bab ii kajian pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/48627/3/bab ii.pdfpsikotik martani...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Temuan-temuan melalui hasil dari berbagai penelitian sebelumnya adalah
hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung peneliti.
Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang dianggap
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Penelitian terdahulu ini
menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis
dapat mengembangkan teori-teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian.
Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dikaji tentang Implementasi Pelayanan Sosial Penyandang Psikotik adalah
sebagai berikut :
Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Gesti Yulian (2017) yang
berjudul “ Penanganan Dan Pelayanan Eks Psikotik Di Rumah Pelayanan
Sosial Eks Psikotik Martani Cilacap”. Permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah proses yang dilakukan oleh Rumah Pelayanan Eks
Psikotik Martani Cilacap dalam menangani dan melayani eks psikotik. Tujuan
dilakukan penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses penanganan dan
pelayanan eks psikotik dan menemukan model penanganan dan pelayanan Eks
Psikotik di Rumah Pelayanan Eks Psikotik Martani Cilacap. Dari hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa proses dalam menangani dan melayani
eks psikotik di Rumah Pelayanan Sosial Eks Psikotik Martani Cilacap
dilakukan dengan tujuh tahap yaitu tahap pendekatan awal, tahap penerimaan,
12
assesmen, tahap perencanaan intervensi, tahap pelaksanaan intervensi,
resosialisasi dan terminasi.
Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Karnadi & Sadiman Al Kundarto
(2014) yang berjudul “ Rehabilitasi Sosial Gelandangan Psikotik Berbasis
Masyarakat (Studi Kasus Di Ponpes/Panti Rehsos Nurusslam Sayung
Demak)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil rehabilitasi terhadap
gelandangan psikotik yang diberikan di Ponpes/Panti REHSOS “Nurusslam”
Sayung Demak lebih komprehensif dibanding 2 (dua) panti lain yang menjadi
pembanding karena rehabilitasi yang diberikan disini meliputi bimbingan
sosial, medis, herbal, fisik, rekreatif dan pemberdayaan di bidang ekonomis
produktif dengan terapi religius model pondok pesantren lebih manusiawi,
karena memandang manusia secara utuh meliputi : fisik, mental maupun
sosial, berdampak positif pada upaya secara langsung menghilangkan stigma
masyarakat, sehingga tingkat kambuh kembali relatif kecil. Selain itu tingkat
penyembuhan klien di Panti Nurusslam lebih optimal, terlebih-lebih setelah
difasilitasi Hydrotherapy by shower lebih efektif dan efisien.
Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Nurfitriyana, Sjamsiar Sjamsuddin,
dan Lely Indah Mindarti yang berjudul “ Pelayanan Publik Dalam Upaya
Meningkatkan Kesejahteraan Sosial (Studi tentang Tahapan Pelayanan
Rehabilitasi Gangguan Psikotik Terlantar pada Dinas Sosial dan Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3, DKI Jakarta)”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis tahap-tahap pelayanan rehabilitasi untuk gangguan psikotik yang
ditinggalkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan faktor pendukung
13
dan hambatan yang dihadapi oleh Dinas Sosial dan Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3, DKI Jakarta. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan
yaitu fase layanan telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang
diterapkan oleh Pemerintah Jakarta dengan faktor pendukung dan
penghambat. Saran yang diberikan adalah kebutuhan untuk meningkatkan
layanan publik dalam tahap implementasi secara tepat dan terarah.
B. Konsep Implementasi
Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat
menentukan dalam proses kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan
aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu
kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilakan output
bagi masyarakat. Implementasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh berbagai actor pelaksana kebijakan dengan sarana-sarana pendukung
berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
C. Konsep Pelayanan Sosial
1. Definisi Pelayanan
Konsep pelayanan berasal dari usaha untuk memberikan sesuatu yang
terbaik bagi individu, kelompok dan masyarakat. Ini sama halnya dengan
pelayanan sosial pada umumnya dilakukan oleh seorang pekerja sosial. Untuk
meningkatkan kesejahteraan kelompok atau individu yang mengalami masalah
baik dalam diri, kelompok, dan lingkungan sosialnya. Pada umumnya
masyarakat awam belum begitu memahami tentang apa yang dimaksud
14
dengan pelayanan sosial. Kondisi ini disebabkan karena mereka hanya
mengetahui pelayanan sosial yang bersifat menolong „sesaat‟ atau dengan kata
lain hanya mengenal pelayanan dalam bentuk bantuan langsung.
