bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.2. ilmu ... ii.pdfbab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori...
TRANSCRIPT
��
�
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini teori yang akan dikaji adalah sebagai berikut: (1) Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA); (2) Pembelajaran IPA di SD; (3) Ruang lingkup
pembelajaran IPA di SD; (3) Metode pembelajaran; (4) Metode discovery; (5)
Pendekatan scientifik; (6) Belajar; (7) Hasil belajar; (8) Kajian penelitian yang
relevan; (9) Sintak Pembelajaran Metode Discovery
2.2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan usaha manusia untuk memahami alam
semesta dengan melakukan pengamatan yang benar dan dapat dijelaskan dengan
penalaran yang sahih, sehingga mendapatkan kesimpulan. Dalam IPA terdiri atas
tiga hal yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai prosedur, dan IPA sebagai produk.
IPA sebagai proses merujuk pada aktivitas ilmiah yang dilakukan para ahli IPA
yang sesuai dengan rasional, kognitif dan tujuan. Biasanya aktivitas ini disebut
dengan penelitian.
IPA sebagai prosedur, merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
memahami sesuatu. Tindakan tersebut berupa, 1) observasi, melakukan
pengamatan terhadap lingkungan sekitar hingga menemukan sebuah topik dan
mengidentifikasinya menjadi masalah. 2) menyusun hipotesis, hipotesis
merupakan suatu gagasan solusi dari suatu masalah yang berdasarkan
pengetahuan dan penelitian. 3) Percobaan, merupakan pengujian hipotesis. 4)
Membuat kesimpulan yangb berupa pernyataan hubungan antara hasil dan
hipotesis.
IPA sebagai produk ilmiah, merupakan hasil dari penelitian yang
dilakukan oleh para ahli IPA. Produk tersebut merupakan pengetahuan IPA yang
��
�
�
�
dapat ditemukan di dalam buku ajar, majalah ilmiah, buku teks, artikel ilmiah
serta pernyataan-pernyataan para ahli IPA. Produk IPA dapat berupa fakta,
konsep, lambang, konsepsi/ penjelasan dan teori.
Menurut Usman dalam bukunya Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, IPA
merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang dapat disebut
sebagai ilmu alam yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Peristiwa tersebut dapat berupa gejala-gejala alam yang kemudian diamati oleh
manusia. Berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan yang disusun secara
sistematis manusia dapat menemukan hal yang dapat dibahas dalam IPA.
Menurut Wilkipedia, IPA adalah sebuah mata pelajaran yang membahas
beberapa cabang ilmu IPA untuk siswa Sekolah Dasar (SD) dan siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Cabang-cabang ilmu IPA adalah biologi, fisika, kimia,
ilmu bumi dan astronomi. Dengan mempelajari cabang-cabang ilmu tersebut
siswa diharapkan dapat memahami alam semesta.
Beberapa alasan yang menyebabkan Ilmu Pengetahuan Alam diajarkan di
Sekolah Dasar. Pertama, IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kekayaan alam suatu
bangsa dapat terkelola dengan baik jika masyarakatnya memiliki pengetahuan
alam yang terus berkembang. Sehingga masyarakat mampu menjaga dan
memanfaatkan kekayaan alam bangsa seiring dengan perkembangan teknologi.
Karena pengetahuan dasar teknologi adalah IPA. Kedua, IPA merupakan suatu
mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis. Dalam mempelajari
IPA siswa diajak untuk melakukan beberapa proses, misalnya mengamati. Dalam
proses mengamati suatu hal siswa akan dituntut pemikiran yang rasional sehingga
memunculkan pemikiran yag kritis. Ketiga, IPA bukan mata pelajaran yang
bersifat hafalan belaka. Hal ini dapat dilihat dengan bahan ajar IPA yang
mencakup tentang gejala-gejala alam yang memerlukan percoaan untuk
memahaminya. Jadi belajar IPA tidak bisa hanya dengan menghafal tapi haru
dengan melakukan percobaan. Keempat, Mata pelajaran IPA memiliki nilai-nilai
��
�
�
�
pendidikan, yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak
secara keseluruhan. (Usman 2011: 4)
Berdasarkan pendapat para ahli tentang IPA, dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang alam yang dilakukan
dengan melalui beberapa proses untuk menemukan sebuah kesimpulan yang
diharapkan dapat membentuk pribadi siswa secara utuh sehingga dapat menjadi
modal kemajuan suatu bangsa.
