bab ii kajian pustaka 2.1.1 indonesia di sekolah...

18
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Tak heran apabila mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak masih di bangku SD. Dari situ diharapkan siswa mampu menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa. Seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah sejak kelas 1 SD. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Mereka memulai dari nol. Pada masa tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya buku paket yang menjadi buku wajib. Sementara isi dari materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yang membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materi yang diajarkan hanya itu-itu saja. Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng, IN.S. (1997). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih stategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi

Upload: dangxuyen

Post on 15-Apr-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang

perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Tak heran apabila mata pelajaran ini

kemudian diberikan sejak masih di bangku SD. Dari situ diharapkan siswa mampu

menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa.

Seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara.

Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah sejak

kelas 1 SD. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.

Mereka memulai dari nol. Pada masa tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia

hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat.

Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai

ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami

perubahan yang signifikan. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah

membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa

Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya buku paket yang menjadi buku

wajib. Sementara isi dari materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat

hafalan yang membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat

menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materi yang diajarkan

hanya itu-itu saja.

Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng, IN.S.

(1997). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari

sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa

analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar,

menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi

penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan

menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap

pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih stategi pembelajaran untuk

setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi

11

pembelajaran yan tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan

pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi belajar bahasa pada hakikatnya adalah

belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan

untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan

maupun tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi

pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat sub aspek, yaitu membaca, berbicara,

menyimak, dan mendengarkan.

2.2 Hakikat Keterampilan Membaca Nyaring

2.2.1 Pengertian Keterampilan

Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang berarti cakap dalam

menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan berarti kecakapan untuk

menyelesaikan tugas, (Depdiknas, 2007: 935). Hamalik (2009: 139) menyatakan

bahwa Keterampilan adalah serangkaian gerakan, tiap ikatan (link) unit stimulus-

respons berperan sebagai stimulus terhadap ikatan berikutnya. Muhibbin Syah

(2005: 119) mengemukakan bahwa Keterampilan adalah suatu kegiatan yang

berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam

kegiatan jasmaniah. Sedangkan Reber dalam Muhibbin Syah (2005:119)

berpendapat bahwa Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola

tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan

keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi

gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat

kognitif. Sedangkan ST Vebrianto dalam Wulandari (2006: 26) mengatakan

bahwa Keterampilan dapat mempunyai arti luas dan arti sempit. Keterampilan

dalam arti sempit adalah kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dalam tingkah

laku motorik yang juga disebut manual skill. Dalam arti luas keterampilan

mencakup manual skill, intelektual skill, social skill’. Lebih lanjut Wulandari

(2006: 27) mengemukakan bahwa keterampilan adalah keahlian khusus untuk

mengerjakan usaha tertentu sebagai manifestasi dari pengalaman, pengetahuan

yang dapat diasosiasikan dalam bentuk karya.

Pendapat ahli di atas mengenai pengertian keterampilan dapat

disimpulkan bahwa keterampilan adalah kecakapan, kemampuan, dan keahlian

12

seseorang dalam melakukan suatu tindakan untuk dapat menyelesaikan tugas yang

diberikan baik dalam pemikiran dan tingkah laku.

2.2.2 Pengertian Membaca

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 83) mengartikan

bahwa membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan

melisankan atau hanya dalam hati), mengeja/melafalkan apa yang tertulis,

mengucapkan, mengetahui, meramalkan dan memperhitungkan serta memahami.

Sedangkan Nurhadi (1995:340) menyatakan bahwa membaca adalah suatu

interpretasi simbol-simbol tertulis atau membaca adalah menangkap makna dari

rangkaian huruf tertentu Selanjutnya Setiowati (2007:12) mengemukakan bahwa

membaca adalah suatu aktivitas yang melibatkan penglihatan, ingatan,

kecerdasan, dan pemahaman untuk memperoleh informasi yang disampaikan

penulis melalui lambang- lambang.

Hodgon dalam Tarigan (1994:7) membaca adalah suatu proses yang

dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan , yang hendak

disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang

menuntun agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam

suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat

diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang

tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu

tidak terlaksana dengan baik.

Segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyajian kembali dan

pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara

dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek

pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written

word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup

pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson dalam

Tarigan 1994: 7).

