bab ii kajian pustaka a. deskripsi teori -...

25
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Menurut Sagala (2010:13) belajar merupakan komponen kegiatan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Menurut Sudjana (2009:28) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Dari uraian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dapat merubah perilaku seseorang dan dapat terjadi karena adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya. b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto (2010:54), ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (intern) dan faktor yang berasal dari luar individu (ekstern). Dalam faktor intern dikelompokan menjadi 3 faktor antara lain faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh, faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan sedangkan faktor yang terakhir adalah faktor kelelahan. Dalam faktor ekstern yang mempengaruhi belajar dikelompokan menjadi 3 faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga

Upload: buikhanh

Post on 08-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Sagala (2010:13) belajar merupakan komponen kegiatan yang

berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit

maupun implisit (tersembunyi). Menurut Sudjana (2009:28) belajar adalah suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Dari uraian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses yang dapat merubah perilaku seseorang dan dapat terjadi karena adanya

interaksi seseorang dengan lingkungannya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2010:54), ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar,

yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (intern) dan faktor yang berasal

dari luar individu (ekstern).

Dalam faktor intern dikelompokan menjadi 3 faktor antara lain faktor

jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh, faktor psikologis yang meliputi

intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan sedangkan

faktor yang terakhir adalah faktor kelelahan.

Dalam faktor ekstern yang mempengaruhi belajar dikelompokan menjadi 3

faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga

meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah,

keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.

Faktor sekolah meliputi metode mengajar yang dilakukan oleh guru, kurikulum,

relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,

waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan

tugas rumah. Sedangkan di dalam faktor masyarakat, hal yang mempengaruhi belajar

siswa antara lain kegiatan siswa di masyarakat, mass media, teman bergaul dan

bentuk kehidupan masyarakat.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang

mempengaruhi belajar yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) dan faktor

eksternal (faktor dari luar diri siswa).

c. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:200) hasil belajar merupakan proses

untuk menentukan nilai hasil belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau

pengukuran hasil belajar.

Menurut Morison dalam Syamsuddin (1999:117), hasil belajar merupakan

perubahan sungguh-sungguh dalam perilaku dan pribadi seseorang yang bersifat

permanen.

Menurut penjelasan dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki siswa setelah siswa

tersebut mengalami aktivitas belajar.

Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (Sudjana, 2001:22-31), yang

secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:

1) Ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang berkaitan dengan hasil belajar intelektual. Dalam ranah kognitif terdiri dari enam aspek, yaitu (1) pengetahuan, merupakan tipe hasil belajar yang terendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasayarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. (2) Pemahaman, terdiri dari tiga kategori yaitu tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya. Tingkat dua adalah penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghhubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan mana yang bukan pokok. Tingkat tiga adalah pemahaman ekstrapolasi. (3) Aplikasi, adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis, (4) Analisis, adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya. Analisis merupakan tipe yang kompleks karena memanfaatkan kecakapan dari tipe pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, (5) Sintesis, yaitu menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh. Berpikir sintesis merupakan salah satu pijakan untuk menjadikan siswa berpikir kritis. (6) Evaluasi, adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi dan lain-lain. (Sudjana, 2001:23-29)

Dalam penelitian ini, hasil belajar dalam aspek kognitif dapat dilihat pada Tabel

2.1, berikut ini:

Tabel 2.1 Hasil Belajar Aspek Kognitif Pada Materi Pecahan

No Indikator Aspek kognitif Soal

1. Mengidentifikasikan pecahan sebagai bagian dari keseluruhan

Pengetahuan Disajikan soal pemecahan masalah, siswa dapat mengidentifikasi nilai pecahan yang dimaksud.

2. Mengurutkan pecahan

Pemahaman

Disajiakan beberapa bilangan pecahan secara acak, siswa dapat mengurutkan bilangan pecahan tersebut sesuai dengan perintah soal yang ada.

3. Mengidentifikasi pecahan yang senilai

Pengetahuan Disajikan bilangan pecahan dengan angka yang berbeda, siswa mengidentifikasi nilai pecahan yang senilai dengan bilangan pecahan yang ada.

4. Melakukan penjumlahan pecahan

Aplikasi Disajikan pecahan dengan penyebut yang sama dan berbeda, siswa menjumlahkan

bilangan pecahan tersebut sesuai langkah-langkah yang tepat.