2.2.1 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran di sekolah sekarang ini sudah semakin berkembang, dari
pengajaran yang bersifat tradisional menjadi pengajaran yang modern. Kegiatan
pembelajaran bukan lagi sekadar menyampaikan pelajaran atau materi ajar. Akan
tetapi, kegiatan pembelajaran lebih kompleks dengan kegiatan yang bervareasi
dan aktif. Kegiatan pembelajaran juga tidak lagi berpusat pada guru tetapi
berpusat pada siswa.
Pembelajaran merupakan proses aktif siswa yang mengembangkan
potensi dirinya (Utomo, 2013: 27). Siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang
bermakna yang memerluan pikiran, emosi, dan aktivitas yang menyenangkan,
menantang serta mendorong kretifitas. Menurut Usman (2011: 5) Pembelajaran
IPA yang cocok bagi siswa Indonesia adalah pembelajaran yang menggunakan
pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar siswa dengan
situasi kehidupan nyata di masyarakat.
Penerapan pembelajaran IPA di masyarakat membuat pendidikan IPA
menjadi penting. Karena itu, siswa perlu diberikan kesempatan memperoleh
pengalaman secara indrawi maupun non indrawi. Misalnya, dalam pembelajaran
pertulangan daun siswa diajak untuk mengamati tanaman yang ada di taman
sekolah. Kemudian siswa diminta mengelompokkan tanaman berdasarkan bentuk
daunnya. Dengan pembelajaran secara langsung melalui pengalam, siswa akan
lebih memahami dan mengingatnya.
��
�
�
�
2.2.2 Ruang Lingkup Bahan Kajian IPA di SD
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Salah satu Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipelajari di
kelas IV semester 2 adalah:
8. Memahami berbagai
bentuk energi dan cara
penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari
8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang
terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-
sifatnya
2.3 Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah langkah operasional atau cara yang
digunakan untuk menerapkan strategi pembelajaran yang dipilih (Ridwan 2013:9).
Metode pembelajaran berfungsi untuk menciptakan lingkungan belajar dan
mendasari aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Metode pembelajaran
dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan metode
yang tepat diharapkan siswa mampu berkembang maksimal.
Menurut lathifah (2012) metode pembelajaran adalah cara yang digunakan
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode berperan sebagai alat motvasi
strategi pembelajaran. Metode pembelajaran dalam pelaksanaanya bersifat
prosedural dan berisi tahap-tahap tertentu.
��
�
�
�
Dari dua pendapat tentang metode pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menerapkan strategi
pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan
materi pembelajaran sehingga mampu membawa siswa berkembang secara
optimal.
2.3.1 Metode Discovery
Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau
informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan (Ridwan 2013:
220).
Menurut pendapat Dwijaya (2012: 10) metode discovery diartikan sebagai
prosedur pembelajaran yang mementingkan perorangan, manipulasi objek,
melakukan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Dalam metode
discovery mengutamakan cara belajar siswa aktif dengan berorientasi pada proses.
Sedangkan menurut pratiknjo (2012: 7) metode discovery adalah metode
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri, melihat sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat menemukan sendiri
Dari beberapa pendapat tentang metode discovery dapat disimpulan bahwa
metode discovery adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan menemukan konsep melalui
serangkaian data atau informasi melalui pengamatan atau percobaan dengan
pengawasan guru.
Dalam pelaksanaan metode discovery bukan hanya siswa saja yang aktif,
melainkan guru juga dituntut lebih kreatif dalam penyajian pembelajaran. Guru
harus mampu memodifikasi pembelajaran sehingga siswa tertarik dan tertantang
untuk melakukan percobaan. Selain itu guru juga perlu membangun situasi belajar
yang membuat siswa aktif berusaha menemukan pengetahuan sendiri.
���
�
�
�
2.3.2 Langkah dan Tahap Pembelajaran Discovery
Langkah-langkah pembelajaran discovery menurut Ridwan (2013:221)
adalah:
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
b. Guru membagi petunjuk praktikum eksperimen
c. Peserta didik melaksanakan eksperimen dibawah pengawasan guru.
d. Guru menunjukkan gejala yang diamati
e. Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen
Tahap pembelajaran menggunakan discovery secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut. (Ridwan 2013: 222)
Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan
memberikan penjelasan ringkas.
Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik
yang dikaji
Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau mempelajari
tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku. Guru
membimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan
Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan/ investigasi
Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis
Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan
hasil percobaan atau pengamatan
Kelompok memaparkan hasil investigasi (percobaan atau pengamatan) dan
mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik
dalam mengkonstruksi konsep berdasarkan hasil investigasi
���
�
�
�
2.3.3 Kelebihan Metode Discovery
Kelebihan metode discovery menurut Roestiyah (2008: 21) adalah:
(1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan;
memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/
pengenalan siswa. (2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat
pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa
tersebut. (3) dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa. (4) Teknik ini
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju
sesuai dengan kemampuannya masing-masing. (5) Mampu mengarahkan cara
siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih
giat. (6) Membuat siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada
diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. (7) strategi itu berpusat pada
siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar: membantu bila
diperlukan
2.3.4 Kelemahan Metode Discovery
Kelemahan metode discovery menurut Widdiharto (2004)
(a) Untuk materi tertentu waktu yang tersita lebih lama. (b) Tidak semua siswa
dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan beberapa siswa masih
terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. (c) Tidak semua topik
cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang
berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model ini.
2.4 Pendekatan Scientific (Ilmiah)
Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran menggunakan pendekatan
Scientific. Proses pembelajaran dengan scientific diharpakan mampu memenuhi
tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ranah sikap merupakan
proses mengamati materi ajar supaya siswa tahu tentang ‘mengapa’. Ranah
pengetahuan merupakan proses mengamati materi ajar supaya siswa tahu tentang
��
�
�
�
‘apa’. Sedangkan ranah keterampilan merupakan proses mengamati materi ajar
supaya peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’.
Pembelajaran dengan pendekatan scientific lebih efektif hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional. Pendekatan ini bercirikan
menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, menggolah data
atau informasi, menyajikan data atau informasi, menganalisis, menalar, dan
menyimpulkan. Hasil belajar dapat membentuk siswa yang produktif, kreatif,
inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintregasi.
Pendekatan scientific memiliki beberapa kriteria antaralain, pertama materi
pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelasakan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng. Kedua mendorong dan menginspirasi siswa berfikir secara kritis,
analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran. Ketiga mendorong dan menginspirasi
siswa untuk mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola piiikir
yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. Keeempat
berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kelima tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik penyajiannya.
2.4.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Scientific
Menurut kementrian pendidikan dan kebudayaan pembelajaran scientific
terdiri atas 5 langkah yaitu:
1. Mengamati
Mengamati merupakan proses pembelajaran yang mengutamakan
kebermaknaan pembelajaran. Keunggulan kegiatan mengamati antara lain objek
tersaji secara nyata sehingga siswa senang dan tertantang, dan pelaksanaanya
murah. Namun kegiatan megamati memerlukan waktu dan persiapan yang lama
��
�
�
�
dan matang, biaya dan tenaga yang relatif banyak, bahkan dapat mengaburkan
makna dan tujuan pembelajaran jika kondisi tidak terkendali.
Langkah-langkah kegiatan mengamati yaitu, (1) menentukan objek apa yang
akan diamati, (2) membuat pedoman pengamatan yang sesuai dengan lingkungan
yang diamati, (3) menentukan secara jelas data yang diperlukan, (4) menentukan
tempat yang akan diamati, (5) menentukan secara jelas langkah yang akan
dilakukan untuk mengumpulkan data, (6) menentukan cara dan mencatat hasil
pengamatan. Untuk itu praktik mengamati dalam pembelajaran akan efektif ketika
guru dan siswa melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dan siswa selama kegiatan
pengamatan adalah cermat, objektif, jujur dan fokus pada objek yang diamati
untuk kepentingan pembelajaran. Homogenitas atau heterogenitas subjek, objek,
atau situasi yang diamati sebaiknya ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengamatan. Memahami apa yang hendak dicatat juga harus diperhatikan sebagai
catatan perolehan pengamatan. Jika semua hal diatas terlaksana dengan baik akan
memudahkan proses selanjutnya.
