bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pembelajaran...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD pada kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), menurut Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang
standar isi, dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah. Hal ini didasarkan pada hubungan IPA dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah, sehingga pembelajarannya menggunakan pembelajaran berbasis
Contekstual Teaching and Learning (CTL).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
6
7
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu
yang mempelajari tentang alam semesta beserta isinya yang dilakukan secara
langsung atau berdasarkan pengalaman melalui pengamatan, percobaan dan
pembuktian-pembuktian.
Menurut Permendiknas RI No 22 tahun 2006 tentang standar isi,
menyatakan bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-
aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan
gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
Sejalan dengan ruang lingkup mata pelajaran IPA, tujuan mata pelajaran
IPA juga terdapat dalam Permendikanas Nomor 22 tahun 2006 . Mata Pelajaran
IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Tujuan pembelajaran IPA diterapkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD). Dalam Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006, standar
isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
8
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. SK adalah kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester;
standar kompetensi terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai acuan baku
yang harus dicapai dan berlaku secara nasional; kompetensi dasar merupakan
sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA di SD/MI merupakan
standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. SK dan KD untuk mata pelajaran IPA siswa kelas 5
semester II secara rinci disajikan melalui tabel 2.1 di halaman berikut.
9
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Memahami hubungan
antara gaya, gerak, dan
energi, serta fungsinya
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan (gaya
gravitasi, gaya gesek, gaya magnet
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang
dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan
lebih cepat
6. Menerapkan sifat-sifat
cahaya melalui kegiatan
membuat suatu
karya/model
6.1 Mendeskripsi-kan sifat-sifat cahaya
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya
periskop atau lensa dari bahan sederhana
dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
7. Memahami perubahan
yang terjadi di alam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber
daya alam
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan
tanah karena pelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan
kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan
air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi
makhluk hidup dan lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan
manusia yang dapat mengubah permukaan
bumi (pertanian, perkotaan, dsb)
Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) pasal 58, Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh
pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan.
Hasil belajar ditinjau dari taksonomi C. Bloom dalam Wardani Naniek
Sulistya dkk. (2012:23) menyatakan bahwa hasil belajar mencakup kognitif,
afektif dan psikomotorik. Ketiga kemampuan tersebut dapat diketahui melalui
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II
10
pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan
untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda
(Wardani Naniek Sulistya dkk: 2012:47). Berdasarkan hasil pengukuran, maka
dilakukan evaluasi belajar. Dalam evaluasi belajar tidak hanya menekankan pada
hasil belajar saja, namun juga menekankan pada evaluasi proses belajar (Wardani
Naniek Sulistya dkk. 2012: 18).
Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penelitian
terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Ini berarti ada
proses belajar yang merupakan kemampuan siswa yang harus diukur melalui
angka. Sudjana (2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki peserta didik. Selanjutnya Wardani Naniek Sulistya dkk, hasil
belajar adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses
belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Teknik pengukuran pada
saat proses belajar dengan menggunakan teknik non tes dan teknik pengukuran
pada hasil belajar menggunakan teknik tes.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulakan
bahwa hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh siswa melalui
pengukuran proses belajar dan pengukuran hasil belajar sebagai hasil dari proses
belajar.
Taksonomi C. Bloom dalam Wardani Naniek Sulistya (2012:23)
menyatakan bahwa, ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan mencipta. Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya
termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan denga sikap
yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan
dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan ketrampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretasi.
Besarnya hasil belajar dapat diketahui melalui pengukuran. Pengukuran
terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen.
11
Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk. (2012:49) teknik pengukuran dibedakan
menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes.
1. Teknik tes
Menurut Suryanto Adi, dkk (2009) secara sederhana tes adalah
seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan yang setiap butir
pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Endang Poerwanti
(2008:4) :
1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
a. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam
hal soal maupun jawabannya.
b. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response)
semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki
rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes
lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari
instrumen asesmen yang lain.
c. Tes Unjuk Kerja
Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu
sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan
psikomotor.
