bab ii kajian pustaka 2.1 osteoporosis - sinta.unud.ac.id ii.pdfproses pembentukan tulang yang ......
TRANSCRIPT
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Osteoporosis
Menurut National Osteoporosis Foundation (2014), osteoporosis
adalah penyakit tulang dengan karakteristik massa tulang yang rendah,
terjadi kerusakan mikro-arsitektur jaringan tulang yang mempengaruhi
kekuatan tulang dan meningkatkan resiko keropos tulang.
Osteoporosis adalah suatu keadaan yang menyebabkan tulang
kehilangan massa tulang, mengubah mikroarsitektur jaringan tulang
sampai melewati ambang batas sehingga tulang menjadi rapuh dan
akibatnya tulang akan mudah patah. Osteoporosis ditandai dengan adanya
massa tulang yang rendah yang memicu kerapuhan tulang dan
meningkatkan kejadian fraktur tulang (Shen et al., 2010).
Definisi osteoporosis yang sering digunakan adalah definisi dari WHO
dimana osteoporosis adalah suatu penyakit yang memiliki sifat
berkurangnya massa tulang dan kelainan mikroarsitektur jaringan tulang,
dengan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dan resiko terjadinya
fraktur tulang. Karakteristik osteoporosis ditandai dengan adanya
penurunan kekuatan tulang. Kekuatan tulang ini adalah hasil integrasi
antara mineralisasi, arsitektur tulang, bone turn over dan akumulasi
7
2
kerusakan tulang. Osteoporosis identik dengan kehilangan massa tulang,
yaitu kelainan tulang yang merujuk pada kelainan kekuatan tulang.
Apabila kekuatan tulang ini menurun maka merupakan faktor predisposisi
terjadinya fraktur (National Osteoporosis Foundation, 2014).
Massa tulang pada manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dengan
kontribusi dari nutrisi, keadaan endokrin, aktivitas fisik dan kondisi
kesehatan saat masa pertumbuhan. Proses pembentukan tulang yang
memelihara kesehatan tulang dapat dikategorikan sebagai program
pencegahan, secara kontinyu mengganti tulang yang lama dan
menggantikannya dengan tulang yang baru. Kehilangan massa tulang
terjadi saat keseimbangan proses pembentukan tulang terganggu sehingga
resorpsi tulang lebih banyak dari pembentukan tulang baru.
Ketidakseimbangan ini biasanya terjadi pada orang lanjut usia dan pada
wanita yang mengalami menopause. Kehilangan massa tulang dapat
mengubah mikro-arsitek jaringan tulang dan meningkatkan resiko fraktur
tulang (National Osteoporosis Foundation, 2014).
Gambar 2.1 Mikrograph tulang normal (National Osteoporosis
Foundation, 2014)
3
Gambar 2.2 Mikrograph tulang yang mengalami osteoporosis
(National Osteoporosis Foundation, 2014)
2.1.1 Penyebab Osteoporosis
Usia, jenis kelamin dan ras merupakan faktor penentu utama dari
massa tulang dan resiko patah tulang. Osteoporosis dapat terjadi pada
semua usia, namun hal ini lebih banyak terjadi pada orang lanjut usia.
Selama masa anak-anak dan dewasa muda, pembentukan tulang jauh lebih
cepat dibandingkan dengan kerusakan tulang. Titik puncak massa tulang
(peak bone mass) tercapai pada sekitar usia 30 tahun, dan setelah itu
mekanisme resorpsi tulang menjadi jauh lebih cepat dibandingkan dengan
pembentukan tulang. Penurunan massa tulang yang cepat akan
menyebabkan kerusakan pada mikroarsitektur tulang khususnya pada
tulang trabekular (National Osteoporosis Foundation, 2014).
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya
massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang.
Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor
genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang
adalah proses menua, menopause, faktor lain yaitu obat obatan, aktivitas
4
fisik yang kurang serta gaya hidup tidak sehat. Akibat massa puncak
tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan
densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur
(National Osteoporosis Foundation, 2014).