Beberapa pengertian pelayanan (service) menurut para ahli :
a. Menurut Donald W Cowell (Luthfi dkk, 2015:105-106) menyatakan
bahwa “pelayanan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan atau manfaat
yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya
tidak berwujud serta menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses
produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
b. Menurut Lovelock, Christoper H (Luthfi dkk, 2015:106) menyatakan
bahwa “pelayanan adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung
sebentar dan dirasakan atau dialami. Artinya service merupakan produk
yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang
dapat dimiliki, dan berlangsung sesaat atau tidak tahan lama, tetapi dialami
dan dapat dirasakan oleh penerima layanan”.
2. Definisi Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara professional
untuk membantu memecahkan permasalahan sosial yang dialami oleh
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan menggunakan
pendekatan praktik pekerjaan social (Departemen Sosial).
Secara garis besar Pelayanan sosial terbagi menjadi dua bagian yaitu,
pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti sempit yaitu : Menurut
Muhidin bahwa Pelayanan sosial dalam arti luas yaitu pelayanan sosial yang
15
mencakup fungsi pengembangan termaksud dalam bidang kesehatan,
pendidikan, perumahan, tenaga kerja, dan sebagainya. Definisinya ini
biasanya berkembang di Negara-negara maju. Pelayanan sosial dalam arti
sempit disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial yang mencakup program
pertolongan dan perlindungan kepada golongan-golongan yang tidak
beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, orang
cacat, tuna susila, dan sebagainya. Definisi ini sering digunakan oleh Negara-
negara yang sedang berkembang (Luthfi dkk, 2015:107).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, pelayanan sosial merupakan
program yang diadakan dengan tujuan adanya kemampuan individu,
kelompok, masyarakat dalam melaksanakan perannya dimasyarakat dan dapat
memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri. Pelayanan sosial hakekatnya
dibuat untuk memberikan bantuan kepada individu dalam menghadapi
permasalahan. Pelayanan sosial yang diberikan harus berkelanjutan dan dapat
dijalankan terus-menerus. Adanya perbedaan yang diungkapkan melalui
beberapa definisi diatas, perbedaan tersebut mengacu pada pelayanan sosial
yang wajib diberikan pemerintah kepada masyarakat dan pelayanan sosial
yang diberikan oleh masyarakat yang mampu kepada masyarakat yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan.
3. Jenis Pelayanan Sosial
Menurut Hariwoerjanto (Luthfi dkk, 2015:107-109) jenis pelayanan sosial
yang dibutuhkan oleh setiap manusia adalah :
16
a. Bantuan sosial umum (public assistance)
Orang yang membutuhkan langsung, termaksud asistensi sosial
menanggulangi kemiskinan, bantuan untuk lansia, orang-orang yang cacat
dan anak-anak yatim piatu.
b. Asuransi Sosial (sosial insurance)
Bantuan bagi para buruh serta keluarganya untuk menanggulangi
hilangnya mata pencaharian mereka karena disebabkan umur yang lanjut,
penggangguran, kecelakaan di dalam industry, dan penyakit selama
bekerja, dll.
c. Pelayanan kesejahteraan keluarga (family services)
Penyuluhan tentang hubungan-hubungan pribadi dan keluarga,
tentang soal-soal perkawinan, kesehatan, dan masalah keluarga lainnya.
d. Pelayanan kesejahteraan anak (child welfare service)
Menempatkan anak yatim di rumah orang tua angkat, di panti
asuhan, supervise asuhan keluarga dan adopsi anak, perilaku yang a-sosial,
pemeliharaan bayi, pelayanan sosial didalam sekolah, perlindungan anak
yang bekerja, dll.
e. Pelayanan kesehatan dan pengobatan (health and medical services)
Mendirikan pelayanan kesehatan bagi para ibu dan anak,
mendirikan pusat kesehatan bagi anak-anak, kunjungan juru rawat,
mengusahakan rehabilitasi bagi anak-anak cacat, dll.