2. Menanya
Menanya merupakan kegiatan dimana siswa terangsang untuk mengeluarkan
pertanyaan atau pernyataannya berdasarkan hasil pengamatan. Pertanyaan
dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan verbal. Beberapa fungsi pertanyaan
dalam kegiatan ini yaitu, (1) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian
siswa tentang hasil pengamatan, (2) mendorong dan menginspirasi siswa untuk
aktif belajar, dan mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; (3)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan sikap, keterampilan,
dan pemahamannya terhadap hasil pengamatan; (4) membangkitak keterampilan
siswa dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara
logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (5) mendorong
partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan
berfikir, dan menarik simpulan.
���
�
�
�
Kriteria pertanyaan yang baik adalah singkat, jelas, menginspirasi jawaban,
memiliki fokus, bersifat penguatan, memberi kesempatan siswa berfikir ulang,
merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif, dan merangsang proses
interaksi. Pertanyaan guru yang baik akan mampu menginspirasi siswa untuk
menjawab dengan baik dan benar. Untuk itu guru harus memahami kualitas
pertanyaan.
3. Menalar
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dalam kegiatan ini yang diharapkan adalah penalaran ilmiah.
Diharapkan siswa memiliki kemampuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi
pengalaman memori.
Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari hal-hal
yang bersifat nyata secara individu menjadi simpulan yang bersifat umum.
Penalaran ini lebih berpijak pada observasi indrawi atau pengalam empirik.
Penalaran deduktif adalah cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Penalaran
ini dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja penalaran deduktif adalah dengan
menerapkan menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu baru
menghubungkannya ke dalam bagian yang khusus.
4. Mencoba
Mencoba atau melakukan percobaan merupakan aktivitas siswa untuk
memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik. Mencoba dalam kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa.
Siswa melakukan kegiatan dari mengenal alat atau bahan yang digunakan sampai
mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data, serta
���
�
�
�
menarik simpulan atas percobaan yang dilakukan. Selain itu siswa juga membuat
laporan dan menyampaikan hasil percobaannya.
Guru perlu memahami beberapa hal supaya percobaan dapat berjalan dengan
baik, diantaranya: (1) guru merumuskan tujuan percobaan yang akan dilakukan
siswa; (2) guru bersama siswa mempersiapkan perlengkapan yang digunakan
dalam percobaan; (3) guru perlu memperhitungkan tempat dan waktu percobaan;
(4) guru menyediakan kertas kerja sebagai pengarah kegiatan siswa; (5) guru
menyampaikan masalah yang akan dijadikan percobaan; (6) guru membagi kertas
kerja pada siswa; (7) siswa melaksanakan percobaan dengan bimbingan guru; (8)
siswa mengumpulkan hasil percobaan dan guru mengevaluasinya, jika dianggap
perlu dapat didiskusikan secara klasikal.
5. Membentuk jejaring
Membentuk jejaring dilakukan siswa untuk menempatkan dan memaknai
kerjasama baik dengan guru maupun dengan teman yang lain. Dalam kegiatan ini
siswa harus lebih aktif berinteraksi secara empati, saling menghormati, dan
menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing. Sehingga diharapkan akan
tumbuh rasa aman yang memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan
tuntutan belajar secara bersama-sama. Selain itu kegiatan membentuk jejaring ini
juga dapat membuat guru dan siswa saling berbagi informasi, berbagi tugas dan
kewenangan, dan memunculkan keseragaman di dalam heterogenitas siswa dalam
kelas, serta membuat guru berperan menjadi mediator dalam pembelajaran.
2.5 Belajar
Menurut Wulandari (2013,25) belajar merupakan sebuah proses perubahan
tingkah laku dan pencapaian kompetensi serta kepandaian yang diperoleh melalui
pengalaman dan berinteraksi dengan lingkungan.
Sedangkan menurut Slameto (Syaiful Bahri, 2011: 13) belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
���
�
�
�
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pendapat Syaiful Bahri (2011: 13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut
kogitif, afektif, dan psikomotor.
Menurut Watson (Ridwan, 2013: 6) belajar adalah proses interaksi anatara
stimulus (S) dan respo (R), namun S-R harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observable) dan dapat diukur.
Dari beberapa pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
aktivitas jiwa raga dengan proses perubahan tingkah laku melalui latihan yang
merupakan hasil dari pengalaman dalam interaksi individu dengan lingkungan
yang dapat diamati dan diukur.