2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
a. Tes Esei (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya
dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
b. Tes Jawaban Pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta
tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata
pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
c. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan
untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula
disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
12
3. Tes berdasarkan waktu penyelenggaraan
a. Tes masuk, diselenggarakan sebelum dan menjelang suatu program
pengajaran dimulai.
b. Tes formatif, dilakukan pada saat program pengajaran sedang
berlangsung.
c. Tes sumatif, diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara
keseluruhan (total).
d. Pre-tes dan post –test, hasil pra test digunakan untuk mengetahui tingkat
kemampuan peserta didik pada awal programpengajaran dan menentukan
sejauh mana kemajuan seorang peserta didik. Kemajuan yang dicapai
bisa dilihat dari perbandingan pra-tes dengan hasil tes yang
diselenggarakan di akhir program pengajaran (post-test).
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengases siswa pada ranah afektif
dan psikomotor, berbeda dengan tekik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes Endang Poerwanti (2008:3-19 –
3-31) yaitu:
a. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar
dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan
instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan
kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat
dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam
yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau
aspek kepribadian peserta didik.
c. Angket
Angket adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh
informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket
sikap (Attitude Questionnaires).
d. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)
Work Sample Analysis digunakan untuk mengkaji respon yang
benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya
berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering
dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.
e. Task Analysis (Analisis Tugas)
Task Analysis digunakan untuk menentukan komponen utama dari
suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya
berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f. Checklists dan Rating Scales
Checklists dan Rating Scales dilakukan untuk mengumpulkan
informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan
13
teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif,
tergantung format yang dipergunakan.
g. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta
didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,
perkembangan belajar dan prestasi siswa.
h. Komposisi dan Presentasi
Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
i. Proyek Individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat
digunakan untuk individu maupun kelompok.
Alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
dinamakan dengan instrumen. Instrumen terdiri atas instrumen butir-butir soal
apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila
pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat
menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan
teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.
Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid,
maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Alat ukur yang akan digunakan haruslah dibuatkan kisi-kisi terlebih
dahulu. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau
matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik
atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman
menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut di
dalamnya meliputi:
a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b. Indikator
c. Proses berfikir {C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4
(analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)}
d. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi)
e. Bentuk instrumen
14
Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan
sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Menurut BSNP (2007:9) penilaian adalah
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan. Wardani Naniek Sulistya, dkk, (2010:2.8) menjelaskan
bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan
kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran
tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan
hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau
ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria dapat berupa kemampuan
minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) atau
batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata
unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa
batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat
mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria
(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran
dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut
dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Fungsi penilaian menurut Depdiknas (dalam Wardani, Naniek Sulistya
dkk 2012:5) adalah untuk :
a. Menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik
b. Membantu peserta didik memilih program atau jurusan, atau untuk
mengembangkan kepribadian
c. Menemukan kesulitan belajar dan mengembangkan prestasi peserta
didik serta sebagai alat diaknosis bagi guru
d. Sebagai upaya guru untuk menemukan kelemahan proses
pembelajaran yang dilakukan ataupun yang sedang berlangsung
e. Sebagai kontrol bagi guru dan semua pemangku kepentingan (stake
holder) pendidikan tentang gambaran kemajuan perkembangan proses
dan hasil belajar peserta didik.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan
15
pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata
pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang
kompetensi.
2.1.3 Pembelajaran Berbasis CTL Refleksi
Menurut Suryanto (2002:20-21) pendekatan Contextual Teaching Learning
(CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan bermacam-
macam masalah kontekstual sebagai titik awal, sehingga siswa belajar
dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan
berbagai masalah. Baik masalah nyata maupun masalah simulasi, baik
masalah yang berkaitan dengan pelajaran lain di sekolah, situasi sekolah,
maupun masalah di luar sekolah. Hal utama yang terdapat dalam pendekatan
kontekstual adalah, menggunakan masalah yang ada dalam kehidupan
sehari-hari dan faktual.
Elaine B. Johnson (2002:25) merumuskan pengertian CTL sebagai
berikut
”The CTL system is on educational process that aims to help students see
meaning in the academic material they are studying by connecting
academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the
context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this
aim, the system encompasses the following eight component: making
meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning,
collaborating, critical and creative thingking, narturing the individual,
reaching high standards, using authentic assessment”.