Sebuah studi epidemiologi mengindikasi hubungan antara asupan
antioksidan dan kesehatan tulang (Rao et al., 2012). Beberapa penelitian
melaporkan adanya efek stress oksidatif terhadap diferensiasi dan fungsi
osteoklas serta pengaruhnya terhadap peningkatan kehilangan massa
tulang (Bai et al., 2004). Stress oksidatif dapat menghambat pertumbuhan
tulang dengan cara menghambat diferensiasi osteoblas melalui
extracellular signal-regulated kinase (ERK) dan ERK-dependent nuclear
factor-kB signaling pathway (Bai et al., 2004; Shen et al., 2009).
Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan molekul yang sangat
reaktif, mengandung molekul oksigen dan radikal bebas, termasuk
hidroksil (OH) dan radikal superoksida (O2), hidrogen peroksida (H2O2),
oksigen singlet, dan peroksida lemak. ROS dapat mengakibatkan stres
oksidatif karena sifat radikal bebasnya menyebabkan kerusakan beberapa
biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipid (Baek et al.,2010).
ROS dihasilkan oleh mitokondria, selanjutnya produksi ROS akan
mengaktivasi jalur regulasi proses inflamasi melalui mekanisme aktivasi
ERK dan ERK selanjutnya akan mengaktivasi produksi Nuclear Factor kB
(NF-kB) dan NF-kB akan merangsang produksi sitokin proinflamasi,
5
seperti TNF-α dan IL-6. TNF-α dan IL-6 akan meningkatkan
osteoklastogenesis, menghambat apoptosis osteoklas dan menghambat
aktivasi osteoblas (Vali et al., 2007).
2.1.2 Jenis-jenis Osteoporosis
Osteoporosis postmenopausal, terjadi karena kekurangan
hormonestrogen, yang membantu mengatur transportasi kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di
antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Namun tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis, kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara
kecepatan resorpsi tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis
berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan
postmenopausal. Osteoporosis sekunder, dialami kurang dari 5% penderita
osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-
obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan
6
(misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Konsumsi alkohol yang berlebihan dan merokok bisa
memperburuk keadaan ini (Mulyaningsih, 2008).
2.1.3 Pengobatan Osteoporosis
Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini dengan
membudayakan perilaku hidup sehat yaitu mengkonsumsi makanan
dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur
kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per
hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol (National Osteoporosis Foundation, 2014).
WHO Scientific Group On The Assessment Of Osteoporosis At
Primary Health Care Level (2007) menegaskan agar semua negara
anggota WHO memiliki program global dan harus memperhatikan faktor
gizi, terutama asupan kalsium dan vitamin D yang memadai. Merokok
harus dihindari, bukan semata-mata karena efek yang mungkin pada
metabolisme skeletal, tetapi banyak efek samping lain yang terkait dengan
merokok. Mengurangi konsumsi alkohol dan menghindari imobilitas juga
direkomendasikan sebagai tindakan peningkatan kesehatan masyarakat.
Pengobatan osteoporosis dapat dilakukan dengan obat kalsium,
vitamin D dan terapi hormon estrogen pengganti. Namun pemberian
7
hormon estrogen memiliki efek samping seperti obesitas dan migren serta
dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia bahkan kanker payudara
dan endometrium. Efek samping tersebut dapat dikurangi dengan
pemberian hormon kombinasi antara estrogen dan progesteron, namun hal
ini masih diperdebatkan para ahli dan peneliti (Wratsangka, 1999).
Menurut National Osteoporosis Foundation (2014), ada beberapa jenis
obat yang disetujui FDA untuk pencegahan dan atau pengobatan
osteoporosis postmenopause termasuk bifosfonat (alendronate,
alendronate plus D, ibandronate, risedronate dan asam zoledronic),
kalsitonin, estrogen (estrogen dan atau terapi hormon), agonis estrogen /
antagonis (raloxifene), kompleks estrogen jaringan-selektif (conjugated
estrogen / bazedoxifene), hormon paratiroid (PTH [1-34], teriparatide) dan
denosumab RANKL inhibitor. Farmakoterapi juga dapat mengurangi
patah tulang pada pasien dengan massa tulang yang rendah (osteopenia)
tanpa fraktur, namun bukti yang mendukung hal ini tidak kuat.