Subyakto-Nababan (1993:164) menyatakan bahwa membaca adalah

suatu aktivitas yang rumit dan kompleks karena bergantung kepada keterampilan

berbahasa pelajar dan pada tingkat penalarannya. membaca merupakan suatu

13

keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan

seragkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan kata lain

membaca mencakup tiga komponen, yaitu: (1) Pengenalan terhadap aksara atau

tanda-tanda baca, (2) Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-

unsur linguistik yang formal, (3) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan

makna atau meaning (Broughton dalam Henry Guntur Tarigan 1994:

10). “Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis, yang

reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan memperoleh

informasi, memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman baru (St. Y. Slamet,

2007:58). Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang

mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya dan

memperluas wawasan.

Mendasarkan pada uraian tersebut, disimpulkan bahwa membaca adalah

suatu proses memperoleh informasi yang disampaikan penulis dengan melafalkan

dan memahami isi dari apa yang tertulis.

2.2.3 Pengertian Membaca Nyaring

Rahim (2008:24) membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan

bersuara dengan memperhatikan struktur kata (kata, kata majemuk, dan frasa) dan

kalimat, lafal, intonasi dan jeda selanjutnya menurut Rahim (2008:23) membaca

nyaring adalah aktivitas atau kegiatan membaca bersuara dengan memperhatikan

lafal, intonasi serta ekspresi dengan tujuan menghasilkan siswa yang lancar

membaca sedangkan menurut Rahim (2003) menemukan bahwa membaca

nyaring untuk anak-anak merupakan kegiatan yang berharga yang bisa

menigkatkan ketetampilan menyimak, menulis dan membantu perkembangan

anak mencintai buku sepanjang hidup mereka.

Tarigan (1994:22) mengatakan bahwa membaca nyaring adalah suatu

aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca

bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta

memahami informasi, pikiran dan perasaan seseorang pengarang selanjutnya

membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang

dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca

14

dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa

pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis (Muliastuti dan Sulastri,

2009: 9 )

Setiowati (2007:15) menyatakan bahwa membaca membaca nyaring

adalah cara membaca dengan bersuara, yang perlu diperhatikan adalah pelafalan

vokal maupun konsonan, nada atau lagu ucapan, penguasaan tanda-tanda baca,

pengelompokan kata atau frase ke dalam satuan-satuan ide, kecepatan mata, dan

ekspresi. Membaca nyaring yang baik menuntut agar si pembaca memiliki

kecepatan mata yang tinggi serta pandangan mata yang jauh, karena dia haruslah

melihat pada bahan bacaan untuk memelihara kontak mata dengan para

pendengar. Pembaca juga harus mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat

agar jelas maknanya bagi para pendengar. Pendek kata, pembaca harus

mempergunakan segala keterampilan yang telah dipelajari nya pada membaca

dalam hati sebagai tambahan bagi keterampilan lisan untuk mengkomunikasikan

pikiran dan perasaan pada orang lain.

Membaca nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta

memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan

serta minat. Oleh karena itu, dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan

membaca nyaring sang guru harus memahami proses komunikasi dua arah.

Lingkaran komunikasi belumlah lengkap kalau pendengar belum memberi

tanggapan secukupnya terhadap pikiran atau perasaan yang diekspresikan oleh

pembaca. Tanggapan tersebut mungkin hanya dalam hati, tetapi bersifat apresiatif,

mempunyai nilai apresiasi yang tinggi (Tarigan 1994: 23).

Pendapat ahli di atas mengenai pengertian membaca nyaring, dapat

disimpulkan bahwa membaca nyaring adalah suatu kegiatan menyuarakan

kalimat-kalimat dalam bacaan dengan intonasi dan lafal yang tepat serta dapat

memperoleh pesan/informasi dari bacaan.

2.2.4 Keterampilan Membaca Nyaring

Membaca nyaring merupakan keterampilan yang serba rumit, kompleks,

banyak seluk beluknya. Pertama-tama menuntut pengertian aksara di atas halaman

kertas dan sebagainya dan kemudian memproduksikan suara yang tepat dan

15

bermakna. membaca nyaring pada hakikatnya merupakan suatu masalah lisan

atau oral matter. Oleh karena itu, maka khusus dalam pengajaran bahasa asing,

aktivitas membaca nyaring lebih dekat atau lebih ditujukan pada ucapan

(pronounciation) daripada ke pemahaman (comprehension). Mengingat hal

tersebut maka bahan bacaan haruslah dipilih yang mengandung isi dan bahasa

yang relatif mudah dipahami (Tarigan 1994: 23).