5. Melakukan pengurangan pecahan

Aplikasi Disajikan pecahan dengan penyebut yang sama dan dengan penyebut yang berbeda, siswa mengurangkan bilangan pecahan tersebut sesuai langkah-langkah yang tepat

6. Mengerjakan operasi hitung campuran penjumlahan dan pengurangan dalam bilangan pecahan

Aplikasi Disajikan operai hitung campuran (penjumlahan pengurangan) dengan penyebut yang sama dan dengan penyebut yang berbeda, siswa menyelesaikan soal tersebut sesuai langkah-langkah yang tepat.

7. Menyelesaikan soal cerita dengan mengunakan operasi penjumlahan pada pecahan

Analisis Disajikan soal pemecahan masalah, siswa menyelesaikan soal berdasarkan perintah soal yang ada menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah dengan tepat.

No Indikator Aspek kognitif Soal 8. Menyelesaikan

soal cerita dengan mengunakan operasi pengurangan pada pecahan

Analisis Disajikan soal pemecahan masalah, siswa menyelesaikan soal berdasarkan perintah soal yang ada menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah dengan tepat.

9. Menyelesaikan soal cerita yang mengandung operasi hitung campuran penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan

Analisis Disajikan soal pemecahan masalah, siswa menyelesaikan soal berdasarkan perintah soal yang ada menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah dengan tepat.

2) Ranah afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif yaitu (1) reciving / attending, yakni semacam kepekaan penerimaan rangsangan (stumulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangasangan dari luar, (2) responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini

mencangkup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya, (3) valuing (penilaian), berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut, (4) organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain, (5) karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. (Sudjana, 2001:29-30)

Dalam penelitian ini, hasil belajar dalam aspek afektif dapat dilihat pada Tabel

2.2, berikut ini:

Tabel 2.2 Hasil Belajar Aspek Afektif Pada Materi Pecahan

No Indikator Aspek Afektif Kegiatan

1. Menerima penjelasan guru dengan antusias

Penerimaan

Siswa menerima penjelasan guru dengan antusias

2. Menjawab pertanyaan dari guru atau siswa lain pada saat proses pembelajaran

Memberi respon

Siswa menjawab pertanyaan dari guru atau siswa lain pada saat proses pembelajaran

3. Bekerja secara kelompok dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam materi pecahan

Penilaian

Siswa bekerja secara kelompok dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam materi pecahan

 3) Ranah psikomotoris 

Ranah psikomotoris adalah ranah yang berkaitan dengan bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni (1) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), (2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, (3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motif dan lain-lain, (4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,keharmonisan

dan ketepatan, (5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks, (6) kemampuan yang berkenalan dengan komunilasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. (Sudjana, 2001:30-33)

Dalam penelitian ini, hasil belajar dalam aspek psikomotor dapat dilihat pada

Tabel 2.3, berikut ini:

Tabel 2.3 Hasil Belajar Aspek Psikomotor Pada Materi Pecahan

No Indikator Tingkat Kegiatan 1. Membuat alat peraga

pada materi pembelajaran

Menirukan Siswa membuat alat peraga materi pecahan

2. Menggunakan atau mendemonstrasikan penggunaan alat peraga pada materi pembelajaran

Ketepatan

Siswa menggunakan alat peraga materi pecahan

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Haryantiningsih (2007:10), hasil belajar yang dicapai siswa

dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu, faktor dari dalam diri siswa (faktor internal)

dan faktor yang datang dari luar diri siswa (faktor eksternal).

Faktor dari dalam diri siswa meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi

belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi,

faktor fisik dan psikis. Sedangkan faktor yang datang dari luar diri siswa meliputi

faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang

mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Sedangkan faktor eksternal adalah

faktor yang berasal dari luar diri siswa.

2. Matematika

a. Pengertian Matematika

Menurut Boediono (2003), matematika berasal dari bahasa latin manthanein

atau manthema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam

bahasa belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan

penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu

konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya

sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:4), ada beberapa definisi mengenai

matematika yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain (1) Russefendi, matematika

terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-difinisi, aksioma-

aksioma, dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum,

karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. (2) James dan James,

matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi

dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri. (3) Johnson dan Rising

dalam Russefenndi, matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,

pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang

didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan

padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. (4) Reys-

dkk, matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola

berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. (5) Kline, matematika itu bukan

pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya

matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai

permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi dalam Heruman (2007:1),

yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang

deduktif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang

berkenaan dengan ide-ide atau konsep yang tersusun secara hirarkis dan penalaran

deduktif yang tujuannnya untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik

kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi.