17
f. Pelayanan kesejahteraan kesehatan jiwa (mental hygiene service)
Pelayanan di rumah sakit dan sanabrium untuk orang-orang yang
sakit jiwa dan yang jiwanya lemah baik orang dewasa maupun anak-anak.
g. Pelayanan kesejahteraan dalam bidang kejahatan (corektinol services)
Pelayanan bagi pemuda yang mendapat pelayanan percobaan dan
pengadilan kriminal, pelayanan-pelayanan diagnosis dan pengobatan,
bimbingan sosial perorangan (case work) dan bimbingan sosial kelompok
(social group work) di dalam rumah-rumah tahanan, lembaga
permasyarakatan.
h. Pelayanan kesejahteraan para pemuda di dalam mengisi waktu luangnya
(youth leure-time services)
Mendirikan pusat kegiatan bagi para pemuda, rumah
penampungan, menyediakan fasilitas rekreasi, memberikan bantuan
kepada kelompok muda seperti klub-klub anak-anak, kepramukaan
(kependuan), organisasi, dll.
i. Pelayanan kesejahteraan bagi veteran (veteran‟s services)
Pelayanan yang diberikan demi kesejahteraan veteran, diantaranya
bimbingan sosial perorangan dan bimbingan sosial.
j. Pelayanan kesejahteraan dibidang penempatan tenaga kerja (employment
services)
Mencarikan lapangan bagi karyawan, memberikan perlindungan
bagi kepentingan buruh, memberikan pendidikan keselamatan kerja,
memberikan bantuan terhadap usaha rehabilitasi jabatan.
18
k. Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang perumahan (hausing services)
Membantu perumahan, usaha-usaha untuk membersihkan daerah
kumuh dan pembangunan kota kembali dan pelayanan lainnya.
l. Pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat (community welfare service)
Usaha-usaha untuk perencanaan, pengorganisasian, dan dana-dana
sosial kesehatan melalui media-media seperti misalnya badan
kesejahteraan masyarakat dan badan lainnya.
m. Pelayanan-pelayanan sosial internasional
Program bantuan PBB, Dana anak-anak PBB, Konferensi
internasional mengenai pekerja sosial, Komite palang merah internasional,
Federasi Kesehatan Mental sedunia, Lembaga Sosial Internasional, dan
persatuan pemuda sedunia, atau di lembaga-lembaga sosial yang
beroperasi di Negara-negara asing.
4. Fungsi Pelayanan Sosial
Menurut Titmuss (Gabriela dkk, 2016:54) menyatakan bahwa fungsi
pelayanan sosial dari segi pandang masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan atas bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan
untuk menambah kesejahteraan perorangan, keluarga, atau kelompok, baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
b. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat.
19
c. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan
sebagai suatu investasi didalam orang yang penting artinya guna
perwujudan tujuan-tujuan sosial.
d. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan
sebagai kompensasi terjadinya gangguan sosial yang diakibatkan oleh
kesalahan pelayanan sedangkan tanggung jawab bagi terjadinya kesalahan
itu tidak dapat ditentukan.
Pelayanan sosial mempunyai fungsi menciptakan program atau
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan
juga menghubungkan sasaran kepada sumber yang mereka butuhkan.
Pelayanan sosial juga berfungsi untuk meningkatkan kondisi kehidupan
masyarakat dengan cara memberi bantuan dengan hasil yang diharapkan oleh
masyarakat, penyediaan fasilitas institusional dengan pemberian bantuan yang
berbeda-beda. Definisi diatas saling mendukung satu sama lain. Pelayanan
dalam bentuk uang maupun barang, diberikan kepada masyarakat untuk
mewujudkan perubahan kondisi kehidupan masyarakat, melindungi
masyarakat, perbaikan dari adanya gangguan sosial, mensejahterakan
masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam
menjalani pelayanan sosial dibutuhkan pastisipasi dari sasaran atau
masyarakat. Partisipasi bisa merupakan alat ataupun tujuan. Tujuan dari
partisipasi sendiri adalah memberikan kepercayaan pada diri masyarakat
sendiri dalam mengatasi hambatan sosial. Bentuk dari partisipasi dalam
20
pelayanan sosial yaitu tanggung jawab masyarakat penerima program untuk
menjalankan program tersebut. (Gabriela dkk, 2016:56).