Membaca nyaring merupakan suatu aktivitas yang menuntut aneka ragam

keterampilan. Keterampilan-keterampilan tersebut telah dilatih sejak tingkat dasar

pendidikan agar pada tingkat sekolah lanjutan siswa telah mempunyai modal yang

sangat penting. Keterampilan-keterampilan pokok telah ditanam di sekolah dasar,

pemupukan serta pengembangan dilakukan disekolah lanjutan (pertama dan atas).

Keterampilan-keterampilan yang dituntut pada pembelajaran membaca nyaring

kelas II adalah (1) Membaca dengan terang dan jelas; (2) Membaca dengan penuh

perasaan, ekspresi; (3) Membaca tanpa tertegun-tegun, tanpa terbata-bata.

Keterampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai

kemampuan, diantaranya adalah: (1) Menggunakan ucapan yang tepat, (2)

menggunakan frase yang tepat, (3) Menggunakan intonasi suara yang wajar, (4)

Dalam posisi sikap yang baik, (5) Menguasai tanda-tanda baca, (6) Membaca

dengan terang dan jelas, (7) Membaca dengan penuh perasaan, ekspresif, (8)

membaca dengan tidak terbata-bata, (9) Mengerti serta memahami bahan bacaan

yang dibacanya, (10) Kecepatan tergantung dari bahan bacaan yang dibacanya,

(11) Membaca dengan tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan, (12) Membaca

dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri ( Muliastuti dan Sulastri, 2009: 9)

Bertolak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan

membaca nyaring adalah berbagai kecakapan berbahasa dalam melisankan atau

menyuarakan kalimat dalam bacaan dengan intonasi dan jeda yang tepat agar

mudah kepada pembaca dan pendengar menangkap pesan/informasi bacaan.

2.2.5 Manfaat Membaca Nyaring

Gruber (1993) menyampaikan lebih rinci manfaat membaca nyaring untuk

anak yaitu: memberikan contoh proses membaca secara positif, mengekspos siswa

untuk memperkaya kosa kata, memberi siswa informasi baru, mengenalkan

16

kepada siswa berbagai aliran sastra, memberi siswa kesempatan menyimak dan

menggunakan daya imajinasinya.

2.2.6 Aspek membaca nyaring

Menurut Kamidjan (1969:9-10) ada lima aspek dalam membaca nyaring

yaitu: membaca dengan pikiran dan perasaan pengarang, memerlukan

keterampilan menafsirkan lambang-lambang grafis, memerlukan kecepatan

pandangan mata, memerlukan keterampilan membaca, terutama

mengelompokkan kata secara tepat, dan memerlukan pemahaman makna secara

tepat. Dalam membaca nyaring, pembaca memerlukan beberapa keterampilan.

Antara lain: penggunaan ucapan yang tepat; pemenggalan frasa yang tepat;

penggunaan intonasi, nada, dan tekanan yang tepat; penguasaan tanda baca

dengan baik; penggunaan suara yang jelas; penggunaan ekspresi yang tepat;

pengaturan kecepatan membaca; pengaturan ketepatan pernafasan; pemahaman

bacaan; dan pemilikan rasa percaya diri.

Pembaca nyaring yang baik biasanya ingin sekali agar pendengarnya

memahami apa yang ia sampaikan. Oleh sebab itu, pembaca hendaklah

mengetahui keinginan serta kebutuhan pendangarnya,serta menginterpretasikan

bahan bacaan secara tepat (Tarigan, 2008:27). Agar dapat membaca nyaring

dengan baik, pembaca haruslah menguasai keterampilan-keterampilan persepsi

(penglihatan dan daya tanggap) sehingga dia mengenal dan memahami kata-kata

dengan cepat yang sama pentingnya dengan hal ini adalah kemampuan

mengelompokkan kata-kata ke dalam kesatuan-kesatuan pikiran serta

membacanya dengan baik dan lancar. Untuk membantu para pendengar

menangkap serta memahami maksud pengarang, pembaca biasanya menggunakan

berbagai cara, antara lain: 1) Dia menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan

penekanan yang jelas; 2) Dia menjelaskan perubahan dari satu ide ke ide lainnya;

3) Dia menerangkan kesatuan kata-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik; 4)

Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya agar

tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai; 5) Menjelaskan klimaks-klimaks dengan

gaya dan daya ekspresi yang baik dan tepat

17

2.3 Hakekat Model Pembelajaran

Menurut Agus Suprijono (2010) model pembelajaran merupakan

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginsipirasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang

digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa

metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat

dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa

metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari

metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di

kelas saat pembelajaran berlangsung.

Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran

berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode

yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik

pembelajaran. Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran.

Menurut Trianto (2009) suatu model pembelajaran adalah

pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sinyaks (pola urutan) dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama, Contoh, setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memitivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan tahap menutup pelajaran, di dalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.

Tiap-tiap model pembelajaran membutuhksan sistem pengelolaan dan

lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran

18

cooperative script memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia

meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran kooperatif

siswa perlu berkomunikasi satu sama lain.

2.3.1 Pembelajaran Cooperative Script

Pembelajaran cooperative script merupakan sebuah kelompok strategi

pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai

tujuan bersama. Pembelajaran cooperative script disusun dalam sebuah usaha

untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman

sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan

kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang

berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran cooperative script siswa

berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara

kolaboratif akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama

manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Ide utama dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa mampu bekerja

sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya.

Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan

kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai

tujuan atau penguasaan materi, Slavin (1995). Tujuan pokok belajar kooperatif

adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan

pemahaman baik tim individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja

dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di

antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan,

mengembangkan ketrampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan

masalah.

Manfaat penerapan belajar cooperative script adalah dapat mengurangi

kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di

samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas social di

kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul

generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki

solidaritas sosial yang kuat.

19

2.3.2 Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran Coperative Script

Abdul Rahman Saleh (2010) terdapat lima unsur penting dalam belajar

cooperative script

Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam

belajar cooperative script siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk

mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses

kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa

dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap

suksesnya kelompok.

Kedua, interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar cooperative

script akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang

siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling

memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan

seseorang dalam kelompok memengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi

masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman

sekelompoknya, Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal

tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

Ketiga, tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam

belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu

siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar

“membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar

cooperative script, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan

seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain

dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan

menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut ketrampilan khusus.

Kelima, proses kelompok. Belajar cooperative script tidak akan berlangsung

tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok

20

mendiskusikan bagaimana mereka kan mencapai tujuan dengan baik dan

membuat hubungan kerja yang baik.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran cooperative

script, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang

memebdakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar

cooperative script menurut Slavin (1995), adalah sebagai berikut.

1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria

yang ditentukan.

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung

pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus

dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota

kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan lain.

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu

kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini

memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama

tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota

kelompok sangat bernilai.

2.3.3 Implikasi Model Pembelajaran Coperative Script

Pembelajaran cooperative script dapat mengembangkan tingkah laku

cooperative script dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat

mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari

teman mereka dalam belajar kooperatif daripada guru. Interaksi yang terjadi

dalam belajar cooperative script dapat memacu terbentuknya ide baru dan

memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Implikasi positif dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar

cooperative script yaitu sebagai berikut.

1. Kelompok kecil membentuk suatu pertemuan di mana siswa dapat

menanyakan pertanyaan kemudian siswa mendiskusikan pendapat, belajar

memberikan pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan

menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan sehingga kelompok

kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar

21

2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa.

Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari

konsep dan startegi pemecahan masalah.

3. Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab

memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa

dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.

4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain utnuk menguasai

masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks

permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.

5. Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang

bermanfaat bila didiskusikan.

Pembelajaran cooperative script dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat

dikategorikan sesuai dengan sifat berikut, (1) tujuan kelompok; (2) tanggung

jawab individual; (3) kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi

kelompok; (5) spesialisasi tugas; dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu.

2.4 Model Pembelajaran Cooperative Script

Model pembelajaran Cooperative Script berasal dari bahasa Yunani.