2.2 Struktur Tulang
Struktur tulang terdiri dari atas sel, serat dan substansi dasar, namun
komponen ekstraselnya mengapur menjadi substansi keras yang cocok
untuk fungsi menyokong dan pelindung kerangka. Secara makroskopik,
tulang dibedakan menjadi dua bentuk tulang yaitu tulang kompak
8
(substansia kompakta) dan tulang spons (substansia spongiosa). Tulang
kompak tampak sebagai massa utuh padat dengan ruang-ruang kecil yang
hanya tampak dengan menggunakan mikroskop. Kedua bentuk tulang
saling berhubungan tanpa batas jelas (Fawcet, 1994).
Gambar 2.3 Fotomikrograph potongan sagital ujung proksimal
humerus sendi bahu (Fawcet, 1994)
Substansi interstisial tulang terdiri atas dua komponen utama yaitu
matriks organik sebanyak 35% dan garam-garam anorganik sejumlah
65%. Matriks organik terdiri atas 90 % serat-serat kolagen yang terbenam
dalam substansi dasar kaya proteoglikan, terutama kolagen tipe I. Bahan
anorganik tulang terdiri atas endapan sejenis kalsium fosfat
submikroskopik. Pada tulang yang aktif bertumbuh, terdapat empat jenis
sel yaitu sel osteoprogenitor, osteoblas, osteosit dan osteoklas. Sel
osteoprogenitor paling aktif selama pertumbuhan tulang dan akan
diaktifkan kembali semasa kehidupan dewasa saat pemulihan fraktur
tulang dan bentuk cerea lainnya. Osteoblas adalah sel pembentuk tulang
9
yang berkembang dan dewasa. Sel utama tulang dewasa adalah osteosit,
yang terdapat dalam lacuna didalam matriks yang mengapur. Osteoklas
adalah sel yang memiliki peran dalam resorpsi tulang dalam proses
remodeling tulang. Osteoklas menempati lekukan yang disebut lakuna
Howship yang terjadi akibat kerja erosif osteoklas pada tulang
dibawahnya (Fawcet, 1994).
Sel osteoblas dan osteoklas berperan dalam pengaturan metabolisme
tulang dan keduanya terlibat dalam perkembangan osteoporosis. Ketidak-
seimbangan antara pembentukan tulang dan resorpsi tulang adalah kunci
dari patofisiologi dari penyakit tulang pada orang dewasa termasuk
osteoporosis (Shen et al., 2010).
2.2.1 Osteoblas
Osteoblas adalah sel pembentuk tulang dari tulang yang berkembang
dan dewasa. Selama deposisi aktif dari matriks baru, mereka tersusun
sebagai lapis epiteloid sel-sel kuboid atau kolumnar pada permukaan
tulang. Inti osteoblas biasanya terletak pada ujung sel paling jauh dari
permukaan tulang. Sitoplasmanya sangat basofilik dan sebuah kompleks
Golgi tampak mencolok sebagai daerah lebih pucat antara inti dan dasar
sel. Pada mikrograph elektrik, osteoblas memiliki struktur yang
diharapkan dari sel yang aktif menghasilkan protein. Retikulum
10
endoplasmanya yang luas ditaburi ribosom dan banyak ribosom bebas
terdapat dalam sitoplasma. Meskipun osteoblas terpolarisasi terhadap
tulang dibawahnya, pembebasan produknya agaknya tidak terbatas pada
kutub basal karena ada sel diantaranya yang berangsur-angsur diselubungi
oleh sekretnya sendiri dan ditransformasi menjadi osteosit, terkurung
dalam matriks tulang yang baru dibentuk. Selain mensekresi berbagai
unsur matriks seperti kolagen tipe I, proteoglikan, osteokalsin,
osteonektin, dan osteopoetin, osteoblas juga menghasilkan faktor
penumbuh yang memiliki efek autokrin dan parakrin penting pada
pertumbuhan tulang. Mereka juga memiliki reseptor permukaan terhadap
berbagai hormon, vitamin, dan sitokin yang mempengaruhi aktivitasnya
(Fawcet, 1994).