D. Pelayanan Sosial Penyandang Psikotik (Gangguan Jiwa)
Salah satu permasalahan yang menggangu masyarakat adalah gangguan
jiwa. Semakin bertambahnya orang dengan gangguan jiwa tiap tahun, hal ini
menjadi perhatian baik bagi pemerintah maupun masyarakat sekitar sehingga
permasalahan gangguan jiwa perlu diperhatikan. Pada dasarnya penderita
gangguan jiwa sudah banyak ditangani baik di rumah sakit maupun di tempat
rehabilitasi. Akan tetapi faktor tersebut kurang menunjang untuk kesembuhan
penderita gangguan jiwa. Maka dari itu, keluarga dan masyarakat/lingkungan
sekitar sangat penting terhadap kesembuhan orang dengan gangguan jiwa.
Penderita gangguan jiwa berhak mendapatkan perilaku dan pelayanan yang
baik dari berbagai pihak tanpa memandang penderita ini sebelah mata.
Gangguan psikotik merupakan gangguan mental yang serius dan dapat
membawa dampak yang sangat besar baik bagi penderita maupun terhadap
keluarga dan lingkungan sekitar. Maka dari itu penderita gangguan jiwa
berhak mendapatkan pelayanan untuk menunjang perkembangan dan
kesembuhan bagi penderita. Pelayanan sosial terhadap psikotik adalah suatu
pelayanan yang diberikan terhadap gangguan jiwa agar penderita gangguan
jiwa memiliki perkembangan untuk sembuh. Pelayanan tersebut melibatkan
profesi sehingga menghasilkan pelayanan yang komprehensif (Menyeluruh).
Secara garis besar pelayanan yang dibutuhkan bagi klien psikotik adalalah
sebagai berikut (Budi Muhammad Taftazani, 2015 : 133-134) :
21
1. Pelayanan pengobatan Antipsikotik (Farmakologi)
Pada gangguan mental serius seperti psikotik, diperlukan medikasi
oleh dokter atau psikiater untuk diberikan pengobatan, dan dilakukan
monitoring efek dari pengobatan. Pemberian pelayanan dukungan
medikasi seperti mengkonsumsi obat-obatan.
2. Pelayanan Konseling/Psikoterapi
a. Terapi psikososial penyandang gangguan jiwa
b. Psikoedukasi untuk keluarga
3. Pelayanan keluarga klien akibat dari keadaan gangguan
a. Membantu keluarga melalui masa-masa duka cita akibat ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan psikotik.
b. Memberi informasi terkait gangguan yang dialami keluarga yang sakit.
Membicarakan kemungkinan kekhawatiran terkait keputusan finansial
untuk pembiayaan pengobatan atau perawatan klien.
c. Mendorong anggota keluarga untuk terlibat dengan kelompok
pendukung bantu diri.
d. Menghubungkan keluarga klien yang tidak mampu secara finansial
system sumber pembiayaan kesehatan dan memberi informasi yang
relevan terkait hal tersebut.
4. Pelayanan sistem Jaminan Kesehatan
Berbagai pelayanan tersebut terorganisir dalam pengelolaan
lembaga pelayanan baik itu rumah sakit jiwa atau lembaga pelayanan
rehabilitasi mental, rumah singgah dan di rumah. Proses perawatan akan
22
sangat tergantung pada hasil assesmen ataupun evaluasi treatment baik itu
medis maupun psikososial sehingga penyandang gangguan akan
ditempatkan sesuai kebutuhan perawatannya, perawatannya termasuk
rawat inap, rawat jalan, atau rumah singgah.
E. Konsep Psikotik (Gangguan Jiwa)
Gangguan jiwa adalah adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku,
yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan. Gangguan jiwa disebut
sebagai sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang terjadi pada individu
dan sindrom yang dihubungkan dengan adanya distress, disability, atau
peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau
kehilangan kebebasan dalam berprilaku. Terdapat bermacam-macam yang
didapatkan oleh penderita gangguan jiwa seperti dikucilkan, mendapatkan
perlakuan diskriminasi, diisolasi bahkan hingga pasung. Padahal perlakuan-
perlakuan tersebut tidak akan membantu penderita sama sekali bahkan dapat
menjadi lebih parah. Gangguan jiwa mencakup banyak penurunan fungsi
seperti fungsi piker dan ingatan, fungsi sosial, perubahan orientasi realita,
fungsi persepsi, fungsi psikomotor, intelegensi dan juga kepribadian.