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Siswa sekolah yang berada pada usia 7 sampai 12 tahun merupakan siswa

sekolah dasar yang masih berada pada tahap operasional konkret. Menurut Suwangsih

dan Tiurlina (2006:25), pembelajaran matematika di SD harus memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan

dimana pembelajaran konsep atau satu topik matematika selalu mengkaitkan atau

menghubungkan dengan topik sebelumnya.

2) Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan mulai dari konsep-konsep yang sederhana

menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari

yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak.

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

Materi yang dipelajari dalam metematika dimulai dengan mengenalkan contoh-

contoh yang konkret sehingga siswa dapat memahami konsep yang ada dalam

materi tersebut.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten, artinya tidak ada

pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu

pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan

sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pada pembelajaran matematika mengajarkan materi pelajaran yang

mengutamakan pengertian daripada hafalan.

Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-

konsep matematika menurut Heruman (2007:3):

1) Pemahaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep)

Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini media atau alat peraga diharapkan

dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

2) Pemahaman konsep

Pemahaman konsep bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep

matematika.

3) Pembinaan keterampilan

Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam

menggunakan berbagai konsep matematika.

c. Fungsi dan Tujuan Matematika

Matematika berfungsi mengembangkan dan menggunakan rumus matematika

yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran geometri,

aljabar dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan

mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika, diagram,

grafik atau tabel.

Menurut Heruman (2007:2), tujuan akhir pembelajaran matematika pada

sekolah dasar yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep

matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, untuk menuju tahap

ketrampilan tersebut harus melalui langkah-langkah yang benar yang sesuai dengan

kemampuan dan lingkungan siswa.

Menurut Boediono (2003), tujuan pembelajaran matematika adalah; a) melatih

cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, b) mengembangkan aktivitas

kreatif, c) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, d) mengembangkan

kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran

matematika adalah melatih siswa agar siswa memiliki ketrampilan dalam

menyelesaikan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari.

3. Pecahan

Menurut Mustaqim dan Ary (2008:163), pecahan merupakan bagian dari

keseluruhan. Materi tersebut adalah salah satu materi pembelajaran yang diajarkan pada

kelas IV sekolah dasar. Adapun materi yang dipelajari dalam pecahan meliput:

a. Menjelaskan arti pecahan dan urutannya, yang meliputi:

1) Mengidentifikasi pecahan sebagai bagian dari keseluruhan.

Contoh:

1 bagian lingkaran dibagi menjadi 4 bagian. Jadi masing-masing bagian tersebut

bernilai seperempat atau dapat ditulis 41

2) Mengurutkan pecahan

Jika terdapat beberapa pecahan yang berpenyebut sama, maka untuk

mengurutkan pecahan-pecahan itu cukup dengan mengurutkan pembilangnya

saja.

b. Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan

1) Mengidentifikasi pecahan yang senilai

Pecahan senilai dapat dicari dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan

bilangan yang sama.

Contoh:

43

Senilai dengan

86

2 x42 x3=

2) Menyederhanakan pecahan

Pecahan paling sederhana diperoleh dengan membagi pembilang dan

penyebutnya dengan FPB kedua bilangan tersebut.

Contoh:

43

4:164:12

1612

==

c. Penjumlahan pecahan

1) Melakukan penjumlahan pecahan berpenyebut sama

Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama, dilakukan dengan menjumlahkan

pembilang-pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap. Kemudian tuliskan

hasilnya dalam bentuk paling sederhana.

Contoh:

54

531

53

51

=+

=+

2) Melakukan penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama.

Penjumlahan pecahan yang berpenyebut berbeda dilakukan dengan cara:

samakan penyebutnya dengan KPK kedua bilangan, jumlahkan pecahan baru

seperti pada penjumlahan pecahan berpenyebut sama.

Contoh:

127

1243

31

41

=+

=+

d. Mengurangkan pecahan

1) Melakukan pengurangan pecahan berpenyebut sama

Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan mengurangkan

pembilang-pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap. Kemudian tuliskan

hasilnya dalam bentuk paling sederhana.