Mendasarkan pengertian CTL di atas, ada delapan komponen utama, yakni
melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti,
melakukan pekerjaan dengan cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan
kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi dan
menggunakan asesmen autentik. Sedangkan Nurhadi (2002:10) mengemukakan
bahwa dalam pendekatan CTL ada tujuh komponen utama yaitu:
a. Konstruktivisme (Constructivism)
b. Menemukan Sendiri (Inkuiri)
c. Bertanya (Questioning)
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
e. Permodelan (Modelling) f. Refleksi (Reflection)
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
16
Berdasarkan komponen utama CTL, Nurhadi, dkk (2002:13)
mendefiniskan CTL adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa di dalam kelas. Dalam
pelaksanaan pembelajaran berbasis CTL, guru mendorong siswa untuk
menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan riil sehari-hari.
Dengan demikian, dalam proses pembelajaran siswa dapat memaknai bahan
pelajaran yang dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari baik dalam konteks
lingkungan pribadi, lingkungan sosial dan lingkungan budayanya. Jadi pendekatan
pembelajaran berbasis CTL adalah pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang pelaksanaannya guru
memfasilitasi peserta didik dalam memaknai materi yang dihubungkan dengan
kehidupan riil sehari-hari. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan
CTL diperlukan sedikitnya 7 komponen. Salah satu dari ketujuh komponen
tersebut yaitu refleksi (reflection).
Depdiknas (2003) mendefinisikan refleksi adalah cara berpikir tentang apa
yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah
dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya
sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahuan yang baru
ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun
yang baru diterima.
Pendapat lain yang senada dengan Depdiknas, dikemukakan oleh Priyatni
(2002:3), yang mendefinisikan refleksi adalah kegiatan untuk memikirkan
apa yang telah kita pelajari, menelaah, dan merespon semua kejadian,
aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan
memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan. Kedua definisi
tersebut menekankan refleksi pada respon terhadap peristiwa yang telah
terjadi.
Pendapat lain yang senada dengan dua pendapat di atas, dinyatakan oleh
Trianto (2007:1) bahwa refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta
aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Melalui
proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur
kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan
yang dimilikinya.
17
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran berbasis CTL refleksi adalah suatu pembelajaran yang
yang memfokuskan siswa untuk berpikir ke belakang mengurutkan kembali
peristiwa pembelajaran yang sudah dilakukan di masa lalu dan pengetahuan itu
sudah mengendap di benak siswa.
Bidang pendidikan Boud dkk (1989:19) langkah-langkah pendekatan
Contextual Teaching Learning (CTL) refleksi, meliputi:
1. Menghadirkan Kembali Pengalaman
Tahap ini pelaku refleksi mencoba mengumpulkan kembali peristiwa-
peristiwa yang menonjol dan menghadirkan kembali peristiwa
tersebut dalam pikirannya. Proses ini akan sangat tertolong jika yang
bersangkutan bersedia menuliskan dalam kertas atau menceritakannya
kepada orang lain.
2. Mengelola Perasaan
Tahap ini terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu memanfaatkan
perasaan-perasaan yang positif dan mengubah perasaan-perasaan yang
mengganggu. Memanfaatkan perasaan-perasaan positif meliputi upaya
untuk memfokuskan diri pada perasaan-perasaan positif mengenai
proses pembelajaran dan pengalaman yang sedang direfleksikan.
3. Mengevaluasi Kembali Pengalaman
Saat sebuah peristiwa yang direfleksikan itu terjadi, lazimnya orang
sudah melakukan evaluasi terhadap peristiwa itu. Oleh karenanya
sangat mungkin bahwa sudut pandang seseorang atas sebuah peristiwa
sudah menjadi bagian dari pengalaman tersebut.
Agus Suprijono (2011:88) langkah-langkah pendekatan Contextual
Teaching Learning (CTL) refleksi, meliputi lima tahap kegiatan yaitu:
1. Melihat kembali
2. Mengorganisir kembali
3. Menganalisis kembali
4. Mengklarifikasi kembali
5. Mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari
Agus Suprijono (2009:117) langkah-langkah pendekatan CTL refleksi
meliputi :
1. Guru mempersiapkan konsep-konsep dasar yang akan dibelajarkan
kepada siswa. Sebaiknya kata kunci-kata kunci dituliskan dalam
potongan-potongan kertas.
18
2. Guru mempersiapkan hal-hal yang akan direfleksikan oleh siswa. Hal-
hal yang direfleksikan harus mempunyai kesamaan dengan konsep
yang sedang dipelajari.
3. Siswa diminta untuk menceritakan, mendeskripsikan, mengingat
kembali hal-hal yang pernah dialami. Sebaiknya hal tersebut
dituliskan.