2.2.2 Osteoklas
Seumur hidup tulang tetap mengalami remodeling intern dan
pembaruan yang mencakup menghilangkan matriks tulang pada banyak
tempat, diikuti penggantiannya berupa deposisi tulang baru. Dalam proses
ini, agen resorpsi tulang adalah osteoklas, sel-sel besar sampai berdiameter
150 μm dan mengandung sampai 50 inti sel. Sel-sel ini menempati
lekukan yang disebut lakuna Howship, terjadi akibat kerja erosif osteoklas
pada tulang dibawahnya (Fawcet, 1994).
11
Osteoklas adalah sel multinukleus yang berperan dalam proses
resorpsi tulang (Shen et al., 2010). Osteoklas merupakan satu-satunya sel
yang dikenal mampu meresorbsi tulang. Osteoklas yang teraktivasi berasal
dari sel-sel prekursor mononuklear dari monosit–makrofag. Sel prekursor
monosit-makrofag mononuklear telah diidentifikasi dalam berbagai
jaringan, tetapi sel prekursor monosit-makrofag mononuklear pada
sumsum tulang diperkirakan memiliki osteoklas paling banyak (Clarke,
2006).
Osteoklas menunjukkan polaritas nyata, dengan intinya mengumpul
dekat permukaan bebasnya yang licin, sedangkan permukaan dekat tulang
menunjukkan garis-garis radial yang dulu ditafsirkan sebagai brush
border. Tetapi mikrograf elektron menunjukkan bahwa mereka tidak
begitu teratur dan terdiri atas lipatan-lipatan dalam dari membran yang
membatasi sejumlah besar cabang mirip daun, dipisahkan oleh celah-celah
sempit. Berbeda dengan brush border, yang merupakan kekhususan
permukaan stabil, pada osteoklas sangat aktif dan terus mengubah
konfigurasinya. Studi sinematografik merekam penjuluran dan penarikan
kembali cabang-cabang bordernya dan perubahan bentuknya. Istilah
deskriptif ruffled border kini banyak dipakai untuk membedakan
kekhususan pada dasar osteoklas ini dari brush border pada permukaan
lumen epitel absorptif (Fawcet, 1994).
12
Receptor activator of NF-kB ligand (RANKL) dan Macrofag Colony
Stimulating Factor (M-CSF) merupakan dua sitokin yang berperan dalam
pembentukan osteoklas. Kedua sitokin tersebut diproduksi oleh sel
stromal pada sumsum tulang dan dalam membran osteoblas, serta
osteoklastogenesis memerlukan keberadaan sel stromal dan osteoblas pada
sumsum tulang. RANKL merupakan bagian dari keluarga TNF dan
merupakan faktor penting dalam pembentukan osteoklas. M-CSF
diperlukan untuk proliferasi, pertahanan dan diferensiasi dari prekursor
osteoklas, untuk pertahanan osteoklas dan keperluan penataan sitoskeletal
pada saat resorbsi tulang. Osteoprotegrin (OPG) merupakan protein yang
mampu mengikat RANKL dengan afinitas yang tinggi untuk menghambat
aksi dari reseptor RANK (Clarke, 2008).
2.2.3 Proses Pembentukan Tulang
Kerangka manusia dewasa memiliki total 213 tulang yang memiliki
berbagai fungsi, selain memberikan dukungan struktural untuk tubuh dan
tempat melekatnya otot-otot, melindungi struktur organ vital dan
membantu pemeliharaan homeostasis mineral dan keseimbangan asam-
basa, berfungsi sebagai reservoir faktor pertumbuhan dan sitokin serta
menyediakan lingkungan untuk hematopoesis dalam sumsum tulang.
Setiap tulang selalu mengalami remodeling selama hidup untuk membantu
beradaptasi dengan perubahan kekuatan biomekanik, serta perombakan
13
tulang yang tua dan mengalami kerusakan mikro dan menggantinya
dengan yang baru (Stranding, 2004).