Contoh:

21

84

815

81

85

==−

=−

2) Melakukan pengurangan berpenyebut tidak sama

Aturan pengurangan pecahan yang berbeda penyebutnya yaitu samakan

penyebut dengan KPK kedua bilangan kemudian kurangkan pecahan baru

seperti pada pengurangan pecahan berpenyebut sama.

Contoh:

61

63

64

631

622

21

32

=−=×

−×

=−

e. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan

Contoh:

Ibu membeli satu buah kue, kemudian kue tersebut dibagiakan kepada kedua

anaknnya. Berapa bagian kue yang diterima masing-masing anaknya?

4. Metode Pemecahan Masalah

a. Pengertian Metode Pemecahan Masalah

Djayadisastra (1982:19), mengemukakan bahwa metode pemecahan masalah

atau berpikir reflektif atau sering pula disebut dengan metode problem solving

merupakan suatu cara mengajar yang merangsang seseorang untuk menganalisa dan

melakukan sintesa dalam kesatuan struktur situasi dimana masalah itu berada atas

inisiatif sendiri. Dalam metode ini merangsang keaktifan siswa untuk menyelesaikan

masalah yang ada dengan mengobservasi masalah yang ada, mengumpulkan berbagai

data, menganalisa data, menyusun suatu hipotesis kemudian menarik kesimpulan

yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut.

Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:126), pemecahan masalah

mengandung pengertian sebagai proses berfikir tingkat tinggi dan mempunyai

peranan yang penting dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu diperlukan

perencanaan pembelajaran yang matang oleh guru sehingga tujuan pembelajaran

dapat tercapai secara maksimal.

Menurut Wena (2009:52), untuk menghasilkan siswa yang memiliki

kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian

strategi pemecahan masalah yang kiranya dapat diterapkan dalam pembelajaran.

Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa metode

pemecahan masalah merupakan metode yang yang sangat cocok untuk diterapkan

diberbagai ragam masalah karena mempunyai nilai transfer yang tinggi bagi siswa.

b. Langkah-Langkah Metode Pemecahan Masalah

Menurut John Dewey dalam Sanjaya (2006:217), menjelaskan 6 langkah

dalam metode pemecahan masalah yaitu:

(1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan. (2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagau sudut pandang. (3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. (4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. (5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. (6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipótesis dan rumusan kesimpulan. Sedangkan menurut Sudjana (1989:89), langkah-langkah metode pemecahan

masalah adalah

(1) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. (2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain. (3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, dugaan jawaban itu tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas. (4) Menguji kebenaran jawaban sementara

tersebut, dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok, apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, diskusi, dan lain-lain. (5) Menarik kesimpulan artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. Mengacu langkah-langkah yang dikemukakan oleh Sudjana, pada penelitian

ini, penerapan metode pemecahan masalah dalam materi pecahan dapat disajikan

dalam Tabel 2.4:

Tabel 2.4 Penerapan metode pemecahan masalah pada materi pecahan

No Kegiatan guru Kegiatan siswa

1. Siswa memahami masalaha. Guru membagi siswa ke dalam

beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 orang.

b. Guru membagi LKS kepada siswa dan meminta siswa untuk mempelajari masalah yang diajukan.

Siswa duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Siswa mempelajari masalah yang dipelajari oleh guru.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru menyuruh setiap kelompok untuk mempelajari LKS yang dibuatnya.

Siswa menjawab pertanyaan yang telah diajukan guru.

3. Siswa menyusun rencana pemecahan masalah. Guru membimbing siswa dalam menyusun rencana pemecahan masalah dengan memanfaatkan alat peraga yang ada.

Siswa mendengarkan penjelasan dari guru.

No Kegiatan guru Kegiatan siswa 4. Melaksanakan rencana pemecahan

masalah. Guru menyuruh siswa mengerjakan soal yang ada di LKS sesuai dengan rencana pemecahan masalah yang sudah disusun. Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan soal jika mengalami kesulitan.

Siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana pemecahan masalah yang telah didiskusikan bersama kelompoknya. Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru.

5. Memeriksa kembali proses dan hasil perhitungan

a. Guru meminta mengecek kembali proses pemecahan masalah yang telah dikerjakan.

b. Guru meminta siswa untuk mencatat hasil diskusi dan menyimpulkannya.