1. Gangguan jiwa Psikotik
Gangguan jiwa psikotik bisa karena organik dan non organik. Pada
gangguan jiwa psikotik organik dimana penyebabnya karena ada gangguan
pada organ dan sistem tubuh yang dapat mengakibatkan delirium serta
demensia. Sedangkan gangguan jiwa psikotik non organik ini berupa
skizofrenia, gangguan mood, gangguan waham, dan lain lain. Psikotik
23
adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh sekelompok penyakit yang
diketahui atau diduga mempengaruhi kinerja otak, sehingga pasien akan
mengalami perubahan dalam pola pikir, emosi dan kebiasaan. Orang yang
mengalami gangguan jiwa ini akan kehilangan hubungan dengan dunia
nyata. Kemampuan berpikir, merasa, dan mencerap serta mengolah
informasi dari luar akan terganggu. Mereka mungkin akan mengalami rasa
takut yang tidak wajar. Gangguan jiwa jenis ini mencakup skizofrenia dan
berbagai macam depresi. Selama mengalami gangguan ini, penderita akan
melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu yang tidak dialami oleh orang
lain. Pasien akan mengalami delusi, halusinasi dan gangguan proses pikir
yang lain (Rohmah S, 2010:5)
Gangguan mental psikotik adalah termasuk dalam kategori
gangguan mental yang berat. Gangguan mental ini dianggap sebagai
gangguan yang paling merusak, tidak hanya bagi orang yang terkena tetapi
juga pada keluarganya. Selain itu, keluarga yang memiliki anggota
keluarga penderita psikotik menghadapi masalah stigma sosial yang
berkaitan dengan penderita psikotik, seperti diskriminasi dan penyisihan
sosial. Masalah ini bukan hanya ada dalam masyarakat tetapi juga dalam
sistem keluarga.
2. Faktor penyebab gangguan psikotik
Pekerjaan sosial melihat penyebab gangguan psikotik tidak
semata-mata disebabkan oleh faktor kekurangan internal dari individu
melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi
24
yaitu faktor biologi, psikologi, dan sosial. Kehidupan yang penuh
tekanan yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti krisis ekonomi,
pengangguran, hidup di lingkungan masyarakat yang tidak aman,
kegagalan memenuhi peran-peran sosial, pola asuh yang tidak memadai,
pengalaman traumatik, rendahnya daya tahan terhadap stress,
penggunaan obat-obatan terlarang, atau penataan lingkungan yang
tidak tepat dapat menyebabkan kualtias hidup yang buruk. Jika
seseorang dengan resiliensi rendah atau kelompok rentan mengalami
beberapa faktor tersebut maka gangguan mental seperti piskotik bisa
terjadi.
Menurut Julianan (2013:68-71) ada beberapa penyebab gangguan
psikotik antara lain :
a. Faktor Organo-biologik terdiri dari genetik (heredity), bentuk tubuh
(konstitusi), terganggunya otak secara organik, pengaruh cacat congenital,
pengaruh neurotrasmiter.
b. Faktor psikologik terdiri dari hubungan intrapersonal dan hubungan
Interpersonal. Faktor sosio agama terdiri dari pengaruh rasial, golongan
minoritas, masalah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, masalah
ekonomi, masalah pekerjaan, bencana alam, perang dan faktor agama atau
religious baik masalah intra agama maupun inter agama.