4. Siswa melakukan analisis atas hasil refleksinya dengan cara
menandai, menggarisbawahi simbol istilah-istilah, nama dan
sebagainya. Setelah itu siswa melakukan sintesis terhadap unsur-unsur
hasil analisisnya. Sebaiknya hasil analisis dan sintesis ditabulasikan.
5. Siswa diminta mencocokkan hasil analisis dan sintesisnya dengan
konsep dasar yang sedang dipelajari. Cara mencocokkannya adalah
mencari kesesuaian pengertian hasil analisis dan sintesisnya dengan
konsep yang dipelajari.
6. Siswa diminta untuk merumuskan definisi atas konsep yang telah
ditemukan.
Menurut Ardy (2013) langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan Contextual Teaching Learning (CTL) refleksi yaitu:
1. Menuliskan peristiwa penting dalam potongan kertas
2. Mengemukakan peristiwa penting yang positif
3. Mengemukakan peristiwa penting yang negatif
4. Menceritakan hal-hal positif dari masing-masing peristiwa penting
5. Menceritakan hal-hal negatif dari masing-masing peristiwa penting
6. Menggarisbawahi istilah-istilah yang dianggap penting
7. Membuat tabulasi antara waktu dan terjadinya peristiwa penting
8. Merumuskan definisi peristiwa penting
9. Mengevaluasi tentang peristiwa penting
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan CTL refleksi adalah:
1. Menuliskan kata-kaca kunci dalam potongan kertas
2. Mengemukakan peristiwa penting positif yang berkaitan dengan kata-kata
kunci.
3. Mengemukakan peristiwa penting negatif yang berkaitan dengan kata-kata
kunci.
4. Menceritakan hal-hal positif dari masing-masing peristiwa penting telah
dialami.
5. Menceritakan hal-hal negatif dari masing-masing peristiwa penting telah
dialami.
19
6. Menggarisbawahi istilah-istilah yang dianggap penting
7. Membuat tabulasi antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya
8. Merumuskan definisi dari peristiwa penting yang telah ditemukan.
9. Merefleksi tentang peristiwa penting.
1.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Ardy Meitadi
Dwikarindrinata pada tahun 2012 dengan judul ‘Upaya Peningkatan Hasil Belajar
IPS Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) Refleksi Siswa
Kelas 5 SDN 2 Kalongan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 2
Tahun Pelajaran 2012/2013’ menunjukkan bahwa pendekatan CTL refleksi dapat
meningkatkan hasil belajar IPS yang nampak pada peningkatan rata-rata dari pra
siklus, siklus I, Siklus II, dan Siklus III, yakni 71,25; 89,85; 92,00; 93,50.
Ketuntasan belajar dari 42,31% menjadi 76,92% pada siklus I, 92,30 pada siklus
II dan meningkat menjadi 100% pada siklus III.
Ini merupakan kelebihan dalam penelitian tentang penggunaan pendekatan CTL
refleksi yang dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat mencapai 100% tuntas
belajar dengan peningkatan ± 150%, dan pengukuran hasil belajar yang dilakukan
meliputi pengukuran proses dan pengukuran hasil belajar. Namun dalam
penelitian ini terdapat kelemahannya, yaitu penelitian tidak menjelaskan
pelaksanaan refleksi di dalam pembelajaran berbasis CTL refleksi. Untuk itu
dalam penelitian yang akan dilakukan akan menjelaskan tentang aktivitas refleksi
dalam pembelajaran berbasis CTL refleksi.
Sejalan dengan penelitian ini, dilakukan juga oleh Yustina Belo Saranga
pada tahun 2014 dengan judul ‘Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui
Pendekatan Pembelajaran CTL Refleksi Siswa Kelas IV SD YPK Marthen Luther
Yenbeser Distrik Waigeo Selatan Raja Ampat Semester II Tahun 2013-2014’
menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis CTL refleksi dapat
meningkatkan hasil belajar IPA yang nampak pada peningkatan ketuntasan hasil
belajar IPA dari 0% menjadi 50% pada siklus I, 83, 33% pada siklus II.