Siswa mengecek kembali proses pemecahan masalah yang telah dikerjakan bersama kelompoknya. Siswa mencatat hasil diskusi dan menyimpulkannya bersama kelompoknya.

c. Kelebihan Metode Pemecahan Masalah

Menurut Sanjaya (2009:221) metode pembelajaran pemecahan masalah

memiliki beberapa keunggulan, di antaranya

(1) pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, (2) pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, (3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, (4) pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, (6) melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematikan, IPA, dan lain sebagainya), (7) pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa, (8) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, (9) pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, (10) pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

d. Kelemahan Metode Pemecahan Masalah

Di samping kelebihan, model pembelajaran berdasarkan masalah juga

memiliki kelemahan diantaranya (1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak

mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,

maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, (2) keberhasilan strategi

pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan,

(3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang

sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

5. Alat Peraga

a. Pengertian Alat Peraga

Alat peraga atau media pengajaran adalah alat-alat yang digunakan guru

ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan

kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa (Usman, 2007:31).

Sedangkan menurut Anitah (2008:4), alat peraga dalam pembelajaran pada

hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang

riil sehingga memperjelas pengertian pebelajar (siswa). Dalam pembelajaran di

sekolah dasar, penggunaan alat peraga sangat dibutuhkan. Hal ini karena sesuai

dengan tingkatan berpikir siswa yang masih berpikiran secara konkret.

Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa alat peraga

adalah segala alat/media yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran

untuk memperjelas suatu konsep materi kepada siswa.

b. Alat peraga kertas lipat pecahan

Konsep pecahan merupakan konsep yang sangat penting untuk dikuasai oleh

siswa, sebagai bekal untuk mempelajari materi selanjutnya. Apabila siswa telah

paham terhadap konsep pecahan, maka siswa dalam mengerjakan soal-soal yang

berkaitan dengan materi pecahanpun akan lebih mudah dalam pengerjaannya

walaupun soal tersebut diberikan pada bentuk yang bervariasi. Untuk menanamkan

konsep pecahan, penelitian kali ini akan menggunakan kertas lipat sebagai alat

peraga dalam materi pecahan.

Kertas lipat pecahan merupakan alat peraga yang tergolong sederhana.

Dengan alat peraga ini diharapkan siswa dapat memahami konsep dasar pecahan.

1) Alat dan bahan dalam pembuat kertas lipat pecahan

Bahan utama dalam alat peraga ini adalah kertas lipat. Selain itu juga

membutuhkan pensil, penggaris, penghapus, dan gunting untuk mendukung dalam

pengaplikasian penggunaan alat peraga kertas lipat dalam proses pembelajaran.

2) Contoh penggunaan kertas lipat pecahan dalam materi pecahan menurut Heruman

(2007: 43) adalah :

a) Menyatakan beberapa bagian dari keseluruhan ke bentuk pecahan.

Ambil kertas lipat

Kertas lipat kemudian dilipat menjadi dua bagian yang sama. bagian bernilai

setengah. Masing-masing bagian bernilai setengah. Setengah ditulis 21

Salah satu bagian diarsir

b) Menentukan pecahan yang senilai

Ambil kertas lipat

Dilipat menjadi 2 bagian Dilipat menjadi 4 bagian

diarsir21 bagian diarsir

41 bagian

c) Membandingkan pecahan

Ambil dua kertas lipat

Kertas yang pertama lipat Kertas yang kedua lipat

menjadi dua bagian menjadi empat bagian

dipotong salah satu bagian dipotong salah satu bagian

21

41

pecahan 12 lebih besar dari pecahan

14

d) Menjumlahkan pecahan

(1) Menjumlahkan pecahan berpenyebut sama

Misalnya:

14

14

Ambil dua kertas lipat

Kertas pertama lipat Kertas kedua lipat menjadi

menjadi 4 bagian 4 bagian

Arsir salah satu lipatan sesuai dengan perintah soal

Dalam peragaan berikut, tentukan hasil penjumlahan diatas dengan cara:

Dipotong dan ditempelkan pada kertas yang satunya

14

24

14

2 14

34

Dalam penulisan penyebut, karena dua penyebut sama maka ditulis menjadi

satu penyebut. Bilangan penyebut harus sama dan tidak boleh dijumlahkan.