3. Tanda dan Gejala Gangguan Psikotik
Menurut Rohmah S. (2010:7) beberapa tanda dan gejala gangguan
jiwa antara lain sebagai berikut :
25
a. Gangguan Kognisi
Gangguan Kognisi adalah gangguan yang terjadi terhadap suatu
proses mental yang dengannya seseorang individu menyadari dan
mempertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan dalam
maupun lingkungan luarnya (fungsi mengenal).
b. Gangguan perhatian
Gangguan Perhatian adalah gangguan pemusatan dan konsentrasi
energi menilai dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat
suatu rangsang. Agar supaya suatu perhatian dapat memperoleh hasil.
c. Gangguan ingatan
Gangguan Ingatan adalah gangguan kesanggupan untuk mencatat,
menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran.
d. Gangguan Asosiasi
Gangguan Asosiasi adalah gangguan terhadap proses mental yang
dengannya suatu perasaan, menimbulkan kesan atau gambaran ingatan
respon atau konsep lain, yang memang sebelumnya berkaitan dengannya.
e. Gangguan pikiran
Gangguan Berpikir merupakan gangguan proses dalam
mempersatukan atau menghubungkan ide-ide dengan membayangkan,
membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan, serta proses-proses
yang lain untuk membentuk ide-ide baru.
26
f. Gangguan kesadaran
Gangguan Kesadaran adalah gangguan yang terjadi pada
kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan
serta dirinya melalui panca indera dan mengadakan pembatasan terhadap
lingkungan serta dirinya sendiri.
g. Gangguan kemauan
Gangguan Kemauan adalah gangguan proses di mana keinginan-
keinginan dipertimbangkan untuk kemudian diputuskan untuk
dilaksanakan sampai mencapai tujuan. Kemauan dapat dirusak oleh
gangguan emosional, gangguan-gangguan kognitif, kerusakan otak
organik.
h. Gangguan afek emosi
Gangguan Emosi adalah gangguan pada suatu pengalaman yang
sadar dan memberikan pengaruh pada aktifitas tubuh dan menghasilkan
sensasi organis dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau nada
perasaan seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu
pikiran, biasa berlangsung lama dan jarang disertai komponen fisiologis.
i. Gangguan psikomotor
Gangguan Psikomotor adalah gangguan terhadap gerakan badan
yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa, sehingga merupakan afek bersama
yang mengenai badan dan jiwa, juga meliputi kondisi, perilaku motoric
atau aspek motoric dari suatu perilaku.
27
4. Ciri-ciri Gangguan Psikotik
Menurut julianan (2013:77) menjelaskan beberapa ciri-ciri
gangguan psikotik antara lain :
a. Memiliki labilitas emosional.
b. Menarik diri dari interaksi sosial.
c. Tidak mampu bekerja sesuai fungsinya.
d. Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.
e. Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah.
f. Berpikir aneh, dangkal, berbicara tidak sesuai keadaan.
g. Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu.
h. Sulit tidur dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh
keluarganya, tetapi pasien masih merasa tidur.
i. Memiliki keengganan melakukan segala hal, mereka berusaha untuk tidak
melakukan apa-apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa-apa.
j. Memiliki perilaku yang aneh misalnya tiba-tiba menangis, mengurung diri
dikamar, berbicara sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan,
berjalan mondar-mandir tanpa arah dan tujuan yang tidak jelas.
5. Faktor-faktor (Dimensi-Dimensi) Yang Berperan Dalam Terjadinya Gangguan
Jiwa (Moeljono Notosoedirdjo & Latipun, 2007)
a. Dimensi biologis
Terjadinya kerusakan pada otak berpengaruh terhadap status kesehatan
jiwa seseorang. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh adanya infeksi, pengaruh
28
genetik, gangguan metabolism, keracunan dan sebagainya. Selain karena
adanya kerusakan otak, abnormalitas sistem endokrin maka gangguan mental
bisa juga terjadi karena adanya faktor genetik, adanya gangguan sensori dan
faktor ibu selama masa kehamilan.
b. Dimensi Psikologis
Beberapa aspek psikologis yang dapat memberi konstribusi dalam
terjadinya gangguan jiwa antara lain :
a. Pengalaman awal : merupakan segenap pengalaman-pengalaman yang
terjadi pada individu terutama yang terjadi di masa lalunya. Pengalaman
awal ini dipandang sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan
bagi kondisi mental individu di masa yang akan datang.
b. Proses pembelajaran : dimensi psikologis dari aspek perilaku manusia
sebagian besar adalah hasil belajar, yaitu hasil pelatihan atau pengalaman.