Tulang memiliki beberapa fungsi penting sebagai tempat penyimpanan
kalsium dan fosfor. Fungsi tersebut sangat penting untuk regulasi kalsium
dan fosfor dalam darah yang dipengaruhi oleh asupan mineral dalam usus
dan sekresi mineral dalam urin. Mekanisme homeostasis tulang diatur oleh
hormon paratiroid (PTH), Calcitonin (CT) dan vitamin D (Lerner, 2006).
Remodeling tulang adalah proses dimana tulang diperbarui untuk
menjaga kekuatan tulang dan homeostasis mineral. Perombakan
melibatkan penghapusan terus menerus tulang yang sudah tua,
penggantian ini memiliki sintesis matriks protein yang baru, dan
mineralisasi matriks selanjutnya untuk membentuk tulang baru. Proses
remodeling tulang meresorbsi tulang yang lama dan membentuk tulang
baru untuk mencegah akumulasi tulang dengan kerusakan mikro.
Perombakan dimulai sebelum kelahiran dan berlanjut sampai kematian.
Unit remodeling tulang terdiri dari osteoklas dan osteoblas yang secara
berurutan melaksanakan resorpsi tulang tua dan pembentukan tulang baru.
Siklus remodeling terdiri dari empat fase berurutan yaitu aktivasi,
resorpsi, pembalikan dan pembentukan. Tempat perombakan dapat
berkembang secara acak tetapi juga ditargetkan ke daerah-daerah yang
memerlukan perbaikan tulang (Clarke, 2008).
14
Jaringan tulang tidaklah statik, tulang yang sehat memerlukan proses
remodeling dan modeling secara kontinyu untuk mempertahankan fungsi
penunjang dan sebagai regulator homeostasis mineral (Lerner, 2006).
2.2.4 Densitas Tulang
Densitas tulang dipengaruhi oleh koordinasi aktivitas osteoblas dan
osteoklas. Proses remodeling tulang ini tidak hanya untuk
mempertahankan massa tulang, tetapi berfungsi juga untuk memperbaiki
kerusakan mikro pada tulang, untuk mencegah terlalu banyak tulang yang
tua dan untuk fungsi homeostasis mineral. Aktivitas osteoblas dan
osteoklas dikontrol oleh berbagai macam hormon dan sitokin. Yang
terpenting adalah hormon seks untuk menjaga massa tulang tetap
seimbang dan jika kekurangan salah satu hormon seks baik estrogen
maupun testosteron dapat menurunkan massa tulang dan meningkatkan
resiko osteoporosis (Lerner, 2006).
Sifat mekanikal tulang sangat tergantung pada sifat material tulang
tersebut. Pada tulang kortikal kekuatan tulangnya sangat tergantung pada
kepadatan dan porositasnya. Semakin bertambahnya umur, tulang semakin
keras karena mineralisasi sekunder semakin baik, tetapi juga tulang
semakin getas, tidak mudah menerima beban (Fawcet, 1994).
15
Pada tulang trabekular, kekuatan tulang juga tergantung pada
kepadatan tulang dan porositasnya. Penurunan densitas tulang trabekular
sekitar 25%, sesuai dengan peningkatan umur 15-20 tahun dan penurunan
kekuatan tulang sekitar 44%. Sifat mekanikal tulang trabekular ditentukan
oleh mikroarsitekturnya, yaitu susunan trabekulasi pada tulang tersebut,
termasuk jumlah, ketebalan, jarak dan interkoherensi antara satu
trabekulasi dengan trabekula lainnya. Dengan bertambahnya umur, jumlah
dan ketebalan trabekula akan menurun, jarak antar trabekula dengan
trabekula lainnya bertambah jauh dan interkoneksi juga makin buruk
karena banyaknya trabekula yang putus (Fawcet, 1994).
2.3 Kombucha tea
2.3.1 Sejarah
Kombucha tea adalah teh yang dibuat dengan fermentasi teh hitam,
gula dan kultur Kombucha (Chen dan Liu, 2000). Cita rasa Kombucha
tea sedikit manis dan asam (Jayabalan et al., 2008). Teh ini juga
disebut dengan berbagai nama yang berbeda seperti Fungus japonicas,
Fungo-Japan, Manchurian mushroom tea, Combucha fungus tea,
Pichia fermentans, Cembuya oientalis, Tschambucco, Volga spring,
Mo-gu, Champinon de longue vie, Teekwass, Kwassan, Kargasok tea
dan the champagne of life (Cavusoglu dan Guler, 2010).