(2) Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama

Misalnya:

12

14

Ambil dua kertas lipat

Kertas lipat pertama kertas lipat kedua

dilipat menjadi 2 bagian dilipat menjadi 4 bagian

satu bagian dipotong lalu digabungkan

+

21

41

43

Jadi hasil dari, 43

41

42

41

21

=+=+

Dalam peragaan penjumlahan dapat diganti dengan “penggabungan”

e) Mengurangkan pecahan

(1) Pengurangan pecahan berpenyebut sama

Misalnya:

....41

42

=−

Ambil satu buah kertas lipat pecahan, kemudian dua bagian diarsir untuk

menunjukan pecahan 42

42

Kemudian untuk menunjukan hasil pengurangan dari soal diatas dapat

menghapus satu bagian yang telah diarsir sehingga dapat digambarkan

sebagai berikut:

Satu bagian yang diarsir dhapus 22

21

23

=−

(2) Pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama

Misalnya:

.....41

21

=−

Ambil kertas lipat, kemudian lipat menjadi dua bagian sama besar, setelah itu

lipat kembali menjadi dua bagian sama besar, sehingga dapat digambarkan

menjadi:

42 menjadidilipat

21

Sisa =

41

Diambil41 bagian

Jadi hasil dari, 41

41

42

41

21

=−=−

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wihartati dengan judul “Peningkatan Prestasi

belajar Matematika Dengan Metode Problem Solving Pada Pokok Bahasan Peluang Kelas II

SMA Muhammadiyah Tonjong” (Skripsi tahun 2004), metode pemecahan masalah dapat

digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Wihartati adalah

"Terjadinya peningkatan pemahaman materi yang diajarkan hal ini terbukti dari hasil

evaluasi yang terus meningkat. Hasil kerja guru semakin meningkat berkaitan dengan

penggunaan metode pemecahan masalah. Dengan demikian langkah-langkah pengajaran dari

siklus I sampai dengan siklus III telah berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa".

C. Kerangka Berfikir

Dari latar belakang yang penulis uraikan, serta masalah yang sering dijumpai guru

dalam mengajar materi pecahan yaitu siswa sering mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah pada operasi hitung bilangan pecahan.

Kesalahan yang sering terjadi pada siswa adalah siswa kurang memahami soal sehingga

dalam penyelesainnya diselesaikan dengan cara yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksud

didalam soal. Selain itu siswa juga kurang memahami konsep sehingga dalam penyelesainya

menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku. Akibatnya yang terjadi adalah pembelajaran

matematika kurang menarik, sehingga hasil belajar matematika siswa dari tahun ke tahun

cenderung rendah.

Agar siswa senang dan tertarik mempelajari matematika, maka cara lama harus

diganti dengan cara yang baru, misalnya dengan mengaktifkan mereka dalam kegiatan

pembelajaran matematika secara kelompok, adanya media pembelajaran, dan digunakannya

pendekatan yang sesuai. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika, guru yang baik

harus menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan. Siswa akan lebih

termotivasi dalam pembelajaran matematika apabila penyajiannya baik dan menarik.

Sebagian besar anak-anak sekolah dasar masih sulit membayangkan konsep abstrak karena

mereka masih berada pada tingkat berpikir kongkrit. Dalam hal ini dengan menggunakan

metode pemecahan masalah sangat membantu pemahaman anak, karena materi yang

diajarkan dengan menggunakan metode pemecahan masalah adalah materi yang dikaitkan

dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengalaman

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.

Dengan hal seperti itu diharapkan hasil belajar matematika siswa dapat terus

meningkat. Begitu pula dengan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran matematika

pada materi pokok materi pecahan tersebut akan lebih cepat, ingatannya lebih kuat dan tahan

lama. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah bagan kerangka berpikir dari penelitian ini sebagai

berikut:

KONDISI

AWAL Hasil belajar siswa rendah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

D. Hipotesis Tindakan

Untuk mengatasi masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diambil hipotesis

tindakan berupa:

1. Pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada aspek kognitif terhadap mata pelajaran matematika kelas IV

(empat) sekolah dasar.

2. Pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada aspek afektif terhadap mata pelajaran matematika kelas IV

(empat) sekolah dasar.

3. Pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada aspek psikomotor terhadap mata pelajaran matematika kelas IV

(empat) sekolah dasar. 

TINDAKAN

Dalam pembelajaran, guru menggunakan metode pemecaham masalah

Hasil belajar matematika siswa meningkat

Siklus I Dalam pembelajaran siswa melaksanakan metode pemecahan masalah

Siklus II Dalam pembelajaran siswa melaksanakan metode pemecahan masalah

Siklus III Dalam pembelajaran siswa melaksanakan metode pemecahan masalah