Methodes artinya jalan yang ditempuh. Pengertian metode itu sendiri adalah

pengertian tentang metode yaitu cara kerja yang sistematis untuk mencapai suatu

maksud tujuan. Sedangkan Cooperative berasal dari kata Cooperate yang artinya

bekerja sama, bantuan-membantu, gotong royong. model pembelajaran

Cooperative Script merupakan penyampaian materi ajar yang diawali dengan

pemberian wacana atau ringkasan materi ajar kepada siswa yang kemudian

diberikan kesempatan kepada siswa untuk membacanya sejenak dan

memberikan/memasukkan ide-ide atau gagasan-gagasan baru kedalam materi ajar

yang diberikan guru, lalu siswa diarahkan untuk menunjukkan ide-ide pokok yang

kurang lengkap dalam meteri yang ada secara bergantian sesama pasangan

masing-masing. Slavin (1994:175) model pembelajaran Cooperative Script yang

dapat meningkatkan daya ingat siswa. Selanjutnya Slavin (1995) mengemukakan

bahwa penggunaan pembelajaran cooperative dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan

sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga

22

diri. Brousseau (2002) dalam Hadi (2007:18) menyatakan bahwa

modelpembelajaran cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat

kontrak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara

berkolaborasi. selanjutnya Spurlin (2007) menyatakan bahwa, cooperative script

dapat mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain

dari materi yang tidak dipelajarinya selanjutya Danserau (2007) yang menyatakan

bahwa pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dan siswa dapat mempelajari materi yang lebih banyak dari siswa yang belajar

sendiri selanjutnya Kurniasih, (2015:120) menyatakan model pembelajaran

cooperative script merupakan model pembelajaran berpasang-pasangan dan

masing-masing individu dalam pasangan yang ada mengintisarikan materi-materi

yang telah dipelajari.

Model pembelajaran cooperative script adalah model pembelajaran

berpijak pada faham konstruktivisme, pada pembelajaran ini terjadi kesepakatan

antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan

bersama akan disimpulkan bersama, peran guru hanya sebagai fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi

kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling

mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan

bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa

dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script

benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan

pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan

pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.

Ada suatu hal yang menarik, siswa mendapatkan peningkatan hasil belajar

dari aktivitas model pembelajaran cooperative script, peningkatan yang lebih

besar diperoleh untuk bagian materi saat siswa mengajarkan bagian materi itu

kepada pasangannya daripada materi saat siswa berperan sebagai pendengar.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari model pembelajaran Cooperative

Script adalah model belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan

23

mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajarinya dalam ruangan

kelas.

2.4.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Script

Langkah-langkah model pembelajaran cooperative script menurut Riyanto

(2009:280) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran cooperative script

sebagai berikut:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.

2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat

ringkasan.

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan

memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya, sementara pendengar :

a. Menyimak/mengoreksi/melengkapi ide-ide pokok yang kurang

lengkap.

b. Membantu mengingat/menghafal ide/ide pokok dengan

menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

5. Bertukar peran, semula berperan sebagai pembicara ditukar menjadi

pendengar dan sebaliknya. Kemudian lakukan seperti kegiatan tersebut

kembali.

6. Merumuskan kesimpulan bersama-sama siswa dan guru.

7. Penutup.

Tahap penutup, guru memberikan soal evaluasi secara individu dan

melakukan refleksi terhadap pelajaran yang baru dipelajari. Dalam kegiatan

refleksi ini dijadikan media untuk merefleksi (bercermin) pada kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini merupakan suatu cara untuk

belajar, menghindari kesalahan di waktu yang akan datang dan untuk

meningkatkan prestasi belajar serta kinerja peneliti. Dalam pembelajaran dengan

model pembelajaran cooperative script siswa bekerja berpasangan dan bergantian

secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Dengan

penerapan model cooperative script maka prestasi belajar siswa meningkat,

24

karena pembelajaran cooperative script berpijak pada faham konstruktivisme,

pada pembelajran ini terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam

berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama,

peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai

tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan

pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep

yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi

benar-benar interaksi dominant siswa dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama

pembelajaran dengan model pembelajaran coorperative script .