20
Peningkatan juga nampak pada rata-rata hasil belajar IPA, dari 30,17 menjadi
70,06 pada siklus I, dan meningkat menjadi 73, 00 pada siklus II. Skor minimum
yang dipeoleh juga mengalami peningkatan dari 22,00 menjadi 58,25 pada siklus I
kemudian meningkat menjadi 59,25 pada siklus II. Sedangkan untuk skor
maksimal yang diperoleh siswa juga mengalami peningkatan dari 34, 00 menjadi
82,25 pada siklus I kemudian meningkat menjadi 83,75 pada siklus II.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ini, menunjukkan adanya kelebihan
dalam peningkatkan hasil belajar IPA yakni ketuntasan belajar meningkat ± 80% ,
skor rata-rata meningkat ± 130%, skor maksimal meningkat ± 160% , dan skor
minimumnya meningkat ± 200%. Kelebihan lain yang nampak dalam penelitian
ini adalah tentang pengukuran hasil belajar yang dilakukan, yaitu meliputi
pengetahuan dan unjuk kerja. Namun dalam penelitian ini terdapat beberapa
kelemahan, yaitu meskipun peningkatan hasil belajar IPA menunjukkan
peningkatan hasil belajar yang signifikan, namun ketuntasannya belum dapat
mencapai 100%. Kelemahan lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
tidak dijelaskan tentang pelaksanaan refleksi di dalam pembelajaran berbasis CTL
refleksi. Untuk itu dalam penelitian yang akan dilakukan akan meningkatkan hasil
belajar IPA mencapai 100% tuntas dan akan menjelaskan tentang pelaksanaan
aktivitas refleksi dalam pembelajaran berbasis CTL refleksi.
Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh
Emil pada tahun 2013 dengan judul ‘Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning
(CTL) Pada Siswa Kelas 5 di SD Negeri Tlompakan 03 Tuntang Semester II
Tahun Pelajaran 2012/2013’ yang nampak bahwa model pembelajaran berbasis
CTL dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA. Hal ini nampak pada
peningkatan jumlah aktivitas siswa dari 41% menjadi 71% pada siklus I dan
meningkat menjadi 87% pada siklus II. Sedangkan untuk peningkatan ketuntasan
hasil belajar IPA juga menunjukkan peningkatan dari 65% menjadi 86% pada
siklus I dan meningkat menjadi 100% tuntas pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Emil nampak memiliki
kelebihan dalam keberhasilan pencapaian ketuntasan belajar IPA mencapai 100%.
21
Namun di sisi lain, dalam penelitian ini terdapat kelemahan, yakni variabel
aktivitas belajar dan hasil belajar tidak dibahas keterkaitannya secara mendalam,
sehingga variabel ini nampak seperti berdiri sendiri-sendiri. Di samping itu
penilaian hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes saja. Oleh karena itu dalam
penelitian yang akan dilaksanakan hanya menggunakan variabel hasil belajar dan
pembelajaran berbasis CTL refleksi. Penilaian hasil belajar juga tidak hanya
dilakukan melalui tes saja, namun juga melalui unjuk kerja, berupa pengukuran
sikap dan keterampilan.
1.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang tidak dirancang dengan baik, maka akan menghasilkan
pembelajaran yang tidak sistematis dan tidak akan mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan, serta hasil belajar yang diperoleh siswa jauh dari KKM yang
telah ditentukan. Pembelajaran yang berlangsung akan memberikan sumbangan
terbesar dalam menciptakan suasana yang menyenangkan dan keterbukaan dari
guru, sehingga hasil belajar akan tercapai dengan memuaskan.
Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah model pembelajaran. Pada kegiatan pembelajaran yang hanya
fokus pada aktivitas guru dan tidak menghubungkan dengan kehidupan nyata
siswa, disebut dengan pembelajaran yang tidak berbasis kontekstual. Ciri
pembelajaran yang tidak berbasis kontekstual dan berlangsung di kelas adalah
pembelajaran yang berpusat pada penjelasan guru, siswa tidak diberi kesempatan
untuk menceritakan peristiwa penting yang telah dialami dalam kehidupan nyata.
Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan penyampaian materi
melalui metode ceramah. Siswa menerima materi pelajaran dengan pasif selama
pembelajaran berlangsung. Selama proses kegiatan pembelajaran, aktivitas yang
dilaksanakan siswa tidak pernah dilakukan pengukuran oleh guru. Guru hanya
mengukur kemampuan siswa pada aspek kognitif, yakni setelah siswa diberikan
tes pada akhir pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh siswa melalui tes, masih
dibawah KKM ≥ 80, karena siswa hanya dilakukan pengukuran pada aspek
kognitifnya saja, sedangkan untuk aspek afektif dan psikomotorik tidak pernah
22
dilakukan pengukuran. Melihat kenyataan seperti ini, perlu dilakukan perbaikan
dalam proses pembelajaran, dengan mendesain pembelajaran melalui
pembelajaran berbasis CTL refleksi. Dalam model pembelajaran ini, pembelajaran
dimulai dengan menyajikan masalah-masalah kontekstual yang dialami siswa
dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran ini siswa dilibatkan secara langsung
dalam belajar, sehingga siswa dituntut untuk berfikir kritis dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya. Melalui cara belajar seperti ini, jika siswa diberi
tes, tentu hasil belajarnya dapat mencapai optimal (tuntas), selain itu siswa akan
tumbuh kreativitas dan keterampilan dalam belajar. Disamping itu, dapat
menumbuhkan sikap dan antusias siswa dalam menerima materi, karena siswa
dilibatkan secara langsung, sehingga belajar siswa menjadi bermakna. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran selanjutnya tentang KD 6.1 Mendeskripsikan
sifat-sifat cahaya, didesain dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
CTL refleksi, dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis CTL refleksi adalah sebagai
berikut:
1. Menuliskan kata-kaca kunci dalam potongan kertas
2. Mengemukakan peristiwa penting positif yang berkaitan dengan kata-kata
kunci.
3. Mengemukakan peristiwa penting negatif yang berkaitan dengan kata-kata
kunci.
4. Menceritakan hal-hal positif dari masing-masing peristiwa penting telah
dialami.
5. Menceritakan hal-hal negatif dari masing-masing peristiwa penting telah
dialami.
6. Menggarisbawahi istilah-istilah yang dianggap penting
7. Membuat tabulasi antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya
8. Merumuskan definisi dari peristiwa penting yang telah ditemukan.
9. Merefleksi tentang peristiwa penting.
23
Konsekuensi dari pembelajaran berbasis CTL refleksi adalah pengukuran
dilakukan secara utuh, yang meliputi pengukuran proses belajar dan pengukuran
hasil belajar, dengan KKM ≥ 80. Pengukuran utuh terdiri dari pengukuran aspek
afektif, psikomotorik, dan kognitif. Pengukuran aspek kognitif dilakukan melalui
pengukuran hasil belajar yeng berupa tes formatif, dan pengukuran aspek afektif
dan aspek psikomotorik dilakukan melalui pengukuran non tes yakni berupa
pengukuran unjuk kerja dengan menggunakan instrumen rubrik penilaian unjuk
kerja.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka secara rinci dapat disajikan melalui
gambar 2.1 Hubungan Antara Pembelajaran Berbasis CTL Refleksi dan Hail
Belajar IPA, di halaman berikut.
24
Gambar 2.1
Hubungan antara Pembelajaran Berbasis CTL
Refleksi dan Hasil Belajar IPA
Pembelajaran tidak berbasis
kontekstual
Pembelajaran berbasis CTL refleksi
Hasil belajar ≤ KKM 80
1. Menulis 3 sumber cahaya.
2. Mengemukakan 2 peristiwa positif tentang cahaya.
3. Mengemukakan 2 peristiwa negatif tentang cahaya.
4.Menulis cerita peristiwa positif tentang cahaya.
5.Menulis cerita peristiwa negatif tentang cahaya.
6. Menggarisbawahi 3 istilah penting dari teks cahaya.
8. Merumuskan definisi sumber & sifat cahaya.
9. Merefleksi sumber, peristiwa & sifat cahaya.
Pengukuran Kognitif
Afektif Kognitif
Rubrik Menulis
Rubrik Mengemukakan
Rubrik Menggarisbawahi
Rubrik Membuat
tabulasi
Skor
Keterampilan
Skor Proses
Belajar
Tes
Formati
f
Skor Tes
Skor Hasil
Belajar
Hasil Belajar
7. Membuat tabulasi antara sumber, peristiwa & sifat
cahaya.
K1 Berbicara
K2 Menulis
K3 Menggaris
Psikomotorik
Skor
Sikap
Rubrik Refleksi
K4 Menggambar
K5 Merefleksi
Pengukuran utuh
25
1.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut: peningkatan hasil belajar IPA diduga dapat diupayakan melalui
pembelajaran berbasis CTL refleksi siswa kelas 5 SD Negeri Sepakung 03
Banyubiru Semarang Semester II tahun pelajaran 2014/2015.