16
Minuman Kombucha tea telah dinikmati di banyak negara dalam
waku yang lama, dan akhir-akhir ini banyak laporan ilmiah yang
mengindikasi teh ini mampu menjaga kesehatan dan mencegah
penyakit kronis. Teh ini aslinya dari Cina dan berkembang mulai
tahun 220 SM dimana “Divine Che” dianugrahi oleh kaisar dinasti
Tsin atas minuman pendetoks dan penambah energinya. Pada tahun
414 SM, teh inidibawa oleh Dokter Kombu dari Korea ke Jepang
untuk mengobati masalah pencernaan sang kaisar Jepang saat itu.
Kemudian teh tersebut dikenalkan di negara Eropa oleh penjelajah
Portugis dan Belanda. Sebutan Tea Kvass untuk Kombucha tea
dikenalkan di Rusia oleh para pedagang Cina (Dufresne dan
Farnworth, 2000).
Kultur Kombucha merupakan lapisan bersifat gelatinoid (gel)
dan liat berbentuk piringan datar berwarna putih dengan ketebalan 0,3-
1,2 cm. Struktur ini tersusun atas selulosa hasil metabolisme bakteri
asam asetat. Kultur Kombucha ini terbentuk mula-mula berupa
lapisan tipis seperti film di permukaan cairan teh dan semakin lama
tumbuh meluas dan menebal secara berlapis. Kultur Kombucha dapat
terletak mengapung di permukaan cairan atau kadang tenggelam
dalam medium teh (Rinihapsari dan Richter, 2008). Para ahli
menyebut jamur bakteri ini dengan sebutan Symbiosis Colony of
17
Bactery Yeast (koloni scoby). Sifatnya yang seperti gel membuat
bentuk koloni scoby mengikuti bentuk wadah (tempat pembiakan).
Tumbuh pada lingkungan yang mengandung glukosa, misalnya teh
manis (Naland, 2008).
2.3.2 Kandungan
Kultur Kombucha tea dapat mencakup beberapa jenis ragi dan bakteri
seperti Saccharomycodes ludwigii, Schizosaccharomyces pombe,
Brettanomyces bruxellensis, Bacterium xylinum, Bacterium
gluconicum, Bacterium xylinoides, Bacterium katogenum, Pichia
fermentans and Candida stellata. Didalamnya juga berisi pendetoks
hati, antioksidan, polifenol, probiotik, dan bentuk bebas asam amino
(Cavusoglu dan Guler, 2010). Polifenol merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas antioksidan yang paling kuat (Cabrera et al., 2003).
Selama fermentasi, kultur Kombucha akan menghasilkan
sejumlah alkohol (0,5-1%), karbon dioksida, vitamin B kompleks
(B1/tiamin, B2/riboflavin, B3/niasin, B6/piridoksin,
B12/sianokobalamin, vitamin C, asam folat, asam glukoronat, asam
asetat, asam laktat, asam amino esensial, enzim, antibiotik dan
kandungan lain seperti polifenol (Naland, 2008).
18
Polifenol diketahui tidak hanya berperan dalam pencegahan
penyakit jantung dan kanker, tetapi juga pencegahan osteoporosis
karena potensi karakter antioksidan dan antiinflamasi. Selain itu
Polifenol golongan Katekin juga menghambat produksi dari TNF-α
dan IL-6 sehingga osteoblas mampu bertahan lebih lama. Katekin juga
menghambat proses aktivasi Nuclear Factor-κB (NF-κB) sehingga
menurunkan pertumbuhan sel osteoklas (Shen et al., 2010).
Polifenol yang terdapat dalam Kombucha tea yaitu epicatechin
(EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG),
epigallocatechin gallate (EGCG), theaflavin (TF) dan thearubigins
(TR)(Jayabalan et al., 2007). Salah satu katekin yaitu EGC, dapat
menstimulasi diferensiasi osteoblas dan menghambat induksi RANKL
dalam diferensiasi osteoklas (Ko et al., 2009). EGCG dan theaflavin
dapat meningkatkan jumlah osteoblas, osteoblastogenesis, dan
pembentukan tulang, terbukti dengan adanya peningkatan
kelangsungan hidup osteoblastik, proliferasi dan diferensiasi tulang
(Vali et al., 2007).