2.5.1 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kapasitas terukur dan perubahan individu yang
dinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel-variabel bawaannya melalui
perlakuan pembelajaran tertentu. Hasil belajar juga merupakan hasil kegiatan dari
belajar dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari pembelajaran yang
dilakukan siswa (Wulandari, 2013: 26)
Sedangkan menurut Mardiyah (2012: 6), hasil belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditujukkan dalam bentuk angka-angka
seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Selain itu Mardiyah juga berpendapat
bahwa hasil belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai
oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program
pendidikan yang ditetapkan.
Hasil belajar siswa dipengaruhi dua faktor utama yaitu faktor dari luar diri
siswa dan faktor dari dalam diri siswa. Faktor dari luar diri siswa berasal dari dua
���
�
�
�
hal yaitu lingkungan dan instrumental. Faktor lingkungan berupa lingkungan
alami dan lingkungan sosial. Sedangkan faktor instrumental berupa kurikulum,
program, sarana dan fasilitas, serta guru.
Faktor dari dalam diri siswa terbagi menjadi dua yaitu faktor fisiologis dan
faktor psikologis. Faktor fisiologis berupa kondisi fisiologis siswa dan kondisi
panca indra. Sedang faktor psikologis siswa berupa minat, kecerdasan, bakat,
motivasi, dan kemampuan kognitif (syaiful Bahri, 2011: 177).
Berdasarkan kajian tentang hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri siswa yang mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat diamati dan diukur sebagai akibat
dari pencapaian penguasaan materi dalam pembelajaran di sekolah dengan
dipengaruhi beberapa faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa,
yang dapat didokumentasikan dalam buku raport.
2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Dwijaya Putri Iriany (2010) yang melakukan penelitian dengan
judul Penggunaan Media Gambar Dalam Penerapan Metode Discovery Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 3 SD Negeri 3 Purwodadi
Lecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Pelajaran
2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran pada pra
tindakan masih menggunakan metode ceramah dan kurang melibatkan siswa
dalam pembelajaran, (2) hasil belajar IPA pada pra tindakan memperoleh
presentase 52% siswa yang tuntas, (3) penerapan metode pembelajaran sesuai
dengan metode discovery, (4) hasil belajar siswa pada siklus I memperoleh
presentase 74% siswa yang tuntas sedang siklus II 89%, (5) siklus I presentase
keberhasilan dari 52% menjadi 74% dengan peningkatan 22%. Sedangkan pada
siklus II dari 74% menjadi 89% dengan peningkatan 15%. Meskipun penelitian
tersebut menggunakan media gambar namun tetap menunjukkan bahwa dengan
menggunakan metode discovery hasil belajar IPA mengalami kenaikan.
���
�
�
�
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajara
discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 3 SD Negeri 3
Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Berdasarkan penelitian
ini, disarankan hendaknya guru dapat memilih dan menggunakan metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiknjo (2012)
dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Metode
Discovery Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Grobogan Semester I Tahun Pelajaran
2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkanbahwa hasil belajar siswa mengalami
peningkatan dengan ditandai bertambahnya jumlah siswa yang tuntas dari pra
siklus dengan siklus 1 sebesar 29,5%. Begitu pula pada siklus 2 ketuntasan belajar
siswa naik 11% dari siklus 1. Nilai rata-rata kelas juga mengalami peningkatan
yaitu pra siklus 56,43 dengan ketuntasan klasikal 40,5% meningkat pada siklus 1
menjadi 70,22 dengan ketuntasan klasikal 70%. Hasil belajar siswa meningkat
lagi pada siklus 2 yaitu 75,54 dengan ketuntasan klsikal 81%. Berdasarkan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajara discovery dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 1 Sugihan Kecamatan
Toro Kabupaten Grobogan.
2.7 Kerangka Berfikir
Adapun kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut:
���
�
�
�
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir
Kondisi
awal
Hasil belajar siswa rendah
Tindakan
Kondisi
akhir
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
kelas 4 SD Negeri Barukan 01meningkat.
Guru ceramah
Penerapan Metode
Discovery dengan
Penedakatan Scientific
Siklus I Penerapan metode discovery dengan pendekatan scientific pada meteri pengertian, sumber, sifat, perpindahan dan kegunaan energi panas.
Siklus II Penerapan metode discovery dengan pendekatan scientific pada meteri Termometer dan pengaruh energi panas
��
�
�
�
2.8 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Dengan
penggunaan metode discovery dan pendekatan scientific dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Barukan 01 Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang pada mata pelajaran IPA SK memahami berbagai bentuk
energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari”.