Belajar terhadap lingkungannya berlangsung sejak masa bayi, karena itu
faktor lingkungan anak sangat menentukan mentalitas individu, interaksi
individu dengan lingkungan sangat penting bagi pembentukan perilaku
tertentu.
c. Dimensi psikologis yang lain : berkaitan dengan faktor kebutuhan,
berbagai studi yang dilakukan oleh Maslow ditemukan bahwa orang-orang
yang mengalami gangguan mental khususnya yang menderita neurosis
disebabkan oleh ketidakmampuan individu memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Dan beberapa kondisi psikologis lain diantaranya adalah
29
temperamen, ketahanan terhadap stressor, kemampuan kognitif adalah
faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap gangguan mental.
c. Dimensi Sosial Budaya Dan Lingkungan
a. Aspek stratifikasi sosial
b. Aspek interaksi sosial
c. Aspek keluarga
d. Aspek perubahan sosial
e. Aspek sosial budaya
6. Penanganan dan Penatalaksanaan Penyandang Psikotik
Menurut Rohmah S. (2010:12) Manusia adalah makhluk holistik yang
terdiri dari biologi, psikologis, sosial dan spiritual. Karena makhluk holistik
ini, maka dalam penanganan dan penatalaksanaan pada klien gangguan jiwa
antara lain :
a. Somatoterapi/Farmakoterapi
Adalah terapi dengan obat, obat yang mempunyai efek tarapeutik
langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak, obat
yang bekerjanya secara efektif pada susunan syaraf pusat dan mempunyai
efek utama terhadap aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikitiarik.
b. Psikoterapi
Adalah pengobatan masalah emosional dan kepribadian serta
gangguan psikologik. Dari semua faktor terapeutik, yang terpenting adalah
faktor hubungan therapist dan klien. Psikoterapi ialah suatu cara
30
pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien, yang dilakukan
oleh seorang yang terlatih, dalam hubungan professional secara sukarela
dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah atau menghambat
gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan
mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif.
c. Sosioterapi
Manusia tidak bias dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat
dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik
pada kondisi fisik maupun psikologis seseorang.
d. Spiritual terapi
Pendekatan terapi memang perlu di masyarakatkan, di mana harus
ada rohaniawan yang datang ke rumah sakit atau rehabilitasi penyandang
gangguan jiwa secara berkala dan mendo‟akan untuk proses penyembuhan
bagi klien.
F. Problem Sosial Penyandang Psikotik
Para penyandang gangguan psikotik mengalami banyak keadaan yang
tentu bermasalah. Alam fikiran mereka penuh dengan delusi dan halusinasi.
Selain itu penyandang gangguan juga mengalami kekacauan fikiran, keadaan
efek yang dangkal, dan menarik diri dari lingkungannya. Pada perilaku
31
menarik diri, ditunjukan misalnya dengan penarikan diri dari interaksi sosial
dan dari keterlibatan dengan berbagai aktivitas kehidupan biasa.
Kondisi lain yang memungkinkan penyandang gangguan jiwa berada
dalam situasi tidak beruntung adalah ditolak dari keluarga, disembunyikan
oleh keluarga dari pergaulan masyarakat, bahkan mengalami beberapa
perlakuan tidak manusiawi seperti di pasung oleh keluarganya sendiri. Ada
pula kondisi para penyandang gangguan psikotik ini hidup menggelandang
karena kemungkinan “dibuang” atau ditolak kehadirannya oleh keluarga atau
masyarakatnya. Hal ini dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka.
Keluarga mereka terkena dampak dari keadaan ini. Keadaan yang dialami para
penyandang gangguan psikotik menggambarkan terbatasnya keberfungsian
sosial mereka.
Proses pemulihan ODGJ (Orang dengan gangguan jiwa) dipengaruhi oleh
nilai yang berlaku di masyarakat. Berkembangnya stigma dan diskriminasi
terhadap gangguan jiwa membuat mereka yang sudah dinyatakan sembuh dan
keluar dari rumah sakit jiwa tidak sanggup menanggung beban sosial,
sehingga berisiko terjadi kekambuhan bahkan dalam waktu yang pendek.
Penerimaan sosial yang minim, persyaratan pekerjaan harus bebas dari
gangguan jiwa mengakibatkan perasaan teralienasi, tertolak dan
mempersempit ruang toleransi para ODGJ untuk dapat bertahan dalam kondisi
sehatnya. Bukan hanya ODGJ yang menderita, tetapi keluarganya juga
mendapatkan beban yang makin berat.