Tes fitokimia dilakukan pada Kombucha tea hasil fermentasi
14 hari, hasil yang didapatkan adanya kandungan triterpenoid (+),
steroid (+), flavonoid (+), alkaloid (+), fenolat (+), tanin (+) dan
saponin (+).
19
2.3.3 Manfaat
Rendahnya produktivitas kontaminasi dari mikroorganisme
berbahaya yang menyebabkan penyakit membuat Kombucha tea aman
untuk dipersiapkan sendiri di rumah tanpa risiko patogenik untuk
kesehatan (Talawat et al., 2006).
Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap sejumlah
pemakai Kombucha yang terdapat di daerah Kargasok (Rusia),
Polandia, Amerika, Cina dan beberapa negara lainnya untuk
membuktikan khasiat Kombucha tea. Penduduk Kargasok
mengkonsumsi Kombucha tea setiap hari sehingga banyak yang
berumur panjang bahkan lebih dari 100 tahun. Meskipun sudah tua,
mereka tetap melakukan aktifitas seperti orang yang masih produktif.
Selain itu di Rusia, Kombucha tea juga digunakan untuk mengobati
pecandu minuman keras. Setelah mengkonsumsi Kombucha tea secara
rutin, kebiasaan minum minuman beralkohol akan berkurang dan
bahkan ditinggalkan. Efektifitas penyembuhan dari Kombucha tea
berbasis pada asam glukonat, asam glukoronat, asam laktat, asam
asetat, vitamin C, vitamin B serta zat-zat antibiotik. Meskipun
demikian, Kombucha tea bukanlah obat dan tidak bisa menggantikan
penggunaan obat resep dokter. Prinsipnya Kombucha tea berperan
meningkatkan derajat kesehatan dan daya tahan tubuh. Dengan
20
meningkatnya kondisi daya tahan dan kesehatan tubuh, pencegahan
dan penyembuhan berbagai macam penyakit bisa lebih optimal
(Naland, 2008). Hasil fermentasi dan oksidasi dari mikroorganisme
pada Kombucha tea menghasilkan berbagai macam asam organik,
vitamin dan enzim-enzim. Penelitian menunjukkan bahwa Kombucha
tea mampu meningkatkan daya tahan terhadap kanker, mencegah
penyakit jantung, melancarkan pencernaan, menstimulasi kekebalan
tubuh dan mengurangi peradangan (Dufresne dan Farnworth, 2000).
Aktivitas antioksidan Kombucha tea meningkat sejalan dengan
lamanya fermentasi (Suhartatik dan Kurniawati, 2008).
2.3.4 Proses fermentasi
Proses fermentasi dimulai saat kultur mengubah glukosa
menjadi alkohol dan karbondioksida. Kemudian bereaksi dengan air
membentuk asam karbonat. Alkohol akan teroksidasi menjadi asam
asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh bakteri dari
genus Acetobacter. Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan
asam-asam organik lainnya. Jika nutrisi dalam medium telah habis
dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur
akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Lama fermentasi
berkisar 4-14 hari. Semakin lama fermentasi maka akan semakin asam
dan rasa manis semakin berkurang. Lama fermentasi yang disarankan
21
adalah 14 hari karena gula telah benar-benar difermentasi dan
minuman memiliki rasa yang kuat seperti anggur (Hidayat et al.,
2006).
2.4 Tikus wistar
Tikus wistar adalah salah satu strain dari tikus putih (Rattus
norvegicus) yang merupakan tikus rumah dan binatang asli Asia, India,
dan Eropa Barat. Tikus laboratorium adalah spesies tikus putih yang
dibesarkan dan disimpan untuk penelitian ilmiah. Tikus laboratorium akan
digunakan sebagai model hewan yang penting untuk penelitian.
Klasifikasidari tikus putih
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordota
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Norwegicus