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Wati (2013) yang berjudul Aktivitas Dan

Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Cooperative

Script Analisis data menggunakan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil

analisis data menunjukkan bahwa penggunaan model Cooperative Learning Tipe

Cooperative Script dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.Hal ini

dapat dilihat dari persentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I

(46,87%), siklus II (62,75%), dan siklus III (87,75%). Dengan peningkatan dari

siklus I ke siklus II (15,88%) dan dari siklus II ke siklus III (25,00%). Rata-rata

nilai hasil belajar siswa pada siklus I (55,83), siklus II (65,83), dan siklus III

(76,25).

Penelitian yang dilakukan oleh Delita (2010) yang berjudul Peningkatan

Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Cooperatif Script Dengan Media

Gambar Pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga. Berdasarkan judul di

atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran IPS peningkatan hasil belajar

siswa kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga dapat meningkat dikarenakan dalam

pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script. Penelitian

tersebut dilakukan oleh Delita, subjek penelitiannya berjumlah 40 orang.

Pengumpulan data menggunakan tes dan pengamatan. Data dianalisis dengan

melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal yaitu 80% siswa mendapat skor ≥

70. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model

25

pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan rata-rata

hasil tes siklus 1 diketahui 75,10 dan hasil tes siklus 2 rata-rata 78,65. Ditinjau

dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 85% dan siklus 2

diperoleh 93%. Dengan demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 8%.berdasarkan penelitian tersebut

maka terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS

dikarenakan dalam pembelajaran peneliti menggunakan model pembelajaran

cooperative script. Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa

peningkatan hasil belajar siswa dikarenakan dalam pembelajaran peneliti

menggunakan model pembelajaran cooperative script. Maka dapat disimpulkan

melalui pembelajaran cooperatif script dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dua penelitian terdahulu membuktikan bahwa model pembelajaran

Cooperative Script dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan

hasil belajar siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin

melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model yang pembelajaran yang

sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang

dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut

pertama bahwa pada penelitian terdahulu, para peneliti belum memasukkan

variabel keterampilan membaca nyaring sebagai salah satu variabel yang diteliti.

Artinya bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Script,

peneliti menduga dapat meningkatkan keterampilan membaca nyaring yang

berimplikasi pada hasil belajar siswa. Kedua, subyek penelitian. Pada penelitian

terdahulu subyek penelitiannya adalah siswa sekolah yang berbeda. Penulis

berasumsi bahwa perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain yang akan

mempengaruhi ketrampilan dalam membaca nyaring. Situasi sekolah yang

berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda, demikian

juga pola asuh dari orangtua yang berbeda karena budaya yang berbeda tentu

berkontribusi terhadap prestasi belajar siswa juga. Karena itu, dengan memilih

subyek penelitian yaitu siswa kelas 4 SDN polobogo 02 Kecamatan Getasan

Kabupaten Semarang, peneliti bermaksud melihat efektivitas penerapan model

26

pembelajaran dalam meningkatkan ketrampilan membaca nyaring siswa. Artinya,

jika model ini efektif, maka model ini akan menjadi rujukan bagi sekolah

bersangkutan, maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah

yang tentu saja memiliki situasi yang berbeda-beda.

2.6 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teoritis di atas maka dirumuskan kerangka pemikiran

sebagai berikut:

a. Penerapan model pembelajaran cooperative script. Diharapkan siswa mampu

menguasai materi mengajarkan pasangannya yang kurang mampu untuk

memahami materi pelajaran.

b. Dari proses model pembelajaran cooperative script. diharapkan ada kerjasama

antar siswa dengan pasangannya dan dapat diadakan sharing antar pasangan

dalam kelompok.

c. Dengan adanya kerjasama yang efektif diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman dan hasil belajar keterampilan membaca siswa.

27

Gambar : 1

Bagan Kerangka Berpikir

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut. Penerapan model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan

keterampilan membaca nyaring siswa kelas 4 SDN Polobogo 02 semester 2

tahun ajaran 2015/2016.

Kondisi awal

Guru belum menggunakan

model pembelajaran

cooperative script.

Hasil belajar siswa

belum mencapai KKM

Siklus I menggunakan

model pembelajaran cooperative script dalam

pembelajaran bahasa indonesia

Menggunakan model

cooperative script dalam

pembelajaran bahasa indonesia

Tindakan

Siklus II menggunakan

model pembelajaran cooperative script dalam

pembelajaran bahasa

indonesia

Melalui model Pembelajaran cooperative script

hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa

indonesia meningkat mencapai KKM.

Kondisi akhir