yang

selanjutnya diorganisir dalam subsistem-subsistem dalam keluarga (Andarmoyo,

2012 : 57).

Menurut Bailon dan Maglaya dalam buku Setiadi, 2008 : 3 mengatakan

bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan

darah, perkawinan dan adopsi, dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan

yang lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

25

2.2.2 Tujuan Dasar Keluarga

Tujuan dasar pembentukan keluarga adalah :

1. Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap

perkembangan individu.

2. Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota

keluarga dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

3. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota

keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosial-

ekonomi dan kebutuhan seksual.

4. Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan

identitas seorang individu dan perasaan harga diri (Andarmoyo, 2012 :

5).

2.2.3 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman dalam buku Setiadi, 2008 : 7, Secara umum fungsi

keluarga adalah :

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif adalah adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain.

2. Fungsi sosialisasi

Fungasi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih

anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk

berhubungan dengan orang lain diluar rumah.

26

3. Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk memepertahankan generasi dan

menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan

kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan atau pemerliharaan kesehatan

Fungsi perawatan atau pemerliharaan kesehatan yaitu fungsi untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap

memiliki produktivitas tinggi.

2.2.4 Struktur Keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan

fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam,

daintaranya adalah :

1. Patrilineal

Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ayah (Setiadi, 2008 : 6).

27

2. Matrilineal

Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ibu.

3. Matrilokal

Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah istri.

4. Patrilokal

Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah suami.

5. Keluarga Kawin

Keluarga Kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi,

2008 : 7).

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penghindraan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting unutk

terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2007 :143).

28

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental. Tiap jenis

pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan.

Secara Ontologis ilmu membatasi diri pada kajian obyek yang berada dalam

lingkup pengalaman manusia (http://kartika-s-n-fisip08.web.unair.ac.id/).

Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia,

atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga, dan lain sebagainya).

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007 :144) Pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari suatu bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebanarnya).

29

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.4 Sikap

2.4.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007 : 146).

Sikap adalah kondisi mental yang relative untuk merespon suatu sobjek

atau perangsang tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, netral, atau

negatif, menyangkut aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk

bertindak (Syamsu Yusuf, 2005 : 169).

Menurut Liliweri (2007), Sikap merupakan predisposisi mental individual

untuk mengevaluasi suatu hal tertentu dalam beberapa derajat yang disukai atau

yang tidak disukai. Secara umum, setiap individu mempunyai sikap yang

difokuskan pada objek, orang atau institusi bahkan peristiwa. Demikianlah , sikap

30

juga menunjukkan kategori mental, bahwa orientasi mental terhadap konsep

secara umum, dapat mengacu pada nilai tertentu.

Menurut G.W. Allport (1935) mengemukakan sikap adalah keadaan

mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan

pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan

situasi yang berkaitan dengannya (http://id.shvoong.com).

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007 : 147).

2.4.2 Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Buku Notoatmodjo, 2007 : 148

menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), idea tau konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir,

keyakinan, dan emosi memegang peran penting (Notoatmodjo, 2007 : 148).

2.4.3 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo, 2007 : 148, Sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan, yakni :

31

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargi (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah sutau indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2.3

Hubungan Pengetahuan(X1) dan Sikap (X2) Dengan Kejadian Malaria (Y)

Pengetahuan (X1)

Pengertian penyakit malaria

Penyebab penyakit malaria

Gejala penyakit malaria

Cara penularan penyakit malaria

Pengobatan penyakit malaria

Sikap (X2)

Kebiasaan menggunakan kelambu

Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk

Memasang kawat kasa

Kebersihan lingkungan

Kejadian

Malaria (Y)

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

32

2.6 Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep

dari penelitian ini adalah :

Dari hasil penelusuran latar belakang dan kepustakaan dapat diidentifikasi

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Kejadian Malaria Di Desa

Moahudu Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan hal tersebut

maka kerangka konsep penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

Keterangan :

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

Gambar 2.4

Hubungan Pengetahuan dan sikap Dengan Kejadian Malaria

Pengetahuan

Pengertian penyakit

malaria

Penyebab penyakit

malaria

Gejala penyakit

malaria

Cara penularan

penyakit malaria

Pengobatan penyakit

malaria

Sikap

Kebiasaan

menggunakan kelambu

Kebiasaan

menggunakan obat anti

nyamuk

Memasang kawat kasa

Kebersihan

lingkungan.

Kejadian

Malaria

33

2.7 Hipotesis

1. Hipotesis alternatif (Ha)

Hipotesis alternatif pada penelitian ini adalah :

a. Terdapat hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kejadian

malaria di Desa Moahudu Kecamatan Tabongo Kabupaten

Gorontalo.

b. Terdapat hubungan antara sikap keluarga dengan kejadian malaria

di Desa Moadhudu Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo.

2. Hipotesis nol (H0)

Hipotesis nol (H0) penelitian ini adalah :

a. Tidak Ada hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kejadian

malaria di Desa Moahudu Kecamatan Tabongo Kabupaten

Gorontalo.

b. Tidak Ada hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kejadian

malaria di Desa Moahudu Kecamatan Tabongo Kabupaten

Gorontalo.