32
Permasalahan sosial yang sering terjadi terhadap penyandang psikotik baik
dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar yaitu :
1. Stigma
Orang dengan gangguan jiwa sering mendapatkan perilaku yang tidak
menyenangkan bahkan diperlakukan tidak sama dengan orang lain
(normal). Hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi yang membuat
orang yang dikenai stigma kehilangan beberapa kesempatan hidup bahkan
mereka tidak memiliki leluasa untuk berkembang di dalam lingkungannya.
Stigma diartikan sebagai sikap penyimpangan maupun pengucilan
terhadap seseorang.
Efek dari stigma dan penarikan diri secara sosial memiliki dampak
yang lebih besar kepada individu atau seseorang yang mengalami
gangguan jiwa. Keluarga akan terkena dampak dari stigma dan
kemungkinan dipersalahkan karena menyebabkan atau berkontribusi
terhadap gangguan jiwa yang diderita oleh salah satu anggota keluarganya.
Perlakuan tersebut dapat berefek secara negatif terhadap kesembuhan
penderita gangguan jiwa. Ada beberapa keluarga dari penderita gangguan
jiwa melakukan pemasungan, pemasungan yang terjadi justru
memperparah keadaan penderita gangguan jiwa itu sendiri. Penderita
gangguan jiwa sering mengalami halusinasi dan delusi, proses
penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan
keberfungsian sosialnya. Beberapa faktor yang membuat keadaan
penderita gangguan jiwa semakin parah yaiu faktor kemiskinan yang
33
sedang dihadapi oleh keluarga itu sendiri, kurangnya pengetahuan tentang
aspek pelayanan kesehatan jiwa, dan kurangnya sistem pendukung baik
dari pelayanan kesehatan, keluarga maupun lingkungan sekitar.
Stigma terhadap penderita gangguan jiwa berat menyangkut aspek
pengabaian, prasangka serta diskriminasi. Pengabaian merupakan masalah
pengetahuan dari masyarakat terkait informasi gangguan jiwa. Prasangka
merupakan suatu masalah sikap baik itu dari penderita yang mengarah
pada stigma diri maupun dari lingkungan sekitar yang menimbulkan
stigma terhadap penderita gangguan jiwa. Sedangkan diskriminasi
merupakan masalah dari perilaku, baik dari penyedia layanan penanganan
kesehatan jiwa maupun dari keluarga serta masyarakat terhadap orag
dengan gangguan jiwa.
2. Diskriminasi
Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi
yang lebih besar dari masyarakat sekitar bahkan keluarganya sendiri.
Diksriminasi adalah suatu masalah sikap atau perilaku yang tidak adil dan
tidak seimbang yang sering terjadi tehadap orang dengan gangguan jiwa
itu sendiri. Stigma dan diskriminasi melekat pada penderita sendiri
maupun keluarganya. Diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa
sangat kuat dikarenakan orang menganggap gangguan jiwa sebagai orang
yang berbahaya, menakutkan, dan tidak bisa diatasi perilakunya, serta
banyak yang menganggap bahwa penyakit ini tidak akan pernah sembuh.
34
Beberapa contoh sikap diskriminasi tidak hanya menimbulkan
konsekuensi negatif terhadap penderitanya itu sendiri tetapi juga bagi
keluarga meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, dan disisihkan.
Masyarakat beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa disebut sebagai
orang gila yang akan membahayakan banyak orang. Perlakuan tersebut
disebabkan karena kurangnya informasi mengenai gangguan jiwa.
G. UU Pelayanan Publik
Dalam memberikan pelayanan publik, instansi penyedia layanan publik
harus memperhatikan asas-asas pelayanan publik, yaitu transparansi
(keterbukaan dan pertanggung-jawaban), akuntabilitas, kondisional,
partisipatif, tidak diskriminasi atau kesamaan hak, keseimbangan hak dan
kewajiban. Pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan (melayani)
keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Dalam memberikan suatu
pelayanan kepada masyarakat harus memiliki standar pelayanan publik yang
telah diterapkan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik. Yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan
publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi
35
penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.